You are on page 1of 20

KOMPLEKSITAS PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN

DI KEBUN BINATANG SURABAYA

Makalah

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Manajemen Lahan dan Tata Ruang

Oleh:
VITA DINI AVIYANA
7716167179

PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN

PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan kota yang telah berkembang ke arah pembangunan fisik


yang berlebihan akan berdampak buruk pada kelestarian alam yang menjadi tidak
terjaga. Untuk menjaga kestabilan ekosistem di perkotaan terutama pada daerah
pemukiman dan industri perlu diseimbangkan dengan cara dilestarikannya
lahan-lahan yang memiliki fungsi utama perlindungan ekosistem. Hal ini juga
mempengaruhi investor yang ingin menentukan lokasi yang ideal untuk
membangun industri di Kota Surabaya. Pembangunan pada daerah pemukiman
dan industri yang tidak teratur dan rapi menjadikan kondisi ini menjadi semakin
kompleks.
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia. Di kota ini banyak
berdiri bangunan yang berfungsi sebagai pusat ekonomi. Dari perkembangan yang
terjadi ini banyak sekali pengusaha yang datang ke Surabaya untuk berbisnis.
Para pendatang bukan saja berasal dari pulau Jawa namun juga pulau-pulau lain di
Indonesia. Semakin pesat berkembangnya Kota Surabaya membuat kota
metropolitan ini lama kelamaan menjadi kota yang sibuk akan kegiatan
perkantoran dan bisnis. Di tengah padatnya kota Surabaya yang semakin
berkembang pesat, warga di kota Surabaya khususnya membutuhkan tempat
rekreasi yang dapat menjadi tempat untuk melepas penat dari kesibukan sehari-
hari.
Kebun Binatang Surabaya (KBS) sebagai tempat rekreasi adalah salah satu
kebun binatang yang populer di Indonesia dan terletak di Surabaya. KBS
merupakan kebun binatang yang pernah terlengkap se-Asia Tenggara, di dalamnya
terdapat lebih dari 351 spesies satwa yang berbeda yang terdiri lebih dari 2.806
binatang. Termasuk di dalamnya satwa langka Indonesia maupun dunia terdiri dari
Mamalia, Aves, Reptilia, dan Pisces. Namun beberapa tahun belakangan ini
banyak sekali permasalahan yang sangat mengejutkan sampai disebut sebagai
Death Zoo Surabaya (Prayogi, 2012)
Permasalahan yang timbul antara lain habitat atau tempat tinggal satwa
dengan rona lingkungan abiotik, biotik dan culture yang kurang baik. Perawatan
dan pemeliharaan infrastruktur oleh pengelola yang tidak loyal dan bertanggung
jawab. Banyak satwa yang terserang penyakit akibat pencemaran lingkungn
sampai ada kematian satwa sehingga berkurangnya satwa langka. Berbagai
persoalan lain menghantuinya, termasuk sengketa kepemilikan lahan, dan konflik
kepengurusan.
Perseteruan pengelolaan KBS adalah sejarah panjang konflik. Konflik
terus terjadi di internal kepengurusan. Pemerintah Kota memang berhak atas KBS
karena tanah yang dipakai adalah lahan miliknya. Namun, Kementrian Kehutanan
(Kemenhut) juga memiliki dasar hukum yang kuat atas penyelenggaraan KBS
sebagai upaya memaksimalkan perlindungan pada satwa. Akibat dari konflik-
konflik yang tak kunjung selesai, citra yang kemudian timbul di masyarakat ialah
bahwa KBS sudah tidak menarik lagi dan tidak terurus.
Berdasarkan data, selama tahun 2009 hingga 2010, jumlah pengunjung
mengalami penurunan 18%. Jumlah pengunjung pada tahun 2010 mencapai
1.284.063, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 1.581.443. Berdasarkan data
tersebut, telah terjadi penurunan sebesar 35%. Jumlah pengunjung KBS akan terus
merosot bila persoalan yang melilit objek wisata satwa tidak segera tuntas.
Munculnya masalah-masalah di atas adalah bentuk penyalahgunaan
pemanfaatan lahan yang menyebabkan kematian satwa sebagai kondisi yang
kompleks, dengan mengacu pada teori kompleksitas oleh Parwani (2002) yang
menyebutkan kompleks yaitu jika sistem terdiri dari banyak komponen atau sub-
unit yang saling berinteraksi dan mempunyai perilaku yang menarik, namun,
secara bersamaan tidak kelihatan terlalu jelas jika dilihat sebagi hasil dari
interaksi antar sub-unit yang diketahui.
Sebagaimana kegiatan yang ada di dalam KBS tersebut saling berkaitan
dan mampu menimbulkan suatu masalah, maka membutuhkan penanganan dan
perhatian yang serius dari para stakeholder. Pelaksanaan pembangunan,
khususnya pembangunan fisik tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa untuk
mewujudkan terciptanya pembangunan yang tertib, diperlukan tindakan
pengendalian pemanfaatan lahan yang sungguh- sungguh.
Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya kajian mendalam mengenai
pengendalian pemanfaatan lahan agar pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan
ruang. Sesuai Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
dinyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi daratan, lautan, dan
udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lainnya dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan yaitu untuk mengetahui bagaimana kompleksitas pengendalian
pemanfaatan lahan yang ada di Kebun Binatang Surabaya.

C. METODE PENELITIAN
Teknik penetapan informan dilakukan melalui purposive, dimana informan yang
dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami
tentang permasalahan dalam penelitian ini.Ketepatan dalam pemilihan sampel
awal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan kelancaran pengumpulan
informasi, yang pada akhirnya akan menentukan efisiensi dan efektivitas
penelitian
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II
KAJIAN TEORI
A. LAHAN

Tanah berarti bumi (earth), sehingga pengertian kata tanah banyak sekali,
misalnya dalam pengertian: benua (tanah Amerika); dalam pengertian
daratan (tanah Asia); dalam pengertian negeri (tanah Cina); dalam pengertian
tanah air (tanahku, Indonesia); dalam pengertian wilayah (tanah Toraja); dalam
pengertian lahan (tanah pertanian atau tanah untuk rumah). Dapat dikatakan,
bahwa lahan berarti: tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada
pemiliknya (perorangan atau lembaga) dalam Jayadinata (1999:10). Pengertian
lain adalah bagi manusia makna lahan tergantung pada kepentingan yang
diutamakan. Oleh karena itu setiap orang yang terlibat dalam pembangunan
memiliki pemahaman dan makna yang berbeda terhadap lahan.

Menurut Kustiawan (1997 dalam Mindasari,


2009:13) lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena menjadi masukan utaman yang
diperlukan untuk aktifitas manusia. Sanggono (1999 dalam Mindasari, 2009:13)
lahan merupakan tempat atau lokasi berdirinya suatu kegiatan. Sedangkan
Kevin (1999 dalam Mindasari, 2009:13) lahan merupakan komoditas yang
berbeda dengan komoditas lainnya disebabkan karena lahan mempunyai
karakteristik yang kompleks, meliputi penyediannya bersifat tetap, tidak ada biaya
penyediaannya, bersifat unik, tidak dapat dipindahkan dan bersifat permanen.

Pada dasarnya secara umum lahan memiliki karakteristik yang


membedakan dengan sumber daya alam yang lain, yaitu (Chapin dan Kaiser,
dalam Mindasari 2009:13) :

