You are on page 1of 20

Sistem Respirasi

A. Pendahuluan
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Oksigen masuk ke dalam tubuh manusia melalui proses pernapasan (respirasi) yaitu
menghirup udara yang mengandung O2 dari atmosfer ke dalam tubuh (inspirasi) dan
membuang CO2 sebagai sisa dari oksidasi ke luar tubuh atau atmosfer (ekspirasi)
(Andarmoyo, 2011). Proses respirasi merupakan kegiatan kompleks berbagai organ tubuh
yaitu paru sebagai organ utama, sistem saraf sebagai aktivator dan diafragma serta rongga
thoraks sebagai fasilitator (Tamsuri, 2004).

B. Sistem Pernapasan
1. Anatomi
Anatomi komponen sistem pernapasan memungkinkan terjadinya pendistribusian
udara dan pertukaran gas pernapasan. Fungsi ganda ini pada akhirnya memungkinkan
terjadinya pertukaran gas antara udara di lingkungan dan darah dalam paru paru serta
pertukaran gas antara darah dan sel sel tubuh (Asih dan Effendy, 2002). Secara sistematis
struktur sistem pernafasan dibagi menjadi saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bawah. Saluran pernapasan atas terdiri dari hidung, nasofaring, orofaring, laringofaring dan
laring. Saluran pernapasan bawah terdiri dari trakhea, semua segmen percabangangan
bronkus, dan paru paru (Tamsuri, 2004).

a) Saluran Pernapasan Atas


1) Hidung (Nasale)
Hidung merupakan pintu masuk udara ke dalam sistem respirasi manusia yang
terbentuk dari dua tulang hidung dan beberapa tulang rawan (cartilage). Terdapat dua lubang
hidung (nostril atau nares eksternal) yang dipisahkan oleh sekat (septum nasal) di bagian
tengahnya dan pada masing masing sisi lateral rongga hidung terdapat tiga saluran yang
dibentuk akibat penonjolan turbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang
banyak mengandung sel epitel bersilia dengan sel goblet yang menghasilkan lendir, vaskuler
dan ditumbuhi oleh bulu. Dengan adanya struktur tersebut maka terdapat tiga fungsi utama
hidung, yaitu sebagai penyaring, pelembab dan penghangat udara yang dihirup. Pada saat
menghirup napas (inhalasi), udara yang mengandung partikel partikel debu dan kotoran
akan disaring oleh bulu bulu hidung yang setiap saat lembab sehingga kotoran udara akan
menempel pada bulu hidung dan juga pada mukosa hidung. Bulu hidung (vibrissae) efektif
untuk menyaring debu atau partikel yang terkandung dalam udara dalam ukuran hingga 10
mm. Mukosa hidung setiap saat mengeluarkan mucus yang diproduksi oleh sel goblet dan
glandulla serosa yang juga berfungsi sebagai perangkap kotoran udara. Adanya konka
menyebabkan udara yang masuk ke hidung mengalami turbulansi sehingga udara berputar dan
terpapar secara maksimal dengan dinding mukosa. Akibatnya, kotoran yang mungkin
terkandung dalam udara akan menempel pada dinding mukosa. Selanjutnya kotoran (bakteri
dan partikel polusi udara) yang terjebak dalam mukosa yang mengandung lendir akan
didorong ke arah faring oleh silia pada
lapisan mukosa dalam hidung. Sebagian
besar lendir ini pada akhirnya akan
tertelan dan setiap bakteri yang ada
akan dihancurkan oleh asam
hidroklorida dalam getah lambung.
Udara dari
lingkungan
(udara
atmosfer)
yang masuk
juga akan

mengalami proses pelembapan di hidung.


Seluruh proses pelembapan udara ini
membuat tubuh kehilangan air sekitar 250
ml per hari. Umumnya pelembapan udara baru
mencapai keadaan saturasi 100 % ketika udara telah
sampai pada alveoli. Proses penghangatan udara dalam
hidung dilakukan agar suhu udara yang masuk ke dalam tubuh sama atau hampir sama
dengan suhu tubuh. Proses penghangatan dapat terjadi karena di dinding hidung banyak
terdapat vaskuler yang mampu menimbulkan efek radiasi untuk melembabkan udara yang
dihirup.

2) Sinus Paranasalis
Rongga nasal berhubungan dengan beberapa rongga lain yang terdapat dalam tulang
tengkorak, yaitu sinus paranasalis. Rongga ini terletak di dekat hidung dan mata yang
berfungsi untuk meringankan tulang tengkorak dan memberi resonansi suara sehingga
memberi karakteristik suara yang berbeda pada setiap individu. Terdapat empat sinus, yaitu
sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris. Rongga sinus paranasalis berhubungan
dengan rongga nasal lain melalui saluran kecil yang juga dilapisi oleh membran mukosa dan
epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Saluran sempit ini mudah tersumbat selama
proses inflamasi dan infeksi. Lendir dan cairan lainnya menjadi terperangkap dan menumpuk
di dalam sinus yang tersumbat sehingga menimbulkan tekanan yang terasa nyeri yang disebut
sinusitis.

3) Faring
Faring atau tenggorok adalah rongga (tuba muscular) yang menghubungkan antara
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring terletak di posterior rongga nasal dan oral dan di
anterior vertebra servikalis. Secara deskriptif faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, yaitu
nasofaring, orofaring dan laringofaring. Bagian paling atas (superior) adalah nasofaring yang
terletak dibelakang rongga nasal. Nasofaring berhubungan dengan nares internal dan ostium
ke kedua tuba auditorius yang memanjang ke telinga tengah. Adenoid atau tonsil faringeal
terletak pada dinding posterior nasofaring, yaitu nodulus limfe yang mengandung makrofag.
Nasofaring adalah saluran yang hanya dilalui oleh udara, tetapi bagian faring lainnya dapat
dilalui baik oleh udara maupun makanan, namun tidak untuk keduanya pada saat yang
bersamaan.
Faring oral atau disebut juga orofaring
berlokasi di belakang mulut yang dilapisi oleh epitel
skuamosa bertingkat dilanjutkan dengan
epitel yang terdapat pada rongga mulut. Pada
dinding lateralnya terdapat tonsil palatin yang
juga nodulus limfe. Tonsil adenoid dan
lingual pada dasar lidah, membentuk
cincin jaringan limfatik mengelilingi faring
untuk menghancurkan pathogen yang
masuk kedalam mukosa. Laringofaring
merupakan bagian paling inferior dari faring.
Laringofaring membuka ke arah anterior ke dalam
laring dan ke arah posterior ke dalam
esophagus. Kontraksi dinding muscular orofaring
dan laringofaring merupakan bagian dari refleks menelan.

