You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran
akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang
akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.
Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah Blok VI
mengenai homeostasis dan dasar metabolism tubuh manusia ditinjau dari berbagai aspek.Latihan
Keterampilan Klinik di blok VI ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan
beberapa keterampilan yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan, yaitu:
1. Pemeriksaan status gizi
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu mencapai kompetensi 4 (mampu melakukan mandiri) dalam melakukan
pemeriksaan status gizi. Oleh karena itu, di blok ini mahasiswa akan dilatih bagaimana
melakukan pemeriksaan status gizi dengan baik dan benar.
2. Pemeriksaan kesadaran dan tanda vital
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mencapai kompetensi 4 (mampu melakukan secara mandiri) dalam hal melakukan
pemeriksaan kesadaran dan tanda vital seseorang. Oleh karena itu, di blok ini mahasiswa
akan dilatih untuk melakukan kedua pemeriksaan tersebut.
3. Perhitungan kebutuhan kalori
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan penilaian kebutuhan kalori secara mandiri (tingkat kompetensi 4).
Oleh karena itu, di blok ini mahasiswa akan dilatih bagaimana cara menghitung
kebutuhan kalori seseorang, dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat
membantu penentuan terapi nutrisi pasien.

1.2 TUJUAN UMUM


Tujuan umum dari latihan keterampilan klinik Blok VI ini adalah:
1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan status gizi.
2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan kesadaran pada manusia.
3. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan tanda vital pada manusia.
4. Apabila dihadapkan pada suatu kasus, mahasiswa diharapkan mampu menghitung energi
basal organ tubuh manusia.
5. Apabila dihadapkan pada suatu kasus, mahasiswa diharapkan mampu menghitung
kebutuhan kalori dalam setiap energi yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas.
6. Apabila dihadapkan pada suatu kasus, mahasiswa diharapkan mampu menghitung
1
kebutuhan kalori untuk energi yang dibutuhkan pada kondisi sakit.
7. Apabila dihadapkan pada suatu kasus, mahasiswa diharapkan mampu menghitung jumlah
kalori yang diperoleh dari asupan nutrisi.

1.3 METODE INSTRUKSIONAL


Metode instruksional yang dipakai dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok
VI ini adalah:
1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.
2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang
instruktur.
3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan keterampilan klinik sesuai
dengan langkah kerja yang terdapat di dalam penuntun LKK.
4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang teknik LKK.
5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.

2
BAB II
PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK

2.1 PEMERIKSAAN STATUS GIZI


A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengukur tinggi badan
2. Mengukur berat badan

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN STATUS GIZI
1.1 Landasan Teori
Ada beberapa definisi mengenai status gizi. Menurut Supariasa (2002) status gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture
dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan keadaan tidak seimbangnya
pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. Menurut Hadi (2002), status gizi
merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu
variabel. Menurut Gibson (1990), status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil
akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.
Banyak faktor mempengaruhi status gizi seseorang, misalnya lingkungan fisik, biologis,
budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009). Kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi terhadap status pangan dan gizi suatu daerah adalah cuaca, iklim, kondisi
tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan. Faktor lingkungan biologi
misalnya adanya rekayasa genetika terhadap tanaman dan produk pangan. Kondisi ini
berpengaruh terhadap pangan dan gizi. Selain itu adanya interaksi sinergis antara malnutrisi
dengan penyakit infeksi yaitu infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat
malnutrisi. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan pangan dan
kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya akan baik.
Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan golongan
menengah ke atas. Faktor lingkungan budaya berpengaruh dalam hal sikap terhadap
makanan, masih banyak terdapat pantangan, takhayul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Di samping itu jarak kelahiran anak yang
terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam
keluarga. Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di suatu daerah dan
menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh masyarakat. Misalnya
kondisi sosial di pedesaan dan perkotaan yang memiliki pola konsumsi pangan dan gizi yang
berbeda. Selain status gizi juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, ketegangan dan
tekanan sosial dalam masyarakat. Terkadang, ideologi politik suatu negara akan
mempengaruhi kebijakan dalam hal produksi, distribusi, dan ketersediaan pangan.
Ada dua macam cara penilaian status gizi, secara langsung atau secara tidak langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

3
A. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh,
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Parameter antropometri merupakan dasar
dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks
antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan
normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur.
c. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu.
d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U
maupun BB/TB.
e. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada
keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
BB (kg)
IMT =
TB (m) x TB (m)

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur


Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit
dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan
bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan
pertengahan tungkai bawah.

