Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Cedera kepala merupakan penyebab utama yang paling sering mengakibatkan kematian dan kecacatan permanen setelah
kecelakaan. Perdarahan subaraknoid merupakan salah satu akibat kerusakan primer otak yang diakibatkan oleh cedera
kepala. Beberapa faktor yang berhubungan terhadap outcome adalah usia, skor awal Glasgow Coma Scale (GCS), refleks
pupil, keadaan hipotensi dan waktu prehospital. Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang
sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang, dan 10 % termasuk
cedera kepala berat. Data primer diperoleh dari alloanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Seorang
pria 55 tahun, dibawa ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan 5 jam yang lalu. Pasien
pingsan selama lebih dari 3 jam. Setelah sadar, pasien mengalami gangguan kesadaran dan gangguan status mental.
Terdapat perdarahan yang keluar dari hidung pasien namun tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Temuan fisik yaitu
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,5C. Pemeriksaan penunjang rontgen dan
computed tomography (CT) scan kepala terdapat fraktur os. Occipitalis kiri, dengan Hematom subaraknoid mengisi sulci &
falk cerebri, hematom intrasinus maksilaris kiri, ethmoidalis kiri & sfenoidalis. Pasien didiagnosis cedera kepala berat dan
ditatalaksana secara terpadu meliputi primary survey dan secondary survey. Cedera kepala bisa menyebabkan kematian
tetapi juga penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi. Cedera kepala merupakan masalah yang serius karena merupakan penyebab
kematian yang paling sering terutama pada kecelakaan kendaraan. Untuk menentukan tingkat keparahan pada penderita
cedera kepala digunakan pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS.
Kata kunci: cedera kepala berat, glasgow coma scale, perdarahan subaraknoid
Korespondensi : Ucha Clarinta, S.Ked, alamat Jl. Soemantri Brojonegoro 1, HP 085768561992, e-mail
uchaclarinta@yahoo.com
Pendahuluan
Cedera kepala merupakan salah satu terutama karena peningkatan penggunaan
masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kendaraan bermotor. World Health
gangguan fisik dan mental yang kompleks.1 Organization (WHO) memperkirakan bahwa
Cedera kepala adalah salah satu penyebab pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan
kematian utama dikalangan usia produktif menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga
antara 15-44 tahun.2,3 Secara global insiden terbanyak di dunia.4
cedera kepala meningkat dengan tajam Indonesia adalah negara berkembang
yang masih memiliki angka kejadian kecelakaan menghindarkan terjadinya cedera otak
yang tinggi. Data kecelakaan lalu lintas yang sekunder merupakan pokok-pokok tindakan
diperoleh dari profil Kesehatan Indonesia yang sangat penting untuk keberhasilan
tahun 2011 secara nasional berjumlah 104.824 kesembuhan penderita. Sebagai tindakan
kejadian dengan jumlah kematian mencapai selanjutnya yang penting setelah primary
29.952 orang, 67.098 orang mengalami luka survey adalah identifikasi adanya lesi masa
berat dan 89.856 luka ringan.5 Trauma kepala yang memerlukan tindakan pembedahan, dan
adalah trauma mekanik terhadap kepala baik yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT-
secara langsung ataupun tidak langsung yang scan kepala.13
menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu Pada penderita dengan cedera kepala
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik ringan dan sedang hanya 3-5% yang
temporer maupun permanen.6 memerlukan tindakan operasi dan sisanya
Trauma kepala mengakibatkan kelainan dirawat secara konservatif. Prognosis pasien
struktural atau fisiologis pada fungsi otak oleh cedera kepala akan lebih baik bila
faktor eksternal yang diindikasikan sebagai penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan
onset baru atau perburukan dari satu atau cepat.14
lebih gejala klinis berikut kehilangan
kesadaran, kehilangan memori tepat setelah Kasus
terjadinya trauma.7 Kelainan status mental Seorang pria 55 tahun datang ke
setelah terjadinya trauma (kebingungan, Rumah Sakit Abduk Muluk melalui Unit Gawat
disorientasi, pemikiran yang lambat dan lain- Darurat (UGD) dengan penurunan kesadaran
lain), defisit neurologis (kelemahan, kehilangan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
keseimbangan, perubahan penglihatan, praxis, tunggal terjatuh dari motor sejak 5 jam
paresis atau plegia, kelainan sensoris, afasia sebelum masuk rumah sakit. Kepala pasien
dan lain-lain) yang dapat terjadi sementara terbentur aspal jalanan dan pasien tidak
atau presisten, lesi intrakranial. Faktor sadarkan diri pasca kecelakaan. Keluarga
eksternal yang dimaksud misalnya pukulan mengatakan pasien sempat mengalami muntah
pada kepala, kepala menabrak objek, satu kali setelah berada di Rumah Sakit Abdoel
percepatan atau perlambatan pada otak tanpa Muluk. Pasien pingsan selama lebih dari 3 jam
trauma eksternal pada kepala, penetrasi benda dan tidak terdapat kejang pasca kecelakaan.
