You are on page 1of 14

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik


tentang Keterwakilan Perempuan di Legislatif

Zaenal Mukarom

ABSTRACT

In order to encourage womens active role to participate in political world, especially to meet
the demand of Electoral Regulation, a portion of 30% electoral committee was dedicated
as minimum allocation for women. To meet those demands, a political communication strategy
was needed. The strategy could be implemented by women themselves, or political party.
Women political communication strategy was carried out by applying a counter of political
communication: gender mainstreaming, affirmative action, political education for women,
and civic education for women. Meanwhile, political parties conducted their political
communication by utilizing media and message strategy. Message strategy was implemented
by employing political marketing mix consisted of product, promotion, price, and place.
Media strategy appeared by diffusion of innovation approach by emphasizing gender
mainstreaming issues among public.

Kata kunci: partisipasi politik, gender, patriarki

1. Pendahuluan tentang HAM, pasal 6, menyebutkan bahwa sistem


pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota
Kesadaran politik perempuan berdasarkan badan legislatif dan sistem pengangkatan di
sejarah Indonesia telah tumbuh sejak Kongres bidang eksekutif dan yudikatif harus menjadikan
Perempuan pertama di Yogyakarta 1928. Kesadaran keterwakilan perempuan sesuai dengan
politik dalam bentuk partisipasi nyata dan persyaratan yang ditentukan. Penegasan hak
penggunaan hak-hak politik perempuan tercermin politik perempuan ini juga dibuktikan dengan
pula pada Pemilu 1955 di mana mereka memiliki hak diratifikasinya Konvensi Hak-Hak Politik
memilih dan dipilih. Pengakuan yang sama hak- Perempuan (Convention on the Political Right of
hak perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan Women) serta penghapusan segala bentuk
berbangsa dan bernegara di Indonesia telah diakui diskriminasi terhadap perempuan (Convention on
secara tegas. Pengakuan tersebut ditetapkan the Elimination of all forms of Discrimination
melalui berbagai instrumen hukum dan dengan againts Women) melalui Undang-Undang No.7
meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak- tahun 1984 (Sihite, 2007:138).
hak politik mereka. Namun, kendati berbagai perangkat hukum
Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999 telah melegitimasi partisipasi politik bagi

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 257
perempuan sampai saat ini antara perempuan ini merupakan hal yang baru dalam dunia politik
dengan dunia politik masih merupakan dua hal Indonesia, sehingga masih banyak pengurus partai
yang tidak mudah dipertautkan satu dengan politik yang belum memahaminya sesuai dengan
lainnya. Hal ini dibuktikan dengan keterwakilan yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut.
perempuan di panggung politik dan lembaga Selain itu, juga ketatnya persaingan
politik formal jumlahnya masih sangat rendah memperebutkan kursi dewan menyebabkan
dibandingkan laki-laki. Dalam lembaga legislatif keterwakilan perempuan mengikuti mekanisme
keterwakilan perempuan amat kecil, tidak seimbang persaingan alamiah.
dengan jumlah mereka. Keterbatasan partisipasi
perempuan ini memengaruhi, baik secara langsung 2. Partisipasi Politik Perempuan
maupun tidak langsung, terhadap upaya Sebelum membahas tentang partisipasi politik
pemberdayaan perempuan. perempuan, terlebih dahulu perlu didefinisikan
UU Pemilu No.12/2004 sebenarnya telah istilah partisipasi, partisipasi politik, dan partisipasi
mengisyaratkan adanya alokasi minimum sebesar politik perempuan, serta keterwakilan mereka di
30% kepada perempuan untuk duduk di lembaga parlemen.
legislatif. Ini bisa dilihat dalam pasal 65, ayat 1, Partisipasi secara bahasa diartikan sebagai
yang berbunyi: pengambilan bagian atau pengikutsertaan.
Setiap partai politik dapat mengajukan calon Partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri
anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD dan kemandirian warga negara. Melalui partisipasi,
Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan individu menjadi warga publik, dan mampu
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan membedakan persoalan pribadi dengan persoalan
sekurang-kurangnya 30 persen. masyarakat. Tanpa partisipasi, hampir semua or-
UU pemilu tersebut secara tidak langsung ang akan dikuasai oleh kepentingan pribadi dan
merupakan salah satu bentuk akomodasi politik pemuasan kebutuhan pribadi mereka yang
atas tuntutan pentingnya kesetaraan gender bagi berkuasa.
kalangan perempuan dalam wilayah politik, Adapun partisipasi politik, menurut McClosky
sekaligus memberikan ruang partisipasi politik (1972:52), adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
yang lebih besar bagi perempuan dalam warga masyarakat melalui hal mana mereka
pembangunan bangsa. Perempuan memiliki hak mengambil bagian dalam proses pemilihan
yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi di penguasa, dan secara langsung atau tidak
berbagai bidang kehidupan. Apalagi berkaitan langsung, berpartisipasi dalam proses pembuatan
dengan politik yang mengurus hajat hidup orang kebijakan umum.
banyak, termasuk kaum perempuan itu sendiri. Miriam Budiardjo (1998) mendefinisikan
Representasi perempuan yang memadai di lembaga partisipasi politik sebagai pengejawantahan dari
legislatif akan sangat dibutuhkan. Hal ini bisa penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah
dilihat dalam kondisi legislatif masa sebelumnya oleh rakyat. Anggota masyarakat yang
di mana keterwakilan perempuan sangat minim berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilu
sehingga mengakibatkan kepentingan kaum terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan
perempuan menjadi terabaikan. Kuota 30% bersama itu kepentingan mereka akan tersalurkan,
keterwakilan perempuan ini diharapkan mampu atau sekurang-kurangnya diperhatikan. Dengan
mengeliminasi hal tersebut dan memberikan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka
kesempatan kepada kaum perempuan untuk terlibat memiliki efek, dan efek tersebut dinamakan politi-
lebih banyak di ranah politik. cal effifacy.
Namun dalam realitasnya, Undang-undang ini Di bawah ini bentuk piramida partisipasi politik
sepertinya belum diterapkan secara maksimal. Hal yang menggambarkan hierarki partisipasi politik
ini terjadi karena pengaturan mengenai kuota 30% menurut Roth dan Wilson (1980: 151-152):

