You are on page 1of 31

PT.

PLN (Persero)
Unit Pendidikan dan Latihan
Palembang

ERA KOMPETISI

(IPP & GRID CODE)

MATERI KURSUS

POWER SYSTEM ENGINEERING

UDIKLAT PALEMBANG

6-12 Desember 2004

oleh

E. H. GULTOM
Pengelola Pasar Tenaga Listrik (PP):
mempertemukan penawaran dan
permintaan tenaga listrik sesuai aturan
pasar.

Tugas-tugas Pengelola Pasar Tenaga Listrik :


(i) berkoordinasi dengan Pengelola Sistem
dalam penyaluran tenaga listrik,
(ii) mengesahkan harga pasar dan besarnya
tenaga listrik yang disalurkan,
(iii) memberi informasi hasil transaksi kepada
semua pihak terkait,
(iv) menyelesaikan transaksi pasar,
(v) menyelesaikan perselisihan antar pelaku,
(vi) membuat laporan transaksi dari penjual
dan pembeli kepada BAPEPTAL, serta
(vii) tugas lain ditentukan oleh BAPEPTAL.
Pengelola Sistem Tenaga Listrik (PS):
mengelola operasi sistem tenaga listrik untuk
memperoleh sistem yang andal, aman dan
bermutu sesuai aturan jaringan yang berlaku.
Tugas-tugasnya antara lain:
(i) merencanakan pengembangan sistem,
(ii) menjaga tingkat keamanan, mutu dan
keandalan sistem sesuai dengan standar
yang berlaku,
(iii) prakiraan beban dan rencana
pembebanan pembangkit berdasarkan
informasi dari Pengelola Pasar,
(iv) mengkoordinir rencana pemeliharaan
pembangkit dan jaringan,
(v) memberikan perintah operasi kepada
pembangkit dan transmisi tenaga listrik,
(vi) memberikan informasi kepada
Pengelola Pasar untuk penyelesaian
transaksi jual beli tenaga listrik,
(vii) menjamin pasokan tenaga listrik, serta
(viii) melakukan tugas lain yang ditentukan
oleh Bapeptal.

UU 20/2002 tidak spesifik menyebutkan fungsi


dan tugas Usaha Transmisi, kecuali Pasal 18
ayat (4) menyebutkan bahwa tugas Usaha
Transmisi adalah merencanakan dan
melaksanakan pembangunan sarana
transmisi sesuai Rencana Pengembangan
Sistem Tenaga Listrik.
Sebagai acuan, fungsi dan tugas Usaha
Transmisi adalah sebagai berikut:
Fungsi: Menyediakan dan memelihara
jaringan transmisi untuk penyaluran tenaga
listrik yang efisien, transparan dan andal.

Tugas:
a) Merencanakan dan membangunan jaringan
transmisi sesuai RPTL yang dibuat oleh SO
b) Memelihara jaringan transmisi
c) Melaksanakan instruksi operasi dari SO.
d) Menyediakan open access
e) Menyediakan transmisi yang andal, efisien
f) Menjaga kesiapan jaringan transmisi
g) Melaksanakan usaha secara transparan
h) Berkoordinasi dengan MO dalam
penyelesaian transaksi jasa transmisi
OPSI ORGANISASI

UU 20/2002 hanya mengatur fungsi, tugas


dan bentuk organisasi pada era kompetisi.
Gambaran organisasi yang seharusnya ada
pada era transisi tidak didefinisikan. Alternatif
migrasi organisasi berdasarkan UU 20/2002,
untuk P3B Jawa-Bali dapat dibuat sbb.:

Roadmap SOTOMO Menuju Era Kompetisi


Psl. 28 (2)

SO SO SO
Psl. 8 (2) & 16

MO MO MO

SO

TO TO TO

TO
P3B
Saat Ini Psl. 28 (1)

MO

BSO SO
USO

TO
BTO UTO

MO
BMO UMO

UBS UBS BUMN


Era Kompetisi
UU 20/2002
Dalam Ketentuan Umum UU No. 20/2002
dijelaskan pengertian:
Pengelola Pasar Tenaga Listrik adalah
penyelenggara kegiatan usaha untuk
mempertemukan penawaran dan permintaan.

