You are on page 1of 9

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO.

2, 170 - 178

Pengaruh Silang Dalam Pada Estimasi Respon


Seleksi Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawa (PE),
Dalam Populasi Terbatas
(Effect of In-Breeding on Estimation of Respon to
Selection of Weaning Weight of Etawa Cross Bred
(PE), in The Small Population)
Sri Bandiati Komar Prajoga
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung
Abstrak
Penelitian ini telah dilaksanakan di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S)
Citarasa Bogor pada bulan Juli 2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga respon
seleksi bobot sapih, pada lima generasi yang akan datang dengan memperhitungkan efek in-
breeding pada populasi terbatas. Data yang dianalisis berasal dari catatan bobot sapih
sebanyak 93 catatan. Data berasal dari 93 ekor anak kambing PE, keturunan dari 20 ekor
pejantan dan 62 ekor induk. Komponen ragam dan Nilai Heritabilitas diduga dengan
menggunakan Animal Model, Maternal Genetic Effect dengan Restricted Maximum
Likelihood (REML) program Variance Component Esti-mation-VCE 4.2 dan Nilai
Pemuliaan diduga dengan Best Linier Unbiased Prediction (BLUP). Efek tetap yang
dilibatkan dalam analisis adalah jenis kelamin, type kelahiran, paritas dan Tahun Musim.
Hasil analisis data menunjukan nilai heritabitas sebesar 0,5 termasuk katagori tinggi. Nilai
pemuliaan berkisar antara 2,09 kg sampai -1,90 kg. Respon seleksi bobot sapih pada
generasi lima dengan memperhitungkan efek in-breeding pada alternatif pertama
menggunakan jantan 16 ekor dan betina 16 ekor dengan intensitas seleksi 1,489 yaitu 5,993
kg. Pada alternatif kedua pada penggunaan jantan 2 ekor dan betina 40 ekor deng an
intensitas seleksi 1,667 respon seleksi bobot sapih pada generasi lima dengan
memperhitungkan efek in-breeding adalah 5,726 kg. Sedangkan pada alternatif ketiga
pada penggunaan jantan 5 ekor dan betina 16 ekor, dengan intensitas seleksi 1,776 respon
seleksi bobot sapih pada generasi lima dengan memperhitungkan efek in-breeding adalah
6,841 kg yang merupakan nilai tertinggi dari ketiga alternatif komposisi populasi ternak
jantan dan betina. Berdasar dari hasil penelitian disarankan bahwa penggunaan alternatif
ketiga akan lebih baik dan dapat sedikit menghindar dari efek in-breeding, terlebih lagi bila
dipertimbangkan aspek ekonomi-nya.
Kata kunci: Respon Seleksi, Intensitas Seleksi, Efek in-breeding, Kambing Peranakan
Etawa (PE)

Abstract
This research was conducted at Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S)
Citarasa Bogor, West of Java on July 2004. The objectives of this study were to estimate
response to selection of weaning weight of PE goat, by taking account of in-breeding effect
in the small population. The data comprised 93 weaning weight records of 93 young PE
goats, from 20 sires and 62 dams. Variance Component and heritability were estimated with
Restricted Maximum Likelihood (REML) using Animal Model, Maternal Genetic Effect
with the Program of VCE 4.2. Breeding Values of weaning weight were estimated using
Best Linier Unbiased Prediction (BLUP). Fixed effect was sex, litter size, paritas and year
season. The result showed that heritability of weaning weight was 0,5 as high category,
Breeding Value of weaning weight ranged from 2.09 kg to -1.90 kg. Response to selection
of weaning weight by taking account of in-breeding effect to next fifth generations was
5.993 kg, when selection intensity was 1.489 as first alternative used 17% for 16 females
and 17% for 16 males. For the second alternative used 43% for 40 females and 2% for 2
males, response to selection was 5.726 kg for the 1.667 intensity of selection. The third
alternative used 17% for 16 females and 5.3% for 5 males; response to selection was 6.841
kg for the 1.776 intensity of selection. According to the result, the third alternative was
safety of in-breeding effect and more effective if the economic aspect was also as selection
criteria.
Key words: Respond to Selection, Intensity of selection, in-breeding effect, PE Goat