258 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui (2) Melakukan demonstrasi (seruan bersama di
bahwa partisipasi politik merupakan suatu kegiatan jalanan);
seseorang atau sekelompok orang yang turut serta (3) Melakukan konfrontasi (perlawanan);
secara aktif dalam kehidupan politik dengan jalan (4) Melakukan mogok (non action).
memilih pimpinan negara dan secara langsung atau
Adapun Rush (1997:124) menjelaskan bentuk-
tidak langsung memengaruhi kebijakan nasional.
bentuk partisipasi politik adalah sebagai berikut:
Menurut Roth dan Wilson (1980: 151-152), kegiatan
(1) Menduduki jabatan politik atau administrasi;
partisipasi politik secara konvensional mencakup
(2) Mencari jabatan politik atau administrasi;
tindakan:
(3) Keanggotaan aktif suatu organisasi politik;
(1) Memberikan suara dalam pemilihan umum (vot-
(4) Keanggotaan pasif suatu organisasi politik;
ing);
(5) Keanggotaan aktif suatu organisasi semu
(2) Menghadiri rapat umum (campaign);
politik;
(3) Menjadi anggota suatu partai atau kelompok
(6) Keanggotaan pasif suatu organisasi semu
kepentingan;
politik;
(4) Mengadakan komunikasi dengan pejabat
(7) Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi,
pemerintah, atau anggota parlemen.
dan lain sebagainyn;
Sedangkan kegiatan partisipasi politik yang (8) Partisipasi dalam diskusi politik informal;
berbentuk non-konvensional, berupa: (9) Voting (pemberian suara)
(1) Pengajuan petisi (tuntutan); (10) Apathis total.

Gambar 1
Piramida Partisipasi Politik

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 259
Sedangkan Rosenau dalam Nimmo (200:47) (2) spectator, yaitu pernah memilih dalam pemilihan
membagi partisipasi politik ke dalam dua kategori umum; (3) gladiator, yaitu terlibat dalam proses
warga negara yang merupakan khalayak dari politik; dan (4) pengeritik, yaitu dalam bentuk
partisipasi dalam komunikasi politik, yaitu: pertama partisipasi tidak konvensional. Sedangkan menurut
adalah orang-orang yang sangat memperhatikan Olsen partisipasi politik termasuk di dalamnya
politik, kedua adalah orang-orang yang hanya perempuan yaitu: (1) pemimpin politik; (2) aktivis
dimobilisasi untuk kepentingan politik. politik; (3) komunikator; (4) warga negara biasa;
Selanjutnya, menurut Nimmo (2000:47) keterlibatan (5) marginal; dan (6) orang yang terisolasi
seseorang dalam partisipasi politik dipengaruhi (Surbahdi, 1999:143).
oleh faktor-faktor: Melihat tinggi rendahnya kesadaran politik
(1) Peluang resmi, artinya ada kesempatan dan kepercayaan terhadap pemerintah, mengikuti
seseorang terlibat dalam partisipasi politik pembagian Paige (1971), partisipasi politik
karena didukung kebijakan-kebijakan yang perempuan bisa dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
dibuat oleh negara; (1) Aktif, yaitu apabila seseorang memiliki
(2) Sumber Daya Sosial, artinya partisipasi kesadaran politik, dan kepercayaan kepada
ditentukan oleh kelas sosial dan perbedaan pemerintah tinggi;
geografis. Dalam kenyataannya tidak semua (2) Apatis (pasif-tertekan), yaitu apabila kesadaran
orang memiliki peluang yang sama berkenaan politik dan kepercayaan kepada pemerintah
dengan sumberdaya sosial dan sumberdaya rendah;
ekonomi untuk terlibat dalam partisipasi politik. (3) Militan radikal, yaitu apabila kesadaran
Berkaitan dengan perbedaan geografis, politik tinggi, kepercayaan kepada pemerintah
terdapat juga perbedaan dalam partisipasi sangat rendah;
seperti usia, jenis kelamin, suku, tempat tinggal, (4) Pasif, yaitu apabila kesadaran politik rendah,
agama, dll; dan kepercayaan kepada pemerintah sangat
(3) Motivasi Personal, artinya motif yang tinggi.
mendasari kegiatan berpolitik sangat
Dalam menjalankan partisipasinya perempuan
bervariasi. Motif ini bisa sengaja atau tidak
mendapatkan banyak kendala. Menurut Lycette
disengaja, rasional atau tidak rasional, diilhami
(1994:42) terdapat paling sedikit empat kendala bagi
psikologis atau sosial, diarahkan dari dalam
perempuan dalam berpartisipasi di bidang politik,
diri sendiri atau dari luar, dan dipikirkan atau
yaitu disebabkan karena:
tidak dipikirkan.
(1) Perempuan menjalankan dua peran sekaligus,
Berdasarkan pengertian partisipasi politik di yaitu peran reproduktif dan peran produktif,
atas, maka bisa diketahui bahwa partisipasi politik di dalam maupun di luar rumah;
perempuan bisa berbentuk konvensional dan bisa (2) Perempuan relatif memiliki pendidikan yang
juga non-konvensional. Hanya memang kemudian rendah dibanding dengan laki-laki karena
partisipasi perempuan ini dipengaruhi oleh peluang perbedaan kesempatan yang diperoleh;
resmi, apakah perempuan diberikan kesempatan (3) Adanya hambatan budaya yang terkait
untuk berada di wilayah politik tersebut, sumber dengan pembagian kerja secara seksual dan
daya sosial yang berarti apakah mereka memiliki pola interaksi perempuan dengan laki-laki yang
kemampuan untuk terjun ke wilayah tersebut dan membatasi gerak perempuan;
motivasi personal atau kemauan dari perempuan (4) Adanya hambatan legal bagi perempuan,
untuk terlibat aktif di dalamnya. seperti larangan kepemilikan tanah, larangan
Partisipasi politik perempuan berdasarkan berpartisipasi dalam pendidikan atau program
pengkategorian Milbarth terdiri atas: (1) apatis, Keluarga Berencana tanpa persetujuan dari
yaitu tidak aktif, dan menarik diri dari proses politik; suami atau ayahnya.

