You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kortikosteroid telah digunakan secara luas untuk terapi antiinflamasi.


Pada individu tertentu pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan
glaukoma. Hubungan antara steroid dan glaukoma pertama kali diketahui
pada tahun 1950 dimana pemberian ACTH secara sistemik telah
meningkatkan tekanan intra okuler. Sepuluh tahun kemudian, Armaly dan
Becker melaporkan adanya peningkatan tekanan intra okuler setelah
pemberian steroid. Secara khusus mereka mendapatkan bahwa pasien dengan
suspek glaukoma mempunyai resiko tinggi terkena glaukoma bila diberi
terapi steroid jika dibandingkan pasien yang normal.
Pengobatan yang diberikan terhadap penerita glaukoma sudut terbuka
primer hampir selalu ditujukan pada kenaikan tekanan bola mata, yang
sementara ini masih mungkin dimanipulasi dibandingkan dengan neuropati
optik glaukomatosa dan gangguan lapangan pandang. Namun saat ini,
pengobatan dan penanganan terhadap kenaikan tekanan boa mata dengan cara
medikamentosa maupun tindakan operasi belum atau bahkan kurang
memuaskan. Keadaan ini mungkin disebabkan karena mekanisme kenaikan
tekanan bola maa pada gloukoma sudut trbuka primer yang diduga akibat
berkurangnya/hilangnya sel endotel trabecular meshwork, sampai saat ini
belum diketahui secara jelas.
Studi-studi penelitian tentang glaukoma khususnya tentang steroid
induced glaukoma masih merupakan studi yang panjang untuk mengetahui
bagaimana patofisiologi tiap-tiap jenis glaukoma yang sampai sekarang masih
tetap sebagai lubang hitam yang penuh misteri atas apa yang sebenarnya
terjadi pada tingkat seluler dan molekul. Sehingga dimasa yang akan datang
dapat ditemukan jenis pengobatan terbaru yang lebih tepat untuk tiap-tiap
jenis gloukoma.

1
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai glaukoma yang
disebabkan oleh pemakaian kortikosteroid jangka panjang pada seorang
wanita umur 37 tahun.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen pasien dengan steroid induced glaukoma

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penegakan diagnosis dan penanganan awal pasien dengan
steroid induced glaukoma
b. Mengetahui penanganan lanjut untuk pasien dengan steroid induced
glaukoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

STEROID INDUCED GLAUKOMA


1. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati optik
yang khas yang berhubungan dengan defek lapangan pandang dimana
tekanan intraokuler merupakan faktor risiko primer. 1
Steroid induced glaukoma masuk kedalam klasifikasi glaukoma sudut
terbuka, yang disebabkan oleh pemakaian kortikosteroid topikal, periokuler,
inhalasi maupun sistemik jangka panjang. 1
Kenaikan tekanan intraokular dapat terjadi sebagai akibat efek samping
dari terapi kortikosteroid, jika efek hipertensi okular ini cukup besar, dengan
durasi pemberian yang adekuat dan terus menerus dapat menyebabkan
kerusakan dari nervus optikus. Kenaikan tekanan intra okular yang disebabkan
oleh kortikosteroid dapat terjadi pada semua cara pemberian terapi
dengankortikosteroid, tetapi komplikasi yang sering terjadi disebabkan oleh
karena penggunaan kortikosteroid topikal seperti deksametason topikal atau
prednisolon topikal.
Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh kornea
sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya
tembus obat topikal akan tergantumg pada. 2 :
1. konsentrasi dan frekuensi pemberian.
Makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakainya, maka
makin tinggi pula efek antiinflamasinya.
2. jenis kortikosteroid.
Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat
deksametason, betametason dan prednisolon karena penertasi intra okular baik,
sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai
pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial karena
penetrasi intra okular kurang baik.

3. jenis pelarut yang dipakai.


Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata
yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endothel yang terdiri dari
selapis sel. Lapisan epitel dan endothel lebih mudah ditembus oleh obat yang
mudah larut dalam lemak sedang stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat
yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang
baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat
kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic.
4. bentuk larutan.
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan
bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk
solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini
memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai.

