Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai glaukoma yang
disebabkan oleh pemakaian kortikosteroid jangka panjang pada seorang
wanita umur 37 tahun.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen pasien dengan steroid induced glaukoma
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penegakan diagnosis dan penanganan awal pasien dengan
steroid induced glaukoma
b. Mengetahui penanganan lanjut untuk pasien dengan steroid induced
glaukoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Epidemiologi
Pada tahun-tahun terakhir glaukoma masih menjadi masalah yang
serius. Diperkirakan 300 dari 100.000 penduduk dunia menderita glaukoma.
Statistik WHO yang dipublikasikan pada tahun 1995 menyatakan bahwa
jumlah kebutaan oleh glaukoma 5,1 juta atau 13,5% dari total kebutaan,
setelah katarak. Data The US Departement of Commerces Bureau of the
census 1990 insiden glaukoma pada orang berusia 40 tahun keatas sekitar
1,5 juta atau kira-kira 1,7% . Survei DEPKES 2000-2005 angka kebutaan di
Indonesia 1,5% dimana glaukoma 0,2% merupakan penyebab kebutaan ke-2
setelah katarak 0,78%.
3. Faktor Risiko
1. Orang dengan riwayat glaukoma atau terdapat glaukoma suspek, trdapat
kenaikan intra okuler setelah beberapa minggu diberi terapi
kortikosteroid topikal, sedangkan pada orang yang normal hanya terjadi
kenaikan sedikit. Tekanan intra okuler menjadi turun setelah terapi
dihentikan.
2. Efek kenaikan tekanan intra okuler lebih tinggi pada orangtua
dibandingkan dengan orang muda dan pada orang yang menderita
glaukoma dibandingkan dengan yang tidak menderita glaukoma.
3. Faktor- faktor lain terdapat pada penderita diabetes tipe 1, dan pada
miopia tinggi.
Steroid Induced Glaukoma juga dapat disebabkan oleh cara
pemberian kortikosteroid salep mata. Cara pemberian yang lain seperti
pemakaian krim, lotion, inhalasi, dan salep kulit pelpebra dan kulit
wajah juga dapat menimbulkan kenaikan tekanan intra okuer seperti
juga pada pemakaian kortikosteroid sistemik.
Respon individu terhadap pemakaian kortikosteroid tergantung
pada durasi, kekuatan, frekuensi, dan potensi dari kortikosteroid
tersebut. Kenaikan tekanan intra okuler yang disebabkan oleh
kortikosteroid tidak pernah terjadi kurang dari 5 hari dan jarang kurang
dari 2 minggu. Francois telah meneliti bahwa onset waktu kenaikan
tekanan intra okuler tergantung pada potensi kortikosteroid, terjadinya
kenaikan tekanan intra okuler dalam hitungan minggu (2 minggu) bila
menggunakan kortikosteroid yang potensinya besar dan terjadi
kenaikan dalam hitungan bulan bila menggunakan kortikosteroid yang
potensinya lemah.
Tabel 1. Potensi obat kortikosteroid topikal
Preparation Average pressure rise
(mmHg)
Dexametasone 0,1% 22.02.9
Prednisolone 1,0% 10.01.7
Dexametasone 0,005% 8.21.7
Fluoromethalone 0,1% 6.11.4
Hydrocortisone 0,5% 3.21.0
Tetrahydrotriamcinolone 0,25% 1.81.3
Medrysone 1.0% 1.01.3
6. Tekanan intraokuler
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan
fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan
penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan
jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina.
Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi
setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan
intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal.
Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring,
terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli
meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga
tekanan intraokuli kembali turun. Variasi normal antara 2-6 mmHg dan
mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi Aquous humor, resistensi
permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama
sirkardian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air,
dan obat-obatan.
7. Patogenesis
Ada tiga potensi mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan resistensi outflow dari aqueous humour yang dapat menimbulkan
hipertensi okular yang disebabkan oleh kortikosteroid :
(1) perubahan struktural dari sel-sel trabecular meshwork.
(2) obstruksi mekanis trebecula meshwork oleh partikel-partikel steroid.
(3) terhambatnya fagositosis oleh sel-sel trabecular meshwork.
Sebuah study penelitian menduga bahwa deksametasone mendorong
reseptor glukokortikoid untuk membentuk hubungan silang jaringan actin-
filament di dalam sel-sel trabecular meshwork sehingga menyebabkan
tertahannya laju outflow aqueous humour. Sebuah evalasi efek glukokortikoid
terhadap ekspresi gen pada sel trabecular menghasilkan sebuah penemuan
adanya gen penyebab glaukoma yang pertama kali, yang diberi nama MYOC.
Gen ini ditemukan pada penderita POAG pada loci GLC1A dan terdapat
mutasi dari MYOC, walaupun fungsi sebenarnya belum diketahui secara
pasti. sepertinya glukokortikoid menginduksi ekspresi MYOC secara tidak
langsung dan tidak di mediasi element respon glukokortekoid pada MYOC
promoter. Walaupun ada dugaan bahwa meningkatnya level Myocilin
menyebabkan terjadinya hipertensi okular dan glaukoma yang diinduksi oleh
steroid, namun hasil dari studi-studi yang lain tidak mendukung hipotesis ini.
sepertinya glukokortikoid menginduksi ekspresi MYOC secara tidak
langsung dan tidak di mediasi element respon glukokortekoid pada MYOC
promoter. Walaupun ada dugaan bahwa meningkatnya level Myocilin
menyebabkan terjadinya hipertensi okular dan glaukoma yang diinduksi oleh
steroid, namun hasil dari studi-studi yang lain tidak mendukung hipotesis ini.