Pengelola Sistem Tenaga Listrik adalah


penyelenggara kegiatan usaha pengoperasian
sistem tenaga listrik yang bertanggungjawab
mengendalikan dan mengkoordinasikan
antarsistem pembangkitan, transmisi, dan
distribusi, serta membuat rencana
pengembangan sistem tenaga listrik.
ATURAN JARINGAN (GRID CODE)
Seperangkat peraturan dan persyaratan untuk
menjamin keamanan dan keandalan
pengoperasian dan pengembangan Sistem
yang efisien dalam mengikuti peningkatan
kebutuhan (daya dan mutu) tenaga listrik.
Pasal 25 UU No. 20/2002
(1) : Pengelola Sistem berfungsi mengelola
operasi sistem tenaga listrik untuk
memperoleh sistem yang andal, aman,
dan bermutu sesuai dengan aturan
jaringan tenaga listrik yang berlaku.
(2) : Ketentuan mengenai aturan jaringan
ditetapkan dengan Keputusan Ketua
BPEPTAL.
Pemerintah telah menerbitkan Aturan-
Jaringan untuk JAMALI pada Juni 2004.
1. Aturan Manjemen Jaringan
Prosedur umum mengenai perubahan /
revisi Aturan Jaringan, penyelesaian
perselisihan, dan review pengoperasian
dan manajemen jaringan.

2. Aturan Penyambungan
Menerangkan persyaratan minimum teknis
dan operasional untuk setiap Pemakai
Jaringan. serta persyaratan minimum
teknis dan operasional di titik-titik
sambungan dengan para Pemakai
Jaringan. Pemakai Jaringan dihubungkan
bilapersyaratan Aturan Jaringan dipenuhi.
3. Aturan Operasi
Menerangkan tentang peraturan dan
prosedur yang berlaku untuk menjamin
keandalan dan efisiensi operasi Sistem.
4. Aturan Perencanaan dan Pelaksanaan
Operasi
Menjelaskan peraturan dan prosedur
untuk perencanaan transaksi dan alokasi
pembangkit yang antara lain meliputi:
a. Rencana/jadwal Operasional Jangka
Panjang, dilakukan setiap 6 bulan,
dengan horison perencanaan 2 tahun;
b. Rencana/Jadwal Bulanan;
c. Rencana/Jadwal Mingguan;
d. Pelaksanaan/Dispatch Harian;
e. Real-time untuk Dispatch ulang.
5. Aturan Setelmen
Menjelaskan peraturan dan prosedur yang
berkaitan dengan perhitungan penagihan
dan pembayaran atas penjualan dan
pelayanan energi.
6. Aturan Pengukuran
Menjelaskan persyaratan minimum teknis
dan operasional untuk Meter-Transaksi
(meter utama dan pembanding) yang
harus dipasang pada titik-sambungan.

7. Aturan Kebutuhan Data


Merangkum kebutuhan data dari semua
Pemakai Jaringan termasuk.
8. Aturan Tambahan

9. Terminologi dan Definisi


Komite Manajemen Jaringan bertugas:

(a). Me-review Aturan Jaringan dan


implementasinya, sesuai kebutuhan;

(b). Me-review usulan yang disampaikan oleh


Pemakai Jaringan atau pihak yang
berkepentingan untuk amandemen;
(c). Mempublikasikan rekomendasi untuk
amandemen Aturan Jaringan yang oleh
Komite Manajemen dianggap perlu atau
diinginkan, berikut alasan-alasannya;
(d). Menerbitkan interpretasi dan pedoman
serta implementasinya apabila diperlukan
oleh Pemakai Jaringan; dan

(e). Membuat rekomendasi perubahan Aturan


Jaringan yang meliputi kondisi takterduga.
3. INDEPENDENT POWER PRODUCERS

Awal 90-an, PLN kekurangan pembangkit


untuk memenuhi pertumbuhan yang relatif
tinggi, Pemerintah tidak mampu menyediakan
dana investasi.
Tahun 1990 Menteri Pertambangan dan
Energi membentuk Tim Persiapan Usaha
Ketenagalistrikan Swasta terdiri dari 18
anggota, yaitu dari Departemen PE, BPPT,
PLN dan DepKeu.