170
S. B. K. Prajoga, Pengaruh silang dalam pada estimasi respin seleksi bobot sapih kambing PE

Pendahuluan populasi yang harus dilibatkan dalam program


Ternak kambing merupakan salah satu ternak pemuliaan, untuk mencapai suatu populasi yang
penghasil daging yang cukup banyak efektif (Ne), berapa perbandingan jumlah ternak
permintaannya. Pada tahun 2004 produksi daging jantan dan betina (sex ratio) sehingga dapat
kambing di Indonesia 69.600 ton, terjadi menghindarkan silang dalam (in-breeding).
peningkatan dibandingkan pada tahun 2003 In-breeding adalah perkawinan antara dua
(63.900 ton) (Direktorat Jenderal Peternakan, individu yang masih mempunyai hubungan
2004) kekerabatan. Dua individu dikatakan berkerabat
Di samping sebagai ternak penghasil da ging, atau mempunyai hubungan keluarga, bila kedua
ternak kambing ada juga yang menghasilkan susu individu tersebut memiliki satu atau lebih tetua
sehingga dimasuk kedalam kambing dwiguna, bersama (common ancestor) dalam 6 sampai 8
yaitu kambing peranakan Etawa (PE). Kambing PE generasi kebelakang. Tingkat kekerabatan antara
merupakan hasil persilangan antara kambing lokal dua individu dalam populasi tergantung dari
Indonesia (kambing kacang) dengan kambing besarnya populasi, sehingga akan dapat dihitung
Etawa, yang dimaksud dengan kambing Etawa di berapa jumlah tetua bersama yang terjadi.
sini adalah kambing Jamnapari yang ditemukan di Peningkatan koefisien in-breeding dinyatakan
Distrik Ettawa di daerah Uttarbal. Kambing ini dengan F sama dengan (Ne) bila jumlah ternak
termasuk pada jenis dwiguna, yang selain jantan sama dengan jumlah ternak betina, namun
memproduksi daging juga memproduksi susu. demikian karena jumlah ternak jantan dan ternak
Tujuan pemerintah mengadakan persilangan betina tidak sama maka besarnya populasi N
(pembentukan kambing PE) adalah untuk adalah jumlah ternak betina (Nf) ditambah jumlah
memperbaiki performans kambing kacang, yang ternak jantan (Nm), sehingga mempunyai nilai rata-
mempunyai daya tahan terhadap lingkungan dan rata adalah 1/{(1/Nm+1/Nf)}, maka besarnya
mampu memanfaatkan mutu pakan yang kurang populasi yang efetif (Ne) adalah 4 kali hasil kali
baik, tapi mutu karkasnya tidak sebaik kambing populasi betina dengan populasi jantan, dibagi
Etawa. Hasil persilangan ini produksinya dengan jumlah populasi jantan dan betina. Oleh
dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat karena itu F adalah 1/(8 kali jumlah populasi
petani peternak terutama di daerah rawan gizi. betina-Nf) ditambah 1/(8 kali jumlah populasi
Berdasar Undang-undang Nomor 6 Tahun betina-Nm) (Falconer and Mackay, 1996). Laju in-
1967, maka dibentuklah Pusat Pelatihan Pertanian breeding akan semakin besar bila jumlah ternak
dan Pedesaan Swadaya (P4S), di Desa Ciherang betina jauh lebih banyak dibandingkan ternak
Pondok, Kecamatan Caringin, yang mendatangkan jantan, misalnya pada domba dengan sex-ratio 1
ternak bibit dari Kaligesing, Jawa Tengah, ekor jantan terhadap 20 ekor betina.
sehingga terbentuk-lah sub-populasi dari populasi Setiap kenaikan 10% koefisien in-breeding
dasar (Basic population) kambing PE yang berada akan menurunkan 4% bobot sapih pada anak
di Kaligesing. kambing (Harjosubroto, 1997). Sedangkan
Pembentukan Sub-populasi dari populasi yang Lamberson dan Thomas (1984) mempubli- kasikan
tidak terlalu besar cenderung akan merubah penurunan bobot sapih pada anak domba sebesar
frekuensi gen dari generasi ke generasi berikutnya, 0,111 kg pada rata-rata koefisien in-breeding
hal ini merupakan suatu proses penyeberan sebesar 16%.Penurunan performans yang
(disversive proses) yang dalam tatanan suatu disebabkan karena in-breeding disebut sebagai
populasi yang seutuhnya mempunyai beberapa depresi silang dalam (in-breeding depression).
konsekuensi antaran lain: Perubahan frekuensi gen Program pemuliaan akan berjalan lambat bila
secara acak (Random drift); Perbedaan di antara terdapat peningkatan koefisien in-breeding.
subpopulasi (differentiation between sub- Beberapa cara untuk mengurangi in-breeding
populasi); Keseragaman di dalam subpopulasi dalam teknisnya di lapangan yaitu dengan
(uniformity within sub-population); Peningkatan memperbesar populasi, mengarahkan pola
homozigositas (increased homozigosity) perkawinan, membatasi seleksi, memanfaatkan
Oleh karena itu subpopulasi yang ada di P4S skema perkawinan MOET, meningkatkan nilai
memungkinkan untuk diadakan evaluasi kemajuan heritabilitas individu, titik berat program
genetiknya, walaupun pola perkawinan dalam pemuliaan berdasar informasi famili, penggunaan
program pemuliaan belum terarah, tapi kemajuan indeks yang setara dalam menduga nilai pemuliaan
genetik dapat dicapai dengan baik. Seharusnya (Haley, 1994).
struktur populasi awal telah terlebih dahulu Bobot sapih adalah bobot badan anak
dirancang dengan baik, misalnya berapa jumlah kambing pada umur 3 bulan, dan mulai saat itu