1. Lahan mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan sumberdaya


yang lain, meliputi:
a. Lahan merupakan aset ekonomis yang tidak terpengaruh oleh
penurunan nilai dan harganya tidak terpengaruh oleh faktor waktu
b. Jumlah lahan terbatas dan tidak dapat bertambah, kecuali
melalui reklamasi
c. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, sehingga
lahan yang luas di suatu daerah merupakan keuntungan bagi daerah tersebut yang
tidak dapat dialihkan dan dimiliki oleh daerah lain.
2. Lahan mempunyai nilai dan harga
3. Hak atas lahan dapat dimiliki dengan aturan tertentu
Berdasarkan pengertian diatas pengertian lahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gabungan antara lahan sebagai tempat berdirinya suatu
kegiatan, lahan sudah ada peruntukkannya dan lahan sebagai kelangsungan hidup
manusia. Dimana lahan Kebun Binatang Surabaya adalah tempat konservasi yang
digunakan oleh masyarakat Surabaya pada umumnya untuk rekreasi.
3.1. Tata Ruang Kota Surabaya
Sebagai ibukota Jawa Timur, Kota Surabaya memiliki peran strategis pada skala
regional, nasional dan internasional. Pada skala regional sebagai kota perdagangan
dan jasa,
skala nasional sebagai pusat pelayanan kegiatan Indonesia Timur, dan sebagai
simpul
transportasi pada skala nasional maupun internasional. Dari RPJMD Kota
Surabaya 2010-
2015, Kota Surabaya memiliki tata ruang kota dengan kawasan-kawasan
strategisnya, antara
lain:
- Kawasan pertahanan dan keamanan, yaitu kawasan Bumi Marinir TNI-AL di
Karang
Pilang Surabaya, Kawasan Basis Armada Timur dan KODIKAL dan
LANTAMAL
di Tanjung Perak, dan Kawasan Kodam Brawijaya dan Batalyon Infantri (YONIF)
di
Kawasan Gunungsari.
- Kawasan pendorong pertumbuhan ekonomi: kawasan industri dan pergudangan
di
Margomulyo, kawasan pusat perdagangan dan perkantoran di Segi Empat Emas
Tunjungan dan sekitarnya, kawasan perdagangan dan jasa di kawasan kaki
jembatan
Wilayah Suramadu pantai Kenjeran, kawasan waterfront city yang terintegrasi
dengan rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong, kawasan terpadu
Surabaya Barat, sebagai kawasan pusat olahraga berskala nasional yang akan
terintegrasi dengan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di sekitarnya.
- Kawasan strategis sosial-budaya: kawasan religi makam Sunan Ampel, kawasan
kota lama dengan kampung arab dan cina yang tersebar di kecamatan
Krembangan,
Kecamatan Pabean Cantian, kecamatan Semampir dan kecamatan Bubutan,
kawasan
bangunan dan lingkungan cagar budaya yang terdapat pada kawasan Darmo -
Diponegoro serta kawasan kampung lama Tunjungan di kecamatan Tegalsari.
- Kawasan pendukung lingkungan hidup, antara lain: kebun binatang Surabaya
(KBS),
hutan mangrove pantai Timur Surabaya, kawasan sempadan sungai sperti kali
Surabaya, kali Wonokromo, Kalimas dan Kali Makmur.
- Kawasan strategis pendayagunaan Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologi
tinggi;
Industri pengembangan perkapalan, Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER),
Kawasan depo dan pengolahan BBM di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak,
Kawasan
TPA Benowo.
Dari uraian tersebut Kota Surabaya memiliki kawasan yang lengkap dari sisi
sosial,
budaya dan ekonomi. Persebaran tata letak kawasan-kawasan yang cukup merata
di seluruh
wilayah. Untuk kawasan perumahan dan permukiman persebaran yang paling
tinggi berada
pada wilayah Surabaya Timur, namun saat ini perkembangan wilayah Barat juga
berkembang dengan pesat. Dapat dikatakan bahwa Kota Surabaya memiliki
potensi tata kota
yang baik.
B. Pemanfaatan Lahan

Wujud pola penggunanaan lahan berupa pola spasial pemanfaatan ruang, antara
lain meliputi penyebaran permukiman, pola alokasi, tempat kerja, pertanian serta
pola penggunaan lahan perkotaan dan pedesaan Jayadinata (1992 dalam
Mindasari, 2009:14). Pemanfaatan ruang adalah ruang dimana program kegiatan
pelayanan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang
ditetapkan didalam rencana Tata ruang. Pemanfaatan rencana Tata ruang
diwujudkan dalam implementasinya rencana Tata ruang implementasi berarti
mewujudkan suatu rencana kedalam tindakan, Gallon dan Eisner (1997:135).
Sedangkan menurut Jayadinata (1999:157), pemanfaatan ruang adalah
bermacam aktivitas yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan lahan pada
suatu wilayah berdasarkan perilaku manusia itu sendiri yang mempunyai arti dan
nilai berbeda-beda.