2. Epidemiologi
Pada tahun-tahun terakhir glaukoma masih menjadi masalah yang
serius. Diperkirakan 300 dari 100.000 penduduk dunia menderita glaukoma.
Statistik WHO yang dipublikasikan pada tahun 1995 menyatakan bahwa
jumlah kebutaan oleh glaukoma 5,1 juta atau 13,5% dari total kebutaan,
setelah katarak. Data The US Departement of Commerces Bureau of the
census 1990 insiden glaukoma pada orang berusia 40 tahun keatas sekitar
1,5 juta atau kira-kira 1,7% . Survei DEPKES 2000-2005 angka kebutaan di
Indonesia 1,5% dimana glaukoma 0,2% merupakan penyebab kebutaan ke-2
setelah katarak 0,78%.

3. Faktor Risiko
1. Orang dengan riwayat glaukoma atau terdapat glaukoma suspek, trdapat
kenaikan intra okuler setelah beberapa minggu diberi terapi
kortikosteroid topikal, sedangkan pada orang yang normal hanya terjadi
kenaikan sedikit. Tekanan intra okuler menjadi turun setelah terapi
dihentikan.
2. Efek kenaikan tekanan intra okuler lebih tinggi pada orangtua
dibandingkan dengan orang muda dan pada orang yang menderita
glaukoma dibandingkan dengan yang tidak menderita glaukoma.

3. Faktor- faktor lain terdapat pada penderita diabetes tipe 1, dan pada
miopia tinggi.
Steroid Induced Glaukoma juga dapat disebabkan oleh cara
pemberian kortikosteroid salep mata. Cara pemberian yang lain seperti
pemakaian krim, lotion, inhalasi, dan salep kulit pelpebra dan kulit
wajah juga dapat menimbulkan kenaikan tekanan intra okuer seperti
juga pada pemakaian kortikosteroid sistemik.
Respon individu terhadap pemakaian kortikosteroid tergantung
pada durasi, kekuatan, frekuensi, dan potensi dari kortikosteroid
tersebut. Kenaikan tekanan intra okuler yang disebabkan oleh
kortikosteroid tidak pernah terjadi kurang dari 5 hari dan jarang kurang
dari 2 minggu. Francois telah meneliti bahwa onset waktu kenaikan
tekanan intra okuler tergantung pada potensi kortikosteroid, terjadinya
kenaikan tekanan intra okuler dalam hitungan minggu (2 minggu) bila
menggunakan kortikosteroid yang potensinya besar dan terjadi
kenaikan dalam hitungan bulan bila menggunakan kortikosteroid yang
potensinya lemah.
Tabel 1. Potensi obat kortikosteroid topikal
Preparation Average pressure rise
(mmHg)
Dexametasone 0,1% 22.02.9
Prednisolone 1,0% 10.01.7
Dexametasone 0,005% 8.21.7
Fluoromethalone 0,1% 6.11.4
Hydrocortisone 0,5% 3.21.0
Tetrahydrotriamcinolone 0,25% 1.81.3
Medrysone 1.0% 1.01.3

4. Anatomi sudut iridokornealis


Kamera okuli anterior ataubilik mata depan dibatasi olehkornea di bagian
anterior dan iris di bagian posterior. Sudut iridokornealisterletak pada daerah yang
menghubungkan kornea dan iris, terdiri atas struktur (gambar 1)5:
-garis Schwalbe (Schwalbes line).
-trabekular meshwork.
-scleral spur.
-iris prosesus.
Schwalbes line merupakan akhir dari membran Descemet yang menandai
transisi endotel kornea dan sel-sel trabekular.3 Scleral spur bila dilihat dengan
menggunakan ginioskopi tampak sebagai garis pucat yang terletak di sebelah
anterior dari corpus siliaris. Scleral spur menandakan batas posterior dari
corneoscleral meshwork dan tempat insersi anterior dari tendo muskulus siliaris.
Kontraksi dari muskulus siliaris akan menarik scleral spur ke posterior dan
membuka celah trabekular.5
Trabecular meshwork (gambar 2) adalah jaringan spons sirkular yang dibatasi
oleh trabeculocytes. Sel-sel ini memiliki kemampuan berkontraksi, yang
berpengaruh pada tahanan outflow, dan juga memiliki kemampuan fagositosis.
Aspeknya adalah Schwalbes line dan dasarnya dubentuk oleh scleral spur dan
badan siliar. Beberapa jaringan trabecular terletak di belakang scleral spur.
Trabecular meshwork terbagi menjadi tiga lapisan.
Uveal meshwork
Corneoscleral meshwork
Juxtacanalicular