171
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2

cempe (anak kambing) tidak lagi diberi air susu. (Groeneveld, 1999) dan persamaan matematik
Bobot sapih ini biasanya dijadikan kreteria dalam sebagai berikut:
seleksi, karena pertumbuhan selanjutnya akan
ditentukan oleh bobot sapih. Keuntungan lain yang Yijklmn = +Pi +Jj +Lk +Ml +am+bn+e ijklmn
didapat dengan menggunakan kreteria seleksi Di mana: Yijklmn = Pengamatan karakter bobot
bobot sapih adalah bahwa seleksi dapat dilakukan sapih; = Rata-rata populasi karakter bobot sapih;
sedini mungkin, sehingga perusahaan terhindar Pi = pengaruh paritas ke ; Ji = Pengaruh jenis
dari kerugian karena memelihara hewan yang kelamin; Lk = pengaruh tipe kelahiran; Ml =
kurang produktif. pengaruh tahun musim, am = pengaruh genetik
Seleksi biasa diartikan sebagai suatu kegiatan additif sifat bobot sapih; bn = pengaruh genetik
menyingkirkan ternak yang mempunyai mutu induk ; eijklmn= residu..(Schueler et al, 2001)
produksi rendah dan mempertahankan ternak- Dalam menduga komponen ragam digunakan
ternak yang mempunyai mutu produksi yang tinggi persamaan matrik.
untuk dikembang-biakkan. Secara Genetika
Kuantitatif Seleksi adalah suatu usaha untuk Y = Xb + Za+ Zm + e
meningkatkan frekuensi gen dari karakter yang kita Keterangan:
kehendaki. Y = Vektor pengamatan karakter bobot sapih
Untuk melakukan seleksi diperlukan beberapa X = Desain matrik untuk efek tetap (sex, type
parameter genetik diantaranya nilai heritabilitas, kelahiran, paritas dan tahun musim)
nilai pemuliaan (Breeding Value), intensitas seleksi karakter bobot sapih
dan simpangan baku phenotype. Para meter Za = Disain matrik untuk efek aditif
genetik tersebut di atas dapat diestimasi bila data Zm = Disain matrik untuk efek genetik induk
catatan produksi masing-masing ternak tersedia. (maternal genetic effect)
Dari sejak P4S ini dibentuk sampai pada saat b = Vektor untuk efek tetap karakter bobot
itu, belum pernah dilakukan evaluasi mengenai sapih
pengaruh in-breeding terhadap pendugaan respon a = Vektor untuk efek aditif
seleksi bobot sapih kambing PE, pada populasi m = Vektor untuk efek maternal genetik
terbatas. e = Vektor residu karakter bobot sapih
Penelitian ini bertujuan untuk mencari respon
seleksi dengan memperhatikan efek in-breeding MME-nya dapat diungkapkan sebagai berikut:
pada berbagai alternatif komposisi populasi ternak,
yang dapat menghasilkan bibit ternak dengan mutu X 'X X 'Za X 'Zm b X 'Y
genetik yang baik, sehingga dapat merencanakan ' 1 1 '
X a X Z a Z a a A Z a Z m am A a Z a Y
' '
seleksi seoptimal mungkin dan dapat menghemat
Z m' X Z m' Z a am A 1 Z m' Z m m A 1 m Z m' Y
dana.
(Quass dan Pollak, 1980)
Metode
Obyek penelitian adalah anak kambing PE Pendugaan Intensitas Seleksi dengan
sebanyak 93 ekor yang merupakan keturunan dari membagi Tinggi Ordinat Kurva Normal Fenotip
20 ekor pejantan (Sire) dan 62 ekor induk (Dam), dengan Proporsi Ternak yang diambil sebagai
yang diukur bobot sapihnya pada umur 3 bulan. calon bibit, dapat dilihat pada tabel. Intensitas
Dalam mentabulasi data untuk persiapan seleksi (i = z/p, di mana: i = Intensitas Seleksi; z =
analisis, telah diantisipasi bagi data-data yang tidak Tinggi ordinat kurva normal fenotip; p = Proporsi
tercatat (missing) maka diberikan kode -1 (minus ternak yang diambil sebagai calon bibit )
satu), sedangkan bagi informasi tetua yang tidak Pendugaan respon Seleksi Bobot Sapih
ada diberikan kode 0 (nol). Sebagai efek tetap dengan cara mengalikan intensitas seleksi total
adalah jenis kelamin, type kelahiran, paritas dan dengan heritabilitas bobot sapih dan standard
tahun musim. deviasi (R = i h2 p, dimana: R = Respon seleksi
Komponen ragam diduga dengan REML bobot sapih; I = Intensitas seleksi total [(i jantan +
dengan Animal Model, Maternal Genetic Effect i betina)/2}; h2 = Heritabilitas bobot sapih; p =
dengan menggunakan program VCE 4.2 Standard deviasi phenotip).
(Groeneveld, 1998). Nilai Pemuliaan diduga Kenaikan koefisien in-breeding di mana
dengan metoda Best Linier Unbiased Prediction jumlah ternak jantan dan betina sama banyaknya
(BLUP) menggunakan program PEST dan berlaku bagi seluruh struktur pemulia-biakkan
adalah:

172
S. B. K. Prajoga, Pengaruh silang dalam pada estimasi respin seleksi bobot sapih kambing PE

Tabel 1. Data Bobot Sapih berdasarkan Sex


N m = Nf maka N = Nm + Nf sehingga Ne = N dan dan Type kelahiran
F = 1/2 Ne, bila jumlah ternak jantan lebih kecil
dari jumlah ternak betina, Ternak Jantan
maka: Bobot
Ne = 4 Nm Nf / (Nm+Nf) dan F = 1/8 (Nm) + 1/8 Sapih Rata-rata Min Max KV
n
(Nf) Type (kg) (kg) (kg) (%)
kelahiran
(Keterangan: Nm = jumlah populasi ternak jantan; I 21 11,431,87 9,00 16,5 16,36
Nf = jumlah populasi ternak betina; N = jumlah II 19 12,321,94 10,50 17,0 15,74
populasi total jantan dan betina; Ne = jumlah III 7 14,712,50 9,50 16,5 16,50
populasi efective; F = kenaikan koefisien in- Total 47
breeding; Koefisien in-breeding pada generasi ke t
adalah Ft = 1 - (1 - F) t: (Falconer dan Mackay, Ternak Betina
1996).
Bobot Sapih
Depresi in-breeding pada generasi t dapat Rata-rata Min Max KV
Type n
dihitung: DF = (Ft/10) 4% (penurunan bobot sapih). (kg) (kg) (kg) (%)
kelahiran
(Keterangan: DF = Depresi in-breeding , Ft =
12,00
koefisien in-breeding pada generasi ke t ): I 16 9 16 15,25
1,33
Respon seleksi setelah t generasi dengan
memperhitungkan depresi in-breeding adalah RF = 11,72
II 23 9 16 14,33
R - DF (Harjosubroto, 1997) 1,68
12,64
III 7 9 5 17,48
Hasil dan Pembahasan 2.21
Sebanyak 93 catatan bobot sapih yang berasal Total 46
dari keturunan 20 pejatan dengan 63 induk Keterangan: Min.= Data nilai terkecil; Max.= Data
ditabulasi dan diberikan kode sesuai REML, maka nilai terbesar; KV= Koefesien Variasi; n = Jumlah
dapat di sajikan struktur deskripsi data awal catatan.
sebagai hasil dari program Excel, tertera pada
Tabel 1: Pengaruh dari tipe kelahiran terhadap rata-rata
Pada Tabel 1. di atas terlihat bahwa proporsi antara bobot badan pada kelahiran tunggal jantan adalah
cempe jantan dan betina sebesar 50% (47 ekor) dan 11,43 kg lebih rendah dibandingkan dengan tipe
50% (46 ekor). Bobot sapih rata-rata pada jantan kelahiran tunggal betina yaitu 12 kg, sedangkan
berkisar antara 11,43 kg sampai 14,71 kg, tipe kelahiran ganda pada jantan (12,32 kg) lebih
sedangkan pada cempe betina antara 11,72 kg tinggi dari pada betina (11,72 kg) dan rata-rata tipe
sampai 12,64 kg. kelahiran tiga memiliki bobot sapih 14,71 kg pada
Hasil penelitian ini tidak berbeda banyak jantan dan 12,64 kg pada betina, hasil ini tidak
dengan hasil penelitian terdahulu yang terlalu sesuai dengan pendapat para peneliti
dipublikasikan oleh Setiawan dan Tanius pada terdahulu bahwa banyaknya anak dalam
tahun 2003, bahwa bobot sapih cempe betina kandungan akan berbanding terbalik dengan
adalah 11,5 kg dan bobot sapih cempe jantan 13,5 besarnya anak yang dikandung, semakin banyak
kg. Adanya kelebihan berat pada cempe jantan anak yang dikandung bobot lahirnya akan semakin
disebabkan karena adanya pengaruh hormon kecil (Ramsey, 1994).
androgen yang merupakan stimulan terhadap Namun demikian menhacu pada pendapat
pertumbuhan yang dihasilkan oleh testes, karena Fraser dan Stamp (1987) bahwa beberapa faktor
testosteron merupakan steroid androgen, dari sejak yang mempengaruhi bobot lahir antara lain: umur
dalam pertumbuhan embryo sampai kondisi setelah induk, tipe kelahiran, jenis kelamin, bangsa dan
kelahiran (Soeparno, 1992). bobot lahir.
Simpangan baku yang berkisar antara 1,33 sampai Bobot lahir mempunyai nilai korelasi yang
1,50 menunjukkan bahwa data bobot sapih cempe tinggi dengan bobot sapih, sedangkan PE adalah
memiliki distribusi data yang tersebar, seharusnya hasil persilangan, yang proporsi darah ternak yang
bila data itu mendekati seragam maka nilai Standar diamati belum seragam.
Deviasi harus lebih kecil dari nol. Nilai koefisien variasi terlihat pada Tabel 1.
berkisar pada 14,33 sampai 17,48, hal ini
menunjukan bahwa kondisi data bobot sapih