4
g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul
Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan
metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang
berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.

Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan


ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap median,
persentil, dan standar deviasi unit.

1. Persen terhadap Median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median sama
dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah
itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas.

Berikut ini merupakan Klasifikasi Status Gizi Masyarakat menurut Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Depkes RI Tahun 1999:

KATEGORI CUT OFF POINT


Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60%

Keterangan: Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983.


*) Laki-laki dan perempuan sama
Sumber: Supariasa, 2002

2. Persentil
Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah
persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada
diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan persentil ke 5
sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi
baik.
3. Standar Deviasi Unit (SDU)
Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini
untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 1 Blok VI FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi

5
4. Timbangan badan
5. Pengukur tinggi badan
6. Meteran
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan status gizi.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Pasien diminta melepaskan sepatu dan meletakkan dompet/telepon genggam/tas.
6. Pasien diminta naik ke atas timbangan badan dengan posisi lurus menghadap ke depan.
7. Catat berat badan pasien yang tertera pada timbangan. Lakukan hal ini sebanyak tiga
kali, dan hitung nilai rata-rata berat badan pasien.
8. Minta pasien berdiri di bawah alat pengukur tinggi badan dengan posisi tegak lurus
menghadap ke depan. Posisi pasien membelakangi dinding, menghadap ke pemeriksa.

Gambar 1. Cara mengukur tinggi badan (sumber: www.my.opera.com)

9. Tarik alat pengukur tinggi badan sampai batas bawahnya menyentuh bagian puncak
kepala pasien.
10. Catat tinggi badan pasien yang tertera pada alat tersebut. Lakukan pengukuran
sebanyak tiga kali, lalu hitung nilai rata-rata tinggi badan pasien.
11. Hitung indeks massa tubuh pasien (IMT) atau BMI (body mass index) dengan rumus:
BB (kg)
IMT =
TB (m) x TB (m)

12. Ukur lingkar lengan atas pasien dengan meteran pada bagian pertengahan lengan atas.
Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali, lalu hitung nilai rata-rata lingkar lengan atas
(LLA).

6
13. Hitung lingkar pinggang pasien dengan melingkarkan meteran pada pertengahan
antara crista illiaca dan bagian paling bawah dari lengkung costa pasien.
Sebaiknya pada saat pengukuran ini pasien diminta membuka pakaiannya agar tidak
mempengaruhi pengukuran. Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali, lalu hitung nilai
rata-rata lingkar pinggang pasien.

Gambar 2. Cara mengukur lingkar pinggang


(sumber: www.klinikandrologi.blogspot.com)

14. Hitung lingkar pinggul pasien dengan melingkarkan meteran setinggi crista illiaca pada
bidang horizontal badan.
15. Hitung rasio lingkar pinggang dengan lingkar pinggul dengan rumus:
Lingkar pinggang : lingkar pinggul
16. Lakukan interpretasi dari semua pengukuran di atas.

1.4 Interpretasi Hasil Pemeriksaan


Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan
batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-
25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8.
Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

2. IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan Berat Badan
tingkat ringan atau KEK ringan.

3. IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.

4. IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat ringan.

7
5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat
berat.

Nilai normal untuk rasio lingkar pinggang-pinggul adalah perempuan: 0,77 dan laki-laki:
0,90.

2.2 PEMERIKSAAN KESADARAN DAN TANDA VITAL


A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan kesadaran pada manusia.
a. Melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)
- Eye
- Movement
- Verbal
b. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan GCS.
2. Melakukan pemeriksaan tanda vital pada manusia.
a. Melakukan pemeriksaan tekanan darah.
b. Melakukan pemeriksaan denyut nadi.
c. Melakukan pemeriksaan suhu tubuh.
d. Melakukan pemeriksaan frekuensi pernapasan.
e. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan tanda vital.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN KESADARAN
1.1 Landasan Teori
Tingkat kesadaran seseorang dapat dinilai dengan dua cara, yaitu kualitatif atau kuantitatif.
Penilaian tingkat kesadaran secara kualitatif adalah sebagai berikut:
a. Compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.