Uveal meshwork dan corneoscleral dapat dipisahkan oleh sebuah garis


imajiner yang terbentang dari Schwalbes line ke scleral spur. Uveal meshwork
terletak di depan dan corneoscleral meshwork terletak di belakang dari garis
tersebut.
Uveal meshwork terbentuk dari jaringan trabecular seperti kawat yang
tersusun benang-benang elastik. Trabeculocytes berisi pigmen-pigmen granul
dan apertura dari trabecular lebih besar dari corneoscleral meshwork.
Corneoscleral meshwork terdiri dari jaringan yang tipis, rata, dan
perforasi yang tersusun atas pola laminar. Setiap batang trabecular diliputi oleh
sel-sel tipis trabecular monolayer yang menghambat pinositosis vesikel.
Lamina basalis dari sel-sel ini membentuk kortek luar dan bagian dalamnya
dibentuk oleh kolagen dan benang elastin.
Lapisan ketiga yang berhubungan langsung dengan dinding dalam dari
kanalis Schlemm adalah juxtacanalicular atau cribriform. Lapisan ini dibentuk
oleh sel-sel yang saling berikatan dalam sebuah matrik ekstraseluler.
Merupakan tempat resistansi outflow terbesar yang disebabkan karena
sempitnya jarak antar sel.5
Kanalis Schlemm adalah tabung tertutup sirkular seperti pembuluh limfe.
Dibentuk oleh satu lapis endothelium. Tidak terdapat membran basal. Sel-sel
endothel satu sama lain berhubungan dengan tigh-junction. Vesikel-vesikel
besar terletak di sepanjang dinding kanal. Ukuran vesikel-vesikel ini dapat
berubah dan jumlahnya dapat bertambah bila terdapat peningkatan tekanan
intra okular.
Terdapat 25-30 saluran pengumpul yang berasal dari kanalis Schlemm dan
menuju ke pleksus vena yang dikenal sebagai vena aqueous. 5

5. Fisiologi humour aqueous


Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 L/mnt dan mengisi
bilik anterior sebanyak 250L serta bilik posterior sebanyak 60L. Aquous
humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino)
kepada jaringan jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan
trabecular meshwork. Selain, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan
asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak
kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting
untuk menjaga integritas struktur mata. Aquous humor juga menjadi media
transmisi cahaya ke jaras penglihatan.
Produksi Aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu
transport aktif, ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel
epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting dalam produksi
Aquous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah
proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat
perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan
gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses
yag menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan
gradien elektron.
Sistem pengaliran Aquous humor terdiri dari dua jenis sistem
pengaliran utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran
nonkonvensional/ uveoscleral outflow. trabecular outflow merupakan
aliran utama dari aquous humor, sekitar 90% dari total. Aquous humor
mengalir dari bilik anterior ke kanalis schlemm di trabecula meshwork dan
menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus
kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan,
terutama dijaringan trabekula. Uveoscleral, merupakan sistem pengaliran
utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Aquous humor mengalir dari
bilik anterior ke muskus ailiaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-
vena di korpus siliaris, koroid, dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak
bergantung kepada perbedaan tekanan.