260 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Menurut hasil penelitian tentang partisipasi jawab pada anak-anak di rumah, tampaknya
politik perempuan di negara-negara berkembang, merupakan rintangan paling serius bagi perempuan
ada kecenderungan rendah dibandingkan laki-laki. untuk membuka akses dalam meraih jabatan-
Pasalnya, mereka lebih banyak terlibat dalam jabatan politis dan pemerintahan. Selain itu,
urusan rumah tangga atau domestik. Memang masalah krusial lain adalah perempuan bekerja tidak
diakui bahwa ada beberapa keterbatasan bagi memiliki banyak waktu yang tersisa, sehingga ada
perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik. ketidakmungkinan menerima jabatan politik
Tiga di antaranya yang menonjol yaitu, pertama, tertentu. Keadaan itu menyebabkan bentuk
aspek supply and demand. Supply berkaitan partisipasi politik perempuan menjadi
dengan faktor-faktor prinsipal yang menentukan noninstitusional.
kemampuan politik perempuan. Demand Di antara bentuk partisipasi nyata perempuan
merupakan faktor institusional dan politis yang adalah dengan melihat keterwakilan mereka di
berkaitan dengan masalah rekruitmen politik bagi panggung politik dan lembaga politik formal.
perempuan. Antara supply dan demand ini tidak Secara realitas, ternyata di Indonesia jumlah
saling bergantung karena perempuan bisa saja perwakilan perempuan masih sangat rendah
mengantisipasi kesulitan-kesulitan praktis dalam dibandingkan laki-laki. Dalam lembaga legislative,
mengombinasikan peran-peran domestiknya keterwakilan perempuan amat kecil, tidak seimbang
dengan jabatan-jabatan politik. dengan jumlah mereka.
Kedua, keterbatasan kemampuan perempuan Kecilnya keterwakilan perempuan ini bisa
dalam dunia politik erat kaitannya dengan masalah dilihat di DPRD Kota Bandung di mana anggota
sosialisasi politik. Sosialisasi politik cenderung legislatif perempuan masa kerja 2004-2009, hanya
menggiring perempuan untuk mendapatkan sta- 6 orang dari total 45 orang (13,3%). Padahal,
tus tertentu tanpa usahanya sendiri (ascribe sta- penduduk kota Bandung berdasarkan hasil
tus). Githesen and Prestage mengatakan bahwa Susenas tahun 2003 adalah 2.228.268 jiwa, dengan
masalah yang dihadapi perempuan dalam dunia jumlah perempuan 1.113.267 jiwa, atau 49,96%, dan
politik mencakup ketegangan antara ascribe sta- penduduk laki-laki 1.115.001 jiwa, atau 50,04% (BPS,
tus dan achieved status yang merupakan akibat 2003). Ini menunjukkan bahwa jumlah perempuan
proses sosialisasi politik. yang besar dari penduduk tidak tampak dalam
Ketiga, faktor yang bersifat situasional yang jumlah keterwakilan di lembaga legislatif.
meliputi masalah yang bersifat keibuan. Tanggung Ketimpangan perwakilan perempuan ini bukan

Tabel 1
Komposisi Anggota DPRD Kota Bandung 2004-2009

Sumber: www.bandung.go.id

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 261
Tabel 2
Tingkat Representasi Perempuan dalam Lembaga Legislatif

Sumber : www.cetro.or.id

hanya terjadi di daerah, tetapi juga di tingkat politik perempuan. Sebuah pengamatan
nasional. Kalau ditelusuri semenjak tahun 1950 mengungkapkan bahwa perempuan yang terjun ke
sampai pemilu 2004, tidak ada perubahan yang dalam kegiatan politik dan mendapat jabatan politik
signifikan. Peningkatan muncul pada periode 1987- dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok.
1992, sebanyak 13%, tetapi justru setelah periode Kelompok pertama adalah perempuan yang
tersebut terus mengalami penurunan sampai memeroleh jabatan politik karena mereka memiliki
dengan periode 2004-2009 menjadi 11,8% hubungan dengan laki-laki tertentu. Misalnya,
sebagaimana tercermin pada tabel 2. suaminya eksekutif, sang istri duduk di dewan.
Cetro pernah mengungkapkan bahwa masalah Ayahnya duduk di legislatif, putrinya dikader untuk
minimnya keterwakilan perempuan, pada dasarnya duduk di legislatif. Ayahnya memiliki reputasi sosial
didorong oleh upaya-upaya sistematis atau politik, sehingga putrinya dianggap dan
kesengajaan dari berbagai pihak. Para pengurus diposisikan cukup mampu menjadi anggota dewan.
partai politik mungkin sengaja menempatkan Kelompok kedua adalah perempuan yang
perempuan pada urutan tertentu, sehingga terjun ke dunia politik setelah bebas tugas dalam
mengecilkan kemungkinan calon legislatif membesarkan anak-anaknya. Hal itu menyebabkan
perempuan untuk dapat duduk di lembaga legislatif usia karier politiknya menjadi lebih pendek.
(Jurnal Perempuan, 2003). Di samping itu, juga Kelompok ketiga adalah perempuan yang dalam
masih minimnya perempuan yang terjun di dunia usia muda 30-an terjun dalam politik. Biasanya,
politik, baik secara kuantitas maupun kualitas, mereka telah cukup lama aktif dalam dunia ormas,
menyebabkan kemungkinan calon legislatif LSM, atau organisasi ekstra kampus. Mereka inilah
perempuan untuk duduk di lembaga legislatif yang termasuk jenis politisi perempuan profesional
semakin mengecil. Minimnya calon legislatif dari karier yang jumlahnya paling sedikit akibat proses
perempuan merupakan fenomena yang telah lama sosialisasi, pendidikan, dan rekruitmen politik
terjadi di Indonesia. perempuan yang tidak berakar dan berjalan secara
Demikian pula dalam masalah partisipasi sistematis.

