You are on page 1of 13

TUGAS TERSTRUKTUR

KIMIA FISIK PANGAN (SP)

FOOD FOAMS PADA PRODUK MARSHMALLOW

Dosen Pengampu : Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP., MP

Oleh :

Nanda Puspita Sari 125100101111026

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini berbagai produk makanan yang diproduksi oleh industry pangan sudah
menggunakan cara modern untuk menghasilkan produk makanan yang memiliki rasa enak,
mutu yang baik, bergizi serta memiliki daya simpan yang panjang. Selain itu, proses yang
diinginkan cepat karena permintaan pasar yang meningkat, sehingga membuat industry
pangan untuk membuat sebuah pangan yang baik dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan
yang dapat dihubungkan dengan proses pengolahan pangan. Salah satu penerapan ilmu
pengetahuan ke dalam proses pengolahan pangan yaitu system koloid. Sistem koloid
digunakan di berbagai industry terutama industry pangan karena koloid merupakan satu
satunya cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat zat yang tidak saling melarutkan
secara homogeny dan stabil (makroskopis).
Sistem koloid merupakan suatu sitem disperse, karena terdiri dari dua fasa yaitu fasa
terdispersi (fasa yang tersebar halus) dan fasa pendispersi. Fasa terdispersi umumnya
memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fasa pendispersi
jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut dalam suatu larutan (Yazid, 2005). Berdasarkan
fasa terdispersinya system koloid dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu sol (fasa
terdispersi berupa zat padat), emulsi (fasa terdispersi berupa zat cair), dan buih (fasa
terdispersi berupa gas) (Mose, 2014). Salah satu produk pangan yang mengaplikasikan
system koloid yang ada di industry pangan yaitu marshmallow.
Marshmallow merupakan makanan ringan bertekstur seperti busa yang lembut dalam
berbagai bentuk, aroma, dan warna. Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut
karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup jagung, putih telur, gelatin, gum arab,
dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler, 1999).
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik produk marshmallow
2. Mengetahui komponen penyusun marshmallow
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi instabilitas produk marshmallow
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik produk marshmallow
Marshmallow merupakan makanan ringan sejenis permen yang bertekstur seperti busa
yang lembut, ringan, kenyal dalam berbagai bentuk, aroma, rasa dan warna. Marshmallow
bila dimakan meleleh di dalam mulut karena merupakan hasil dari campuran gula atau sirup
jagung, putih telur, gelatin, dan bahan perasa yang dikocok hingga mengembang (Sartika,
2009). Marshmallow diberi nama sesuai dengan nama tanaman marshmallow, tetapi
marshmallow modern adalah buih yang distabilkan dengan gelling agent. Bahan tradisional
marshmallow adalah putih telur yang berfungsi sebagai foaming agent dan gelling agent.
Putih telur ini akan memberikan warna dan gel yang lunak. Namun sekarang, pembuatan
marshmallow lebih banyak menggunakan gelatin sebagai whipping dan gelling agent.
Marshmallow dari gelatin memiliki tekstur lembut dan elastis atau kenyal, tetapi massanya
lebih berat dari yang menggunakan putih telur. Gelling agent yang lain adalah pectin, agar,
dan pati yang mana semua bahan tersebut juga dapat memberikan tekstur yang halus dan
kenyal seperti gel (Edward, 2000). Berikut ini gambar produk marshmallow :

Tekstur marshmallow yang baik adalah agak keras dan elastis serta mempunyai tekstur
yang lembut. Tekstur dari marshmallow ini dipengaruhi oleh kandungan akhir air, jumlah
gelatin yang digunakan, dan kehadiran whipping agent yang lain seperti putih telur.
Teksturnya tergantung pada kandungan airnya dan jumlah dari penambahan gelatin atau
whipping agent lainnya (Minifie & Chem, 1982). Berikut ini syarat mutu untuk
marshmallow sebagai salah satu produk kembang gula lunak jelly menurut SNI 3547.2:2008
dapat dilihat pada tabel berikut (BSN, 2008) :
Syarat Mutu Kembang Gula Lunak Jelly berdasarkan SNI 3547.2:2008
Kriteria uji Persyaratan mutu kembang gula
lunak jelly
Rasa Normal
Bau Normal
Kadar air (%b/b) Maks. 20
Kadar abu (%b/b) Maks. 3
Gula reduksi (sebagai gula invert) (%b/b) Maks. 25
Sakarosa (% b/b) Min. 27
Cemaran timbal (mg/kg) Maks. 2,0
Cemaran tembaga (mg/kg) Maks. 2,0
Cemaran timah (mg/kg) Maks. 40
Cemaran raksa (mg/kg) Maks. 0,03
Cemaran arsen (mg/kg) Maks. 1,0
Angka lempeng total (koloni/g) Maks. 5 x 104
Bakteri coliform (APM/g) Maks. 20
Escherichia coli (APM/g) <3
Salmonella Negatif/25 g
Staphylococcus aureus (koloni/g) Maks 1 x 102
Kapang dan khamir (koloni/g) Maks. 1 x 102