6. Tekanan intraokuler
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan
fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan
penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan
jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina.
Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi
setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan
intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal.
Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring,
terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli
meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga
tekanan intraokuli kembali turun. Variasi normal antara 2-6 mmHg dan
mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi Aquous humor, resistensi
permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama
sirkardian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air,
dan obat-obatan.

7. Patogenesis
Ada tiga potensi mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi outflow dari aqueous humour yang dapat menimbulkan
hipertensi okular yang disebabkan oleh kortikosteroid :
(1) perubahan struktural dari sel-sel trabecular meshwork.
(2) obstruksi mekanis trebecula meshwork oleh partikel-partikel steroid.
(3) terhambatnya fagositosis oleh sel-sel trabecular meshwork.
Sebuah study penelitian menduga bahwa deksametasone mendorong
reseptor glukokortikoid untuk membentuk hubungan silang jaringan actin-
filament di dalam sel-sel trabecular meshwork sehingga menyebabkan
tertahannya laju outflow aqueous humour. Sebuah evalasi efek glukokortikoid
terhadap ekspresi gen pada sel trabecular menghasilkan sebuah penemuan
adanya gen penyebab glaukoma yang pertama kali, yang diberi nama MYOC.
Gen ini ditemukan pada penderita POAG pada loci GLC1A dan terdapat
mutasi dari MYOC, walaupun fungsi sebenarnya belum diketahui secara
pasti. sepertinya glukokortikoid menginduksi ekspresi MYOC secara tidak
langsung dan tidak di mediasi element respon glukokortekoid pada MYOC
promoter. Walaupun ada dugaan bahwa meningkatnya level Myocilin
menyebabkan terjadinya hipertensi okular dan glaukoma yang diinduksi oleh
steroid, namun hasil dari studi-studi yang lain tidak mendukung hipotesis ini.
sepertinya glukokortikoid menginduksi ekspresi MYOC secara tidak
langsung dan tidak di mediasi element respon glukokortekoid pada MYOC
promoter. Walaupun ada dugaan bahwa meningkatnya level Myocilin
menyebabkan terjadinya hipertensi okular dan glaukoma yang diinduksi oleh
steroid, namun hasil dari studi-studi yang lain tidak mendukung hipotesis ini.
2

Pengaruh glukokortekoid terhadap ekspresi gen sel trabecular meshwork.