262 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

budaya patriarki merupakan suatu sistem yang


3. Budaya Politik bertingkat, yang telah dibentuk oleh suatu
Realitas sosial yang menggambarkan kekuasaan yang mengkontrol dan mendominasi
kecenderungan minimumnya partisipasi politik pihak lain. Pihak lain in menurut yang meyakini
perempuan dan rendahnya keterwakilan mereka definisi tersebut adalah kelompok miskin, lemah,
dalam legislatif tentu dipengaruhi oleh banyak fac- rendah, tidak berdaya, juga lingkungan hidup dan
tor. Salah satu faktor yang disinyalir amat kuat perempuan.
pengaruhnya adalah budaya politik. Dalam budaya patriarki, negara yang
Budaya politik lahir dari budaya bangsa yang menganut budaya tersebut disebut patriarkis.
ada dalam masyarakat. Budaya bangsa merupakan Dalam ungkapan Saraswati (2004:31), patriarkis
cerminan pola hidup masyarakat yang tinggal di adalah negara yang mempromosikan dan
daerah tersebut. Budaya yang dominan di Indo- memelihara praktek-praktek yang secara langsung
nesia adalah budaya patrimonialistik. Menurut dan sistematis menindas perempuan. Penindasan
Gaffar (2004:115) budaya patrimonialistik adalah perempuan dilihat dari struktur keluarga dan rumah
budaya di mana pemerintah ada di bawah kontrol tangga serta kebijaksanaannya yang diterapkan
seseorang dan kelompoknya. Budaya pada kedua bidang tersebut. Biasanya, kebijakan
patrimonialistik ini memiliki karakteristik: (1) tersebut bersifat diskriminatif, atau menghambat
kecenderungan untuk memperkuat sumberdaya status kebebasan dan ekonomi bagi perempuan.
yang dimiliki seorang penguasa kepada teman- Lebih lanjut Murniati (2004:118)
temannya; (2) kebijaksanaan seringkali bersifat mengungkapkan kelemahan-kelemahan
partikularistik daripada bersifat universalistik; (3) perempuan akibat budaya patriarki adalah:
rule of law, merupakan sesuatu yang bersifat (1) Perempuan kurang menyadari bahwa dirinya
sekunder bila dibandingkan dengan kekuasaan adalah seorang pribadi yang mempunyai hak-
dari seorang penguasa (rule of man); dan (4) hak azasi manusia yang sama;
kalangan penguasa politik seringkali mengaburkan (2) Perempuan seringkali kesulitan menghilangkan
antara mana yang menyangkut kepentingan umum perasaan malu dan perasaan takut salah;
dan mana yang menyangkut kepentingan publik. (3) Perempuan kurang mampu berpikir jenih dan
Budaya yang dianut oleh masyarakat ini sangat logis, sehingga sulit dalam mengambil
menentukan orientasi dan partisipasi masyarakat keputusan;
dan orientasi inilah yang menyebabkan tidak (4) Perempuan memiliki beban kerja domestik;
banyak perempuan yang mau menjadi calon (5) Perempuan selalu mempertimbangkan faktor
legislatif. keluarga, atau tradisi turun temurun keluarga
Selain itu, masyarakat Indonesia juga dikenal yang aktif di organisasi;
sebagai masyarakat yang kuat budaya Patriarki, (6) Perempuan selalu mempertimbangkan faktor
yaitu menempatkan perempuan pada posisi yang kesamaan agama;
selalu berada di bawah laki-laki. Murniati (2004:8) (7) Perempuan selalu mempertimbangkan faktor
mendefinisikan patriarki sebagai suatu sistem yang ekonomi;
bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini, laki- (8) Perempuan kurang dapat menerima kekuasaan
laki yang berkuasa untuk menentukan segala (yang dipercayakan) dan dalam merebut
sesuatu yang akan dilakukan atau tidak dilakukan. kekuasaan lebih suka mengalah;
Sistem ini dianggap wajar sebab pembenarannya (9) Perempuan kurang mampu mengendalikan
disejajarkan dengan pembagian kerja berdasarkan emosi, sehingga pikirannya kurang stabil dan
seks atau jenis kelamin dan bukan berdasarkan mudah terpengaruh;
gender. (10) Perempuan tidak mampu menjalin persatuan
Di samping itu, Murniti (2004:171) juga yang solid, sehingga mudah terceraiberai
mengungkapkan, ada yang meyakini bahwa dan sukar menyatukan pandangan;