2
8. Diagnosis
Diagnosis steroid induced glaukoma membutuhkan daftar panjang
kecurigaan dan pertanyaan kepada pasien khususnya tentang penggunaan steroid
tetes mata, salep mata, salep kulit dan oral. Pasien mengeluh pandangan yang
kabur oleh karena disebabkan telah timbulnya katarak, biasanya sub kapsular
posterior. Menanyakan kepada pasien riwayat penggunaan steroid, jenis, dosis,
lama penggunaan, dan mengidentifikasi mengapa steroid tersebut dibutuhkan.
Mengidentifikasikan apakah penderita termasuk yang memiliki faktor resiko
kemudian dilakukan pengukuran tekanan intraokuler, evaluasi diskus optikus dan
lapangan pandang gambaran klinis yang dapat ditemukan mirip dengan glaukoma
sudut terbuka primer, terdapat sudut yang terbuka bila diperiksa dengan
gonioskopi, tidak ada keluhan nyeri atau cekot-cekot pada mata, terdapat
ekskavasio glaukomatosa pada nervus optikus, defek lapangan pandang,
peningkatan tekanan intraokuler. Pasien biasanya asimptomatik tetapi dapat pula
datang dengan gambaran akut oleh karena tekanan intraokuler yang cukup tinggi
yang biasanya disebabkan oleh penggunaan steroid topikal secara intensif ( jarang
sekali oleh karena penggunaan sistemik). Pada keadaan ini tampak gambaran
klinis berupa udem kornea, pandangan kabur, hiperemis, dan tampak nyeri
walaupun kedalaman kamera okuli anterior dan kondisi sudut iridokornealis
tampak normal.
Diagnosis banding dari steroid induced glaukoma adalah hipertensi okuli,
normo tension glaukoma, glaukoma sudut sempit kronis. Pada pasien yang
menderita steroid induced glaukoma yang memiliki kedalaman kamera okuli
anterior yang dangkal tampak seperti kelainan glaukoma sudut semput kronis.
Pada kelainan yang tampak seperti normo tension glaukoma, tekanan intraokuler
dalam batas normal tetapi terdapat ekskavasio glaukomatosa dan defek lapangan,
hal ini mungkin disebabkan oleh gejala seperti hiprtensi okuli terdapat
peningkatan tekanan intraokuler, kedalaman kamera okuli anterior dan sudut
iridokornealis normal tetapi tidak disertai dengan adanya ekskavasio
glaukomatosa dan defek lapangan pandang.4
9. Penatalaksanaan
Pengukuran dasar tekanan intra okuler harus dilakukan bila hendak
memberi terapi kortikosteroid. Pasien dengan pemberian terapi topikal
sebaiknya diukur tekanan intraokuler 2 minggu setelah pemberian terapi awal
dan kemudian setiap 4 minggu selama 2 sampai 3 bulan lalu setiap 6 bulan
jika terapi dilanjutkan. Bila terdapat kenaikan tekanan intraokuler atau jika
terjadi glaukoma, penggunaan kortikosteroid harus dihentikkan. Perbaikan
dapat terjadi dalam 1 sampai 4 minggu. Tekanan intra okuler akan turun
dalam beberapa hari ampai dengan beberapa minggu bahkan beberapa bulan,
sehingga pasien perlu diberikan terapi antiglaukoma. Selanjutnya memberi
penjelasan kepada pasien tentang risiko penggunaan steroid jangka panjang
dn bila harus menggunakan steroid sebagai terapi lakukan follow up terhadap
kemungkinan timbul gambaran seperti glaukoma setiap 2 atau 3 minggu dan
terapi anti glaukoma mungkin perlu diberikan.
Pada dasarnya gambaran klinis steroid induced glaukoma mirip dengan
glaukoma sudut terbuka primer dengan pengecualian adanya riwayat
penggunaan kortikosteroid sehingga terapi yang diberikan adalah dengan
menghentikan penggunaan kortikosteroid dan terapi medikamentosa
antiglaukoma perlu diberikan seperti pemberian prostaglandin analogues
(latanoprost) yang dapat dikombinasikan dengan beta-bloker (timolol) dan
bila tidak terdapat perbaikan maka dilakukan operasi filtering. Untuk
menghindari problem diatas, gunakan steroid yang memiliki potensi efek
lemah. Terapi pilihan yang baik untuk pasien-pasien yang merupakan steroid
responder adalah medrysone atau flurometholone dan monitoring pasien
secara berkala dapat membantu mendeteksi setiap perubahan awal dan
memikirkan penggantian terapi.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand MG. Glaukoma. Basic and Clinical Science
Course. Section 10. San Francisco. America Academy of Ophthalmology,
2001-2002: 5-148.