173
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2

cempe di tempat penelitian masih beragam, hal ini Simpangan baku populasi untuk bobot lahir
dapat dijelaskan karena keturunan atau proporsi adalah 1,708 menunjukan bahwa kondisi data
darah hasil persilangan yang tidak jelas, karena sangat bervariasi dan jumlah data yang hanya
struktur persilangan yang tidak terkonsep dari sedikit, sehingga memberikan simpangan baku di
awal, persilangan berjalan secara konvensional. atas nol.
Tidak jarang dijumpai performans kambing Nilai Pemuliaan merupakan penilaian dari
PE yang digunakan sebagai sumber daging, lebih mutu genetik ternak untuk suatu karakter tertentu
menyerupai kambing kacang dengan telinga agak yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukan
panjang badan lebih kompak dan pendek, tidak individu dalam populasi.
setinggi dan sepipih kambing PE yang digunakan Pendugaan nilai pemuliaan merupakan faktor
sebagai penghasil susu. Hasil analisis komponen utama dalam mengevaluasi keunggulan genetik
ragam dan nilai pemuliaan tercantum dalam Tabel ternak karena setengah bagian dari nilai pemuliaan
2. di bawah ini: ini akan diwariskan kepada keturunannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
Tabel 2. Komponen Ragam, Nilai Heritabilitas, pemuliaan tertinggi adalah 2,09 kg pada jantan dan
Simpangan Baku Phenotype dan Nilai 1,90 kg pada betina di atas rata-rata bobot sapih
Pemuliaan. (Variance Componen, populasi sedangkan terendah adalah 1,54 kg di
Heritability, Standar Deviation and bawah rata-rata populasi (-1,54 kg) pada jantan dan
Breeding Value) -1,09 kg pada betina.
Dalam program BLUP nilai pemulian berada
Komponen Ragam Nilai pada nilai positif dan negatif, bila 0 (nol) sama
dengan rata-rata populasi. Ada 16 ekor anak betina
Ragam Genetik 1,459 0,090
yang berada diatas rata-rata populasi dan 16 ekor
Ragam Genetik Induk 0,000 0,000
jantan.
Ragam lingkungan 1,459 0,090
Dapat dikatakan bahwa potensi genetik untuk
Heritabilitas (h2) 0,500 0,046 karakter bobot sapih pada pejantan lebih tinggi
Simpangan Baku (p) 1,708 dibandingkan betina.
Nilai Pemuliaan (kg) 2,09 - (-1,90) Berdasarkan peringkat nilai pemuliaan ini
akan terseleksi sejumlah ternak yang akan di
Pada Tabel 2. tampak bahwa ragam genetik libatkan dalam program pemuliaan, untuk
hasil penelitian adalah 1,459 hal ini berarti seluruh menentukan nilai intensitas seleksi.
variasi yang terjadi yang sebabkan oleh genetik Nilai intensitas seleksi adalah rata-rata
adalah sebesar 1,459 kg, sedangkan ragam genetik simpangan jumlah ternak yang terseleksi dalam
Induk nol bahwa tidak terdapat variasi yang suatu unit standar deviasi fenotip.
sebabkan karena pengaruh genetik induk, ragam Secara sederhana intensitas seleksi adalah
lingkungan 1,459 berati seluruh pengaruh yang kelebihan rataan ternak yang terpilih terhadap rata-
disebabkan oleh manajemen, pakan dan rata populasi. Besarnya intensitas seleksi
pemeliharaan ternak memberikan pengaruh bagi tergantung pada banyaknya ternak yang terseleksi.
terjadinya variasi sebesar 1,459 kg, maka ragam Bila terlalu banyak ternak yang dilibatkan
phenotype merupakan jumlah dari ketiga dalam seleksi, maka intensitas seleksi menjadi
komponen tersebut. Variasi genetik yang tinggi rendah dan kemajuan genetik yang akan
sehingga berimbang variasi lingkungannya, terjadi dicapaipun lambat.
karena anak kambing masih menyusu pada Sebagaimana dinyatakan oleh Kinghorn
induknya sampai disapih, sedangkan kondisi induk (1992) bahwa intensitas seleksi berbanding terbalik
mendapatkan perlakuan yang relatif seragam. dengan banyaknya ternak yang dilibatkan dalam
Biasanya ragam genetik aditif lebih kecil program pemuliaan.
dibandingkan ragam lingkungan sehingga Pada Tabel 3. tampak bahwa Internsitas seleksi
menghasilkan nilai heritabilitas yang dihasilkan rata-rata adalah intensitas seleksi jantan ditambah
akan rendah. intensitas seleksi betina dibagi dua. Intensitas
Nilai heritabilitas adalah pada 0,500 0,046 seleksi tertinggi adalah 2,242 dicapai dengan
termasuk kedalam katagori tinggi sesuai dengan menggunakan 2% (2 ekor) jantan dengan 5,3% (5
pernyataan Dalton (1981). Bila dilangsungkan ekor) betina, namun demikian kemajuan genetik
seleksi pada kreteria bobot sapih, maka seleksi yang dicapai dalam populasi akan lambat karena
berjalan efektif. jumlah populasi yang terlalu sedikit, dan secara
usaha pemeliharaan ternak kurang ekonomis