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 263
(11) Perempuan kurang berminat untuk bekerja Budaya ini menciptakan pandangan yang
keras; timpang tentang relasi perempuan dan laki-laki.
(12) Perempuan seringkali lebih suka tergantung Dalam situasi semacam ini, menurut Widyani
pada laki-laki dari pada hidup secara mandiri; (Widyani, 2005:183) gender sebagai budaya
(13) Perempuan selalu mempertimbangkan dan berproses menjadi ideologi. Maka ideologi gender
tergantung pada figur atau kharisma pemimpin diwarnai oleh budaya patriarki. Relasi timpang yang
organisasi. didasarkan kekuasaan laki-laki atas perempuan
menimbulkan ketidakadilan gender.
Budaya patriarki menempatkan perempuan
Nilai patriarki ini dijelaskan dengan teori gen-
pada posisi yang lebih mengutamakan peran-peran
der yang melihat perbedaan perempuan dan laki-
domestik. Perempuan dibebani tanggung jawab
laki dari segi biologi yang dipandang sebagai hal
yang lebih besar dalam pengurusan rumah tangga
yang menyebabkan perbedaan peran gender dalam
(home maker), perawatan, pengasuhan dan
kehidupan yang lebih luas, yaitu kehidupan social
pendidikan anak dan penjaga moral (Sihite,
(Sumiarni, 2004:9). Teori gender membawa angin
2007:138). Kegiatan perempuan sebagai pencari
baru setidaknya memengaruhi cara pandang or-
nafkah (breed winner), terlibat aktif dalam
ang dalam melihat relasi laki-laki dan perempuan.
komunitas organisasi dan partai politik hanya
Dengan teori ini, laki-laki dan perempuan memiliki
dianggap sebagai peran sekunder (Mukarom,
hak dan kedudukan yang sama dalam semua
2004).
bidang kehidupan.
Kuatnya pengaruh budaya bangsa ini pada
Dalam gender, terdapat teori hukum alam (na-
politik lambat laun membentuk budaya politik yang
ture) yang menyatakan bahwa perbedaan peran
kemudian menjadi cara pandang dan persepsi
antara laki-laki dan perempuan ditentukan oleh
masyarakat mengenai politik. Politik selalu
jenis kelamin mereka. Teori ini membagi dua peran
dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat
yang sangat berbeda bagi perempuan dan laki-laki.
maskulin yang dianggap kontras dengan sifat-sifat
Menurut teori ini, berbagai hormon yang dibentuk
keperempuanan yang feminin. Perempuan
oleh tubuh perempuan dan laki-laki telah membuat
dianggap tidak cocok untuk terjun di dunia politik
laki-laki berbeda dengan perempuan. Misalnya,
yang keras karena menganggap bahwa perempuan
perbedaan hormonal dalam tubuh mengakibatkan
memiliki watak yang lemah lembut, tidak kuat, dan
laki-laki yang memiliki hormon testosteron menjadi
tidak tegas. Perempuan juga dianggap tidak akan
lebih agresif dibandingkan perempuan, sedangkan
mampu menjadi pimpinan sebuah organisasi, partai
perempuan diidentikkan dengan peran
politik atau pemerintahan. Banyak perempuan
domestiknya karena sifat keibuannya yang
yang memiliki pendidikan dan kemampuan yang
dianggap sebagai kodrat.
tinggi, tetapi karena terikat dengan budaya
Asumsi teori hukum alam (nature) yang
patriarki ini, mereka tidak berminat terjun dalam
dijelaskan di atas, memperkuat berbagai budaya
dunia politik termasuk menjadi calon anggota
yang merendahkan perempuan. Ada label stereo-
legislatif.
type (citra baku) yang ditanamkan kepada kaum
Dalam sistem budaya patriarki, laki-laki
perempuan. Terdapat citra baku yang melekat pada
dianggap lebih sesuai untuk terjun di dunia politik.
peran, fungsi, dan tanggung jawab, yang
Peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam
pengambil keputusan, dan pencari nafkah (bread
keluarga dan masyarakat. Cara berpikir stereotype
winner), sesuai dengan arena politik yang sarat
tentang peran gender ini sangat mendalam
dengan peran pengambil kebijakan dan isu-isu
merasuki mayoritas masyarakat (Bunga Rampai,
kekuasaan. Rata-rata yang dipilih adalah laki-laki,
2003:91).
karena laki-lakilah yang selama ini melakukan
Lebih lanjut Widyani (2005:185) mengungkap-
upaya-upaya pemberdayaan politik (Wijaya,
kan bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam
2001:20).

264 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

keluarga sebagai hasil dari ideologi gender adalah: keputusan keluarga. Istri atau anak perempuan
(1) Ketidakadilan yang muncul karena tidak diberi kesempatan untuk menambah
memandang posisi perempuan sub-ordinat. pengetahuan dan keterampilannya, mereka
Pandangan ini antara lain menciptakan sikap tidak boleh menjadi pemimpin atau kepala
suami berkuasa atas istri dan merasa memiliki keluarga;
tubuh istri. Sikap kuasa mengakibatkan (5) Kekerasan terhadap perempuan. Dari semua
pelecehan kepada istri dan anak perempuan. ketidakadilan tersebut di atas, muaranya
Mereka dipandang sebagai manusia yang sampai pada kekerasan terhadap perempuan.
tidak mampu berpikir dan tidak diajak bicara Kekerasan ini bisa berupa fisik, misalnya
untuk mengambil keputusan. Lebih pemukulan, pemerkosaan terhadap istri
mendahulukan anak laki-laki untuk (pemaksaan baik kasar maupun halus untuk
mendapatkan fasilitas keluarga (biaya sekolah) berhubungan suami-istri), penganiayaan, dan
daripada anak perempuan, sehingga pembunuhan. Kekerasan psikis terjadi apabila
perempuan dalam memeroleh pendidikan pun istri atau anak perempuan mendapat teror,
cenderung dinomorduakan. ancaman, intimidasi, dan tekanan atau kontrol
(2) Pembagian kerja berdasarkan seks atau yang berlebihan dari suami atau saudara laki-
membetuk stereotype terhadap anggota laki. Kekerasan spiritual terjadi apabila
keluarga. Wujud dari ketidakadilan ini apabila seseorang dipaksa untuk meyakini yang
pembagian kerja dalam keluarga berdasarkan sebenarnya dia tidak yakini. Hal ini merupakan
seks adalah pekerjaan rumah dibebankan pemaksaan di bidang agama dan kepercayaan.
kepada istri dan anak perempuan, sedangkan
Budaya politik ini juga sangat kuat
anak laki-laki diberi tugas keluar. Anak laki-
pengaruhnya kepada orientasi politik masyarakat
laki tidak boleh menangis atau anak perempuan
terutama partai politik dalam perekrutan kader dan
tidak boleh pulang malam. Pandangan stereo-
penjaringan calon legislatif. Orientasi politik
type ini mengakibatkan anggota keluarga
memegang peran penting dalam penjaringan calon
(perempuan) tidak dapat menjadi dirinya atau
legislatif, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
kehilangan jati dirinya, karena konstruksi sosial
Dengan adanya persepsi negatif tentang
dalam keluarga tidak sesuai dengan jati dirinya.
perempuan dalam dunia politik mengakibatkan
Kemampuan pribadi perempuan tidak dihargai
orientasi politik perempuan juga negatif dan
dan tidak dinilai;
akibatnya perempuan marjinal dalam komposisi
(3) Beban ganda yang dialami perempuan dalam
calon legislatif. Sebaliknya, calon legislatif laki-laki
keluarga. Apabila istri bekerja di luar rumah,
karena dipersepsi positif menyebabkan jumlah
masih harus dibebani pekerjaan rumah, ia
mereka dominan di dalamnya.
mengalami beban ganda. Ketidakadilan terjadi
apabila istri dan anak perempuan dibebani tuga
3. Strategi Komunikasi Politik
luar rumah dan dalam rumah. Sedangkan suami
dan anak laki-laki hanya menanggung beban Berdasarkan aturan perundang-undangan
tugas di luar rumah saja. Pembagian kerja yang partisipasi politik perempuan sangat dilindungi
berdasarkan jenis kelamin akan mengakibaktan bahkan diberikan kemudahan. UU Pemilu No.12/
beban ganda bahkan berlipat-lipat terhadap 2004 telah mengisyaratkan adanya alokasi mini-
perempuan. mum sebesar 30% kepada perempuan untuk duduk
(4) Marjinalisasi terhadap perempuan. di lembaga legislatif. Tuntutan UU berupa affir-
Ketidakadilan ini terwujud apabila pendapat mative action yang memberi akses pada
istri dan anak perempuan tidak pernah didengar perempuan duduk di parlemen melalui pelaksanaan
dan dihargai. Mereka tidak mempunyai hak kuota minimum 30% tidak bisa dilepaskan dari
bersuara dan berpendapat dalam mengambil strategi komunikasi.

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 265
Strategi menurut Kamus Umum Bahasa Indo- instrumen hukum yang berbasis kepentingan
nesia, WJS Poerwadarminta (1986) adalah siasat perempuan mulai terwujud.
perang atau juga bisa dikatakan akal atau tipu Pengarusutamaan gender merupakan strategi
muslihat untuk mencapai sesuatu. Sedangkan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
menurut M. Dahlan (1995:964) strategi merupakan Menurutnya, pengarusutamaan gender bertujuan
rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk untuk memastikan apakah perempuan dan laki-laki
mencapai sasaran khusus. memeroleh akses kepada, berpartisipasi dalam,
Definisi strategi yang memperlihatkan mempunyai kotrol atas, dan memeroleh manfaat
hubungan strategi dengan komunikasi politik yang sama dari pembangunan.
dikemukakan oleh Effendy (1993:300). Counter komunikasi politik yang kedua yaitu
Menurutnya, strategi dapat diartikan sebagai suatu dengan mendorong affirmative action, sehingga
seni pendistribusian dan penggunaan alat-alat amanat UU pemilu Nomor 20 tahun 2004 tentang
(bisnis) untuk memenuhi hasil akhir sebuah keterwakilan perempuan minimal 30% itu
kebijakan. Selain itu, strategi juga dapat direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Berbagai
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan seni kegiatan bisa dilakukan oleh kaum perempuan,
dalam menghadapi dan mengkoordinasikan yaitu dengan mengadakan seminar, lokakarya,
sumber daya-sumber daya untuk mencapai tujuan. kajian ilmiah tentang affirmative action.
Keberhasilan suatu kegiatan komunikasi Counter komunikasi politik yang ketiga yaitu
banyak ditentukan oleh strategi komunikasinya. dengan melakukan pendidikan politik kepada
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan perempuan. Upaya paling awal agar perempuan
(planning) dan manajemen (management) untuk siap berkompetisi di dunia publik tentu saja dengan
mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai mencerdaskan kaum perempuan, sehingga mereka
tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar tentang
sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah politik yang selanjutnya mereka bisa aktif sejajar
saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana dengan kaum laki-laki di dunia politik. Di antara
taktik operasionalnya. cara melakukan pendidikan politik dari kalangan
Strategi komunikasi dalam kaitan dengan perempuan adalah dengan mendirikan organisasi-
partisipasi perempuan dan keterwakilan mereka di organisasi khusus perempuan. Melalui organisasi
lembaga legislatif bisa dikelompokkan menjadi dua, ini kemudian perempuan diberi kesempatan untuk
yaitu strategi komunikasi politik perempuan dan berkompetisi dengan sesama perempuan lagi.
strategi komunikasi politik partai politik. Berbagai posisi strategis bisa diduduki oleh
Strategi komunikasi perempuan dilakukan kalangan perempuan sehingga mereka terampil dan
melalui counter komunikasi politik. Counter ahli dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan
komunikasi politik ini tentu saja bukan hanya posisi strategis manapun.
dilakukan oleh politisi perempuan tapi juga harus Pendidikan politik perempuan melalui
melibatkan politisi laki-laki. organisasi mendorong mereka untuk semakin aktif
Upaya counter komunikasi politik yang ikut serta di dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya
pertama yang perlu dilakukan oleh perempuan publik. Perempuan bisa tampil lebih terbuka dan
adalah dengan pengarusutamaan gender (gender mampu menyuarakan aspirasinya berkaitan dengan
mainstream). Hal ini didasarkan pada Inpres No. 9 berbagai isu sosial kemasyarakatan. Hambatan-
tahun 2000, yang mendorong perhatian masalah hambatan psikologis dieliminasi sedemikian rupa,
gender untuk semakin ditingkatkan. Dengan sehingga aktivis-aktivis muda perempuan
pemahaman perspektif gender dan sensitif gender bermunculan. Dari sini kemudian muncul harapan
di kalangan pengambil kebijakan seperti badan untuk bertambahnya aktivis politik perempuan baik
eksekutif dan lembaga legislatif juga terus secara kuantitatif maupun kualitatif.
dikembangkan, sehingga berbagai kebijakan dan Namun, pendidikan politik tidak cukup dari

266 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

organisasi keperempuanan saja, dibutuhkan pula Partai politik tersebut harus memiliki komitmen
kegiatan-kegiatan khusus yang sifatnya insidentil yang kuat untuk memperjuangkan aspirasi kaum
untuk menambah wawasan dan keahlian kaum perempuan, sekaligus kepentingan masyarakat
perempuan, misalnya melalui kegiatan-kegiatan secara umum. Di sinilah kemudian partai politik
ilmiah. Seminar, diskusi, simposium, atau pelatihan harus membuat strategi komunikasi politik dalam
kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan berguna menjembatani partisipasi politik perempuan.
yang dapat menjadi counter komunikasi politik. Strategi komunikasi yang bisa dibangun oleh
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut perempuan partai politik adalah dengan menggunakan strategi
akan memiliki kemampuan untuk memiliki wawasan pesan dan strategi media (Firmanzaah: 2007: 59).
berpolitik yang lebih luas dan lebih baik. Mereka Strategi pesan adalah pengemasan pesan politik
akan terasah dalam menyelesaikan berbagai untuk mengarahkan pemaknaan masyarakat
masalah sosial kemasyarakatan dan siap terjun terhadapnya. Pesan politik harus mampu membuka
karena memiliki kemampuan yang tidak kalah dan mengungkapkan tentang masalah yang
dibandingkan kaum laki-laki. sedang dihadapi masyarakat. Pesan tersebut juga
Pendidikan politik juga bisa dilakukan melalui tidak hanya merupakan wacana, tetapi juga
civic education, atau pendidikan ke- mengandung cara memecahkan. Ini berarti masalah
warganegaraan, yang berisi tentang pendidikan keterwakilan perempuan 30% di lembaga legislatif
hak-hak politik perempuan, dan hak-hak sipil perlu dikemas oleh partai politik menjadi pesan
mereka yang selama ini terabaikan. Ini dilakukan yang menarik berdasarkan data dan informasi yang
melalui penyuluhan, seminar, atau forum-forum akurat, sehingga masyarakat memerhatikan dengan
ilmiah lainnya yang menyebarluaskan nilai-nilai baik. Adapun partai politik membangun strategi
egaliter, dan kemandirian dalam kehidupan sosial komunikasi politik berupa kaderisasi, pem-
pada institusi formal maupun nonformal yang berdayaan perempuan dan bauran marketing.
kemudian mendorong perempuan untuk tampil Strategi pesan dilakukan partai politik melalui
percaya diri di panggung politik. kaderisasi. Artinya, pesan-pesan politik banyak
Penanggung jawab pendidikan politik bagi berisi ajakan agar perempuan semakin aktif dalam
kaum perempuan ini, apalagi dikaitkan dengan dunia politik seperti menjadi anggota partai.
pemenuhan kuota minimum 30% perempuan di Strategi yang dilakukan partai adalah dengan
parlemen selain kaum perempuan tentu saja adalah menggunakan strategi media, yaitu melalui
partai politik. Partai politiklah yang seharusnya sosialisasi perempuan dalam berbagai media
paling terdepan dalam mendidik kaum perempuan termasuk dalam kepengurusan struktural.
sehingga mereka mampu tampil dan aktif di dunia Perempuan akan mampu tampil di dunia poitik bila
politik. Hal ini terutama berupa pembukaan akses diberi kesempatan untuk menduduki posisi
yang lebih luas dengan mendistribusikan strategis dan kemudian juga diketahui oleh umum.
perempuan dalam posisi-posisi strategis di Sedangkan strategi komunikasi politik partai
organisasi. berkaitan dengan marketing politik yaitu market-
Partai politik sebagai mana pandangan Miriam ing mix (bauran marketing) yang terdiri dari : Prod-
Budiardjo (1998:3) menyelenggarakan 4 (empat) uct (produk), Promotion (promosi), Price (harga),
fungsi, yaitu: komunikasi politik, sosialiasai politik, dan Place (penempatan). Product yang dilakukan
rekruitmen politik, dan pengatur konflik. Keempat oleh partai politiknya adalah dengan
fungsi ini menjadi barometer fungsional bagi partai mempersiapkan politisi perempuan yang
politik di masyarakat. Berkenaan dengan itu, berkualitas dan dikenal di masyarakat untuk
sosialisasi UU pemilu yang mensyaratkan dijadikan caleg. Karakterisik personal dari politis
keterwakilan perempuan 30% di lembaga legislatif perempuan ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh
akan diukur sejauhmana strategi komunikasi politik berbagai faktor termasuk pengaruh dari patron-cli-
partai politik dalam mensosialisasikan UU tersebut. ent seperti keluarga atau suami. Semua faktor

