You are on page 1of 18

KEJANG DEMAM SIMPLEK

Disusun Oleh :

Novia Puspita Yuza 1110313055

Penguji:

dr. Rahmi Lestari, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD DR M DJAMIL

PADANG

2016
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1. Defenisi Kejang Demam
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari

38,4 C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada

anak berusia di atas 1 bulan dan tidak ditemukan riwayat kejang sebelumnya. Kejang

mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan

lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi

status epileptikus.1
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten

dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau

otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron

otak.2,3
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok, yakni:4

No Klinis KD sederhana KD kompleks


1 Durasi <15 menit >15 menit
2 Tipe kejang Umum
3 Berulang dalam satu episode 1 kali Umum/fokal
4 Defisit neurologis -
5 Riwayat keluarga kejang demam >1 kali
6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam
7 Abnormalitas neuroogis sebelumnya

2. Epidemiologi Kejang Demam

Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak usia 6 bulan hingga 5

tahun. Kejang demam tersering adalah kejang demam sederhana yaitu 80%,

2
sedangkan kejang demam kompleks terjadi 20%. Episode kejang demam pertama

tersering pada usia 17-23 bulan. Laki-laki lebih sering mengalami kejang demam

dibandingkan perempuan.

Jika kejang demam sederhana terjadi pertama kali pada usia dibawah 12 bulan,

maka risiko kejang demam kedua sebanyak 50% dan jika terjadi diatas usia 12 bulan

maka risiko turun menjadi 30%. Sebanyak 2-4% anak dengan kejang demam akan

berkembang menjadi epilepsi dan 4 kali lebih berisiko dibandingkan populasi

umum.5

3. Etiologi Kejang Demam


Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain:
a. demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, gastroenteritis, infeksi

saluran nafas atas, infeksi tenggorok, roseola dan infeksi saluran kencing
b. efek toksin dari mikroorganisme,
c. respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
d. perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009) .

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah

a. riwayat kejang demam dalam keluarga;


b. usia kurang dari 18 bulan;
c. temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering

berulang;
d. lamanya demam.

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari antara lain:

a. adanya gangguan perkembangan neurologis;


b. kejang demam kompleks;
c. riwayat epilepsi dalam keluarga;
d. lamanya demam.4
4. Patofisiologi Kejang Demam4

3
KEJANG
5. Gejala Klinis Kejang Demam
Manifestasi yang terjadi pada kejang demam adalah: sebagian besar kejang

demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit, sering sewaktu suhu tubuh meningkat

cepat, tetapi pada sebagian anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang dan

pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun. Derjat demam bukan merupakan

faktor kunci yang memicu kejang. Selama suatu penyakit, setelah demam turun

dan naik kembali sebagian anak tidak kembali kejang walaupun tercapai tingkatan

suhu yang sama, dan sebagian anak yang lain tidak lagi mengalami kejang pada

penyakit demam berikutnya walaupun tercapai tingkat suhu yang sama.7


a. Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu dapat mencangkup satu atau lebih hal berikut ini:

1. Tanda-tanda motoris: kedutan pada wajah, tangan, atau salah satu sisi tubuh

dimana umumnya gerakan setiap episode kejang sama.

2. Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

3. Gejala somatosensorik atau sensorik khusus: merasa akan jatu dari udara, atau

parestesia

4. Gejala psikik: dejavu, rasa takut, visi panoramik.

4
b. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik: Mengecap-

ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada

tangan, dan gerakan tangan lainya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.6

6. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam


a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dikerjakan, hanya dikerjakan jika ingin

mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau pada keadaan gastroenteritis

dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang bisa dikerjakan adalah darah perifer,

elektrolit dan gula darah.

b. Pemeriksaan pungsi lumbal

Dengan mengambil cairan serebrospinal, pemeriksaan ini digunakan untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Namun jika yakin bukanlah meningitis

secara klinis maka pungsi lumbal tidak perlu dilakukan. Pemeriksaan punngsi lumbal

diindikasikan pada:

1. Bayi <12 bulan sangat dianjurkan


2. Bayi 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi >18 bulan tidak rutin
c. Elektroensefalografi (EEG)
Tidak direkomendasikan kecuali pada kejang demam yang tidak khas.

Misalnya pada kejang demam kompleks anak usia >6 tahun atau kejang demam

fokal.
d. Pencitraan

Rontgen kepala dan CT Scan atau MRI jarang sekali dkerjakan, hanya

dikerjakan jika:

1. Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparese)


2. Paresis nervus VI
3.
Papiledema.4
7. Tatalaksana Kejang Demam

5
Manajemen umum ketika kejang:
a. Kendorkan pakaian terutama sekitar leher
b. Jika tidak sadar, posisikan supine dengan kepala dimiringkan
c. Bersihkan muntahan atau lendir yang keluar dari mulut dan hidung
d. Jangan masukkan apapun kedalam mulut
e. Ukur suhu, observasi dan catat lama serta bentuk kejang
f. Beri diazepam rektal, namun jangan diberi jika kejang telah berhenti

Algoritma penatalaksanaan kejang demam:

Kejang demam+

6
Pengobatan untuk demam yang dialami anak :
Per rektal 0,5-
a. Antipiretik diazepam
0,75 mg/kgbb
1. Paracetamol 10-15 mg/kgbb/kali sampai 4 kali perhari
Dapat
2. Ibuprofen 5-10 diberikan sampai 4 kali sehari
mg/kgbb/kali
2 kali dengan
Hindari penggunaan salisilat:
interval 5 menitsindrom reye
Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgbb
b. Antikonvulsan dengan kecepatan 1-2
1. Diazepam oral 0,3 mg/kgbb
Kejang 3 kali sehari
mg/menit atau dalam 3-5
2. Diazepam rektal(+)
-0,5 mg/kgbb 3 kali sehariDosis maksimal 20 mg
menit.
Kejang
Diazepam digunakan untuk mencegah berulangnya kejang. Efek samping penggunaan
(+)
diazepam adalah ataksia, irtabel dan sedasi berat. IV 10-20
Fenitoin
mg/kgbb/kali kecepatan 1
c. Asam valproat atau fenobarbital mg/kgbb/menit atau <50
1. Asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari 2mg/menit
sampai 3 kali sehari dose)
(loading
2. Fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari 1 sampai 2 kali sehari

Efek samping asam valproat Kejang


Kejang berupa gangguan funngsi hepar, sedangkan efek samping
(-) (+)
fenobarbital adalah gangguan belajar. Penggunaan terapi diteruskan sampai 1 tahun
Fenitoin IV 4-8 Rawat
setelah bebas kejang,mg/kgbb/hari
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.4
setelah HCU
12 jam loading dose

B. TONSILOFARINGITIS AKUT

1. Definisi

Faringitis secara luas menyangkut tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.

Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya yang ditandai dengan keluhan nyeri

tenggorok8.

2. Etiologi

Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis akut terutama pada anak

berusia 3 tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti adenovirus, rhinovirus, dan

virus parainfluenza dapat menjadi penyebabnya. Streptococcus beta hemolitikus grup A

adalah bakteri terbanyak penyebab penyakit faringitis atau tonsilofaringitis akut. Bakteri

tersebut mencakup 15-30% pada anak sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10%

7
kasus.mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma dilaporkan dapat menyebabkan

infeksi, tetapi sangat jarang terjadi.8

Faringotonsilitis kronik memiliki faktor predisposisi berupa radang kronik di

faring, seperti rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi

uap dan debu, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut sebelumnya yang tidak adekuat.2

3. Patogenesis

Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung

dengan mukosa nasofaring dan orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang

terkontaminasi, serta melalui makanan merupakan cara penularan yang kurang berperan.

Penyebaran SBGA memerlukan penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang

erat.8,10

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang

kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Sebagian besar peradangan

melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi

inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal sehingga

menyebabkan eritem faring, tonsil, atau keduanya.

Infeksi streptococcus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin

ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus dan SBHGA lebih banyak terjadi akibat

kontak tangan dengan sekret hidung atau droplet dibandingkan kontak oral. Gejala akan

tampak setelah masa inkubasi yang pendek yaitu 24-72 jam.8,9

4. Manifestasi Klinik

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptococcus berupa nyeri tenggorokan

dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan

oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu

8
juga didapatkan demam tinggi dan nyeri tenggorok. Gejala seperti rhinorrea, suara serak,

batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus. Kontak dengan pasien

rhinitis dapat ditemukan pada anamnesa.

Pada pemeriksaan fisik, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut streptococcus

menunjukkan tanda infeksi streptococcus yaitu eritem pada tonsil dan faring yang

disertai pembesaran tonsil. Faringitis streptococcus sangat mungkin jika dijumpai gejala

seperti awitan akut disertai mual muntah, faring hiperemis, demam, nyeri tenggorokan,

tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri,

uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai impetigo sekunder, ruam skarlatina,

petekie palatum mole.8,11

Tanda khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan

berwarna kelabu pada faring. Pada faringitis akibat virus dapat ditemukan ulkus di

palatum mole, dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil. Gejala yang timbul

dapat menghilang dalam 24 jam berlangsung 4-10 hari dengan prognosis baik.8

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri atau virus

adalah melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Pada saat ini terdapat metode

cepat mendeteksi antigen streptococcus grup A dengan sensitivitas dan spesivitas yang

cukup tinggi.8,11

6. Tatalaksana

Tujuan dari pemberian terapi ini adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah

terjadinya komplikasi.11 Faringitis streptococcus grup A merupakan faringitis yang

memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik. Istirahat cukup

dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan.

