You are on page 1of 12

TARIAN CAKALELE MALUKU UTARA

Tarian Cakalele ini merupakan tarian perang yang saat ini dipertunjukan pada saat
menyambut tamu agung yang datang ke daerah tersebut . Tarian Cakalele ini tersebut
dimainkan oleh beberapa pria yang biasanya menggunakan PARANG dan
SALAWAKU sedangkan wanita biasa menggunakan LENSO (sapu tangan). tarian
tersebut merupakan tarian tradisional khas MALUKU .

TARIAN CAKALELE

TARIAN BAMBU GILA MALUKU UTARA


Tarian ini merupakan tarian yang sangat mistis di daerah maluku utara . tepatnya di
daerah hutan bambu di kaki gunung GAMALAMA . Awal tarian ini yaitu untuk
memindahkan kapal kayu yang telah jadi dibuat dari gunung ke pantai . Tarian
tersebut juga digunakan untuk memindahkan kapal yang sudah kandas di laut .
Bahkan untuk para raja-raja tarian bambu gila ini juga digunakan untuk melawan
para musuh yang datang untuk menyerang . Dan sekarang tarian tersebut dijadikan
sebagai hiburan pada saat ada acara adat dan pesta . Tarian tersebut menggunakan
bambu yang berukuran kira - kira 10 - 15 meter . Sebelum tarian ini dimulai pertama-
tama pawang akan membakar kemenyan atau dupa terlebih dahulu dengan diirngi
pembacaan doa agar diberikan keselamatan hingga selesai memainkan. Setelah itu
bambu tersebut berguncangan dengan perlahan semakin lama bambu tersebut akan
semakin kencang.
Tarian bambu gila ini dimainkan oleh para 6 lelaki tubuh besar yang memegangi
bambu dan dibawa berputar mengelilingin lapangan mengikuti arah gerakan bambu
tersebut . Bambu tersebut memiliki berat berton-ton sehingga keenam pria tersebut tak
kuasa untuk menahannya.

Maluku Utara - Tarian Adat, Rumah Adat, Pakaian Adat, Senjata


Tradisional, Makanan Tradisional, Alat Musik Tradisional & Lagu Daerah"

Diposkan oleh Ka Wul on Selasa, 09 Desember 2014


Tari Perang,
Tarian rakyat untuk menyambut para pahlawan
yang pualng dari medan juang.

Sasadu
Rumah adat ini memiliki enam pintu untuk jalan
masuk dan keluar, meskipun setiap sisinya tidak
berdinding. Dua pintu untuk jalan masuk keluar
bagi perempuan, dua pintu bagi lelaki, dan dua
pintu bagi para tamu.

Pakaian Adat Tradisional Manteren Lamo


Pakaian Manteren Lamo (Sultan) adalah pakaian
adat tradisional Maluku Utara yang terdiri atas
celana panjang hitam dengan bis merah
memanjang dari atas ke bawah, baju berbentuk
jas tertutup dengan kancing besar terbuat dari
perak berjumlah sembilan .
Gohu Ikan
adalah makanan khas kota ternate, Maluku Utara.
Jika Anda hendak memesan makanan ini, Anda
harus menyebut lengkap dengan nama Gohu
Ikan, karena jika Anda hanya menyebut Gohu, itu
berarti Anda memesan rujak pepaya muda yang
juga populer di Sulawesi Utara. Gohu ikan biasa
terbuat dari ikan tuna mentah.

Fu
Ditiup serta dikendalikan oleh telapak tangan
sebagai pengatur suara
Parang Salawiku
Senjata tradisional yang terkenal di Maluku
adalah parang salawako. Panjang parang sekitar
90-100 cm. Sedangkan salawako adalah perisai
yang dihiasi motif-motif yang melambangkan
keberanian.