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 267
tersebut menjadi nilai tambah bagi politisi edge), persuasi dan peneguhan (confirmation)
perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik. kepada masyarakat tentang pentingnya perempuan
Sedangkan Promosi (promotion) dilakukan dalam dunia politik.
dengan cara mengaktifkan para politisi perempuan
dalam berbagai kegiatan. Di masyarakat, caleg 4. Penutup
perempuan juga dipublikasikan secara gencar
Demikianlah partisipasi perempuan di wilayah
melalui kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan,
politik perlu diupayakan dengan memaksimalkan
seperti diaktifkan dalam kegiatan keagamaan,
dan memberdayakan perempuan itu sendiri, selain
majelis taklim, atau kegiatan ibu-ibu. Price (harga)
juga strategi komunikasi politik yang jitu, sehingga
yang berarti persiapan daya dukung ekonomi untuk
perempuan bisa maksimal berpartisipasi, termasuk
meloloskan politisi perempuan menjadi anggota
mendapatkan perwakilan di legislatif yang sesuai
legislatif. Kebutuhan dana yang besar biasanya
dengan jumlah mereka di masyarakat.
harus ada untuk melakukan aktivitas politik
Keterbatasan partisipasi perempuan akan
terutama kampanye dan proses penentuan inter-
sangat memengaruhi, baik secara langsung
nal caleg di parpol. Dengan dukungan dana
maupun tidak langsung, terhadap upaya
partisipasi politik dan keterwakilan perempuan di
pengembangan masyarakat, termasuk juga
legislatif semakin didorong. Adapun Penempatan
pemberdayaan perempuan. Jika tingkat partisipasi
(place), artinya penempatan arti politisi perempuan
politik masyarakat termasuk di dalamnya
sebagai caleg dengan ditempatkan pada posisi
perempuan rendah, maka ada indikasi bahwa
yang strategis, yaitu diurutan nomor jadi di bagian
pelaksanaan demokrasi yang dilaksanakan di suatu
paling pertama atau kedua.
negara memberi tanda yang kurang baik. Dan hal
Sedangkan strategi komunikasi politik partai
tersebut tentu saja akan sangat merugikan bagi
politik dilakukan melalui media. Strategi ini
bangsa dan negara.
dilakukan dengan pemilihan media yang sesuai
untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Media
tidak selamanya sebagai saluran yang
menggambarkan perempuan secara negatif. Me- Daftar Pustaka
dia juga mampu mengangkat posisi perempuan
sederajat dengan laki-laki bila digunakan sebagai Budiardjo Miriam. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
media strategi komunikasi. Penyampaian pesan Jakarta: Gramedia.
politik melalui media sangat tepat menggunakan
teori difusi inovasi. Everet M. Rogers (Effendy, Bunga Rampai. 2003. Bahan Pembelajaran
1993: 284) mendefinisikan difusi inovasi sebagai Pelatihan Pengarusutamaan Gender dalam
proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan Program Pembangunan Nasional.
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu Dahlan M. 1995. dkk.Kamus Induk Istilah Ilmiah.
diantara para anggota suatu sistem sosial. Difusi Surabaya: Target Press.
melakukan penyebaran pesan-pesan sebagai ide
Effendy Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan
baru.
Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya
Dengan difusi inovasi ini, media mengangkat
Bakti.
isu pengarusutamaan gender (gender mainstream)
termasuk di dalamnya partisipasi perempuan dalam Firmanzah. 2007. Marketing Politik: Antara
politik berupa keterwakilan secara proporsional. Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Buku
Isu partisipasi perempuan merupakan inovasi baru Obor.
dalam masyarakat yang disebarluaskan oleh me-
Gaffar Afan. 2004. Politik Indonesia, Transisi
dia. Dengan mengangkat isu keterwakilan
Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
perempuan ini memberikan pengetahuan (knowl-
Pelajar 2000

268 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Roth dan Wilson. 1980. The Comparative Study of


Margaret Lycette, Adjusting Project to Overcome
Politic. New York: Prencite Hall Inc.
Constrant on Women Participation Forum.
USAID.1994 Rush dan Althoff. 1997. Pengantar Sosial Politik.
Jakarta: Raja Grafindo.
McClosky, Herbert. 1972. Political Participation:
International Encyclopedia of the social Saraswati Tumbu. 2004. Agenda Perjuangan
Sciences. New York: MacMillan company and Politik Perempuan melalui Parlemen. Jurnal
The Free Press. Perempuan No. 37.
Mukarom Zaenal. 2004. Makalah pada kegiatan Sihite Romany. 2007. Perempuan, Kesetaraan,
sosialiasi peningkatan partisipasi perempuan Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gen-
dalam politik, Kerangka Acuan Peningkatan der. Jakarta: Raja Grafindo.
peran Perempuan di Bidang Politik Menuju
Sumiarni Endang. 2004. Gender dan Feminisme.
keterwakilan Perempuan 30 % dalam Pemilu
Yogyakarta: Wonderful Publishing Company.
2004. Korpri Jawa Barat.
Surbakti Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik.
Murniati. 2004. Getar Gender, Perempuan dalam
Jakarta: Gramedia.
perspektif Agama Budaya dan Kelaurga.
Magelang: Tera. Widyani Agnes. 2005. Hukum berkeadilan Gen-
der. Jakarta: Kompas.
Nimmo, Dan. 2000. Political Communication and
Public Opinion. California: Goodyear Pub- Wijaya Hesti. 2001. Perempuan dalam Pusaran
lishing Company. Demokrasi. Bantul: IP-4 Lapera.

Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang Keterwakilan Perempuan ... 269
270 M EDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008

You might also like