You are on page 1of 36

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun oleh: dr. Gusti Ayu Marantika

Pendamping:
dr. Ni Made Ariani
dr. I Made Gunawan

RUMAH SAKIT ARI CANTI


JL. RAYA MAS, MAS, UBUD, KABUPATEN GIANYAR
BALI
2016 2017
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmatNya saya dapat menyelesaikan Laporan kasus yang berjudul Kejang Demam

Sederhana. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu bagian dari kegiatan Dokter

Internsip di RSU ARI CANTI. Pada kesempatan ini, tidak lupa saya mengucapkan terima

kasih kepada seluruh Dokter dan Staff yang telah membimbing saya selama proses penulisan

laporan kasus ini.

Adapun laporan kasus ini berisi mengenai penyakit kejang demam sederhana. Kejang

demam sederhana sendiri merupakan salah satu kasus yang cukup sering ditemukan di

Rumah Sakit Ari Canti. Dengan adanya pembahasan kasus ini, diharapkan pembaca dapat

memahami lebih jauh tentang penyakit kejang demam sederhana.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi

kesempurnaan laporan kasus ini.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu

sampai selesainya laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini berguna bagi kita semua.

Gianyar, 01 November 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Kejang Demam....................................................
2. Epidemiologi......................................................................
3. Klasifikasi..........................................................................
4. Faktor Resiko.....................................................................
5. Etiologi dan Patofisiologi..................................................
6. Manifestasi Klinis..............................................................
7. Diagnosis............................................................................
8. Diagnosis Banding.............................................................
9. Penatalaksanaan.................................................................
10. Edukasi pada Orang Tua....................................................
11. Vaksinasi............................................................................
12. Prognosis............................................................................
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS...................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38,5C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga

kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah

suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasnya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau

3
penyebab tertentu. Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran

pernapasan bagian atas, dan merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam. 1

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk

beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk

beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.

Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1

menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Kejang demam jarang

terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang karena sebab lain (kejang yang tidak

disebabkan oleh demam) akan berlangsung lebih lama, dapat terjadi pada salah satu bagian

tubuh saja dan dapat terjadi berulang.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM

1. DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang

demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per

4
rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi

pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah

suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,

berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial

atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang

demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada

bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3 Kejang

demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa

demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai

prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya

mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari

5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya


2
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Oleh karena itu,

diagnosis selain kejang demam harus dipikirkan bila ditemukan :5

Kecurigaan atau bukti proses intrakranial , baik infeksi, radang, massa,

dan proses lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun

penunjang

Terdapat gangguan elektrolit

Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

Terjadi pada bayi < 1 bulan

Bila terjadi pada anak < 6 bulan atau > 5 tahun, maka harus dipikirkan

penyebab lain yang lebih sering, yaitu infeksi SSP.

3
2. EPIDEMIOLOGI

Insidens di negara negara barat berkisar diantara 3 5 %. Di Asia berkisar

antara 4,47% di Singapura, sampai 9,9% di Jepang. Sekitar 80% diantaranya

adalah kejang demam simpleks. 8

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika

Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus

merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun

kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. 1 Menurut

IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 -

5%.2,5

3. KLASIFIKASI

Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal, anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang.

Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Tanpa kelaianan neurologis sebelum atau

sesusah kejang. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh

kejang demam. 4,5

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :9,10

4
Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang

parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

Ada kelaianan neurologis sebelum atau sesudah kejang.

Kejang demam simpleks paling banyak ditemukan dan memiliki

prognosis baik. Kejang demam kompleks memiliki resiko lebih tinggi

terjadinya kejang demam berulang dan epilepsi dikemudian hari.

4. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu

terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,

dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak

akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3

kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia

dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat

keluarga epilepsi. 5,6

5
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan

neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,

lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam

kompleks. 5,6

5. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam,

dua diantaranya adalah karena lepasnya sitokin inflamasi ( IL-1-beta ), atau

hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan PH otak sehingga

terjadi kejang. 3,4,5

Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering

disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, otitis media akut, roseola, infeksi

saluran kemih, dan infeksi saluran cerna.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan

suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak

yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen

disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui

sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses

oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang

terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya,

kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat

6
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk

menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan

enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.6

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik

ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan

suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi

pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang

baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang

7
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu

berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur

dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas

adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama

berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah

yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan

timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan

pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang

berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi

serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat

menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.4

6. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi

diluar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama

sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik

klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan

otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik

8
(kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama

1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,

inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan

pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,6

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi

reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan

terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang

berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.

Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat

menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4,5

7.
DIAGNOSIS

a. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat

kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan

saraf pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam

keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.


b.
Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda

peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6


c.
Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium

9
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

darah perifer, elektrolit dan gula darah.5


1.)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko

terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil

seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal

dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan,

bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin

bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5


2.)
Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam

tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.5,6,7

4.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang

menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

10
8. DIAGNOSIS BANDING

Kejang disertai demam adalah hal yang sering terjadi pada anak. Banayak

diantaranya disebabkan proses intrakranium yang berbahaya maupun sistem

sistemik. Kondisi kondisi ini harus dapat dibedakan dengan segera dari kejang

demam. Kejang demam khas ditandai adanya peningkatan suhu tubuh secara cepat

diikuti dengan kejang, sementara pada proses infeksi intrakranial demam terjadi

bersamaan atau setelah kejang.

Pada anak < 1 tahun, diagnosis banding yang harus dipikirkan adalah

meningitis. Pada meningitis, bayi tampak letargi, ubun ubun besar menonjol dan

pemeriksaan darah tepi menunjukan leukositosis. Pada keadaan ini pemeriksaan

pungsi lumbal sangat disarankan.10

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya

meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis

meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan

meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan

pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan saat kejang6

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang

paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3

-0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu

3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat

diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam

11
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan

berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.

Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun

atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan

dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara

intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1

mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila

dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang

rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung

dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan

faktor resikonya.5,6

b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat

bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang

digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih

dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun

jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama

12
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat

tidak dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,

begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada

suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,

iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,

karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat6

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salah satu) ;

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrocephalus.

- Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau

lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan,

kejang demam 4 kali per tahun.5

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

13
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah

bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat

menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan

terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital

setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar

pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada

sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam

valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat

15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari

dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas

kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat.4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

14
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih5

11. VAKSINASI

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak

yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih

besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi

kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka

kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. 5,7 Sedangkan setelah

vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah

imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak

demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak

merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5,6

12. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan

15
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi

pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30 50% mengalami

kejang demam berulang, dan 75% terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang

pertama.

Resiko rekurensi bertambah bila :

Kejang demam terjadi < 1 tahun, resiko berulang adalah 50%. Kejang

demam yang terjadi > 1 tahun, resiko berulang 28%.

Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi.

Cepatnya kejang setelah demam.

Kejang yang terjadi pada suhu yang tidak terlalu tinggi ( 38oc )

Resiko epilepsi dikemudian hari akan meningkat apabila terdapat :

Kejang demam kompleks

Riwayat keluarga epilepsi

Kejang demam sebelum usia 9 bulan

Adanya perkembangan yang terlambat atau terdapat kelaianan neurologis

sebelumnya.

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

16
KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.
Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi. 6

17
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. I.W.A.A

Umur : 3 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 5 Juni 2013

Anak ke : 1 dari 1 bersaudara

Agama : Hindu

Nama Ayah : Tn. T

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. W

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : BR. Nyanglan Kaja Bangbang,Tembuku, Bangli

Tanggal masuk : 17 Oktober 2016

No. RM : 12 55 83

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

18
B. Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 1 hari SMRS pasien demam, demam mendadak tinggi. Demam

disertai batuk berdahak dan muntah 1 kali, tidak ada pilek, tidak sesak napas, dan

tidak ada BAB cair.

Kurang lebih 2 jam SMRS, pasien kejang disertai demam, kejang terjadi seluruh

tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1

kali selama 10 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh

keluarga, pasien dibawa ke RSU Ari Canti. Di IGD pasien tidak kejang tetapi

masih panas. Buang air besar 1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air

kecil warna kuning jernih terakhir 4 jam SMRS.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya karena demam : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang karena demam : (-)

Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kelahiran :

Pasien lahir di Bidan dengan berat badan lahir 3900 gram dan panjang 47 cm

( ibu pasien lupa pastinya BBL dan PBL ) , lahir spontan, langsung menangis kuat

segera setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu.

19
F. Riwayat Postnatal

Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat

imunisasi.

G. Imunisasi

Jenis I II III IV
1 - - -

1. BCG bulan 3 bulan 4 bulan -

2. DPT 2 2 bulan 3 bulan 4 bulan


bulan
3. Polio - - -
2 hari
4. Campak 2 bulan 3 bulan 4 bulan
9
5. Hepatitis
bulan
B

Lahir

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2014

H. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia ( orang tua pasien mengatakan

pekembanagan anak sesuai dan sama seperti anak anak di sekitarnya )

20
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : sedang

Derajat kesadaran : compos mentis

Status gizi : kesan gizi baik

Tanda vital

BB : 11 kg

TB : 87 cm

Nadi : 128 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernafasan : 36 x/menit, tipe thorakoabdominal

Suhu : 39,6 C (per axilar)

Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup, kelainan kulit (-)

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata,


UUB sudah menutup

Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)

Telinga : Bentuk normal, sekret(-).

Tenggorok : Uvula di tengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (-)

Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar

Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar

21
Submandibuler : tidak membesar

Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Kanan atas : SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSD

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (+/-), Wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : tympani

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali
cepat.

22
Urogenital : dalam batas normal

Ekstremitas :

Akral dingin - - Sianosis - -


- - - -

Oedem
- -
- -

Arteri dorsalis pedis teraba kuat

CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik
Sensorik : Belum dapat dinilai
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)

Perhitungan Status Gizi (berdasarkan WHO Child Growth Standards(z-scores))

Usia : 3 tahun

BB : 11 kg

TB : 87 cm

Status gizi :
BB/U = -2 SD < BB/U < 0 SD
TB/U = 0 SD < TB/U < 1 SD
LK/U = 1 SD < LK/U < 2 SD
BB/TB = 0 SD < BB/TB < 1 SD

Kesan : Gizi kurang secara antropometri (WHO)


http://www.who.int/childgrowth/standards/en/
23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 17 Oktober 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 10,7 12 16 gr/%
Leukosit 13.600 6.000 14.000 /mm3
Eritrosit 4,82 4,1 5,3 juta /mm3
Trombosit 188.000 140.000 440.000 /mm3

ELEKTROLIT
Natrium 135,2 136,0 145,0 mmol/l

GLUKOSA SEWAKTU 120 60 100 mg/dl

MONITORING

Tanggal Pemeriksaan Terapi

18/10/201 S : Kejang (-), panas () IVFD Tridex 27 B 12 tpm


6 makro
Batuk (+), muntah (-)
Inj. Taxegram 3 x 400 mg
Sanmol fls 11 cc / 4 jam
O : CM, gizi baik,
Stesolid 3 x cth 1
TV : N = 128 x/menit

RR = 32 x/menit

S = 37,2oC (per axilar)

24
19/10/201 S : Kejang (-), panas (),
6
batuk (+), muntah (-),

O : CM, gizi baik

TV : N = 128 x/menit

RR = 36 x/menit

S = 36,6oC (per axiler)

20/10/16 S : Kejang (-), panas (), IVFD RL 12 TPM


Sanmol K/P
batuk (+), muntah (-),

O : CM, gizi baik

TV : N = 128 x/menit

RR = 32 x/menit

S = 36,5 oC (per axilar)

21/10/16 S : Kejang (-), panas (), NEBU combivent +


Nacl 0,9%
batuk (+), muntah (-),

O : CM, gizi baik, rbh (+/-)

TV : N = 120 x/menit

RR = 32 x/menit

S = 37,6 oC (per axilar)

25
22/10/16 S : Kejang (-), panas (-), Pasien dioerbolehkan
pulang
batuk (-), muntah (-),
Stesolid 3 x cth 1
Intrizin drop 2 x 0,3 ml
O : CM, gizi baik
Sirplus
TV : N = 120 x/menit

RR = 32 x/menit

S = 36,3oC (per axilar)

Grafik Suhu
40

39

38

37

36

35

34
17 17 18 19 20 21 22

V. RESUME

Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam, demam mendadak

tinggi. Demam disertai batuk dan muntah 1 kali, tidak ada pilek, dan tidak disertai

sesak

26
Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, disertai demam,

kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas.

Kejang berlangsung 1 kali selama 10 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis.