4) Laring
Laring merupakan unit organ terakhir pada saluran
pernafasan atas dan disebut juga sebagai kotak suara karena pita
suara terdapat di sini. Laring terletak di sisi inferior faring dan
menghubungkan faring dengan trakea. Secara garis besar
fungsi laring adalah memisahkan makanan dan udara,
fonasi atau menghasilkan suara, dan inisiasi timbulnya batuk
dari saluran napas bagian atas.
Laring memungkinkan udara mengalir di dalam trakhea
serta mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam
trakhea karena bagian atas dari laring terdapat
glottis yang dapat bergerak menutup pintu laring oleh
epiglottis saat terjadi proses menelan. Glottis merupakan ostium
antara pita suara dalam laring sedangkan epiglottis merupakan daun
katup kartilago yang menutupi ostium selama menelan. Epiglotis atau kartilago
epiglotik adalah kartilago yang paling atas, bentuknya seperti lidah
dan keseluruhannya dilapisi oleh membran mukosa. Selama menelan, laring bergerak ke atas
dan epiglotis tertekan ke bawah menutup glottis atau menutup jalan nafas sehingga mencegah
masuknya makanan atau cairan ke dalam trakhea atau tidak dapat memasuki jalan napas dan
diteruskan ke esofagus. Kegagalan epiglotis untuk menutup pintu jalan napas berakibat
masuknya makanan atau minuman ke dalam jalan napas (aspirasi).
Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh
membran mukosa bersilia. Kartilago laring terdiri dari sembilan buah yang tersusun
sedemikian rupa sehingga membentuk struktur seperti kotak dan satu sama lainnya
dihubungkan oleh ligamen. Kartilago laring yang terbesar adalah kartilago tiroid, yang teraba
pada permukaan anterior leher dan pada pria kartilago ini
membesar yang disebut Adams apple atau buah jakun.
Kartilago krikoid merupakan satu-satunya cincin kartilago
yang lengkap dalam laring. Kartilago aritenoid digunakan
dalam gerakan pita suara.
Pita suara merupakan ligamen yang terletak di kedua sisi
glotis. Selama bernapas, pita suara tertahan di kedua sisi
glotis sehingga udara dapat masuk dan keluar dengan bebas
dan trakhea. Selama berbicara otot-otot instrinsik laring
menarik pita suara menutupi glotis, dan udara yang
dihembuskan akan menggetarkan pita suara untuk
menghasilkan bunyi yang disebut sebagai proses fonasi.
Selanjutnya suara yang timbul digetarkan melalui
palatum, lidah, dan bibir sehingga membentuk
berbagai bunyi (baik vokal maupun konsonan)
serta membentuk kata kompleks yang disebut
sebagai proses artikulasi. Sarafkranial motorik
yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah
nervus vagus dan nervus aksesorius.
Mekanisme batuk dan jalan napas atas
diinisiasi oleh berbagai iritan, seperti debu, asap, tekanan, bahan kimia, udara dingin, dan
kekeringan membran mukosa. Batuk itu sendiri dapat menjadi inisiasi timbulnya batuk yang
lain.

b) Saluran Pernapasan Atas


1) Trakhea (Trachea)
Trakea atau pipa udara merupakan organ silindris sepanjang sekitar 1012 cm (pada
dewasa) dan berdiameter 1,52,5 cm. Trakhea terletak di depan esofagus dan saat dipalpasi
teraba sebagai struktur yang keras, kaku tepat dipermukaan anterior leher. Trakhea
memanjang dari laring ke arah bawah ke dalam rongga toraks tempatnya terbagi menjadi
bronkhi kanan dan kiri.
Dinding trakhea disangga oleh
cincin-cincin kartilago, otot polos, dan
serat elastik. Cincin kartilago ini
berujung terbuka yang menghadap
belakang seperti huruf C yang
banyaknya sekitar 16 sampai 20 buah.
Ujung terbuka dan cincin ini
dihubungkan oleh otot polos dan
jaringan ikat, memungkinkan pelebaran
esofagus ketika makanan ditelan.
Cincin kartilago memberikan bentuk
kaku pada trakhea, rnencegahnya agar
tidak kolaps dan menutup jalan udara.
Dinding trakhea disangga oleh
cincin-cincin kartilago, otot polos, dan
serat elastik. Cincin kartilago ini
berujung terbuka yang menghadap
belakang seperti huruf C yang
banyaknya sekitar 16 sampai 20 buah. Ujung terbuka dan cincin ini dihubungkan oleh otot
polos dan jaringan ikat, memungkinkan pelebaran esofagus ketika makanan ditelan. Cincin
kartilago memberikan bentuk kaku pada trakhea, rnencegahnya agar tidak kolaps dan
menutup jalan udara. Bagian dalam trakhea dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Lapisan
mukosa ini banyak mengandung sel yang meyekresi lendir disebut PSCC (pseudostratfied
ciliated columnar). Seperti halnya pada laring, silia pada trakhea juga menyapu ke arah atas
mengarah ke faring, Ketika mencapai faring, mukus biasanya tertelan atau dikeluarkan
sebagai sputum.

2) Bronkhial
Percabangan bronkial atau disebut juga pohon bronkial adalah jalan napas berikutnya
yang menghubungkan jalan nafas atas hingga unit asinus. Ujung distal trakhea membagi
menjadi bronkhi primer kanan dan kiri setinggi karina yang terletak di dalam rongga dada.
Karina terletak di sekitar iga kedua atau pada vertebra torakal kelima dan pada karina terdapat
banyak reseptor batuk. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara
antara trakhea dan alveoli. Sangat penting untuk menjaga agar jalan udara tetap terbuka dan
bersih. Cabang bronkhus primer kiri mempunyai sudut yang lebih tajam dibanding dengan
cabang bronkhus primer kanan sehingga aspirasi cenderung terjadi masuk ke dalam bronkus
kanan. Selain itu bronkus kiri lebih sempit dan lebih panjang daripada
bronkus kanan.
Di dalam paru-paru, masing-masing bronkhus primer
sedikit memanjang dari trakhea ke arah paru-paru
membentuk cabang menjadi bronkhus
sekunder. Bronkus sekunder kiri
bercabang menjadi dua cabang lobaris,
satu cabang untuk menyuplai lobus paru
kiri atas dan yang lain menyuplai lobus paru kiri
bawah. Percabangan bronkus lobus kiri atas
selanjutnya bercabang menjadi empat bronkus yang
lebih kecil, yaitu apikal posterior, anterior, superior
lingular, dan inferior lingular. Lobus kiri bawah juga
bercabang menjadi empat bronkus yang lebih kecil yaitu superior, anterior, medio-basal,
latero-basal, dan posterio-basal.
Bronkus sekunder kanan dibagi dalam tiga cabang lobaris yang masing - masing
menyuplai udara pada tiga lobus kanan paru, yaitu lobus atas, lobus tengah, dan lobus bawah.
Bronkus lobus paru kanan atas selanjutnya bercabang menjadi tiga segmen, yaitu anterior,
apikal, dan posterior. Bronkus sekunder lobus tengah paru kanan bercabang menjadi dua
segmen, yaitu lateral dan medial. Bronkus sekunder lobus bawah bercabang menjadi lima
cabang, yaitu superior, anterio-basal, latero-basal, medio-basal, dan posterio-basal sehingga
total terdapat 10 segmen pada paru kanan. Selanjutnya, bronkus akan bercabang dalam
subdivisi hingga 20 atau lebih percabangan dalam bronkus sub segmental, bronkus terminal,
bronkiolus, bronkiolus terminal, dan bronkiolus respiratorius. Bronkiolus respiratorius
selanjutnya bercabang menjadi bronkiolus respiratorius terminalis hingga akhirnya sarnpai
pada dukbis alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli (kantung udara di dalam paru).
Bronkus dibentuk oleh kartilago
dan otot. Cincin kartilago inkomplet seperti
pada trakea ditemukan juga pada bronkus
primer dan bronkus sekunder lobus bawah.
Sedikit cincin kartilago komplet terdapat
pada bronkus sekunder dan bronkus
segmental. Pada bronkus kecil dan
bronkiolus, terdapat jaringan konektif
elastik yang membantu kepatenan jalan
napas. Pada bronkus kecil dan bronkiolus
tidak ada lagi tulang kartilago, hanya
terdapat otot yang memiliki kemampuan
rekoil elastik.
Bronkus dilapisi oleh epitel
pseudostratifikasi kolumnar hersilia
(pseudostratified ciliated columnar epithelium). Sel goblet dalam epitelium menyekresi
mukus. Silia dan mukus secara bersama-sama membantu melindungi paru dari debu, kuman,
dan partikel lainnya. Epitel pada bronkiole merupakan lapisan tunggal dan sel epitel semakin
berbentuk kuboid dan kemudian menipis pada tingkat bronkiolus. Pada bronkiolus terminal
sudah tidak terdapat lagi sel kelenjar dan silia. Di bawah epitel terdapat dua lapisan, yaitu
membran basement dan lamina propria. Pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf
terdapat pada lamina propria. Di sekitar epitelium bronkial, dekat otot dan pembuluh darah,
terdapat sel mast yang berperan dalam melepaskan histamin sebagai respons untuk reaksi
antigen-antibodi (reaksi alergi).