8
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporocomatose), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Penilaian kesadaran seseorang secara kuantitatif adalah dengan GCS (Glasgow Coma Scale):
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2): suara tanpa arti (mengerang)
(1): tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)


(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 2 Blok VI FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter
4. Tempat tidur pemeriksaan

9
1.3 Langkah Kerja
1. Menilai respon mata (eye)
- Dinilai dengan melihat pembukaan mata secara spontan,
- Bila tidak terbuka maka pasien dipanggil dengan keras sambil melihat apakah
matanya terbuka,
- Bila tetap tidak membuka mata maka dilakukan rangsangan nyeri pada
daerah ekstremitas (menekan kuku dengan benda tumpul) sambil melihat
apakah matanya terbuka.
2. Respon Motorik (Movement)
- Dinilai dengan melihat respon motorik pasien.
- Bila pasien sadar meminta pasien untuk menggerakkan ekstremitas atas dan
bawah.
- Bila pasien tidak sadar dilakukan rangsangan nyeri pada daerah ekstremitas
(menekan kuku dengan benda tumpul) sambil melihat respon motorik apakah
menepis (melokalisir nyeri), fleksi (menghindar), fleksi abnormal, ekstensi
abnormal, atau tanpa respon (rangsang nyeri sebaiknya bersamaan dengan
menilai respon mata).

5. Respon Kata-kata (Verbal).


- Menilai orientasi pasien dengan menanyakan tempat, waktu, atau kronologis
kejadian.

Tabel 1. Skor GCS


MATA (EYE) SKO
Pasien membuka mata spontan R
Pasien terpejam, membuka mata bila dipanggil (rangsang suara) 4
Pasien terpejam, membuka mata bila diransang nyeri 3
Pasien tidak membuka mata dengan rangsang nyeri 2
1
MOTORIK (MOVEMENT)
Pasien menggerakkan tubuh (misal ekstremitas) sesuai perintah 6
Pasien melokalisir daerah yang dirangsang nyeri (menyingkirkan sumber 5
nyeri)
Pasien menghindari (fleksi normal) bila dirangsang nyeri 4
Pasien melakukan fleksi abnormal (dekortikasi) bila dirangsang nyeri 3
Pasien melakukan ekstensi abnormal (deserebrasi) bila dirangsang nyeri 2
Pasien tidak memberi respon terhadap rangsang nyeri 1
VERBAL (VERBAL)
Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan benar dan orientasi yang 5
baik
Pasien menjawab pertanyaan dengan kata yang dimengerti tapi tidak 4
sistematis
Pasien menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak jelas (maracau) 3
10
Pasien memberi respon suara yang tidak jelas (mengerang) 2
Pasien tidak memberi respon suara 1

1.4 Interpretasi Hasil


Tingkat Kesadaran berdasarkan GCS :
15 : Sadar
13-14 : Penurunan kesadaran ringan
9-12 : Penurunan kesadaran sedang
3-8 : Penurunan kesadaran berat (koma)

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN TANDA VITAL


2.1 Landasan Teori
Tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, laju
pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena penting untuk menilai fungsi fisiologis
organ vital tubuh.
a. Tekanan Darah
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tahanan
pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding arteri.
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada interpretasi hasil yaitu :
- Lingkungan : suasana bising, kurangnya privasi, suhu ruangan terlalu panas
- Peralatan : kalibrasi, tipe manometer dan stetoskop, ukuran cuff (manset)
- Pasien : obat, status emosional, irama jantung, merokok, kopi, obesitas, olah
raga
- Teknik pemeriksaan : posisi pasien, penempatan cuff, posisi lengan,
kecepatan pengembangan dan pengempisan cuff, pakaian terlalu tebal, kesalahan membaca
sphygmomanometer.
Parameter yang diukur pada pemeriksaan tekanan darah yaitu tekanan maksimal pada
dinding arteri selama kontraksi ventrikel kiri, tekanan diastolik yaitu tekanan minimal selama
relaksasi, dan tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan sistolik dan diastolik (penting untuk
menilai derajat syok).
Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang berasal dari suara vibrasi saat
manset dikempiskan. Suara Korotkoff sendiri terbagi menjadi 5 fase yaitu:
1. Fase I : Saat bunyi pertama kali terdengar, disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas lebih tinggi dari fase I.
3. Fase III :Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali, disebut sebagai tekanan diastolik.
Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah berdasarkan Joint National Committee VII
adalah sebagai berikut :