Dinamika dalam pemanfaatan ruang tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator
yang dapat dijadikan tolak ukur, diantaranya adalah :

a. Perubahan nilai sosial akibat rencana tata ruang


b. Perubahan nilai tanah dan sumber daya alam
lainnya
c. Perubahan status hukum tanah akibat rencana tata ruang
d. Dampak terhadap lingkungan
e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penyelenggaraan pemanfaatan ruang dilakukan secara bertahap melalui
penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama sesuai dengan rencana Tata ruang yang
telat ditetepakan. Selain itu diselenggarakan melalui tahapan pembangunan
dengan memperhatikan sumber dan mobilisasi dana serta alokasi pembahasan
program pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2013:387), kata manfaat diartikan sebagai


guna, faedah, laba, untung. Dengan demikian, manfaat berdasarkan pengertian
masing-masing adalah guna, faedah, laba, untung yang didapat dari perihal
mempraktikkan atau hasil kerja menerapkan. Sedangkan kata pemanfaatan berarti
sesuatu yang digunakan untuk menerapkan suatu hal agar berguna atau
menghasilkan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa pelaksanaan penataan ruang merupakan upaya pencapaian
tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan Perencanaan Ruang, Pemanfaatan
Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Perencanaan Tata Ruang
merupakan proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan Ruang
adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan
rencana tata ruang. Beberapa kaidah yang terkait dengan pemanfaatan ruang
antara lain :

a. Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program


pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
b. Pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik
pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.
c. Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya termasuk
jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang
wilayah.
d. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan
jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang.
e. Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah
disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif
sekitarnya.
f. Pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan memperhatikan standar
pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang/Lahan

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan kegiatan yang berkaitan dengan


pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak
lanjut dari penyusunan atau adanya rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang menurut
Putra (2009 dalam Husna Asmaul, 2010:20) adalah kegiatan yang berkaitan
dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai
tindak lanjut dari penyusunan rencana atau adanya produk rencana, agar
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Menurut Effendi (2005 dalam Husna Asmaul, 2010:21), di dunia terdapat dua
sistem pengaturan penggunaan lahan yang berbeda, yaitu pemanfaatan ruang
yang pengambilan keputusannya didasarkan pada kepastian hukum berupa
peraturan zoning mendetail (regulatory zoning) dan pemanfaatan ruang yang
pengambilan keputusannya didasarkan pada pertimbangan lembaga perencanaan
berwenang untuk masing-masing proposal pembangunan yang diajukan
(discretionary system). Hal ini di dukung oleh Putra (2009 dalam Husna Asmaul,
2010:21) yang menyebutkan discretionary system dan regulatory system
sebagai upaya

pengendalian pemanfaatan ruang namun dalam pendapatnya regulatory system


dipisahkan dari zoning regulation.
Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan UU No. 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, Pasal 17 pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan
melalui kegiatan pengawasan dan penertiban. Uraian berikut ini meliputi
penjelasan kegiatan pengendalian pemanfaatan sebagai piranti manajemen dan
kegiatan pengendalian yang terkait dengan mekanisme perijinan.

a. Pengawasan
Suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam
bentuk :
1. Pelaporan adalah usaha atau kegiatan memberi informasi secara
obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
2. Pemantauan adalah usaha atau kegiatan mengamati, mengawasi dan
memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan rutin terhadap perubahan tata
ruang dan lingkungan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota masing-
masing dengan mempergunakan semua laporan yang masuk, baik yang berasal
dari individu masyarakat. Organisasi kemasyarakatan, aparat RT, RW,
kelurahan dan kecamatan. Pemantauan ini menjadi kewajiban perangkat
Pemerintah Daerah sebagai kelanjutan dari temuan pada proses pelaporan yang
kemudian ditindak lanjuti bersama-sama berdasarkan proses dan prosedur yang
berlaku.