Aksi fisiologi dan farmakologi dari steroid adalah melalui regulasi aktivitas
transkripsional. Tampaknya ini menjadi mekanisme utama dimana glukokortekoid
mengubah fungsi sel trabecular meshwork. Myocilin (MYOC), yang dikenal juga
dengan GLCIA atau TIGL, diidentifikasi pertama kali sebagai protein yang
diinduksi oleh glukokortekoid. Studi terakhir menemukan tidak ada rangkaian
DNA di dalam MYOC promoter atau coding region yang berhubungan dengan
respons steroid pada manusia. Myocilin adalah glycoprotein yang disekresi oleh
sel-sel trabecular meshwork, dan ditemukan dalam aqueous humor. Faktor terbaru
telah menunjukkan bahwa penyakit yang menyebabkan mutasi MYOC mencegah
sekresi myocilin dan mutasi myocilin tidak ditemukan di dalam aqueous humor.
Peran sesungguhnya dari myocilin terhadap glaukoma dan hipertensi okular yang
disebabkan oleh steroid masih perlu penelitian yang lebih lanjut. 3
Pengaruh glukokortekoid tehadap matriks ekstraseluler trabecular
meshwork.
Terapi dengan deksametason dilaporkan telah meningkatkan sekresi elastin
dan kolagen. Elastin adalah komponen predominan dari elastik fiber dan terdapat
pada trabecular meshwork yang normal maupun glaukoma. Glukokortekoid juga
mempengaruhi komposisi glycosaminoglycans (GAGs). Deksametason mengubah
profil GAGs dengan meningkatkan chondroitin sulfate dan menurunkan deposisi
hyaluronate. Terapi dengan deksametason meningkatkan deposisi dari matriks
ekstraseluler glycoprotein dan laminin, dan peningkatan fibronesitin secara
progresif seiring dengan berjalannya waktu. Studi terakhir telah menunjukkan
bahwa terapi deksametason menghambat aktivitas beberapa metalloproteinases
ekstraseluler, yang perannya mencegah terjadinya penumpukan deposit matriks
ekstraseluler. Matrik metalloproteinase dihambat oleh deksametason dalam waktu
2-3 hari sejak pemberian terapi.3
Pengaruh glukokortekoid terhadap cytoskeleton trabecular meshwork.
Actin microfilament sel trabecular meshwork terdapat pada actin filaments
bundle yang dikenal dengan stress fibers. Selama terapi dengan deksametason,
mikrofilamen ini mengalami perubahan bentuk menjadi geodesic dome-like
srukture, dikenal sebagai cross-linked actin networks (CLANs). Sifat CLANs ini
antara lain dapat menjadi progresif seiring dengan lamanya pemberian terapi,
spesifik terhadap glukokortekoid dan sel-sel trabecular meshwork, dapat riversibel
bila terapi dihentikan. Deksametason juga menyebabkan perubahan pada
mikrotubul sel trabecular meshwork. Terjadinya translokasi dari mikrotubul
sehingga terjadi ketidakteraturan posisi mikrotubul. Pengaruh cytoskeleton ini
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sel-sel trabecular meshwork, termasuk
perlekatan matriks ekstraseluler dan perlekatan antar sel, bentuk sel, ukuran sel
dan terutama migrasi, proliferasi dan fagositosis.3
Pengaruh glukokortekoid terhadap adhesi molekul-molekul sel trabecular
meshwork.
Adhesi molekul-molekul terjadi antara sel dan sel dengan matiks sel.
Adanya perubahan dari kompleks gap-junction menjadi tight-junction. Sehingga
merubah ikatan antar sel dan permeabilitas dari jaringan trabecular meshwork.
Pengaruh glukokortekoid terhadap fungsi sel trabecular meshwork.
Terapi dengan deksametason selama beberapa minggu telah menghambat
aktivitas fagositosis sel-sel trabecular meshwork sehingga terjadi penumpukan
debris ekstraseluler dan menyebabkan kenaikan tekanan intraokular. Selain itu
juga menghambat migrasi dan proliferasi sel. 3
Semua pengaruh di atas tampaknya adalah yang bertanggung jawab
terhadap perubahan resistansi outflow aqueous humor, terjadinya hipertensi
okular yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan pada nervus optikus dan
kematian sel-sel ganglion retina dapat menimbulkan kehilangan penglihatan.3

8. Diagnosis
Diagnosis steroid induced glaukoma membutuhkan daftar panjang
kecurigaan dan pertanyaan kepada pasien khususnya tentang penggunaan steroid
tetes mata, salep mata, salep kulit dan oral. Pasien mengeluh pandangan yang
kabur oleh karena disebabkan telah timbulnya katarak, biasanya sub kapsular
posterior. Menanyakan kepada pasien riwayat penggunaan steroid, jenis, dosis,
lama penggunaan, dan mengidentifikasi mengapa steroid tersebut dibutuhkan.
Mengidentifikasikan apakah penderita termasuk yang memiliki faktor resiko
kemudian dilakukan pengukuran tekanan intraokuler, evaluasi diskus optikus dan
lapangan pandang gambaran klinis yang dapat ditemukan mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, terdapat sudut yang terbuka bila diperiksa dengan
gonioskopi, tidak ada keluhan nyeri atau cekot-cekot pada mata, terdapat
ekskavasio glaukomatosa pada nervus optikus, defek lapangan pandang,
peningkatan tekanan intraokuler. Pasien biasanya asimptomatik tetapi dapat pula
datang dengan gambaran akut oleh karena tekanan intraokuler yang cukup tinggi
yang biasanya disebabkan oleh penggunaan steroid topikal secara intensif ( jarang
sekali oleh karena penggunaan sistemik). Pada keadaan ini tampak gambaran
klinis berupa udem kornea, pandangan kabur, hiperemis, dan tampak nyeri
walaupun kedalaman kamera okuli anterior dan kondisi sudut iridokornealis
tampak normal.
Diagnosis banding dari steroid induced glaukoma adalah hipertensi okuli,
normo tension glaukoma, glaukoma sudut sempit kronis. Pada pasien yang
menderita steroid induced glaukoma yang memiliki kedalaman kamera okuli
anterior yang dangkal tampak seperti kelainan glaukoma sudut semput kronis.
Pada kelainan yang tampak seperti normo tension glaukoma, tekanan intraokuler
dalam batas normal tetapi terdapat ekskavasio glaukomatosa dan defek lapangan,
hal ini mungkin disebabkan oleh gejala seperti hiprtensi okuli terdapat
peningkatan tekanan intraokuler, kedalaman kamera okuli anterior dan sudut
iridokornealis normal tetapi tidak disertai dengan adanya ekskavasio
glaukomatosa dan defek lapangan pandang.4