11
b. Denyut Nadi
1. Frekuensi
Menggambarkan frekuensi jantung berdenyut atau aliran nadi yang berdenyut selama 1
menit. Nilai normal denyut nadi pada kelompok dewasa muda adalah 60-100x/menit.
Di luar frekuensi tersebut termasuk dalam kategori:
a. Bradikardia : denyut jantung/nadi lambat (<60x/menit), didapatkan pada atlet
yang sedang istirahat, tekanan intrakranial meningkat, peningkatan tonus vagus,
hipotiroidisme, hipotermia, dan efek samping beberapa obat.
b. Takikardia : denyut jantung/nadi cepat (>100x/menit), biasa terjadi pada pasien
dengan demam, feokromositoma, congestif heart failure, syok hipovolemik,
aritmia kordis, pecandu kopi dan perokok.
Harus diingat bahwa nilai normal frekuensi denyut nadi dipengaruhi oleh usia. Untuk
bayi dan anak-anak nilai normal frekuensi denyut nadi adalah :
Perhatian : Pada keadaan tertentu denyut jantung kadang-kadang tidak bersamaan
dengan denyut nadi.
2. Irama
Selain frekuensi faktor penting yang harus diperhatikan dalam menilai denyut
jantung/nadi adalah keteraturan denyut. Berikut adalah 3 kategori keteraturan denyut:
a. Regular
b. Regularly irregular : dijumpai pola dalam iregularitasnya.
c. Irregularly irregular : tidak dijumpai pola dalam iregularitasnya, terdapat pada
fibrilasi atrium.
3. Volume nadi
Volume nadi adalah besarnya kualitas nadi setiap berdenyut. Volume menggambarkan
banyaknya darah yang mengalir kedalam arteri.
a. Volume nadi kecil : tahanan terlalu besar terhadap aliran darah, darah yang
dipompa jantung terlalu sedikit (pada efusi perikardial, stenosis katup mitral,
payah jantung, dehidrasi, syok hemoragik).
b. Volume nadi yang berkurang secara lokal : peningkatan tahanan setempat.
c. Volume nadi besar : volume darah yang dipompakan terlalu banyak, tahanan terlalu
rendah (pada bradikardia, anemia, hamil, hipertiroidisme).
c. Pernapasan
Proses fisiologis yang berperan pada proses pernapasan adalah : ventilasi pulmoner,
respirasi eksternal dan internal. Laju pernapasan meningkat pada keadaan stres, kelainan
metabolik, penyakit jantung paru, dan pada peningkatan suhu tubuh. Pernapasan yang
normal bila kecepatannya 14-20x/menit pada dewasa, dan sampai 44x/menit pada bayi.
Kecepatan dan irama pernapasan serta usaha bernapas perlu diperiksa untuk menilai adanya
kelainan:
1. Kecepatan
a. Takipnea : pernapasan cepat dan dangkal.
12
b. Bradipnea : pernapasan lambat.
c. Hiperpnea/hiperventilasi : pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul)
d. Hipoventilasi : bradipnea disertai pernapasan dangkal.
2. Irama
a. Reguler
b. Pernapasan Cheyne-Stoke : Periode apnea diselingi hiperpnea.
c. Pernapasan Biot's (ataksia) : periode apnea yang tiba-tiba diselingi periode
pernapasan konstan dan dalam.
3. Usaha bernapas
Adalah kontraksi otot-otot tambahan saat bernafas misalnya otot interkostalis. Bila ada
kontraksi otot-otot tersebut menunjukkan adanya penurunan daya kembang paru.
d. Suhu
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas.
Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang menentukan suhu tertentu dan bila
suhu tubuh melebihi suhu yang ditentukan hipotalamus tersebut, maka pengeluaran panas
meningkat dan sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu tubuh dipengaruhi oleh irama
sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu lingkungan hormon, dan olahraga.
Suhu normal berkisar antara 36,5C - 37,5C. Lokasi pengukuran suhu adalah oral (di
bawah lidah), aksila, dan rektal. Pada pemeriksaan suhu per rektai tingkat kesalahan lebih
kecil daripada oral atau aksila. Peninggian semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas,
merokok, dan minum minuman hangat, sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila
pasien bernafas melalui mulut dan minum minuman dingin.

2.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 2 Blok VI FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Sphygmomanometer (Tensimeter) raksa
5. Stetoskop
6. Termometer raksa
7. Tempat tidur pemeriksaan

2.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan tanda vital.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan tanda vital.
5. Pemeriksaan denyut nadi
13
a. Letakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah pada arteri radialis pasien, dari arah
lateral.
b. Tekan arteri radialis sampai pulsasi maksimal dapat dirasakan oleh pemeriksa.
c. Hitung denyut arteri radialis selama satu menit penuh.

Gambar 1. Cara menghitung denyut nadi radialis


Sumber: www.cgicm.ca

6. Pemeriksaan frekuensi pernapasan.


a. Setiap kali pasien menarik napas dan membuang napas dihitung sebagai satu
hitungan.
b. Hitung berapa kali pasien bernapas selama satu menit penuh.