asing, atau faktor eksternal lainnya.8 Namun, setelah sadar, pasien mengalami
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien gangguan kesadaran dan gangguan status
cedera kepala adalah perdarahan di otak, mental. Pasien menjadi gelisah dan berbicara
penurunan kesadaran, perubahan perilaku melantur. Pasien tidak ingat kejadian. Terdapat
yang tidak begitu terlihat, dan defisit kognitif perdarahan yang keluar dari hidung pasien
yang dapat terjadi dan tetap ada.9 namun tidak ada cairan yang keluar dari
Perdarahan subaraknoid (PSA) telinga. Terdapat luka-luka lecet pada lengan
merupakan gangguan mekanikal sistem dan kaki. Terdapat luka pada kepala bagian
vaskuler pada intrakranial yang menyebabkan belakang dan mengeluarkan darah. Buang air
masuknya darah ke dalam ruang subaraknoid.10 besar dan buang air kecil normal. Pasien tidak
Perdarahan ini biasanya terjadi pada beberapa pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.
keadaan klinis, yang paling umum adalah Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan
trauma kepala.11 tidak mengkonsumsi narkoba saat
Cedera kepala merupakan keadaan mengendarai motornya. Pasien juga tidak
yang serius, sehingga diharapkan para dokter memiliki riwayat alergi makanan dan alergi
mempunyai pengetahuan praktis untuk obat-obatan.
melakukan pertolongan pertama pada Dari pemeriksaan fisik didapatkan
penderita.12 Tindakan pemberian oksigen yang kesadaran composmentis, Glassgow Coma
adekuat dan mempertahankan tekanan darah Scale (GCS) Eye 1 Verbal 2 Motorik 5, tekanan
yang cukup untuk perfusi otak dan darah 120/70 mmHg, nadi 80x/menit,
pernafasan 18 x/menit, Suhu 36,5C, trauma GCS pasien saat dibawa ke UGD (<24 jam)
stigmata terdapat vulnus laceratum post adalah 8.
hecting di regio oksipital sinistra. Dengan GCS, cedera kepala dapat
Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan diklasifikasikan menjadi: 1) cedera kepala
hasil peningkatan leukosit. Dari pemeriksaan ringan, bila GCS 13-15, 2) cedera kepala
CT-scan didapatkan hasil fraktur os. Oksipitalis sedang, bila GCS 10-12 dan 3) cedera kepala
kiri, hematom subaraknoid mengisi sulci & falx berat, bila GCS 3-9.16
cerebri dan hematom intrasinus maksilaris kiri, Pasien juga megalami sindrom
etmoidalis kiri & sfenoidalis. pascakonkusi dimana memiliki gejala psikis dan
neurologis kompleks yang timbul setelah
Pembahasan konkusi. Gejala-gejalanya dapat berupa
Pasien didiagnosis sebagai cedera kepala gangguan psikis, kognitif dan emosi/perilaku.17
berat et causa subaraknoid hemoragik. Dasar Patofisiologi nya proses patologis pada
diagnosis berdasarkan anamnesis, menurut daerah system limbik dan/atau neurokorteks
mekanisme terjadinya, pasien termasuk serta jaras-jaras asosiasinya dapat
mengalami cedera kepala tumpul yang menyebabkan gejala neurobehaviour (defisit
biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil- fungsi kognitif dan/ atau gejala neuropsikiatri).
motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Lesi pada akson telah diakui sebagai pencetus
Menurut informasi dari keluarga pasien, pasien gejala sisa cedera otak. Lokasi yang sering
mengalami kecelakaan tunggal yaitu terjatuh terlibat adalah forniks yang penting untuk
dari motor dengan kepala terbentur. fungsi memori dan kognitif.18
Berdasarkan beratnya cedera, pasien
termasuk mengalami cedera kepala berat
dimana GCS digunakan secara umum dalam
deskripsi beratnya cedera penderita kepala.15
Kriteria diagnostic menurut Diagnostik dalam hal atendi dan/atau memori dan 3)
and Statistical Manual of Mental Disorders muncul sekurangnya 3 dari 8 gejala berikut
(DSM-IV) sebagai berikut: 1) adanya riwayat yaitu kelelahan, gangguan tidur, nyeri kepala,
cedera kepala yang menyebabkan konkusi pusing, iritabilitas, gangguan afektif,
serebral yang signifikan, 2) defisit kognitif perubahan kepribadian, apati yang muncul
setelah trauma dan menetap selama 3 bulan mengisi sulci & falx cerebri, hematom
meliputi gejala memburuk setelah trauma, intrasinus maksilaris kiri, etmoidalis kiri &
gangguan fungsi sosial dan demensia akibat sfenoidalis.
trauma kepala.19 Berdasarkan klasifikasinya dan setelah
Pasien pada kasus ini terdapat tanda- dilihat dari hasil pemeriksaan radiologi CT-scan,
tanda rangsang meningeal yang positif dari pasien mengalami lesi fokal, yaitu terdapat
hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dimana perdarahan di intrakranial yang lebih tepat nya
pada pasien ini terdapat kaku kuduk yang di subarachnoid space.
positif. Selain itu pasien juga mengalami kaku Perdarahan subaraknoid terjadi akibat
di bagian punggung (leher kebawah). Hal ini pembuluh darah di sekitar permukaan otak
dapat terjadi dikarenakan terdapat benda asing pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
(perdarahan) yang terdapat di dalam rongga ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid
subaraknoid.20 Rangsang meningeal adalah umumnya disebabkan oleh rupturnya
tanda-tanda adanya perangsangan selaput aneurisma sakular atau perdarahan dari
otak. Terjadi oleh karena beberapa sebab arteriovenous malformation. Pada gambaran
seperti, infeksi (meningitis), zat kimia (bahan radiologi, gambaran perdarahan subaraknoid
kontras), darah (perdarahan subaraknoid terdapat di cavum subaraknoid. Pendarahan
(SAH)), atau invasi neoplasma (meningitis masuk ke dalam sulcus dan memberikan
carcinomatosa).21 gambaran hyperdense sulcus.22
Penatalaksanaan awal penderita cedera
kepala pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah
cedera kepala sekunder serta memperbaiki
keadaan umum seoptimal mungkin sehingga
dapat membantu penyembuhan sel-sel otak
yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala
tergantung pada tingkat keparahannya, berupa
cedera kepala ringan, sedang, atau berat.23
Prinsip penanganan awal meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang
diprioritaskan antara lain airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure, yang
kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan
cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak sekunder
dan mencegah homeostasis otak.24
Gambar 1. CT Scan Kepala Pasien Penanganan beberapa kasus cedera kepala
memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis
hasil CT-scan tampak lesi hiperdens mengisi pasien, temuan neuroradiologi dan
25
sulci & falx cerebri (slice 11-19), struktur patofisiologi dari lesi.
mediana tidak terdeviasi, sistema ventrikel tak Penatalaksanaan medika mentosa di
menyempit, sulci & gyri normal, tampak defek ruangan meliputi pemberian ringer lactat
fraktur os occipital kiri (slice 1-12), tampak inravena 20 tetes/menit, pemberian ringer
pemadatan intrasinus maksilaris kiri, lactat disini sebagai resusitasi cairan intravena
ethmoidalis kiri & sfenoidalis (slice 1-7), celula dengan jalan memberikan cairan isotonik agar
mastoidea kanan & kiri baik. Kesan fraktur os sirkulasi tetap berjalan lancar. Pasien juga
occipitalis kiri, dengan hematom sub araknoid diberikan oksigen via nasal kanal 3 liter/menit
Perbandingan glasgow coma scale dan praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat;
revised trauma skor dalam memprediksi 2009.
disabilitas pasien trauma kepala di rumah 15. Jenny B. Develepment of glassgow coma
sakit atma jaya. Maj Kedokt Indon. 2010; scale and outcome scale. Nepal J Neurosci.