9. Penatalaksanaan
Pengukuran dasar tekanan intra okuler harus dilakukan bila hendak
memberi terapi kortikosteroid. Pasien dengan pemberian terapi topikal
sebaiknya diukur tekanan intraokuler 2 minggu setelah pemberian terapi awal
dan kemudian setiap 4 minggu selama 2 sampai 3 bulan lalu setiap 6 bulan
jika terapi dilanjutkan. Bila terdapat kenaikan tekanan intraokuler atau jika
terjadi glaukoma, penggunaan kortikosteroid harus dihentikkan. Perbaikan
dapat terjadi dalam 1 sampai 4 minggu. Tekanan intra okuler akan turun
dalam beberapa hari ampai dengan beberapa minggu bahkan beberapa bulan,
sehingga pasien perlu diberikan terapi antiglaukoma. Selanjutnya memberi
penjelasan kepada pasien tentang risiko penggunaan steroid jangka panjang
dn bila harus menggunakan steroid sebagai terapi lakukan follow up terhadap
kemungkinan timbul gambaran seperti glaukoma setiap 2 atau 3 minggu dan
terapi anti glaukoma mungkin perlu diberikan.
Pada dasarnya gambaran klinis steroid induced glaukoma mirip dengan
glaukoma sudut terbuka primer dengan pengecualian adanya riwayat
penggunaan kortikosteroid sehingga terapi yang diberikan adalah dengan
menghentikan penggunaan kortikosteroid dan terapi medikamentosa
antiglaukoma perlu diberikan seperti pemberian prostaglandin analogues
(latanoprost) yang dapat dikombinasikan dengan beta-bloker (timolol) dan
bila tidak terdapat perbaikan maka dilakukan operasi filtering. Untuk
menghindari problem diatas, gunakan steroid yang memiliki potensi efek
lemah. Terapi pilihan yang baik untuk pasien-pasien yang merupakan steroid
responder adalah medrysone atau flurometholone dan monitoring pasien
secara berkala dapat membantu mendeteksi setiap perubahan awal dan
memikirkan penggantian terapi.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand MG. Glaukoma. Basic and Clinical Science
Course. Section 10. San Francisco. America Academy of Ophthalmology,
2001-2002: 5-148.

2. Hemmati H D, Robin A L. Update on Steroid-induced glaukoma. 2008.


Available from: URL;http:galukomatoday.com/articles/6708/GT0708_03.pdf.

3. Clark A, Wordinger R. Steroid Glaukoma. 2001. Available from:


URL:http//www.Glaukoma world. Net/english/022/@02204.html

4. Anonymous. Available from:


URL:http//www.cipladoc.com/html/ophtalmology/publications/quickcards/QC
2.pdf.

5. Liesegang TJ, Skuta GL,Cantor LB.fundamentals and principles of


Ophtalmology.In:Basic Clinical Science Course section 2. San Fransiso: The
Foundation of American Academy of Ophtalology;2006.52-58,415-419.

You might also like