Produk marshmallow dapat dikelompokkan sebagai produk endapan dan ekstrusi.


Perbedaan produk endapan dan ekstrusi terdapat pada densitas dan kekerasan produk yang
dihasilkan. Produk endapan dan ekstrusi mengandung gelatin 200 - 250 bloom. Tekstur
marshmallow dapat berubah tergantung dengan formulasi, densitas yang diinginkan, metode
pembuatan termasuk peralatan yang digunakan (Nakai dan Modler, 1999). Produk
marshmallow termasuk jenis koloid dengan fasa terdispersinya gas dan medium
pendispersinya zat cair yang disebut buih. Marshmallow akan terbentuk jika fungsi aerasi,
penstabil dan pembentuk gel dalam marshmallow berjalan dengan baik. Teknik aerasi ini
merupakan cara yang dapat mengubah bantuk cair menjadi bentuk buih (foam) serta
bergabungnya sejumlah udara dalam bentuk gelembung-gelembung gas. Buih )gelembung
gas) yang terbentuk berasal dari hasil kocokan gelatin, sukrosa, sirup glukosa, dan air yang
teraduk rata sehingga hasil kocokan tersebut mengembang. Oleh karena itu, produk
marshmallow akan meningkat volumenya serta memiliki kesan organoleptic yang khas,
yaitu produk memiliki tekstur seperti buih atau busa lembut dengan rasa manis yang
memiliki aroma tertentu serta meleleh ketika di mulut (Nakai dan Modler, 1999).
Proses pembuatan produk marshmallow dapat mempengaruhi karakteristik produk
marshmallow yang dihasilkan. Misalnya, pada proses pemasakan suhu yang digunakan
harus dijaga dimana besarnya suhu yang digunakan bergantung pada metode pembuatan
marshmallow tersebut . Hal tersebut dikarenakan suhu yang terlalu rendah dapat
menyebabkan marshmallow menjadi lengket, sedangkan apabila suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan karamelisasi yang akan berpengaruh pada warna dasar produk
marshmallow. Tahap perebusan yang terlalu tinggi juga dapat membuat tekstur
marshmallow keras dan mudah hancur (Lees & Jackson, 1980).

2.2 Komponen penyusun produk marshmallow


Komponen penyusun utama dalam marshmallow adalah udara dan kandungan air
(kelembaban). Marshmallow mempunyai kandungan air akhir sebesar 12-18%. Fungsi
kelembaban dan udara ini adalah untuk mengontrol kekentalan produk. Udara yang
tercampur berfungsi untuk meningkatkan volume dan memperbaiki tekstur. Kandungan air
yang tinggi memungkinkan banyak volume udara yang tercampur dan juga mengendalikan
kekentalan produk. Adanya kandungan air pada marshmallow yang tinggi, mengakibatkan
marshmallow rentan terhadap pertumbuhan jamur (Lees & Jackson, 1980). Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu sirup glukosa, gula, air, bahan pelapis,
whipping agent dan perisa.