7. Pemeriksaan tekanan darah


a. Pasien diminta duduk dengan rileks di kursi dan lengan diletakkan di meja, sehingga
posisi lengan yang akan diperiksa sejajar dengan posisi jantungnya. Minta pasien
menggulung lengan baju pada lengan yang akan diperiksa.
b. Pilihlah ukuran manset sphygmomanometer yang sesuai dengan tubuh dan usia
pasien. Pasang manset pada lengan atas, kira-kira 2,5 cm di atas fossa cubiti.
c. Untuk mengetahui kira-kira setinggi apa raksa pada sphygmomanometer akan
dinaikkan, perlu diperiksa dulu tekanan sistolik dengan palpasi arteri radialis. Pompa
balon hingga raksa mencapai kurang lebih angka normal tekanan darah dewasa (120
mmHg), lalu lepaskan pengunci balon hingga air raksa perlahan-lahan turun kira-
kira 2-3 mmHg setiap kali turun. Air raksa tidak boleh terlalu cepat turun. Tekanan
sistolik adalah angka dimana pemeriksa merasakan adanya denyut arteri radialis
yang pertama kali setelah pompa balon dilonggarkan.
d. Palpasi arteri brachialis pada regio cubiti untuk memastikan denyutnya. Setelah
yakin dengan posisi arteri brachialis, letakkan diafragma stetoskop (bagian yang
datar) di atas arteri brachialis.
e. Kencangkan kembali pengunci balon, lalu pompa balon kembali sampai ke tekanan
14
sistolik yang telah ditentukan tadi. Lalu lepaskan pengunci balon hingga air raksa
perlahan-lahan turun. Tekanan sistolik adalah angka dimana pemeriksa
mendengarkan adanya bunyi denyut arteri brachialis yang pertama kali setelah
pompa balon dilonggarkan (Korotkoff I). Tekanan diastolik adalah angka dimana
pemeriksa mulai tidak mendengar suara denyut arteri brachialis (Korotkoff II).
f. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan, untuk melihat
apakah ada perbedaan tekanan antara kedua lengan.

8. Pemeriksaan suhu tubuh axilla.


a. Minta pasien mengangkat salah satu lengannya hingga regio axilla terbuka.
Usahakan agar regio ini tidak tertutupi oleh pakaian.
b. Letakkan termometer pada regio tersebut, lalu minta pasien mengepitnya dengan
erat.
c. Tunggu sampai termometer berbunyi (apabila menggunakan thermometer digital)
atau lima menit (bila menggunakan termometer raksa).

2.4 Interpretasi Hasil


Mahasiswa diminta melakukan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan tanda vital pada
pasien simulasi.
Nilai normal denyut nadi dewasa: 60-100 kali/menit.
Nilai normal pernapasan dewasa: 16-24 kali/menit.
Nilai normal suhu tubuh: 36,50C

Tabel perbandingan nilai tekanan darah


JNE VI JNC 7 WG-ASH Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)

Optimal Normal Normal < 120 And < 80

Prehypertension Or hypertension 120-139 Or 80-89

Normal Stage 1 < 130 And < 85

High-normal 130-139 Or 85-89

Hypertensio Hypertension
n

Stage 1 Stage 1 Stage 1 or 140-159 Or 90-99

15
Stage 2 Stage 2 >/= 160 Or >/= 100

Stage 2 Stage 3 160-179 Or 100-109

Stage 3 >/= 180 Or >/= 110

2.3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN KALORI


A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menghitung energi basal organ tubuh manusia
a. Pada saat tidur
b. Pada saat berbaring tanpa beraktivitas
2. Menghitung kebutuhan kalori dalam setiap energi yang dikeluarkan untuk setiap
aktivitas
a. Aktivitas sangat ringan (sedentary)
b. Aktivitas ringan (light)
c. Aktivitas sedang (moderate)
d. Aktivitas berat (heavy)
e. Aktivitas sangat berat (very heavy)
3. Menghitung kebutuhan kalori untuk energi yang dibutuhkan pada kondisi sakit
a. Sakit ringan
b. Sakit sedang
16
c. Sakit berat
4. Menghitung jumlah kalori yang diperoleh dari asupan nutrisi.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PERHITUNGAN KEBUTUHAN KALORI
1.1 Landasan Teori
Energi yang digunakan oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi
yang tersimpan di dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan
yang kita konsumsi. Zat gizi yang dapat menghasilkan energi (karbohidrat, lemak dan protein),
di dalam saluran cerna dipecah menjadi partikel terkecil.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 4 Blok VI FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Kalkulator
4. Kertas dobel folio 1 lembar/mahasiswa

1.3 Langkah Kerja


1. Menghitung energi basal organ tubuh manusia.
a. Pada saat tidur
b. Pada saat berbaring tanpa beraktivitas
Rumus Basal Metabolic Rate menurut Harris Benedict berdasarkan berat badan,
tinggi badan dan usia.