Kemudian, oleh keluarga, pasien dibawa ke RSU Ari Canti.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, kompos mentis dan gizi

kesan baik. Tanda vital: N: 128x/menit, RR: 36x/menit, suhu = 39,6 oC, Paru : RBH

+/-. pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium darah

tanggal 17 Oktober 2016 didapatkan, Hb: 10,1 g/%, leukosit: 13.600 /mm3, eritrosit:

4,82 juta /mm3, trombosit: 188.000 /mm3, hematocrit 31,2 %, Electrolit : natrium

135,2 mmol/l, GDS 120 mg/dl.

a. DAFTAR MASALAH
1. Demam
2. Kejang (1 kali, kejang 10 menit, setelah kejang, pasien menangis)
3. Batuk

b. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam sederhana

dd : meningitis, ensefalitis

2. Infeksi saluran pernapasan akut

c. DIAGNOSIS KERJA

1. Kejang Demam Sederhana

2. Infeksi saluran pernapasan akut

d. PENATALAKSANAAN

Terapi

27
IGD

- Dumin sup 125 mg

- Stesolid 3 x cth 1

Konsul dr. Romy W. Sp.A

- IVFD. Tridex 27 B 12 tpm MAKRO

- Inj. Taxegram 3 x 400 mg IV

- Sanmol fls 11 cc / 4 jam

- DL ulang pagi

Monitoring

1. KU dan VS
2. Awasi timbulnya kejang

Planning

1. Pemeriksaan elektrolit darah


2. Pemeriksaan gula darah
3. Lumbal Pungsi Pemeriksaan LCS

Edukasi

Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien terhadap orang tua pasien


Memberikan penjelasan yang harus dilakukan saat pasien demam maupun

kejang
e. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

28
Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB IV

ANALISIS KASUS
29
Diagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini berdasarkan :
a. Anamnesis

- panas yang mendadak tinggi

- Batuk 1 hari SMRS

- kejang ( kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik
ke atas 1 kali, tidak berulang, kurang dari 24 jam, lama kejang 10 menit, setelah
kejang pasien menangis)

- Riwayat kejang sebelumnya , riwayat kejang dalam keluarga , epilepsi : Tidak ada

- Riwayat Tumbuh Kembang : Dalam batas normal

b. Pemeriksaan fisik

- 39,6oC per axilar, rhonki basah halus (+/-)

- Tidak didapatkan reflek patologis maupun rangsang meningeal.

- Kesan Gizi Baik

Diagnosis kejang demam sederhana pada teori : Bangkitan kejang pada anak terjadi

bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi ( suhu rektal di atas 38oC ) , Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal kurang dari 15 menit, Kejang

tidak berulang dalam 24 jam. Tanpa kelaianan neurologis sebelum atau sesusah kejang.

Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering disebabkan

karena infeksi saluran nafas akut.

c. Pemeriksaan penunjang

30
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 17 Oktober 2016 didapatkan, Hb: 10,1 g/%,

leukosit: 13.600 /mm3, eritrosit: 4,82 juta /mm3, trombosit: 188.000 /mm3, hematocrit

31,2 %, Electrolit : natrium 135,2 mmol/l, GDS 120 mg/dl.

Pemeriksaan Penunjang kejang demam pada Teori : Pemeriksaan laboratorium tidak

dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi

sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

darah perifer, elektrolit dan gula darah

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan Paracetamol 125 mg ( rectal ) untuk

mengatasi demam, diazepam syr 3 x cth 1 digunakan untuk menghentikan kejang,

IVFD. Tridex 27 B 12 tpm , inj. Cefotaxime 3 x 400 mg untuk mengatasi infeksi.

Penatalaksanaan pada Teori : Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat

untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. antipiretik

tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan

4 kali sehari . Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang .

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang

dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat

penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas. Penjelasan mengenai hal-

hal yang harus dilakukan saat pasien kejang juga harus diberikan kepada orang tua pasien.

Hal-hal tersebut, meliputi kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher, posisikan

anak terlentang dengan kepala miring untuk menghindari aspirasi, jangan memasukkan

31
sesuatu ke dalam mulut, berikan diazepam rektal bila kejang masih terjadi, dan bawa ke

dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung selama 5 menit atau lebih.

e. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Prognosis berdasarkan teori :

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal.

BAB V

32
KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Secara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua, yaitu :

a.Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering

disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, otitis media akut, roseola, infeksi

saluran kemih, dan infeksi saluran cerna.

Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menimbulkan perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron sehingga dapat timbul kejang.

Penatalaksanaan paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam

intravena

Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30 50% mengalami kejang

demam berulang.

Edukasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan saat pasien kejang juga harus

diberikan kepada orang tua pasien.

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
4. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
5. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
6. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
7. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.
8. Lee WL, Low PS Murugasu B. Epidemiology of febrile seizure in singapure
children. Neurol J Southeast Asia.1996;1:53-5
9. Pudjiadi AH, Latief A, penyunting, Buku ajar pediatri gawat darurat. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI: 2008
10. Pudjiadi AH, Hegar B. Hardyastuti S. Idris NS, Gandaputra EP. Harmoniati ED.
Penyunting. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI ).
Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2011.

35

You might also like