a. Sirup glukosa
Sirup glukosa merupakan suatu cairan jernih dan kental yang komponen utamanya
adalah glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis pati. Bahan baku pembuat sirup
glukosa dapat digunakan bermacam-macam sumber karbohidrat seperti ubi jalar, ubi kayu,
sagu, jagung, limpul, dan sebagainya (Azwar, 2009). Pada pembuatan marshmallow sirup
glukosa digunakan untuk mengontrol rekristalisasi larutan gula super jenuh dan memberikan
viskositas pada massa produk marshmallow. Semakin banyak jumlah glukosa yang
ditambahkan, hasil akhir produk marshmallow akan semakin lengket dan liat. Hal tersebut
menyebabkan suhu pemanasan harus dikurangi untuk mengontrol tekstur yang liat. Jenis
sirup glukosa yang berbeda pada pembuatan marshmallow akan mempengaruhi viskositas,
pembentukan warna, serta kehalusan (firmness) produk. Peningkatan kadar padatan dalam
sirup glukosa akan menyebabkan peningkatan kekenyalan pada produk marshmallow, tetapi
juga dapat menurunkan daya simpan (Lees & Jackson, 1980). Sirup glukosa yang sering
digunakan dalam pembuatan produk marshmallow adalah sirup glukosa DE 42 dimana sirup
glukosa tersebut dapat memberikan skin pada permukaan luar produk marshmallow yang
mampu menghambat penetrasi air ke dalam produk marshmallow. Komposisi gula dan
glukosa ini membantu dalam pembentukan tekstur, tingkat kemanisan, body, dan bentuk
produk marshmallow (Meiners et al, 1984).
Fase cair dari produk marshmallow harus memiliki konsentrasi bahan kering sebesar
75-76% berat, untuk mencegah kerusakan karena mikrobiologi. Kondisi tersebut tidak bisa
didapatkan dari melarutkan gula saja. Larutan tersebut hanya dapat diperoleh dengan
mencampurkan gula (sukrosa) dengan gula invert, sirup glukosa dan maltose
(Tjokroadikoesoemo, 1986).

b. Gula (Sukrosa)
Sukrosa adalah oligosakarida yng mempunyai peran penting dalam pengolahan
makanan dan banyak terdapat pada tebu. Sukrosa yang biasanya digunakan pada proses
pengolahan makanan yaitu sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar, dan dalam jumlah
yang banyak digunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 2004). Penambahan
sukrosa dalam pembuatan makanan berfungsi untuk memberikan rasa manis,mengawetkan,
meningkatka konsentrasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan (Sartika, 2009).
Pembuatan marshmallow menggunakan sukrosa sebagai bahan baku, karena selain
dapat memberikan rasa manis juga memberikan peranan dalam pembentukan gel permen.
Sukrosa dapat dikombinasikan dengan monosakarida seperti glukosa atau fruktosa untuk
mecegah kristalisasi (Sartika, 2009). Campuran glukosa atau fruktosa dengan sukrosa akan
menghasilkan tekstur yang lebih liat serta kekerasan marshmallow yang cenderung menurun
(Ward, 1977). Fungsi gula yang ditambahkan dalam produk bukanlah sebagai pemberi rasa
manis saja. Gula juga bersifat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya pada
produk. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuan mengurangi keseimbangan
kelembaban relative serta mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai
dalam pengawetan pangan (Buckle et al, 2009).
Gula berperan sebagai filler atau pengisi dimana gula pasir ini dapat memberikan tingkat
kemanisan yang diperlukan dan mengurangi viskositas atau kekentalan pada tekstur akhir
produk. Jumlah gula reduksi yang tinggi menyebabkan kualitas menjadi rendah. Peningkatan
jumlah sukrosa akan meningkatkan kekerasan (toughness) dan menyebabkan graining
selama penyimpanan. Selain itu, gula juga berfungsi untuk menentukan body produk
marshmallow tersebut (Meiners et al, 1984). Gula dan glukosa dilarutkan dalam massa
produk marshmallow dengan menggunakan air. Dengan meningkatnya suhu maka kelarutan
gula juga akan meningkat sehingga menyebabkan meningkatnya titik jenuh dan
konsentrasinya. Gula dan glukosa sangat mudah mengeras saat perebusan. Jika gula tidak
larut sempurna, maka dapat terjadi graining setelah proses pemasakan selesai. Hal ini dapat
dicegah dengan melakukan perebusan secepat mungkin (Less & Jackson, 1980).

c. Air
Air merupakan komponen penting dalam pembuatan marshmallow, karena air
mempengaruhi penampakan tekstur dan citarasa. Air berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan
lainnya. Air yang berlebihan menyebabkan waktu pemasakan menjadi lama, sehingga akan
menurunkan kualitas dan menyebabkan peningkatan biaya energy. Air yang terlalu sedikit
akan menyebabkan rekristalisasi dalam waktu singkat. Kadar air yang rendah memberikan
chewing characteristic yang rendah (Meiners et al, 1984). Dalam pembuatan marshmallow,
jumlah air yang ditambahkan perlu diperhatikan. Jika terlalu banyak akan menyebabkan
produk menjadi lengket dan jika terlalu sedikit air yang ditambahkan maka akan
menghasilkan produk yang chewy, brittle atau kering. Air yang digunakan adalah sati pertiga
bagian dari gula yang digunakan (Hardman, 1989).

d. Bahan pelapis
Umumnya marshmellow dilapisi dengan tepung pati kering untuk membentuk lapisan
luar yang tahan lama dan mempertahankan bentuk gel yang baik. Pelapisan permen
marshmallow dapat menggunakan tepung kanji dan tepung gula (Birch & Parker, 1979).
Marshmallow biasanya memiliki sifat kecenderungan menjadi lengket karena sifat
higroskopis dari gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan
bahan pelapis berupa tepung gula. Selain berfungsi sebagai bahan pelapis, tepung gula
tersebut juga berfungsi memberikan rasa manis (Birch & Parker, 1979).

e. Whipping agent
Whipping agent merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pembuatan
marshmallow. Whipping agent berfungsi untuk menahan udara yang masuk menjadi sebuah
produk, menghasilkan keseragaman disperse dari sel udara pada kembang gula menuju berat
spesifik yang lebih rendah, dan menambah modifikasi pada tekstur. Dari hasil whipping
agent ini menjadi sifat penting dari kembang gula seperti marshmallow. Foam yang stabil
tidak bisa didapatkan dengan pengocokan larutan gula dengan konsentrasi tanpa adanya
surface active agent. Jenis whipping cream yaitu antara lain putih telur, gelatin, susu skim,
kasein, whey, protein kedelai (Lees & Jackson, 1980). Jenis whipping agent yang sering
digunakan adalah putih telur, karena mempunyai sifat aerasi yang baik bersama dengan suhu
yang stabil berhubungan dengan kemampuannya untuk membeku (Lees & Jackson, 1980).
Putih telur mengandung senyawa obalalbumen, yaitu protein yang bersifat mampu
membentuk busa (foaming). Pembusaan ini dapat terjadi apabila ada udara atau gas yang
terperangkap di dalamnya. Semakin banyak udara atau gas yang terperangkap, pembusaan
juga akan semakin banyak. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan mengembangnya volume
dan kekauan tekstur putih telur (Kasmidjo, 2004).
Gelatin adalah salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis
kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan merupakan senyawa yang tidak
pernah terjadi secara ilmiah (Amiruldin, 2007). Gelatin merupakan bahan yang juga
digunakan pada pembuatan marshmallow sebagai pengganti putih telur ataupun juga
ditambahkan untuk menambah sifat foam pada pembuatan marshmallow. Gelatin yang
digunakan pada proses pembuatan marshmallow harus mempunyai kualitas yang paling baik
sehingga menghasilkan larutan yang viskositasnya rendah.
Kekuatan dari gelatin dapat ditentukan dengan dengan berbagai cara, tapi yang sering
digunakan pada industry confectionery adalah bloom geometer. Semakin tinggi derajat
bloomnya, semakin kuat gel yang terbentuk dari gelatin. Derajat bloom gelatin yang rendah
biasanya akan menghasilkan produk dengan tekstur yang sangat elastic. Tipe yang
direkomendasikan untuk gelatin adalah dengan derajat bloom 200-250, yang mempunyai
viskositas yang rendah dan gelling agent yang tinggi. Dalam pembentukan produk yang
diaerasi, kekuatan bloom yang tinggi memungkinkan persentase gelatin yang digunakan
rendah sehingga akan mengurangi viskositas (Lees & Jackson, 1980).

Struktur Gelatin (Saleh, 2004)