BMR = 66,42 + (13,75 BB) + (5 TB) (6,78 U)


BMR = 655,1 + (9,65 BB) + (1,85 TB) (4,68 U)

Keterangan:
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
U = Umur
BMR = Basal Metabolic Rate

Sedangkan, perhitungan Basal Metabolic Rate menurut WHO:


Laki-laki = 1 x BB (kg) x 24 jam
Perempuan = 0,9 x BB (kg) x 24 jam

2. Menghitung kebutuhan kalori dalam setiap energi yang dikeluarkan untuk setiap
aktivitas.
17
Aktivitas manusia dapat dikategorikan dalam lima kategori, yaitu:
- Aktivitas sangat ringan (sedentary)
- Aktivitas ringan (light)
- Aktivitas sedang (moderate)
- Aktivitas berat (heavy)
- Aktivitas sangat berat (very heavy)

Kebutuhan kalori manusia berdasarkan aktivitasnya dapat dihitung dengan rumus:


Basal Metabolic Rate + kebutuhan kalori dalam setiap aktivitas

Menurut WHO/FAO/UNU, kegiatan fisik dibagi menjadi 4 derajat, yaitu kerja ringan
(20% BMR), sedang (30%), berat (40% BMR), dan sangat berat (50% BMR).
Identifikasi aktivitas ringan, sedang dan berat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kegiatan derajat ringan
- Laki-laki: kebanyakan kaum profesional (pengacara, dokter, guru, arsitek,
akuntan, dll), pekerja kantor jenis lain, penjaga toko, dan pengangguran.
- Wanita: ibu rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan
bantuan alat mekanik, menyapu dengan ayunan perlahan, memasak, mencuci
piring, menata meja, pekerja kantor, profesional (sama seperti lelaki), dan
guru.
b. Kegiatan sedang
- Laki-laki : kebanyakan pekerja pada industri ringan, pelajar, pekerja
bangunan (tidak termasuk kuli bangunan), kebanyakan petani, pemancing,
tentara tidak sedang latihan/perang.
- Wanita : kebanyakan pekerja pada industri ringan (memperbaiki
jam, menggambar, melukis), ibu rumah tangga tanpa alat bantu mekanik
(membersihkan jendela, mengepel lantai, membelah kayu untuk masak,
berbelanja), penjaga toko di pasar swalayan.

c. Kegiatan berat
- Laki-laki: sebagian besar pekerjaan pertanian, pekerja kasar, pekerja
kehutanan, rekrutan tentara dalam keadaan aktif, pekerja tambang dan baja.
- Wanita: menyikat lantai, memukul karpet, kerja di pertanian, penari dan atlet.
d. Kegiatan sangat berat
- Laki-laki: pandai besi, penebang pohon, penarik becak/gerobak barang.
- Wanita: pekerja konstruksi (bangunan).

3. Menghitung kebutuhan kalori untuk energi yang dibutuhkan pada kondisi sakit.
a. Sakit ringan
b. Sakit sedang
c. Sakit berat

Cara perhitungan kalori= energi basal + kebutuhan yang sesuai dengan kondisi

18
4. Menghitung jumlah kalori yang diperoleh dari asupan nutrisi.
a. Data jumlah bersumber energi (karbohidrat, protein, lemak).
b. 1 gram protein memberikan 4 kkal
c. 1 gram lemak memberikan 9 kkal
d. 1 gram karbohidrat memberikan 4 kkal
e. Persentase pemakaian energi dari protein 20%, lemak 40-50% dan karbohidrat 40%
Misalnya
Protein 20 gram = 4 x 20

1.4 Kesimpulan
Mahasiswa dapat menyimpulkan kebutuhan energi seseorang dalam setiap kegiatan, baik
dalam kondisi sehat maupun sakit.

BAB III
EVALUASI

Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam
bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.

3.1 EVALUASI FORMATIF


3.1.1 Metode Evaluasi
Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa
selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.

3.1.2 Indikator Pencapaian


Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa

19
pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.

3.1.3 Umpan Balik


Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan
keterampilan klinik setiap mahasiswa.

