Professional Documents
Culture Documents
Makalah
Oleh:
VITA DINI AVIYANA
7716167179
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan yaitu untuk mengetahui bagaimana kompleksitas pengendalian
pemanfaatan lahan yang ada di Kebun Binatang Surabaya.
C. METODE PENELITIAN
Teknik penetapan informan dilakukan melalui purposive, dimana informan yang
dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami
tentang permasalahan dalam penelitian ini.Ketepatan dalam pemilihan sampel
awal ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan kelancaran pengumpulan
informasi, yang pada akhirnya akan menentukan efisiensi dan efektivitas
penelitian
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II
KAJIAN TEORI
A. LAHAN
Tanah berarti bumi (earth), sehingga pengertian kata tanah banyak sekali,
misalnya dalam pengertian: benua (tanah Amerika); dalam pengertian
daratan (tanah Asia); dalam pengertian negeri (tanah Cina); dalam pengertian
tanah air (tanahku, Indonesia); dalam pengertian wilayah (tanah Toraja); dalam
pengertian lahan (tanah pertanian atau tanah untuk rumah). Dapat dikatakan,
bahwa lahan berarti: tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya ada
pemiliknya (perorangan atau lembaga) dalam Jayadinata (1999:10). Pengertian
lain adalah bagi manusia makna lahan tergantung pada kepentingan yang
diutamakan. Oleh karena itu setiap orang yang terlibat dalam pembangunan
memiliki pemahaman dan makna yang berbeda terhadap lahan.
Wujud pola penggunanaan lahan berupa pola spasial pemanfaatan ruang, antara
lain meliputi penyebaran permukiman, pola alokasi, tempat kerja, pertanian serta
pola penggunaan lahan perkotaan dan pedesaan Jayadinata (1992 dalam
Mindasari, 2009:14). Pemanfaatan ruang adalah ruang dimana program kegiatan
pelayanan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang
ditetapkan didalam rencana Tata ruang. Pemanfaatan rencana Tata ruang
diwujudkan dalam implementasinya rencana Tata ruang implementasi berarti
mewujudkan suatu rencana kedalam tindakan, Gallon dan Eisner (1997:135).
Sedangkan menurut Jayadinata (1999:157), pemanfaatan ruang adalah
bermacam aktivitas yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan lahan pada
suatu wilayah berdasarkan perilaku manusia itu sendiri yang mempunyai arti dan
nilai berbeda-beda.
Dinamika dalam pemanfaatan ruang tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator
yang dapat dijadikan tolak ukur, diantaranya adalah :
a. Pengawasan
Suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam
bentuk :
1. Pelaporan adalah usaha atau kegiatan memberi informasi secara
obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
2. Pemantauan adalah usaha atau kegiatan mengamati, mengawasi dan
memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan rutin terhadap perubahan tata
ruang dan lingkungan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota masing-
masing dengan mempergunakan semua laporan yang masuk, baik yang berasal
dari individu masyarakat. Organisasi kemasyarakatan, aparat RT, RW,
kelurahan dan kecamatan. Pemantauan ini menjadi kewajiban perangkat
Pemerintah Daerah sebagai kelanjutan dari temuan pada proses pelaporan yang
kemudian ditindak lanjuti bersama-sama berdasarkan proses dan prosedur yang
berlaku.
b. Penertiban
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai
dengan rencana dapat terwujud. Tindakan penertiban dilakukan melalui
pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh pemerintah daerah
melalui aparat yang diberi wewenang dalam hal penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang termasuk aparat kelurahan. Bentuk pengenaan sanksi ini dapat
berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata yang diatur
dalam perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan penertiban dapat dilakukan dalam bentuk penertiban langsung dan
penertiban tidak langsung. Penertiban langsung yaitu melalui mekanisme
penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sedangkan penertiban tidak langsung yaitu pengenaan
sanksi disinsentif pemanfaatan ruang yang dapat diselenggarakan antara lain
melalui pengenaan retribusi secara progresif atau membatasi sarana dan
prasarana dasar lingkungannya.
Selain itu berikut ini sistem pengendalian pemanfaatan ruang dengan dasar
pengendalian pembangunan:
1. Regulatory system
Yaitu pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang berupa
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Regulatory system ini sudah
diterapkan di indonesia, tetapi dalam penerapannya belum berjalan dengan baik.
2. Discretionary system
Pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada
pertimbangan pejabat/lembaga perencanaan yang berwenang untuk menilai
proposal pembangunan yang diajukan.