Penambahan gelatin pada massa kembang gula berfungsi untuk meningkatkan tekstur dan
chewing ability. Kekuatan gelling strength pada gelatin ditunjukkan dengan derajat bloom.
Semakin tinggi derajat bloom maka semakin kuat gelling strength-nya, serta viskositasnya
semakin tinggi. Tingginya konsentrasi gula yang terlarut dalam massa kembang gula akan
mengurangi kemampuan gelatin untuk mengembang. Oleh karena itu, gelatin tidak
ditambahkan dalam bentuk bubuk secara langsung ke dalam larutan gula (Meiners et al,
1984). Selain itu, gelatin tidak boleh didihkan bersama larutan gula. Hal tersebut dilakukan
agar kemampuannya membentuk gel tidak hilang karena gelatin memiliki kemampuan untuk
meningkatkan chewing ability. Penambahan gelatin dilakukan dalam bentuk campuran atau
larutan setelah proses pendidihan selesai, sehingga resiko adanya kontaminasi mikroba
masih bisa terjadi.
Keunggulan gelatin dibandingkan dengan gelling agent yang lain adalah gelatin
merupakan gel yang heat reversible. Selain dapat mempengaruhi chewing quality, gelatin
juga berperan sebagai stabilizer untuk mencegah kristalisasi dan pemisahan emulsi. Gelatin
akan menghasilkan kembang gula yang bertekstur lembut cenderung kenyal seperti karet.
Penggunaan gelatin dapat diganti dengan senyawa pengental yang berasal dari tumbuhan
seperti pectin dan agar, yang sering kali memberikan ketahanan yang lebih baik bagi produk
(Minifie & Chem, 1982).
Tekstur dan densitas dari marshmallow dapat divariasi dengan penyesuaian dari jumlah
putih telur dan gelatin termasuk gelatinizing agent yang lain atau gum. Gelatinizing agent
yang mungkin digunakan untuk memberi tekstur yang berbeda dari marshmallow adalah
(Minifie & Chen, 1982) :
a. Agar, dilarutkan dalam air mendidih. Kemudian larutan tersebut didinginkan dan
ditambahkan pada larutan putih telur. Agar ini memberikan tekstur yang keras pada
marshmallow.
b. Gum arabic, dilarutkan dalam air dingin dengan merendam dan menggerak-gerakannya
kemudian disaring. Gum arabic akan menghasilkan marshmallow yang memiliki tekstur
yang liat dan berserabut.
Secara system koloid, pada proses pembuatan marshmallow, gelatin berperan sebagai
berikut (Lees & Jackson, 1980) :
Menurunkan tegangan permukaan lapisan pertemuan udara-cairan sehingga
memudahkan pembentukan busa
Menstabilkan busa yang terbentuk dengan cara meningkatkan kekentalan
Membentuk busa karena sifat jel-nya
Mencegah terjadinya kristalisasi gula sehingga produk yang dihasilkan lembut dan
tahan lama.

f. Flavor
Flavor adalah bahan yang memberikan rasa dan aroma yang menyenangkan. Flavor yang
ditambahkan biasanya dicampurkan dalam massa kembang gula yang masih panas sambil
terus diaduk cepat. Karena sifanya yang volatile, maka dengan adanya penambahan bubuk
dektrose murni kurang lebih 100-150 per batch, dapat mencegah terjadinya penguapan
flavor. Flavor ini dapat ditambahkan setelah proses pemasakan berakhir. Flavor bisa
terdapat dalam bentuk terlarut dalam solven seperti pada flavor cair, atau menempel pada
bahan padat dengan dikeringkan dengan spray dryer dalam bentuk flavor padat, atau seperti
lemak yang terdapat didalam susu dimana flavor terdispersi dalam bentuk butiran dalam
cairan yang tidak dapat tercampur sebagai flavor emulsi. Flavor yang ditambahkan terasa
kuat dikarenakan waktu pemberian flavor yang tepat, yaitu dimana massa kembang gula
sudah tidak menguap akibat panas (Meiners et al, 1984).
Bahan pemberi rasa lain yang dapat ditambahkan yaitu asam sitrat. Penambahan asam
sitrat bertujuan untuk memperkaya flavor marshmallow. Penambahan asam dapat
melemahkan kekuatan pembentukan gel pada gelatin. Hal tersebut disebabkan asam dapat
meningkatkan suhu larutan. Oleh karena itu, penambahan asam dilakukan pada saat terakhir
setelah proses pemasakan, namun sebelum pencetakkan untuk mencegah inversi tambahan
yang mengakibatkan kelengketan pada kembang gula. Asam yang ditambahkan juga tidak
boleh lebih dari 8-10 gr per kg massa gula (Meiners et al, 1984). Asam sitrat memiliki rasa
asam yang lembut (mild) dan kembang gula yang menggunakan asam isi memiliki flavor
yang lebih lembut, selain itu asam jenis ini dianggap aman karena dapat diserap oleh tubuh
(Minifie & Chem, 1982).