3.2 EVALUASI SUMATIF


Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK
menggunakan daftar penilaian (checklist). Evaluasi dilakukan dalam bentuk station dimana satu
station akan menguji satu keterampilan klinik. Satu ujian LKK akan menguji 2-4 station, sesuai
dengan banyaknya LKK yang telah dilakukan dalam blok tersebut.

BAB IV
PENUTUP

Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok VI ini disusun sedemikian rupa
agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga
dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK
ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai
panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.

20
DAFTAR REFERENSI

1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil


Kedokteran Indonesia.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
3. Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I. Penilaian Status Gizi Edisi Revisi. 2002. Jakarta:
EGC.
4. FKM UI Depok. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2008: Jakarta: Rajawali Pers.
5. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 2009. Jakarta: Rineka Cipta.
21
6. Bickley, L.S. 2007. Batess: Guide To Physical Examination and History Taking Ninth
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
7. PERDOSI.2008.Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : UGM Press.
8. Tobing, L. 2008. Neurologi Klink Pemeriksaan Fisik dan Mental Edisi 11. Jakarta:
FKUI.
9. Mardjono, Mahar., Sidharta, Priguna.2009.Neurologi Klinis Dasar Edisi 14.Jakarta:
Dian Rakyat.
10. Robinson, CH., Weigley, ES., Mueller, DH. 1996. Robinsons Basic Nutrition and Diet
Therapy 8th ed. USA: Prentiss Hall.
11. Davidson, SS. 1963. Human Nutrition and Dietetics. USA: Williams and Wilkins Co.
12. Jelliffe, DB. Jelliffe, EFP. 1979.Nutrition and Growth. USA: Platinum Press.
13. Insel, P., Turner, RE., Ross, D. 2010. Discovering Nutrition 3rd ed. USA: Jones and
Bartlett Publisher.
14. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN 1
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Status Gizi

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Etika dan sopan santun

22
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien.
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan status
gizi.
d. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan
pemeriksaan.
2 Persiapan alat:
a. Meteran
b. Timbangan badan
c. Pengukur tinggi badan
3 Mengukur berat badan
a. Pasien diminta melepaskan sepatu dan meletakkan
dompet/telepon genggam/tas.
b. Pasien diminta naik ke atas timbangan badan dengan
posisi lurus menghadap ke depan. Catat berat badan
pasien yang tertera pada timbangan.
c. Lakukan hal ini sebanyak tiga kali, dan hitung nilai
rata-rata berat badan pasien.
4 Mengukur tinggi badan
a. Minta pasien berdiri di bawah alat pengukur tinggi
badan dengan posisi tegak lurus menghadap ke depan.
Posisi pasien membelakangi dinding, menghadap ke
pemeriksa.
b. Tarik alat pengukur tinggi badan sampai batas
bawahnya menyentuh bagian puncak kepala pasien.
Catat tinggi badan pasien yang tertera pada alat
tersebut.
c. Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali, lalu hitung
nilai rata-rata tinggi badan pasien.

5 Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus

BB (kg)
IMT =
TB (m) x TB (m)

6 Mengukur lingkar lengan atas


a. Ukur lingkar lengan atas pasien dengan meteran pada
bagian pertengahan lengan atas.
b. Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali, lalu hitung
nilai rata-rata lingkar lengan atas.
7 Mengukur rasio lingkar pinggang dengan lingkar pinggul
a. Hitung lingkar pinggang pasien dengan melingkarkan
meteran tepat pada umbilikus pasien. Sebaiknya pada
saat pengukuran ini pasien diminta membuka
pakaiannya agar tidak mempengaruhi pengukuran.
b. Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali, lalu hitung
nilai rata-rata lingkar pinggang pasien.

23
c. Hitung lingkar pinggul pasien dengan melingkarkan
meteran setinggi crista illiaca pada bidang horizontal
badan.
d. Hitung rasio lingkar pinggang dengan lingkar pinggul
dengan rumus:
Lingkar pinggang : lingkar pinggul
8 Melakukan interpretasi hasil penilaian status gizi pasien.
TOTAL SKOR

LAMPIRAN 2
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Kesadaran

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


24
benar benar
1 Menilai respon mata terhadap rangsangan (eye).
- Melihat pembukaan mata secara
spontan,
- Bila tidak terbuka maka pasien
dipanggil dengan keras sambil melihat apakah matanya
terbuka,
- Bila tetap tidak membuka mata maka
dilakukan rangsangan nyeri pada daerah ekstremitas
(menekan kuku dengan benda tumpul) sambil melihat
apakah matanya terbuka.