3) Alveoli
Pada saat manusia lahir terdapat sekitar 24 juta alveolus, dan berkembang hingga 300
juta 500 juta di dalam paru - paru pada rata-rata orang
dewasa dengan ukuran normal alveolus berdiameter
antara 12 mm. Fungsi alveolus adalah sebagai satu-
satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan
eksternal dan aliran darah. Jumlah alveoli yang sangat
banyak memberikan area permukaan yang sangat luas
sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas
setiap paru mempunyai area permukaan internal sekitar
80 kali lebih besar dan luas perrnukaan tubuh eksternal
atau sekitar 70 m2.
Struktur alveoli sangat efisien untuk mendukung
terjadinya difusi gas. Setiap alveolus terdiri atas ruang
udara mikroskopik yang dikelilingi oleh dinding yang tipis, yang memisahkan satu alveolus
dengan alveolus lainnya, dan dari kapiler didekatnya. Dinding ini terdiri atas satu lapis epitel
skuamosa. Di antara sel epitel terdapat sel-sel khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid
seperti deterjen yang disebut surfaktan.
Surfaktan normalnya melapisi permukaan dalam dinding alveolar, bersamaan dengan
selapis tipis cairan encer. Cairan ini dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan
alveolar tetap lembab, yang penting untuk terjadinya difusi gas
melalui dinding alveolar. Air dalam cairan ini mengeluarkan tenaga
atraktif yang kuat disebut tekanan permukaan, yang
menyebabkan dinding alveolar tertarik dan kolaps ketika
udara meninggalkan bilik alveolar selama ekspirasi.
Surfaktan melawan tekanan ini dengan memungkinkan
alveoli mengembang kembali dengan cepat setelah
ekspirasi.
Tanpa surfaktan, tekanan permukaan akan menjadi demikian
besar sehingga membutuhkan upaya muskular yang
sangat besar untuk mengembangkan kembali alveoli.
Contoh dalam kasus ini adalah bayi prematur yang lahir sebelum mencapai kehamilan bulan
ketujuh dimana paru-paru bayi tersebut belum cukup matur sehingga bayi yang dilahirkan ini
mengalami kesulitan bernapas (tidak dapat bernapas spontan).

4) Paru Paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma, bagian apeks
(ujung superior) paru terletak setinggi klavikula. Pada permukaan tengah dan setiap paru
terdapat identasi yang disebut hilus yaitu tempat bronkhus primer dan masuknya arteri serta
vena pulmonari ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran
yang membentuk pohon bronkhial, jutaan alveoli dan jaring-jaring kapilernya, dan jaringan
ikat. Sebagai organ, fungsi paru-paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara
atmosfir dan udara dalam aliran darah.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil yang disebut lobus. Paru
kanan terdiri atas tiga lobus dan
lebih besar dari kiri yang hanya
terdiri atas dua lobus. Lapisan yang
membatasi antara lobus disebut
fisura. Setiap lobus dipasok oleh
cabang utama percabangan
bronkhial dan diselaputi oleh
jaringan ikat. Lobus kemudian
membagi lagi menjadi kompartemen
yang lebih kecil dan dikenal sebagai
segmen. Setiap segmen terdiri atas
banyak lobulus, yang masing-
masing mempunyai bronkhiole,
arteriole, venula, dan pembuluh
limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae.
Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan
dalamnya disebut pleura viseral yang mengeliingi paru yang dengan kuat melekat pada
permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh sel serosa di
dalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan kedua membran pleura untuk mengurangi
gesekan ketika paru - paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang
dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang
disebut pleurisi dan terasa sangat nyeri karena membran pleural saling bergesekan satu sama
lain ketika bernapas.

5) Thoraks
Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut
mediastinum. Jaringan fibrosa membentuk
dinding sekeliling mediastinum, yang secara
sempurna memisahkannya dan rongga pleura
kanan, dimana terletak paru kanan, dan dari
rongga pleura kiri, yang merupakan tempat
dan paru kiri. Satu-satunya organ dalam
rongga toraks yang tidak terletak di dalam
mediastinum adalah paru-paru.
Toraks mempunyai peranan penting
dalam pernapasan. Karena bentuk elips dan
tulang rusuk dan sudut perlekatannya ke tulang
belakang, toraks menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan menjadi lebih kecil ketika
dikempiskan. Bahkan perubahan yang lebih besar lagi terjadi ketika diafragma berkontraksi
dan relaksasi. Saat diafragma berkontraksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan
demikian menarik dasar rongga toraks ke arah bawah sehingga memperbesar volume toraks.
Ketika diafragma rileks, diafragma kembali ke bentuk awalnya yang seperti kubah sehingga
memperkecil volume rongga toraks. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang
memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan ekspirasi.