3. Zoning regulation/peraturan zonasi
Pembagian lingkungan kota dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian
pemanfaatan
D. PENUTUP
Bahwa sesungguhnya Kompleksitas pengendalian pemanfaatan lahan di Kebun
Binatang Surabaya dapat disimpulkan diantaranya sebagai berikut:
1. Zonasi Kebun Binatang Surabaya merupakan area ruang terbuka hijau, dan
tempat wisata satwa yang terdapat zona atau area-area yang terbangun
melengkapi kegunaan tersebut. Akan tetapi Kebun Binatang Surabaya sekarang
yang berfungsi sebagai area wisata satwa dan tempat rekreasi tidak terawat
dengan baik lagi, karena adanya permasalahan konflik pengelola lama yang tidak
terselesaikan yang berdampak kepada pengelolaan kawasan tersebut. Hal
tersebut terjadi karena Kebun Binatang Surabaya mempunyai nilai berharga
yang ingin dijadikan sebuah ajang berbisnis untuk menghasilkan pendapatan
yang lebih besar karena area kebun binatang yang luas dan berada ditengah
kota, sehingga menjadi perebutan antara pengelola lama yang ingin menguasai
dan ingin menjadikan Kebun Binatang Surabaya menjadi area komersil,
dengan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Hal tersebut juga
memberikan dampak pada kematian hewan dan kurang terawatnya hewan
sehingga Kebun Binatang Surabaya yang dinyatakan sebagai tempat rekreasi
satwa saat ini kurang diminati.
2. Perizinan Kebun Binatang Surabaya diantaranya merupakan izin kegiatan yaitu
adanya izin lembaga konservasi dimana izin tersebut untuk mengelola segala
kegiatan konservasi, izin pembangunan Kebun Binatang Surabaya menggunakan
izin IMB, serta ketentuan lain dalam perizinan stan yang telah diatur oleh
Kebun Binatang Surabaya sendiri. Izin parkir juga dikelola oleh pihak Kebun
Binatang Surabaya tetapi dengan bantuan oleh pihak masyarakat setempat yang
ingin mencari keuntungan. Sedangkan adanya reklame besar yang berada
dikawasan Kebun Binatang Surabaya merupakan hak dari pemerintah kota
dimana perizinannya sudah diatur tersendiri dan terlepas dari Kebun Binatang
Surabaya, kenyataannya reklame tersebut berada dalam wilayah Kebun Binatang
Surabaya. Tetapi dengan adanya izin-izin tersebut tidak menutup kemungkinan
adanya penyalahgunaan wewenang. Masalah yang dihadapi saat ini adalah
adanya pencabutan izin lembaga konservasi oleh kementrian kehutanan karena
adanya konflik yang tidak kunjung selesai antara pengelola lama sehingga
berdampak kepada seluruh kegiatan konservasi yang menyebabkan tidak terawat
dengan baik. Serta
penyalagunaan izin stan yang ada didalam Kebun Binatang Surabaya yang
dikelola dan diatur sesuai dengan ketentuan Kebun Binatang Surabaya yang
berakibat para karyawan berusaha untuk membuka usaha dan tidak fokus pada
pekerjaan untuk merawat hewan. Dari berbagai jenis perizinan tersebut, kita dapat
mengetahui ada banyak pihak yang ikut mengelola
3. Insentif dan disinsentif yang diterima oleh Kebun Binatang Surabaya
yang dikemukakan oleh para pengelola Kebun Binatang Surabaya diantaranya ada
bantuan dari perusahaan- perusahan yang memberi bantuan semacam
pembangunan kandang. Dan baru menerima subsidi dari pemerintah per juli 2013.
Sebelumnya tidak pernah menerima karena ketidakjelasan pengelolaan kebun
binatang yang
sebelumnya, sehingga pendapatan yang
diperoleh sangat minim untuk merawat hewan dan membiayai kebutuhan lainya
oleh sebab itu tidak dapat berkembang dengan baik di karenakan hanya
menerima pemasukan dari tiket masuk saja. Sedangkan untuk disinsentif
Kebun Binatang Surabaya, sejauh ini belum menerima disinsentif dari pemerintah
seperti pengenaan pajak tinggi, kewajiban memberi imblan dan lain-lain karena
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
4. Kebun Binatang Surabaya sendiri telah mendapatkan sanksi dari
Kementrian kehutanan berupa sanksi pencabutan izin konservasi karena adanya
penyalahgunaan, yaitu perebutan kekuasaan yang menyebabkan konflik tidak
kunjung selesai, serta adanya pembersihan para PKL yang tidak sesuai dengan
pemanfaatan ruang dengan mengangkut para PKL serta
penangkapan para karyawan yang sudah menyalahgunakan kawasan kebun
binatang
Surabaya sebagai tempat tinggalnya
Daftar Pustaka
Damawan, Edy. 2003. Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gallion, B.A., dan Eisner, Simon. 1997. Pengantar Perancangan Kota : Edisi
Kelima : Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jayadinata, Johara T. 1999. Tata guna lahan dalam Perencanaan Pedesaan dan
Perkotaan dan wilayah. Bandung : ITB
Koestoer, Raldi H. 2001. Dimensi Keruangan Kota- Teori dan Kasus. Jakarta:
UI-Press.
Mathew J. Miles dan A. Michael Huberman. 1992, Analisis Data Kualitatif : Buku
Sumber Tentang Metode Baru. Jakarta: UI-Press
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang
Kota.Yogyakarta: Graha Ilmu
Mindasari, Yeni. 2009. Tugas Akhir. Upaya Peningkatan Efektifitas IMB sebagai
Instrumen Pengendalian Penggunaan Lahan di Kota Surabaya. Prodi Studi
Perencanaan Wilayah Kota. Fak.Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya