HUMAS UNIVERSITAS INDONESIA
KLIPING
KLASIFIKASI : Universitas Indonesia — Penul
TEMA Tibet dan Empat Dilema China
SURAT KABAR/MAJALAH_ : Kompas
ul
Hari Rabu Tanggal 23. Bulan April Tahun 2008 Halaman 8 Kolom 3
RINGKASAN:
‘Adanya pesta olahraga olimpiade diharapkan dapat dijadikan momentum penting yang dapat
membuat China semakin terpandang dan dihormati, namun meledaknya kerusuhan anti China di
Tibet membuat China terjebak dalam dilema sulit. Hal ini dikarenakan Tibet adalah ujian besar
bagi China dalam mengembangkan soft Power. Pengembangan Soft Power terancam gagal
dikarenakan gerak-gerik China akan dipantau oleh ratusan juta manusia yang tidak semuanya
bersimpati dengan nilai perjuangan China, Dalam kasus ini banyak pemimpin dunia yang
menyarankan pemerintah China untuk melakukan perundingan dengan Tibet. Namun
perundingan tersebut dinilai gagal, dilihat dari makin banyak demonstran dan media Internasional
yang memihak kepada Tibet.
CATATANTibet dan Empat Dilema China
Oleh I WIBOWO
gencarnya mengembangkan
soft power, dan pest olahraga
akbar Olimpiade, yang diharapkan
menjadi momentum penting yang
akan membuat China semakin ter-
pandang dan dihormati, Inilah ke-
sempatan emas setelah 100 tahun
China dapat memamerkan “kedig-
‘dayaan”-nya kepada seluruh dunia.
S aat ini, China sedang gencar-
Dalam Kongres Ke-17 Partai Komunis
China bulan Oktober 2007, keinginan
membangun soft power itu ditegaskan oleh
Hu Jintao. Namun, China tiba-tiba harus
berhadapan dengan Tibet, yang sejak 10
Maret 2008 terus bergolak dan mencapai
titik didih yang menakutkan.
Dilema sulit
Meledaknya kerusuhan anti-China di
Tibet menyebabkan China terjebak dalam.
dilema-dilema sulit.
Dilema pertama, di satu pihak, China
harus_mampu memperlihatkan’ sikap
positif, lebih baik lagi sikap suka berdamai
Persoalan Tibet hanya bisa diselesaikan
lewat dialog dan perundingan, dan hal
tersebut sudah disadari oleh Pemerintah
China.
Namun, di lain pihak, kalau cara ini
dilakukan dengan Tibet, China harus juga
melakukannya dengan gerakan kemerde-
kaan Xinjiang, maupun dengan Taiwan,
bahkan gerakan-gerakan lain yang sampai
ini masih "tidur’. Hal ini dengan sen-
irinya akan membangkitkan_ semangat
mereka untuk juga merundingkan ulang
status mereka.
Dilema kedua, berhubungan_ dengan
yang pertama. Seandainya Pemerintah
China bersedia duduk berunding dengan
gerakan-gerakan_kemerdekaan itu, ma-
yoritas rakyat China tidak akan ‘men-
dukungnya. Selama pembangunan eko-
nomi yang mencengangkan dunia, Pe-
merintah China ‘secara efektif memakai
kartu nasionalisme untuk menggerakkan
rakyatnya untuk membangun negara.
Saat ini, rakyat China pada dasarnya
sedang bermimpi akan mengembalikan
"kebesaran dan kejayaan China” (tgiang
zhongguo) sedemikian rupa sehingga rak-
yat China rela bekerja keras, siang-malam,
berkorban demi kebesaran negai
Propaganda ”pendidikan patriotisme’
(aiguozhuyi jiaoyu) telah sangat berhasi
tidak hanya di kota-kota, tetapi juga
desa-desa. Maka, rakyat China pasti akan
‘marah dan murka kepada pemerintahnya
jika menolerir gerakan yang *menghina”
bangsa China dan "memecah belah ibu
pertiwi".
Komplikasi ideologis
Dilema ketiga berhubungan dengan
ideologi komunisme. Berdamai dengan
Dalai Lama, yang adalah pemimpin ter-
tinggi agama Buddhisme Tibet, sekalipun
ini dapat diterima dari sudut strategi po-
litik, akan menimbulkan komplikasi ideo-
logs.
Sejak Partai Komunis China berkuasa di
Daratan China pada 1949, Pemerintah Chi-
na selalu bersikap antiagama, Berbagai
strategi telah disusun untuk mencegah
berkembangnya agama kendati ada ke-
longgaran akhir-akhir ini
Secara efektif, Pemerintah China ber-
hasil menanamkan keyakinan di kalangan
rakyat China bahwa agama adalah "ta-
khayul feodal” (fengiian mixin), yang akan
lenyap seiring dengan kemajuan ekonomi
dan teknologi. Sangat sulit bagi Peme-
rintah China berunding dengan pemimpin
agama apa pun, termasuk dengan Dalai
Lama, karena hal ini bertentangan dengan
keyakinan ideologis resmi saat ini
Dilema keempat, Pemerintah China sa-
dar bahwa ia memerlukan dunia inter-
nasional, terutama dalam membangun ci-
tra sebagai negara yang ramah dan ber-
sahabat, Ini sangat’tampak dalam peng-
umuman setiap pejabat China bahwa
na tidak akan menjadi ancaman dan akan
iieut membangun dunia yang damai dan
bebas dari konflik. Di mana saja, mereka
menjual slogan “dunia yang harmonis”
(hexie shijie) yang sebelummnya dirumuskan
sebagai “bangkit dengan damai” (heping
jue.
Jika China terus memakai kekerasan di
Tibet, dunia akan kehilangan’kepercayaan
terhadap kata-kata itu, China akan tampak
sebagai unsatisfied power sehingga timbul
gambaran China “ancaman” bagi dunia.
Baiklah dicatat bahwa saat ini sedang
beredar China Threat Theory yang me-
rugikan dirinya, Kalau tetangea-tetangga
terdekatnya melihat China sebagai naga
yang memperlihatkan taringnya, China
pasti akan mengalami pengucilan lagi, se-
perti pada masa Perang Dingin.
Ujian besar
Tibet benar-benar menjadi sebuah ujian
besar bagi China, Pemerintah China sudah
didorong oleh banyak pemimpin dunia
untuk mengadakan perundingan dengan
Dalai Lama. Namun, menurut catatan,
China telah gagal menghindarkan pema:
kaian Kekerasan, Tentara Pembebasan
Rakyat telah dikerahkan masuk ke Tibet
dan terlibat dalam konflik dengan de-
monstran_sehingga terjadi penembakan
dan jatuh korban,
Sementara itu, Pemerintah China
ta-kata_yang makin pedas, bahkan me-
nuduh Dalai Lama—seorang tokoh agama
yang sangat dihormati di dunia—sebagai
dalang semua kekerasan itu,
Sementara itu, dikabarkan bahwa di
kalangan rakyat, api nasionalisme sudah
berkobar besar. Mereka marah kepada
orang Tibet dan mendukung pemakaian
kekerasan terhadap Tibet. Dalam situs-si
tus di China terpampang caci maki ter-
hadap orang Tibet. Mereka mengecam
semua gerakan demonstrasi yang muncul
di London, Paris, dan San Francisco.
Sebagai balasan, muncul servan boikot
terhadap Carrefour di seluruh China ka-
rena aksi demonstrasi di Paris itu dan juga
karena Presiden Prancis berencana tidak
hadir dalam upacara pembukaan Olim-
piade. Seruan boikot ini bahkan juga sam-
pai ke Indonesia lewat SMS!
Pemerintah China benar-benar terpe~
rangkap dalam dilema, dengan risiko gagal
mengembangkan soft power. Di dunia yang
makin mengglobal ini, setiap gerak-gerik
negara akan dipantau oleh ratusan juta
‘manusia, yang tidak semuanya bersimpati
dengan nilai-nilai perjuangan China.
Tayangan media massa_internasional
dan nasional mempunyai peran penting.
Amerika Serikat yang telah menggenggam
soft power yang sedemikian tinggi saja bisa
dikritik dan dikecam, apalagi negara yang
tengah membangun soft power-nya.
IT WIBOWO
Ketua Centre for Chinese Studies
FIB Universitas Indonesia