9
Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak cukup besar dapat mengurangi gejala

nyeri tenggorok. Apabila terdapat nyeri berlebih atau demam dapat diberikan

paracetamol atau ibuprofen.8

Antibiotik pilihan pada terapi faringitis akut streptococcus grup A:

a. Penisislin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin

penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000

IU (BB>30 kg).

b. Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti pilihan pengganti penisilin pada

anak yang lebih kecil karena selain efeknya sama amoksisilin memiliki rasa yang

enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/ hari dibagi 2 selama 6 hari8.

c. Eritromisin 40mg/kgBB/hari, atau

Klindamisin 30 mg/kgBB/hari, atau

Sefadroksil monohidrat 15 mg/kgBB/hari dapat digunakan untuk pengobatan

faringitis streptococcus pada penderita yang alergi terhadap penisilin.11

Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk

mengurangi frekuensi tonsillitis rekuren. Indikator klinis yang digunakan adalah

Childrens Hospital of Pittsburgh Study yaitu :

a. Tujuh atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik

pada tahun sebelumnya,

b. Lima atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi antibiotik setiap tahun

selama 2 tahun sebelumnya,

c. Tiga atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi dengan antibiotik selama

3 tahun sebelumnya.

10
Adenoidektomi sering direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada otitis

media kronis dan berulang. Indikasi tonsiloadenektomi yang lain adalah bila terjadi

obstructive sleep apneu akibat pembesaran adenotonsil.8,9,11

7. Komplikasi

Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Kompilkasi

biasanya menggambarkan perluasan infeksi streptococcus dari nasofaring. Beberapa

kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan

virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang luas. Komplikasi faringitis bakteri

terjadi akibat perluasan langsung atau secara hematogen. Akibat perluasan langsung

dapat terjadi rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal

atau faringeal, atau pneumonia. Penyebaran hematogen SBHGA dapat mengakibatkan

meningitis, osteomielitis, atau arthritis septic, sedangkan komplikasi non supuratif

berupa demam reumatik dan gromerulonefritis.8,12

11
BAB 2

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama lengkap : An. MA

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 8 tahun

Alamat : Padang

Tanggal masuk : 18 Januari 2016

Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 8 tahun masuk melalui IGD RSUD

M Djamil padang dengan:

Keluhan Utama

Sakit kepala sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

- Riwayat trauma kepala 2 minggu yang lalu, anak terjatuh dari sepeda dan kepala

terbentur ke aspal.
- Demam sejak 1 minggu yang lalu, tinggi, hilang timbul, tidak mengggil tidak

berkeringat tidak kejang. Demam semakin tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah

sakit
- Batuk sejak 1 minggu yang lalu, tidak berdahak. Pilek tidak ada
- Nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu
- Kebiruan ada, tidak berkurang dengan pemberian oksigen
- Muntah tidak ada
- Sesak nafas tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Anak telah dikenal menderita penyakit jantung bawaan sejak usia 1 tahun, telah

dilakukan pemeriksaan echocardiography dengan hasil ss. TOF pada tahun 2012. Telah

dianjurkan untuk tindakan operasi namun keluarga menolak dan tidak pernah melakukan

kontrol.

12
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung bawaan seperti ini

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan

- Anak ke 3 dari 4 bersaudara, lahir spontan, cukup bulan, berat badan lahir 3100

gram, panjang badan lahir 50 cm, langsung menangis


- Riwayat imunisasi dasar lengkap
- Riwayat pertumbuhan terganggu dan perkembangan normal
- Higienitas dan sanitasi baik

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum:

Keadaan umum : sakit sedang

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi jantung tanpa O2 : 82x /menit

Frekuensi jantung dengan O2 : 84x/ menit

Frekuensi nafas :30 x/ menit

Suhu : 38,5C

Tinggi badan : 113 cm

Berat badan : 16 kg

BB/U : 61,54%

TB/U : 88,28%

BB/TB : 80% (gizi kurang)

Edema : tidak ada

Sianosis : ada

Ikterik : tidak ada

Pemeriksaan khusus

Kulit : teraba hangat

13
KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : bulat, simetris, ubun-ubun besar sudah menutup, lingkar

kepala 47 cm (<2 standart Nellhaus)

Rambut : hitam, tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pupil isokor, diameter

2mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : napas cuping hidung tidak ada

Tenggorokan : tonsil T1-T1 hiperemis, kripti tidak melebar, destritus tidak ada.