2. Fisiologi Pernapasan
Bernapas adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam dan ke luar paru
yang dikenal dengan pernapasan luar. Selain itu, dikenal juga pernapasan
dalam, yaitu pertukaran gas antara darah dan sel-sel jaringan tubuh. Sedangkan
penggunaan 02, dan pembuatan CO2 dalam sel pada proses metabolisme
sel disebut pernapasan seluler. Sistem pernapasan yang berfungsi
dengan baik terdapat suatu kesatuan proses antara
pernapasan luar, pernapasan dalam, maupun pernapasan seluler
sehingga jaringan memperoleh pasokan oksigen yang adekuat
dan pembuangan karbon dioksida yang cepat. Proses ini sangat
rumit, sehingga mekanisme kontrol harus dapat
memastikan terpeliharanya homeostasis sepanjang kondisi
lingkungan dan kebutuhan tubuh yang terus berubah.
Pengaturan pertukaran gas antara sel-sel tubuh dan darah yang bersirkulasi adalah inti dari
fisiologi pernapasan.
Proses bernapas diawali dengan memasukkan udara ke dalam rongga paru untuk
kemudian diedarkan ke dalam sistem sirkulasi (dibawa ke jantung), serta proses pengeluaran
zat sisa (C02) dan sirkulasi darah menuju ke luar tubuh melalui paru. Suatu proses pernapasan
adalah kegiatan kompleks berbagai organ tubuh yaitu paru-sebagai organ utama, sistem saraf
sebagai aktivator, diafragma, dan rongga toraks sebagai fasilitator. Secara fungsional, sistem
pernapasan terdiri atas serangkaian proses teratur yang terintegrasi, mencakup ventilasi
pulmonal (bernapas), pertukaran gas dalam paru paru dan jaringan, transport gas oleh darah,
dan regulasi pernapasan secara keseluruhan.
c) Ventilasi Pulmonal
Ventilasi pulmonal adalah istilah teknis dari bernapas. Fase dari ventilasi pulmonal
adalah inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru dan fase
ekspirasi yaitu gerakan perpindahan udara meninggalkan paru-paru. Udara mengalir masuk
dan keluar dari paru-paru dengan dasar hukum adanya perbedaan tekanan gradien. Udara
mengalir dari tempat dengan tekanan yang tinggi ke tempat dengan tekanan yang lebih
rendah. Dalam kondisi standar, udara atmosfir mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Udara
dalam alveoli pada akhir satu ekspirasi dan sebelum dimulai inspirasi berikutnya juga
mengeluarkan tekanan 760 mm Hg. Itulah sebabnya pada titik ini, udara tidak memasuki dan
tidak meninggalkan paru-paru. Untuk menghasilkan ventilasi yang sempurna, diperlukan
koordinasi organ tubuh, baik saluran pernapasan, ronga thorak, otot pernapasan, maupun
elastisitas jaringan paru.

1) Inspirasi (inhalasi)
Proses terjadinya inspirasi adanya kontraksi aktif otot diafragma yang bergerak ke
arah bawah dan diikuti rongga dada mengembang dari atas ke bawah. Mengembangnya
rongga dada merupakan kontraksi aktif dari otot otot interkosta eksternal menarik iga ke
atas dan ke luar yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan serta ke
depan dan ke belakang. Otot (muskulus) sternokleidomastoideus untuk mengangkat sternum,
muskulus skalenus untuk meninggikan iga pertama dan kedua, dan muskulus trapezius untuk
memfiksasi bahu.
Mengembangnya rongga dada juga diikuti
mengembangnya pleura parietal sehingga
tekanan pleura menjadi makin negatif karena
terbentuk isapan singkat antara membrane.
Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa,
memungkinkan pleura visceral mengembang
juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-
paru. Dengan mengembangnya paru-paru,
tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan
atmosfer, dan udara memasuki hidung dan terus
mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke
alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai
tekanan intrapulmonal sama dengan tekanan
atmosfir atau yang disebut dengan tahap
inhalasi normal. Tentu saja inhalasi dapat
dilanjutkan lebih dari normal, yang disebut
sebagai napas dalam. Pada napas dalam
diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-
otot pernapasan untuk lebih mengembangkan
paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak.

2) Ekspirasi (ekhalasi)
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi
dimulai ketika diafragma dan otot-otot kosta
rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit,
paru-paru terdesak, dan jaringan ikat elastiknya
mengerut serta mendesak alveoli. Dengan
meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas
tekanan atmosfir, udara didorong ke luar paru
paru sampai kedua tekanan sama kembali.
Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang
aktif serta memerlukan kontraksi, akan tetapi
ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif,
bergantung pada besarnya regangan pada
elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan
kata lain, dalam kondisi yang normal kita harus
mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak
untuk ekshalasi. Namun begitu kita juga dapat
mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti
ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup
balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses
aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.

3) Volume pulmonal
Volume udara yang masuk dan keluar dan paru-paru dan yang tetap berada dalam
-paru mempunyai arti penting secara fisiologis. Gerakan masuk dan keluar ini harus
sedemikian normal sehingga pertukaran oksigen dan karbon dioksida dapat terjadi secara
adekuat antara udara alveolar dan darah kapiler pulmonal. Banyak faktor yang mempengaruhi
jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru paru. Kapasitas paru-paru bervariasi sesuai
dengan ukuran dan usia seseorang. Semakin tinggi individu maka semakin besar paru-parunya
jika dibandingkan dengan individu yang lebih pendek. Sedangkan semakin kita tua kapasitas
paru paru kita juga menurun karena paru paru kehilangan daya elastisitasnya dan otot-otot
pernapasan menjadi kurang efisien. Metoda yang umum untuk memeriksa fungsi paru adalah
dengan mengukur volume pernapasan dalam kondisi yang berbeda dan hasilnya dibandingkan
dengan niiai rata-rata normal. Alat yang digunakan untuk mengukur disebut spirometer dan
grafik yang merekam perubahan volume pulmonal yang diamati selama pernapasan disebut
spirogram.

Istilah Pengertian Penjelasan Volume


Volume Tidal (VT) jumlah udara yang Rata-rata volume 500 ml
terlibat dalam satu tidal adalah 500 ml,
kali inhalasi dan tetapi banyak orang
ekshalasi normal sering mempunyai
volume tidal yang
lebih rendah karena
napas cepat
Minute Respiratory jumlah udara yang MRV dihitung 6000 ml
Volume (MRV) dihirup dan dengan mengalikan
dihembuskan dalam volume tidal dengan
1 menit. jumlah pernapasan
per menit (rata-rata
12 sampai 20 kali per
menit). Misalnya jika
pernapasan per menit
adalah 12 kali dan
volume tidal 500 ml
maka MRV adalah
6000 ml atau 6 liter
udara per menit
Inspiratory Reserve jumlah udara di luar - 3000 3300 ml
Volume / Volume volume tidal yang
cadangan inspirasi dapat diambil dengan
(IRV) inhalasi sedalam
mungkin
Expiratory Reserve jumlah udara di luar - 1000 1500 ml
Volume / Volume volume tidal yang
cadangan ekspirasi dapat dikeluarkan
(ERV) dengan ekshalasi
yang paling kuat
Vital Capasity jumlah udara yang - 3500 5000 ml.
(jumlah dan terlibat dalam
volume tidal, inhalasi paling dalam
cadangan inspirasi, diikuti dengan
dan cadangan ekshalasi yang paling
ekspirasi) kuat.
Residual Volume jumlah udara yang Udara residu sangat 1000 1500 ml.
(RV) tetap berada di dalam penting untuk
paru-paru setelah memastikan bahwa
ekshalasi yang paling selalu terdapat udara
kuat di dalam paru-paru
sehingga pertukaran
gas-gas tetap dapat
terjadi, bahkan di
antara saat bernapas

Kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional mempunyai makna penting dalam
mendiagnosa kelainan paru-paru.