Evaluasi adalah usaha atau kegiatan untuk menilai kemajuan kegiatan


pemanfaatan ruang secara keseluruhan setelah terlebih dahulu dilakukan kegiatan
pelaporan dan pemantauan dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Inti
evaluasi adalah menilai kemajuan seluruh kegiatan pemanfaatan dalam
mencapai tujuan rencana tata ruang. Evaluasi dilakukan secara terus menerus
dengan membuat potret tata ruang. Setiap tahunnya hal ini dibedakan dengan
kegiatan peninjuan kembali yang diamanatkan UU Penataan Ruang. Peninjauan
kembali adalah usaha untuk menilai kembali kesahihan rencana tata ruang dan
keseluruhan kinerja penataan ruang secara berkala, termasuk mengakomodasi
pemuktahiran yang dirasakan perlu akibat paradigma serta peraturan atau rujukan
baru dalam kegiatan perencanaan tata ruang yang dilakukan setelah dari kegiatan
suatu evaluasi ditemukan permasalahan-permasalahan yang mendasar.

b. Penertiban
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai
dengan rencana dapat terwujud. Tindakan penertiban dilakukan melalui
pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh pemerintah daerah
melalui aparat yang diberi wewenang dalam hal penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang termasuk aparat kelurahan. Bentuk pengenaan sanksi ini dapat
berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata yang diatur
dalam perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan penertiban dapat dilakukan dalam bentuk penertiban langsung dan
penertiban tidak langsung. Penertiban langsung yaitu melalui mekanisme
penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sedangkan penertiban tidak langsung yaitu pengenaan
sanksi disinsentif pemanfaatan ruang yang dapat diselenggarakan antara lain
melalui pengenaan retribusi secara progresif atau membatasi sarana dan
prasarana dasar lingkungannya.

Pemerintah selaku pelaku utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang,


mempunyai berbagai instrumen atau alat pengendalian. Sesuai dengan UU
Penataan Ruang No.26/2007, instrumen tersebut adalah peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Tujuan dari
pengendalian pemanfaatan lahan adalah tercapainya konsistensi pemanfaatan
lahan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Selain itu berikut ini sistem pengendalian pemanfaatan ruang dengan dasar
pengendalian pembangunan:

1. Regulatory system
Yaitu pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang berupa
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Regulatory system ini sudah
diterapkan di indonesia, tetapi dalam penerapannya belum berjalan dengan baik.
2. Discretionary system
Pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada
pertimbangan pejabat/lembaga perencanaan yang berwenang untuk menilai
proposal pembangunan yang diajukan.
3. Zoning regulation/peraturan zonasi
Pembagian lingkungan kota dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian
pemanfaatan

meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan


maupun kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan perubahan penggunaan
pada bangunan atau lahan tertentu (Khulball&Yuen, 1991 dalam Husna Asmaul,

2010:21). Memungkinkan tetap dilaksanakannya pembangunan sebelum terdapat


dalam dokumen rencana.

D. PENUTUP
Bahwa sesungguhnya Kompleksitas pengendalian pemanfaatan lahan di Kebun
Binatang Surabaya dapat disimpulkan diantaranya sebagai berikut:

1. Zonasi Kebun Binatang Surabaya merupakan area ruang terbuka hijau, dan
tempat wisata satwa yang terdapat zona atau area-area yang terbangun
melengkapi kegunaan tersebut. Akan tetapi Kebun Binatang Surabaya sekarang
yang berfungsi sebagai area wisata satwa dan tempat rekreasi tidak terawat
dengan baik lagi, karena adanya permasalahan konflik pengelola lama yang tidak
terselesaikan yang berdampak kepada pengelolaan kawasan tersebut. Hal
tersebut terjadi karena Kebun Binatang Surabaya mempunyai nilai berharga
yang ingin dijadikan sebuah ajang berbisnis untuk menghasilkan pendapatan
yang lebih besar karena area kebun binatang yang luas dan berada ditengah
kota, sehingga menjadi perebutan antara pengelola lama yang ingin menguasai
dan ingin menjadikan Kebun Binatang Surabaya menjadi area komersil,
dengan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Hal tersebut juga
memberikan dampak pada kematian hewan dan kurang terawatnya hewan
sehingga Kebun Binatang Surabaya yang dinyatakan sebagai tempat rekreasi
satwa saat ini kurang diminati.
2. Perizinan Kebun Binatang Surabaya diantaranya merupakan izin kegiatan yaitu
adanya izin lembaga konservasi dimana izin tersebut untuk mengelola segala
kegiatan konservasi, izin pembangunan Kebun Binatang Surabaya menggunakan
izin IMB, serta ketentuan lain dalam perizinan stan yang telah diatur oleh
Kebun Binatang Surabaya sendiri. Izin parkir juga dikelola oleh pihak Kebun
Binatang Surabaya tetapi dengan bantuan oleh pihak masyarakat setempat yang
ingin mencari keuntungan. Sedangkan adanya reklame besar yang berada
dikawasan Kebun Binatang Surabaya merupakan hak dari pemerintah kota
dimana perizinannya sudah diatur tersendiri dan terlepas dari Kebun Binatang
Surabaya, kenyataannya reklame tersebut berada dalam wilayah Kebun Binatang
Surabaya. Tetapi dengan adanya izin-izin tersebut tidak menutup kemungkinan
adanya penyalahgunaan wewenang. Masalah yang dihadapi saat ini adalah
adanya pencabutan izin lembaga konservasi oleh kementrian kehutanan karena
adanya konflik yang tidak kunjung selesai antara pengelola lama sehingga
berdampak kepada seluruh kegiatan konservasi yang menyebabkan tidak terawat
dengan baik. Serta
penyalagunaan izin stan yang ada didalam Kebun Binatang Surabaya yang
dikelola dan diatur sesuai dengan ketentuan Kebun Binatang Surabaya yang
berakibat para karyawan berusaha untuk membuka usaha dan tidak fokus pada
pekerjaan untuk merawat hewan. Dari berbagai jenis perizinan tersebut, kita dapat
mengetahui ada banyak pihak yang ikut mengelola
3. Insentif dan disinsentif yang diterima oleh Kebun Binatang Surabaya
yang dikemukakan oleh para pengelola Kebun Binatang Surabaya diantaranya ada
bantuan dari perusahaan- perusahan yang memberi bantuan semacam
pembangunan kandang. Dan baru menerima subsidi dari pemerintah per juli 2013.
Sebelumnya tidak pernah menerima karena ketidakjelasan pengelolaan kebun
binatang yang
sebelumnya, sehingga pendapatan yang
diperoleh sangat minim untuk merawat hewan dan membiayai kebutuhan lainya
oleh sebab itu tidak dapat berkembang dengan baik di karenakan hanya
menerima pemasukan dari tiket masuk saja. Sedangkan untuk disinsentif
Kebun Binatang Surabaya, sejauh ini belum menerima disinsentif dari pemerintah
seperti pengenaan pajak tinggi, kewajiban memberi imblan dan lain-lain karena
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
4. Kebun Binatang Surabaya sendiri telah mendapatkan sanksi dari
Kementrian kehutanan berupa sanksi pencabutan izin konservasi karena adanya
penyalahgunaan, yaitu perebutan kekuasaan yang menyebabkan konflik tidak
kunjung selesai, serta adanya pembersihan para PKL yang tidak sesuai dengan
pemanfaatan ruang dengan mengangkut para PKL serta
penangkapan para karyawan yang sudah menyalahgunakan kawasan kebun
binatang
Surabaya sebagai tempat tinggalnya
Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.


Yogyakarta : Graha Ilmu.

Barnett, Jonathan 1982. Introduction to Urban Design.


New York: Harper & Row Publishers.

Budiharjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung : PT. Alumni

Burhan, Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif


Dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press

Burhan, Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian


Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Catanese, Anthony J, et.al. 1998. Perencanaan Kota.


Edisi Kedua. United State of America: McGraw-Hill, Inc.

Damawan, Edy. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro

Dardak, Hermanto. 2006. Peranan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sebagai


Instrumen Mitigasi Bencana, Paper, disampaikan pada Seminar Nasional Inovasi
dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sebagai Instrumen Mitigasi Bencana.
Surabaya

Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 2006.


Konsep Dasar Panduan Penyusun Zonasi Wilayah Perkotaan. Departemen
Pekerjaan Umum : Jakarta
Dwiananto, Sigit A. 2005. Zoning Regulation sebagai Perangkat Pengendalian
Pembangunan dan Operasionalisasi Rencana Tata Ruang, Paper, disampaikan
Pada Seminar Nasional Inovasi Praktek Penataan Ruang dalam Desentralisasi
Pembangunan, Surabaya

Gallion, B.A., dan Eisner, Simon. 1997. Pengantar Perancangan Kota : Edisi
Kelima : Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadari Nawawi dan M. Martini Nawawi. 1992.


Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Gajah Mada University Press

Husna, Asmaul. 2010. Tugas Akhir. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Sebagai Upaya Mitigasi Kawasan Rawan Bencana Tsunami di Kampung Nelayan
Lampulo Banda Aceh. Prodi Studi Perencanaan Wilayah Kota. Fak.Teknik Sipil
dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya

Jayadinata, Johara T. 1999. Tata guna lahan dalam Perencanaan Pedesaan dan
Perkotaan dan wilayah. Bandung : ITB

Kaiser, Edward J, David R. Godschalk and F. Stuart Chapin. 1995. Urban


Land Use Planning. Urban and Chicago: University of Illinois Press.

Koestoer, Raldi H. 2001. Dimensi Keruangan Kota- Teori dan Kasus. Jakarta:
UI-Press.

Kombaitan, B. 1995. Perijinan Pembangunan Kawasan dalam Penataan Ruang.


Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota No 17 Februari
1995.

Lexy J. Moleong. 1998. Metode Penelitian Kualitatif.


Bandung: Remaja Roskadaya
M,Wahyu, Suzana dan Waridah Ernawati. 2013.
Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Ruang
Kata.

Mathew J. Miles dan A. Michael Huberman. 1992, Analisis Data Kualitatif : Buku
Sumber Tentang Metode Baru. Jakarta: UI-Press
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang
Kota.Yogyakarta: Graha Ilmu

Mindasari, Yeni. 2009. Tugas Akhir. Upaya Peningkatan Efektifitas IMB sebagai
Instrumen Pengendalian Penggunaan Lahan di Kota Surabaya. Prodi Studi
Perencanaan Wilayah Kota. Fak.Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya

Nurmandi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi, Pengelolaan


Daerah Perkotaan dan Metropolitan di Indonesia. Yogyakarta: Sinergi Publishing.

Parwani, Rajesh R. 2002. Complexity, publikasi on- line, URL:


http://staff.science.nus.edu.sg/~parwani/ diakses pada tanggal 8 Juli 2013

Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Tentang Sejarah Kebun Binatang Surabaya. Diakses melalui: id.wikipedia.org


pada tanggal 03 Juli
2013

Tentang Kompleksitas. Diakses melalui:


http://komunikasi.us/index.php/mata- kuliah/media-convergence/19-ptik/4789-
structuration-and-complexity-theory-of-ict pada tanggal 08 Juli 2013
Tentang Teori Stakeholder. Diakses melalui:
thesis.binus.ac.id pada tanggal 07 Juli 2013

Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Diakses melalui: digilib.its.ac.id


pada tanggal 08 Juli
2013

Tentang Peraturan Daerah Kota Surabaya No.3 Tahun


2007: Rencana Tata Ruang Wilayah. Diakses
melalui: www.surabaya.go.id pada tanggal 10
Juli 2013

Tentang Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.


Diakses melalui: www.bpkp.go.id pada tanggal
10 Juli 2013

Tentang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 17


Tahun 2009: Pedoman Penyusunan RTRW Kota diakses melalui :
www.ciptakarya.pu.go.id diakses pada tanggal 07 Juli 2013

Tentang Undang-Undang Penataan Ruang No 26


Tahun 2007 . Diakses melalui:
bplhd.jakarta.go.id pada tanggal 10 Juli 2013

Vatche Gabrielian dalam Gerald J. Miller dan Marcia J.


Whicker (Ed). 1999. Handbook Of Research Method In Public Administration.
New York: Marcel Dekker

Zulkaidi, Denny dan Petrus Navilan, 2005. Zoning


Regulation dan Building Code dalam
Pembangunan Kembali Pasca Gempa dan Tsunami di Provinsi Namggroe Aceh
Darussalam. Jurnal PWK, Vol.16/No.1. Bandung-ITB

You might also like