174
S. B. K. Prajoga, Pengaruh silang dalam pada estimasi respin seleksi bobot sapih kambing PE

Biasanya ratio antara jantan dan betina digunakan ratio optimum dalam usaha pemeliharaan ternak
untuk ternak kambing adalah 1:20, yang adalah antara 2 ekor jantan : 40 ekor betina, maka
mempunyai intensitas seleksi sebesar 1,667. respon seleksi yang dicapai adalah 1,424 kg.
Namun demikian yang akan diamati dengan Namun demikian rasio yang disarankan pada
simulasi dalam penelitian ini jumlah jantan (16 kambing adalah 16 ekor jantan : 16 ekor betina,
ekor) dan betina (16 ekor) disamakan yang untuk menghindari in-breeding. Dalam penelitian
memiliki intensitas seleksi 1,489 agar dapat memiliki respon seleksi antara 1,272 kg (Tabel 4).
menghindari efek in breeding. Bila dibandingkan
peningkatan koefisien in-breeding pada ratio Tabel 4. Pendugaan Respon Seleksi Bobot
optimum (1:20). Dicoba juga dengan alternatif lain Sapih pada pelbagai Intensitas
yaitu dengan menggunakan 17& (16 ekor) betina Seleksi. (Estimation of Respon to
dan 5,3% jantan didapat intensitas seleksi 1,776. Selection for Weaning Weight on
Tidak dianjurkan alternatif lain karena Defferent Intensity of Selection)
pertimbangan efek in breeding
Proporsi Ternak Betina (%)
Tabel 3. Intensitas seleksi yang digunakan
5,3 10 17 43
pada berbagai proporsi ternak yang
akan dilibatkan dalam program (%) n 5 10 16 40
pemuliaan. (i = Intensitas seleksi total (ekor)
[(i jantan + i betina) /2] 2 2 1,915 1,783 1,670 1,424
Proporsi Ternak

5,3 5 1,762 1,630 1,517 1,271


Proporsi Ternak Betina
Betina (%)

(%) 10 10 1,630 1,499 1,385 1,139


5,3 10 17 43 16 15 1,530 1,399 1,285 1,039
(%) n 5 10 16 40 17 16 1,517 1,385 1,272 1,026
(ekor)
2 2 2,242 2,088 1,955 1,667 Dicantumkan dalam Tabel tersebut juga
Proporsi Ternak

bahwa proporsi ternak sebanyak 17% (16 ekor)


5,3 5 2,063 1,909 1,776 1,488 bagi ternak betina dan 10%(10 ekor) ternak jantan
Betina (%)

10 10 1,909 1,755 1,622 1,334 mempunyai gambaran kemajuan genetik generasi


berikutnya sebesar untuk bobot sapih 1,385 kg.
16 15 1,792 1,638 1,505 1,217
Semua ternak jantan yang tercantum dalam
17 16 1,776 1,622 1,489 1,201 Tabel memiliki Nilai Pemuliaan di atas rata-rata
populasi, kecuali jumlah betina yang 40 ekor yang
memiliki nilai pemuliaan diatas rata-rata populasi,
Pendugaan respon seleksi didapat dengan cara hanya 16 ekor. Namun demikian dalam prakteknya
mengalikan intensitas seleksi total dengan seleksi dalam suatu kelompok ternak tidak
heritabilitas bobot sapih dan standard deviasi (R = i mungkin melibatkan terlalu banyak ternak jantan,
h2 p, sehingga hanya diambil sebanyak 2 sampai 5 ekor
Dimana: R = Respon seleksi bobot sapih ; i = jantan dari urutan yang tertinggi Nilai
Intensitas seleksi total [(i jantan + i betina)/2}; h2 = Pemuliaannya, untuk mengawini betina sebanyak
Heritabilitas bobot sapih, p = Standard diviasi 40 ekor betina. Ternak jantan yang lainnya dapat
phenotip). dimasukan pada ternak niaga yang siap untuk
Hasil dari pendugaan respon seleksi pada digemukkan.
pelbagai tingkat intensitas seleksi tertera pada tabel Dalam suatu program pemuliaan ternak pada
4. di bawah ini: populasi terbatas tidak dapat menghindari silang
Pada Tabel 4 tampak bahwa pengambilan proporsi dalam (Haly, 1994). Namun demikian in-breeding
ternak terseleksi mempengaruhi besarnya respon dapat dikurangi dengan merencanakan komposisi
seleksi. Semakin besar proporsi ternak terseleksi antara ternak jantan dengan betina dalam berbagai
akan menurunkan intensitas seleksi, sehingga komposisi, seperti yang tertera pada Tabel 5. di
respon seleksi akan semakin kecil pula. Respon bawah ini:
seleksi yang tertinggi adalah 1,915 kg dicapai pada Pada Tabel 5. tampak bahwa jumlah ternak jantan
jumlah proporsi ternak betina 5,3% (5 ekor) dan betina direncanakan dengan berbagai
dengan proporsi ternak jantan 2% juga (2 ekor), komposisi, agar dapat membandingkan pengaruh

175
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2

in-breeding pada populasi terbatas pada 5 (lima) betina berada di atas rata-rata populasi. Namun
generasi yang akan datang demikian populasi seperti ini tidak efisien bila
ditinjau dari segi manajemen perusahaan
Tabel 5. Pengaruh in-breeding Pendugaan peternakan, karena perusahaan harus memelihara
Respon Seleksi Bobot Sapih pada terlalu banyak ternak jantan dan peningkatan
pelbagai Intensitas Seleksi., pada 5 populasi keturunannya hanya berasal dari 16 ekor
generasi yang akan datang. (Effect of saja.
in-breeding on The Estimatin of
2) Komposisi optimum dengan sex ratio 2
Respon to Selection for Weaning
jantan dengan 40 betina (1 : 20) (Alternatif
Weight at Defferent Intensity of
2)
Selection (t=5))
Komposisi dari populasi yang biasa
16 16 16 40 dilaksanakan yaitu dengan dasar sex ratio antara
Betina jantan dan betina sebesar 2:40 atau 1:20, dalam
ekor Ekor Ekor ekor
kondisi seperti ini walaupun populasi total
16 10 5 2
Jantan sebanyak 42 ekor, tetapi mempunyai populasi
Ekor ekor ekor ekor
efektif (Ne) hanya sebesar 7,62 ekor paling kecil
Ne 32 26,61 15,24 7,62
bila dibandingkan dengan komposisi yang lain.
F 0,016 0,020 0,033 0,070 Kondisi yang sangat tidak menguntungkan dari
F (t=5) 0,0757 0,0975 0,1533 0,2878 komposisi ini adalah peningkatan koefisien in-
DF(t=5) (%) 3,03 3,90 6,15 11,51 breeding per generasi (F) yang paling besar yaitu
DF(t=5) (kg) 0,367 0,472 0,744 1,394 0,070 empat kali lipat kondisi yang dibahas dalam
R (kg) 1,272 1,385 1,517 1,424 komposisi sex ratio 1 : 1.
RF(t=5) 6,36 6,925 7,585 7,120 Bila diperhitungkan peningkatan koefisien in-
RF(t=5) - breeding pada 5 (lima) generasi mendatang (F(t=5))
5,993 6,453 6,841 5,726
DF(t=5) adalah 11,51 maka depresi in-breeding sampai
generasi kelima (DF(t=5) ) yang didapat hanya
sebesar 0,2878% (1,394 kg), dan bila dibiarkan
1) Komposisi ternak jantan dan ternak betina
dalam komposisi sama sampai pada generasi
disamakan jumlahnya (Alternatif 1)
kelima didapatkan respon seleksi sebesar 7,120 kg
Penggunaan 16 ekor ternak jantan dan 16 ekor dan kemajuan genetik dengan memperhitungkan
ternak betina, direncanakan karena kedua proporsi depresi in-breeding adalah 5,726 kg .
ternak memiliki Nilai Pemuliaan yang diatas rata- Hasil kemajuan genetik yang tidak berbeda
rata populasi, dan karena jumlah jantan dan betina banyak dengan komposisi sex ratio 1:1, tetapi dari
sama banyaknya maka diharapkan dapat mereduksi sisi peningkatan populasi akan sangat efisien
efek silang dalam ( in-breeding effect). (Falconer secara ekonomis, karena suply ternak niaga akan
dan Mackay, 1996). terpenuhi dari jumlah 40 ekor betina.
Dalam kondisi seperti ini peningkatan
koefisien in-breeding per generasi (F) hanya 3) Komposisi ternak jantan lebih sedikit dari
sebesar 0,016 nilai yang terkecil bila dibandingkan pada ternak betina (Alternatif 3)
dengan peningkatan koefisien in-breeding Alternatif yang ketiga sebagai pilihan dengan
komposisi ternak yang lainnya. Bila menggunakan 5 ekor ternak jantan dan 16 ekor
diperhitungkan peningkatan koefisien in-breeding ternak betina, maka dicapai populasi efektif (Ne)
pada 5 (lima) generasi mendatang (F(t=5)) adalah hanya sebesar 15,24 ekor lebih kecil bila
0,0757 maka depresi in-breeding sampai generasi dibandingkan dengan komposisi (1:1), namun lebih
kelima (DF(t=5) ) yang didapat hanya sebesar 3,03% besar dari komposisi sex ratio (1:20), sedangkan
(0,367 kg), dan bila dibiarkan dalam komposisi peningkatan koefisien in-breeding per generasi
sama sampai pada generasi kelima didapatkan (F) adalah setengahnya dari komposisi sex ratio
respon seleksi sebesar = 6,36 kg dan kemajuan (1:20) yaitu 0,033. Sehingga pada generasi ke lima
genetik dengan mem-perhitungkan depresi in- akan didapatkan peningkatan koefisien inbreedi
breeding adalah 5,995 kg. sebesar 0,1533. Oleh karena itu depresi in-
Hasil ini sedikit lebih tinggi bila dibandingkan breeding sampai generasi kelima (DF(t=5)) yang
dengan komposisi ternak dengan ratio 2 ekor didapat hanya sebesar 6,15% (0,744 kg), Seperti
jantan dengan 40 ekor betina. Hal ini disebabkan simulasi di atas pada generasi ke lima didapatkan
karena ternak yang 16 ekor baik jantan maupun respon seleksi sebesar 7,585 kg dan kemajuan