2 Menilai respon pergerakan terhadap rangsangan (movement).


- Bila pasien sadar meminta pasien untuk menggerakkan
ekstremitas atas dan bawah.
- Bila pasien tidak sadar dilakukan rangsangan nyeri
pada daerah ekstremitas (menekan kuku dengan benda
tumpul) sambil melihat respon motorik

3 Menilai respon verbal terhadap rangsangan (verbal).


- Menilai orientasi pasien dengan menanyakan tempat,
waktu, atau kronologis kejadian.

4 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan.


TOTAL SKOR

LAMPIRAN 3
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Tanda Vital
25
No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan
benar benar
1 Etika dan sopan santun
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien.
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan tanda
vital.
d. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan
pemeriksaan tanda vital.
2 Persiapan alat
a. Sphygmomanometer (Tensimeter) raksa
b. Stetoskop
c. Termometer raksa
3 Pemeriksaan denyut nadi
a. Letakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah pada arteri
radialis pasien, dari arah lateral.
b. Tekan arteri radialis sampai pulsasi maksimal dapat
dirasakan oleh pemeriksa.
c. Hitung denyut arteri radialis selama satu menit penuh.
4 Pemeriksaan frekuensi pernapasan
a. Setiap kali pasien menarik napas dan membuang
napas dihitung sebagai satu hitungan.
b. Hitung berapa kali pasien bernapas selama satu menit
penuh.
5 Pemeriksaan tekanan darah
a. Pasien diminta duduk dengan rileks di kursi dan
lengan diletakkan di meja, sehingga posisi lengan
yang akan diperiksa sejajar dengan posisi jantungnya.
Minta pasien menggulung lengan baju pada lengan
yang akan diperiksa.
b. Pilihlah ukuran manset sphygmomanometer yang
sesuai dengan tubuh dan usia pasien. Pasang manset
pada lengan atas, kira-kira 2,5 cm di atas fossa cubiti.
c. Untuk mengetahui kira-kira setinggi apa raksa pada
sphygmomanometer akan dinaikkan, perlu diperiksa
dulu tekanan sistolik dengan palpasi arteri radialis.
Pompa balon hingga raksa mencapai kurang lebih
angka normal tekanan darah dewasa (120 mmHg),
lalu lepaskan pengunci balon hingga air raksa
perlahan-lahan turun kira-kira 2-3 mmHg setiap kali
turun. Air raksa tidak boleh terlalu cepat turun.
Tekanan sistolik adalah angka dimana pemeriksa
merasakan adanya denyut arteri radialis yang pertama
kali setelah pompa balon dilonggarkan.
d. Palpasi arteri brachialis pada regio cubiti untuk
memastikan denyutnya. Setelah yakin dengan posisi
arteri brachialis, letakkan diafragma stetoskop (bagian

26
yang datar) di atas arteri brachialis.
e. Kencangkan kembali pengunci balon, lalu pompa
balon kembali sampai ke tekanan sistolik yang telah
ditentukan tadi. Lalu lepaskan pengunci balon hingga
air raksa perlahan-lahan turun. Tekanan sistolik
adalah angka dimana pemeriksa mendengarkan
adanya bunyi denyut arteri brachialis yang pertama
kali setelah pompa balon dilonggarkan (Korotkoff I).
Tekanan diastolik adalah angka dimana pemeriksa
mulai tidak mendengar suara denyut arteri brachialis
(Korotkoff II).
f. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada
kedua lengan, untuk melihat apakah ada perbedaan
tekanan antara kedua lengan.
6 Pemeriksaan suhu tubuh axilla
a. Minta pasien mengangkat salah satu lengannya
hingga regio axilla terbuka. Usahakan agar regio ini
tidak tertutupi oleh pakaian.
b. Letakkan termometer pada regio tersebut, lalu minta
pasien mengepitnya dengan erat.
c. Tunggu sampai termometer berbunyi (apabila
menggunakan thermometer digital) atau lima menit
(bila menggunakan termometer raksa).
7 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan.
TOTAL SKOR

27
LAMPIRAN 4
Instrumen Evaluasi Perhitungan Kebutuhan Kalori

No Aktivitas yang dinilai Melakukan benar


Menghitung energi basal organ tubuh manusia.
1
Menghitung kebutuhan kalori dalam setiap energi yang
2 dikeluarkan untuk setiap aktivitas.

Menghitung kebutuhan kalori untuk energi yang dibutuhkan


3 pada kondisi sakit.

Menghitung jumlah kalori yang diperoleh dari asupan nutrisi.


4
TOTAL SKOR

28

You might also like