Lebih lanjut, Pemerintah menerbitkan Kepres


No.37/1992 tentang Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Oleh Swasta, mengundang
swasta lokal dan asing berpartisipasi di
bidang kelistrikan Indonesia untuk
kepentingan umum.
PT. Paiton Energy, perusahaan asing pertama
yang menyambut kesempatan Keppres No.
37/1992, mengajukan rencana PLTU Paiton I
2 x 615 MW, kemudian diikuti oleh tidak
kurang dari 25 proyek listrik swasta lainnya.
Investasi Asing memasuki usaha kelistrikan di
Indonesia ditandai dengan ditandatanganinya
PPA antara Paiton Energy Co. dengan PLN
pada 12 Feb 1994. Dengan demikian tahun
1994 dapat dianggap sebagai tonggak
dimulainya investasi langsung asing di
bidang kelistrikan Indonesia.
30 bulan negosiasi antara PLN dengan Paiton
Energy hingga dicapai kesepakatan PPA.
Rencana investasinya sebagai PMA disetujui
Ketua BKPM tanggal 27 Peb 1993. Financial
Close pada bulan April 1995.
Komposisi Pemegang Saham Paiton
Energy Company berdasarkan penjelasan
Paiton Energy Company.

Edison Mitsui General BHP


Mission Electric Batu Hitam
Energy Perkasa
40% 32.5% 12.5% 15%

33% 33% 33%


Local
Local
Compan
Comp.
y Local

Paiton
Energy
Apabila terjadi sengketa dalam kaitannya
dengan PPA, atau pemutusan kontrak, para
pihak harus berusaha dalam 30 hari sejak
penerimaan pemberitahuan salah-satu pihak,
menyelesaikannya dengan musyawarah.
Apabila tidak terselesaikan dalam 30 hari, dan
diperlukan bantuan seorang 'penengah maka
sengketa tersebut harus dibawa kepada
seorang pakar untuk menentukan.
Apabila dalam waktu 30 hari penyelesaian
musyawarah tidak berhasil, serta bantuan
seorang pakar tidak diperlukan atau tidak
disepakati, maka sengketa harus diselesaikan
oleh arbitral tribunal dibawah peraturan
arbitrasi UNCITRAL, dengan judul Arbitration
Rules of the United Nations Commission on
International Trade Law.
Perjanjian jual-beli dibuat berdasarkan dan
tunduk terhadap Hukum Republik Indonesia.
Para pihak mengabaikan Pasal 1266 dan
1267 KUHPerdata.
Paiton Energy adalah Pihak Listrik Swasta
yang berhasil melaksanakan pembangunan 2
(dua) unit pembangkit listrik tenaga uap di
Paiton, berkapasitas 2x615 MW. Unit pertama
dinyatakan siap operasi 22 Mei 1999 dan unit
kedua 10 Juli 1999. Berdasarkan PPA, PLN
harus membeli listrik yang dihasilkan oleh
Penjual sampai batas minimum yang
dinyatakan dalam kontrak.

Apabila Penjual siap menghasilkan tenaga-


listrik, sementara PLN tidak dapat
menerimanya karena kerusakan instalasi
penyalurannya baik oleh gempa bumi maupun
alasan lainnya, PLN harus membayar
sejumlah uang yang setara dengan pembelian
minimum (bentuk indirect take or pay ?).
Dalam pelaksanaan PPA tersebut, kejadian
krisis moneter 1997 telah mengakibatkan1 hal-
hal yang antara lain sebagai berikut:

i). Menurunnya Pertumbuhan Kebutuhan


Tenaga Listrik.

2). Perubahan drastis Kurs Dollar/Rupiah.


3). Menurunnya Harga Jual Listrik PLN
Dalam Kurs US-Dollar.