60(1):437-42. 2005;2(1):24-8.
2. Japardi I. Cedera kepala. Jakarta: PT 16. Bederson JB, Connolly ES, Batjer HH,
Bhuana Ilmu Populer; 2004. Dacey RG, Dion JE, Diringer MN, et al.
3. Riyadina W. Profil cedera akibat jatuh, Guidelines for the management of
kecelakaan lalu lintas dan terluka benda aneurysm subarachnoid hemorrhage.
tajam atau tumpul pada masyarakat 2009; 40(3):994-1025.
Indonesia. Jur. Peny Tdk Mlr Indo. 2009; 17. Teasdale G, Matthew P. Mechanism of
1(1): 1-11. cerebral concussion, contusion and other
4. Mass AIR, Stocchetti N, Bullock R. effects of head injury. Philadelphia; WB
Moderate and severe traumatic brain Saunders Co; 2003.
injury in adults. Lancet Neurol. 2008; 7(2): 18. Iverson GL, Brooks BL, Lovell MR, Collins
728-41. MW. No cumulative effects for one or two
5. Oktaviana, F. Gambaran kecelakaan lalu previous concussions. Br J Sports Med.
lintas pada kendaraan bermotor roda dua 2006; 40(1):725.
di RSUPN cipto mangunkusumo tahun 19. Boake C, McCauley SR, Levin HS, et al.
2003-2007 [skripsi]. Jakarta: Universitas Diagnostic criteria for post concussion
Indonesia; 2008. syndrome after mild to moderate
6. Sidharta P, Mardjono M. Neurologi klinis traumatic brain injury. J Neuropsychiatry
dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2005. Clin Neurosci. 2005; 17(3):3506.
7. Brain Injury Association of Michigan. 20. Adams RD, Victor M. Principles of
Traumatic brain injury provider training neurology. Edisi ke-4. United States of
manual. Michigan Department Of America: Mc Graw Hill Co; 2000.
Community Health; 2005. 21. Lumbantobing S.M. Vertigo tujuh keliling.
8. Bordignon KC, Arruda WO. CY scan Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
findings in mild head trauma: a series of Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
2000 patients. Arq Neuropsiquiatr. 2002; 22. Rabinstein AA, Weigand S, Atkinson JL,
60: 204-10. Wijdicks EF. Patterns of cerebral infarction
9. Corwin, E.J. Buku saku patofisiologi edisi in aneurysmal subarachnoid hemorrhage.
ke-3. Jakarta: EGC; 2009. 2005; 36(2): 992-7.
10. Gruenthal M. Subarachnoid hemorrhage 23. Hafid A, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah.
instant diagnosis and treatment. Edisi ke- Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
6. USA: Mosby Inc; 2004. Kedokteran EGC; 2007.
11. Setyopranoto I. Penatalaksanaan 24. Ariwibowo, Haryo. Art of therapy. Sub
perdarahan subaraknoid: CDK-199. 2012: Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
39(11). Press of Yogyakarta; 2008.
12. Ali J, Brasel K, Burris DG, Cioffi WG, 25. Brain Injury Association of Michigan.
Cooper A, Hollands M, et al. Advanced Traumatic brain injury provider training
trauma life support for doctors. USA: manual. USA: Michigan Departement Of
American College of Surgeon; 2004. Community Health. 2008.
13. Markam S, Atmadja DS, Budijanto A. 26. Coles JP. Imaging after brain injury. Br J
Cedera tertutup kepala. Jakarta: Balai Anaesth. 2007; 99(1):49-60.
Penerbit FK UI;1999. 27. Ghajar J. Traumatic brain injury. Lancet.
14. Sidharta, Priguna. Neurologi klinis dalam 2000;356(1):923-29.