2.3 Proses pembuatan marshmallow


Metode yang bisa digunakan dalam pembuatan marshmallow terbagi menjadi dua yaitu
(Edward, 2000) :
a. Metode batch
Gula, sirup glukosa dan gula invert lainnya dididihkan sampai suhu 1000C.
Kemudian campuran didinginkan dan larutan gelling agent ditambahkan. Campuran dari
keduanya dikocok seperlunya sampai agak mengental dan kemudian dicetak dalam
bubuk pati.

b. Metode continuous manufacture


Campuran gula, sirup glukosa, dan gula invert harus didihkan sebelum
didinginkan (660C), gelling dan whipping agent ditambahkan dalam campuran tersebut
kemudian dimasukkan ke mesin continuous whipping dimana produk akan diaerasi,
diwarnai, dan ditambah flavor.

2.4 Faktor yang mempengaruhi instabilitas produk marshmallow


Faktor yang mempengaruhi instabilitas pada produk marshmallow yang mungkin terjadi
yaitu :

a. Tegangan permukaan
Adanya gelatin pada proses pembuatan marshmallow dapat menurunkan tegangan
permukaan lapisan pertemuan udara-cairan sehingga memudahkan pembentukan
busa.

b. Viskositas
Adanya gelatin juga dapat menurunkan viskositas pada produk marshmallow.
Semakin tinggi kekuatan bloom dari gelatin, akan memungkinkan persentase gelatin
yang digunakan rendah sehingga akan mengurangi viskositas.

c. Tingkat keasaman
Buih lebih stabil pada pH isoelektrik yaitu pada pH 8-9 dan pI 4-5. Semakin
tinggi asam yang ditambahkan, dapat melemahkan kekuatan pembentukan gel pada
gelatin.

d. Kadar protein
Buih yang dibentuk pada konsentrasi protein yang lebih tebal dan stabil karena
adanya peningkatan ketebalan film interfasial. Pada proses pembuatan marshmallow
yang berperan sebagai sumber protein yaitu putih telur. Struktur buih yang stabil
umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya
volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah.
Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas
mungkin.
BAB III KESIMPULAN

Produk marshmallow adalah sejenis makanan ringan seperti permen yang bertekstur
seperti busa yang lembut, ringan, dan kenyal. Produk marshmallow memiki tekstur yang baik
jika teksturnya keras dan elastis serta mempunyai tekstur yang lembut. Komponen penyusunnya
yaitu sirup glukosa, gula, air, whipping agent, bahan pelapis serta flavor. Faktor yang dapat
mempengaruhi satbilitas buih pada produk marshmallow yaitu tegangan permukaan, viskositas,
tingkat keasaman serta kadar protein.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin, M. 2007. Pembuatan dan Analisis Karakteristik Gelatin dari Kulit Ikan Tuna.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Azwar. 2009. Pembuatan Sirup Glukosa dengan Hidrolisa Enzimatis. Semarang.
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Birch, GG dan KJ Parker. 1979. Sugar : Science and Technology. London. Applied
Science Publisher LTD.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 2009. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh
Purnomo H, Adiono. Jakarta : UI Press.
Badan Standarisasi Nasional. (2008). Kembang gulaBagian 2: Lunak. SNI 3547.2-2008.
Badan Standarisasi Nasional
Edward, W. P. 2000. The Science Of Sugar Confectionery. Royal Society Of Chemistry.
Cambridge
Hardman, T. M. 1989. Water and Food Quality. Elsevier Applied Science. New York
Kasmidjo. 2004. Putih Telur. http://warintek.progessio.or.id/ttg/pangan/tips. Diakses
pada 18 Agustus 2015
Lee, R. & E. B. Jackson. 1980. Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.
Leonard Hill. Glasgow
Meiners, A.; K. Kreiten & H. Joike. 1984. Silesia Confiserie Manual No. 3. Silesia-
Essenzenfabrik Gerhard Hanke, Abt. West Germany
Minifie, B. W. & C. Chem. 1982. Chocolate, Cocoa and Confectionery : Science and
Technology 2nd ed. AVI Publishing Company, Inc. USA.Mose, 2014
Nakai S dan Modler HW. 1999. Foods Proteins Processing Aplication. London: Wiley.
VHC
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Sartika D. 2009. Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Ikan Kakap Merah
(Lutjanus Sp.). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor
Tjokroadikoesoemo PS. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT

Gramedia.
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Ward AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin.
London:
Academic Press.
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.

You might also like