1
PLN : Permasalahan Kritis Untuk Segera Diputuskan, Buku Putih PLN, 16 Oktober 2000, disampaikan ke
Komisi VIII DPR RI.
ANALISIS LISTRIK SWASTA
Dari aspek hukum, prosedur PMA Indonesia
telah dipenuhi oleh Listrik Swasta. BKPM
menyetujui dan PLN membutuhkan.
Growth kelistrikan >10 % pada tahun 80-an,
dana internal PLN tidak memadai.
Paiton Energy menyelesaikan proyeknya, siap
beroperasi komersial pada tahun 1999,
dengan kondisi harga listrik berdasarkan
kontrak sekitar USD 0.0725/kWh, sementara
harga jual rata-rata PLN ke pelanggannya
sekitar Rp 330.00/kWh atau setara dengan
USD 0.0300/kWh. Keadaan yang sangat tidak
seimbang ini adalah akibat dari perubahan
kurs Rupiah terhadap USD.

Timbul SENGKETA
Berdasarkan pasal 1320 K.U.H.Perdata,
perjanjian jual-beli antara Paiton Energy
dengan PLN adalah sah, sesuai dengan asas
pacta sunt servanda karena memenuhi
semua persyaratan suatu perjanjian. Namun
kenyataannya PLN tidak mampu memenuhi
kewajibannya.

Perubahan kondisi yang diakibatkan oleh


krisis moneter 1997 tidak dapat dipakai
sebagai alasan yang sah atau unsur force-
majeure untuk menyeimbangkan kontrak.

Paiton Energy mengajukan prinsipal proposal


untuk memperbaiki situasi yang antara lain:
1. menghindari bentuk legal solution
Arbitrasi tidak diinginkan.
2. restrukturisasi harus konsisten dengan
kontrak yang berlaku.
3. resolusi harus melibatkan Pemerintah RI,
PLN, Pemerintah AS, Pemerintah Jepang,
Bank-bank Komersial, Bank Dunia, IMF,
dan Paiton Energy.
4. resolusi harus berprinsip win win, tidak
mempermalukan RI maupun PEC.
5. resolusi harus konsisten dengan
kebijaksanaan Pemerintah RI untuk
reformasi sektor kelistrikan.
6. penggabungan instalasi pembangkit PEC
dengan instalasi PLN di Paiton untuk
sekuriti dan harga yang lebih murah.
Amandemen pertama (interim agreement)
disepakati pada awal tahun 2001, berlaku
Jan 2001 hingga Jun 2001, memberikan
kesempatan bernegosiasi. PLN membayar
sebagian dari kewajibannya sementara
sisanya diperhitungkan sebagai utang.
Negosiasi berlangsung dengan kondisi
power plant beroperasi dengan CF sekitar
40%. Amandemen terhadap PPA akhirnya
disepakati pada bulan Juni 2001 dengan
harga baru USD 0.0493/kWh tetapi dengan
dasar perhitungan CF = 85% dan
perpanjangan kontrak menjadi 40 tahun.

Hasil yang cukup baik apabila PLN dapat


memanfaatkan Power Plant Paiton Energy
dengan CF sekitar 85%.
Sesuai pasal 1338 K.U.H.Perdata,
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. PPA tidak dapat ditarik
kembali kecuali dengan sepakat kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang oleh undang-undang dinyatakan
cukup untuk itu.
Masalah didepan mata saat ini adalah
mengantisipasi amanat UU No. 20/2002
untuk melaksanakan kompetisi dalam
usaha ketenagalistrikan, menyadari bahwa
Listrik Swasta yang ada sekarang sudah
mengikat kontrak jangka-panjang dengan
harga yang telah ditetapkan.
Banyak pengamat kelistrikan menyadari
bahwa partisipasi swasta di pembangkitan
tenaga-listrik sangat dibutuhkan, mengingat
besarnya kebutuhan investasinya.
Pemerintah mengindikasikan (dalam media
massa) kebutuhan dana investasi kelistrikan
untuk 10 tahun mendatang melebihi USD
20,000,000,000.00. Dengan growth 5%,
sistem Jawa-Bali membutuhkan tambahan
pasokan rata-rata 880 MW pertahun.
Sejak krisis moneter 1997, PLN selalu rugi,
pemerintah tidak lagi menyediakan dana
investasi, maka Keppres No. 37/1992
ternyata telah berperan sangat penting
dalam menghindari defisit daya listrik di
Jawa-Bali.
BAPEPTAL (LATAR BELAKANG)

UUD 1945 pasal 33 (2): cabang-cabang


produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara. Sementara Pasal 33 (5)
menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan Pasal 33 ini diatur
dalam undang-undang.

