You are on page 1of 16

Peran Penting Pendapatan Asli Daerah dalam Membelanjai

Daerah Pemerintah Kota Bandung

Nama : Fajar Noerakbar


NIM : 1511060097
Kelas : AK B 6202

ABFI Perbanas Institute Jakarta


Jl. Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3

1. Latar Belakang................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

2.1 Pendapatan Asli Daerah.............................................................................................6

2.1.1 Pajak Daerah.......................................................................................................7

2.1.2 Retribusi Daerah..................................................................................................7

2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.....................................7

2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah......................................................8

2.2 Belanja Daerah...........................................................................................................8

2.3 Peran Penting Pendapatan Asli Daerah Dalam Membelanjai Daerah Pemerintah

Kota Bandung.........................................................................................................................8

2.3.1 Analisis Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Bandung............................8

2.3.2 Analisis Belanja Daerah Pemerintah Kota Bandung..........................................9

2.3.3 Analisis Pendapatan Asli Daerah dalam Membelanjai Daerah Pemerintah

Kota Bandung...................................................................................................................10

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................12

LAMPIRAN.............................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejak terjadinya reformasi pada tahun 1998, kondisi perusahaan cenderung dinamis.

Bermunculan terobosan baru dalam dunia pemerintahan yang berlaku di Indonesia.Termasuk

yang berkaitan dengan pola hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebelumnya

pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan yang terbatas karena pola yang dianut pada

saat itu adalah sentralisasi, maka semenjak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 yang

kemudian sekarang telah direvisi menjadi UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah,

pola hubungan yang cenderung sentralisasi ini berubah menjadi pola desentralisasi yang

memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengatur

pemerintahan daerahnya.

Kebijakan desentralisasi ini lebih dikenal dengan kebijakan otonomi daerah.

Kebijakan ini lahir karena melihat perkembangan kondisi yang terjadi di dalam negeri yang

menunjukan keinginan dari rakyat akan keterbukaan informasi publik dan kemandirian

pemerintah dalam mengatur dan melaksanakan roda pemerintahannya. Berdasarkan UU No.

23 tahun 2014, setiap daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya

sendiri dengan sedikit mungkin adanya campur tangan dari pemerintah pusat. UU No. 23

tahun 2014 menjelaskan pula bahwa pemberian otonomi luas kepada pemerintah daerah

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dengan kata lain, tujuan dari otonomi

daerah adalah untuk menciptakan kemandirian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan dan
pelayanan publik, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan

pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah

karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana

keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada

kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan

pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan

mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004).

Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah lebih berhak dalam membuat kebijakan-

kebijakan yang dapat disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Peningkatan hak dalam

pengelolaan roda pemerintahan daerah ini tentunya haru diimbangi dengan peningkatan

tanggung jawab pemerintah daerah dalam pelaksanaan roda pemerintahannya. Peningkatan

tanggung jawab disini diantaranya adalah upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan

kemandirian pemerintah daerah untuk membiayai program-program yang dijalankannya.

Karena memang peningkatan daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah

yang pada akhirnya akan mendorong pembangunan daerah yang semakin baik.

Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud dengan otonomi daerah

karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling mengetahui kondisi daerah

adalah daerah itu sendiri, baik dari segi permasalahan yang ada sampai dengan sumber-

sumber pendapatan yang bisa dikelola oleh pemerintah daerah tersebut. Keberhasilan

pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatannya akan berimplikasi pada peningkatan

kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan belanja daerah. Selain pendapatan asli

daerah, komponen pendapatan daerah bukan hanya dari pendapatan asli daerah itu sendiri,
namun ada juga pendapatan transfer dari pemerintah pusat yang bersumber dari APBN yang

disalurkan ke daerah untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah.

Belanja daerah yang merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah dalam satu

tahun anggaran ini berisikan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam

melaksanakan program kerja pemerintahan. Komposisi belanja daerah ini juga harus

diperhatikan sebaik mungkin dalam menunjang kebutuhan fasilitas publik agar dapat

meningkatkan kepercayaan publik atas kinerja pemerintahan daerah. Untuk meningkatkan

pelayanan publik ini alokasi belanja daerah pun harus mengalami perubahan, bila sebelumnya

lebih banyak digunakan dalam pos belanja aparatur, maka jika ingin meningkatkan pelayanan

publik haruslah memprioritaskan alokasi belanja modal. Perubahan alokasi belanja ini juga

bertujuan agar adanya peningkatan fasilitas yang dapat menggairahkan peningkatan aktifitas

ekonomi masyarakat yang tentunya akan semakin menumbuhkan investasi didaerah.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan daerah yang terdapat dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah

terdiri dari beberapa sumber pendapatan, salah satunya adalah pendapatan asli daerah.

Menurut Halim (2007 : 96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah,

Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah,

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah

yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yan sah

Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 menjelaskan bahwa sumber pendapatan daerah

terdiri atas :

a. Pendapatan asli daerah meliputi:


1. Pajak Daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
b. Pendapatan transfer; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Setiap daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola dan

memaksimalkan sumber-sumber pendapatan yang ada di daerahnya. Peningkatan PAD ini

menjadi sangat penting dalam era otonomi daerah, karena kemandirian keuangan daerah

menjadi tolak ukur dalam keberhasilan otonomi daerah.


2.1.1 Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah. Menurut

Mardiasmo (2002:1) mengemukakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang

langsung ditujukan dan dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum

Berdasarkan pengertian diatas, pajak ini bersifat memaksa sesuai ketentuan undang-

undang dan juga pembayara pajak tidak dapat mendapatkan timbal balik secara langsung atas

pajak yang telah dibayarkan.

2.1.2 Retribusi Daerah

Sumber pendapatan lainnya yang dapat dimasukan dalam pos pendapatan asli daerah

adalah retribusi daerah. Bila pajak tidak memiliki hubungan timbal balik secara langsung

terhadap pembayar pajak, maka retribusi daerah ini memiliki timbal balik langsung kepada

pembayarnya.

Pendapatan retribusi daerah ini erat kaitannya dengan banyaknya pelayanan

pemerintah kepada masyarakat dan juga tingkat kualitas pelayanan pemerintah kepada

masyarakat. Karena semakin banyak pelayanan yang diberikan, akan semakin banyak

pembayaran retribusi kepada daerah.

2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan meliputi : bagian laba perusahaan milik daerah, bagian laba lembaga keuangan

bank, bagian laba keuangan non bank, bagian laba atas penyetoran modal/investasi kepada

pihak ketiga.
2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah meliputi : hasil penjualan aset daerah yang

tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan dinas pertanian tanaman pangan,

penerimaan bunga deposito, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan ganti

rugi atas kekayaan daerah, penerimaan lainnya.

2.2 Belanja Daerah

Belanja daerah yang merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah dalam satu

tahun anggaran ini berisikan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam

melaksanakan program kerja pemerintahan. Menurut UU No.23 tahun 2014 pasal 298

menyatakan bahwa Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Pemerintahan

Wajib yang terkait Pelayanan Dasar yang ditetapkan dengan standar pelayanan minimal.

Komposisi belanja daerah ini juga harus diperhatikan sebaik mungkin dalam

menunjang kebutuhan fasilitas publik agar dapat meningkatkan kepercayaan publik atas

kinerja pemerintahan daerah. Apabila kepercayaan publik ini meningkat, maka tentunya dapat

meningkatkan kontribusi masyarakat dalam membayar pajak daerah yang merupakan salah

satu sumber pendapatan asli daerah. Sehingga untuk meningkatkan pelayanan publik ini

alokasi belanja daerah pun harus mengalami perubahan, bila sebelumnya lebih banyak

digunakan dalam pos belanja aparatur, maka jika ingin meningkatkan pelayanan publik

haruslah memprioritaskan alokasi belanja modal.


2.3 Peran Penting Pendapatan Asli Daerah Dalam Membelanjai Daerah Pemerintah Kota

Bandung.