Faring hiperemis

Mulut : mukosa mulut dan bibir basah, tampak sianosis pada mukosa mulut

dan bibir, caries dentist +

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk tidak ada

Paru :

Inspeksi : normochest, simetris, retraksi dinding dada tidak ada

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan, tidak menurun/meninggi

Perkusi : sonor

Auskltasi : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC 5

Perkusi : batas jantung atas RIC 2, kanan LSD, kiri 1 jari medial LMCS

RIC5

Auskltasi : irama regular, bising pansistolik gr 3/6

Abdomen :

14
Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskltasi : bising usus +, normal

Punggung : tidak ditemukan kelainan

Genitalia : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1P1G1

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, refleks fisiologis +/+ normal, refleks

patologis negatif, tanda rangsang meningeal negatif

sianosis pada ujung jari kaki dan tangan

clubbing finger +/+ pada kedua eksremitas

Pemeriksaan laboratorium

Hb : 16,2 gr/dl

Ht : 48%

Leukosit : 14580/mm3

Trombosit : 314000/mm3

Diagnosis Kerja

- Suspek abses serebri


- Penyakit jantung bawaan sianotik (TOF)
- Tonsilofaringitis akut

Tindakan Pengobatan

- O2 1L/nasal
- IVFD 2A 4 tetes/i makro
- MC 8x150cc
- Ampicilin 6x800 mg iv
- Khloramfenikol 4x375 mg iv
- Dexametasone 8 mg dilanjutkan 3x2,5 mg iv
- Metronidazol 3x250 mg iv

Follow Up

15
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TATALAKSANA
26 januari ML 1000 kkal
Pasien masuk rawat inap akut anak:
2016 Paracetamol 4x150 mg
s/ Lumnal 75 mg IM , lanjut
- demam sejak 4 hari yang lalu, tinggi, tidak 2x50 mg po
menggigil dan tidak berkeringat Amoksisilin 3x50 mg po
-kejang jam yang lalu, fr 2 kali, lama sekitar 5
menit, kejang seluruh tubuh
- muntah tidak ada,
- BAB dan BAK tidak ada keluhan
o/
sakit sedang, sadar
nadi 110x/i
nafas 28x/i
suhu 38,5 c
mata : sklera tidak ikteris konjungtiva tidak anemis
tenggorok: tonsil T2-T2 hiperemis, faring hiperemis
thorak: cor dan pulmo tidak ditemmukan kelainan
abdomen: distensi tidak ada, bising usus (+) normal
eksreitas: akral hangat, CRT <2 detik
a/
- Kejang demam kompleks
- Tonsilofaringitis akut

16
BAB 3
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 8 tahun datang ke IGD RSUP M

Djamil dengan diagnosis suspek abses serebri, penyakit jantung bawaan sianotik (TOF) dan

tonsilofaringitis akut. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan anak mengalami sakit kepala 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. 2 minggu sebelumnya anak mengalami trauma kepala karena jatuh dari sepeda

dan kepala terbentur ke aspal.

Anak juga mengalami demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam

yang hilang timbul namun meninggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan suhu badan tinggi (38,5 c), dan setelah dilakukan

pemeriksaan tenggorok didapatkan pembesaran tonsil T1-T1 hiperemis dan faring hiperemis.

Terjadinya tonsilofaringitis menjadi faktor penyebab demam pada anak.

Terdapat sianosis pada mukosa mulut dan bibir serta pada kedua ujung eksremitas

atas dan bawah. Sianosis tidak berkurang dengan pemberian oksigen. Juga ditemukan

clubbing finger pada semua jari tangan dan kaki

Diagnosis yang paling mungkin adalah suspek abses serebri dengan penyakit jantung

bawaan sianotik (TOF) dan tonsilofaringitis akut sebagai penyebab demam yang paling

mungkin.

observasi dilakukan sampai keadaan klinis anak membaik.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Roni Naning dkk. Faringitis, Tonsillitis, Tonsilofaringitis Akut dalam

Respirologi Anak. Jakarta : IDAI. 2008


2. Rusmarjono dkk. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid dalam Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta
: FKUI.2007
3. Simon H, Pediatrics, Pharyngitis
http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview 2010 (diakses
tanggal 26 Januari 2016)
4. Behrma R, Kliegman R, Arvin A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
EGC. 2000
5. Sudarmo, S dkk. Infeksi Streptococcus grup A dalam Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta:IDAI.2008
6. Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com. Accesed on:

Januari 2016

18

You might also like