You are on page 1of 4

2

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian


ISPA pada anak, bayi dan balita yakni faktor individu
anak (umur anak, barat badan lahir, status gizi, status
imunisasi dan pemberian vitamin A, serta status
pemberian ASI), faktor lingkungan (pencemaran udara
dalam rumah, ventilasi dalam rumah, kepadatan hunian
rumah), dan faktor perilaku (Maryunani, 2010). Bayi
akan rentan terkena penyakit saluran pernafasan atas
(pneumonia), diare, dan penyakit lainnya, karena ASI
mengandung anti infeksi yaitu zinc. ISPA yang terjadi
pada bayi, balita dan anak akan memberikan gambaran
yang klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan
orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak
lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi
virus pada bayi dan balita yang belum memperoleh
kekebalan alamiah (Alsagaff, 2005). WHO
memperkirakan kejadian (insiden) pneumonia di
Negara dengan angka kematian bayi di atas 40 per
1.000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Kejadian pneumoni di Indonesia
pada balita diperkirakan antara 10% sampai dengan
20% pertahun. Menurut WHO kurang lebih 13 juta
anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan
sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara
berkembang, di mana pneumoni merupakan salah satu
penyebab utama kematian dengan membunuh kurang
lebih 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes,2011).
Angka kematian bayi, balita, dan anak merupakan salah
satu indikator kesehatan yang mendasar. Berdasarkan
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2007
menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi ISPA di
Indonesia adalah sebesar 30,8%,artinya dari 100 bayi
meninggal, 30 diantaranya meninggal karena ISPA.
Dari hasil penelitian Nurjazuli (2005) di Jawa Tengah,
pravalensi umur balita yang terkena penyakit ISPA
adalah untuk umur 2-12bulan ada 25,9%, umur 13-24
bulan ada 37%, umur 25-36 bulan ada 16,7% umur 37-
48 bulan ada 16,7% dan umur 49-60 bulan ada 3,7%.
ISPA pada balita masih termasuk penyebab terbanyak di
propinsi Jawa Timur, yakni sebesar 22,8% atau sebesar
46 kematian per 1000 balita (Nurhadiyah,2010; Riris
2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang pada tahun 2012 data tertinggi penderita ISPA
adalah di wilayah kerja Puskesmas Ploso yaitu sebesar
260 penderita atau 56,53%, ini mengalami peningkatan
sebesar 9,83% bila dibandingkan dengan tahun 2011
yang hanya ditemukan kasus ISPA sebanyak 140 orang
atau 46,70% (Dinas Kesehatan Jombang,2012).
Sedangkan data pada bulan Januari-November 2013
angka kejadian ISPA yang paling tertinggi yaitu
diwilayah kerja Puskesmas Bareng yaitu sebanyak
1.157 kasus.

3
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiati,2011
bahwa ada hubungan antara pemberian ASI EKsklusif
terhadap kejadian infeksi pernafasan akut pada bayi
umur 0-12 bulan yaitu bayi yang diberi ASI eksklusif
mengalami ISPA sering sebanyak 7 bayi (5,8%),
sedangkan bayi yang mengalami ISPA jarang sebanyak
63 bayi (52,5%). Dan bayi yang diberi ASI non
eksklusif yang mengalami ISPA sering sebanyak 49
bayi (40,8%), dan yang mengalami ISPA jarang
sebanyak 1 anak (0,8%). Cara yang terbukti efektif
untuk pencegahan ISPA saat ini adalah dengan
pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT).
Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11%
kematian pneumonia bayi, balita dan anak dapat
dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT), 6%
kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup
sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara dan
pemberian imunisasi lengkap (Maryunani,2010). Yang
tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya
pencegahan non-imunisasi yang meliputi pemberian
ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik,
penghindaraan pajanan asap rokok, asap dapur, dan
lain-lain; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup
sehat yang semuanya itu dapat menghindarkan terhadap
risiko terinfeksinya penyakit menular termasuk
penghindaran terhadap ISPA (Pneumonia)
(Misnadiarly,2008). Selain itu pemberian ASI eksklusif
juga dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang
disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa
anak-anak, seperti diare dan penyakit saluran
pernafasan, serta mempercepat pemulihan bila sakit
(Yuliarti,2010). ASI juga akan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga,
batuk, pilek dan penyakit alergi (Roesli,2009). Dalam
rangka menurunkan Agka kematian Bayi dan balita
yang disebabkan ISPA, pemerintah telah membuat
suatu kebijakan ISPA secara nasional yaitu diantaranya
melalui penemuan kasus ISPA sedini mungkin di
pelayanan kesehatan dasar, penatalaksanaan kasus dan
rujukan, adanya keterpaduan dengan lintas program
melaui pendekatan MTBS (manajemen Terpadu Balita
Sakit) di Puskesmas serta penyediaan obat dan
peralatan untuk Puskesmas

https://www.scribd.com/doc/195434103/WH
O-Memperkirakan-Kejadian

You might also like