2.3.1 Analisis Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Bandung

Pendapatan asli daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari

dalam daerah yang bersangkutan harus ditingkatkan seoptimal mungkin dalam rangka

mewujudkan kemandirian lokal yang menjadi bagian dari tujuan program desentralisasi.

Kemandirian fiskal ini diartikan sebagai semangat dalam membangun daerah dengan

mengoptimalkan potensi penerimaan asli daerah dan mengurangi ketergantungan dari dana

pihak luar. Data pendapatan asli daerah diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran

Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2012 dan 2013 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1
Pendapatan Asli Daerah dan Rasio Kemandirian Pemerintah Kota Bandung Tahun
Anggaran 2012-2013

Tahun Pendapatan Asli Daerah (Rp) Total Pendapatan Daerah (Rp) Rasio Kemandirian
2012 1.005.583.424.429 3.666.693.409.600 27.42%
2013 1.442.775.238.323 4.332.088.946.776 33.30%
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012-2013

Berdasarkan data diatas, nilai pendapatan asli daerah dari tahun 2012-2013

mengalami peningkatan dari total pendapatan asli daerah pada tahun 2012 senilai Rp

1.005.583.424.429 menjadi Rp 1.442.775.238.323 pada tahun 2013. Hal ini sejalan dengan

kenaikan rasio PAD terhadap total pendapatan daerah. Pada tahun 2013 meningkat menjadi

33.30% dari 27.42% pada tahun sebelumnya. Untuk mengetahui secara detail terkait dengan

pendapatan daerah Pemerintah Kota Bandung dapat dilihat pada lampiran.


2.3.2 Analisis Belanja Daerah Pemerintah Kota Bandung

Kebutuhan pemerintah daerah dalam mengelola roda pemerintahannya diperlihatkan

pada pos belanja dalam APBD. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah

daerah dalam satu tahun anggaran ini berisikan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah

daerah dalam melaksanakan program kerja pemerintahan. Belanja ini terdiri dari belanja

operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. Salah satu pos yang menjadi sorotan adalah

belanja modal, karena belanja modal ini berkaitan dengan peningkatan fasilitas publik dan

infrastuktur dan juga hal lainnya yang memiliki manfaat lebih dari satu tahun. Nilai belanja

daerah pemerintah Kota Bandung pada periode 2012 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2
Belanja Daerah Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2012-2013

Tahu Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tak Total Belanja Daerah

n (Rp) (Rp) Terduga (Rp) (Rp)


1.744.687.794.23
2012 806.665.039.823 763.417.844 3.490.035.513.075
0
2.961.971.875.23
2013 1.064.845.440.308 651.864.775 4.027.469.180.321
8
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012-2013

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa alokasi belanja modal selalu lebih kecil

dari pada alokasi belanja operasi, padahal jika ingin meningkatkan fasilitas publik,

seharusnya alokasi belanja modal lebih besar dari pada alokasi belanja operasi. Namun jika

dilihat kembali data tersebut, alokasi belanja modal mengalami kenaikan dari Rp

806.665.039.823 pada tahun 2012 menjadi Rp 1.064.845.440.308 pada tahun 2013. Kondisi

ini memperlihatkan bahwa Pemerintah Kota Bandung semakin memperhatikan alokasi

belanja modal yang memang harus menjadi prioritas dalam upaya pembangunan daerah.
Untuk mengetahui secara detail terkait dengan belanja daerah Pemerintah Kota Bandung

dapat dilihat pada lampiran.

2.3.3 Analisis Pendapatan Asli Daerah dalam Membelanjai Daerah Pemerintah Kota

Bandung

Tujuan dari otonomi daerah adalah untuk menciptakan kemandirian daerah dalam

meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik. Kemandirian pemerintah daerah dapat

dibuktikan ketika pemerintah daerah dapat membiayai belanja daerahnya masing-masing

dengan menggunakan pendapatan asli daerahnya. Walaupun sebenarnya selain pendapatan

asli daerah, komponen pendapatan daerah bukan hanya dari pendapatan asli daerah itu

sendiri, namun ada juga pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Dengan adanya transfer

dana dari pemerintah pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD

yang didapatnya untuk membiayai belanja modal didaerahnya. Namun, pada praktiknya,

transfer dana yang bersumber dari APBN merupakan sumber pendanaan utama pemerintah

daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari. Nilai pendapatan asli daerah dalam

membelanjai daerah Pemerintah Kota Bandung pada periode 2012 2013 adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.3
Rasio Pendapatan Asli Daerah dalam Membelanjai Daerah Pemerintah Kota Bandung
Tahun Anggaran 2012-2013