176
S. B. K. Prajoga, Pengaruh silang dalam pada estimasi respin seleksi bobot sapih kambing PE

genetik dengan memperhitungkan depresi in- terlebih lagi bila dipertimbangkan aspek
breeding adalah 6,841 kg. Keputusan terakhir dari ekonominya.
komposisi ternak yang dilibatkan dalam program - Aplikasi dari BLUP telah teruji sebagai salah
pemuliaan harus disertai dengan pertimbangan satu metoda pengontrolan in-breeding
ekonomi, bila sejauh itu masih dapat ditolelir maka
komposisi ini dapat dilaksanakan. Ucapan Terima Kasih
Peningkatan koefisien in-breeding, antara 1- Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
2% per generasi masih dapat ditoleleir, kalaupun terima kasih kepada pimpinan P4S dan seluruh staf
terjadi lebih tinggi masih dapat diterima atas bantuan penyediaan data.
juga.(Haly, 1994)
Sebagai mana telah ditulis pada pendahuluan, Daftar Pustaka
bahwa populasi yang terbatas sangat sulit untuk Anang, A. 2002. Pendugaan Nilai Pemuliaan dengan
tidak memperhitungkan efek in-breeding, Best Linier Unbased Prediction (BLUP). Fakultas
penurunan produktivitas atau pertumbuhan Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung 3;
disebabkan karena meningkatnya gen-gen yang 13 17.
Cameron, N.D. 1997. Selection Indices and Prediction
mewariskan identik gen kepada keturunannya,
of Genetic Merit in Animal Breeding. CAB
sehingga akan meningkatkan homozigositas, bila International. Wallingford, United Kingdom. 38-
kebetulan gen-gen tersebut memiliki manifestasi 39.
yang inferior maka akan menurunkan produktivitas Dalton, D.C. 1981 An Introduction to Praktical Animal
Hal ini merupakan kenyataan dari salah satu Breeding. Granada Publishing Limited. London.
konsekuensi dari proses penyebaran sub-populasi Dalton, DC, 2004. Laporan Tahunan. Direktorat
(disversive process). Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian.
Falconer D.S dan T.F.C. Mackay, 1996. Introduction to
Kesimpulan Quantitative Genetic. (Fourth edition) Longman
- Nilai heritabilitas bobot sapih adalah 0,5 dan Malaysia. Hal. 48 - 81.
Frase, A. dan J. L. Stamp. (1987) Sheep Husbandry and
nilai pemuliaan bobot sapih berkisar antara 2,09
Disease. Collins Profesional and Technical
kg sampai -1,90 kg. Books. London.
- Efek in-breeding, kadang-kadang sangat Groeneveld, E. 1998. VCE4 Users Manual. Institut of
merusak dan menimbulkan depresi in-breeding, Animal Husbandry and Animal Behavior.
sehingga produktivitas menurun, dan akan Federal Agriculture Research Centre. Germany.
meruduksi ragam genetik. Haley, C. 1994. In-breeding. Animal Breeding 2. Rostin
- Respon seleksi bobot sapih pada generasi lima Institut. London.
dengan memperhitungkan efek in-breeding Kinghorn, B. 1992. Principles of Genetic Progress in
seperti alternatif pertama dengan intensitas Animal Breeding, Animal Breeding the Modern
seleksi 1,489 yaitu 5,993 kg dengan Approach. Post Graduate Foundation in
Veterinary Science. University of Sidney.
penggunaan jantan 16 ekor dan betina 16 ekor.
Australia.
Pada alternatif kedua dengan intensitas seleksi Lamberson, W.R. dan D. L. Thomas. 1984. Effect of In-
1,667 respon seleksi bobot sapih pada generasi breeding in Sheep: Areview. Anim. Breeding.
lima dengan memperhitungkan efek in-breeding Abstr. 52: 287 297.
adalah 5,726 kg pada penggunaan jantan 2 ekor Legates, J.E. dan Warwick, E.J. 1990. Breeding and
dan betina 40 ekor. Sedangkan pada alternatif Improvement of Farm Animal (8th edition) Mc.
ketiga dengan intensitas seleksi 1,776 respon Craw-Hill Publishing Company. Singapore. Hal.
seleksi bobot sapih pada generasi ke lima 140-142.
dengan memperhitungkan efek in-breeding Lynch, M. dan B. Walsch. 1999. Genetic and Analyses
adalah 6,841 kg pada penggunaan jantan 5 ekor of Quantitative Traits. Sanauer Associetes Inc.
Quaas, R.L. and Pollak, E.J. (1980) Mixed Model
dan betina 16 ekor, yang merupakan nilai
Metodology for farm and Ranch Beef Cattle
tertinggi dari ketiga alternatif komposisi Testing Programs. Journal of Animal Science 51,
populasi ternak jantan dan betina. 1277-1287.
- Penggunaan alternatif ketiga akan lebih baik, Ramsey, W.S., P.G. Hatfied, J.D. Wallace dan G.M.
bila dibandingkan dari kedua alternatif lainnya, Southward. 1994. Relationships Among Ewe
karena perbaikan mutu genetik ternak akan Milk Production and Ewe and Lamb Forage
tercapai dengan melibatkan semua ternak dalam Intake. Targhee Ewes Nursing Single or Twin
posisi bobot sapih di atas rata-rata populasi, dan Lamb. J. Anim. Sci. 72: 811 816.
efek in-breeding tidak sekuat pada alternatif dua,

177
JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2

Schller, L., H. Swalve dan K. Gtz. 2001. Grundlagen Soeparno. 1992. Ilmu dan Tegnologi Daging. Gajah
der Quantitativen Genetik. Verlag Eugen Ulmer Mada Univ. Press. Fak. Pet. UGM. Yogyakarta.
Stuttgart. Germany. Toni Setiawan dan Arsa Tanius. 2003. Beternak
Kambing perah PE. Penebar Swadaya . Jakarta.

178

You might also like