Sumber :
http://www.azamku.com/macam-macam-tarian-tradisional-indonesia/
http://senibudaya12.blogspot.com/2012/07/gambar-dan-nama-rumah-adat-
daerah-di-33.html
http://tasik-cyber.blogspot.com/2014/08/gambar-dan-nama-pakaian-adat.html
https://adelapuspita.wordpress.com/2013/11/26/makanan-khas-34-provinsi-di-
indonesia/
http://ngulik.co/alat-musik-tradisional-34-provinsi-di-indonesia/
http://mastugino.blogspot.com/2014/08/not-angka-lagu-daerah.html
http://tasik-cyber.blogspot.com/2014/08/gambar-dan-nama-senjata-tradisional-
dari-33-provinsi-di-indonesia.html

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai Rumah Adat Maluku Utara yaitu salah
satu rumah adat dari 34 provinsi di Indonesia.
Maluku Utara merupakan salah satu provinsi baru di Indonesia dan umumnya
disingkat sebagai "Malut". Maluku Utara merupakan gabungan dari beberapa pulau
di Kepulauan Maluku. Ibukotanya terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara sebagai
pengganti Ternate, yaitu ibukota sementara Maluku Utara selama 11 tahun hingga
infrastruktur Sofifi memadai. Maluku Utara terbagi kedalam 7 kabupaten dan dua
kotamadya, yakni Kabupaten Halmahera Barat, Selatan, Tengah, Timur, Serta
Halmahera Utara dan kabupaten Pulau Morotai. Sedangkan Kotamadya yang ada
yaitu Ternate dan Tidore. Provinsi Maluku Utara sebelah utara berbatasan dengan
Samudera Pasifik, sebelah timur dengan Laut Halmahera, sebelah barat dengan
Laut Maluku, dan sebelah selatan dengan Laut Seram.

Maluku Utara memiliki dua macam rumah adat yang menjadi ciri khas kota Maluku
Utara yaitu rumah adat Sasadu yang berasal dari Halmahera Barat. Sedangkan
pada tahun 2007 dibangun rumah adat Hibualamo yang berada di Halmahera Utara.

1. Rumah Adat Sasadu

Rumah adat Sasadu merupakan rumah adat yang diwariskan oleh leluhur suku
Sahu di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara. Sasadu berasal dari kata Sasa
Sela Lamo atau besar dan Tatadus Tadus atau berlindung, sehingga Sasadu
memiliki arti berlindung di rumah besar. Rumah adat Sasadu memiliki bentuk yang
simpel atau sederhana yaitu berupa rumah panggung yang dibangun menggunakan
bahan kayu sebagai pilar atau tiang penyangga yang berasal dari batang pohon
sagu, anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah adat dan memiliki dua
pijakan tangga terletak di sisi kiri dan kanan.

Pada rumah adat Sasadu terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan memiliki
bentuk haluan dan buritan perahu yang terdapat pada kedua ujung atap. Bubungan
tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu
merupakan suku yang suka berlayar mengarungi samudera. Selain itu pada
bubungan atapnya digantungkan dua buah bulatan yang dibungkus ijuk. Bulatan itu
menggambarkan simbol dua kekuatan supranatural yaitu kekuatan untuk
membinasakan dan kekuatan untuk melindungi.

Rumah adat Sasadu tidak memiliki pintu dan sisi-sisinya tidak memiliki dinding
penutup. Untuk memasuki rumah adat Sasadu terdapat 6 jalan masuk sekaligus
jalan keluar. Setiap jalan diperuntukkan untuk orang-orang tertentu. Dua jalan
masuk dan keluar khusus untuk perempuan, dua jalan khusus untuk lelaki, dua jalan
khusus untuk para tamu.

Suku Sahu merupakan suku yang menjunjung tinggi dan sangat menghargai
penduduk wanitanya. Hal ini ditunjukkan pada bagian dalam rumah adat Sasadu.
Selain terdapat dego-dego (dipan bambu) untuk duduk, pada bagian dalam ruangan
tersedia dua buah meja, dimana satu meja khusus untuk perempuan di letakan pada
bagian depan dan sedangkan satu meja yang diperuntukan bagi laki-laki di letakan
pada bagian belakang. Penempatan meja perempuan pada bagian depan dapat
diartikan bahwa bagi suku Sahu wanita akan didahulukan dan laki-laki akan selalu
melindunginya dari belakang.

Rumah adat Sasadu ini dibangun tanpa menggunakan paku tetapi menggunakan
bahan alam yaitu pasak kayu untuk memperkuat sambungan dan tali ijuk sebagai
pengikat rangka atap. Akan tetapi lantainya dibangun menggunakan semen karena
pemeliharaannya lebih mudah. Rumah adat ini juga dilengkapi bendera besar yang
disebut panji dan bendera kecil yang disebut dayalo. Disekelilingnya dihiasi kain
putih berbentuk bukit-bukit kecil yang disebut paturo yang menunjukkan lambang
Negara kepulauan Republik Indonesia. Pada bagian pusat di dalam rumah adat
Sasadu, utamanya diletakkan alat musik tradisional Kakabelu. Kakabelu berbentuk
gendang panjang yang terbuat dari batang pohon sagu yang disusun saling
menyilang. Kakabelu utamanya disuguhkan pada upacara adat atau penyambutan
tamu.
Rumah adat Sasadu dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, selain fungsi
utamanya sebagai ruang pertemuan dan tempat menerima tamu, diantaranya yaitu
untuk perayaan pesta adat baik pernikahan maupun kelahiran yang dapat dirayakan
hingga tujuh hari tujuh malam. Di bagian depan rumah adat Sasadu inilah biasanya
digelar acara makan bersama dengan memainkan tarian tradisional. Selain
fungsinya, rumah adat Sasadu dibangun berlandaskan beberapa prinsip, yaitu :

Posisi teras rumah adat harus rendah, hal ini dilakukan agar setiap orang
yang masuk menundukkan kepalanya sebagai bentuk penghargaan terhadap
orang yang berada didalam rumah adat tersebut.

Di dalam rumah adat terdapat empat tiang besar yang melambangkan Empat
Kesultanan,

Setiap rumah adat memiliki panjang 7 waras atap yang melambangkan


prosesi makan adat selama 7 hari 7 malam.

Penggunaan anyaman daun sagu sebagai atap agar orang yang berada di
dalam rumah adat mendapatkan kesejukan,

Setiap tali ijuk yang diikat di totora (lata) melambangkan walaupun berbeda-
beda pendapat mereka tetap dalam satu ikatan satu persaudaraan yang tidak
bisa dipisahkan.
2. Rumah Adat Hibualamo

Rumah adat Hibualamo merupakan rumah adat yang berasal dari Halmahera Utara,
Maluku Utara. Menurut bahasa asli setempat Hibua berarti Rumah sedangkan Lamo
berarti Besar sehingga Hibualamo memiliki pengertian rumah yang besar. Rumah
adat Hibualamo baru diresmikan pada bulan April 2007, namun sebenarnya rumah
adat Hibualamo ini sudah didirikan semenjak 600 tahun yang lalu. Hilangnya
keberadaan rumah adat ini akibat adanya penjajahan, kemudian didirikannya Balai
Desa sebagai tempat penyelesaian masalah dan pemerintahan.

Rumah adat Hibualamo didirikan kembali sebagai symbol perdamaian pasca konflik
SARA pada tahun 1999 - 2001. Oleh karena itu pembangunannya pun mengalami
perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang berupa rumah panggung. Bentuk
asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara, Halmahera Utara dan biasa disebut
Rumah adat Hibualamo Tobelo.
Bangunan rumah adat Hibualamo dibangun dengan banyak symbol yang memiliki
arti tersendiri yang berhubungan dengan persatuan. Konstruksi rumah adat
menyerupai perahu yang mencerminkan kehidupan kemaritiman suku Tobelo dan
Galela yang ada di pesisir. Bangunannya memiliki bentuk segi 8 dan memiliki 4 pintu
masuk yang menunjukkan simbol empat arah mata angin dan semua orang yang
berada didalam rumah adat saling duduk berhadapan yang menunjukkan
kesetaraan dan kesatuan.

Pada rumah adat Hibualamo terdapat 4 warna utama yang masing masing
memiliki arti. Warna merah mencerminkan kegigihan perjuangan komunitas Canga,
warna kuning mencerminkan kecerdasan, kemegahan dan kekayaan. Warna hitam
mencerminkan solidaritas dan warna putih mencerminkan kesucian.

You might also like