Tahun Pendapatan Asli Daerah (Rp) Belanja Daerah (Rp) Rasio PAD terhadap BD
2012 1.005.583.424.429 3.490.035.513.075 28.81%
2013 1.442.775.238.323 4.027.469.180.321 35.82%
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012-2013

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat nilai pendapatan asli daerah yang membelanjai

daerah pemerintah kota bandung dari tahun 2012-2013 mengalami peningkatan. Pada tahun

2012 total realisasi belanja daerah Pemerintah Kota Bandung adalah senilai Rp
3.490.035.513.075 dari total tersebut, jumlah yang telah dibiayai oleh pendapatan asli

daerahnya adalah senilai Rp 1.005.583.424.429 atau senilai 28.81%. Hal ini mengalami

peningkatan pada tahun 2013, dimana total realisasi belanja daerah Pemerintah Kota

Bandung adalah senilai Rp 4.027.469.180.321 dari total tersebut, jumlah yang telah dibiayai

oleh pendapatan asli daerahnya adalah senilai Rp 1.442.775.238.323 atau meningkat menjadi

35.82%. Hal ini menunjukan sebagian besar belanja daerah Pemerintah Kota Bandung masih

dibiayai oleh pendapatan transfer yang bersumber dari APBN. Akan tetapi, dengan adanya

peningkatan pada rasio tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah Kota Bandung semakin

memperhatikan pendapatan asli daerahnya dan mengelola sumber-sumber pendapatan asli

daerahnya dengan baik dan hal ini dalam upaya pembangunan daerah dan kemandirian

daerahnya.
BAB III

KESIMPULAN

Otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena

memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya

sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya.

Namun kebebasan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan tanggung jawab pemerintah

daerah dalam pelaksanaan roda pemerintahannya. Peningkatan tanggung jawab disini

diantaranya adalah upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kemandirian pemerintah

daerah untuk membiayai program-program yang dijalankannya. Karena memang peningkatan

daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah yang pada akhirnya akan

mendorong pembangunan daerah yang semakin baik.

Keberhasilan pemerintah daerah dapat dibuktikan ketika pemerintah daerah dapat

membiayai belanja daerahnya masing-masing dengan menggunakan pendapatan asli

daerahnya. Walaupun sebenarnya selain pendapatan asli daerah, komponen pendapatan

daerah bukan hanya dari pendapatan asli daerah itu sendiri, namun ada juga pendapatan

transfer dari pemerintah pusat. Dengan adanya transfer dana dari pemerintah pusat ini

diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk

membiayai belanja modal didaerahnya. Namun, pada praktiknya, transfer dana yang

bersumber dari APBN merupakan sumber pendanaan utama pemerintah daerah untuk

membiayai operasi utamanya sehari-hari.

Berdasarkan hasil pembahasan yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk Pemerintah

Kota Bandung, rasio pendapatan asli daerah yang digunakan untuk membelanjai daerah

Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 senilai 28.81%. Hal ini mengalami peningkatan
pada tahun 2013 menjadi 35.82%. Hal ini menunjukan sebagian besar belanja daerah

Pemerintah Kota Bandung masih dibiayai oleh pendapatan transfer yang bersumber dari

APBN. Akan tetapi, dengan adanya peningkatan pada rasio tersebut memperlihatkan bahwa

Pemerintah Kota Bandung semakin memperhatikan pendapatan asli daerahnya dan mengelola

sumber-sumber pendapatan asli daerahnya dengan baik dan hal ini dalam upaya

pembangunan daerah dan kemandirian daerahnya.


LAMPIRAN

1. Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012


2. Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Bandung Tahun 2013

You might also like