Kapasitas Penjelasan Rumus Nilai Normal


Kapasitas Inspirasi jumlah udara IC = TV + IRV 3600 ml
(IC) maksimal yang
masih dapat
dihirup oleh klien
setelah inspirasi
normal
Kapasitas Residu jumlah udara yang FRC = ERV + RV 2200 2400 ml
Fungsional (FRC) tersisa dalam paru-
paru pada akhir
ekspirasi normal
Kapasitas paru total Jumlah volume TLC = TV + IRV + 5700 6200 ml
(TLC) udara total yang ERV + RV
dapat ditahan oleh
paru-paru

4) Compliance
Agar proses inspirasi dan ekspirasi dapat berlangsung, paru dan rongga dada harus
dapat mengembang dan mengempis secara fleksibel. Kemampuan paru untuk melakukan
pengembangan disebut compliance dan kemampuan paru untuk mengecil disebut elastisitas.
Compliance menggambarkan distensibilitas dan ditentukan oleh perubahan tekanan terhadap
perubahan volume paru. Besarnya compliance paru dapat digambarkan sebagai perbandingan
antara volume paru dan tekanan. Besaran compliance paru tidak konstan.

Compliance (C) = V / P
Semakin besar volume paru maka nilai compliance paru semakin kecil yang
menunjukkan bahwa volume paru mempengaruhi besarnya tekanan yang diperlukan (paru
semakin sulit untuk melakukan inflasi). Klien yang mengalami adult respiratory distress
syndrome (ARDS) maupun fibrosis dapat mengalami kekakuan paru atau penurunan
compliance.

5) Elastic Recoil
Paru harus memiliki elastisitas untuk dapat memerankan fungsinya secara optimal. Hal
ini disebut elastic recoil, yaitu kemampuan paru untuk kembali ke bentuknya semula dalam
keadaan istirahat. Elastic recoil merupakan kecendentngan paru untuk menjauhi dinding paru
(menjadi kolaps). Terdapat dua faktor yang memengaruhi elastic recoil, yaitu serabut elastik
yang terdapat pada jaringan paru dan tahanan permukaan dan cairan yang melapisi alveoli.
Tahanan permukaan adalah suatu gaya yang mendorong molekul cairan untuk mengikat satu
sama lain sehingga menimbulkan suatu tegangan pada permukaannya. Tahanan permukaan
pada alveoli menyebabkan imbulnya gaya penghambatan paru saat inspirasi dan
menimbulkan pengempisan alveoli selama proses ekspirasi.

6) Surfaktan
Zat dalam paru yang sifatnya berlawanan dengan tahanan permukaan alveoli adalah
surfaktan, yaitu suatu campuran lipoprotein yang menyebabkan kecenderungan paru untuk
melakukan ekspansi. Hilang atau berkurang-nya surfaktan dapat menyebabkan paru sukar
untuk mengembang (perlu tenaga 20 kali untuk inspirasi) dan dapat menyebabkan kolapsnya
paru. Defisiensi surfaktan dapat menyebabkan sindrom gawat napas (respiratory distress
syndrome), misalnya pada bayi prematur karena surfaktan dibentuk pada usia 8 bulan
kandungan. Surfaktan dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid, tiroid, dan dapat berkurang
karena merokok.

7) Pertukaran Gas (Difusi Gas)


Pertukaran gas mencakup dua
proses yang independen yaitu pernapasan
internal dan pernapasan eksternal.
Pernapasan internal adalah pertukaran gas
antara alveoli dengan aliran darah dan
pernapasan ekstemal adalah pertukaran gas
antara kapiler dalam tubuh (selain dalam
paru-paru) dengan sel-sel tubuh. Kedua
proses tersebut mencakup perpindahan gas
melalui proses difusi yaitu perpindahan gas
dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke
tempat berkonsentrasi lebih rendah.
Kecepatan perpindahan gas ini bergantung
pada konsentrasi (kepekatan) atau pada
tekanan yang dikeluarkan oleh gas
(tekanan parsial). Secara umum udara yang
kita hirup (dari atmosfir bumi) sebenarnya
merupakan campuran yang mengandung
kira-kira 21% oksigen, 0,04% karbon
dioksida, dan 78% nitrogen.
Tekanan parsial (yang juga
dikenal dengan hukum Dalton) adalah tekanan yang dikeluarkan oleh salah satu dari
sembarang gas dalam suatu campuran gas-gas yang secara langsung berhubungan dengan
konsentrasi gas tersebut dalam campuran dan dengan tekanan total campuran gas. Tekanan
parsial, kadang cukup disebut tension mempunyai simbol P dan satuan mm Hg. Tekanan
parsial suatu gas dapat dihitung dengan mengalikan persentase gas dimaksud dengan tekanan
total atmosfir dalam kondisi standar (760 mm Hg). Perhatikan contoh berikut konsentrasi gas
oksigen atmosfir adalali 21%, maka tekanan parsial oksigen [P02] adalah 21% x 760 Hg
159,6 mm Hg. Jadi dengan demikian tekanan parsial oksigen 21 % adalah 159,6 mm Hg.
Udara di dalam alveoli mempunyai kandungan P02 tinggi dan PCO2 rendah. Darah
di dalam kapiler pulmonal, yang berasal langsung dan tubuh, mempunyai kandungan P02
rendah dan PCO2 tinggi. Itulah sebabnya, dalam pernapasan internal oksigen akan berdifusi
dari udara di dalam alveoli ke dalam darah, dan karbondioksida berdifusi dari darah ke dalam
udara di dalam alveoli. Darah yang kembali dari jantung sekarang mempunyai kandungan
P02 yang tinggi dan PCO2 yang rendah dan dipompakan oleh ventrikel kiri ke dalam sirkulasi
sistemik.
Darah arteri yang mencapai kapiler sistemik mempunyai kandungan P02 yang
tinggi dan PCO2 yang rendah. Sel tubuh dan cairan jaringan mempunyai P02 rendah dan
PCO2 tinggi karena sel-sel secara kontinu menggunakan oksigen dalam pernapasan sel
(pembentukan energi) dan menghasilkan karbondioksida. Itulah sebabnya, dalam pernapasan
eksternal, oksigen berdifusi dari darah ke cairan jaringan (sel-sel), dan karbon dioksida
berdifusi dari cairan jaringan ke dalam darah. Darah yang memasuki vena sistemik untuk
kembali ke jantung sekarang mempunyai kandungan P02 rendah dan PCO2 tinggi dan
dipompakan oleh ventrikel kanan ke dalam paru-paru untuk turut serta dalam pernapasan
eksternal. Kelainan pertukaran gas yang sering melibatkan paru-paru, yaitu dalam pemapasan
eksternal seperti pada edema pulmonal dan pneumonia.
Besarnya oksigen yang berdifusi ke dalarn darah setiap menit bergantung pada
faktor: (1) gradien tekanan oksigen antara udara alveolar dan darah pulmonal yang masuk
(P02 alveolar-P02 darah), (2) area permukaan fungsional total membran pernapasan, (3)
volume pernapasan satu menit, dan (4) ventilasi alveolar. Keempat faktor tersebut mempunyai
hubungan langsung dengan difusi oksigen. Apa saja yang menurunkan P02 alveoli cederung
akan menurunkan gradien tekanan oksigen darah alveolar dan karenanya cenderung
menurunkan jumlah oksigen yang memasuki darah.

8) Transportasi Gas
Bagian ketiga dan proses pemapasan adalah transportasi gas (oksigen dan karbon
dioksida) dari paru menuju sirkulasi tubuh. Karena sifat gas oksigen dan karbon dioksida
yang dapat larut dalam darah atau bergabung dengan beberapa elemen darah, oksigen dibawa
ke dalam sirkulasi dalam dua bentuk, yaitu sebagai zat yang terlarut dalam plasma dan dalam
bentuk kombinasi dengan hemoglobin sel-sel darah merah. Setiap 100 ml darah arteri normal
membawa 0,3 ml oksigen yang terlarut secara fisik (3%) dan 20 ml oksigen dalam bentuk
kombinasi dengan hemoglobin (97%). Oksigen yang terkombinasi dengan hemoglobin ini
disebut juga ikatan oksihemoglobin. Ikatan oksihemoglobin merupakan ikatan oksigenasi
(ikatan kompleks), ikatan ini bersifat seperti asam lemah sehingga ikatannya berlangsung
secara bertahap.
Karena oksigen terikat pada hemoglobin (Hb), jumlah oksigen yang dapat diangkut
dalam darah sangat dipengaruhi oleh jumlah / kadar hemogIobin dalam darah dan daya ikat
Hb terhadap oksigen. Daya ikat Hb maksimal adalah 1,34 ml oksigen per gram Hb. Jadi, jika
kadar Hb 150 gram/liter (15 g%), jumlah oksigen yang terikat Hb adalah 1,34 ml/g x 150 g/l
= 200 ml oksigen/liter darah. Nilai ini merupakan nilai maksimum atau disebut juga kapasitas
oksigen. Karena daya ikat Hb juga dipengaruhi oleh tekanan oksigen dalam darah dan jarak
sel darah merah dengan alveoli, daya ikat Hb dapat menurun. Jika daya ikat menurun menjadi
1 ml/g, jumlah oksigen yang dapat diikat pada kadar Hb 15 g% menjadi 1 ml/g x gI =150 ml
oksigen/liter darah. Angka ini disebut juga isi oksigen. Perbandingan antara isi oksigen dan
kapasitas oksigen disebut saturasi oksigen (SaO2).
Bersamaan dengan transpor oksigen,
karbon dioksida berdifusi dengan arah yang
berlawanan dan ditransportasikan menuju paru
untuk diekskresikan. Karbon dioksida terangkut
dalam bentuk CO2 terlarut-plasma, H2C03
terlarut-plasma, HbCO2
(karbaminohemoglobin) dalam eritrosit, dan
HC03- (bikarbonat yang larut dalam plasma
sebagai hasil reaksi dalam eritrosit serta sebagai
C032- yang terikat dengan protein plasma).
Jumlah karbondioksida yang singgah ke paru
merupakan penentu keseimbangan asam basa
dan normalnya hanya 6% karbondioksida vena
yang tersedia dalam rangka mempertahankan
tekanan CO2 sebesar 40 mmHg. Sembilan puluh persen CO2 masuk dalam eritrosit. Sekitar
65% dibawa dalam bentuk bikarbonat (HCO3-), 30% berkombinasi dengan hemoglobin
(karbaminohemoglobin) dan 5% berupa asam bikarbonat dan terlarut dalam plasma.
Proses transportasi dan difusi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kadar CO2,
keasaman (kadar H+), suhu tubuh, dan kadar 2,3 difosfogliserat (DPG). Faktor lain yang ikut
berperan besar dalam laju transportasi oksigen dari paru ke jaringan meliputi curah jantung,
jumlah eritrosit, latihan, dan kadar hematokrit. Curah jantung normal adalah 5 l/menit. Pada
beberapa kondisi, dapat terjadi penurunan curah jantung yang menyebabkan penurunan
oksigen yang akan diedarkan ke dalam tubuh. Umumnya keadaan ini akan dikompensasi oleh
jantung dengan meningkatkan denyut jantung.
Jumlah eritrosit pada pria normal sekltar 5 juta dan pada wanita sekitar 4,5 juta per
millmeter kubik. Jika terjadi penurunan jumlah eritrosit, tentu saja hemogloIin tidak dapat
berikatan dengan oksigen secara maksimal.Latlhan / aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan transpor oksigen hingga 20 kali dari normal. Ini merupakan satu mekanisme yang
masih sulit untuk diterangkan. Akan tetapi, beberapa faktor yang dapat diidentifikasi, seperti
peningkatan denyut jantung dan sejumlah reseptor kimiawl (kemoreseptor), mungkin
berespons terhadap peningkatan kebutuhan (ambilan) oksigen dan peningkatan pengeluaran
CO2 sel guna meningkatkan metabolisme selama aktivitas/latihan.
Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas, menurunkan curah
jantung, dan mengakibatkan penurunan transportasi oksigen. Secara normal, kadar hematokrit
sekitar 40% 54% pada pria dan 37 % - 47 % pada wanita. Penurunan hematokrlt yang
berlebihan dapat menyebabkan penurunan transportasi okslgen.

9) Pengaturan Pernapasan
Pusat Kontrol Pernapasan
Berbagai mekanisme beroperasi untuk mempertahankan kekonstanan relatif P02 dan
PC02. Homeostasis gas-gas darah ini dipertahankan oleh perubahan ventilasi yaitu
frekuensi dan kedalaman pernapasan. Pusat pernapasan dalam batang otak mengontrol
saraf yang mempersarafi otot-otot inspirasi dan ekspirasi. Irama dasar siklus pernapasan
(inspirasi dan ekspirasi) tampaknya dibangkitkan oleh area medullatory rhytmicity. Area
ini terdiri atas dua pusat kontrol yang saling berhubungan: pusat inspirasi dan pusat
ekspirasi. Ketika pusat inspirasi membangkitkan impuls, sebagian dari impuls tersebut
akan menjalar di sepanjang saraf ke otot-otot pernapasan untuk menstimulasi kontraksi,
dan sebagian impuls ini akan menekan pusat ekspirasi. Hasilnya adalah inhalasi. Dengan
mengembangnya paru-paru, baroreseptor yang terdapat di dalam jaringan paru mendeteksi
regangan ini dan mencetuskan impuls sensori ke medulla; impuls ini
mulai menekan pusat inhalasi. Proses ini disebut refleks
inflasi Hering-Breuer, yang membantu mencegah
overinflasi paru-paru.
Dengan tertekannya pusat inspirasi,
pusat ekspirasi menjadi Iebih aktif,
impulsnya makin menekan pusat inspirasi. Hasilnya
adalah penurunan impuls ke otot-otot pernapasan, yang
relaksnya akan menyebabkan ekshalasi. Kemudian
pusat inspirasi menjadi lebih aktif kembali untuk memulai
siklus pernapasan berikutnya. Kedua pusat pernapasan pada
pons bekerja dengan pusat medulla untuk menghasilkan
irama pernapasan yang normal. Pusat apneustik
memperpanjang inhalasi, vang kemudian diselingi
oleh impuls dan pusat pneumotaksik, yang
menyebabkan ekshalasi. Pada pernapasan
normal inhalasi berlangsung sekitar 1 sampai 2
detik, diikuti dengan ekshalasi yang sedikit
lebih lama (2 sampai 3 detik), menghasilkan batasan frekuensi pernapasan yang normal
sekitar 12 sampai 20 kali per menit. Meski demikian, masih mungkin terdapat variasi.
Pernapasan dapat juga dipengaruhi oleh emosi, misal ketika kita takut sehingga
menahan napas atau berteriak, dan marah biasanya membuat frekuensi pernapasan lebih
cepat. Kontrol pernapasan secara kimiawi dipengaruhi oleh pH darah, kadar 02, dan CO2
darah. Penurunan kadar 02 darah (seperti pada hipoksia) akan dideteksi oleh kemoreseptor
pada korpus karotis dan aortik. Impuls sensori yang dicetuskan oleh reseptor ini menjalar
di sepanjang nervus vagus dan glosofaring sampai ke medulla, yang berespons dengan
peningkatkan frekuensi atau kedalaman pernapasan (atau keduanya). Respons ini akan
membawa lebih banyak udara ke dalam paru-paru sehingga akan lebih banyak 02, yang
dapat berdifusi ke dalam darah untuk memprbaiki keadaan hipoksik.
Menurut Anda, dan kedua
gas tersebut (02 dan C02), mana yang
paling penting sebagai pengatur
pernapasan? Secara spontan anda
pasti akan menjawab 02, karena 02
penting untuk pembentukan energi
dalam pernapasan sel. Tahukan anda
bahwa sistem pernapasan dapat
mempertahankan kadar 02 darah
meski frekuensi pernapasan turun
sampai setengah dan normal atau
terhenti beberapa saat. Ingat bahwa
udara yang diekshalasi mengandung
16% 02. Oksigen ini tidak masuk ke
dalam darah tetapi tersedia kapan saja
oksigen ini dibutuhkan. Ingat juga
bahwa udara residu dalam paru-paru
mensuplai 02 ke dalam darah meski
ketika frekuensi pernapasan melambat. Dengan demikian, peranan 02 dalam pengaturan
pernapasan tidak terlalu penting.
Sebaliknya CO2 merupakan pengatur penting dalam pernapasan, alasannya bahwa
CO2 mempengaruhi pH darah (jika kadar CO2, darah berlebih, akan menurunkan pH darah
yang akan membahayakan tubuh). Itulah sebabnya setiap terjadi peningkatan kadar CO2
dalam darah, tubuh akan segera mengompensasi dengan meningkatkan pernapasan untuk
mengeluarkan CO2 yang berlebih.
Namun demikian ada keadaan dimana 02 menjadi pengatur penting dalam
pernapasan, misalnya pada penderita penyakit pam kronis seperti emfisema yang
mengalami penurunan pertukaran baik 02 maupun CO2 dalam paru-parunya. Penurunan
pH yang disebabkan oleh penumpukan CO2 akan dikoreksi oleh ginjal, tetapi kadar 02
darah akan tetap menurun dan pada akhirnya kadar 02 akan turun terlalu jauh sehingga
menyebabkan stimulus yang terlalu kuat untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan.

10) Pertahanan Paru


Sebagal alat vital yang berhubungan langsung dengan dunia luar, paru sangat mungkin
sekali untuk terpapar berbagai agens perusak organ, seperti serpihan debu,
mikroorganisme, dan zat-zat yang merusak, termasuk gas berbahaya. Untungnya, Tuhan
menganugerahi sistem pernapasan dengan serangkai alat pertahanan yang memungkinkan
paru untuk menghancurkan, mengeliminasi, dan menetralisasi setiap zat patogen yang
memungkinkan timbulnya kerusakan bagi sistem pernapasan. Dengan adanya sistem
pertahanan ini, kemungkinan timbulnya infeksi dan/atau iritasi dapat diminimalisasi.
Mekanisme pertahanan paru/pernapasan dapat dikelompokkan dalam tiga tahapan besar,
yaitu:
Pertahanan mekanis. Pertahanan ini meliputi kemampuan filtrasi, bersin, refleks batuk,
mukus, barier epitel, dan transpor mukosilier.
Pertahanan nonspesifik, meliputi berbagai mekanisme fagositosis, seperti mekanisme
makrofag dan neutrofil polimorfonuklear.
Pertahanan spesifik. Pertahanan spesifik diperankan oleh sistem imun seperti antigen
presenting cell (APC), imunitas humoral dan imunitas seluler.
Ketiga komponen pertahanan bekerja secara bersama-sama, dari pertahanan mekanis,
pertahanan non-spesifik, dan pertahanan spesifik.

Mekanisme Pertahanan Mekanis


Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan utama dan pertama, meliputi filtrasi
dan klirens mukosilier. Filtrasi atau penyaringan udara utamanya dilakukan di hidung
dengan adanya bulu hidung. Filtrasi ini akan membebaskan udara dari debris berupa
partikel-partikel yang lebih besar dari 10 mm. Partikel berukuran sekitar 10 mm akan
menempel pada septum nasal, konka, tonsil dan kelenjar adenoid. Karina dan jalan napas
besar juga memerangkap partikel dengan cara penempelan.
Partikel yang berukuran antara 0,25 mm akan mampu memfiltrasi hingga berada
pada jalan napas yang lebih kecil. Partikel ini akan diendapkan dan ditumpuk pada dinding
saluran untuk kemudian dikeluarkan melalui mekanisme pengangkatan siliari (klirens
mukosilier). Klirens mukosilier memerlukan peran silia dan mukus sehingga efektif. Silia
adalah suatu tonjolan yang terdapat pada permukaan sel kolumner. Pada setiap sel
kolumner ditemukan sekitar 200 silia dengan diameter 0,2 mm dan panjangnya antara 26
mm. Silia mampu melakukan gerakan, dan gerakan silia adalah gerakan efektif dan gerak
balik (recovery). Pada gerak efektif, silia bergerak cepat sekali menyapu seperti batang
yang kaku dan agak bengkok, bagian yang menekuk terdapat pada pangkalnya. Gerakan mi
menimbulkan gerakan medium cair yang dapat di atasnya. Gerakan efektif 2 3 kali lebih
cepat dibandingkan dengan gerakan balik.
Untuk dapat mendorong cairan lendir ke arah sefal, harus ada gerakan efektif dan
bersifat metakronik. Metakronik adalah suatu bentuk gerakan intersilier yang ditimbulkan
oleh gerakan satu silia diikuti silia yang berdekatan sehingga menimbulkan gerakan silia
yang bergelombang. Faktor lain yang diperlukan dalam klirens mukosilier adalah mukus.
Mukus merupakan sekresi saluran napas yang dihasilkan oleh kelenjar submukosa, sel
goblet, dan cairan transudat dari jaringan dan sel Clara. Sekresi saluran napas terdiri atas
95% air dan sisanya merupakan mikromolekul (elektrolit dan asam amino) serta
makromolekul (glikoprotein, protein, dan lipid). Diperkirakan volume sekresi saluran
napas yang dikeluarkan melalui trakea 10- 100 ml per hari. Mukus berfungsi untuk
melembapkan udara pernapasan, menangkap dan menyingkirkan partikel asing yang
terhirup, serta melindungi selaput lendir dari trauma fisik, kimia, dan mikroorganisme
berbahaya. Gerakan mukosilier paru mengarah ke atas (faring) dan dilakukan terus-
menerus, menyebabkan mukus bergerak ke atas dengan kecepatan 1 cm / menit ke arah
faring. Kemudian mukus dan partikel yang dijerat oleh mukus akan dibatukkan atau
ditelan.
Batuk merupakan mekanisme fisik dalam upaya tubuh (saluran napas) mengeluarkan
bahan fisik (mukus) dari saluran napas. Refleks batuk timbul sebagai akibat iritasi pada
dinding saluran napas bagian atas. Bronkus, trakea, dan karina merupakan daerah sensitif
terhadap adanya benda asing. Sekecil apapun benda asing yang terdapat pada area tersebut
akan menyebabkan mekanisme batuk. Adanya benda asing menyebabkan rangsangan
serabut aferen nervus vagus ke medula, menimbulkan serangkaian peristiwa yang
menghasilkan batuk, yaitu terjadi inspirasi sekitar 2,5 udara, epiglotis dan pita suara
menutup untuk menjerat udara dalam paru, otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong
difragma dan otot ekspirasi lainnya juga berkontraksi, menyebabkan tekanan dalam rongga
paru meningkat lebih dari 100 mmHg. Selanjutnya, tiba-tiba pita suara dan epiglotis
terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi dalam rongga paru meledak ke luar dengan
kecepatan 75100 mil/jam. Ledakan udara ini menyebabkan bronkus dan trakea menjadi
kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago berinvasi ke dalam, akibatnya udara yang
meledak benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan membawa benda apapun
yang terdapat dalam bronkus dan trakea.
Mekanisme berikutnya adalah bersin. Mekanisme terjadinya bersin mirip dengan
refleks batuk, hanya saja mekanisme ini terjadi tidak pada saluran napas bagian bawah
tetapi pada hidung. Rangsang bersin timbul sebagai akibat iritasi pada hidung. Rangsangan
yang timbul menyebabkan reaksi seperti batuk, tetapi uvula ditekan sehingga sejumlah
besar udara keluar dengan cepat melalui hidung. Ini berguna untuk membersihkan hidung
dari benda asing.
Pertahanan mekanis terakhir paru adalah dengan melakukan brokokonstriksi sebagai
respons terhadap iritan mekanik atau kimiawi. Ketika terdapat iritan, nervus vagus
terstimulasi, menyebabkan otot halus yang melapisi jalan napas berkonstriksi dan
memendek, menyebabkari penurunan diameter jalan napas. Biasanya mekanisme
bronkokonstriksi terjadi jika konsentrasi iritan terlalu rendah untuk menimbulkan rangsang
batuk.

Pertahanan Nonspesifik
Mekanisme fagositosis diperankan oleh makrofag alveolar. Makrofag alveolar
melakukan fagositosis terhadap partikel-partikel yang mencapai asinus paru. Makrofag
alveolar mempurlyai reseptor imunoglobulin dan komplemen serta menghasilkan mediator
inflamasi. Kegiatan fagositosis dilakukan terhadap benda asing. Umumnya, struktur alami
jaringan tubuh memiliki permukaan yang halus dan protein yang mampu menolak proses
fagositosis, sedangkan struktur jaringan asing atau sel mati tidak mempunyai protein
pelindung serta kasar sehingga struktur ini menjadi objek yang akan difagositosis. Proses
pengenalan bahan yang akan difagositosis disebut dengan proses opsonisasi. Makrofag
juga mampu menghancurkan bakteri dengan melakukan fagositosis dan mencernanya
sehingga bakteri mati dan tidak poten lagi. Kemampuan ini dimiliki makrofag karena
makrofag mengandung beberapa bahan pengoksidasi kuat yang dibentuk oleh enzim dalam
membran fagosom. Bahan pengoksidasi tersebut antara lain superoksida (O2-) hidrogen
peroksida (H202) dan ion-ion hidroksil (OH-) yang kesemuanya bersifat bakterisid.
Makrofag alveolar dibuang dari rongga paru melalui mekanisme pengangkatan mukosilier.

Pertahanan Spesifik
Pertahanan spesifik paru diperankan oleh sistem imunitas. Pertahanan ini merupakan
sistem antigen-antibodi yang melibatkan berbagai faktor yang berhubungan secara
kompleks.

C. Faktor yang mempengaruhi pernafasan


1. Perkembangan
Saat bayi lahir, terjadi perubahan sistem pernapasan menjadi terisi udara dan
paru mengalami pengembangan. Selain itu, perubahan pada laju terjadi pula pada laju
pernapasan. Pada bayi, dada berbentuk bulat (tong) dan semakin lama sisi
anteroposterior semakin kecil dibandingkan sisi mediolateral. Pada orang tua, terjadi
perubahan bentuk toraks dan laju pernapasan.
Kelompok Perkembangan Frekuensi Pernapasan (x/menit)
Bayi baru lahir 35
1 11 bulan 30
2 tahun 25
4 12 tahun 19 23
14 18 tahun 16 18
Dewasa 12 20
Lansia Meningkat secara bertahap

2. Gaya hidup
Latihan fisik atau aktivitas menyebabkan peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan serta frekuensi jantung dalam rangka menyuplai oksigen bagi tubuh.
Kebiasaan merokok dan jenis pekerjaan tertentu dapat menimbulkan penyakit
pernapasan.

3. Status kesehatan
Pada orang sehat, sistem pernapasan dan kardiovaskuler memungkinkan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Penyakit pernapasan dan/atau penyakit
kardiovaskuler dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyuplai oksigen bagi
tubuh.

4. Obat obatan
Narkotik seperti morfin dan meperidin hidrokiorida (Demerol) menurunkan
frekuensi dan kedalaman pemapasan karena mendepresi pusat pernapasan pada medula.
5. Lingkungan
Ketinggian tempat, suhu (panas dan dingin), dan polusi dapat memengaruhi
oksigenasi. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah tekanan oksigen (Pa02) pada
pemapasan individu. Hal ini menyebabkan orang yang berada di ketinggian memiliki
pernapasan yang lebih cepat dan lebih dalam. Dalam lingkungan yang panas, terjadi
dilatasi pembuluh darah yang akan meningkatkan jumlah panas yang hilang dan tubuh.
Dengan vasodilatasi, lumen pembuluh darah melebar dan menyebabkan penurunan
tahanan aliran darah. Tubuh merespons kondisi ini dengan output untuk
mempertahankan tekanan darah. Peningkatan curah jantung memerlukan oksigen yang
lebih banyak, yang diperoleh dengan cara meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan. Pada lingkungan yang dingin, terjadi vasokontriksi pembuluh darah,
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan penurunan curah jantung akibatnya terjadi
penurunan kebutuhan oksigen.

You might also like