Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa
ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus,
atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot
uterus menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya
normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang
terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih
dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan mulai (Oxorn, 2003).
7. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir
yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa.
Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan
perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan
mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada
perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc,
perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar
janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya
dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan
operasi dengan segera (Mose, 2004).
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika
tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika teraba
bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta previa.
rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan
seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada
sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena
perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior
(Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea
pada plasenta previa adalah:
a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau
meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan
yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak
berhenti dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin maupun
kematian janin dan bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan
seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu
kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat
diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan
ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan
yang terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa
totalis.
Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir
dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus,
kelainan kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.
perdarahan yang keluar melalui vagina, tetapi juga dapat menetap di dalam rahim,
yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu maupun janin. Biasanya dilakukan
persalinan seksio sesarea untuk menolong agar janin segera lahir sebelum
mengalami kekurangan oksigen ataupun keracunan oleh air ketuban, serta dapat
menghentikan perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu (Mochtar,
1998).
Menurut Dutta (2004), indikasi persalinan seksio sesarea dibagi atas dua
kategori yaitu:
a. Indikasi absolut
Apabila terjadi plasenta previa sentral, adanya Cephalopelvic Disproportion
/ CPD, adanya massa pada pelvis sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan,
adanya kanker serviks, dan adanya obstruksi pada vaginal ( atresia, stenosis).
b. Indikasi relatif
Apabila ibu telah mengalami persalinan seksio sesarea sebelumnya,
dijumpai adanya fetal distress, distosia, perdarahan antepartum, malpresentasi,
gangguan tekanan darah ibu, serta adanya penyakit yang menyertai ibunya.
dengan reperitonealisasi yang baik, dan perdarahan yang lebih sedikit, serta
kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio sesarea
jenis klasik. Namun metode persalinan ini dapat menimbulkan luka yang dapat
melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga menyebabkan arteri uterina putus
sehingga dapat mengakibabkan perdarahan yang lebih banyak, serta keluhan
postoperasi yang terjadi pada kandung kemih tinggi (Mochtar, 1998).
b. Seksio sesarea ekstraperitonealis, tindakan persalinan ini dilakukan dengan
insisi peritoneum, lipatan peritoneum didorong ke atas dan kandung kemih ke
arah bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi pada
segmen bawah (Dorland, 2002). Namun pembedahan persalinan ini tidak banyak
lagi dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal (Oxorn, 2003).