UU No. 20/2002 yang antara lain


mengamanatkan dibentuknya BAPEPTAL di
wilayah yang telah menerapkan kompetisi
adalah merupakan perwujudan penguasaan
negara terhadap usaha penyediaan tenaga
listrik.
Ada beberapa kriteria yang perlu dipenuhi
oleh sebuah pasar tenaga listrik agar dapat
beroperasi secara efektif, antara lain:

i) Pasar memberikan indikasi jelas kepada


investor, waktu yang tepat masuk/keluar,

ii) Pasar Tenaga Listrik menuntut kontiniutas


dan keandalan pasokan,

iii) Biaya transaksi murah dan transparan,


iv) Tidak terjadi penyalahgunaan kekuatan
pasar, dan
v) Kerangka kerja jelas untuk implementasi
dan evaluasi peraturan atau regulasi.
Persaingan Pasar memerlukan pengawasan
oleh BAPEPTAL mengingat peran strategis
listrik terhadap ekonomi nasional dan untuk
menghindari bentuk penguasaan pasar.
Disamping itu, pengawasan juga diperlukan
karena Transmisi dan Distribusi secara
alamiah adalah merupakan monopoli.

BAPEPTAL

Pasal 51 (1) UU No. 20/2002 menjelaskan :


Untuk mengatur dan mengawasi
terselenggaranya kompetisi penyediaan
tenaga listrik, dibentuk satu badan yang
disebut BAPEPTAL.

Sementara Pasal 52 UU No. 20/2002 dengan


jelas mengatur bahwa BAPEPTAL bertugas:
menjabarkan dan menerapkan kebijakan
umum Pemerintah dalam pengaturan usaha
penyediaan tenaga listrik,
mencegah persaingan usaha tidak sehat,
mengawasi harga jual listrik pada sisi yang
dikompetisikan pada usaha pembangkitan
dan agen penjualan tenaga listrik,
mengatur harga sewa transmisi dan
distribusi tenaga listrik, dan harga jual
tenaga listrik pada usaha penjualan tenaga
listrik, serta biaya penyediaan fasilitas untuk
menjaga mutu dan keandalan sistem,
menetapkan wilayah usaha pengelola-pasar
dan pengelola-sistem tenaga listrik,
menetapkan wilayah usaha distribusi dan
usaha penjualan tenaga listrik,
menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (IUPL),
memastikan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan izin
dipatuhi oleh pemegang IUPL.,
melakukan dengar pendapat dengan publik
dan menetapkan aturan penanganan
pengaduan konsumen,
memfasilitasi penyelesaian perselisihan
yang timbul dalam kompetisi dan pelayanan,
menerapkan sanksi administratif kepada
pemegang IUPL atas pelanggaran
ketentuan peraturan perundang-undangan
dan perizinan,
menjamin pasokan tenaga listrik.

Keanggotaan dan Pertanggungjawaban


BAPEPTAL diatur pada Pasal 52:
(1) BAPEPTAL bertanggung jawab kepada
Presiden.
(2) Anggota BAPEPTAL paling sedikit terdiri
atas 5 (lima) orang dan paling banyak
terdiri atas 11 (sebelas) orang.

(3) Ketua dipilih dari dan oleh anggota


BAPEPTAL, yang merangkap sebagai
anggota.
(4) Anggota BAPEPTAL diangkat oleh
Presiden atas persetujuan DPR RI.
(5) Masa jabatan anggota BAPEPTAL adalah
5 tahun dan dapat diangkat kembali
maksimal 1 kali masa jabatan berikutnya.

(6) Apabila karena berakhirnya masa jabatan


akan terjadi kekosongan dalam
keanggotaan BAPEPTAL, maka masa
jabatan anggota dapat diperpanjang
sampai pengangkatan anggota baru.
Dalam UU No. 20/2002, Ketentuan Peralihan,
Pasal 67 disebutkan:
Pada saat Undang-undang ini berlaku:

(a) dalam jangka waktu paling lama 1 tahun


dibentuk Badan Pengawas Pasar Tenaga
Listrik; dan
(b) dalam jangka waktu paling lama 5 tahun
telah ada wilayah yang menerapkan
kompetisi terbatas di sisi pembangkitan.

You might also like