You are on page 1of 245

Number 5 ISSN: 2085-6350

PROCEEDINGS OF
CONFERENCE ON
INFORMATION TECHNOLOGY
AND ELECTRICAL ENGINEERING

SESI NASIONAL

Keisyaratan dan Sistem Elektronis

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING


FACULTY OF ENGINEERING
GADJAH MADA UNIVERSITY
Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)

Organizer
Steering Commitee
Adhi Susanto (UGM)
Hamzah Berahim (UGM)
Thomas Sri Widodo (UGM)
Dadang Gunawan (UI)
Heri Mauridi (ITS)
Yanuarsyah Harun (ITB)
Anto Satrio Nugroho (BPPT)
Son Kuswadi (PENS)

Advisory Board
Tumiran (UGM)
Lukito Edi Nugroho (UGM)
Anto Satrio Nugroho (BPPT)
Son Kuswadi (PENS)

General Chair
Bambang Sutopo

Organizing Chairs
Risanuri Hidayat
Sri Suning Kusumawardhani
Ridi Ferdiana
Adha Imam Cahyadi
Budi Setiyanto

Program Chairs
Prapto Nugroho
Agus Bejo
Cuk Supriyadi Ali Nandar (BPPT)
Yusuf Susilo Wijoyo

Publication Chair
Enas Dhuhri K

Finance Chairs
Eny Sukani Rahayu
Maun Budiyanto
Roni Irnawan

Secretariats
Astria Nur Irfansyah
Lilik Suyanti

YOGYAKARTA, AUGUST 4, 2009


Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) 2009

FOREWORD
First of all, praise to Almighty God, for blessing us with healthy and ability to come here, in the
Conference of Information and Electrical Engineering 2009 (CITEE 2009). If there is some noticeable wisdoms
and knowledge must come from Him.
I would like to say thank you to all of the writers, who come here enthusiastically to share experiences and
knowledge. Without your contribution, this conference will not has a meaning.
I also would like to say thank you to Prof. Dadang Gunawan from Electrical Engineering, University of
Indonesia (UI), Prof. Yanuarsyah Haroen from Electrical Engineering and Informatics School, Bandung Institute
of Technology, ITB, Prof. Mauridhi Hery Purnomo from Electrical Engineering Department, Surabaya Institute
of Technology (ITS). And also Prof. Takashi Hiyama from Kamamoto University, Japan, Thank you for your
participation and contribution as keynote speakers in this conference.
This conference is the first annual conference held by Electrical Engineering Department, Gadjah Mada
University. We hope, in the future, it becomes a conference of academics and industries researchers in the field of
Information Technology and Electrical Engineering around the world. We confine that if we can combine these
two fields of sciences, it would make a greater impact on human life quality.
According to our data, there are 140 writers gather here to present their papers. They will present 122 titles
of papers. There are 47 papers in the field of Electrical Power Systems, 53 papers in the area of Systems, Signals
and Circuits, and 22 papers in Information Technology. Most of these papers are from universities researchers.
We hope, the result of the proceedings of this conference can be used as reference for the academic and
practitioner researchers to gain
At last, I would like to say thank you to all of the committee members, who worked hard to prepare this
conference. Special thanks to Electrical Engineering Department, Gadjah Mada University, of supporting on
facilities and funds.

Thank you and enjoy the conference, CITEE 2009, and the city, Yogyakarta

August, 4Th, 2009

Bambang Sutopo

Electrical Engineering Dept., Fac. of Engineering, GMU


Proceedings of CITEE 2009 Number 5 ISSN: 2085-6350

Table of Contents
Organizer ii
Foreword iii
Table of Contents v
Schedule ix

KEYNOTE

Teknologi Sistem Penggerak dalam WahanaTransportasi Elektrik 1


Yanuarsyah Haroen (Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung)

SESI NASIONAL: Keisyaratan dan Sistem Elektronis

Penerapan Touch Key dengan Mikrokontroler AT89S51 sebagai Pengendali Kecepatan Motor DC 21
Agus Sofwan, Novizal

Penggunaan Algoritma Genetik Paralel Hibrid dalam Sistem Kontrol Lampu Lalu lintas Pintar
Agus Priyono, Agus Sofwan, Mohd. Ridwan, Riza Atiq, Mohd. Alauddin 25

Sistem Monitoring Rumah Berbasis 3G Mobile Phone 32


A. Sofwan dan M. Ibnu Sina

Pemanfaatan Mobile Wireless Controller pada Sistem Pengambilan Data Komputer 37


Agus Sofwan , Tedi Margino

Sistem Kontrol Parkir Mobil Otomatis Menggunakan Mikrokontroler 42


Thiang, Handry Khoswanto, Agus Afandi

Implementasi Metode Simulated Annealing pada Robot Mobil untuk Mencari Rute Terpendek 47
Thiang, Dhany Indrawan

Analisa Penerapan ENUM dan Pengalamatan Terhadap Regulasi 52


Gunawan Wibisono dan Nurmaladewi

Perancangan Automatic Gain Control Untuk Mobile WiMAX Pada Frekuensi 2,3 GHz 68
Gunawan Wibisono, Purnomo Sidi Priambodo, dan Rangga Ugahari

Sudut Datang Optimum dengan Menggunakan Signal Cancellation Despreading pada Sistem Cdma 65
Lucia Jambola

Perencanaan Quality Improvement Dengan Pendekatan Lean Six Sigma dan Valuasi Ekonomi dengan Pendekatan 72
Willingness to Pay pada Pelayanan 08001Telkom
Palti MT Sitorus

Perancangan Konveyor Dua Buah Motor DC dengan Menggunakan PLC OMRON CPM2A 76
Siti Saodah, Teguh Afrianto

Mesin Pengering Jamur Kuping Berbasis AVR ATMega8 82


Hany Ferdinando, Ervan Hary Saputra

Gabungan Kontrol Kongesti, Routing, dan Konsumsi Daya untuk Utility-Power Tradeoff pada Komunikasi 86
Kooperatif di Dalam Gedung
Nyoman Gunantara, Farid Baskoro, Gamantyo Hendrantoro

Pemodelan Vector AR Dengan Uji Kausalitas Terhadap Data Spasial Curah Hujan di Surabaya 91
Sis Soesetijo, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) v


ISSN: 2085-6350 Number 5 Proceedings of CITEE 2009

Analisa Kinerja Adaptive Coded Modulation Pada Sistem OFDM Menggunakan Maximal Ratio Combining Di 98
Bawah Pengaruh Hujan Tropis
Suwadi, Gamantyo Hendrantoro, Boyong Baskoro

Penggunaan Maximal Ratio Combining (Mrc) untuk Mengurangi Pengaruh Redaman Hujan dan Interferensi Pada 105
Sistem LMDS di Surabaya
Syahfrizal Tahcfulloh, Suwadi, Gamantyo Hendrantoro

Estimasi Parameter Kanal dengan Algoritma SAGE pada Antena Array Kubus 109
Yasdinul Huda, Puji Handayani, Gamantyo Hendrantoro

Pemodelan Curah Hujan Non Stasioner di Kota Surabaya Menggunakan Model ARIMA 116
Wiwinta Sutrisno, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro

Selection Combining (SC) terhadap Kanal dengan Redaman Hujan pada Sistem LMDS di Surabaya 120
Shinta Romadhona, Gamantyo Hendrantoro

Sistem Pengukuran Kanal Radio Pita Lebar Dua Arah 3 Dimensi di Dalam Ruang 127
Puji Handayani, Gamantyo Hendrantoro

Ekstraksi Fitur Berdasar GLCM dan GLRLM untuk Pengenalan Citra Massa Kistik 132
Hari Wibawanto, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo, S. Maesadji Tjokronegoro

Pemanfaatan Mikrokontroller Tipe 89S52 sebagai Pengendali Multilevel Inverter


Leonardus. H. Pratomo, Hendyanto. H 137

Pemanfaatan Mikrokontroller Tipe 89S52 sebagai Pengendali Motor Induksi Tipe Volt/Hertz 142
Leonardus. H. Pratomo

Akuisisi Suhu Menggunakan Thermopile Untuk Pemanas Gelombang Mikro di Industri 146
Risa Farrid Christianti

Fuzzy Logic Temperature Control on Hyperthermia Therapy Using Delphi 151


M Ary Heryanto

Perancangan dan Simulasi Pengendalian Beban Listrik Menggunakan Mikrokontroler AT89C2051Melalui Jaringan 156
TCP/IP
Edvin Priatna dan Sulaemanul Jamal

Studi Perbandingan Metode-metode Analisis Sinyal Sederhana Berbasis Wavelet 163


Agfianto Eko Putra

Analisis Citra Medis Menggunakan Segmentasi Adaptif 171


Indah Soesanti, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo, Maesadji Tjokronegoro

Perancangan Monitoring Proses Produksi Batik Berbasis WEB 175


Indah Soesanti

Simulasi Estimasi Parameter Model Fungsi Alih Antara Gaya Tegang Keluaran Web Terhadap Masukan Gaya Putar 179
Pada Bagian Rol Pengumpan Sistem Transportasi Web Dengan Menggunakan Metode RLS Berbasis Forgetting
Factor
Yaya Finayani, Samiadji Herdjunanto, Priyatmadi

Pemanfaatan Sistem Akuisisi Citra Stereo untuk Mengukur Parameter-Parameter Fisis Gelombang Laut 186
Nyoman Jelun, Adhi Susanto, Radianta Triatmadja, Thomas Sri Widodo

Segmentasi Citra untuk Analisis Termogram Payudara 193


Oky Dwi Nurhayati, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo

vi Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE 2009 Number 5 ISSN: 2085-6350

Implementasi 1-D DCT Algoritma FeigWinograd di FPGA Spartan 3E 198


Irma Yulia Basri 1), Bambang Sutopo, Jazi Eko Istiyanto

Analisa Sensor Rate Gyroscope Untuk Mendeteksi Gerak Rotasi Roket 206
Priswanto, Romi Wiryadinata, Thomas Sri Widodo, Andreas P. Adi , Wahyu Widada

Desain dan Konsep Implementasi Sistem Peringatan Dini Kebocoran Gas LPG Berbasis Mikrokontroler 211
ATMega8535
Arif Syamsul Iskandar, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari

Peningkatan Kinerja Radar dengan mengunakan Pendekatan Wavelet 215


Ridwan Prasetyo, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari

Design and Testing of Six DOF IMU v2.1 Carried in Vehicle for INS Algorithm 219
Romi Wiryadinata, Wahyu Widada, Thomas Sri Widodo, Sunarno

Analisis Citra Medis Menggunakan Citra Adaptif 224


Indah Soesanti

Sistem Komunikasi Kooperatif Berbasis Modulasi Superposisi 229


Sari Eka Pratiwi

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) vii


Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)

SCHEDULE
Tuesday, August 4, 2009
07.30 08.00: Registration
08.00 08.15: Opening
1. Welcome speech by conference chairman
2. Speech by GMUs Rector
08.15 09.20: PLENARY SESSION
Prof. Takashi Hiyama (Kumamoto University, Japan): Intelligent Systems Application to
Power Systems
Prof. Dr. Mauridhi Hery Purnomo (Electrical Engineering Department, ITS, Indonesia):
Social Intelligent on Humanoid Robot: Understanding Indonesian Text Case Study
Prof. Dr. Dadang Gunawan (Electrical Engineering Department, University of
Indonesia): Signal Processing: Video Compression Techniques
Prof. Dr. Yanuarsyah Haroen (Electrical Engineering and Informatics School, ITB,
Indonesia): Teknologi Sistem Penggerak dalam WahanaTransportasi Elektrik
09.20 09.30: Break

PARALLEL SESSION

INTERNATIONAL SESSION (Room 1, 2)

SESI NASIONAL (Room 3, 4, 5, 6, 7)

Room: 3
Time Group Country/City Author(s) or Presenter(s)
09.30 09.45 P Palembang Bhakti Yudho Suprapto, Herdino Fadli
09.45 10.00 P Palembang Sariman
10.00 10.15 P Palembang Djulil Amri
10.15 10.30 P Banten Hartono
10.30 10.45 Coffee Break
10.45 11.00 P Jakarta A.Sofwan, Sugianto, A.Multi
11.00 11.15 P Jakarta A.SOFWAN, B.UTOMO
11.15 11.30 P Semarang Slamet Riyadi
11.30 11.45 P Semarang Felix Yustian Setiono dan Leonardus Heru Pratomo
11.45 12.00 P Semarang Supari, I Made Yulistya Negara, Mauridhi Hery P, Mochamad Ashari
12.00 13.00 Lunch Break
13.00 13.45 P Surakarta Agus Supardi
13.15 13.30 P Yogyakarta Arif Jaya, Hamzah Berahim, Rochmadi
13.30 13.45 P Yogyakarta Arif Jaya, Hamzah Berahim, Tumiran
13.45 14.00 P Yogyakarta Wiwik Purwati Widyaningsih, T.Haryono, Tumiran
14.00 14.15 P Yogyakarta Raihan Putri, T. Haryono, Suharyanto
14.15 14.30 Coffee Break
14.30 14.45 P Yogyakarta Sugeng Santoso, Sasongko Pramono Hadi, Suharyanto3)
14.45 15.00 P Yogyakarta Anjar Sucahya, I Nengah Sumerti, Sarjiya.2
15.00 15.15 P Yogyakarta Ariesta Kusumawardana, Tiyono, Sarjiya
15.15 15.30

Notes:
1. P: Electrical Power Systems; S: Signals, Systems, and Circuits; I: Information Technology
2. Paper titles are listed in Table of Contents

Department of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University


Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)

Room: 4
Time Group Country/City Author(s) or Presenter(s)
09.30 09.45 P Bali SUSIONO
09.45 10.00 P Bali SUSIONO
10.00 10.15 P Surabaya Muldi Yuhendri, Mochammad Ashari, Mauridhi Hery Purnomo
10.15 10.30 P Surabaya Dedy Kurnia Setiawan, Mochamad Ashari, Mauridhi Hery Purnomo
10.30 10.45 Coffee Break
10.45 11.00 P Surabaya Dian Retno Sawitri, Arif Muntasa, M. Ashari1, Mauridhi Hery Purnomo
11.00 11.15 P Surabaya Soedibyo, Ali Musyafa, Mochamad Ashari , Imam Robandi
11.15 11.30 P Surabaya Muhammad Yunus Hi Abbas, Mochammad Ashari, Mauridhi Hery Purnomo
11.30 11.45 P Semarang Wildan Mujahid, Abdul Syakur, Agung Warsito
11.45 12.00 P Semarang Abdul Syakur, Nurlailati, Sarjiya, H.Berahim, M.Afendi M. Piah
12.00 13.00 Lunch Break
13.00 13.45 P Semarang Nulailati, Abdul Syakur, Sarjiya
13.15 13.30 P Semarang Agung Warsito, Abdul Syakur, Fajar Arifin
13.30 13.45 P Semarang Alberth Z.N., Agung Warsito, Abdul Syakur
13.45 14.00 P Yogyakarta M. Isnaeni B. Setyonegoro
14.00 14.15 P Yogyakarta Lukman Subekti, Eko Haryono
14.15 14.30 Coffee Break
14.30 14.45 P Yogyakarta Suharyanto
14.45 15.00 P Yogyakarta Sasongko P.H., Husni Rois Ali, M.Isnaeni B.S.
15.00 15.15 P Yogyakarta Tumiran, M.Isnaeni, Desi Ulfa Sukriani
15.15 15.30

Room: 5
Time Group Country/City Author(s) or Presenter(s)
09.30 09.45 S Jakarta Agus sofwan, Novizal
09.45 10.00 S Jakarta A. Sofwan dan M. Ibnu Sina
10.00 10.15 S Jakarta Agus Sofwan, Tedi Margino
10.15 10.30 S Jakarta Agus Priyono, Agus Sofwan, Mohd. Ridwan, Riza Atiq, Mohd. Alauddin
10.30 10.45 Coffee Break
10.45 11.00 S Jakarta Gunawan Wibisono dan Nurmaladewi
11.00 11.15 S Jakarta Gunawan Wibisono, Purnomo Sidi Priambodo, dan 3Rangga Ugahari
11.15 11.30 S Bandung Lucia Jambola
11.30 11.45 S Bandung Palti MT Sitorus
11.45 12.00 S Bandung Siti Saodah, Teguh Afrianto
12.00 13.00 Lunch Break
13.00 13.45 S Tasikmalaya Edvin Priatna dan Sulaemanul Jamal
13.15 13.30 S Semarang Leonardus. H. Pratomo, Hendyanto. H
13.30 13.45 S Semarang Leonardus. H. Pratomo
13.45 14.00 S Yogyakarta Irma Yulia Basri, Bambang Sutopo, Jazi Eko Istiyanto
14.00 14.15 S Yogyakarta Yaya Finayani, Samiadji Herdjunanto, Priyatmadi
14.15 14.30 Coffee Break
14.30 14.45 S Yogyakarta Indah Soesanti
14.45 15.00 S Yogyakarta Indah Soesanti, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo, Maesadji Tjokronegoro
15.00 15.15 S Yogyakarta Agfianto Eko Putra
15.15 15.30

Yogyakarta, August 4, 2009


Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)

Room: 6
Time Group Country/City Author(s) or Presenter(s)
09.30 09.45 S Surabaya Nyoman Gunantara, Farid Baskoro, Gamantyo Hendrantoro
09.45 10.00 S Surabaya Hany Ferdinando, Ervan Hary Saputra
10.00 10.15 S Surabaya Sari Eka Pratiwi
10.15 10.30 S Surabaya Sis Soesetijo, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro
10.30 10.45 Coffee Break
10.45 11.00 S Surabaya Suwadi, Gamantyo Hendrantoro, Boyong Baskoro
11.00 11.15 S Surabaya Syahfrizal Tahcfulloh, Suwadi, Gamantyo Hendrantoro
11.15 11.30 S Surabaya Yasdinul Huda, Puji Handayani, Gamantyo Hendrantoro
11.30 11.45 S Surabaya Wiwinta Sutrisno, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro
11.45 12.00 S Surabaya Shinta Romadhona, Gamantyo Hendrantoro
12.00 13.00 Lunch Break
13.00 13.45 S Surabaya Puji Handayani, Gamantyo Hendrantoro
13.15 13.30 S Surabaya Thiang, Handry Khoswanto, Agus Afandi
13.30 13.45 S Surabaya Thiang, Dhany Indrawan
13.45 14.00 S Semarang Hari Wibawanto, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo, S. Maesadji Tjokronegoro
14.00 14.15 S Semarang Risa Farrid Christianti
14.15 14.30 Coffee Break
14.30 14.45 S Semarang M Ary Heryanto
14.45 15.00 S Yogyakarta Ridwan Prasetyo, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari
15.00 15.15 S Yogyakarta Romi Wiryadinata, Wahyu Widada, Thomas Sri Widodo, Sunarno
15.15 15.30

Room: 7
Time Group Country/City Author(s) or Presenter(s)
09.30 09.45 I Jakarta Mera Kartika Delimayanti, Sigit Mulyono, Fajar Tri Waluyanti
09.45 10.00 I Malang Mohamad Jamil
10.00 10.15 I Surabaya Rully Soelaiman, Yudhi Puwananto
10.15 10.30 I Surabaya Rully Soelaiman, Yudhi Puwananto
10.30 10.45 Coffee Break
10.45 11.00 I Surabaya Iwan Handoyo Putro, Petrus Santoso, Efferata Wijaya
11.00 11.15 I Surabaya Titiek Suryani, Gamantyo Hendrantoro
11.15 11.30 I Surabaya Diana Purwitasari, Rully Sulaiman, Ario Menak Sanoyo
11.30 11.45 I Yogyakarta Ermatita, Agus Harjoko
11.45 12.00 I Yogyakarta Edi Winarko, Prabowo Murti Saputro
12.00 13.00 Lunch Break
13.00 13.45 I Yogyakarta Erik Iman Heri Ujianto, Edi Winarko
13.15 13.30 I Yogyakarta Mingsep Sampebua, Lukito Edi Nugroho, Jazi Eko Istiyanto
13.30 13.45 I Yogyakarta Meiyanto Eko Sulistyo, Ahmad Ashari, Sujoko Sumaryono
13.45 14.00 I Yogyakarta Mohamad Yudha Wirawan1, Sri Suning Kusumawardani2, Eni Sukani Rahayu
14.00 14.15 I Yogyakarta Malayusfi, Risanuri Hidayat, Sujoko Sumaryono
14.15 14.30 Coffee Break
14.30 14.45 S Yogyakarta Nyoman Jelun, Adhi Susanto, Radianta Triatmadja, Thomas Sri Widodo
14.45 15.00 S Yogyakarta Oky Dwi Nurhayati, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo
15.00 15.15 S Yogyakarta Priswanto, Romi Wiryadinata, Thomas Sri Widodo, Andreas P. Adi , Wahyu Widada
15.15 15.30 S Yogyakarta Arif Syamsul Iskandar, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari

Department of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 1

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


2 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 3

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


4 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 5

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


6 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 7

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


8 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 9

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


10 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 11

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


12 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 13

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


14 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 15

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


16 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 17

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


18 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 Keynote 19

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


20 Keynote Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 21

PENERAPAN TOUCH KEY DENGAN MIKROKONTROLER AT89S51


SEBAGAI PENGENDALI KECEPATAN MOTOR DC

Agus sofwan*) danNovizal **),


**)
Mahasiswa S-2 Teknik Elektro ISTN, Jakarta
*)
Teknik Elektro PPS ISTN. Jakarta, asofwan31@yahoo.com
Jl. PLN Duren Tiga Pasar Minggu Jakarta Selatan

ABSTRAK berlokasi di panel, akan mengukur distorsi resultan (Gambar


2) dalam gelombang sinus daerah yang direferensi oleh
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memacu sensor dan mengirim informasi ke mikrokontroler untuk
kreatifitas dalam merancang suatu produk, yang dalam diproses lebih lanjut secara matematik.
penelitian ini didasarkan atas teknologi sentuh. Dengan
memanfaatkan sensor kapasitansi dan mikrokontroller Pada tubuh manusia juga terdapat arus listrik yang
AT89S51 dapat dirancang dalam pembuatan alat kontrol tersimpan di dalam elektron dan juga memiliki kapasitansi.
yang berfungsi sebagai pengendali kecepatan motor DC Sensor kapasitif dapat disentuh dengan sesuatu yang
dengan bantuan 7 segmen. Sensor kapasitor akan konduktif seperti dengan jari manusia, tidak seperti resistif
menditeksi perubahan muatan pada sebuah capasitor. Proses dan surface wave panels yang dapat disentuh menggunakan
ini terjadi ketika jari tangan menyentuh plat sebagai media apapun seperti jari tangan atau stylus
sentuh. Perubahan muatan yang terjadi diproses oleh driver
touch dan outputnya dikirim ke mikrokontroller yang 3.1 Teknologi Sentuh
diditeksi sebagai tegangan input. Protokol yang digunakan Pada perancangan teknologi sentuh ini ada beberapa metoda
untuk komunikasi data adalah 12C, dimana ia hanya yang digunakan diantaranya menggunakan resistif, surface
memerlukan 2 jalur komunikasi yaitu 12C _data dan wave, capasitif, infrared, strain gauge, optical imaging dan
12C_clk. Dimana cara kerja 12C adalah dengan cara dispersives signal technology. Salah satu metode yang
mengambil data secara serial pada frekuensi 12MHz. Hasil digunakan pada penelitian ini adalah prinsip kapasitif
pengamatan menunjukkan bahwa penerapan touch key (kapasitansi). Saat sensor mengkapasitansi daerah yang
sebagai pengontrol kecepatan motor DC berjalan dengan tersentuh oleh jari manusia, sirkuit elektrik yang berlokasi
kecepatan tinggi pada saat di set up maksimum dan di panel, akan mengukur distorsi resultan dalam gelombang
berkecepatan rendah kalu di set up minimum. Tiga sinus daerah yang direferensi oleh sensor dan mengirim
parameter yang dapat dikendalikan pada penelitian ini informasi ke mikrokontroler untuk diproses secara
adalah: proteksi motor dengan mengaktifkan atau matematik.
mematikan, pengendalian kecepatan motor serta perubahan
arah putaran motor.

Kata kunci: Touch key, sentuh, komunikasi data,


mikrokontroller, kecepatan

1. Pendahuluan Gambar 1.Rangkaian Dasar Kapasitif

Salah satu teknologi pada masa kini yang sedang Besarnya nilai kapasitor ditentukan dengan rumus berikut:
berkembang dalam berbagai peralatan modern adalah
teknologi Touch atau sentuh. Aplikasi dari teknik [1]
sentuh bisa bersifat multifungsi, karena mempunyai sifat
= permitivitas bahan ( Farad/m)
yang sama seperti saklar. Prinsip dasar dari kapasitor
digambarkan pada gambar 1. Pada pengendalian kecepatan A = luas pelat ( m)
putaran motor DC dapat dilakukan dengan mengendalikan d = jarak antara pelat-pelat (m)
tegangan dan frekuensi. Dengan menggunakan PWM,
sangat praktis untuk diterapkan sebagai pengendalian
kecepatan motor, inverter PWM mempunyai kelebihan
yaitu mampu menggerakkan motor dengan putaran dan
rentang yang lebar, dan untuk penganalisaan datanya
dibantu dengan pemograman Matlab.

2. Tinjauan Pustaka Gambar 2. Garis-garis gaya distorsi


Teknologi sentuh yang berbasiskan dari jenis kapasitif ini
mampu mendeteksi perubahan muatan arus listrik dari Ground yang berada pada PCB board
proses kapasitansi. Saat sensor mengkapasitansi daerah menimbulkan medan listrik setelah setelah disentuh dengan
yang tersentuh oleh jari manusia, sirkuit elektrik yang jari . Hal ini akan menambah statis kapasitansi, dengan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


22 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

tanpa mengaktifkan switch dan akan mengurangi


sensitivitas. Sensitivitas switch bisa ditingkatkan dari:
Menambah ketebalan PCB untuk meningkatkan jarak
antara active switch dan parasit.
Meminimalisasikan jalur dibawah touch switch.
Penggunaan grounding sesuai kebutuhan dan mengurangi
jalur ground yang tidak perlu.
Menambah jarak antara switch pads dengan bidang
ground.
Menambah pad area.
Mengurangi ketebalan lapisan sentuh dengan switch pads. RTC

2.2 Pengisian dan Pengosongan Kapasitor Gambar 4. Diagram Blok Aplikasi Touch Key dengan
Dua hal yang perlu diperhatikan pada suatu kapasitor adalah MCU AT89S51 Sebagai Pengendali Motor
saat pengisian dan pengosongan muatannya. Besarnya
tegangan pada kapasitor C akan naik secara eksponensial. Diagram blok Sistem Pengaturan Lingkar Tertutup
Hal tersebut dapat terjadi dan digambarkan pada Gambar dari alat teknik sentuh sebagai pengatur motor digambarkan
2.10. Prosesnya digambarkan apabila saklar S pada Gambar 5.
dihubungakan ke point 1 maka akan mengalir arus dari
sumber melalui hambatan R ke kapasitor C sebagaimana
dipaparkan pada gambar 3 berikut.
R

Gam
y(t)=Vi C x(t)=Vc bar 5. Diagram Blok Sistem Pengaturan Lingkar Tertutup

Gambar 3. Rangkaian RC 1. Hasil Implementasi Pada Sistem Touch Key


Sedangkan besarnya tegangan dapat dihitung berdasarkan
rumus 2 berikut: Panel sentuh merupakan tempat memberi inputan
ke motor. Apabila jari tangan menyentuh panel, maka akan
terjadi proses kapasitansi antara jari tangan dan plat PCB.
Sehingga akan terjadi perubahan muatan. Dengan adanya
Vc = tegangan pada kapasitor (V) sensor kapasitansi, perubahan itu dapat di deteksi sebagai
Vs = tegangan pada sumber (V) satu inputan yang akan diteruskan ke mikrokontroler.
t = waktu pengisian kapasitor (det) Gambar 6 dibawah ini merupakan skematik diagram dari
R = resistansi dari resisitor () touch key .
C = kapasitansi dari kapasitor (F)

3. Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalamm penelitian ini secara
berurutan sebagai berikut: Studi literatur, teori penunjang
yang berhubungan dengan alat. Dilanjutkan dengan
perancangan dan perealisasian alat, pembuatan blok dan
skematic diagram alat. Untuk merealisasikan maka perlu
realisasi alat dengan pembuatan rangkaian pada board dan
tahapan berikutnya adalah Metode pengujian, meliputi
tegangan, I/O MCU, interface, aplikasi alat dan analisisnya
dan diakhiri dengan Touch Key Dengan Mikrocontroler
AT89S51.
Penggunaan teknik sentuh sebagai kontrol motor DC terdiri
dari 4 bagian utama , yaitu Rangkaian kontrol
(MCUAT89S51), Rangkaian teknik sentuh, Rangkaian
penggerak motor, dan Rangkaian display . Diagram blok
Sketsa Teknik sentuh dengan Mikrokontroller AT89S51 Gambar 6 . Skematik Touch Key
Sebagai Pengaturan Motor DC Dapat dilihat pada Gambar
4. Dalam suatu sistem teknik sentuh cara kerja
rangkaiannya mengandalkan driver teknik sentuh yang
berupa IC. IC yang dipakai ialah IC jenis PsoC

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 23

(Programmable System on Chip) yang khusus dirancang 1. Bila X2-1 diberi input pulsa PWM dan X2-2 tidak,
untuk dapat mendeteksi adanya perubahan muatan dari maka transistor yang ON adalah T1, T3, & T5.
proses kapasitansi. IC ini termasuk salah satu jenis IC PPI Sehingga X1-1 ON dan motor berputar ke arah
(Pheriperal Programmable Interface) yang artinya dapat kanan.
diprogram sesuai keinginan atau tujuan pemakaiannya 2. Bila X2-2 diberi input pulsa PWM dan X2-1 tidak,
Setiap pin IO yang terkoneksi / yang digunakan, maka transistor yang ON adalah T2, T4, & T6.
mempunyai tegangan referensi kapasitansi yang diatur Sehingga X1-2 ON dan motor berputar ke arah
terlebih dahulu oleh program. PSoC akan melakukan kiri.
scanning terhadap Pin IO yang terkoneksi, ketika pad 3. Bila X2-1 dan X2-2 diberi input pulsa PWM, maka
sentuh tersentuh oleh jari maka pin tersebutlah yang akan semua transistor akan ON. Sehingga X1-1 dan X1-
dideteksi sebagai inputan (tegangan). 2 akan ON dan motor dalam keadaan brake.
4. Bila X2-1 dan X2-2 tidak diberi inputan, maka
6.1 Rangkaian Penggerak Motor semua transistor akan OFF. Sehingga X1-1 dan
Rangkaian penggerak motor pada alat ini X1-2 akan OFF dan motor selalu dalam keadaan
merupakan suatu rangkaian pengendali motor DC yang OFF.
dapat di kontrol dengan menggunakan mikrokontoler.
Karena untuk menggerakkan motor membutuhkan pulsa 6.2 Hasil Penelitian Karakter Motor DC
PWM. Tingkat kecepatan motor diatur berdasarkan
frekuensi pulsa. Jadi semakin tinggi frekuensinya semakin Penelitian terhadap motor dc dilakukan dengan variasi nilai
cepat pula putarannya. duty cycle sinyal PWM pada tegangan catu 6 V. Hasil
Pengendali yang dirancang adalah menggunakan percobaan menunjukkan bahwa motor berhenti pada nilai
mikrokontroler dan bekerja dalam ragam single chip duty cycle 10%.
operation (mode operasi keping tunggal) yang tidak
memerlukan memori luar. Kristal yang digunakan untuk
mengoperasikan mikrokontroler adalah 12 MHz.
Penggunaan kristal 12 MHz menyebabkan detak dalam
pada mikrokontroler menjadi 12 Mhz / 12 = 1 MHz, yang
artinya setiap periode detak waktunya 1 mikrodetik,
sehingga memudahkan untuk mengubah-ubah data pada
penggunaan perwaktu karena periode detak perwaktuannya
tidak ganjil.
Frekuensi cycle dan periode cycle dari
mikrokontroler dapat dihitung :
fcycle = (1/12) x Xtal
= (1/12) x 12 MHz
= 1 MHz Gambar 8.Grafik perbandingan tegangan pada kecepatan
Tcycle = 1/fcycle mundur pengukuran (series 2) dengan referensi (series 1)
= 1/1 MHz
= 1 Sec 6.3. Hasil analisa Rangkaian RC
Pada Gambar 6 dibawah ini diperlihatkan tegangan
Nilai duty cycle yang didapatkan harus diolah yang dihasilkan pada saat pengisian kapasitor dengan waktu
sehingga mampu membangkitkan sinyal PWM yang sesuai. konstan dengan nilai R yang berbeda-beda yaitu grafik
Untuk dapat mengendalikan motor dc dengan warna merah dengan nilai R = 0.1 k ohm, C = 1 F. Grafik
variasi kecepatan dan arah putaran yang dapat diatur, maka berwarna biru dengan nilai R = 1 k ohm, C = 1 F, dan
diperlukan rangkaian penggerak yaitu H-Bridge yang grafik berwarna hijau dengan nilai R = 10 k ohm , C = 1 F.
berfungsi sebagai driver motor dc (hardware).

Gambar 7. Rangkaian H Bridge 6 Transistor

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


24 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 9. Tangapan kapasitor dengan waktu konstan Saran


dengan merubah nilai kapasitor.
Karena keterbatasan waktu, maka diberi saran
Pada program Matlab selanjutnya dilakukan juga
untuk keperluan pengembangan lebih lanjut, ada beberapa
pengujian dengan membuat rangkaian parallel kapasitor,
hal yang perlu ditambahkan dalam alat ini, diantaranya
dengan nilai R = 10 k ohm dan nilai kapasitor yang
adalah:
diparalel masing-masing bernilai C1 = C2 = C3 = 1 F.
1. Penggunaan LCD untuk display lebih cocok dan
Sehingga diperoleh waktu pengisian dari kapasitor tersebut
kombinatif untuk memvariasikan dari pada aplikasi
lebih lama yaitu t = 0.08 detik seperti yang ditampilkan
teknik sentuh.
pada Ganbar 10.
2. Pengendalian motor DC sebaiknya di gunakan untuk
menggerakkan sesuatu seperti tape, kipas, dan lain
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Atmel. 1999. AVR Embedded RISC Microcontroller
Core. Atmel Corporation. (www.atmel.com)
2. Atmel. 1999. AVR Embedded RISC Microcontroller
Core Peripheral Timer/Counter. Atmel Corporation
(www.atmel.com)
3. Atmel. 2001. AT89S51 8-bit AVR Microcontroller
with 4K Bytes In-System Programmable Flash
Datasheet. Atmel Corporation. (www.atmel.com)
4. Malvino, Albert Paul, 1996. Prinsip-Prinsip
Elektronika, Edisi ketiga, Alih bahasa: Hanapi
Gambar 10. Grafik tegangan masing-masing kapasitor Gunawan, Penerbit Erlangga, Jakarta
pada rangkaian pararalel. 5. Rachmad Setiawan, 2006. Mikrokontroler MCS-51,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Kesimpulan 6. San Jose. 2006. CY8C20234 Multy Signal Array.
Dari hasil perancangan, pembuatan, pengujian dan (www.cypress.com)
Penerapan Touch Key Dengan Mikrokontroler AT89S51 7. Sudjadi, 2005. Teori & Aplikasi Mikrokontroler
Sebagai Proteksi dan Pengendali Kecepatan Motor DC, Aplikasi Pada Mikrokontroler AT89C51, Graha Ilmu,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Yogyakarta.
1. Alat ini dapat menunjukan perbedaan antara input 8. Haykin, Simon, Comunication System : Introduction
sentuh dengan switch analog yaitu pada pengontrolan (Canada :John willey & Son, Inc, third edition,
dan pengaplikasiannya. 1994).pp. 1-2.
2. Pengisian muatan pada kapasitor relatif cepat untuk 9. Phillips, Charless L, Nagle, H. Troy, Digital Control
pendeteksian kembali perubahan muatan akibat sentuhan System Analysis and Design : Digital Controller
jari. Design (third edition, Printice Hall, Inc , New Jerset
3. Dengan komunikasi antarmuka I2C, proses pengambilan 07632) pp. 310-318.
dan pengiriman data dari sensor kapasitansi dengan 10. Ogata, Katshiko, Teknik kontrol Automatik, alih
mikrokontroler dapat terjadi secara dua arah. Karena I2C bahasa, Laksono, (Edi, edisi ke enam, Penerbit
terdiri dari 1 jalur data dan satu jalur clock. Erlangga, 1994), pp 7.
4. Berdasarkan hasil pengujian, kecepatan dan arah putaran 11. Murphy, Gordon J, Basic Automatic Control
motor dapat dikendalikan dengan mudah menggunakan Theory,D.Van Nostrand Company, Inc. Princeton,
teknik sentuh. New Jersey London,
5. Berdasarkan hasil pengujian, kecepatan putaran motor 12. Richards, R.J, Solving Problem in Control, Logman
bergantung pada frekuensi sinyal PWM yang dirancang. Group UK Ltd 1993.
Dalam hal ini adalah program. 13. Kamen, Edward W, Heck,Bonnie S,Fundamentals of
6. Dari hasil pengujian, perangkat lunak untuk Sinyal and Systems Using Matlab, Prentice-Hall
mengaplikasikan teknik sentuh sebagai pengendali International, Inc (UK) limited, London ,1997.
motor DC sudah dapat berfungsi dengan baik.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009
25

Penggunaan Algoritma Genetik Paralel Hibrid dalam


Sistem Kontrol Lampu Lalu lintas Pintar

Agus Priyono1, Agus Sofwan1, Mohd. Ridwan2, Riza Atiq2, Mohd. Alauddin2
1) Teknik Elektro PPS ISTN Jakarta asofwan31@yahoo.com
2) Universiti Kebangsaan Malaysia. ridwan_64@yahoo.com

Abstract_The genetic algorithm approach to solve traffic baru dan populasi tersebut akan memberikan penyelesaian
signal control and traffic assignment problem is used to yang lebih baik dari penyelesaian sebelumnya.
tackle the optimization of signal timings, cycle and offset
timings. Signal timing is defined by the common network Penyelesaian yang dipilih untuk membentuk
cycle time, the green time for each signal stage, and the penyelesaian yang baru dalam populasi baru disebut sebagai
offsets between the junctions. The development of parallel keturunan. Menurut Abitko (1998), keturunan dipilih
evolutionary algorithms for multi-objective problems berdasarkan kekuatannya. Kini algoritma genetik
involves the analysis of different paradigms for parallel dikembangkan dalam berbagai penelitian. Algoritma sistem
processing and their corresponding parameters. Thus, this is kekebalan tubuh (immune system algorithm) telah diteliti.
not a simple question and not many publications have Sistem ini berdasarkan sistem kekebalan dalam tubuh
appeared dealing with the topic. A parallel version of a new mahluk dimana mempunyai mekanisme yang mampu
hybrid genetic algorithm for optimization of traffic light membuang bahan-bahan asing dari dalam tubuh yang
signal timings is presented. The route-directed hybrid dikenal sebagai antigen. Kemudian sistem kekebalan tubuh
genetic approach is based upon the simultaneous evolution membentuk satu set antibodi untuk membuang antigen.
of two populations of solutions focusing on separate Antibodi ini berinteraksi dengan antigen untuk
objectives subject to temporal constraint relaxation. While mendapatkan hasil lain (Alisantoso 2003). Dalam
the first population evolves individuals to minimize total pelaksanaannya, sistem ini dikembangkan untuk menangani
traveled distance the second aims at minimizing temporal persoalan pengoptimuman algoritma genetik yang
constraint violation to generate a feasible solution. Genetic terperangkap pada optimum lokal. Sistem ini sedang
operators have been designed to capture key concepts from dikembangkan untuk menangani persoalan penjadwalan
successful routing techniques to further enhance search yang sulit ditemukan di dalam literatur (Coello et al. 2003).
diversification and intensification. This paper presented the Secara ringkas, langkah-langkah algoritma genetik adalah
parallel hybrid genetic algorithm that combining of genetic (Agus et al. 2005a):
algorithm and immune system to optimize the fuzzy logic 1. Pengkodean problem dalam bentuk deret biner.
inference on the intelligent traffic control system. 2. Pembentukan pertambahan populasi secara acak,
termasuk kromosom yang menggambarkan
Key words: Parallel Hybrid Genetics Algorithm, Immune kemungkinan-kemungkinan penyelesaian.
System, Fuzzy logic inferens Optimization 3. Pengujian nilai kekuatan setiap kromosom.
4. Pemilihan pasangan kromosom untuk dijadikan sebagai
PENDAHULUAN orang tua menurut kekuatannya.
5. Pempopulasian baru dengan cara berikut:
Awal 1960-an, J.Holland [Michigan] telah meneliti a. Perkawinan: Kawinkan pasangan kromosom yang telah
algoritma genetik (AG) dengan hasilnya yang telah dipilih untuk mendapatkan keturunan, atau kromosom
dipublikasikan pada 1975 dengan judul "Adaptation in yang serupa boleh dijadikan sebagai keturunan.
Natural and Artificial System". Kaedah Holland berhasil b. Mutasi: Beberapa kromosom keturunan dipilih dan
karena dalam penggunaan algoritma genetik ini tidak hanya salah satu bagiannya diganti dengan satu angka lain
mempertimbangkan peran mutasi tetapi juga menggunakan yang dibentuk secara acak.
penggabungan kembali genetik. Penggabungan genetik ini c. Selingan: Pilih secara acak beberapa kromosom dan
merupakan perkawinan separuh penyelesaian untuk lakukan mutasi pada orbit masing-masing.
memperbaiki kemampuan algoritma dan pada akhirnya d. Penempatan kromosom keturunan dalam populasi baru.
menemukan penyelesaian yang optimum. 6. Jika syarat akhir tidak dapat dipenuhi maka ulang
Algoritma genetik biasanya digunakan untuk mencari kembali dari langkah ke-3.
penyelesaian masalah non deterministic polynomial. AG
juga digunakan untuk menyelesaikan kerja-kerja 1.1. Kromosom
pengoptimuman sistem yang rumit dan sukar diselesaikan
oleh kaedah matematik biasa (Haupt 1998). Algoritma Kromosom adalah satu set penyelesaian yang dinamakan
genetik bermula dengan menyediakan satu set penyelesaian populasi dan satu penyelesaian dalam populasi. Kromosom
yang dinamakan populasi dan sesuatu penyelesaian dalam seharusnya mengandung informasi mengenai penyelesaian
populasi yang dinamakan kromosom. Penyelesaian dari satu dan berbentuk biner, angka atau huruf. Bentuk yang paling
populasi diambil dan digunakan untuk membentuk populasi umum adalah menggunakan angka biner dan biasanya,
jumlah kromosom dalam satu populasi antara 20~30. Untuk

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


26 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

menyelesaikan masalah yang rumit dan mempunyai akan diturunkan dari kromosom pertama serta apa yang
berbagai dimensi, jumlah kromosom bisa mencapai 100. setelah titik perkawinan akan diturunkan dari kromosom
kedua. Untuk kromosom yang panjang, titik perkawinan
dapat lebih dari satu dan kedudukan perkawinan ini boleh
Kromosom 1 1101100100110011101 ditentukan untuk menghindari kerosakan parameter yang
sedang dioptimumkan (Ohmori & Kasai 1997).
Kromosom 2 1001111100110001010
Selama proses perkawinan berlangsung, kemungkinan
Atau kromosom yang terbaik bisa hilang. Untuk mengatasi
Kromosom 1 21 20 45 34 21 50 67 35 49 25 keadaan ini, kromosom yang terbaik dipilih atau beberapa
kromosom yang baik dijadikan sebagai kromosom elit yang
Kromosom 2 13 62 24 36 20 55 16 29 31 19 akan menjelma ke generasi seterusnya tanpa sebarang
Atau perubahan. Dengan adanya kromosom elit, maka proses
Kromosom 1 A B C D N R T H N pengoptimumam algoritma genetik akan bertambah cepat
karena penyelesaian yang terbaik yang ditemui dalam setiap
Kromosom 2 V O Q M P S Z Y L waktu putaran tidak akan hilang. Biasanya kadar
Gambar 1. Contoh bentuk-bentuk Kromosom perkawinan ditentukan dengan prosentase 80 % sehingga 95
%.
1.2. Pengujian Kekuatan Kromosom Anggaplah salah satu kromosom adalah deret
biner: 1101001100101101 dan kromosom yang lainnya
Dalam algoritma genetik, kemungkinan pembiakan secara adalah: yxyyxyxxyyyxyxxy dengan nilai 0 dan 1 diganti
langsung tergantung pada ujian kekuatan dari setiap dengan x dan y. Dengan menggunakan satu perkawinan
populasi. Penggunaan kaedah ini ditentukan oleh dua acak, hasilnya digambarkan dalam Gambar 2 yang
masalah yaitu : dipisahkan dengan titik perkawinan.
1. Sebuah kromosom kuat sering dipilih untuk menjaga
keseluruhan populasi agar menuju ke genom. Perbedaan 11010 01100101101
kekuatan kromosom kemudian dikurangi untuk mengikuti yxxxy yxxyyyxyxxy
pergerakan algoritma genetik. Gambar 2: Persilangan dua kromosom dengan satu titik
2. Selama pergerakan AG, perbedaan kekuatan antara persilangan.
kromosom dikurangi. Salah satu yang terbaik kemudian Perkawinan ini akan menghasilkan dua kemungkinan yaitu:
akan dipilih dari kromosom yang lain. Setelah dipilih, 11010yxxyyyxyxxy dan yxyyx01100101101.
pergerakan algoritma genetik serta merta berhenti
Untuk mengurangi permasalahan di atas, nilai kekuatan
kromosom dapat diubah menggunakan kaedah berikut: 1.4. Mutasi
1 Dihilangkan: untuk setiap kromosom, kekuatannya
dikurangi menggunakan kekuatan kromosom yang Setelah perkawinan, maka proses mutasi dapat dilakukan.
paling buruk. Dengan demikian, kromosom yang Satu atau beberapa kromosom akan mengalami proses
terkuat diberi jalan untuk memperolehi pembagian mutasi. Mutasi berguna untuk menghindari penyelesaian
dasar nol. terperangkap pada optimum lokal yang disebabkan oleh
2 Eksponen: mengandung punca pangkat dua ditambah dominasi kromosom yang sangat kuat pada suatu generasi.
satu yang digunakan untuk mengurangi pengaruh Mutasi dilakukan dengan cara memilih secara acak satu
kromosom yang paling kuat. atau beberapa kromosom yang bukan elit dan kemudian
3 Perubahan linier: gunakan sebuah parameter linier di mengubah kandungan kromosom tersebut. Untuk mutasi
setiap kekuatan, sebagai contoh: f' = af + b. Dengan deret biner, mutasi dapat dilakukan dengan cara memilih
demikian kromosom yang terkuat akan dikurangi secara acak angka-angka dalam kromosom tersebut dan
kekuatannya sekali lagi. menggantinya dengan angka yang lain seperti mengubah 0
4 Pemulihan linier: Kekuatan kromosom dibuat linier, menjadi 1 atau sebaliknya. Sedangkan untuk kromosom
sebagai contoh populasi di atas 10. Untuk pertama kali angka nyata, mutasi dilakukan dengan mengganti dua angka
nilai 100 diambil, kemudian 90, 80, , dan pada dengan dua angka yang lain seperti ditunjukkan dalam
akhirnya, 10 diambil dengan menghindari Gambar 3. Kadar mutasi yang terbaik adalah antara 0.5 % ~
penghitungan secara langsung. Sekiranya ada 1 % dari jumlah kromosom dalam setiap populasi dengan
perbedaan di antara kromosom apakah sangat kuat atau ketentuan jika tingkat perkawinan tinggi, maka tingkat
lemah, serta perbedaan di antara kemungkinan terjadinya mutasi harus rendah [Abitko].
pembiakan, hanya bergantung pada tingkat kekuatan
kromosom 5. Kromosom asal 1101100100110011101
a. Perkawinan Krom tlh dimutasi 1101000100110011101
Setelah kromosom yang paling baik ditetapkan, langkah atau
selanjutnya adalah melakukan persilangan atau perkawinan Kromosom asal 21 20 45 34 21 50 67 35 49
untuk melahirkan keturunan. Di antara kaedah yang paling
mudah adalah dengan melakukan pemilihan titik Krom tlh dimutasi 21 20 29 34 21 50 67 35 49
perkawinan secara acak dan yang sebelum titik perkawinan Gambar 3. Contoh mutasi dalam kromosom

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009
27

Quasi-Newton ditinggalkan karena tersangkut pada


minimum lokal.
Nakatsuji et al. (1994) telah mengembangkan sistem
kontrol lampu signal persimpangan rangkaian.
1. Selingan Digunakannya AG untuk mengoptimumkan 4 lampu signal
yang tersusun empat persegi dengan setiap lampu tersebut
Selingan adalah proses penukaran dua bagian kromosom adalah untuk kontrol dua fase. Telah dikembangkan sistem
yang diambil secara acak dengan mengganti keduanya. kontrol dengan penggabungan GA dengan mesin Counchy
Selingan semata-mata merupakan operator buatan untuk untuk mensupervisi jangka waktu isyarat stokastik dan
melahirkan satu generasi kromosom yang baru, dan berbeda melayani proses penyelesaian yang terjebak pada minimum
dengan perkawinan atau mutasi, dimana mutasi atau lokal. Dalam sistem kontrol ini, AG digunakan untuk
perkawinan menukar bagian kromosom secara natural. menentukan pembagian waktu hijau dan ofset.
Grefenstette (1986) menetapkan tingkat salingan yang Abu Lebdeh (1998) telah mengembangkan GA mikro untuk
merupakan kebarangkalian melakukan penukaran dalam mengoptimumkan satu rangkaian lampu signal. Untuk
setiap kromosom pada tiap generasi adalah antara 10% penelitiannya, telah dibuat untuk satu sistem yang kecil
hingga 20 %. dengan GA. GA mikro digunakan untuk menentukan
Dalam penggunaannya, AG telah membuktikan pembagian waktu hijau dan ofset optimum untuk setiap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena masa kitar. Diperlukan sampai 40,000 generasi untuk
itu AG mempunyai kelebihan antara lain: mencapai tingkat penyelesaian optimum.
Sangat baik dalam pengoptimuman pemasalahan. GA digunakan untuk mengoptimumkan kontrol
Mempunyai kemampuan menyelesaikan pekerjaan persimpangan terpisah dengan meminimumkan perlambatan
pengoptimuman sistem yang rumit dan sulit setiap kendaraan (Taale2000). Telah dilakukan penelitian
diselesaikan oleh kaedah matematik biasa (Haupt dengan membandingkan kaedah pengoptimuman dengan
1998). kaedah kendaraan tergerak secara penyelakuan dan didapati
Mempunyai kemampuan kaedah mencari (search bahawa penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang baik
method) yang menjamin untuk menyelesaikan karena ada persimpangan yang menunjukkan kaedah
permasalahan secara cepat. pengoptimuman lebih baik dan ada yang kurang baik.
Algoritma genetik mempunyai kemampuan menangani Riza Atiq (2002) menggunakan AG untuk
sistem penjodoh bilangan. Para peneliti mengoptimumkan pembagian waktu hijau pada satu
menggabungkan algoritma genetik untuk merumuskan persimpangan. Dalam penelitiannya beliau telah
penjodohan baru. membandingkan dengan berbagai kaedah kontrol seperti
Namun algoritma genetik juga mempunyai kelemahan baris gilir, kendaraan tergerak dan pengoptimuman. Proses
terutama dalam beberapa hal, antara lain: yang diusulkan adalah untuk mencari waktu hijau optimum
Algoritma genetik tidak dapat digunakan untuk yang akan meminimumkan perbedaan lengah pada jalan-
menggantikan pohon permainan minimum-maksimum jalan tuju, yang berarti tidak ada perbedaan lengah rata-rata
(min-max games tree). kendaraan yang datang dari salah satu jalan tuju dengan
Tidak dapat digunakan untuk menggantikan bentuk jalan tuju yang lain.
pencarian lain dengan perubahan dari keadaan sebelum Ceylan dan Bell (2004) telah mengembangkan sistem
ke keadaan terkini yang harus terjadi dengan cepat. kontrol lalu lintas dengan menggabungkan algoritma
genetik, TRANSYT dan peramal lintasan pengaliran
Algoritma genetik dapat terjebak pada optimum lokal
kendaraan. Dalam kontrol lalu lintas, algoritma genetik
karena adanya kromosom yang paling kuat yang
mendominasi suatu generasi. digunakan untuk menyelesaikan kontrol isyarat dan
permasalahan tugas lalu lintas. AG digunakan untuk
Dengan kelebihannya, algoritma genetik banyak digunakan
menangani pengoptimuman jangka masa isyarat dengan
dalam beberapa aplikasi antara lain:
rangkaian pengaliran keseimbangan pengguna stokastik.
Rancang bangun sistem adaptif (adaptive system
Julat waktu isyarat ditakrifkan dengan masa kitar rangkaian
design).
bersama, masa hijau untuk setiap tahap isyarat, dan ofset di
Kontrol adaptif (adaptive control).
antara persimpangan. Penunjuk keberhasilan sistem
Penentuan automaton terbatas. diartikan sebagai jumlah dari gabungan pemberat linier dari
Pengoptimuman suatu persoalan. lengah dan bilangan kendaraan berhenti pada setiap unit
Penentuan parameter untuk rangkaian neuron dan inferens masa untuk semua arus kendaraan yang dinilai oleh model
berbasis logika fuzzy. lalu lintas TRANSYT. Tugas keseimbangan pengguna
stokastik dirumuskan sebagai padanan untuk
1.6. Aplikasi Algoritma Genetik meminimumkan permasalahan dan diselesaikan
menggunakan estimasi lintasan alir kendaraan (path flow
Telah dikembangkan sistem kontrol lalu lintas berbasis AG estimator). Fungsi alamatnya diambil dari penunjuk
untuk mengoptimumkan setiap lampu signal pada rangkaian keberkesanan rangkaian (performance index) dan kemudian
lampu yang menggunakan banyak parameter[1992]. Proyek pembalikan penunjuk keberkesanan rangkaian atau
ini pada asalnya menggunakan dua kaedah pengoptimuman dinamakan sebagai fungsi kekuatan yang digunakan dalam
yaitu AG dan Quasi-Newton. Namun akhirnya kaedah AG.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


28 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

genetik mempunyai kebarangkalian menemukan optimum


2. AG PARALEL HIBRID global yang lebih besar, diperlukan suatu kaedah yang dapat
AG menggunakan kode penyelesaian berupa kromosom memperluas ruang pencarian algoritma genetik.
dalam mencari penyelesaian masalah. Bentuk kromosom ini Salah satu kaedah yang dapat digunakan untuk
bergantung permasalahan yang akan diselesaikan memperluas ruang pencarian algoritma genetik serta untuk
(Sena,2001). AG paralel hibrid digunakan untuk menghindari terperangkap pada optimum lokal, adalah
menentukan nilai yang berbentuk bilangan nyata dan dengan menggunakan ruang pensampelan paralel (Singh
karenanya kromosom yang digunakan dalam AG adalah 2003; Park 2003). Untuk mewujudkan pensampelan paralel,
kromosom angka nyata, bukan biner. ruang sampel algoritma genetik yang digunakan dalam
Umumnya, AG digunakan untuk mengoptimumkan penelitian ini akan dibai kedalam dua sub-ruang sampel
permasalahan adalah pengkodean biner (Oyama et al.2001). dengan masing-masing ruang sampel mempunyai bentuk
Dan biner juga digunakan untuk menghitung dan tidak kromosom yang sama, namun, operator pensampelan yang
memerlukan mengkodekan dan mentafsirkan kode. Karena digunakan berbeda.
secara teori tidak akan menimbulkan persoalan peleraian
(Lin et al. 2004). Penggunaan nilai predikat angka nyata 2.3 Fungsi Kekuatan Kromosom
adalah untuk menemukan nilai yang lebih teliti dan ruang Fungsi kekuatan setiap kromosom merupakan informasi
pencarian yang lebih luas dibandingkan kalau menggunakan yang digunakan oleh algoritma genetik untuk mengenal
biner. Disamping itu juga mampu menyelesaikan permasalahan yang akan diselesaikan (Osman 2004). Oleh
kelemahan dari pengkodean biner yaitu penyelesaian karena itu, fungsi kekuatan kromosom semestinya
peleraian rendah. ditentukan terlebih dahulu secara tepat.
Untuk mengoptimumkan inferens logika fuzzy dalam Untuk melaksanakan tugas demikian, fungsi tujuan
penelitian ini, digunakan algoritma genetik paralel hibrid. yang digunakan adalah fungsi minimum. Sebaliknya,
Pemilihan penggunaan algoritma genetik paralel adalah konsep algoritma genetik adalah mempertahankan
untuk memastikan pencarian nilai inferens yang optimum kromosom yang kuat sehingga generasi akhir dan hal ini
dapat dilakukan secara serentak dan diperluas dalam sama dengan fungsi maksimum. Karenanya, fungsi
memendekkan waktu pencarian. Penggunaan ini disusun kekuatan kromosom yang digunakan oleh algoritma genetik
secara hibrid dengan memanfaatkan kelebihan algoritma dalam penelitian ini adalah bentuk terbalik dari fungsi
genetik dalam melakukan pencarian digabungkan dengan tujuan yang akan dicapai, yaitu seperti berikut :
kelebihan algoritma klonal (sistem kekebalan tubuh) dalam
menghindari pencarian terperangkap pada optimum lokal 1 1 n
(Singh 03). Pengoptimuman inferens logika fuzzy dapat Eval(vk)= = = ;r (2)
(t y ) (t y )
n n
menggunakan AG paralel hibrid. MSE r 2 r 2
i i
i=1 i=1
1.1. Kromosom n
Panjang kromosom yang akan digunakan tergantung pada
Dalam penelitian ini, gabungan algoritma genetik dan
batas atas, batas bawah dan tingkat ketelitian predikat- algoritma klonal (sistem kekebalan tubuh) digunakankan
serta jumlah gen yang diperlukan. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan penyelesaian yang lebih baik dan tepat
batas atas predikat- ditetapkan 10 dan batas bawah adalah serta tidak terperangkap pada optimum lokal. Tujuan pokok
-10, sedangkan jumlah gen ditentukan berdasarkan pada dalam penggunaan algoritma genetik adalah untuk
jumlah perubah dalam satu peraturan dasar serta jumlah menghasilkan bentuk algoritma yang kokoh (robust) dan
peraturan dasar yang digunakan, yaitu sejumlah 3R. memberikan kinerja yang baik dalam menyelesaikan
Sebagai contoh, apabila hasil penggugusan subtraktif berbagai jenis persoalan. Dalam bentuknya yang asli,
menghasilkan 5 gugusan data, maka panjang kromosom algoritma genetik merupakan sistem yang buta tatacara dan
yang digunakan dalam algoritma genetik adalah ditentukan hanya menggunakan kode dan nilai fungsi tujuan untuk
berdasarkan persamaan berikut: menentukan jejak yang sesuai pada generasi selanjutnya.
pk = Cnt * m (1) Algoritma genetik tidak menggunakan semua pengetahuan
khusus mengenai masalah, meskipun boleh jadi sistem
Cnt = pusat gugusan = 5 mempunyai pengaruh untuk meningkatkan kemampuan
m = perubah = 5 dalam mencari sesuatu secara cepat atau mampu
Maka, panjang kromosom yang digunakan ialah: memberikan penyelesaian yang lebih baik (Amjad 2004).
pk = 5 * 5 = 25. Keadaan yang demikian menjadikan algoritma genetik
menjadi tidak menguntungkan dibandingkan kaedah lain
1.2. Ruang Pensampelan Paralel yang dibuat menggunakan informasi khusus mengenai
Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat diketahui bawa masalah yang ada. Oleh karena itu diperlukan gabungan
jumlah parameter yang akan dicari oleh algoritma genetik algoritma genetik dengan kaedah lain secara hibrid dengan
tergantung kepada jumlah perubah dalam suatu peraturan menggunakan sudut pandang menyeluruh pada algoritma
serta banyaknya jumlah peraturan dasar yang digunakan. genetik dan fokus pada kaedah masalah-khusus. Dalam
Apabila peraturan dasar yang digunakan semakin banyak, penelitian ini digunakan algoritma genetik dengan algoritma
maka jumlah parameter yang akan dicari oleh algoritma klonal yang digabungkan secara hibrid untuk menyelesaikan
genetik semakin banyak. Oleh karena itu, agar algoritma persoalan pengoptimuman kontrol lalu lintas.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009
29

Prinsip algoritma klonal dan proses menjadi masak Anak kromosom-1


persemendaan (affinity) dapat dipastikan mampu An = a n + (rand (0;1) * (bn a n )) (4)
membentuk pembelajaran dan memelihara ingatan yang
bermutu tinggi serta mampu untuk menyelesaikan persoalan
Anak kromosom-2:
yang rumit seperti persoalan modus dengan jumlah yang
banyak dan pengoptimuman gabungan(d.Castro &V.Zuben Bn = bn + (rand (0;1) * (bn a n )) (5)
2000) dimana:
Pada penentuan nilai kekuatan setiap kromosom, An = Anak kromosom-1 ke n
diperlukan suatu kaedah penskalaan untuk menghindarkan Bn = Anak kromosom-2 ke n
algoritma genetik terperangkap pada optimum lokal (Singh an = Induk kromosom-1 ke n
2003; Gen 1997). Tujuan dari penskalaan ini adalah untuk bn = Induk kromosom-2 ke n
meminimumkan perbedaan kekuatan antara kromosom yang n = Jumlah kromosom (1, 2, 3, n)
kuat dengan yang lemah, dan agar kromosom yang kuat
tidak mendominasi ruang pensampelan. Penskalaan nilai
kekuatan setiap kromosom dilakukan berdasarkan pada
konsep persemendaan yang ada pada algoritma (Orhan & 2.5. Mutasi
Alper 2004).
Model yang digunakan untuk melakukan penskalaan Proses mutasi digunakan untuk mendapatkan anak
kekuatan kromosom yang didasarkan pada konsep tersebut kromosom dari satu induk kromosom. Mutasi digunakan
yaitu: untuk menjaga keberbagaian kromosom dalam suatu
f (i ) generasi dengan cara mengubah susunan gen induk
f (*i ) = f (i ) * * f (i ) (3) kromosom sehingga menghasilkan anak kromosom yang
f max baru (Park et al. 2003). Proses ini dapat menghindari
dengan: terjadinya algoritma genetik terperangkap pada optimum
lokal. Dalam penelitian ini digunakan kaedah mutasi
f (*i ) = kekuatan kromosom baru, f (i ) = kekuatan sambilewa (flip) untuk setiap subruang sampel pertama dan
kromosom lama, f max =kekuatan kromosom maksimum, sub-ruang sampel kedua. Besarnya nilai C dan D pada anak
kromosom baru dihitung menggunakan persamaan :
= perubah c
G
2.4. Perkawinan C = x + (rand (0;1)* (Ba x ) )* )
Proses perkawinan digunakan untuk mendapatkan anak- Gnr
anak kromosom baru dari hasil perkawinan silang dari dua (6)
c
induk kromosom. Anak kromosom ini merupakan alternatif G
penyelesaian baru yang akan memperluas ruang pencarian D = y + (rand (0;1)* (Ba y ) )* ) (7)
penyelesaian algoritma genetik. Untuk mendapatkan Gnr
penyelesaian yang baik maka perkawinan dilakukan pada Dengan Ba = Batas atas , Bb=Batas bawah, G=Indeks
kedua sub-ruang sampel algoritma genetik, namun dengan Generasi, Gnr=Generasi,c=konstanta
bentuk yang berbeda. Persoalan demikian dilakukan untuk
mendapatkan proses perkawinan yang cepat dengan ruang
yang lebih luas untuk mendapatkan anak-anak kromosom 3. HASIL PENGUJIAN
baru yang lebih baik. Subruang sampel pertama 3.1. Pangujian Pembagian waktu Hijau Strategi
menggunakan operasi perkawinan satu titik potong (Gen & Pengoptimuman Lokal
Cheng 1997), dan subruang sampel kedua menggunakan Komponen pangaturan terdiri dari dua set logika fuzzy yang
operasi perkawinan delta (Papadakis & Theocharis 2002). disusun untuk menangani masing-masing hasil keluaran
Cara kerja masing-masing perkawinan, dijelaskan pada rangkaian neuron dua tahap. Disamping itu logika fuzzy
Gambar 4. juga menangani masukan secara langsung dari rangkaian
Dalam menentukan besarnya nilai anak kromosom pada neuron MLP sehingga dapat membaca panjang antrian di
perkawinan delta digunakan persamaan seperti berikut : ke-empat jalan tuju pada setiap persimpangan (Agus
2005b).
Seperti telah dijelaskan di atas, pembagian pembagian
waktu hijau ditentukan berdasarkan keadaan antrian pada
satu fase dan antrian pada fase selanjutnya sesuai urutan lengkap dilalui. Agar logika Fuzzy mampu mengetahui
julat masa. Apabila strategi optimum tempatan telah panjang antrian dan kemudian menentukan pembagian
ditetapkan, maka set logika fuzzy pertama akan waktu hijau semua fase, logika fuzzy perlu dilatih terlebih
memproses data masukan antrian pada fase Q1 dan Q2 dahulu melalui proses pembelajaran secara off line.
untuk menentukan pembagian waktu hijau optimum yang Logika fuzzy disuapi dengan 75 data masukan(dengan 3
diperlukan. Pada keadaan ini masa kitar hanya dapat jenis data) untuk mendapatkan hasil julat masa yang
diketahui setelah semua julat masa hijau semua fase telah mendekati kebutuhan sesuai permintaan lalu lintas.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


30 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 4. (a) Persilangan satu titik potong, (b) Persilangan delta

Data masukan tersebut kemudian diguguskan untuk if x1 adalah tingkat 1and x2 adalah tingkat 1
mendapatkan jumlah Peraturan fuzzy yang sesuai. Hasil then masa hijau adalah (1.970387 x1 + (-8.896005)-02 x2 +
waktu hijau sebagai keluaran logika fuzzy dengan quash 2.350964)
factor sebanyak 1.2, nisbah penerimaan (accept ratio) Hasil pembelajaran logika fuzzy menggunaan
adalah 0.6, nisbah penolakan (reject ratio) adalah 0.12 dan algoritma genetik paralel hibrid di atas menghasilkan
jari-jari gugusan adalah 0.3. Didapatkan jumlah pusat keluaran pembagian waktu hijau optimum yang mendekati
gugusan (atau jumlah peraturan fuzzy) sebanyak 17 pusat pembagian waktu hijau yang diperkirakan seperti
gugusan. diperlihatkan pada Gambar 5. Garis warna merah adalah
Vernieuwea et al. (2004) menentukan nilai faktor hempap keluaran pembagian waktu hijau optimum, garis warna
yang sesuai adalah berkisar antara 0.5 2.0. Sedangkan biru adalah pembagian waktu hijau yang diperkirakan.
nisbah penerimaan, nisbah penolakan dan jari-jari gugusan Dalam realitasnya, proses pembelajaran pada logika fuzzy
adalah berkisar antara 0.1 1.0 pada langkah 0.1. Demirli menggunakan algoritma genetik paralel hibrid tidaklah
et al. (2003) mencadangkan besarnya nilai faktor hempap mudah diwujudkan. Perkara ini dikeranakan jumlah data
adalah berkisar 1.25 1.50 dan jari-jari gugusan adalah masukan yang diproses adalah matrik 3 x 75 dan 5 x 75
0.15 0.30. Dari eksperiman yang dilakukan diketahui data. Proses iterasi menjadi masalah yang besar kerana
bahwa faktor hempap yang sesuai adalah berkisar 1.0 program yang dibangunkan untuk menyelesaikan masalah
1.5, nisbah penerimaan dan nisbah penolakan adalah tersebut tidak mampu melakukan iterasi dengan masa
antara 0.1 1.5 dan besarnya jari-jari gugusan adalah 0.2 yang singkat. Oleh itu setelah beberapa kali tidak berjaya
0.35. Semakin besar nilai nisbah penerimaan dan nisbah membangunkan program yang dikehendaki menggunakan
penolakan akan menyebabkan jumlah peraturan fuzzy perisian VB 6.0, maka penyelesaiannya adalah dengan
menjadi sedikit. Sebaliknya, akan memperbanyak jumlah menggabungkan kemudahan perisian VB 6.0 dengan
peraturan. Besarnya jari-jari gugusan akan menghasilkan kemampuan perisian MathLab dalam menentukan
peraturan fuzzy yang semakin sedikit, namun akan konstanta-konstanta persamaan matriks untuk
menyebabkan gradien peraturan menjadi semakin kasar. memperpendek masa iterasi.
Sebaliknya, apabila jari-jari gugusan semakin besar, maka 3.2. Pangujian Pembagian waktu Hijau Strategi
akan menyebabkan sistem menjadi diartikan lebih (over- Pengoptimuman Keutamaan
defined) (Demirli et al. 2003). Apabila strategi optimum keutamaan ditetapkan, maka set
Untuk mengoptimumkan hasil keluaran logika fuzzy, logika fuzy kedua akan memproses data masukan antrian
maka inferens logika fuzzy dioptimumkan menggunakan kendaraan pada fase Q1 dan Q2, lampu hijau persimpangan
algoritma genetik paralel hibrid. Proses ini adalah untuk jiran mula menyala dT dan jarak antara dua persimpangan
mendapatkan konstanta 1, 2 dan 3 yang optimum. yang dikaji d. Data masukan tersebut dipergunakan untuk
Peraturan (rules) logika fuzzy optimum dapat dihasilkan menentukan pembagian waktu hijau dan ofset optimum
untuk mendapatkan pembagian waktu hijau yang paling yang diperlukan. Pada strategi optimum keutamaan, masa
sesuai. Menggunakan ukuran populasi sebanyak 50 kali, kitar ditetapkan terlebih dahulu sesuai dengan permintaan
tingkat persilangan 50 %, tingkat mutasi 30 %, jumlah lalu lintas pada satu-satu persimpangan. Apabila satu-satu
generasi 100 dan nilai terbaik adalah 10, didapatkan 17 persimpangan mengalami kesesakan sehingga pengawal
peraturan logika fuzzy optimum dengan MSE sebesar memutuskan menggunakan strategi optimum keutamaan,
0.204 (Agus et al. 2005a). Contoh hasil peraturan tersebut maka persimpangan jiran yang lain akan menyesuaikan
diperlihatkan pada Gambar 8. adalah sebagai berikut :

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009
31

masa kitar dengan merujuk kepada masa kitar 4. KESIMPULAN


persimpangan yang mengalami kesesakan. Hasil pembelajaran menghasilkan keluaran pembagian
waktu hijau optimum dan ofset yang mendekati nilai yang
diperkirakan. Garis keluaran pembagi waktu hijau
optimum hampir berimpit dengan garis pembagi waktu
hijau yang diperkirakan. Dengan demikian menunjukkan
bahwa pendekatan dengan algoritma genetik dapat
menyelesaikan permasalahan traffic signal control and
traffic assignment guna mendapatkan optimisasi dari
signal timings, putaran dan offset timings.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Abitko M., 1998 Genetic Algorithms.
http://cs.felk.cvut.cz/~xobitko/ga/ (15 Januari 2000).
[2]. Abu Lebdeh, G. dan Benekohal, R.F., 1998 Micro-
Gambar 5, Hasil pembelajaran logika fuzzy untuk Genetic Algorithms in Intelligent Traffic Signal Control.
Optimum Lokal. Advanced Technologies in Transportation Engineering.
Proceeding of the 5th International Conference. American
Pada keadaan ini, logika fuzzy dilatih dengan diberi 75 Society of Civil Engineers, hlm. 288-295.
data masukan (5 jenis data) untuk mendapatkan hasil hasil [3]. A.Priyono, A.Jais Alias, R.Atiq O.K. Rahmat,
julat waktu yang mendekati keperluan sesuai permintaan A.Hassan, & M.Alauddin M.Ali, 2005a Generating
lalu lintas. Data input tersebut kemudian diguguskan Fuzzy Rules using Subtractive Clustering Method. Jurnal
untuk mendapatkan jumlah rule fuzzy yang sesuai. Hasil Teknologi Universiti Tek Malaysia No.43 Penerbit UTM,
waktu hijau sebagai keluaran logika fuzzy dengan quash Skudai.
factor sebanyak 1.2, nisbah penerimaan adalah 0.5, nisbah [4].A.Priyono, M.Ridwan, A.Jais Alias, R. Atiq O.K.
penolakan adalah 0.12 dan jari-jari gugusan adalah 0.3. Rahmat, A.Hassan, & M.Alauddin Mohd. Ali, 2005b
Didapatkan jumlah pusat gugusan atau jumlah peraturan Application of LVQ Neural Network for Real-Time
fuzzy sebanyak 41 (Agus 2006). Inferens logika fuzzy Adaptive Traffic Control System. Jurnal Teknologi Univ.
dioptimumkan menggunakan algoritma genetik paralel Tek Malaysia No. 42 Penerbit UTM, Skudai.
hibrid untuk mendapatkan konstanta 1, 2, 3, 4 dan 5 [5].A.Priyono, 2006 Pembangunan Sistem Kawalan
yang optimum. Rules logika fuzzy yang sudah Teragih Pintar Bagi Lalu Lintas Bandar. Tesis Doktor
dioptimumkan guna mendapatkan pembagian waktu hijau Falsafah (PhD), Jabatan Kejuruteraan Elektrik, Elektronik
dan offset yang paling sesuai dengan yang diperkirakan dan Sistem, Fakulti Kejuruteraan, Universiti Kebangsaan
(Agus 2006). Malaysia.
Penggunaan ukuran populasi sebanyak 50 kali, [6]. Amjad Mahmood, 2004 A Hybrid Genetic Algorithm
tingkat persilangan 50%, tingkat mutasi 30 %, jumlah for Task Scheduling in Multiprocessor Real-Time
generasi 100 dan diambil nilai terbaik adalah 10, Systems. Department of Computer Science University of
didapatkan 41 rule logika fuzy optimum dengan MSE Bahrain, Bahrain.( 2004).
sebanyak 0.238. Contoh hasil peraturan : [7]. Liu, Z., Liu, A., Wang, C. dan Niu, Z., 2004
if x1 adalah tingkat 4 Evolving Neural Network Using Real Coded Genetic
and x2 adalah tingkat 4 Algorithm (GA) for Multispectral Image Classification.
and x3 adalah tingkat 4 Future Generation Computer Systems 20: 1119-1129.
and x4 adalah tingkat 4 [8]. Nakatsuji, T., Seki, S., Shibuya, S. dan Kaku, T., 1994
then Artificial Intelligence Approach for Optimizing Traffic
Waktu hijau adalah (0 x1 + 0 x2 + (2.83998677080456)-03 x3 + Signal Timings on Urban Road Network. Proceeding of
(5.89430487988617)-02 x4 + 0 ) Vehicle Navigation and Information Systems Conference,
hlm. 199-202.
[9]. Riza Atiq, 2002 Sistem Pengawalan Lalu Lintas
Pintar. Tesis Doktor Falsafah, Jabatan Kejuruteraan
Awam dan Struktur, Fakulti Kejuruteraan, Universit
Kebangsaan Malaysia.
[10]. Sena, G.A., Megherbi, D. dan Isern, G., 2001
Implementation of Parallel Genetic Algorithm on a
Cluster of Workstations: Traveling Salesman Problem, a
Case Study. Future Generation Computer Systems 17:
477-488.
[11]. Sena, G.A., Megherbi, D. dan Isern, G., 2001
Implementation of Parallel Genetic Algorithm on a
Gambar 6. Hasil pembelajaran logika fuzzy untuk Strategi Cluster of Workstations: Traveling Salesman Problem, a
Optimum Keutamaan. Case Study. Future Generation Computer Systems 17:
477-488.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


32 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Sistem Monitoring Rumah Berbasis 3G Mobile Phone


A. Sofwan 1) dan M. Ibnu Sina 2)
Jurusan Teknik Elektro ISTN-Jakarta
1)
asofwan31@yahoo.com , 2) avicena_trans@yahoo.co.id

Abstrak

Masyarakat Indonesia merupakan konsumen handphone terbesar di asia tenggara, termasuk Handphone 3G, sehingga
berpotensi besar untuk dapat memanfaatkan fungsi handphone secara optimal. Oleh karenanya paper ini akan memaparkan
pemanfaatan handphone untuk dapat dipergunakan sebagai alat pemantau dan pengaman rumah dari tindak pencurian
maupun tindakan kriminal lain. Sistem diperlukan pada saat seseorang berada di luar rumah, terkadang merasa khawatir
dengan keadaan rumahnya yang pada saat itu tidak ada seorang pun didalamnya. Design kerjanya adalah dekat rumah
dipasang sensor yang terhubung langsung dengan mikrokontroller dan handphone. Saat sensor tersebut mendeteksi ada
seseorang yang masuk ke dalam rumah, maka sensor akan memberikan input ke dalam mikronkontroller tersebut dan
langsung mengaktifkan handphone untuk memberikan laporan kepada pemilik rumah berupa pesan singkat atau sms bahwa
telah terdeteksi seseorang masuk ke rumah. Setelah itu pemilik rumah akan melakukan panggilan video (video call) ke 3G-
handphone yang telah diletakkan di salah satu sudut rumah. Lalu dengan software penjawab otomatis (auto answer),
handphone yang dipanggil secara otomatis akan menerima panggilan tersebut dan mengaktifkan kamera pada handphone.
Selanjutnya handphone yang melakukan panggilan tersebut akan menampilkan keadaan rumah sesuai dengan sudut pandang
tetap yang ditampilkan atau dimonitor oleh handphone tersebut. Bila sisi ruang yang dipantau cukup luas, maka dapat
digunakan lebih dari 1 buah handphone. Sebagai Feedbacknya jika terpantau di kamera seseorang yang tidak dikehendaki
masuk ke rumah, maka dengan menggunakan speaker yang diperkuat pada handphone dapat mengeluarkan suara keras yang
akan membuat orang tersebut merasa takut dan akhirnya meninggalkan rumah secepatnya.

Kata kunci : 3G, video call, mikrokontoller, sensor cahaya dan auto answer

I. PENDAHULUAN pemantau rumah yang lebih praktis dan modern. Dimana


sistem akan bekerja saat terdeteksi seseorang masuk ke
Jika dilihat secara umum, kondisi keamanan dan dalam rumah melalui sensor. Setelah terdeteksi
kenyamanan hidup di kota-kota besar Indonesia saat ini mikrokontroller akan mengaktifkan handphone untuk
cukup memprihatinkan. Salah satu penyebabnya adalah memberikan laporan kepada pemilik rumah bahwa telah
tingkat kriminalitas yang semakin meningkat setiap terdeteksi seseorang yang masuk ke dalam rumah. Lalu
tahunnya. Hampir setiap hari pemberitaan tentang tindak dengan melakukan panggilan video ke handphone 3G yang
kriminalitas ramai diberitakan baik di media cetak maupun telah dipasang disalah satu sudut rumah, maka akan terlihat
elektronik, salah satunya tindak kriminalitas berupa apakah benar seseorang yang tidak diundang masuk
pencurian. Tidak dipungkiri bahwa tindak pencurian ini kedalam rumah. Jika ternyata benar seseorang yang
sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, terpantau di kamera adalah seseorang yang tidak diundang
Bandung, Semarang, Surabaya, Makasar dan kota-kota pencuri, maka untuk membuat seseorang tersebut keluar
lainnya, karena di kota besar inilah menjadi poros dari rumah cukup dengan mengeluarkan suara tertentu,
perekonomian masyarakat. dimana suara tersebut akan terdengar keras oleh pencuri
tersebut karena telah terhubung oleh speaker aktif. Akhirnya
Untuk mencegah tindak pencurian tersebut pada umumnya pencuri tersebut kaget dan bergegas meninggalkan rumah.
masyarakat Indonesia hanya mengandalkan gembok pintu
atau hanya sekedar penguncian pintu rumah saja. Padahal Untuk itulah integrasi antara alat pendeteksi berupa sensor
ini cukup beresiko, karena bukan hanya yang mengandalkan dengan alat pemantau rumah berupa handphone 3G ini
penguncian pintu rumah saja, seseorang yang selama ini diharapkan menjadi salah satu solusi dalam menghindari
memakai jasa anjing penjaga maupun satpam pun tidak dari tindak pencurian, khususnya ketika rumah sedang tidak
jarang menjadi korban tindak pencurian, baik di siang hari dihuni oleh satu orang pun.
maupun malam hari. Faktor ekonomi yang mendesak
menjadi penyebab pencuri sekarang ini lebih lincah dan 2.1 3G dan Video call
profesional dalam menjalankan aksi kriminalnya.
Jaringan Telepon Telekomunikasi selular telah meningkat
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka perlu menuju penggunaan layanan 3G dari 1999 hingga 2010.
dirancang suatu sistem yang dapat menghindari dari tindak Jepang adalah negara pertama yang memperkenalkan 3G
kriminal berupa pencurian. Oleh karena itu pada paper ini secara nasional dan transisi menuju 3G di Jepang sudah
akan dibahas satu perancangan sistem pengaman dan dicapai pada tahun 2006. Setelah itu Korea menjadi

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 33

pengadopsi jaringan 3G pertama dan transisi telah dicapai perkembangan teknologi baru adalah perkembangan
pada awal tahun 2004, memimpin dunia dalam bidang teknologi semikonduktor yang memungkinkan pembuatan
telekomunikasi. micro chip dengan kemampuan komputasi yang sangat
cepat, bentuk yang semakin mungil dan harga yang semakin
Salah satu fasilitas yang didapatkan dari 3G yaitu video call. murah.
Video call merupakan salah satu komunikasi yang
memungkinkan seseorang untuk dapat berkomunikasi Karena kemampuannya yang tinggi, bentuknya yang kecil,
secara bertatap muka langsung dari ponsel 3G. Video call konsumsi dayanya yang rendah dan harga yang murah maka
melalui saluran 3G. Sekarang ini sedang ramai dibicarakan mikrokontroller begitu banyak digunakan di dunia.
tentang generasi ketiga teknologi bergerak atau yang sering Mikrokontroller digunakan mulai dari mainan anak-anak,
disebut 3G. Teknologi 3G didapatkan dari dua buah jalur perangkat elektronik, rumah tangga, perangkat pendukng
teknologi telekomunikasi bergerak. Pertama adalah otomotif, peralatan industri, peralatan telekomunikasi,
kelanjutan dari teknologi GSM/GPRS/EDGE dan yang peralatan medis dan kedokteran sampai dengan pengendali
kedua kelanjutan dari teknologi CDMA (IS-95 atau robot dan persenjataan militer.
CDMAOne). UMTS (Universal Mobile Telecommunication
Service) merupakan lanjutan teknologi dari Terdapat beberapa keunggulan dari alat-alat yang berbasis
GSM/GPRS/EDGE yang merupakan standard mikrokontroller, yaitu :
telekomunikasi generasi ketiga dimana salah satu tujuan a. Kehandalan tinggi
utamanya adalah untuk memberikan kecepatan akses data b. Kemudahan integrasi dengan komponen lain
yang lebih tinggi dibandingkan dengan GRPS dan EDGE. c. Ukuran yang dapat diperkecil
Kecepatan akses data yang bisa didapat dari UMTS adalah d. Penggunaan komponen yang semakin sedikit
sebesar 384 kbps pada frekuensi 5KHz sedangkan e. Mengurangi biaya produksi
kecepatan akses yang didapat dengan CDMA1x ED-DO
Rel0 sebesar 2.4 Mbps pada frekuensi 1.25MHz dan 2.2.1 Mikrokontroller AT89S52
CDMAx ED-DO relA sebesar 3.1Mbps pada frekuensi
1.25MHz yang merupakan kelanjutan dari teknologi AT89S52 adalah mikrokontroller yang dikeluarkan oleh
CDMAOne. Berbeda dengan GPRS dan EDGE yang Atmel, sebuah perusahaan yang bergerak dalam produksi
merupakan overlay terhadap GSM, maka 3G sedikit semikonduktor. Mikroprosessor yang dirancang khusus
berbeda dengan GSM dan cenderung sama dengan CDMA. untuk aplikasi kontrol, dan dilengkapi dengan ROM, RAM
dan fasilitas I/O pada satu chip. AT89S52 adalah salah satu
3G yang oleh ETSI disebut dengan UMTS (Universal anggota dari keluarga MCS-51/52 yang dilengkapi dengan
Mobile Telecommunication Services) memilih teknik internal 8 Kbyte Flash PEROM (Programmable and
modulasi WCDMA (Wideband CDMA). Pada WCDMA Erasable Read Only Memory), yang memungkinkan
digunakan frekuensi Radio sebesar 5 Mhz pada band 1.900 memori program untuk dapat deprogram kembali. AT89S52
Mhz (CdmaOne dan CDMA 2000 menggunakan spektrum dirancang oleh Atmel sesuai dengan instruksi standar dan
frekuensi sebesar 1.25 MHz) dan menggunakan chip rate susunan pin 80C5. Mikrokontroler AT89S52 mempunyai 40
tiga kali lebih tinggi dari CDMA 2000 yaitu 3.84 Mcps pin dengan catu daya tunggal 5 Volt. Ke-40 pin tersebut
(Mega Chip Per Second). digambarkan sebagai berikut :

Secara teknik dalam jaringan UMTS terjadi pemisahan Gambar 1.


antara circuit switch (cs) dan packet switch (ps) pada link Konfigurasi
yang menghubungkan mobile equipment (handphone) Mikrokontroller
dengan BTS (RNC) sedangkan pada GPRS dan CDMA AT89S52
2000 1x tidak terjadi pemisahan melainkan masih
menggunakan resource yang sama di air interface (link Mikrokontroler
antara Mobile Equipment dengan Base Station). HSDPA AT89S52
(High Speed Download Packet Access) merupakan memiliki :
kelanjutan dari UMTS dimana ini menggunakan frekuensi Sebuah
radio sebesar 5MHz dengan kecepatan mencapai 2Mbps CPU (
Centra
2.2 Mikrokontroller l
Proces
Mikrokontroller adalah single chip komputer yang memiliki sing
kemampuan untuk diprogram dan digunakan untuk tugas- Unit )
tugas yang berorientasi kontrol. Mikrokontroller datang 8 Bit
dengan dua alasan utama, yang pertama adalah kebutuhan 256 byte RAM ( Random Acces Memory ) internal
pasar dan kedua adalah perkembangan teknologi baru. Empat buah port I/O, yang masing masing terdiri
dari 8 bit
Kebutuhan pasar adalah kebutuhan yang luas dari produk- Osilator internal dan rangkaian pewaktu
produk elektronik akan perangkat cerdas sebagai pengontrol
pemrosesan data. Sedangkan yang dimaksud dengan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


34 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Dua buah timer/counter 16 bit menggunakan gelombang radio. Cahaya dari lampu
Lima buah jalur interupsi ( 2 buah interupsi filament dan lampu flourecent intensitas tinggi serta sinar
eksternal dan 3 interupsi internal). matahari yang ada di sekitar rangkaian dapat mempengaruhi
Sebuah port serial dengan full duplex UART kerja rangkaian pemancar-penerima inframerah.
(Universal Asynchronous Receiver Transmitter)
Mampu melaksanakan proses perkalian, 2.4 Prinsip Kerja LED Infra Merah
pembagian, dan Boolean
EPROM yang besarnya 8 KByte untuk memori LED infra merah maupun dioda biasa mempunyai prinsip
program kerja yang sama, yaitu arus mengalir dari kutub anoda ke
Kecepatan maksimum pelaksanaan instruksi per kutub katoda, yang apabila kutub anoda mempunyai
siklus adalah 0,5 s pada frekuensi clock 24 MHz. tegangan lebih besar dari pada kutub katoda. Perbedaannya,
Apabila frekuensi clock mikrokontroler yang dioda biasa apabila mendapatkan arus bias maju akan
digunakan adalah 12 MHz, maka kecepatan menimbulkan panas dan itu tidak boleh melebihi batas arus
pelaksanaan instruksi adalah 1 s yang diberikankarena akan merusak dioda. Sedangkan LED
infra merah apabila diberi bias maju akan mengeluarkan
2.3 Infra Merah sinar infra merah.
Cahaya infra merah merupakan cahaya yang tidak tampak
secara kasat mata. Jika dilihat dengan spektroskop cahaya Blok pembangun fundamental pada LED infra merah
maka radiasi cahaya infra merah akan nampak pada didasarkan pada sambungan p-n (p-n junction). Sambungan
spektrum elektromagnet dengan panjang gelombang cahaya tersebut dibentuk dengan menyambungkan secara fisis
infra merah. Dengan panjang gelombang ini maka cahaya semikonduktor jenis p dan semikonduktor jenis n, seperti
infra merah tidak akan tampak oleh mata namun radiasi yang terlihat pada gambar 2 di bawah ini.
panas yang ditimbulkannya masih dapat terasa atau
dideteksi. Sambungan
Pada dasarnya komponen yang menghasilkan
panas juga menghasilkan radiasi yang memancarkan infra
merah termasuk tubuh manusia maupun binatang. Cahaya
infra merah walaupun mempunyai panjang gelombang yang
sangat panjang tetapi tidak dapat menembus bahan-bahan
P N
yang tidak dapat melewatkan cahaya yang nampak,
Jenis P Jenis N
sehingga cahaya infra merah tetap mempunyai karakteristik
seperti halnya cahaya yang nampak oleh mata secara kasat.
Gambar 2. Sambungan p-n
Jika cahaya berinteraksi dengan partikel, sejumlah energi
dan momentum akan berubah selama proses interaksi.
Perubahan yang terjadi tergantung pada energi dan
momentum sistem. Perubahan energi atom dari tingkat Gambar 3 berikut dibawah ini adalah gambar sebuah
energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi rangkaian sederhana pemancar infra merah terdiri atas catu
disebut absorpsi, karena di dalamnya terdapat proses daya, sebuah beban dan sebuah LED infra merah.
penyerapan energi. Sebaliknya, jika atom jatuh dari tingkat
energi yang lebih panas ke tingkat yang lebih rendah akan
terjadi proses emisi yaitu pancaran cahaya. Prinsip ini V
dipergunakan pada piranti optoelektronika seperti LED,
Photo Detector maupun Laser.

Cahaya Inframerah sebagai gelombang datar mempunyai


beberapa sifat seperti refleksi (pantulan) dan refraksi R
(pembiasan), seperti halnya cahaya tampak. Cahaya infra
merah dapat memantul bila mengenai cermin dan dapat
menembus bahan gelas (kaca). Akan tetapi dikarenakan IRLED
infra merah beroperasi pada frekuensi tinggi maka di
bututhkan kondisi line of sight (los) pada proses
perambatannya, lurus tanpa halangan. Bila ada halangan
maka sinyal yang dikirim tidak akan sampai kepada Gambar 3. Rangkaian Sederhana Pemancar Sinar Infra
penerima. Ini merupakan salah satu sifat dari gelombang Merah
elektromagnetik frekuensi tinggi.
Harga yang lewat arus LED adalah :
Pada kenyatannya gelombang infra merah dapat mengalami
gangguan-gangguan interferensi seperti halnya dengan Vcc Vdd
I =
R
ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 35

Secara garis besar, sistem monitoring rumah ini dirancang


untuk dapat bekerja sebagai :
Dengan : Vcc = Tegangan sumber
1. Sistem pendeteksi
Vdd = Tegangan penghalang LED
2. Sistem monitoring dan security
R = Resistor (beban)
Kedua sistem tersebut masing-masing memiiki perancangan
Arus yang mengalir dari tegangan sumber melalui resistor
sistem yang berbeda dan cara kerja yang berbeda namun
akan membangkitkan sinar infra merah.
saling berhubungan. Konsep dasar dari alat yang dirancang
2.5 Photodioda ini adalah adanya hubungan antara sistem pendeteksi
manusia dalam hal ini seseorang yang tidak di inginkan
Photodioda merupakan salah satu alat semikonduktor yang masuk kedalam rumah dan sistem monitoring rumah. Jika
menerima sinar infra merah. Untuk simbol photodioda terdeteksi seseorang telah masuk ke dalam rumah maka
digambarkan pada gambar 4 dibawah ini. sistem pendeteksi akan mengirimkan sms kepada si pemilik
rumah. Kemudian si pemilik rumah langsung melakukan
panggilan video (video call) ke sistem monitoring. Jika saat
dilakukan video call terpantau seseorang yang tidak di
Anoda Katoda undang telah masuk ke dalam rumah, maka si pemilik
rumah dapat mengeluarkan suara yang akan membuat kaget
orang tersebut. dibawah ini merupakan gambar ilustrasi dari
perancangan sistem tersebut.
Gambar 4. Simbol Photodioda

Sistem SMS
Rangkaian sederhana dari penerima sinar infra merah yang Pendeteksi
menggunakan photodioda ditunjukkan pada gambar 5
berikut. Gambar 5. inilah contoh sederhana dari rangkaian
Penerima Infra Merah User

Sistem
Monitoring Video Call
Vcc

Gambar 6. Diagram Blok Perancangan Sistem

3.1 Sistem Pendeteksi

Sistem pendeteksi adalah sebuah sistem yang di rancang


untuk memberitahukan pada si pemilik rumah bahwa telah
R terdeteksi seseorang telah masuk ke dalam rumah melalui
sebuah pesan singkat (sms). Pada bagian ini akan dijelaskan
rangkaian yang membentuk sistem pendeteksi. Berikut
Out adalah gambar blok diagram sistem pendeteksi.


Gambar 5. Rangkaian Sederhana Penerima Infra Merah Sinar Sensor Mikrokontroll
Infra Photodio er
Pada saat photodiode mendapat sinar infra merah yang
dipancarkan oleh LED infra merah, arus akan mengalir dari AT 89S52
Vcc melalui resistor menuju ke ground, sehingga tegangan
pada terminal keluaran akan sama dengan tegangan anoda-
katoda photodioda. Namun, jika sinar infra merah tidak HP
mengenai Photodioda, maka tidak ada arus yang mengalir,
sehingga tegangan pada terminal keluaran akan sama
dengan tegangan Vcc. Gambar 7. Diagram Blok Sistem Pendeteksi

III. PERANCANGAN SISTEM Pada sistem ini dipergunakan 4 komponen penting yaitu,
sensor infra merah, sensor photodioda, mikrokontroller

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


36 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

AT89S52 dan handphone. Handphone disini adalah 3G akan menerima video call dan si pemilik rumah dapat
handphone yang dapat bekerja saat mikrokontroller melihat pantauan rumah langsung dari ponselnya. Jika pada
memberikan input berupa perintah untuk mengirimkan sms. ponsel si pemilik rumah terpantau seseorang yang sedang
menjalankan aksi kriminalnya maka untuk tindakan awal
Prinsip kerja dari sistem ini berawal dari sensor infra merah. mencegah diri menjadi korban tindak pencurian, si pemilik
Sensor infra merah berfungsi untuk mendeteksi seseorang rumah dapat mengeluarkan suara tertentu langsung dari
masuk ke dalam rumah ketika pemilik rumah sedang ponselnya dan akan terdengar keras oleh orang tersebut
meninggalkan rumah. Sebaiknya menggunakan lebih dari 1 karena hp 3G telah terhubung ke amplifier dan speaker.
sensor agar hasil deteksi yang diberikan lebih akurat. Ketika Akhirnya orang tersebut segera meninggalkan rumah karena
sinar infra terhalang oleh seseorang yang masuk ke dalam aksi kriminalnya tersebut telah diketahui oleh si pemilik
rumah, sinar infra merah tersebut akan jatuh mengenai rumah.
photodioda. Photodioda akan memberikan input ke
mikrokopntroller untuk segera mengirimkan sms melalui hp IV. KESIMPULAN
kepada si pemilik rumah sebagai peringatan dini bahwa
seseorang telah terdeteksi masuk ke dalam rumah. Saat itu Sebagai kesimpulan dari perancangan sistem monitoring
si pemilik rumah dapat langsung melapor atau rumah berbasis 3G mobile phone ini diantaranya :
menghubungi pihak yang berwajib dan melakukan Terbangunnya sebuah sistem pendeteksi seseorang
pantauan ke sistem monitoring yang masuk ke dalam rumah saat pemilik rumah tidak
berada dirumahnya dengan menggunakan sensor infra
3.2 Sistem Monitoring
merah sebagai pendeteksi.
Sistem monitoring ini berfungsi untuk mengetahui apakah Terbangunnya sistem monitoring rumah yang lebih
benar seseorang telah masuk ke dalam rumah melalui cepat dan efisien.
fasilitas video call. Berikut adalah gambar blok diagram
sistem monitoring. Sebagai salah satu solusi memberikan rasa aman dan
nyaman saat meninggalkan rumah untuk keperluan
tertentu
HP 3G Amplifier Speaker
Referensi

1. Silaban Pantur., Dasar-Dasar Teknik Elektro,


Gambar 8. Diagram Blok Sistem Monitoring
Erlangga, Jakarta : 1981.
Sistem monitoring ini digunakan setelah sistem pendeteksi 2. Sutanto, Dasar-Dasar Elektronika, Cet 1, Univ.
mengirimkan pesan singkat berupa sms bahwa telah Indonesia, Jakarta : 1989.
terdeteksi seseorang telah masuk ke dalam rumah yang 3. Budiharto Widodo., Elektronika Digital dan
selanjutnya dilakukan proses monitoring melalui sistem Mikroprosessor, Yogyakarta : 2005
monitoring. 4. Saydam Gouzal., Sistem Telekomunikasi di Indonesia,
Cet 1,Angkasa,Bandung: 86
Proses kerjanya yaitu si pemilik rumah dapat melakukan 5. Simajuntak Tiur., Dasar-Dasar Telekomunikasi,
video call ke hp 3G yang telah dipasang di salah satu sudut Alumni, Bandung: 1993
rumah untuk melihat dan memonitor gerak gerik seseorang 6. http://radarkotabumi.com/indosat/2008/11/evolusi-
yang telah terdeteksi tersebut. Dengan software auto answer teknologi-telekomunikasi-bergerak-1g-to-4g/.
yang telah terpasang pada hp 3G maka secara otomatis hp

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 37

Pemanfaatan mobile wireless controller pada sistem pengambilan data


komputer
Agus Sofwan 1), Tedi Margino 2)
Jurusan Teknik Elektro, Institut Sains dan Teknologi Nasional
Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa, Jakarta 12640, Indonesia
E-mail : 1)asofwan31@yahoo.com, 2)tedy_melz@yahoo.com

ABSTRAK jika terlupa membawa data yang diperlukan, dimana data


tersebut tersimpan di komputer desktop yang berada rumah.
Kini sebagian besar pekerjaan dapat dilakukan Dengan syarat komputer tersebut tersambung dengan
dengan menggunakan komputer termasuk pembuatan jaringan internet, walaupun dalam kondisi off. Data tersebut
dokumen, surat-surat dan data-data lainnya. Karena dapat diambil dari jarak jauh tanpa harus kembali ke rumah.
pengolahan data dengan Komputer mempunyai keunggulan Dengan memanfaatkan jaringan internet dapat
selain lebih cepat pemrosesannya, juga mudah untuk memindahkan data tersebut dari komputer di rumah
editing, penyimpanan, pemindahan dokumen dan tentunya langsung ke komputer yang berada pada jarak yang cukup
lebih efisien. Karena kesibukan dapat mengakibatkan jauh dan terhubung jaringan.
terlupa membawa data yang diperlukan, dimana data Secara konvensional adalah dengan meminta bantuan orang
tersebut tersimpan di komputer desktop yang tersambung yang berada di rumah untuk mengirimkan data tersebut ke
dengan jaringan internet di rumah, walaupun dalam tempat lain (kampus) melalui E-mail. Sedangkan pada
kondisi off. Pada penelitian ini diusahakan cara untuk penelitian ini adalah, dengan meremote komputer yang
mengambil data tersebut dari jarak jauh tanpa harus berada di rumah melalui komputer yang berada kampus
kembali ke rumah. Usaha ini adalah dengan memanfaatkan sehingga data dapat dipindahkan secara otomatis ke
jaringan internet guna memindahkan data dari komputer di komputer kampus tanpa bantuan orang lain untuk
rumah langsung ke komputer di tempat kerja yang berada mengirimkannya. Pengertian remote adalah sistem suatu
pada jarak yang cukup jauh. Pada penelitian ini, data dapat komputer dapat dimasuki dengan menggunakan komputer
dipindahkan secara otomatis ke komputer tempat kerja lain dari jarak jauh, sehingga seolah-olah komputer tersebut
tanpa bantuan orang lain. Sistem pemantauan terhadap dapat dibuka dan dikendalikan dari jarak jauh. Dengan
komputer yang berada di rumah melalui komputer yang demikian komputer tersebut dapat diakses untuk mengambil
berada tempat sehingga untuk mengirimkannya. Sedangkan data-data yang disimpan di dalamnya, sehingga pemindahan
secara konvensional adalah dengan meminta bantuan data dapat dilakukan dengan mudah. Syarat yang harus
orang yang berada di rumah untuk mengirimkan data dipenuhi agar suatu komputer dapat diremote dari jarak jauh
tersebut ke tempat lain melalui E-mail. Pengertian secara konvensional umumnya masih memerlukan bantuan
remote adalah sistem suatu komputer dapat dimasuki orang lain untuk menyalakan komputer dan
dengan menggunakan komputer lain dari jarak jauh, menyambungkannya ke jaringan internet agar komputer
sehingga seolah-olah komputer tersebut dapat dibuka dan tersebut dalam keadaan log on dan tersambung ke jaringan
dikendalikan dari jarak jauh. Dengan demikian komputer internet. Pada paper ini, alat tambahan perlu dibuat untuk
tersebut dapat diakses untuk mengambil data-data yang menyalakan komputer, melakukan log on dan
disimpan di dalamnya, sehingga pemindahan data dapat menyambungkannya ke jaringan internet secara otomatis.
dilakukan dengan mudah. Syarat yang harus dipenuhi agar
suatu komputer dapat diremote dari jarak jauh secara 2.1. Internet
konvensional umumnya masih memerlukan bantuan orang Internet (inter-network) dapat diartikan jaringan
lain untuk menyalakan komputer dan menyambungkannya komputer luas yang menghubungkan pemakai computer
ke jaringan internet agar komputer tersebut dalam keadaan satu komputer dengan komputer lainnya dan dapat
log on dan tersambung ke jaringan. berhubungan dengan komputer dari suatu Negara ke Negara
di seluruh dunia ,dimana didalamnya terdapat berbagai
Kata kunci : Data, Remote, Mobile wireless controller, aneka ragam informasi Fasilitas layanan internet Browsing
Komputer Desktop, Internet. atau surfing Yaitu kegiatan berselancar di internet
.kegiatan ini dapat di analogikan layaknya berjalan jalan di
I. PENDAHULUAN mal sambil melihat lihat ke toko-toko tanpa membeli
Pada era sekarang ini, dimana hampir semua apapun. Elektronik mail(E-mail) Fasilitas ini digunakan
pekerajaan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan untuk berkirim surat, tanpa mengenal batas ,waktu,ruang
alat-alat elektronik termasuk pembuatan dokumen, surat- bahkan birokrasi Searching Yaitu kegiatan mencari data
surat, maupun data-data penting lainnya. Sudah tentu, atau informasi tertentu di internet Catting fasilitas ini
Pengolahan data dengan Komputer mempunyai keunggulan digunakan untuk berkomunikasi secara langsung dengan
selain lebih cepat pemrosesannya, juga mudah untuk proses orang lain di internet.pada umumnya fasilitas ini sering
editing, penyimpanan dan pemindahan dokumen dan digunakan untuk bercakap-cakap di internet. dengan world
tentunya dapat lebih efisien. Namun timbul permasalahan wide web(WWW) ini dapat diambil, diformat dan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


38 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ditampilkan informasi (termasuk teks ,audio, grafik dan penghubung dengan jaringan adalah dengan menggunakan
video) dengan menggunakan hypertekxt links Mailing list komputer sebagai server yang dihubungkan dengan
Fasilitas ini digunakan untuk berdiskusi secara elektronik penyedia jasa layanan internet melalui telpon baik kabel
dengan menggunakan E-mail.mailing list ini digunakan maupun non kabel.Sistem jaringan ini memiliki keuntungan
untuk bertukar infomasi ,pendapat dan lain sebagainya . bahwa biaya akses yang ditanggung akan lebih murah,
Newsgroup Fasilitas ini digunakan untuk berkoferensi jarak karena biaya akses akan terbagi oleh banyaknya pemakai.
jauh ,sehingga anda dapatmenyampaikan pendapat dan
tanggapan dalam internet . Download Adalah proses 2.2 Sofware remote
mengambil file dari komputer lain melalui internet. Upload
Adalah proses meletakkan file dari komputer kita ke LogMeIn adalah software yang menyediakan layanan akses
komputer lain melalui internet File transfer protocol (FTP) ke komputer remote melalui Internet. profesional bantuan
Fasilitas ini digunakan untuk melakukan pengambilan arsip personil. LogMeIn remote akses menggunakan produk
atau file secara elektroniok atau transfer file dari satu eksklusif remote desktop protokol yang ditularkan melalui
komputer ke komputer lain di internet .beberapa di internet SSL. SSL sertifikat yang dibuat untuk setiap remote desktop
telah tersedia file atau dokumentyang siap[ untuk diduplikat dan digunakan untuk komunikasi antara komputer ke
oleh orang lain secara gratis . Telnet fasilitas ini digunakan komputer lain, dan mengakses komputer Users remote
untuk masuk ke system computer tertentu dan bekerja pada desktop menggunakan akses Internet berbasis web dan
system komputer lain. Ghoper Fasilitas ini digunakan untuk portal, opsional, LogMeIn merupakan aplikasi yang berdiri
menempatkan informasi yang di simpan pada internet sendiri. Portal juga menyediakan informasi status untuk
servers dengan menggunakan hirarkhi dan anda dapat remote komputer dan, opsional, manajemen fungsi
mengambil informasi tersebut komputer. Operator menghubungkan remote desktop
komputer lokal dan menggunakan SSL melalui TCP atau
Gambar 2.1 UDP dan memanfaatkan teknik NAT traversal untuk
konfigurasi mencapai peer-to-peer konektivitas bila tersedia.
jaringan Gambar 2.3
internet tampilan
komputer
Teknologi yang di
Jaringan remote
LAN
2.3 Mi
kro
kon
trol
er
Jaringan LAN ialah jaringan komputer dalam Mik
kelompok kecil dengan menggunakan kabel sehingga dalam rokontroller tipe Atmel AT89S52 termasuk kedalam
satu perkantoran memungkinkan untuk bertukar data secara keluarga Mikrokontroller MCS51 merupakan suatu
terbatas. Jaringan LAN dibentuk untuk memenuhi mikrokomputer CMOS 8-bit dengan daya rendah,
kebutuhan dan kondisi antara lain beroperasi dalam ruang kemampuan tinggi, memiliki 8K byte Flash Programable
terbatas, mempunyai daya akses yang tinggi, koneksi secara and Erasable Read Only Memory (PEROM). Kemudian
full time, dan kendali secara lokal. Bentuk jaringan LAN memiliki system pemrograman kembali Flash Memori 4
digambarkan pada gambar 2.2 di bawah ini. Kbyte dengan daya tahan 1000 kali write/erase.
Perangkat ini dibuat menggunakan teknologi
Gambar 2.2 memori nonvolatile (tidak kehilangan data bila kehilangan
jaringan LAN daya listrik). Set instruksi dan kaki keluaran AT89S52
Untuk sesuai dengan standar industri 80C51 dan 80C52. Atmel
menghubungk AT89S52 adalah mikrokomputer yang sangat bagus dan
an komputer fleksibel dengan harga yang rendah untuk banyak aplikasi
dengan system kendali.
jaringan yang Disamping itu terdapat RAM internal dengan
besar dapat kapasitas 128 x 8 bit. Dan frekuensi pengoprasian hingga 24
digunakan MHz. Mikrokontroller ini juga memiliki 32 port I/O yang
jaringan yang terbagi menjadi 4 buah port dengan 8 jalur I/O, kemudian
lebih kecil terdapat pula sebuah port serial dengan kontrol serial full
yaitu duplex, dua timer/counter 16 bit dan sebuah asilator internal
LAN.cara penghubung komputer dengan internet melalui dan rangkaian pewaktu. Bentuk fisik dari mikrokontroller
jaringan biasa digunakan untuk melayani pemakaian dengan AT89S52 diperlihatkan pada gambar 2.12 di bawah ini:
jumlah yang banyak.contoh :warnet, kampus, sekolah,
perusahaan negeri maupun swasta dan lai-lain. Sistem

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 39

elektronik, dimana saklar elektronik ini mempunyai banyak


kelebihan dibandingkan dengan saklar mekanik, seperti:
a. Fisik relatif jauh lebih kecil.
b. Tidak menimbulkan suara dan percikan api
saat pengontakan.
c. Lebih ekonomis.

Prinsip saklar elektronik dengan transistor diperlihatkan


seperti pada gambar di bawah ini, dimana dalam gambar
tersebut diperlihatkan kondisi ON danOFF nya transistor.

Gambar 2.4 Bentuk Fisik Mikrokontroller AT89S52

Fasilitas yang terdapat dalam AT89S52 antara lain:


a). Sesuai dengan produk-produk MCS-51.
b). Terdapat memori flash yang terintegrasi dalam
sistem. Dapat ditulis ulang hingga 1000 kali.
c). Beroperasi pada frekuensi 0~24MHz.
d). Tiga tingkat kunci memori program.
e). Memiliki 256 x 8 bit RAM internal.
f). Terdapat 32 jalur masukan/ keluaran terprogram.
Gambar 2.6a Transistor OFF
g). Tiga pewaktu/pencacah 8-bit (untuk AT89S52) &
dua pewaktu/pencacah 16-bit (untuk AT89S51).
Gambar 2.6b
h). Delapan sumber interupsi (untuk AT89S52) & enam
Transistor ON
(untuk AT89S51).
Kondisi
i). Kanal serial terprogram.
OFF terjadi jika IC . RL =
j). Mode daya rendah dan mode daya mati.
0, dimana dalam
kondisi ini tegangan
2.4 Relay Driver
VBE lebih kecil dari
Rangkaian relay driver adalah rangkaian elektrinik yang
tegangan konduksi
digunakan untuk menghubungkan (switch) tegangan dengan
transistor.
beban yang lebih besar dengan memanfaatkan relay sebagai
Sedangkan kondisi
saklarnya. Agar relay dapat terhubung dibutuhkan sinyal
ON atau disebut juga
kontrol tegangan digital. Rangkaian relay driver ini
kondisi saturasi akan terjadi jika IC . RL = VCC, dimana
mempunyai dua tipe yaitu NC (Normally Close) dan NO
dalam kondisi ini VBE sudah mencapai tegangan konduksi
(Normally Open). Pada tipe NC (Normally Close) beban
transistor sehingga VCE = 0.
akan terhubung saat relay tidak aktif dan beban akan
terputus saat relay aktif. Begitu pula sebaliknya, Pada tipe Rangkaian relay driver ini dapat dipicu dengan
NO (Normally Open) beban akan terhubung saat relay aktif tegangan sebesar 3-5 Volt. Tegangan TTL tersebut
dan beban akan terputus saat relay tidak aktif. menggerakkan transistor yang dimanfaatkan sebagai saklar
elektrik. Sinyal kontrol yang berasal dari mikrokontroler
mengkondisikan transistor pada kondisi saturasi atau
cutoff-nya. Bila sinyal kontrol bernilai tinggi (5 volt) maka
nilai VBE > 0,7 volt. Sehingga transistor saturasi.

Gambar 2.5a Simbol relay

Gambar
2.5b Bentuk fisik relay
Dengan memanfaatkan sifat
hantar transistor yang
tergantung dari
tegangan antara elektroda basis dan emitter (VBE). Maka
transistor ini dapat digunakan sebagai sebuah saklar

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


40 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 2.7. Rangkaian relay driver DSL Transceiver Unit (ATU-R), biasanya berupa
10base-T, V.35, ATM-25 atau T1/E1, dapat juga
2.5 Modem ADSL digunakan untuk bridging, routing dan
ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) merupakan multiplexing.
metode transmisi data digital berkecepatan tinggi melalui POTS splitter, memungkinkan loop digunakan
kabel tembaga. ADSL mampu mengirimkan data dengan untuk transmisi data kecepatan tinggi danjuga
kecepatan bit yang tinggi, berkisar antara 1.5 Mbps 8 komunikasi telepon.
Mbps untuk arah downstream (sentral pelanggan), dan
antara 16 Kbps 640 Kbps untuk arah upstream (pelanggan III. PERANCANGAN ALAT
sentral). Kemampuan transmisi ADSL inilah yang mampu 3.1 Umum
mengirimkan layanan interaktif multimedia melalui jaringan Beberapa syarat meremote komputer melalui
akses tembaga. jaringan internet adalah komputer tersebut harus aktif dan
ADSL sendiri merupakan salah satu anggota dari DSL harus terhubung dengan jaringan internet. Pada penelitian
Family. Teknologi x-DSL sendiri mempunyai berbagai ini diteliti bagaimana agar proses meremote dilakukan
macam variasi, yaitu: secara mandiri atau dapat dilakukan tanpa bantuan orang
Asymmetrical Digital Subscriber Line (ADSL) lain. Karena pada umumnya ketika seseorang ingin
Consumer Digital Subscriber Line (CDSL) mengambil data dengan cara meremote komputer dan
ISDN-Digital Subscriber Line (IDSL) komputer yang ingin di remote sedang dalam keadaan tidak
High bit rate Digital Subscriber Line (HDSL) aktif atau off, peremote itu harus meminta bantuan untuk
Single High Speed DSL (SHDSL) mengaktifkan komputer dan menghubungkan ke jaringan
Rate-adaptive Digital Subscriber Line (RADSL) internet. Dengan demikian maka sistem diharapkan dapat
Very High bit-rate Digital Subscriber Line (VDSL) bekerja secara otomatis tanpa bantuan orang lain.
Single or Symmetric Digital Subscriber Line
(SDSL) 3.2 Rancangan Alat
ADSL merupakan anggota dari DSL Family yang paling Prinsip dasar dari rancangan alat dapat dibuatkan secara
popular diantara variasi x-DSL yang ada. praktis dengan blok diagram seperti gambar 3.1.
Atau lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
mi keyboard
Istilah Asymmetric berasal dari adanya perbedaan antara
kecepatan tranmsmisi (rate) dari arah downstream lebih kr
besar daripada arah upstream. Adanya perbedaan kecepatan ok Stabilizer
HP
transmisi antara sisi downstream dan upstream dikarenakan on R / UPS
kebutuhan koneksi internet lebih banyak digunakan untuk tro
mengambil data (download) dari jaringan utama
e
lle l
dibandingkan dengan pengiriman informasi (upload). komputer
Perbedaan penggunaan frekuensi unuk mengirimkan sinyal / r a
data menjadikan perbedaan antara modem konvensional y
dengan modem ADSL, dimana frekuensi modem modem
konvensional yang digunakan dibawah 4 Ghz, sedangkan
modem ADSL digunakan frekuensi diatas 4 Ghz.
ADSL membagi bandwith menjadi 2 bagian: Gambar 3.1 diagram blok sistem alat
Band frekuensi rendah (0 ~ 4 kHz) untuk voice
(POTS) atau fax. Alat ini dibuat untuk mengaktifkan dan
Band frekuensi tinggi (26 kHz ~ 1.1 MHz) untuk menyambungkan jaringan internet pada komputer dan juga
data. sebaliknya untuk mematikan komputer dari jarak jauh
Antara 4kHz 26kHz digunakan sebagai guard melalui HP dan dibantu dengan peran aktif dari
mikrokontroller.
band.
Dalam menyediakan layanan-layanan ADSL, diperlukan
Seperti yang sudah dijelaskan pada poin 3.1 alat ini di
komponen-komponen penting, yaitu:
gunakan agar peroses Remote komputer atau penganmbilan
Transport System sebagai penyedia interface data jarak jauh dilakukan secara madiri, hanya saja
transmisi backbone untuk sistem DSLAM. komputer target atau komputer yang akan di remote harus
LAN (Local Area Network), menggunakan local terpasang alat ini.
carrier inter-CO network sebagai pondasi, seperti
ATM yang paling efisien. IV. PEMBAHASAN
DSLAM (Multiservice Digital Subscriber Line
Access Multiplexer) sebagai konsentrator trafik Hand Phone
data dari berbagai loop DSL yang akan dikirimkan Handphone pada alat ini berfungsi sebagai pengirim dan
ke backbone network untuk dihubungkan lagi ke penerima yang sering di kenal Tx & Rx. Ketika peremote
jaringan lainnya. ingin mengaktifkan komputer yang ingin diremote peremote

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 41

hanya memberikan sinyal missedcall lalu HP.Hal tersebut berfungsi untuk mengetik username & pasword melalui
akan dapat menginstruksikan mikrokontroller untuk SMS ke komputer. Sedangkan USB digunakan untuk
menyalakan komputer dan mengaktifkan modem agar menyambungkan modem dengan alat dan dari alat
komputer yang ingin di remote terhubung pada jaringan disambungkan dengan komputer yang berfungsi untuk
internet. pengaktifan modem yang di instruksikan oleh HandPhone.
Stopkontak pada alat berfungsi sebagai sumber
Mikrokontroller tegangan pada koputer karena proses penyalaan komputer
Mikrokontrolller berfungsi sebagai perespon sinyal sinyal secara otomatis melalui sopkontak pada alat. Maka alat
yang diberikan oleh HandPhone dan sebagai otak dari kerja harus selalu dalam keadaan tersabung dengan sumberlistrik
sistem alat ini. Ia mampu menerima beberapa informasi dan walau alat dalam keadaan off. Karena yang akan
dapat mengeluarkan beragam instruksi (Multi Input, Multi mengaktifkan alat adalah HandPhone.
Output, MIMO)
V. KESIMPULAN
Internet Dari analisa konsep sebelumnya dapat diambil beberapa
Internet pada kajian ini berfungsi sebagai sarana media kesimpulan diantaranya:
penghubung antara komputer satu dengan komponen sistem 1. proses mengaktifkan komputer jarak jauh hanya
yang lain walau dengan jarak yang berjauhan dan wireless. bisa dilakukan jika terpasang alat tambahan
2. meremote dengan menggunakan software lebih
Modem aman di bandingkan secara manual karena
Modem merupakan alat penghubung komputer dengan komputer yang ingin di remote dipastikan tidak
jaringan internet. Hal ini dapat melalui jaringan kabel menggunakan security sehingga semua orang dapat
maupun wireless. meremtotnya.
3. proses meremote tergantung pada kecepatan
Relay jaringan internet yang digunakan
Relay berfungsi sebagai switch atau penghubung tegangan 4. alat tidak akan bekerja jika sedang terjadi padam
dengan beban yang lebih besar dengan memanfaatkan relay listrik.
sebagai saklar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ibnu Malik, Nuh. Bereksperiment dengan


Mikrokontroller 8031. Jakarta : Elex Media
Komputindo. 1997
2. Roger L. Freeman, Telecomunication Transmission
Ganbar 4.1 Bentuk fisik alat. Handbook, Wiley Series in Telecommunication,
thirth Edition, 1991.
Bentuk fisik dari sistem tersebut dipaparkan secara 3. Stallings, W. 2002, Wireless Communications and
sederhana pada gambar 4.1. Pada sistem tersebut terdapat 2 Networks ,First edn, Prentice Hall, Upper Saddle
buah port com , 2 buah port USB dan 2 buah Stopkontak. River, New Jersey.
Pada port Com digunakan untuk menghubungkan keyboard 4. www.logmein.com
dengan alat dan dari alat dihubungkan ke komputer yang

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


42 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Sistem Kontrol Parkir Mobil Otomatis


Menggunakan Mikrokontroler
Thiang, Handry Khoswanto, Agus Afandi
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra
Surabaya 60236, Indonesia
e-mail: thiang@petra.ac.id

Abstract Dewasa ini jumlah alat transportasi semakin A. ModelMiniaturSistemParkirOtomatis


bertambah. Hal ini membuat lahan parkir alat transportasi
tersebut semakin sempit. Permasalahan ini menimbulkan Model miniatur parkir mobil otomatis ini terbuat dari
kesulitan untuk penyediaan lahan yang luas terutama bagi bahan dasar kayu dengan gambar model beserta
tempat-tempat yang ramai akan pengunjung. Untuk ukurannya terlihat pada gambar 1, 2 dan 3.
menyelesaikan masalah itu , telah dirancang sebuah contoh
model dalam bentuk miniatur tempat parkir mobil otomatis
yang berada pada bawah tanah setinggi 3 tingkat dan dapat
24 mobil. Pembuatan sistem parkir mobil otomatis ini
melibatkan berbagai jenis tipe penggerak mekanik seperti
Motor Stepper, Motor DC, Solenoid, dan Limit Switch.
Kontroler yang digunakan untuk menggerakkan semua
hardware secara otomatis adalah Mikrokontroler bertipe
AVR ATmega8. Setelah dilakukan pengujian dengan
menjalankan sistem parkir mobil otomatis, sistem
membutuhkan waktu tercepat untuk mengambil mobil
sebesar 1 menit 28 detik, waktu tercepat untuk meletakan
mobil sebesar 1 menit 27 detik. Dan waktu terlama untuk
mengambil mobil sebesar 2 menit 40 detik, waktu terlama
untuk meletakan mobil sebesar 2 menit 41 detik.

Kata kunciparkir mobil otomatis, mikrokontroler


ATmega8, aktuator

I. PENDAHULUAN Gambar 1. Sketsa kerangka miniatur parkir mobil otomatis


Banyaknya jumlah alat transportasi dewasa ini membuat
kebutuhan lahan sebagai sarana parkir alat transportasi
tersebut semakin sempit. Kasus ini sering terjadi pada
kota-kota yang sudah padat akan penduduknya serta
tinggi kerapatan bangunannya. Kendaraan roda empat
sebagai alat transportasi utama membutuhkan tempat
yang lebih luas sebagai area parkir. Permasalahan di atas
menimbulkan kesulitan pada penyediaan lahan yang luas
terutama bagi tempat-tempat yang ramai akan
pengunjung. Dengan bentuk lahan parkir yang meluas
dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi pengunjung
untuk mendapatkan tempat parkir bagi kendaraannya.
Salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah di
atas adalah dengan pembuatan sistem parkir mobil
otomatis yang terletak di bawah tanah. Di samping dapat
menghemat tempat, sistem parkir mobil otomatis ini juga
dapat mengurangi tingkat kemacetan yang terjadi
tentunya sangat berpotensi besar dalam pembuatan sistem
parkir otomatis ini. Karena itu, pada proyek penelitian ini,
dirancang sebuah contoh model tempat parkir mobil Gambar 2. Sketsa kerangka miniatur-tampak samping
otomatis yang berada di bawah tanah dan diharapkan
hasilnya dapat memberikan kontribusi positif bagi Model miniatur parkir mobil otomatis dirancang
masyarakat. Contoh model yang dirancang berupa sebuah berbentuk lingkaran yang terdiri atas 3 lantai dan masing-
miniatur. Bentuk dan perancangannya akan dibahas pada masing lantai terdapat 8 slot yang dapat menampung 8
bagian selanjutnya. mobil. Sehingga secara keseluruhan model miniatur ini
dapat menampung 24 mobil. Untuk memudahkan
II. DESKRIPSISISTEM
ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 43

pengambilan mobil pada slot-slotnya maka dibuatkan plat penghantar terbuat dari tembaga sebagai pengganti
palet pada tiap slotnya. Palet mobil ini terbuat dari bahan kabel. Gambar 5 dan 6 menunjukkan gambar posisi
dasar kayu juga. Bagian tengah model miniatur ini penempatan motor stepper dan 7 plat penghantar
merupakan sebuah lift untuk mebawa mobil menuju slot tembaga.
yang dinginkan atau mengambil mobil dari slot yang
diinginkan. Dalam proses peletakan atau pengambilan
mobil, terdapat 3 gerakan utama yaitu proses naik turun
lift menuju antai yang diinginkan, proses pemutaran lift
untuk mengarahkan mobil pada slot yang diinginkan dan
terakhir proses maju mundur untuk meletakkan mobil
pada tempat parkir atau mengambil mobil dari tempat
parkir.

Gambar 6. Posisi penempatan motor stepper

Gambar 7. Penghantar pada kerangka lift dan jalur tembaga

Gambar 3. Slot tempat parkir Mekanik peletakkan dan pengambilan mobil terdiri atas
sebuah motor DC sebagai penggerak, ulir untuk
Mekanik penggerak lift naik dan turun terdiri atas motor
transformasi gerakan rotasi menjadi translasi dan solenoid
DC, pulley dan seling. Seling dikaitkan pada lift dan
untuk pengait palet. Gambar 8 menunjukkan gambar
dilewatkan pada pulley bagian atas lalu ditarik ke pulley
mekanik peletakan dan pengambilan mobil.
bagian bawah. Dari pulley bagian bawah, seling
dikaitkan pada sebuah motor DC lengkap dengan gearbox
untuk menarik seling sehingga lift bisa bergerak naik dan
turun. Gambar 4 menunjukkan sistem penarikan lift untuk
gerakan naik dan turun.

Gambar 8. Mekanik peletakkan dan pengambilan mobil

B. PerangkatKerasMiniaturParkirOtomatis
Secara garis besar, perangkat keras dari miniatur parkir
Gambar 4. Sistem penarikan lift untuk gerakan naik dan turun
otomatis terlihat pada gambar 9.

Mekanik pemutar lift terdiri atas sebuah motor stepper


dan 7 plat penghantar pengganti kabel. Sebagai
penggerak untuk memutar lift, digunakan sebuah motor
stepper. Agar lift dapat berputar dengan bebas dan tidak
terganggu dengan sistem pengkabelan, maka digunakan 7

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


44 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

1. Mikrokontroler tipe AVR ATmega8 yang


mengontrol gerakan semua mekanik.
Bagian output
1. Driver motor DC H-bridge, terdiri atas transistor
NPN TIP 142 dan transistor PNP TIP 147 yang
digunakan untuk menggerakkan motor DC.
2. Driver motor Stepper, yang terdiri dari IC L297
dan IC L298 yang digunakan untuk menggerakkan
motor stepper.
3. Driver Solenoida, yang terdiri dari transistor TIP
41 dan optocoupler.
C. PerangkatLunakMiniaturParkirOtomatis
Secara umum program untuk mengendalikan sistem
miniatur parkir otomatis terdiri atas dua bagian utama.
Program pertama adalah program yang dibuat
menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic.
Program ini berjalan di PC dan berfungsi sebagai
interface untk pengaturan sistem database dari miniatur
parkir otomatis dan juga memberi perintah kepada
mikrokontroler untuk mengambil mobil dari slot tertentu
atau meletakkan mobil pada slot tertentu.

Gambar 9. Diagram blok perangkat keras miniatur parkir otomatis START

Secara keseluruhan sistem parkir mobil otomatis ini


dikontrol dengan menggunakan personal komputer (PC) PILIH
dimana program dibangun dengan menggunakan platform SLOT NO
NO
bahasa pemograman Visual Basic. Program PC berfungsi
untuk menginputkan data mobil dan memutuskan dimana
mobil diletakkan atau darimana mobil akan diambil. PC ISI DATA
akan berkomunikasi dengan mikrokontroler melalui
protokol komunikasi RS232. Mikrokontroler yang
digunakan dalam sistem ini adalah mikrokontroler AVR
ATmega8, dimana mikrokontroler ini befungsi sebagai
penggerak semua mekanik yang ada pada sistem. LETAKKAN
AMBIL MOBIL
MOBIL
Input sistem ini berupa limit switch sebagai sensor untuk
mendeteksi posisi lift apakah berada di lantai atas atau
lantai 1 atau lantai 2 atau lantai 3. Demikian juga limit YES YES
switch digunakan sebagai sensor untuk mendeteksi posisi
mekanik peletakkan dan pengambilan mobil. Output
sistem ini terdiri atas 2 buah driver motor DC, 1 buah PROSES PROSES
PENGAMBILAN PELETAKAN
driver motor stepper, dan 1 buah driver solenoida. Driver MOBIL MOBIL
Motor DC berupa rangkaian H-bridge yang menggerakan
motor wiper untuk menjalankan lift bergerak naik dan
turun dan motor DC untuk menajalankan mekanik
peletakkan dan pengambilan mobil. Sedangkan motor INPUT
YES
stepper berfungsi memutar piringan lift. ENTRANCE
MENYALA
Berikut ini adalah komponen utama yang dipilih untuk
membangun sistem: NO
Bagian input
MESSAGE
1. Personal komputer, program input data dengan HARAP TUNGGU

menggunakan bahasa pemograman Visual Basic.


Gambar 10. Flowchart program secara keseluruhan
2. Limit Switch, digunakan sebagai sensor posisi.
Program kedua adalah program mikrokontroler itu sendiri
Bagian kontrol
dimana program ini berfungsi mengontrol gerakan semua
mekanik sesuai dengan perintah yang diberikan dari PC.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 45

Program ini dibuat dengan menggunakan bahasa rogram


5 6
Bascom AVR
Program yang dibuat untuk menggerakkan mekanik
miniatur parkir otomatis dibagi atas dua proses yaitu
proses pengambilan pallet dan proses peletakan pallet.
Baik dalam proses pengambilan mobil maupun peletakan
mobil tetap harus melewati kedua proses tersebut. Dalam
7 8
proses pengambilan mobil, maka sistem akan mengambil
pallet yang terisi mobil terlebih dahulu kemudian
meletakkan kembali pallet yang sudah kosong tersebut
pada tempat semula. Sedangkan pada proses peletakkan
mobil, sistem akan mengambil pallet kosong terlebih
dahulu kemudian meletakkan kembali pallet yang telah
terisi mobil ke tempat semula. Flowchart program secara 9 10
keseluruhan dapat dilihat pada gambar 10.
III. HASILPENGUJIAN
Pengujian sistem telah dilakukan dengan cara mencoba
untuk memarkir mobil dan mengambil mobil yang di
parkir. Percobaan-percobaan ini dilakukan untuk melihat
apakah sistem miniatur parkir mobil otomatis yang telah 11 12
dirancang dapat berjalan dengan baik. Pengujian ini
dilakukan dengan berulang-ulang dengan tujuan slot yang
berbeda-beda mulai dari lantai 1 sampai lantai 3.
Salah satu pengujian yang telah dilakukan adalah
memarkir mobil ke slot 24 yang berada di lantai 3.
Gambar 11. Hasil pengujian pengambilan pallet kosong dari slot 24
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, proses
memarkir mobil terdiri atas 2 bagian yaitu proses
pengambilan pallet kosong kemudian yang kedua adalah
proses peletakkan pallet yang telah terisi mobil. Hasil 1 2
pengujian ditunjukkan dengan gambar yang diambil dari
video hasil rekaman saat pengujian dilakukan. Gambar 11
menunjukkan potongan frame proses pengambilan pallet
kosong dan gambar 12 menunjukkan potongan frame
proses peletakkan pallet yang terisi mobil.
Pada gambar 11 frame 1, terlihat adamobil yang akan
diparkir. Pada program visual basic, mobil ditentukan 3 4
untuk diparkir pada slot 24. Frame 2 memperlihatkan lift
mulai turun untuk mengambil pallet dari slot 24. Frame 3
sampai 11 memperlihatkan prose lift menuju slot 24 dan
kembali ke atas setelah mengambil pallet dari slot 24.
Frame 12 memperlihatkan mobil telah berada diatas
pallet.
5 6
1 2

3 4
Pada gambar 12 frame 1 memperlihatkan mobil yang
telah berada di atas pallet akan diparkir menuju slot 24.
Frame 2 memperlihatkan lift yang membawa pallet berisi
mobil mulai turun.Frame 3, 4 dan 5 memperlihatkan lift
mulai berputar menuju slot yang diinginkan yaitu slot 24.
Frame 6, 7, 8 dan 9 memperlihatkan proses peletakkan
pallet pada slot 24 untuk memarkir mobil. Frame 10

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


46 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

sampai 12 memperlihatkan prose lift kembali ke posisi 15 2 menit 4 detik 2 menit 3 detik
atas.
16 1 menit 52 detik 1 menit 52 detik
7 8 17 1 menit 54 detik 1 menit 54 detik
18 2 menit 6 detik 2 menit 6 detik
19 2 menit 17 detik 2 menit 16 detik
20 2 menit 29 detik 2 menit 28 detik
21 2 menit 40 detik 2 menit 41 detik
9 10
22 2 menit 29 detik 2 menit 29 detik
23 2 menit 17 detik 2 menit 17 detik
24 2 menit 5 detik 2 menit 4 detik

11 12 Dari semua hasil pengujian, terlihat bahwa sistem


miniatur parkir otomatis yang telah dirancang dapat
berjalan dengan baik. Waktu tercepat untuk mengambil
mobil sebesar 1 menit 28 detik, waktu tercepat untuk
meletakan mobil sebesar 1 menit 27 detik. Dan waktu
terlama untuk mengambil mobil sebesar 2 menit 40 detik,
waktu terlama untuk meletakan mobil sebesar 2 menit 41
Gambar 12. Hasil pengujian peletakkan pallet yang telah detik. Bila dilihat pada tabel 1, waktu untuk pengambilan
terisi mobil ke slot 24
maupun peletakkan pada slot di lantai 1, 2 dan 3 tidak
Selain pengujian yang telah dipaparkan di atas, pengujian terlalu beda jauh, hal ini disebabkan karena sistem
waktu juga dilakukan untuk mengetahui kecepatan dari mekanik peletakkan dan pengambilan pallet
sistem miniatur parkir otomatis yang telah dirancang. menggunakan ulir dan digerakkan oleh motor. Gerakkan
Tabel 1 menunjukkan hasil pengujian waktu yang telah translasi yang ditimbulkan mempunyai kecepatan rendah
dilakukan. sehingga waktu sebagian besar habis untuk gerakan
peletakkan dan pengambilan pallet.
Tabel 1. Hasil pengujian waktu

Slot Waktu Pengambilan Waktu Peletakan IV. KESIMPULAN


1 1 menit 28 detik 1 menit 27 detik Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa miniatur sistem kontrol parkir mobil
2 1 menit 40 detik 1 menit 39 detik otomatis dapat berjalan dengan baik. Mikrokontroler
3 1 menit 52 detik 1 menit 52 detik dapat mengontrol plant yang telah dirancang dengan baik.
Sistem parkir ini mempunyai waktu tercepat pengambilan
4 2 menit 3 detik 2 menit 2 detik mobil sebesar 1 menit 28 detik, waktu tercepat peletakan
mobil sebesar 1 menit 27 detik dan waktu terlama
5 2 menit 14 detik 2 menit 13 detik
pengambilan mobil sebesar 2 menit 40 detik, waktu
6 2 menit 2 detik 2 menit terlama peletakan mobil sebesar 2 menit 41 detik.
Tentunya waktu ini hanya berlaku untuk miniatur yang
7 1 menit 52 detik 1 menit 51 detik telah dirancang.
8 1 menit 39 detik 1 menit 40 detik
9 1 menit 41 detik 1 menit 41 detik
REFERENSI
10 1 menit 53 detik 1 menit 53 detik [1] Trevipark Ltd. Automatic Car Parking System. 22 Mei 2007.
< http://www.trevipark.co.uk/multimedia/brochure200406.pdf>
11 2 menit 5 detik 2 menit 4 detik
[2] 8-bit Microcontroller with 8K Bytes In-System Programmable
12 2 menit 16 detik 2 menit 15 detik Flash ATMega8. San Jose: Atmel Corporation, 2001.
[3] Boylestad, Robert. Electronic devices and circuit theory.
13 2 menit 27 detik 2 menit 27 detik Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1992.
[4] Kosow, Irving. Electric Machinery & Transformers. Englewood
14 2 menit 16 detik 2 menit 17 detik Cliffs: Prentice Hall, 1991.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 47

Implementasi Metode Simulated Annealing pada


Robot Mobil untuk Mencari Rute Terpendek
Thiang, Dhany Indrawan
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra
Surabaya 60236, Indonesia
e-mail: thiang@petra.ac.id

Abstract Makalah ini memaparkan tentang implementasi karena mikrokontroler ini sangat populer dan tersedia
metode simulated annealing pada sebuah robot mobil mandiri banyak di Indonesia, serta harganya yang tidak terlalu
untuk mencari rute terpendek. Karena robot mobil dikontrol mahal. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat
dengan menggunakan mikrokontroler, maka metode memberikan kontribusi yang positif untuk penelitian-
simulated annealing juga diimplementasi pada mikrokontroler penelitian selanjutnya dalam mengimplementasikan metode-
yang sama. Mikrokontroler yang digunakan dalam aplikasi ini metode kecerdasan buatan pada level mikrokontroler
adalah mikrokontroler AT89S51 yang merupakan salah satu khususnya mikrokontroler keluarga MCS51.
mikrokontroler keluarga MCS51. Pada aplikasi ini, awalnya,
robot diberitahu informasi peta, posisi start dan posisi tujuan. II. METODE SIMULATED ANNELALING
Dengan menggunakan metode simulated annealing, robot
akan mencari rute terpendek dari posisi start sampai posisi Simulated annealing adalah salah satu algoritma untuk
tujuan, kemudian robot akan bergerak sesuai dengan rute untuk optimisasi yang bersifat generik. Berbasiskan
yang telah didapat. Pengujian telah dilakukan dengan variasi probabilitas dan mekanika statistik, algoritma ini dapat
posisi start dan posisi tujuan. Hasil pengujian menunjukkan digunakan untuk mencari pendekatan terhadap solusi
bahwa metode simulated annealing berhasil diimplementasi optimum global dari suatu permasalahan. Masalah yang
pada level mikrokontroler. Robot dapat mencari rute membutuhkan pendekatan simulated annealing adalah
terpendek dengan metode simulated annealing dan robot masalah-masalah optimisasi kombinatorial,di mana ruang
dapat bergerak mengikuti rute yang telah didapatkan. pencarian solusi yang ada terlalu besar, sehingga hampir
tidak mungkin ditemukan solusi eksak terhadap
Kata kuncisimulated annealing, robot mobil, permasalahan itu.
mikrokontroler, AT89S51
Annealing adalah satu teknik yang dikenal dalam bidang
I. PENDAHULUAN metalurgi, digunakan dalam mempelajari proses
Pada penelitian sebelumnya[1], telah berhasil pembentukan kristal dalam suatu materi. Agar dapat
diimplementasi metode hill climbing pada level terbentuk susunan kristal yang sempurna, diperlukan
mikrokontroler dengan aplikasi. Metode hill climbing pemanasan sampai suatu tingkat tertentu, kemudian
diimplementasi pada sebuah robot mobil untuk mencari rute dilanjutkan dengan pendinginan yang perlahan-lahan dan
terpendek. Namun dari hasil penelitian tersebut, terdapat terkendali dari materi tersebut. Pemanasan materi di awal
kelemahan yaitu tidak kepastian metode hill climbing dapat proses annealing, memberikan kesempatan pada atom-atom
menemukan solusi yang diinginkan. Kadang metode hill dalam materi itu untuk bergerak secara bebas, mengingat
climbing menghasilkan rute yang tidak dapat mencapai tingkat energi dalam kondisi panas ini cukup tinggi. Proses
posisi tujuan. Karena itu, penelitian ini merupakan penelitian pendinginan yang perlahan-lahan memungkinkan atom-atom
lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Metode yang tadinya bergerak bebas itu, pada akhirnya menemukan
yang dipilih utnuk menggantikan metode hill climbing tempat yang optimum, dimana energi internal yang
adalah metode simulated annealing yang pada dasarnya dibutuhkan atom itu untuk mempertahankan posisinya
merupakan pengembangan dari metode hill climbing. adalah minimum. Simulated annealing berjalan berdasarkan
analogi dengan proses annealing tersebut. Simulated
Tujuan utama dari penelitian ini adalah annealing memanfaatkan analogi antara cara pendinginan
mengimplementasikan metode-metode sistem cerdas pada dan pembekuan metal menjadi sebuah struktur crystal
platform mikrokontroler. Beberapa metode sistem cerdas dengan energi yang minimal (proses penguatan) dan proses
yang telah berhasil diimplementasikan pada platform pencarian untuk tujuan minimal.
mikrokontroler antara lain fuzzy logic[2], algoritma
genetika[3], termasuk hill climbing[1]. Dan kali ini metode Berikut adalah algoritma metode simulated annealing:
yang akan diimplementasikan adalah simulated annealing. 1. Evaluasi keadaan awal. Jika tujuan maka KELUAR
Selain itu, tentunya diharapkan metode simulated annealing (pencarian solusi selesai). Jika tidak lanjutkan dengan
dapat memberikan hasil yang lebih baik dari penelitian keadaan awal sebagai keadaan sekarang.
sebelumnya[1] yang menggunakan metode hill climbing.
2. Inisialisasi BEST_SO_FAR untuk keadaan sekarang.
Dalam penelitian ini, mikrokontroler yang dipilih untuk
implementasi metode simulated annealing adalah 3. Inisialisasi suhu (T) sesuai dengan annealing schedule.
mikrokontroler keluarga MCS51 yaitu mikrokontroler 4. Kerjakan hingga solusi ditemukan atau sudah tidak ada
AT89S52. Alasan pemilihan mikrokontroler ini adalah operator baru lagi akan diaplikasikan kekondisi sekarang.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


48 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

a. Gunakan operator yang belum pernah digunakan Sensor


untuk menghasilkan keadaan baru.
b. Evaluasi kondisi baru dengan menghitung:
E = nilai sekarang nilai keadaan baru (1)
Komparator
i. Jika kondisi baru tujuan maka KELUAR
(pencarian solusi selesai).
ii. Jika bukan tujuan, namun nilainya lebih baik dari
sekarang, maka jadikan keadaan tersebut sebagai Mikrocontroller
keadaaan sekarang. AT89S51
iii. Jika nilai kondisi baru tidak lebih baik daripada
keadaan sekarang, maka tetapkan kondisi baru
sebagai keadaan sekarang dengan probabilitas: Driver
p = e -E /T (2)
dalam kondisi ini juga generate random number
dengan range [ 0 , 1 ]. Jika random number lebih Motor
kecil dari p maka solusi diterima. Jika random
number lebih besar dari p abaikan (solusi tidak Gambar 2. Diagram blok perangkat keras robot.
diterima)
Sensor cahaya yang digunakan adalah sepasang LED dan
c. Perbaiki T sesuai dengan annealing schedule LDR. Karena output dari sensor LDR berupa sinyal analog,
5. BEST_SO_FAR adalah solusi yang dicari. maka untuk merubah menjadi digital digunakan rangkaian
komparator. Output rangkaian ini hanya mempunyai 2 state
Perbedaan antara metode simulated annealing dan yaitu low dan high yang menunjukkan warna hitam dan
metode simple hill climbing adalah: putih. berikut gambar 3 dan 4 menunjukkan gambar
Simulated annealing memilki annealing schedule rangkaian sensor dan komparator.
Pada metode simulated annealing solusi yang jelek
masih ada kemungkinan untuk diterima
Nilai keadaan sekarang adalah nilai yang terbaik
sepanjang proses berlangsung. Kemudian jika
keadaan yang baru yang lebih jelek daripada keadaan
sekarang (karena kurang beruntung dalam
penerimaan solusi), keadaan yang baru tersebut masih
bisa digunakan.
III. DESKRIPSI SISTEM
A. Perangkat Keras dan Mekanik Robot Mobil
Bentuk dasar robot terbuat dari kayu tebal 3mm dan
berbentuk oval 14,5cm x 11cm. Robot dilengkapi dengan 2 Gambar 3. Rangkaian sensor
buah roda dan sebagai penggerak digunakan 2 buah motor
DC dengan masing-masing motor memiliki sebuah gear box.
Gambar 1 menunjukkan gambar mekanik penggerak robot.
Robot mobil dirancang untuk bergerak mengikuti garis.
Karena itu robot mobil dilengkapi dengan sensor cahaya.
Secara umum, diagram blok perangkat keras robot dpat
dilihat pada gambar 2.

Gambar 4. Rangkaian komparator

Output sensor akan dibaca oleh mikrokontroler sebagi


informasi untuk mengendalikan robot mobil bergerak
mengikuti garis putih. Sebagai penggerak robot mobil,
digunakan 2 buah motor DC, masing-masing roda
Gambar 1. Mekanik penggerak robot mobil. digerakkan oleh satui motor DC. Rangkaian driver motor
DC yang digunakan adalah rangkaian H-Bridge. Rangkaian

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 49

H-Bridge ini menggunakan transistor TIP 41 dan TIP 42. B. Perangkat Lunak
berikut gambar 5 menunjukkan gambar rangkaian driver Secara umum cara kerja sistem robot mobil untuk
motor DC. mencari rute terpendek adalah seperti yang ditunjukkan pada
gambar 7.

Start

Tentukan Start dan


tujuan

Mencari rute dengan


simulated annealing

Gambar 5. Rangkaian driver motor DC

Mikrokontroler yang digunakan sebagai pengendali dari Bergerak menuju tujuan


robot mobil adalah mikrokontroler AT89S51. sesuai rute dengan
mikrokontroler ini termasuk mikrokontroler keluarga tracking garis
MCS51. rangkaian mikrokontroler ini dirancang sederhana
yaitu berupa rangkaian single chip, tanpa ada memori
eksternal. Berikut gambar 6 menunjukkan gambar rangkaian
mikrokontroler yang digunakan dan tabel 1 menunjukkan
tabel koneksi mikrokontroler dengan rangkaian sensor dan End
rangkaian driver.
Gambar 7. Diagram blok sistem kerja robot mobil

Gambar 6. Rangkaian single chip mikrokontroler


Tabel 1. Tabel koneksi mikrokontroler dengan sensor dan driver motor

Gambar 8. Peta area lintasan robot mobil

Pertama-tama posisi start dan tujuan robot ditentukan


kemudian robot akan secara otomatis menentukan rute dari
start sampai tujuan dengan metode simulated annealing.
Setelah mendapatkan rute, robot akan berjalan secara
tracking line menuju ke tujuan sesuai dengan rutenya. Area
untuk peta telah didefinisikan terlebih dahulu. Gambar 8
menunjukkan area peta yang digunakan.
Secara detail flowchart perangkat lunak yang telah
dirancang dapat dilihat pada gambar 9.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


50 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

(0,2), posisi start (0,0) dan posisi tujuan (0,5), posisi start
(2,0) dan posisi tujuan (4,5), posisi start (0,4) dan posisi
tujuan (1,0), posisi start (1,0) dan posisi tujuan (4,0).
Berikut gambar 10 sampai gambar 14 menunjukkan rute
dari hasil pengujian yang didapatkan oleh robot mobil
dengan menggunakan metode simulated annealing.

Gambar 10. Rute hasil pengujian dengan psosi start (0,5) dan
posisi tujuan (0,2)

Gambar 9. flowchart perangkat lunak robot mobil

Pemetaan merupakan hal yang penting yang pertama kali


dilakukan dalam alur program. Berhasil atau tidaknya
pencarian benda ataupun penentuan jalur terpendek tidak
lepas dari pemetaan ini. Dengan pemetaan ini maka seluruh
area yang ada akan digambarkan. Hasil yang didapat dari
pemetaan tersebut akan dijadikan acuan untuk menghitung Gambar 11. Rute hasil pengujian dengan psosi start (0,0) dan
kuadrat jarak lurus setiap titik yang ada pada area terhadap posisi tujuan (0,5)
titik tujuan. Nilai hasil perhitungan jarak yang didapat
tersebut akan disimpan di dalam alamat RAM
mikrokontroler. Nilai tersebut kemudian akan dianalisa
dengan menggunakan metode simulated annealing. Dengan
metode ini maka akan didapatkan rute yang terpendek
menuju titik tujuan. Namun, rute ini masih berupa alamat
RAM bukan nilai ouput port yang sesungguhnya. Oleh
karena itu perlu diubah menjadi output port. Barulah robot
ttersebut dapat menelusuri jalur yang telah didapat. Jalur
tersebut merupakan jalur terpendek menuju tujuan yang
diinginkan.
IV. HASIL PENGUJIAN

Pengujian sistem telah dilakukan dengan variasi posisi


start dan posisi tujuan untuk melihat performans sistem
apakah dapat mencari rute terpendek. Beberapa pengujian Gambar 12. Rute hasil pengujian dengan psosi start (0,2) dan
yang dilakukan antara lain posisi start (0,5) dan posisi tujuan posisi tujuan (4,5)

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 51

Bila melihat hasil pengujian yang telah dilakukan seperti


yang ditunkukkan oleh gambar 10 sampai gambar 13,
terlihat bahwa dengan menggunakan metode simulated
annealing, robot mobil berhasil mencari rute terpendek. dan
robot mobil juga dapat bergerak mengikuti rute yang telah
didapatkan. Tetapi pada hasil pengujian yang ditunjukkan
oleh gambar 14, metode simulated annealing terjebak pada
rute yang sama sehingga robot hanya bergerak berputar-
putar saja pada area tertentu.
V. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa metode simulated annealing berhasil di
terapkan untuk pencarian rute terdekat pada robot mobil.
Tetapi masih terdapat kemungkinan bahwa simulated
annealing tidak dapat memberikan hasil yang terbaik seperti
Gambar 13. Rute hasil pengujian dengan psosi start (0,4) dan hasil pengujian yang ditunjukkan oleh gambar 14. Pada
posisi tujuan (1,0) penelitian ini simulated annealing telah berhasil
diimplementasikan pada level mikrokontroler.

REFERENSI
[1] Thiang, Handry Khoswanto, Felix Pasila, Hendra Thelly, Aplikasi
Metode Hill Climbing pada Standalone Robot Mobil untuk Mencari
Rute Terpendek, Prosiding Seminar KOMMIT 2008, Depok, 2008.
[2] Thiang, Anies Hannawati, Resmana Lim, Hany Ferdinando,
PetraFuz: a Low Cost Embedded Controller Based Fuzzy Logic
Development System, Proceeding of The Fourth Asian Fuzzy
Systems Symposium (AFSS 2000), Tsukuba Science City, Jepang,
Juni 2000.
[3] Thiang, Ronald Kurniawan, Hany Ferdinando, Implementation of
Genetic Algorithm on MCS51 Microcontroller for Finding the
Shortest Path. Proceeding of Seminar of Intelligent Technology and
Its Applications (SITIA 2001), ITS-Surabaya, May 2001
[4] Rich, Elaine. Artificial Intelligence. New York: McGraw-Hill, 1991.
Gambar 14. Rute hasil pengujian dengan psosi start (1,0) dan [5] AT89S51 Datasheet. San Jose, CA: Atmel Corporation, 1995.
posisi tujuan (0,4)

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


52 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Analisa Penerapan ENUM dan Pengalamatan


Terhadap Regulasi
Gunawan Wibisono dan Nurmaladewi
Departemen Teknik Elektro Fakultas TeknikUniversitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok 16424 INDONESIA
E-mail: gunawan@eng.ui.ac.id

Abstrak Saat ini infrastruktur di Indonesia terdiri dari jaringan Pengembangan layanan ini juga didorong oleh tingginya
yang berbasis switch sirkit dan switch paket. Sesuai dengan arah tingkat ekspansi trafik digital yang sangat cepat, seperti
pertelekomunikasian yang mengacu pada konsep NGN, dimana bertambahnya tuntutan mobilitas dan berbagai layanan
semua panggilan berbasisi IP, maka solusi yang terbaik untuk saat multimedia baru.
ini adalah menggabungkan dua platform yang berbeda (jaringan IP
dan jaringan PSTN) adalah dengan menggunakan Electronic
Terdapat tiga penggerak utama konvergensi
Numbering Mapping (ENUM). Dengan implementasi ENUM telekomunikasi yaitu kemajuan teknologi, perubahan
maka semua penomoran akan berbasis ke IP. kebutuhan pelanggan, serta kebutuhan bisnis para
Mobile Number Portability adalah suatu layanan yang penyelenggara layanan. Dengan kemajuan teknologi
memungkinkan nomor telepon pelanggan asal tidak berubah memungkinkan bermunculnya berbagai macam solusi yang
walaupun pelanggan tersebut berpindah lokasi. Sistem penomoran inovatif dan bisa dilakukan dalam lingkungan IP, demikian
yang berlaku di Indonesia saat ini mengacu kepada Keputusan juga dengan kebutuhan bisnis para penyelenggara dimana
Menteri Perhubungan No. 4 tahun 2001 tentang FTP Nasional para operator berusaha memberikan layanan yang baru
tahun 2000 dimana dalam peraturan tersebut rencana penomoran dengan menggunakan teknologi yang baru pula. Hal ini juga
belum berbasis IP. Dengan penerapan ENUM maka FTP Nasional
tahun 2000 akan mengalami penambahan yaitu dengan
dapat mendorong kompetisi.
menambahkan sistem pengalamatan berbasis IP, pemetaan nomor Hingga akhir triwulan pertama 2007, Indonesia
telepon yang berdasarkan pada Domain Name System (DNS), memiliki 8,7 juta sambungan telepon saluran tetap, 5,9 juta
sistem yang digunakan dalam penerapan number portability dan sambungan telepon tetap nirkabel (fixed wireless access)
bagaimana pengaturan pemberian blok nomor kepada atau memiliki teledensitas sebesar 6,64%. Densitas telepon
penyelanggara sehingga tidak di dominasi oleh incumbent. bergerak mencapai 28,64% dengan 63 juta nomor
Demikian pula dengan regulasi yang mendukungnya seperti PP 52 pengguna. Densitas gabungan antara telepon bergerak
tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi pasal (3), dengan telepon saluran tetap mencapai 35,28% [2].
KM. No. 21 tahun 2001 tentang Penyelengaraan Jasa Saat ini alokasi penomoran masih didominasi oleh
Telekomunikasi pasal (3) dan KM No. 23 tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik
incumbent serta belum tersedia sistem penomoran yang
pasal (12). berbasis IP dan belum tersedia alokasi penomoran untuk
internet.
Kata KunciENUM, Regulasi Penomoran Di Indonesia sistem penomoran dan pengalamatan
mengacu kepada Fundamental Technical Plan (FTP)
I. PENDAHULUAN Nasional 2000 Rencana Penomoran ini memberikan pokok-
pokok tentang pengaturan dan pengalokasian nomor bagi
Teknologi informasi dan komunikasi (infokom) saat ini penyelenggaraan telekomunikasi lingkup nasional.
berkembang makin pesat yang didorong oleh perkembangan Penyajiannya dititik-beratkan pada jasa teleponi dasar, baik
internet protocol (IP) dengan berbagai aplikasi baru dan melalui jaringan tetap maupun jaringan bergerak, serta pada
beragam layanan multimedia. Infrastruktur infokom saat ini jasa yang bersifat nasional dalam lingkungan multi-
terdiri dari switch sirkit (TDM) dan switch paket dengan penyelenggara yang kompetitif [3]. Kelompok penomoran
TDM masih menjadi tulang punggung perkembangan berdasarkan FTP Nasional tahun 2000, meliputi PSTN /
telekomunikasi. Kondisi ini kurang menguntungkan karena ISDN, Radio Trunking, Intelegent Network, Jaringan
TDM yang ada umumnya lebih menekankan pada layanan Bergerak Seluler / STBS, Jaringan Bergerak Satelit, Internet
suara dan berpita sempit (narrow band). Untuk Network, Internet Telepony untuk Keperluan Publik
mempercepat penyediaan layanan pita lebar (broadband) (ITKP), ISP, dan Jaringan Tetap Lokak berbasisi Packet-
pada jaringan eksisting tersebut maka switch sirkit dan Switched (JTL-PS).
switch paket harus segera "melebur" menjadi satu jaringan ITU-T E.164 digunakan sebagai standarisasi umum
tunggal multilayanan yang disebut dengan jaringan untuk identifikasi dan pengalamatan dalam jaringan PSTN.
telekomunikasi masa depan atau next generation network Sedangkan jaringan IP menggunakan Uniform Resource
(NGN). Identifiers (URI) sebagai standarisasi pengalamatan dan
NGN dirancang untuk memenuhi kebutuhan penamaan [4].
infrastruktur infokom masa depan. Konsep NGN lebih dari Sesuai dengan arah pertelekomunikasi saat ini yang
sekedar internet yang digabungkan dengan PSTN dan menuju pada NGN, dimana semua panggilan akan berbasis
ISDN. Perkembangan NGN didorong oleh kebutuhan IP, maka solusi yang terbaik saat ini untuk menggabungkan
konvergensi layanan dan optimalisasi jaringan. dua platform jaringan IP dan PSTN yang berbeda adalah

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 53

dengan menggunakan Electronic Numbering Mapping trial untuk ENUM sejak September 2002 dengan nomor
(ENUM). domain 9.4.e.164.arpa dan kebijakan untuk ENUM telah
ENUM merupakan standar yang dikeluarkan Internet diberlakukan sejak 26 Januari 2006. Domain ENUM
Engineering Task Force (IETF) (Request for Comments mengambil nomor dari nomor telepon, beberapa aplikasi
(RFC3761)) yang mengijinkan seorang pengguna untuk untuk domain ENUM haruslah sesuai dengan penggunaan
menggunakan sebuah nomor telepon dengan mengakses nomor telepon yang telah ditetapkan. Konsep ENUM dapat
Domain Name System (DNS) sehingga mendapatkan akses membawa dampak positif bagi penyelenggara
terhadap record Uniform Resource Idenifier (URI) di dalam telekomunikasi yang ada seperti One Contact Point (Satu
Naming Authority Pointer (NAPTR) resource record yang nomor ENUM dapat digunakan untuk beberapa pelayanan
dimiliki oleh nomor tersebut [4]. (seperti nomor telepon, alamat email, website address, dan
Dengan ENUM, permintaan berbagai layanan lain-lain). ENUM secara potensial dapat memberikan
telekomunikasi dengan seseorang dapat dilakukan dengan kontak single point untuk pelanggan ENUM, Number
mengakses satu nomor saja. ENUM memetakan satu nomor Portability, Call Preference.
E.164 kepada banyak layanan (alamat) yang tersimpan Implementasi ENUM di Indonesia akan menimbulkan
dalam database DNS. Konsep lain yang ditawarkan oleh perubahan pembagian jenis layanan, yang semula terdapat
ENUM adalah bagaimana seorang pengguna dari berbagai minimal 2 macam jenis layanan yang diatur secara terpisah
layanan telekomunikasi dapat tetap dihubungi melalui menjadi bergabung menjadi satu, yaitu layanan jasa teleponi
nomor yang sama walaupun berganti detail kontak nomor. dasar dan secara umum layanan berbasis IP.
Pemerintah (Ditjen Postel) telah melakukan kajian Ruang lingkup penelitian meliputi:
mengenai Pekerjaan Implementasi Test Bed Electronic a. Obyek penelitian adalah mempelajari dan menganalisa
Numbering pada tahun 2006. Kajian ini hanya membahas implikasi implementasi ENUM terhadap FTP Nasional
sebatas melakukan test bed dan persiapannya dengan hasil tahun 2000.
yang diharapkan adalah suatu rekomendasi hubungan b. Pengkajian melalui benchmarking implementasi atau
komunikasi dua arah antara PSTN dan IP, rekomendasi rencana implementasi ENUM di beberapa negara.
pengaksesan layanan berbasis IP dengan memutar nomor c. Analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang
E.164 dan rekomendasi pengaksesan layanan berbasis berlaku dan perubahan perubahan yang akan dilakukan
internet dengan 1 nomor E.164 [5]. khususnya pemberian blok nomor, sistem
Dalam kerangka regulasi dalam kajian ini hanya pengalamatan yang berbasis IP, sistem penomoran yang
menjelaskan bagaimana model penyelenggaraan ENUM menggunakan Domain Name System (DNS) dan
dan pentingnya pengaturan yang membahas tentang penggunaan Mobile Number Portability (MNP).
konvergensi antara penomoran yang berbasis teleponi dasar Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
dan penomoran yang berbasis IP. Sedangkan bagaimana kemungkinan implementasi ENUM di Indonesia melalui
bentuk regulasi dan bagaimana implikasi regulasi ENUM pengkajian implikasi atas regulasi telekomunikasi eksisting
jika diterapkan di Indonesia belum terlihat. khususnya penomoran dan tahapan-tahapan yang dilakukan
Di Indonesia pengaturan mengenai penomoran pada implementasi ENUM.
berdasarkan kepada Keputusan Menteri Perhubungan No. 4
tahun 2001 tentang FTP Nasional tahun 2000 dimana dalam II. KONDISI INDONESIA
Bab dua menjelaskan bahwa rencana penomoran dititik
beratkan pada jasa teleponi dasar, baik yang melalui Nomor adalah sumber daya yang dimiliki oleh
jaringan tetap maupun yang melalui jaringan bergerak, dan pemerintah (negara) sehingga pengalokasian blok-blok
pada jasa yang bersifat nasional dalam lingkungan multi nomor kepada penyelenggara untuk keperluan jaringan dan
penyelenggara yang kompetitif. Demikian pula dengan kode pelayanan masing-masing dilakukan oleh Direktorat
SLJJ dan SLI semua diatur dalam FTP tersebut. Jenderal Pos dan Telekomunikasi atas nama Pemerintah
Dengan penerapan ENUM maka FTP Nasional tahun Indonesia.
2000 akan mengalami penambahan yaitu dengan Di Indonesia, berdasarkan FTP Nasional 2000, prinsip
menambahkan sistem pengalamatan berbasis IP, pemetaan penomoran mengacu kepada rekomendasi ITU-T E.164.
nomor telepon yang berdasarkan pada Domain Name Rencana penomoran ini memberikan pokok-pokok tentang
System (DNS), sistem yang digunakan dalam penerapan pengaturan dan pengalokasin nomor untuk penyelenggaraan
number portability dan bagaimana pengaturan pemberian telekomunikasi yang berada dalam lingkup nasioanal.
blok nomor kepada penyelanggara sehingga tidak di Penyajiannya dititik-beratkan pada jasa teleponi dasar, baik
dominasi oleh incumbent. Demikian pula dengan regulasi yang melalui jaringan tetap maupun yang melalui jaringan
yang mendukungnya seperti PP 52 tahun 2000 tentang bergerak, dan pada jasa yang bersifat nasional, dalam
Penyelenggaraan Telekomunikasi pasal (3), KM. No. 21 lingkungan multi-penyelenggara yang kompetitif. Selain itu
tahun 2001 tentang Penyelengaraan Jasa Telekomunikasi rekomendasi E.164 memberikan keterangan struktur nomor
pasal (3) dan KM No. 23 tahun 2003 tentang dan fungsi-fungsinya. Salah satu jenis penomoran E.164
Penyelenggaraan Jasa ITKP. adalah National Telephone Services.
Beberapa negara telah mengimplementasikan ENUM National Telepon Services merupakan sistem
seperti Austria, Singapura, Jerman dan Rumania dan penomoran yang telah dikenal publik untuk pemanggilan
negara-negara yang sedang melakukan uji coba adalah langsung internasional. Jumlah digit maksimal 15 digit.
Australia, China, dan Jepang [6]. Jerman telah mengadakan Terdiri dari country code (cc) satu sampai tiga digit, kode

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


54 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

wilayah atau national destination code (ndc) ditambah 1.3. Nomor Pelanggan Telepon
nomor pelanggan dengan jumlah digit 10 sampai 12. 1.4. Blok Nomor Pelanggan
PSTN menggunakan teknologi switch sirkit. Sumber 1.5. Kode Penyelenggara
daya jaringan (kanal) yang diduduki satu pelanggan tak 2. Penomoran dalam jaringan bergerak seluler terdiri dari :
dapat digunakan pelanggan lain sampai pendudukan selesai. 2.1. Mobile Subscriber International ISDN Number
Sirkuit Switch mensyaratkan dua hal untuk suksesnya (MSISDN)
hubungan antara dua titik layanan yaitu bebasnya terminal- 2.1. Kode Tujuan Nasional (NDC)
terminal yang berlawanan dan tersedianya kanal. Proses 2.2. Nomor Pelanggan
pemanggilan dimulai dengan pembangunan hubungan kanal 2.3. Penomoran internal dalam penyelenggaraan STBS
(establishment), penyaluran informasi data (data transfer) 3. Format penomoran dalam jaringan bergerak satelit
dan pemutusan hubungan (termination). Jika fase pertama 4. Format penomoran dalam penyelenggaraan jasa radio
gagal, proses pemanggilan harus diulangi. Jika jalur trunking
komunikasi berhasil terbangun, kanal digenggam baik ada 5. Format penomoran dalam penyelenggaraan jasa
atau tidak ada data yang disalurkan. Cara seperti ini kurang Intelegent Network (IN)
efisien. Namun tingkat kegunaan (utilitas) tinggi. Sebagai 6. Kode Akses ke Jaringan Komunikasi Data.
kompensasinya tarif layanan PSTN relatif mahal.
B. Implikasi ENUM Terhadap Regulasi Perijinan
Saat ini pemakaian teknologi switch sirkit sedikit demi
sedikit mulai ditinggalkan dan dialihkan ke teknologi switch Implementasian ENUM di Indonesia membawa perubahan
paket. Switch paket mampu memberi solusi terhadap terhadap regulasi yang ada seperti yang disebutkan pada sub
masalah yang dimiliki switch sirkit. bab 4.3. Berdasarkan benchmark dibeberapa negara ENUM
Internet merupakan jaringan switch paket yang popular dapat diterapkan di Indonesia dengan pertimbangan dapat
saat ini. Protokol yang digunakan adalah Internet Protokol menghemat nomor, meningkatkan kompetisi antar operator
(IP). Dalam arsitektur Open System Interconnection (OSI), jaringan telekomunikasi dan dapat menjembatani antara
IP berada pada lapisan network. Fungsinya untuk PSTN dan IP telephone.
memberikan pengalamatan lojik (logical addressing) Dengan diimplementasikannya ENUM di Indonesia maka
terhadap jalur komunikasi antara dua terminal. akan terjadi beberapa perubahan terhadap regulasi eksisting
Pengalamatan menggunakan fungsi hirarkis. Alamat IP yaitu :
terdiri dari alamat jaringan (network) dan alamat stasiun 1. PP 52 tahun 2000 pasal 3 yang menyatakan bahwa
(host). Dalam IP V4, alamat IP terdiri dari 32 bit. Guna penyelenggara telekomunikasi meliputi :
memudahkan pembacaan, 32 bit dipecah menjadi 4x8 bit a. Penyelenggara jaringan telekomunikasi
atau 4 byte. Setiap byte dipisahkan dengan titik atau dot(.). b. Penyelenggara jasa telekomunikasi
Dengan melihat skala jaringan dan jumlah host, alamat IP c. Penyelenggara telekomunikasi khusus
terbagi ke dalam kelas A, kelas B dan kelas C. Istilah ini 2. KM No. 21 tahun 2001 pasal 3 menyatakan bahwa
dikenal dengan classful addressing. Setiap kelas memiliki penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari :
batas antara bagian jaringan (network prefix) dengan bagian a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
terminal (host number). Rentang nilai desimal dari masing- b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
masing kelas dapat dilihat pada Tabel 1. c. Penyelenggaraan jasa multimedia.
3. KM No. 23 tahun 2002 tentang penyelenggaraan
Tabel 2.1. Pembagian alamat IP internet teleponi untuk keperluan publik pasal 12 yaitu :
Rentang notasi decimal (0) Kode akses untuk penyelenggaraan jasa internet
Kelas teleponi ditetapkan sebagai berikut :
Awal Akhir
a. Untuk metode single stage : 011, 017, 016,
A 1.xxx.xxx.xxx 126.xxx.xxx.xxx 018, dan 019;
b. Untuk metode double stage : 170XX di mana
B 128.0.xxx.xxx 191.255.xxx.xxx X adalah angka 0 sampai dengan 9
C 192.0.0.xxx 223.255.255.xxx C. Number Portability
Penggunaan ENUM nantinya akan melahirkan mobile
number portabilty (MNP). Number portability adalah
layanan yang memungkinkan nomor telepon pelanggan asal
III. PENERAPAN ENUM DI INDONESIA
tidak berubah walaupun pelanggan tersebut berpindah
A. Implikasi ENUM Terhadap Regulasi Penomoran lokasi. Pelanggan yang mempertahankan nomor
telepeonnya sewaktu pindah operator dikenal ported
Penomoran yang digunakan saat ini adalah berdasarkan number. Penerapan MNP dalam jaringan seluler suatu
pada KM No.4 tahun 2001 yaitu Fundamental Technical negara akan meningkatkan kompetisi antar operator seluler
Plan (FTP) Nasional 2000 dimana konsep penomoran dinegara tersebut, juga untuk penghematan dan efisiensi
tersebut adalah : penggunaan teknologi komunikasi. Kerugian dari penerapan
1. Format penomoran untuk pelanggan/terminal PSTN / MNP adalah nomor seluler sudah tidak lagi
ISDN terdiri dari : mengindikasikan operator yang melayani pemilik nomor
1.1. Nomor (Signifikan) Nasional telepon tersebut.
1.2. Kode Wilayah

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 55

Di Indonesia penerapan Mobile Number Portability kepada penyelenggara sesuai dengan


sangat memungkinkan karena pelanggan Indonesia yang kebutuhannya. Pemberian blok
mudah berubah ke operator yang menawarkan layanan yang nomor diberikan dengan ketentuan
lebih bagus atau tarif yang lebih murah. Dalam blok nomor yang sebelumnya telah
pengimplementasian Mobile Number Portability habis digunakan. Misalnya blok
persyaratan yang harus dipenuhi adalah : nomor 62 21 6XXX XXXX dibuka
1. Tidak mengurangi kualitas layanan, reliabilitas, jika blok nomor 62 21 5XXX XXXX
dan kenyamanan bagi pelanggan. telah habis diberikan ke
2. Harus tidak terlihat nyata bagi pelanggan penyelenggara.
3. Harus tidak ada halangan atau delay yang 1.3.2. Adanya suatu ketentuan/batasan dari
membuat pelanggan malas berpindah operator. Pemerintah agar penyelenggara
4. Cost effective, efficient dan stabil untuk solusi telekomunikasi menggunakan blok
jangka panjang. Solusi juga harus mengantisipasi nomor yang telah diberikan, dan jika
teknologi masa datang. batas waktu yang diberikan blok
5. Mudah dieskalasi dan mampu memenuhi nomor tersebut wajib dikembalikan
kebutuhan porting masa depan ke Ditjen Postel
6. Menggunakan penomoran yang efisien 1.3.3. Setiap penyelenggara telekomunikasi
7. Memudahkan new-entry operator yang mendapatkan blok nomor dari
8. Ketergantungan pada jaringan donor untuk me- pemerintah wajib mengembalikan
routing panggilan ported harus dihilangkan blok nomor yang tidak digunakan
sehingga mengurangi kelakuan yang anti- lagi kepemerintah (Ditjen Postel)
kompetitif. dengan memberikan batas waktu
9. Diperlukan suatu regulasi dalam pentarifan MNP pengembalian blok nomor dan sanksi
jika tidak mengembalikan blok
D. Tahapan Implementasi ENUM di Indonesia
nomor tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam implementasi 1.4. Kode Penyelenggara
ENUM di Indonesia adalah dengan mengubah PP 52 tahun 1.4.1. Empat digit (atau tiga digit untuk
2000 dalam hal jenis penyelenggaraan telekomunikasi wilayah ABC) pertama dari nomor
dimana penyelenggara hanya ada dua jenis yaitu pelanggan, DEF(G) yang menjadi
penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara identitas dari blok nomor juga
jaringan telekomunikasi. mempunyai fungsi administratif
Pada KM 21 tahun 2001 pasal 3 mengenai jenis-jenis sebagai kode penyelenggara.Satu
penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dengan penyelenggara dapat mempunyai
diimplementasikannya ENUM maka pembagian jenis lebih dari satu kode penyelenggara.
jenis penyelenggaraan jasa sudah tidak ada lagi. Demikian 1.4.2. Penomoran untuk Pelayanan Daurat
pula pada KM No.23 tahun 2002 pasal 12 tentang kode dans Pelayanan Khusus
akses dapat dibatasi untuk setiap pelanggan. Nomor untuk pelayanan darurat
Sedangkan terhadap format penomoran yaitu adalah:
1. Format penomoran untuk pelanggan/terminal Polisi : 110
PSTN/ISDN Panggilan darurat : 112 (khusus
1.1. Nomor Siginifikan Nasional untuk pelanggan STBS)
telepon pada jaringan tetap masih menggunakan Pemadam Kebakaran: 113
format : SAR : 115
(0) AB DEFG - X1 X2 Ambulans : 118
X3 X4 Nomor-nomor tersebut harus juga dapat
diakses secara langsung dari terminal
STBS.
Atau (0)ABC - DEF X1 X2 X3 X4 2. Penomoran dalam jaringan bergerak seluler
Mobile Subscriber International ISDN Number
(MSISDN)
Dimana AB atau ABC = kode wilayah dan MSISDN adalah nomor internasional untuk
DEFG-X1 X2 atau DEF-X1 X2 X3 terminal/pelanggan jaringan bergerak seluler,
X4 = nomor pelanggan terdiri atas kode Negara diikuti oleh N(S)N-
1.2. Kode Wilayah Mobile yang terdiri atas Kode Tujuan Negara
Kode wilayah menggunakan digit awal A = (NDC) dan Nomor Pelanggan.
2,3,4,5,6,7 dan 9. Sedangkan A = 1 dan A = 8 Format untuk N(S)N-Mobil adalah sebagai berikut:
tidak digunakan karena sudah dialokasikan
untuk keperluan lain.
1.3. Blok Nomor Pelanggan ABC(D) X1 X2 X3 X4 ..
1.3.1. Blok nomor dalam pengendalian
Ditjen Postel, dan dialokasikan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


56 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Kode Tujuan Nasional (NDC) melalui suatu forum yang beranggotakan semua
Untuk setiap penyelenggara STBS dialokasikan penyelenggara jasa IN dan pihak-pihak lain yang
NDC sendiri, yang terdiri atas 3 digit (ABC) atau mempunyai kepentingan.
4 digit (ABCD). Digit terakhir berfungsi sebagai Dalam hal jumlah penyelenggara yang
identitas penyelenggara yang bersangkutan. menyediakan jenis jasa IN tertentu diperkirakan
NDC dengan 3 digit dialokasikan untuk melampaui jumlah kode yang tersedia, maka
penyelenggaraan yang berlingkup nasional, sedang kode penyelenggara harus menggunakan
NDC dengan 4 digit untuk penyelenggaraan yang kombinasi 2 digit (DE).
berlingkup regional. 6. Pengalamatan IP
NDC untuk jaringan bergerak seluler dialokasikan 6.1 Struktur IP Address (IPv4)
dari kelompok nomor A = 8. 6.2 Alamat Khusus (alamat Jaringan, Broadcast
3. Format penomoran dalam jaringan bergerak satelit Address dan Netmask)
Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit 6.3 Sintaks umum URL
menggunakan struktur penomoran yang sama dengan 6.4 Sintaks untuk skema protocol berbasis IP
N(S)N-Mobil dalam jaringan bergerak seluler. Seperti 7. Kode Akses ke Jaringan Komunikasi Data.
halnya dengan jaringan bergerak seluler, hanya NDC Akses ke jaringan komunikasi data dari jaringan
yang dialokasikan oleh Ditjen POSTEL, sedang nomor telepon/ISDN atau STBS dilakukan dengan
pelanggan diatur sendiri oleh penyelenggara. menggunakan kode akses. Kepada tiap jaringan
4. Format penomoran dalam penyelenggaraan jasa radio komunikasi data dialokasikan kode aksesnya sendiri
trunking secara individual. Untuk satu kode akses dapat
Penyelenggaraan jasa radio trunking menggunakan disediakan lebih dari satu titik akses agar supaya trafik
struktur penomoran yang sama dengan N(S)N-Mobil aksesnya tidak terlalu terpusat.
dalam jaringan bergerak seluler. NDC dialokasikan Untuk akses dari PSTN ke jaringan paket SKDP telah
oleh Ditjen Postel, sedangkan nomor pelanggan diatur dialokasikan kode akses berikut:
sendiri oleh penyelenggara. Akses ke titik pelayanan asinkron (PAD)
5. Format penomoran dalam penyelenggaraan jasa Rek. X.28 : 08611
Intelegent Network (IN) terdiri dari :
Akses ke titik pelayanan dengan moda
Nomor Nasional Pelayanan
Nomor Nasional Pelayanan mempunyai format paket Rek. X.32 : 08612
yang serupa dengan N(S)N, dan terdiri atas 3 digit 8. Pemetaan Nomor Telepon
Kode Akses Pelayanan dikombinasikan dengan 7 Pemetaan berdasarkan Domain Name Server (DNS)
digit Nomor Pelanggan. 9. Number Portability
Nomor Nasional Pelayanan mempunyai format Untuk penerapan Mobile Number Portability dapat
sebagai berikut: menggunakan metode All Call Query oleh jaringan asal
dan penggunaan database management dilakukan
secara terpusat dengan menggunakan sistem
ABC D(E) X1 X2 X3 X4 ..
konsorsium dari operator jaringan atau di outsource ke
pihak ketiga.
ENUM dan Mobile Number Portability dapat diterapkan di
di mana ABC adalah kode akses pelayanan, Indonesia pada tahun 2011 dimana semua jaringan sudah
sedang D (atau DE, menurut kebutuhannya) berbasis IP berdasarkan Draft Roadmap konvergensi TIK.
adalah kode penyelenggara yang mencirikan
penyelenggara tertentu. Kode penyelenggara
merupakan bagian dari nomor pelanggan.
Kode Akses Pelayanan KESIMPULAN
Kode akses pelayanan dialokasikan dari 1. Implementasi ENUM memberikan dampak terhadap
kelompok nomor dengan digit pertama A = 8. regulasi yang eksisting yaitu PP 52 tahun 2000 pasal
Kode Akses Pelayanan dialokasikan berdasarkan (3), KM 21 tahun 2001 pasal (3), KM 23 tahun 2002.
jenis pelayanannya, seperti Advanced 2. Untuk PP 52 tahun 2000 dalam hal jenis
Freephone, Premium Charging (Teleinfo), penyelenggaraan telekomunikasi yang semula dibagi
Credit Card Calling, Universal (Access) Number dalam tiga macam jenis penyelenggara yaitu
dan yang lain-lain. Setiap jenis pelayanan penyelenggara jaringan telekomunikasi, penyelenggara
memperoleh satu kode akses pelayanan yang jasa telekomunikasi dan penyelenggara telekomunikasi
harus digunakan secara bersama (sharing) oleh khusus menjadi hanya dua jenis saja yaitu
semua penyelenggara yang menawarkan jenis penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara
pelayanan yang sama. jaringan telekomunikasi.
5.3. Nomor Pelanggan 3. Pada KM 21 tahun 2001 pasal 3 mengenai jenis-jenis
Pengalokasian kode penyelenggara (digit D) penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dengan
diatur oleh Ditjen POSTEL, atau diimplementasikannya ENUM maka pembagian jenis
dikoordinasikan antara para penyelenggara jenis penyelenggaraan jasa sudah tidak ada lagi.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 57

4. Pada KM No.23 tahun 2002 pasal 12 tentang kode [6] ________ http://enumdata.org
akses dapat dibatasi untuk setiap pelanggan. [7] ________ Germany enum number. http://enumdata.org
5. Untuk format penomoran akan mengalami [8] Arif Fitrianto, Softswitch, Kunci Menuju Next Generation Network
(NGN) Dunia Telekomunikasi, 18 September 2003.
penambahan yaitu dengan menambahkan sistem http://www.itcenter.or.id
pengalamatan berbasis IP, pemetaan nomor telepon [9] Firginio Santareli, Analisis Solusi terhadap Kendala Implementasi
yang berdasarkan pada DNS, sistem yang digunakan ENUM sebagai Pengalamatan dalam Konsep NGN di Indonesia,
dalam penerapan number portability dan bagaimana Tesis S2, Departemen Teknik Elektro, Kekhususan Manajemen
pengaturan pemberian blok nomor kepada Telekomunikasi, tahun 2006.
penyelanggara sehingga tidak di dominasi oleh [10] Arief Hamdani Gunawan, ENUM dan problematikanya, PT.
Telkom, 29 Oktober 2007.
incumbent.
[11] ITU-T Recommendation E.164 Supplement 2, Number Portability,
November, 1998.
DAFTAR REFERENSI
[12] Official Gazette of the Regulatory Authority for Telecommunication
[1] Kuncoro Wastuwibowo, white paper, , Next Generation Network, and Post Order No.51, Rules for the allocation of national numbers,
Versi 8.0, Desember 2003 2004.
[2] ______, Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Draft Roadmap [13] Electronic Communications Committee (ECC) within the European
Konvergensi Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, Conference of Postal and Telecommunications Adminisrations
2007 (CEPT), Implementation of Number Portability in CEPT, Maret
[3] ______, Departemen Perhubungan, Keputusan Menteri No. 4 2003.
Tahun 2001 tentang FTP Nasional 2000, tahun 2001 [14] Romania National Regulatory Authority for Communications and
[4] ______, Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Penyusunan Konsep Information Technology, New National Numbering Plan in Romania,
Konvergensi Teknologi Telekomunikasi Menuju Next Generation 2004.
Network, 2006 [15] Romania National Regulatory Authority for Communications and
___________
[5] Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Pekerjaan Implementasi Information Technology, Number Portability, 2008.
Test Bed ENUM, Tahun 2006

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


58 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Perancangan Automatic Gain Control Untuk


Mobile WiMAX Pada Frekuensi 2,3 GHz
1
Gunawan Wibisono, 2Purnomo Sidi Priambodo, dan 3Rangga Ugahari
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok 16424 INDONESIA
E-mail: 1gunawan@eng.ui.ac.id, 2pspriambodo@ee.ui.ac.id, 3rangga.ugahari@gmail.com

Abstrak Seiring dengan perkembangan teknologi kendali yang baik terhadap tingkatan sinyal keluaran
telekomunikasi, kebutuhan manusia terhadap komunikasi tidak menjadi masalah yang sangat mendasar dalam
hanya suara saja, tetapi juga manusia membutuhkan komunikasi perencanaan sistem komunikasi. Oleh karena itu, maka
data seperti gambar maupun video dengan menggunakan digunakan Automatic Gain Control (AGC) untuk
peralatan wireless sehingga memiliki kemampuan mobilitas
yang tinggi. Salah satu teknologi wireless yang saat ini sedang
mengurangi variasi amplitudo yang terjadi pada sinyal
berkembang dan dapat memenuhi kriteria tersebut adalah keluaran yang dapat menyebabkan hilangnya informasi
mobile WiMax dengan standard IEEE 802.16e. Agar teknologi atau juga penurunan performansi sistem [1]-[2].
mobile WiMax ini dapat diaplikasikan dengan baik, maka B. Tujuan
kebutuhan akan selektifitas dan kendali yang baik terhadap Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu
tingkatan sinyal keluaran menjadi masalah yang sangat rancangan rangkaian automatic gain control untuk mobile
mendasar dalam perencanaan sistem komunikasi. Oleh karena WiMax 2.3 GHz berdasarkan pada standar IEEE 802.16e.
itu, maka digunakan Automatic Gain Control (AGC) untuk
mengurangi variasi amplitudo yang terjadi pada sinyal keluaran
yang dapat menyebabkan hilangnya informasi atau juga
penurunan performa sistem. Dalam penelitian ini, dilakukan
II. PERANCANGAN AUTOMATIC GAIN
perancangan rangkaian automatic gain control (AGC) yang CONTROL
terdiri dari beberapa bagian rangkaian yaitu variable gain
amplifier (VGA) yang berfungsi sebagai rangkaian yang Pada sistem mobile wimax, rangkaian AGC terletak di
penguatannya akan dikendalikan, detector berfungsi sebagai bagian RF receiver setelah rangkaian mixer dan sebelum
pendeteksi dari sinyal keluaran yang kemudian akan masuk rangkaian baseband. Rangkaian AGC yang akan
dibandingkan dengan sinyal acuan (sinyal yang diharapkan), dirancang akan diaplikasikan pada mobile wimax dengan
integrator yang berfungsi sebagai low pass filter dan juga menggunakan standard IEEE 802.16e dimana frekuensi
sebagai pembanding sinyal dari detector dengan sinyal acuan tengah yang akan digunakan untuk mobile wimax dipilih
yang keluarannya merupakan sinyal kendali yang akan
mengendalikan gain pada VGA. Dari hasil simulasi didapat
2,3 GHz dan tidak membutuhkan persyaratan line of sight
bahwa AGC yang dirancang memiliki intermediate frequency untuk jangkauan area yang dapat dicapai.
100 MHz, jangkauan input -100 dBm sampai 35 dBm untuk Berikut adalah spesifikasi rangkaian AGC yang akan
output 5,217 dBm, impedansi input matching 50 ohm dirancang :
Intermediate Frequency (IF) = 100 MHz
Kata KunciAGC, VGA, m-WiMAX Daya input = -56 dBm sampai 4 dBm
Daya Output = 5,217 dBm (IF output)
Gain Maksimum = 61.217 dB
I. PENDAHULUAN Impedansi matching = 50 ohm
A. Latar Belakang Untuk mendapatkan nilai daya output yang diinginkan
Sekarang ini, kebutuhan manusia terhadap komunikasi maka digunakan persamaan[7] :
tidak hanya suara saja, tetapi juga manusia membutuhkan
komunikasi data seperti gambar maupun video dengan N = 10 log (k Tb) + NF (1)
menggunakan peralatan wireless. Salah satu teknologi
wireless yang saat ini sedang berkembang dan dapat C = C/N + N (2)
memenuhi kriteria tersebut adalah WiMax.
Worldwide Interoperability for Microwave Access dimana,
(WiMAX) adalah teknologi wireless broadband yang k = konstanta Boltzman = 8.62 x 10-5 ev/k
sangat cocok untuk melakukan komunikasi berupa data Tb = 273 K
karena WiMax ini mempunyai bandwidth yang lebar dan NF = Noise Figure = 0.5 dB
bit rate yang besar. Standar WiMax ini diatur oleh C/N = 21 dB
standard IEEE 802.16. Maka didapatkan daya output (C) = 5,217 dBm.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi Gambar 1. menunjukkan diagram blok AGC yang
telekomunikasi, maka kebutuhan akan selektifitas dan akan dirancang [3].

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 59

nilai gain maksimum yang diharapkan adalah sebesar


61.217 dB. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan
nilai gain maksimum 61.217 dB seperti yang diharapkan,
maka dilakukan cascade 5 buah transistor seperti terlihat
pada Gambar 2. Berdasarkan perhitungan, dengan
menggunakan cascade 4 buah transistor sudah cukup
untuk menghasilkan nilai gain maksimum sesuai dengan
kriteria yang diinginkan, tetapi untuk mengantisipasi
adanya daya yang hilang ternyata sangat besar pada suatu
Gambar 1 Diagram blok AGC kondisi yang tidak terduga, maka akan lebih aman dengan
menggunakan cascade 5 buah transistor, sehingga gain
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa input akan maksimum yang dapat dihasilkan adalah sebesar 5 kali
masuk ke rangkaian variable gain amplifier (VGA), jadi 20.46 dB sama dengan 102.3 dB.
rangkaian VGA adalah rangkaian inti dari penguatan
yang akan dihasilkan. Pada rangkaian VGA tersebut, Detector
untuk melakukan penguatan digunakan transistor. Prinsip dasar untuk merancang AGC adalah bahwa
Sementara diagram blok yang lainnya seperti detector dan sinyal output yang akan dikendalikan salah satu caranya
integrator berfungsi sebagai proses untuk menghasilkan adalah dengan mengubah gelombang sinyal output
suatu sinyal kendali VC yang akan mengendalikan VGA. tersebut menjadi gelombang DC yang selanjutnya akan
dibandingkan dengan tegangan acuan yang diinginkan
Dikarenakan kemampuan transistor untuk sehingga dapat menghasilkan sinyal kendali yang akan
mengendalikan gain oleh rangkaian eksternal menaikkan mengatur besarnya gain dari transistor. Untuk dapat
dan menurunkan arus kolektor, maka ada dua metode menghasilkan gelombang DC pada rangkaian bias, maka
untuk mengimplementasikan AGC, reverse dan forward pada rancangan untuk simulasi digunakan AM
AGC. Reverse AGC merupakan metode yang jauh lebih demodulator yang akan membuat sinyal output IF yang
popular dibandingkan dengan forward AGC dan dapat memiliki frekuensi 100 MHz menjadi gelombang DC
ditemukan pada bagian Intermediate Frequency (IF) dari yang memiliki frekuensi 0 Hz. Adapun alasan
banyak radio. Sementara forward AGC kadang - kadang penggunaan AM demodulator sebagai detector yang
dirancang pada front-end RF amplifier, tetapi tidak menghasilkan gelombang DC adalah agar hasil dari
diharapkan untuk aplikasi yang umum karena simulasi bersifat ideal dan sesuai dengan yang
membutuhkan lebih banyak arus kolektor dibandingkan diharapkan. Gambar 3 menunjukkan diagram blok AM
dengan reverse AGC, dan memiliki lebih banyak respon demodulator yang dirancang.
gain yang berangsur - angsur.
VGA
Gambar 2 menunjukkan rangkaian VGA yang akan
dirancang menggunakan 5 transistor. Penggunaan 5
transistor bertujuan untuk mencapai penguatan yang
diharapkan.

Gambar 3. AM demodulator
Integrator
Gambar 4 menunjukkan rangkaian integrator hasil
rancangan.

Gambar 2. Rangkaian VGA dengan 5 transistor

Gambar 2. merupakan gambar rangkaian VGA hasil


rancangan. Terlihat pada Gambar 2. bahwa setelah sinyal
input terdapat kapasitor yang dirangkai seri yang
berfungsi sebagai DC block. Kapasitor tersebut berguna
untuk memastikan bahwa sinyal output yang masuk ke
dalam rangkaian adalah murni gelombang AC. Sementara
fungsi dari DC feed (induktor) seperti terlihat pada
Gambar 2. yaitu sebagai DC short pada rangkaian bias,
untuk memastikan bahwa pada rangkaian bias hanya
dapat melewatkan gelombang DC. Setelah dilakukan Gambar 4. Rangkaian integrator hasil rancangan
simulasi, rangkaian VGA single stage dengan satu
transistor hanya menghasilkan nilai gain maksimum Pada integrator, tegangan output dari detector akan
sebesar 20.46 dB pada frekuensi IF 100 MHz, sementara dibandingkan dengan tegangan acuan. Jika tegangan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


60 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

output dari detector lebih rendah dari tegangan acuan, frekuensi 100 MHz, jika cascade 5 buah transistor, maka
atau dengan kata lain input sinyal rendah, maka output seharusnya gain maksimum yang dapat dihasilkan adalah
dari integrator akan mendekati 0 V menuju ke VGA. Jika sebesar 117.2 dB, ternyata data yang didapatkan
tegangan output dari detector ternyata lebih besar dari berdasarkan hasil simulasi berbeda dengan data yang
tegangan acuan, maka tegangan negatif yang bernilai tertera pada datasheet. Hal tersebut dapat terjadi
besar akan ditempatkan pada bias input pada bias VGA. disebabkan karena pada saat melakukan simulasi tidak
diperhatikan parameter suhu, sedangkan pada datasheet
III. HASIL SIMULASI DAN ANALISA parameter suhu ikut diperhitungkan yaitu pada saat
temperatur 25oC. Namun demikian, hasil penguatan
Rangkaian AGC maksimum yang didapatkan berdasarkan simulasi yaitu
Gambar 5. menunjukkan rangkaian lengkap AGC yang 106.125 dB sudah memenuhi kriteria gain maksimum
dirancang. yang diinginkan yaiut sebesar 61.217 dB.
Tabel 1 menunjukkan hasil simulasi impedansi
matching pada rangkaian AGC yang dirancang.
R R R R R
V_DC
SRC10
Vdc=8 V
R21
R=50 Ohm
R26
R=50 Ohm
R24
R=50 Ohm
R28
R=50 Ohm
R29
R=50 Ohm Tabel 1 Hasil Simulasi Impedance Matching
C21 C22 C23 C24 C25 C26
Input C=1.0 uF C=1.0 uF C=1.0 uF C=1.0 uF C=1.0 uF C=1.0 uF Output
C BJT_NPN BJT_NPN BJT_NPN BJT_NPN C
Port C18 L L C19 Port
L15 BJT3 BJT4 BJT5 BJT2 L16
P1 C=20.66632 pF Model=AT-41533 Model=AT-41533 Model=AT-41533 Model=AT-41533 L=30.30061 nH C=12.51996 pF P3
Num=1 L=45.55143 nH L17 BJT_NPN L18 L19 L20 L21 Num=3
L=1.0 uH BJT1 L=1.0 uH L=1.0 uH L=1.0 uH L=1.0 uH
Model=AT-41533

R R R R R
R22 R25 R23 R27 R30
R=50 Ohm R=50 Ohm R=50 Ohm R=50 Ohm R=50 Ohm

t>0
t=0

ResetSwitch
SWITCH2

C
C20
C=1 pF

R Var VAR
Eqn R
R31 VAR2 AM_DemodTuned
R=1 Ohm PoutRef=5.217 _dBm R32
DEMOD1
Vref=sqrt(0.05*10**((PoutRef)/10)) R=50 Ohm
Fnom=100 MHz
OpAmp
AMP2 Rout=50 Ohm
R
R20 V_DC
R=1 Ohm SRC11
Vdc=Vref

Gambar 5. Rangkaian AGC hasil rancangan


Berdasarkan data pada Tabel 1terlihat bahwa pada
frekuensi 100 MHz didapatkan nilai impedance input
Terlihat pada Gambar 5. rangkaian automatic gain matching sebesar 50.041 + j0.047 dan nilai impedance
control hasil rancangan yang disimulasikan. Adapun output matching sebesar 50.165 + j0.023. Dengan hasil
parameter parameter yang digunakan untuk simulasi simulasi tersebut, dapat dikatakan bahwa rangkaian
adalah sebagai berikut : Intermediate Frequency (IF) : matching yang digunakan pada rangkaian VGA sudah
100 MHz, Daya input : -100 dBm sampai 30 dBm, dan memenuhi kriteria yang diinginkan yaitu impedance
Daya Output : 5,217 dBm (IF output) matching sebesar 50 ohm.
Hasil Simulasi Minimum dan Maksimum Input
Hasil Simulasi Perancangan VGA Gambar 7 menunjukkan hasil simulasi daya input dan
Gambar 6 menunjukkan hasil simulasi gain output dengan input -56 dBm.
maksimum dari AGC yang dirancang.

Gambar 7. Hasil simulasi daya input dan output dengan input -56
dBm
Gambar 6. Hasil simulasi gain maksimum

Berdasarkan parameter yang diinginkan menggunakan


Terlihat pada Gambar 6 gain maksimum yang daya input sebesar -56 dBm, seperti terlihat pada Gambar
dihasilkan adalah sebesar 106.125 dB. Nilai gain tersebut 7. menunjukkan nilai daya input sebesar -56 dBm. Daya
didapat dengan melakukan cascade 5 buah transistor, output yang dihasilkan adalah 5,217 dBm sudah sesuai
tetapi berdasarkan datasheet, jenis transistor yang dengan parameter yang diharapkan seperti terlihat pada
digunakan model AT-41533 dari Avago Technology dapat Gambar 7., yang berarti untuk daya input sebesar -56
menghasilkan gain maksimum sebesar 23.44 dB pada dBm, rangkaian automatic gain control yang dirancang

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 61

sudah dapat menghasilkan tegangan kendali yang sesuai dBm sangatlah lama ketika dibandingkan dengan
dan dapat mengendalikan gain dari rangkaian VGA percobaan sebelumnya ketika nilai gain yang dihasilkan
dengan sangat baik. Adapun transient response untuk transistor positif.
mencapai kondisi stabil pada angka 5,217 dBm adalah
sebesar 290 ndetik. Variasi Input
Gambar 8 menunjukkan hasil simulasi daya input dan Gambar 10. menunjukkan hasil simulasi daya input
output untuk input -100 dBm. dan output dengan input yang bervariasi.

Gambar 10. Hasil simulasi daya input dan output dengan input
yang bervariasi
Gambar 8. Hasil simulasi daya input dan output dengan input --100
dBm
Pada Gambar 10, terlihat bahwa rangkaian AGC yang
dirancang sudah dapat menanggapi perubahan input
Terlihat pada Gambar 8, ternyata dengan
dengan cukup baik. Bahwa ketika ada perubahan nilai
menggunakan daya input sebesar -100 dBm, rangkaian daya input, maka daya output yang dihasilkan naik sedikit
automatic gain control yang dirancang masih mampu lalu dengan cepat kembali lagi ke nilai output yang
untuk mengendalikan daya outputnya konstan dengan diharapkan.
nilai 5,217 dBm. Tetapi jika dibandingkan dengan Tabel 2 menunjukkan waktu untuk menjadikan output
Gambar 7, nilai settling time untuk data pada gambar 3.4 menjadi stabil.
sedikit lebih lambat yaitu sebesar 530 ndetik. Berarti
semakin besar gain yang harus dihasilkan oleh transistor, Tabel 2 Waktu untuk Mencapai Keadaan Output Stabil
maka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk Perubahan Perubahan Input Settling Time
mencapai suatu nilai output yang tetap. 1 Input awal -30 dBm 280 ndetik
Gambar 9. menunjukkan hasil simulasi daya inputdan 2 -30 dBm ke -15 dBm 200 ndetik
outputdengan input 35 dBm. 3 -15 dBm ke -10 dBm 800 ndetik
4 -10 dBm ke -5 dBm 1630 ndetik

Jika diperhatikan data pada Tabel 2, semakin daya


input mendekati nilai daya output yang diinginkan, maka
waktu settling time yang didapatkan akan semakin
lambat. Hal ini berhubungan dengan nilai dari tegangan
kendali yang dihasilkan oleh rangkaian integrator.
Gambar 11 menunjukkan hasil simulasi tegangan kendali
dengan input yang bervariasi.

Gambar 9. Hasil simulasi daya input dan output


dengan input 35 dBm
Ketika daya input yang masuk ke rangkaian AGC
lebih besar dari daya output yang diinginkan seperti
terlihat pada Gambar 9, berarti gain yang dihasilkan oleh
transistor akan bernilai negatif. Daya input 35 dBm lebih
besar dari daya output yang diinginkan sebesar 5,217
dBm. Maka yang terjadi adalah daya output yang
diinginkan dapat tercapai sebesar 5,217 dBm, tetapi
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai tetap 5,217

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


62 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 11. Hasil simulasi tegangan kendali dengan input yang


bervariasi

Pada daya input yang berubah ubah dari -30 dBm


sampai -5 dBm yang artinya daya input berubah ubah
dan terus mengalami kenaikan sedangkan output yang
diingikan adalah tetap sebesat 5,217 dBm. Maka untuk
dapat mengendalikan daya input yang berubah ubah
terus tersebut, dibutuhkan tegangan kendali yang dapat
mengatur besarnya gain dari transistor. Pada Gambar 11,
terlihat bahwa tegangan kendali yang dihasilkan terus
mengalami penurunan seiring dengan daya input yang
terus menaik. Hal tersebut berguna untuk menurunkan
nilai gain dari transistor, karena tegangan kendali tersebut
Gambar 12. Hasil simulasi tegangan output detector dan tegangan
akan masuk ke dalam basis dari transistor, sementara nilai acuan
penguatan transistor sendiri berbanding lurus dengan nilai
arus basis. Jadi, semakin kecil nilai tegangan kendali, Pada Gambar 12, besarnya nilai output dari detector
maka arus basis transistor juga semakin kecil yang mengikuti tegangan acuan, hanya saja terdapat riak riak
mengakibatkan nilai penguatan transistor juga semakin kecil yang disebabkan karena daya input yang masuk ke
kecil. rangkaian AGC berubah ubah. Untuk menghasilkan
daya output dari VGA semaksimal mungkin agar sesuai
Tabel 3 menunjukkan penguatan yang diperoleh dengan yang diharapkan, dibutuhkan nilai yang sama
dengan variasi daya input. antara kedua buah input dari rangkaian integrator yang
merupakan output dari detector dan juga tegangan acuan.
Tabel 3 Penguatan Untuk Variasi Input
Jika dilihat pada Gambar 12, maka data tersebut sudah
cukup sesuai dengan yang diharapkan untuk dapat
Daya Input (dBm) Daya Output (dBm) Penguatan
menghasilkan tegangan kendali yang dapat mengatur
-30 5,217 35,217
besarnya gain transistor yang sesuai dengan daya output
-15 5,217 20,217 yang diinginkan.
-10 5,217 15,217 Gambar 13 menunjukkan hasil simulasi daya output,
-5 5,217 10,217 output detector dan tegangan kendali pada AGC yang
dirancang.
Berdasarkan teori dasar dari transistor sebagai
penguat, berarti tegangan kendali yang dihasilkan
cenderung menurun seperti terlihat pada Gambar 11
sudah sesuai dengan gain yang diinginkan, sehingga
dapat menghasilkan tegangan output sesuai dengan yang
diharapkan. Tabel 4 menunjukkan penguatan dan
tegangan kendali yang dihasilkan dari rangkaian AGC
yang dirancang.

Tabel 4. Penguatan dan Tegangan Kendali

Penguatan (dB) Tegangan Kendali (V)


Gambar 13 Hasil simulasi daya output, output detector, dan
35,217 0,744 tegangan kendali
20,217 0,707
15,217 0,656 Detector yang digunakan pada rangkaian AGC ini adalah
10,217 0,551 AM_Demodulator, sehingga dapat menghasilkan simulasi
detector yang ideal. Dikatakan ideal karena seperti
Untuk mendapatkan suatu tegangan kendali yang terlihat pada Gambar 13 bahwa nilai daya output yang
baik, maka dibutuhkan suatu detector yang ideal, tidak merupakan input dari detector dan juga nilai dari output
banyak daya yang hilang, dimana nilai input dan output detector benar benar sama dan tidak ada daya yang
dari detector tersebut sebisa mungkin haruslah bernilai hilang sedikit pun pada detector. Sementara hubungannya
sama, hanya saja frekuensinya yang berbeda. Gambar 12 dengan tegangan kendali adalah tegangan kendali turun
menunjukkan hasil simulasi tegangan output detector dan saat adanya perubahan nilai dari daya output. Ketika daya
tegangan acuan. output mengalami kenaikan, maka pada saat itu juga
tegangan kendali mengalami penururnan yang berakibat
nilai gain juga turun dan dengan otomatis daya outputnya
pun akan turun kembali menuju nilai daya output acuan.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 63

Hasil tersebut sesuai dengan rangkaian integrator yang input yaitu tegangan output dari detector dan tegangan
digunakan. Tegangan keluaran integrator Vo diberikan referensi. Ketika tegangan output dari detector yang
oleh diterima bernilai lebih besar dari tegangan referensi,
maka tegangan kendali yang dihasilkan akan bernilai
1
t terus menurun, sedangkan ketika tegangan output dari
Vo = Vr
C (Vs Vr )dt
0 (2)
detector yang diterima lebih kecil dari tegangan referensi,
maka tegangan kendali yang dihasilkan akan bernilai
terus naik. Ketika tegangan output dari detector bernilai
sama dengan tegangan referensi, maka tegangan kendali
Persamaan (3) didapatkan dengan melakukan analisa yang dihasilkan akan bernilai sama dengan tegangan
nodal pada rangkaian integrator pada Gambar 14. referensi yang artinya output yang dihasilkan oleh
rangkaian VGA sudah sesuai dengan output yang
diharapkan. Analisa matematis tersebut ternyata sesuai
dengan hasil simulasi yang didapatkan.
Setelah dilakukan simulasi secara keseluruhan, maka
dapat dihasilkan data seperti pada Tabel 5 yang berarti
bahwa rangkaian AGC hasil rancangan telah dapat
memenuhi target dari parameter parameter yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Tabel 5. Perbandingan Hasil Simulasi Dan Target


Parameter Target Hasil

Intermediate Frequency 100 MHz 100 MHz

Daya input minimum -56 dBm -100 dBm

Daya input maksimum 4 dBm 35 dBm


Gambar 14. Rangkaian integrator
Daya output 5,217 dBm 5,217 dBm

Dari Gambar 14, pada node positif : Gain maksimum 61,217 dB 106.125 dB
V Vr
=0 Input matching 50 ohm (50.041+j0.047) ohm
1 Output matching 50 ohm (50.165+j0.023) ohm
V = Vr
Pada node negatif :
V Vs d (V Vo )
+C =0 kesimpulan
1 dt
Vr Vs d (Vr Vo ) Dari hasil perancangan dan simulasi AGC maka
+C =0 didapat kesimpulan sebagai berikut:
1 dt
d (Vr Vo )
1. Rangkaian AGC dapat berfungsi dengan baik pada
Vr Vs + C =0 intermediate frequency 100 MHz.
dt
2. Jangkauan daya input yang masih dapat
d (Vr Vo )
C = Vs Vr dikendalikan untuk menghasilkan output sebesar
dt 5,217 dBm adalah dari -100 dBm sampai 35 dBm.
d (Vr Vo ) 1
= (Vs Vr ) 3. Gain maksimum yang dapat dihasilkan oleh
dt C rangkaian AGC hasil rancangan adalah sebesar
t
1 106.125 dB.
Vr Vo = (Vs Vr )dt
C0 4. Impedance matching dirancang agar memiliki nilai
1
t 50 ohm dan dihasilkan nilai input matching
(Vs Vr )dt
C 0
Vo = Vr + (50,041+j0,047) ohm dan nilai output matching
(50,165+j0,023) ohm.
t
1
(Vs Vr )dt
Vo = Vr 5. Setelah dilakukan simulasi, maka didapatkan hasil
C 0 bahwa rangkaian automatic gain control yang
Dimana dirancangan sudah dapat memenuhi tujuan dari
Vs = Tegangan output dari detector parameter parameter yang akan dicapai.
Vr = Tegangan referensi
Vo = Tegangan kendali PERNYATAAN
Berdasarkan persamaan (3), maka terlihat bahwa Penelitian ini didanai oleh Riset Unggulan Universitas
tegangan kendali yang dihasilkan untuk mengendalikan Indonesia Tahun 2009 Bidang Unggulan Information and
gain dari rangkaian VGA sangat bergantung dari nilai dua Communication Technology (ICT).

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


64 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

DAFTARREFERENSI [2] C.Ling-yun, S.Wen-tao, L.Han-wen, AGC and IF Amplifier


[1] Pankaj Goyal, Automatic gain control in burst communications Circuits Design, Shanghai Jiao Tong University, F.Zhen-he,
systems, RF design, February 2000. Shanghai University, China.
[3] Maas, Stephen A, The RF and Microwave Circuit Design
Cookbook, Artech House Boston, London, 1998.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 65

SUDUT DATANG OPTIMUM DENGAN MENGGUNAKAN


SIGNAL CANCELLATION DESPREADING PADA SISTEM CDMA
Lucia Jambola
Institut Teknologi Nasional
Jln. PKH Hasan Mustapha No. 17 Bandung
Email : yola_165@yahoo.com

Abstrak

Beamforming untuk arah uplink pada sistem DS


CDMA dengan array antena pada Base Station, I.PENDAHULUAN
menggunakan metode metode yang tergantung pada 1.1 Latar Belakang
matriks kovarian sinyal sinyal sebelum mengalami Generasi ke 3 mendukung kecepatan bit (bit rate)
proses despreading dan sinyal sinyal yang yang bervariasi. Kecepatan bit yang bervariasi akan
diperoleh setelah proses despreading. Pada sistem mengakibatkan processing gain (PG) yang bervariasi.
yang sebenarnya ketelitian proses kuantisasi pada Untuk transmisi dengan kecepatan bit yang tinggi,
sinyal- sinyal sebelum proses despreading biasanya processing gain akan rendah dan daya diperbesar
sangat rendah, sehingga jika digunakan untuk untuk memperoleh kualitas transmisi yang baik, akan
menghitung pembobot beamforming secara langsung tetapi naiknya daya akan menyebabkan sumber
bisa mengakibatkan kinerja yang buruk. Ketelitian interferensi yang besar bagi pengguna (user) lainnya,
dari proses kuantisasi akan bertambah baik setelah sehingga pemakaian kriteria Maximum Signal to Noise
proses despreading sinyal yang diterima yaitu dengan Ratio (MSNR) untuk pembentukan beamforming
menggunakan metodePenapisan Kode (Code menjadi tidak tepat, maka digunakan Maximum Signal
Filtering), selain metode tersebut ada cara Interference Plus Noise Ratio (MSINR).
pendekatan lain dimana beamforming masih Ada beberapa metoda pembentukan
tergantung dari despreading sinyal oleh kode tapis beamforming dengan kriteria MSINR diantaranya
(code filter), tetapi menggunakan matriks kovarian metode Penapisan Kode dan metode Signal
sinyal yang diperoleh dari proses despreading lain Cancellation. Metode Penapisan Kode tergantung
yang disebut Signal Cancellation. pada matriks kovarian sinyal sinyal sebelum proses
Pada penelitian ini akan dilihat sudut datang despreading dan sinyal sinyal yang diperoleh
dengan beamforming menggunakan metoda setelah proses despreading, tetapi pemakaian sinyal
Penapisan Kode, Signal Cancellation, tanpa sebelum despreading untuk menghitung pembobot
menggunakan beamforming . Beamforming akan beamforming secara langsung bisa mengakibatkan
dilihat pada beberapa kondisi, yaitu berdasarkan kinerja yang buruk. Pada metode Signal Cancellation
jumlah keseluruhan pengguna dan berdasarkan matriks kovarian pada sinyal sebelum despreading
perbandingan daya pengguna yang diinginkan dengan tidak digunakan, sehingga akan didapatkan kinerja
daya pengguna yang tidak diinginkan (daya yang lebih baik.
pengganggu). Beamforming dipengaruhi oleh
pembobot yang diberikan pada sinyal keluaran
despreader, dalam perhitungan pembobot diperlukan 1.2.Tujuan Penelitian
inversi matriks kovarian sinyal pengganggu dan
estimasi sudut datang yang diinginkan. Signal 1. Membandingkan estimasi sudut datang
Cancellation memiliki ketelitian yang lebih baik dalam metoda Signal Cancellation dengan metoda
menghitung inversi matriks kovarian sinyal Penapisan Kode
pengganggu dan estimasi sudut datang yang 2. Membandingkan Diagram Polar Array Respon
diinginkan dibandingkan metoda Penapisan Kode Vector dari metoda Signal Cancellation
terutama untuk kondisi jumlah keseluruhan pengguna dengan metoda Penapisan Kode null
3 dan perbandingan daya pengguna yang diinginkan
dengan daya pengganggu 1:10. 1.3. Batasan Masalah
1. Processing gain yang digunakan tidak
Kata kunci : beamforming, kinerja SINR, pembobot bervariasi (PG=128)
beamforming, sudut datang, diagram polar 2. Simulasi dilakukan dengan tinjauan satu
lintasan.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


66 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

3. Perhitungan vektor pembobot menggunakan dimana T = interval simbol, Aj = Amplitudo sinyal


inversi matriks langsung tanpa melakukan yang ditransmisikan MS ke-j, bj[n] = simbol ke-n, dan
iterasi dj(t:n) = sinyal penebar (spreading) transmisi ke-j.
Sinyal spreading bisa dituliskan sebagai:
G 1
(2.2)

d (t ; n) = c [ g ; n] (t gT )
j
g =0
j c

II. TEORI DASAR dimana Tc = interval chip, G = T/Tc adalah processing


2.1. Konsep Dasar Beamforming gain, cj[g;n] = elemen ke-g dari sekuen spreading
Beamforming adalah proses pembentukan berkas simbol ke-n dari transmisi ke-j, (t) = pulsa chip
(beam) ke arah pengguna yang diinginkan dan dalam unit energi.
menekan sinyal dari pengguna lain yang tidak Jika dimisalkan terdapat array linear dengan
diinginkan sehingga beamforming dapat dikatakan jumlah antena = N dengan jarak antar elemen antena =
sebagai spatial filtering. Pembentukan berkas ke arah panjang gelombang (). Maka sinyal yang keluar
pengguna yang diinginkan dapat dilakukan dengan dari elemen antena ke-m bisa dituliskan sebagai
memberikan pembobotan pada setiap elemen antena di berikut:
J Kj
sisi pengirim dan penerima. x m (t ) = {( v j (t j ,k )
j =1 k =1

exp[ j 2 ( f d cos j ,k t f c j , k )]
exp[ i (m m0 ) sin j ,k ]) + n m (t ) (2.3)

dimana J = jumlah MS yang mentransmisikan sinyal,


Kj = jumlah lintasan jamak untuk MS ke-j, fd =
frekuensi Doppler maksimum, fc = frekuensi
pembawa, j,k = arah komponen lintasan jamak ke-k
terhadap vektor kecepatan dari MS ke-j, d j,k = delay
propagasi, j,k = sudut datang dari komponen lintasan
jamak, m0 = elemen antena yang dijadikan sebagai
referensi. Sehingga indeks pada persamaan (2.1)-(2.3)
adalah sebagai berikut : indeks antena = m, indeks MS
Gambar 2.1 Beamforming pada sisi penerima
= j, indeks lintasan propagasi = k, indeks waktu chip =
g, indeks waktu simbol = n.
Secara umum, untuk mendapatkan beamforming
Jika delay propagasi dari setiap sinyal komponen
MSINR, diperlukan matriks kovarian dari sinyal yang
lintasan jamak untuk MS ke-j, maka sinyal masukan
diinginkan dan sinyal sinyal pengganggu. Matriks
(sinyal sebelum despreading) terhadap PN-Correlator
matriks ini diestimasi dari sinyal yang diterima. Jika
(finger) ke-k pada elemen antena ke-m bisa dituliskan
sinyal yang diinginkan dan sinyal sinyal pengganggu
sebagai:
diterima secara bersamaan, matriks kovarian dari
sinyal yang diinginkan dan sinyal sinyal yang
x j ,k , m [ g ] = ( ) x m (t ) |t = j , k + gTc (2.4)
mengganggu tidak bisa didapat secara terpisah. Jika
semua daya pengguna dan processing gain sama, sifat
statistik sinyal sinyal pengganggu setelah proses Keluaran dari PN-Correlator ke-k, merupakan ekstrak
despreading mendekati Adaptive White Gaussian dari sinyal MS ke-j pada elemen antena ke-m adalah:
Noise (AWGN), maka MSINR beamfoming menjadi
MSNR beamforming. 1 G 1
(2.5)
y j , k , m [ n] =
G
c [ g ; n] x
g =0
j j ,k ,m [Gn + g ]

2.2. Model Sistem


Jika ada sebuah kanal uplink dari sistem CDMA, Dari persamaan (2.3) sampai (2.5), vektor sinyal
sinyal-sinyal yang ditransmisikan dari sejumlah J unit sebelum despreading dan setelah despreading pada
bergerak (mobile-stations,MS) ke base station dengan penerima bisa dituliskan berturut-turut sebagai berikut:
beberapa antena penerima, maka baseband sinyal yang
ditransmisikan oleh MS ke-j adalah: [
x j ,k [ g ] = x j ,k ,1 [ g ] x j ,k , 2 [ g ] ... x j ,k , N [ g ] ]
T
(2.6)

(2.1)
j
v (t ) = A b [n]d (t nT ; n)
j j j
n =
[
y j ,k [n] = y j ,k ,1 [n] ]
y j , k , 2 [n]... y j , k , N [n]
T
(2.7)

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 67

E | w s[n] | 2
H

(2.11)
SINR = arg max H
w
E | w u[n] |
2

m=1 r
x j , K j [ g]
karena
E | w s[n] | 2 = E w s[n] s[n] H w[n]
H H
x j , K j ,1[g]
y j , K j ,1[n]

H
m=2 y j ,1,1[n] = w [ Rss ]w[n]
x j , K j ,2[ g]
y j , K j ,2[n]
r maka persamaan (2.11) bisa dituliskan kembali
y j , K j [n]
m=N y j ,1,2[n] sebagai:
H

x j , K j , N[ g] SINR = arg max


w Rss w (2.12)
y j , K j , N[n] H
w
w Ruu w
y j ,1, N[n] dimana Rss dan Ruu berturut-turut adalah matriks
kovarian dari s[n] dan u[n] .
Sehingga dari persamaan (2.12), vektor pembobot
Gambar2.2.ModelSistem optimal w MSNIR adalah vektor eigen dominan yang
diperoleh dari harga eigen maksimum dari persamaan
Karena digunakan penggabung RAKE dua generalized eigen system pasangan matriks (Rxx, Ruu):
dimensi, vektor pembobot yang optimal untuk MS ke-j R ss w MSNIR = max Ruu w MSNIR (2.13)
ditemukan untuk setiap lintasan propagasi, yaitu untuk
k = 1, 2, ... , Kj, sehingga keluaran akhir array atau biasa ditulis dengan w MSNIR = d ( Rss , Ruu )
merupakan kombinasi sejumlah Kj keluaran-keluaran SINRmax = PG.Pi aiH Ruu1 a i (2.14)
array. Maka satu vektor pembobot menghasilkan satu
beam ke arah MS yang diinginkan untuk setiap 2.4. Beamforming berdasarkan w MSNIR = Ruu1 a i
komponen lintasan jamak. Setiap keluaran array
Metode Penapisan Kode [3]
merupakan perkalian skalar vektor pembobot dengan
Metode Penapisan Kode mengasumsikan deretan
vektor sinyal setelah despreading,
H chip yang ditransmisikan oleh MS berbentuk pulsa
yout j ,k [n] = w j ,k y j ,k [n] , sehingga keluaran akhir dari kotak (square pulse) dan kanal mempunyai
array yang merupakan representasi sinyal yang karakteristik low-pass filter yang ideal dengan lebar
ditransmisikan oleh MS ke-j bisa dituliskan sebagai: pita frekuensi (bandwidth) = 1/Tc, dalam kasus ini =
K
H j
(2.8) = 1 . Jika pulsa yang diterima berbentuk segiempat
yout [n] =
j
w j , k y [ n]
k =1
j ,k
(rectangular) maka = 2/3.
Karena s[n] dan u[n] tidak bisa diperoleh secara
terpisah dari sinyal yang diterima, tidak mungkin
diperoleh vektor pembobot optimal w MSNIR dengan
memecahkan persamaan (2.13). Telah ditunjukkan
2.3. Metode Beamforming dengan SINR pada metoda Penapisan Kode [3], matriks kovarian
Maksimum Rss dan Ruu dapat diestimasi dari vektor sinyal sebelum
Dari persamaan (2.7), vektor sinyal setelah despreading persamaan (2.6) dan vektor sinyal setelah
despreading bisa dituliskan sebagai penjumlahan despreading persamaan (2.7), dengan mengeksploitasi
sinyal yang diinginkan s[n] dan sinyal pengganggu karakteristik khusus dari sistem CDMA. Dengan
ditambah derau u[n] , mengambil keuntungan dari processing gain PG pada
y[n] = s[n] + u[n] (2.9) keluaran despreader, bisa ditunjukkan bahwa:
J
R xx = E x[l ] x [l ] = Pj a j a j + 2 I
H H
s[n] adalah vektor sinyal yang diterima tanpa j =1
interferensi dan derau, hasil transmisi oleh MS ke-j (2.15)
= Rss + Ruu
melalui lintasan ke-k, dengan simbol informasi bj[n]. J
R yy = E y[n] y [n] = G . Pi a i a +
H H
Sehingga vektor sinyal s[n] adalah: i Pj a j a Hj + 2 I
j i
s[n] = PG A j a j , k [n] b j [n] (2.10)
= GRss + Ruu (2.16)
disebut dengan array response vector (ARV).
a j ,k [n] J
Ruu = Pj a
H
jaj + 2 I (2.17)
Vektor pembobot yang optimal dengan kriteria SINR
j i
bisa dituliskan sebagai:

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


68 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

dimana (xi) dan (zeta) adalah skalar, yang J


(2.24)
R zz = E z[n] z [n] = Pj a j a j + 2 I
H H

ditentukan oleh bentuk pulsa chip (Chip Pulse j i


Waveform, CPW) yang diterima, Pj = daya sinyal Dari persamaan (2.22) dan (2.23), terlihat bahwa
yang diterima dari MS ke-j, aj adalah array response
vector (ARV) dari MS yang bersangkutan, 2 adalah
variansi AWGN, indeks i menyatakan MS yang R zz = Ruu (2.25)
diinginkan .
Dengan menggunakan persamaan (2.21) dan
Berdasarkan persamaan (2.12) dan (2.16),
perhitungan w MSNIR bisa menggunakan persamaan
(2.25), persamaan SINR (2.12) menjadi,
sebagai berikut [3] :
H
w MSNIR = Ruu1 a i (2.18) w Rss w
SINR = arg max H
w
w Ruu w
dimana ai = array respons vector (ARV) dari MS ke-i. w
H
[(R R zz ) G w ]
Dari persamaan (2.15) dan (2.16) menunjukkan = arg max
yy (2.25)
H
bahwa Ruu bisa dihitung dengan:
w
w R zz w
1 (2.19) Akan dimaksimalkan dengan wMSINR = R zz1 a i .
Ruu = Rxx R yy
PG Metode Beamforming ini disebut dengan Signal-
Meskipun demikian, CPW yang berbeda akan Cancellation Beamforming (SCB). Array Response
menghasilkan dan yang berbeda sehingga Ruu, Vector (ARV) untuk SCB a i = d ( R yy R zz ) .
Penapisan Kode pada persamaan (2.19) merupakan
aproksimasi harga Ruu yang sebenarnya (true) dari SCB tidak melibatkan vektor sinyal sebelum
persamaan (2.17). despreading ( x[l ] ) tetapi menggunakan vektor-vektor
Pada metoda Penapisan Kode dikatakan bahwa sinyal setelah despreading ( y[n] dan z[n] ) untuk
a i = d ( R yy , R xx ) , tetapi pada kenyataannya didapatkan menghitung pembobot beamforming sehingga didapat
hubungan : kinerja yang baik.
a i = Rxx v dimana v = d ( R yy , R xx ) (2.20)
III. SIMULASI DAN ANALISA
Maka, metode Penapisan Kode untuk perhitungan
Array Response Vector (ARV), tidak akurat kecuali Blok diagram untuk simulasi dapat digambarkan pada
matriks Rxx merupakan matriks identitas I. Gambar 3.1sampai Gambar 3.3 berikut
2.5. Beamforming berdasarkan eigen vektor Proses spreading

dominan Data Acak Modulasi


s(n) Vektor Kanal x(n)=q(n) + n(n)
Kompleks X
BPSK
Metode Signal Cancellation Beamforming (SCB)[1] ARV

Matriks kovarian dari sinyal setelah despreading


bisa dituliskan lagi sebagai berikut: Generator
PN Code c1[g;n]

R yy = PGRss + Ruu (2.21)


dimana kontribusi dari sinyal yang diinginkan: Gambar 3.1 Blok Diagram Pengirim Untuk
H Metoda Penapisan Kode dan Metoda Signal
PGRss = PG Pi ai ai (2.22) Cancellation
dan kontribusi dari sinyal pengganggu ditambah derau dimana :
adalah
J s(n) = sinyal baseband yang ditransmisikan oleh MS
H
(2.23)

R = P a j a j + 2 I
uu
j i
j
q(n) = sinyal s(n) yang sudah melewati kanal
Signal Cancellation Despreading [1], komunikasi
menggunakan ide jika sinyal sebelum proses
despreading dikorelasikan dengan deretan chip yang
telah diubah polaritasnya pada setiap pulsa chip dari
deretan chip yang asli untuk MS yang diinginkan,
maka kontribusi dari MS ini hilang dan matriks
kovarian Signal Cancellation dari vektor sinyal setelah
proses despreading z[n] adalah

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 69

m=1
Proses 1. 128
x(n)=q(n)+n(n)
despreading
y(n) 2. ProcessingGain 5
x x
3. Jumlah Antena /2
m=2 c1 [ g ; n] w1* 4 Jarak antar elemen 5000(bit)
x(n)=q(n)+n(n) y(n) w*y1 5 antena 45o
.
x x + Jumlah data
.
c1 [ g ; n] .
w2*
Sudut dari pengguna
.
m=5 . yang diinginkan
.
x(n)=q(n)+n(n) y(n)
x x
w5* Sedangkan Array Response Vector (ARV) untuk
c1 [ g ; n]
... ... simulasi ini adalah:
Penapisan Kode
1 1
Ruu = R xx
G
R yy
. e j 2 d sin /
a i = d ( Ryy , Rxx ) .
wMSNIR = Ruu1 ai . e j 4 d sin /
ARV = a ( ) = .
Gambar 3.2. Blok Diagram Penerima untuk
.
Metoda Penapisan Kode
.
dimana : e j 2 ( M 1 ) d sin /

n(n) = derau putih (AWGN)
dimana M = jumlah elemen antena
Rxx = matriks kovarian x(n)
Ryy = matriks kovarian y(n) Sedangkan asumsi dan kondisi untuk melakukan
Ruu = matriks kovarian u(n) simulasi
c1[g;n] = deretan chip yang asli untuk MS yang Secara umum adalah :
diinginkan
1. Perhitungan matriks kovarian dilakukan per bit,
m=1 Proses
saat mencari pembobot
despreading
x(n)=q(n)+n(n) y(n)
2. Simulasi dan analisa dilakukan pada baseband.
x x
3. Modulasi yang dipergunakan adalah Binary Phasa
c1[ g ; n]
x
w1 *
Shift Keying (BPSK)
m=2
z(n)
p1 [ g ; n]
x(n)=q(n)+n(n) y(n) w*y1
HASIL SIMULASI
.
x x +
1. Simulasi dilakukan berdasarkan :
w2 *
. c1[ g ; n]
x
Jumlah keseluruhan pengguna = 3
.
m=5
z(n)
Perbandingan daya pengguna yang diinginkan
x(n)=q(n)+n(n)
p1[ g ; n]
y(n)
dan daya pengganggu 1:1
x x
w5 *
c1[ g ; n] Estimasi Sudut Pengguna Yang Diinginkan
100
x
Tapis Kode
z(n) 80 S.Cancel
p1 [ g ; n]
60

Signal Cancellation 40

a i = d ( R yy R zz ) . Su
dut 20
.
(de
wMSINR = Rzz1 a i . raj 0
at)

-20

Gambar 3.3. Blok Diagram Penerima untuk -40

Metoda Signal Cancellation -60

-80

Parameter pada simulasi ini adalah : -100


0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
Bit informasi ke -

Tabel 3.1. Parameter simulasi Gambar 3.4. Estimasi Sudut Pengguna yang
No Parameter Notasi dan Diinginkan Untuk Metoda Penapisan Kode dan
Nilai Signal Cancellation

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


70 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

90 2 .5
120 60
2
90
1 .5
2.5
150 30 120 60
1 2
0 .5 1.5
150 30
180 0 1

0.5

210 330 180 0

240 300
270
210 330

Gambar 3.5. Diagram Polar Array Respon Vector 240 300

untuk Metoda Signal Cancellation 270

90 2
120
1.5
60
Gambar 3.8. Diagram Polar Array Respon Vector
150 1 30 untuk Metoda Signal Cancellation
0.5

180 0
90
2.5
120 60
2
210 330
1.5
150 30
1
240 300
270 0.5

180 0

Gambar 3.6. Diagram Polar Array Respon Vector


untuk Metoda Penapisan Kode 210 330

Dari ketiga gambar tersebut dapat dilihat bahwa : 240 300

1. Dengan sudut datang 45o, estimasi sudut 270

datang (Direction of Arrival) metoda Signal


Cancellation lebih konstan dibandingkan Gambar 3.9. Diagram Polar Array Respon Vector
metoda Penapisan Kode (Gambar 3.4) untuk Metoda Penapisan Kode
2. Diagram Polar Array Respon Vector dari
metoda Penapisan Kode memiliki lobe sisi Dari ketiga gambar tersebut dapat dilihat bahwa:
yang lebih banyak dibandingkan metoda
Signal Cancellation (Gambar 3.5 dan 1. Estimasi sudut datang metoda Signal
Gambar 3.6) Cancellation tetap mengarah sudut pengguna
yang diinginkan (45o) sedangkan metoda
2. Simulasi dilakukan berdasarkan : Penapisan Kode memiliki estimasi tidak
Jumlah keseluruhan pengguna = 3 sesuai dengan sudut datang yang diinginkan
Perbandingan daya pengguna yang diinginkan dan (Gambar 3.7)
daya pengganggu 1:10 2. Diagram Polar Array Respon Vector dari
50
Estimasi Sudut Pengguna Yang Diinginkan metoda Signal Cancellation memiliki lobe
40
Tapis Kode
S.Cancel
utama yang tetap mengarah pada sudut
30
pengguna yang diinginkan (45o), sedangkan
20
metoda Penapisan Kode null pada sudut
45o(Gambar 3.8 dan Gambar 3.9)
Su
dut
(de 10
raj
at)
0

-10 3. Simulasi dilakukan berdasarkan :


-20 Jumlah keseluruhan pengguna = 25
-30 Perbandingan daya pengguna yang diinginkan
-40
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
dan daya pengganggu = 1:10
Bit informasi ke -

Gambar 3.7. Estimasi Sudut Pengguna yang


Diinginkan Untuk Metoda Penapisan Kode dan
Signal Cancellation

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 71

80
Estimasi Sudut Pengguna Yang Diinginkan
Dari ketiga gambar tersebut dapat dilihat bahwa:
Tapis Kode
S.Cancel
60
1. Estimasi sudut metoda Signal Cancellation
lebih mengarah pada sudut datang 38o,dan
40
Su metoda Penapisan Kode lebih bervariasi
dut
(de
raj
20 (Gambar 3.10).
at)
2. Diagram Polar Array Respon Vector dari
0
metoda Signal Cancellation memiliki lobe
-20
utama yang mengarah pada sudut 38o
sedangkan metoda Penapisan Kode memiliki
-40
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
lobe utama yang mengarah pada pada sudut
Bit informasi ke -
45o tetapi memiliki lobe sisi yang cukup besar
(Gambar 3.11 dan Gambar 3.12)
Gambar 3.10. Estimasi Sudut Pengguna yang
Diinginkan untuk Metoda Penapisan Kode dan IV. KESIMPULAN
Signal Cancellation Estimasi sudut datang dan diagran polar ARV
metoda Signal Cancellation lebih baik
dibandingkan metoda Penapisan Kode, terutama
pada kondisi jumlah pengguna yang sedikit dan
perbandingan daya pengguna yang diinginkan
dengan daya pengganggu 1:10. Sehingga metoda
Signal Cancellation sangat tepat untuk
diaplikasikan pada sistem CDMA generasi 3 yang
memiliki kecepatan bit yang bervariasi.

Daftar Pustaka
1. T. Luo and S.D. Bolstein, Using Signal
Gambar 3.11. Diagram Polar Array Respon Vector
Cancellation for Optimum Beamforming in
untuk Metoda Signal Cancellation
Cellular CDMA system, in Proc. IEEE
International Conference on Acoustics, Speech
and Signal Processing ICASSP98, vol.4, May-
1998, pp 2493-2496S.
2. Choi, J.Choi, H.J. Im, and B.Choi, A novel
adaptive beamforming algorithm for antenna
array CDMA systems with strong interferers,
IEEE Trans.Veh.Technol., vol.51, no.5, pp.
808-816, Sept.2002.
3. Naguib, Adaptive Antennas for CDMA
Wireless Networks, Ph.D. dissertation,
Stanford University, Stanford, CA, Aug.1996.
4. M. Kim, S. Ahn, S.Choi, T.K. Sarkar, An
adaptive beamforming algorithm for smart
Gambar 3.12. Diagram Polar Array Respon Vector
antenna system in practical CDMA systems,
untuk Metoda Penapisan Kode
IECIE Trans.Comm, vol.E86-B, no.3 March
2003.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


72 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE), August 4, 2009

PERENCANAAN QUALITY IMPROVEMENT


DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA
DAN VALUASI EKONOMI DENGAN
PENDEKATAN WILLINGNESS TO PAY PADA
PELAYANAN 08001TELKOM
Author
Palti MT Sitorus
Institut Manajemen Telkom
Bandung, West Java, 40152
palti@imtelkom.ac.id

Abstract-- Along with information technology acceleration jasa dikenal konsep 7 waste. Sedikit berbeda dengan 7
in telecomunication and media, followed with competition in waste dalam manufaktur, pada industri jasa 7 waste
Hign End Market (HEM) for telecommunication facilities, as a diantaranya terdiri dari Errors in Documents, Transport of
consequences is telecommunication provider be improving in Documents, Doing Work not Requested, Waiting do for the
pre sales service and after sales service. In pre sales service next step, Process Steps and Approvals, Unnecessary
include information of product, in after sales include Motion dan Backlog of Work. Aktivitas-aktivitas semacam
instalation delivery and fraud handling. This study is going to waste inilah yang perlu dikurangi untuk setiap proses jasa.
elaborate how to plan the quality improvement base on lean
six sigma and willingness to pay. Object study is Telkom II. PERUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Indonesia, especially Divisi Enterprise. Objective of this study
is what the primary waste in process service to customer. Masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah
Finding of the study, the Internet Process for new customer bagaimana merumuskan dan memodelkan hubungan
and VPN-IP are critical process. As the willingness to pay of alternatif-alternatif quality improvement dengan pendekatan
critical process arround in 45,2% - 60,3%. The level is high, Lean Six Sigma mengenai kualitas pelayanan
the meaning for improving toInternet process and VPN ID 08001TELKOM untuk mencapai kepuasan dan loyalitas
have significant to revenue growth. This study is important in customer.
order to know whether or not the critical process have relation
ship to willingness to pay. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini
antara lain:
Keywords: Quality, Lean Six Sigma, Process 1. Pengamatan dilakukan terhadap pelayanan call
Improvement, Waste, Willingness to Pay center 08001TELKOM yang meliputi : informasi
penanganan gangguan, informasi progress
I. LATAR BELAKANG provisioning dan pasang baru.
Continous Process Improvement merupakan metode 2. Rencana process improvement berdasarkan pada
perbaikan proses yang seringkali diterapkan di banyak variabel Critical to Quality (CTQ) pada proses
perusahaan. Metode ini seringkali digunakan karena pelayanan call center 08001TELKOM.
improvement bukanlah sebuah proyek yang memiliki awal 3. Identifikasi waste berdasarkan pada konsep 7
dan akhir melainkan sebuah continous process. waste dalam proses implementasi customer care
Improvement dapat diterapkan dalam segala hal, untuk corporate customer.
diantaranya peningkatan kualitas produk/layanan.
III. TUJUAN PENELITIAN
Kualitas produk/layanan banyak dijelaskan dari apa dan
bagaimana yang kita kerjakan untuk menghasilkan Beberapa tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian
produk/layanan tersebut. Konsumen merasakan kualitas ini antara lain:
produk/layanan melalui variasi yang dihasilkan. Variasi 1. Menganalisis implementasi customer care PT
ditimbulkan oleh proses yang dikerjakan, yang mana variasi Telkom untuk corporate customer.
akan semakin baik jika mendekati rata-rata spesifikasi yang
diinginkan konsumen. Perusahaan akan mampu menjaga 2. Mengidentifikasi faktor faktor yang
kepercayaan dan memuaskan konsumennya dengan menyebabkan waste dalam proses pelayanan
memperhatikan spesifikasi tersebut. 08001TELKOM.
Proses yang diharapkan adalah proses yang efisien. 3. Memberikan alternatif terbaik dalam mengurangi
Dalam mendefinisikan efficiency process seringkali terdapat jumlah waste yang terdapat dalam current process.
istilah waste (pemborosan). Dalam industri manufaktur dan

ISSN: 2085-6350 Proceedings of CITEE 2009


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 73

4. Merancang suatu sistem implementasi customer bukanlah sebuah proyek yang memiliki awal dan akhir.
care yang dapat meningkatkan kepuasan dan Proses dikatakan lebih baik berdasarkan pada manfaat dan
loyalitas customer. biaya yang dihasilkan lebih baik daripada proses
sebelumnya. Terdapat berbagai macam metode perbaikan
IV. KERANGKA PEMIKIRAN proses berdasarkan TIME Electronic Textbook. Salah
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., yang selanjutnya satunya adalah The Mean and Lean Approach. Metode
disebut TELKOM atau Perseroan, merupakan perusahaan ini berdasarkan pada identifikasi berkelanjutan terhadap
informasi dan komunikasi (InfoCom) serta penyedia jasa biaya-biaya yang dikeluarkan dan aktivitas-aktivitas yang
dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang
and network provider) yang terbesar di Indonesia dihasilkan. Biaya-biaya ini dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu:
Divisi Enterprise Service (DIVES) merupakan salah satu
unit bisnis PT. TELKOM yang melayani dan mengelola 1. Quality costs
segmen pelayanan terhadap Corporate Customer. Dalam 2. Cost of unnecessary activities
mengelola pelayanannya, DIVES memiliki sebuah
komitmen bersama yang dikenal dengan RADICAL B. Konsep Kualitas
IMPROVEMENT CUSTOMER CARE. Adapun komitmen Kualitas dapat diartikan sebagai kecocokan
ini berisi tentang tekad untuk memberikan pelayanan penggunaannya (Montgomery, 1995). Dalam hal ini
terbaik kepada Corporate Customer melalui konsistensi peningkatan kualitas merupakan suatu tindakan yang
peran SLA PO-DC (Service Level Aggrement antara dilakukan untuk meningkatkan kecocokan penggunaan
Product Owner dan Delivery Channel), aplikasi yang suatu barang/jasa dengan memperhatikan syarat-syarat dari
terintegrasi dan peningkatan kompetensi SDM serta penggunanya.
pemenuhan peralatan kerja petugas.
C. Big Picture Mapping
Ditengah era kompetisi yang semakin tajam sekarang
ini, TELKOM dituntut mampu memenangkan persaingan di Big Picture Mapping merupakan sebuah tool yang
high end market (HEM). Keberadaan Customer Care yang diadopsi dari sistem produksi Toyota. Merupakan tool yang
excellent menjadi suatu fokus manajemen dalam digunakan untuk menggambarkan sistem secara
menerapkan prinsip prinsip Customer Relationship keseluruhan dan value stream yang ada di dalamnya. Dari
Management (CRM). tool ini, informasi tentang aliran informasi dan fisik dalam
sistem dapat diperoleh.
Corporate Customer Care Center (C4) adalah unit yang
berada di Divisi Enterprise Service yang kehadirannya Simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture
diharapkan mampu menjawab persaingan di HEM, dan Mapping adalah sebagai berikut:
supporting bagi Account Manager dalam mengelola
pelanggan corporate secara personalize dan customized. C4
terlahir melalui evolusi yang cukup panjang dari pola
konvensional ke mekanisme integrated yang didukung IT
yang real time dan aplikasi yang handal (T3-online, CINTA,
Network Monitoring System, TiCares, TeNoss). C4
beroperasi 7 hari 24 jam dalam seminggu , berada di 7 titik
lokasi layanan.
Dalam operasional C4 melalui single akses 0800-1-
TELKOM memiliki beberapa sasaran mutu kinerja yang
merepresentasikan kepentingan customer yaitu :
MTTResponse 15 menit
Gambar 1 Simbol-simbol Big Picture Mapping
MTTRecovery 4 jam (Sumber: Hines, 2000)

MTTI 10 HK D. Lean Six Sigma


Lean Six Sigma merupakan sebuah metodologi yang
SLG 99% memaksimumkan nilai shareholder dengan mencapai
Dengan sasaran mutu di atas maka, perbaikan- improvement rate tercepat dalam kepuasan pelanggan,
perbaikan selalu dilakukan untuk mencapai target. biaya, kualitas, kecepatan proses dan modal yang
Pendekatan Lean Six Sigma diharapkan mampu diinvestasikan. (Sumber: Lean Six Sigma Combining Six
memberikan perbaikan proses yang lebih efisien dengan Sigma Quality with Lean Production Speed, Michael L.
hasil yang lebih efektif dalam mencapai sasaran mutu yang George) Penggabungan antara Lean dan Six Sigma
diinginkan. dibutuhkan sebab:
1. Lean dapat didefinisikan sebagai suatu
V. TINJAUAN PUSTAKA
pendekatan sistemik dan sistematik untuk
A. Konsep Process Improvement mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan
Process Improvement merupakan sebuah konsep (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
perbaikan proses berkelanjutan sehingga konsep ini tambah (non value adding activities) melalui

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


74 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

peningkatan terus-menerus secara radikal (radical


continuous improvement) dengan cara
menggunakan sistem tarik (pull system) dari
pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan.
Lean tidak membawa sebuah proses dibawah
kendali statistik
2. Six sigma merupakan suatu metode atau
teknik pengendalian dan peningkatan kualitas
Gambar 2 FMEA
dramatik yang diterapkan oleh perusahaan
(Sumber: http://www.fmeainfocentre.com/index.htm)
Motorola sejak tahun 1986, yang merupakan
terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas. G. Tahapan-Tahapan Penelitian
Six Sigma sendiri tidak secara dramatis
memperbaiki kecepatan proses atau mengurangi Dalam penelitian ini dibuatkan sebuah kerangka penelitian
modal investasi yang memuat tahapan-tahapan sistematis yang ditempuh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Lima prinsip Lean-Six Sigma:
Tahapan-tahapan terseburt adalah:
1. Kepuasan total pelanggan (internal & eksternal)
adalah SANGAT PENTING (Customer Value). 1. Preparation Phase
2. Define Phase
2. Kualitas terbaik (Q), biaya minimum (C), best 3. Measure Phase
service/safety (S), penyerahan tepat waktu (D), dan 4. Analyze Phase
semangat tinggi (M) adalah SALING TERKAIT, 5. Improve Phase
jika ingin mencapai kepuasan total pelanggan. 6. Verify Phase
3. Harus menghilangkan variasi (variation) dan
Cacat/kesalahan (Defect/Errors), berfokus pada
ALIRAN PROSES (Process Flow) untuk eliminasi
waste (pemborosan), jika ingin mencapai
peningkatan kinerja QCSDM.
4. Data dan fakta adalah SANGAT PENTING untuk
membuat keputusan yang berkaitan dengan
PENINGKATAN KINERJA QCSDM yang telah
tercantum dalam Master Improvement Story
perusahaan.
5. Setiap orang HARUS BEKERJA SAMA untuk
MELAKSANAKAN proyek-proyek Lean-Six
Sigma yang diturunkan langsung atau berkaitan
langsung dengan tujuan dan target kinerja yang
tercantum dalam Master Improvement Story Gambar 3 Gambaran Umum Lean Six Sigma dalam
perusahaan. Penelitian
E. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) H. Hasil dan Pembahasan
FMEA merupakan pendekatan kualitatif dalam Corporate Customer Care Center mempunyai beberapa
mereview sebuah sistem. Teknik FMEA proses sebagai berikut:Customer Handling, Network
mempertimbangkan bagaimana modus kegagalan (falure Monitoring, Fault Handling, Provisioning Handling,
modes) pada masing-masing komponen sistem Product Consultancy, SLG Management,
menyebabkan permasalahan dalam performansi sistem CPE.Management. Setiap proses di atas mempunyai sub
kemudian memastikan tindakan yang tepat untuk mengatasi proses yang lebih detail.
permasalahan tersebut. FMEA sangat tepat digunakan
dalam tahap desain untuk memastikan reliabilitas Dalam penelitian ini, penulis mengambil beberapa sub
maksimum. proses untuk diamati diantaranya informasi progress
tracking instalasi pasang baru, mutasi, up-grade layanan
F. Willingness to Pay data dan internet (ASTINET, INFONET, VPN-GOLD,
Willingness to Pay (WTP) merupakan metode valuasi denganVPN-IP, VPN-DIAL, DINACCESS, VSAT-IP,
mengukur kesediaan seseorang atau suatu perusahaan untuk Transactional Access).
membayar sejumlah tertentu untuk suatu kondisi. Untuk Berdasarkan waste yang dialami oleh customer,
memperoleh jumlah tersebut harus diketahui terlebih dahuludiidentifikasi bahwa proses internet pada VPN-IP
mengenai variabel-variabel prediktor yang mempengaruhimemperoleh paling kritis, diikuti ATSINET, INFONET,
besarnya nilai WTP seseorang atau suatu perusahaan terhadapdan VSAT-IP), dimana waste nya adalah mengenai
suatu kegiatan / aktivitas. pengecekan interface pelanggan pada router TELKOM.
Yang diharapkan terdapat bantuan dari pelanggan mengenai

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 75

nama pelanggan yang terdaftar di Telkom atau CID Melalui Cause Effect Analysis dan Failure Modes and
pelanggan. Effect Analysis (FMEA) diketahui bahwa penyebab utama
dari waste ini adalah pada metoda yang digunakan dimana
pelanggan tidak diedukasi untuk mengenal daftar nama di
Telkom dalam CID pelanggan.
Willingness to Pay pada variabel Proses Internet VPN
IP memperlihatkan bahwa kemampuan membayar yang
ditujukkan oleh customer terhadap perubahan kualitas
layanan yang diberikan sebesar antara 45,2% - 60,3% .
angka ini tergolong tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
1) Anbari, T. Frank. (1997). Quantitative Methods for Project
Management. New York: International Institute for Learning,
Inc.
2) Clemen, T. Robert. (1988). Making Hard Decisions. Boston:
PWS-KENT Publishing Company.
3) Eckes, George. (2003). Six Sigma For Everyone. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
4) Gasperz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program
Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan
HACCP. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5) Gasperz, Vincent. (2006). Lean Six Sigma for Manufacturing
and Service Industries. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
6) Gasperz, Vincent. (2006). Continous Cost Reduction Through
Lean-Sigma Approach. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
7) George L, Michael. (2002). Lean Six Sigma Combining Six
Sigma Quality with Lean Production Speed. McGraw-Hill.
8) Liker K. Jeffrey and Tomas Lamb. Lean Manufacturing
Principles Guide version 0.5 A Guide to Lean Shipbuilding.
Gambar 4 Tahapan- Tahapan Penelitian June 26th, 2000
9) Ozdemiroglu, Ece and Bullock, Craig. (2002). Environmental
Protection Agency Final Report : Environmental Impacts and
Parameters for Inclusion in the Economic Valuation of Road
Schemes. Website : www.epa.ie
10) Park, Sung H. (2003). Six Sigma For Quality and Productivity
Promotion. Asian Productivity Organization.
11) Perry, Randy. (2006). Monte Carlo Simulation In Design For
Six Sigma. Proceeding of the 2006 Crystal Ball User
Conference.
12) SINTEF. (1999). Process Improvement. TIME Electronic
Textbook v.4.
13) Suparmoko, M. dan Maria R. Suparmoko. (2000). Ekonomika
Lingkungan. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE
14) Sugiyono, Prof. Dr. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Edisi
Ketiga Belas. Bandung : CV. Alfabeta.
Gambar 5 Troubleshooting VPN- IP 15) Wysocky, K. Robert. (2004). Project Management Process
Improvement. London: Artech House, INC

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


76 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

PERANCANGAN KONVEYOR DUA BUAH MOTOR DC


DENGAN MENGGUNAKAN PLC OMRON CPM2A

Siti Saodah, Teguh Afrianto


Staf Dosen Teknik Elektro Itenas
Jl Phh. Mustopha 23 Bandung
Email ; ss_herlina@yahoo.com atau siti@itenas.ac.id

ABSTRAK

Dalam era industri modern, sistem kontrol proses industri biasanya merujuk pada otomatisasi sistem kontrol
yang digunakan. Sistem kontrol industri dimana peranan manusia masih sangat dominan telah banyak digeser dan
digantikan oleh sistem kontrol otomatis. Sebabnya jelas mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas industri itu sendiri, misalnya faktor human error dan tingkat keunggulan yang ditawarkan sistem kontrol
tersebut.
Pada awalnya sistem kontrol untuk pengendali otomatis perangkat-perangkat mesin di industri berupa rangkaian
relay. Namun sistem kontrol dengan rangkaian relay tersebut menjadi kurang efektif karena untuk memberikan perubahan
sistem, memerlukan biaya yang besar serta tingkat kerumitan kerja yang tinggi. Akhirnya muncul sistem kontrol berbasis
komputer yang disebut dengan PLC (Programmable Logic Controller) yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan
tersebut.
Pada penelitian ini, kita membuat perancangan konveyor dengan 2 motor DC 24 Volt, 10 amp,1800 rpm, 0.25 hp,
dengan menggunakan PLC OMRON CPM2A. Sistem yang dibangun, berupa miniatur konveyor pengepakan barang.

Kata Kunci : PLC, konveyor, relay.motor DC

PENDAHULUAN
Latar Belakang sebuah proses. Dalam suatu industri, semua variabel proses
Dalam era industri modern, seperti daya, temperatur dan laju alir harus dipantau setiap
sistem kontrol proses industri biasanya merujuk pada saat. Bila variabel proses tersebut berjalan tidak sesuai
otomatisasi sistem kontrol yang digunakan. Sistem kontrol dengan yang diharapkan, maka sistem kontrol dapat
industri dimana peranan manusia masih sangat dominan mengendalikan proses tersebut sehingga sistem dapat
( misalnya dalam merespon besaran-besaran proses yang berjalan kembali sesuai dengan yang diharapkan.
diukur oleh sistem kontrol tersebut dengan serangkaian Sistem Kontrol, yang merupakan fokus pengkajian
langkah berupa pengaturan panel dan saklar- bidang Teknik Kontrol, pada umumnya digambarkan
saklar yang relevan) telah banyak digeser dan sebagai sistem apa saja (tidak terbatas hanya sistem-sistem
digantikan oleh sistem kontrol otomatis. Sebabnya jelas yang terkait langsung dengan bidang kajian Teknik Elektro)
mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi yang dapat di-identifikasi minimal dua bagian utama, yaitu:
dan produktivitas industri itu sendiri, misalnya faktor 1. Bagian Proses atau yang dikontrolkan (Plant), yang
human error dan tingkat keunggulan yang ditawarkan bisa merupakan peralatan, perangkat, atau proses yang
sistem kontrol tersebut. menghasilkan luaran (output, hasil, produk, isyarat
Salah satu sistem kontrol yang amat luas luaran, output signal) karena dikendalikan oleh bagian
pemakaiannya ialah Programmable Logic Controller(PLC). pengendali.
Penerapannya meliputi berbagai jenis industri mulai dari 2. Bagian Pengendali (Controller), yang juga bisa
industri rokok, otomotif, petrokimia, kertas, bahkan sampai merupakan peralatan, perangkat, atau proses yang
turbin gas dan industri tambang, misalnya pada menghasilkan isyarat kendali (control signal) untuk
pengendalian turbin gas dan unit industri lanjutan hasil mengendalikan kontrolan.
tambang. Kemudahan transisi dari sistem kontrol
sebelumnya (misalnya dari sistem kontrol berbasis relay
mekanis) dan kemudahan trouble-shooting dalam
konfigurasi sistem merupakan dua faktor utama yang
mendorong populernya PLC ini
Berdasarkan pada latar belakang diatas, penulis
membuat Perancangan Konveyor Dua Motor DC dengan Gambar 1 Konfigurasi Dasar Sistem Kontrol
Menggunakan PLC OMRON CPM2A yang dapat
diaplikasikan di industri. Jenis Sistem Kontrol
Secara garis besar, sistem kontrol dibagi dalam dua
Sistem Kontrol kategori besar :
Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang 1. Sistem Kontrol Loop Terbuka
terdiri atas satu atau beberapa peralatan yang berfungsi Merupakan sistem yang kelurannya tidak
untuk mengendalikan sistem lain yang berhubungan dengan mempunyai pengaruh terhadap aksi pengontrolan. Keluaran

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 77

sistem tidak dapat digunakan sebagai perbandingan umpan dalam memori lalu menghasilkan sinyal keluaran untuk
balik dengan masukan. Gambar 2. menunjukan diagram mengendalikan aktuator atau peralatan lainnya.
sistem kontrol lup terbuka. Selama proses tersebut PLC beroperasi secara
kontinu dalam 4 langkah seperti terlihat pada Gambar 5

Gambar 2 Blok diagram sistem kontrol lup terbuka 4.


Output
1. Self
Test
scan

2. Sistem Kontrol Loop Tertutup


Merupakan sistem yang memiliki umpan balik
untuk mengurangi kesalahan atau beda antara masukan 3. Solve 2. Input
logic scan
acuan dengan keluaran sebagaimana ditunjukkan oleh
Gambar 3

Gambar 5 Langkah-Langkah PLC

PERANCANGAN
Prinsip Kerja

Gambar 3 Diagram Blok Sistem Kontrol Lup Tertutup


Programmable Logic Controllers (PLC)
Programmable Logic Controllers (PLC) adalah
komputer elektronik yang mudah digunakan (user
friendly) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai
tipe dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam.
PLC dapat dibayangkan sebagai sebuah kotak yang
di dalamnya terdapat ratusan atau ribuan relay, counter,
timer dan lokasi penyimpan data. Relay, timer dan
counter tersebut tidak ada secara fisik, melainkan berupa
rangkaian semikonduktor yang sedemikian rupa
sehingga dapat diprogram dan difungsikan sebagai relay,
timer maupun counter. Blok-blok penyusun PLC adalah
CPU (Central Processor Unit), memori dan rangkaian
yang sesuai untuk menerima data input/output. Gambar 6 Skema Percobaan
PLC tersusun atas beberapa komponen dasar
sebagaimana terlihat pada Gambar 4, yaitu: Pada saat start awal lampu indikator stand by
Komputer,
Perangkat input (kuning) akan menyala dan di ikuti oleh alarm pengingat
konsol, dll
kerja konveyor. Timer 1 bekerja maka lampu indikator
Komunikasi Input
kuning dan alarm mati berganti dengan lampu indikator
Ekstensi C Memori
konveyor 2 (merah) menyala, menandakan konveyor 2
(motor 2) bekerja. Motor 2 kerja nominal timer 2 akan
Catu daya Output
bekerja. Setelah itu motor 2 mati dan motor 1 akan langsung
bekerja dan benda-benda berjalan diatas ban konveyor 1.
Perangkat output Ketika sensor menghitung 5 kali perlewatan benda (dalam
setingan) maka konveyor 1 akan mati dan dilanjutkan
dengan kerja konveyor 2. Setelah waktu seting timer 2 kerja
maka konveyor 2 mati dan dilanjutkan dengan konveyor 1
dan sistem tersebut berulang seterusnya (looping).

Perancangan Software
PLC Omron CPM2A
Pemrograman pada PLC dilakukan menggunakan
Gambar 4 Komponen dasar PLC Diagram Tangga (Ladder Diagram). Untuk membuat
diagram tangga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu,
Pada dasarnya prinsip kerja sebuah PLC adalah pertama menggunakan Console, suatu alat penyuntingan
menerima sinyal masukan proses yang dikendalikan lalu diagram tangga yang langsung terhubungkan dengan PLC
melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal dan kedua menggunakan program penyuntingan diagram
masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan tangga yang dijalankan melalui komputer dan komunikasi
transfer programnya dilakukan melalui kanal serial. Pada

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


78 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

PLC Omron CPM2A komunikasi dengan komputer Motor DC


menggunakan port RS232 Pada perancangan ini tidak memerlukan motor
Flowchart dari program yang dimasukkan ke yang mempunyai daya yang besar karena kerja konveyor ini
dalam PLC ditunjukkan pada gambar 7 tidak digunakan secara maksimal, motor DC yang berdaya
kecil sudah mampu digunakan untuk menjalankan konveyor
tersebut. Motor DC yang digunakan pada perancangan ini
ada 2 buah dimana kedua motor DC tersebut mempunyai
data namepalat yang sama yaitu sebagai berikut :
a. Tegangan = 24 volt
b. Arus = 10 ampere
c. Daya keluar = 0.25 HP
d. Banyak putaran (n) = 1800 rpm
Konveyor
Dalam perancangan ini digunakan dua buah
konveyor. Konveyor 1 berfungsi untuk pengisian sedangkan
konveyor 2 berfungsi untuk pengepakan barang.
Gambar 4.20 merupakan gambar casing konveyor
1 lengkap dengan ukurannya yaitu:
a). Panjang sisi atas konveyor = 37.5 cm
b). Panjang sisi bawah konveyor= 31.5 cm
c). Tinggi konveyor = 11 cm
d). Jarak antara poros roda= 8 cm

Gambar 7 flowchart
Ladder Diagram Gambar
Diagram ladder adalah satu cara untuk 9 Casing konveyor 1
menggambarkan proses kontrol sekuensial yang umum Untuk casing konveyor 2 memiliki ukuran sebagai
dijumpai di industri. Dagram ini merepresentasikan berikut :
interkoneksi antara perangkat input dan perangkat output a). Panjang sisi atas dan bawah konveyor = 24 cm
sistem kontrol. Gambar 8 merupakan ladder diagram dari b). Tinggi konveyor = 5.5 cm
perancangan konveyor ini. c). Jarak antar poros roda= 5 cm
F N

Push Button
NC NO
C1

NO. C 1

NO. C 1
T1
30 S

NO. C 1 NC. T 1
C2 Lampu Indicator
Stand by
Gambar 10 Casing konveyor 2
NO. T 1
C3 Indicator Alarm

Gambar dan ukuran ring untuk konveyor 1 dan 2 adalah


NO. T 1 NC. C 6
C4 Motor 2 sama yaitu yang terdapat pada gambar 11
NC. C 6
C5 Lampu Indicator
Merah

COUNTER
NO. C 5
T2
1X
2S

NO. T 2 NO. C 10
C6

NO. C 6 NC. C 10
C7 Motor 1 Gambar 11 Ring konveyor 1
NC. C 10
C8 Lampu Indicator Gambar 12 dan 13 merupakan gambar beserta
Hijau
ukuran dari as roda dan poros pada konveyor. Dimana
COUNTER
NC. C 4
5X
C 10 ukuran dari as roda dan poros untuk konveyor 1 dan
konveyor 2 adalah sama.
Gambar 8 Ladder Diagram
Perancangan Hardware

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 79

VR = 10 k C3 = 33kpF 50V
C1 = 4.7 kpF 50V C4 = 10pF16V
C 2 = 10kpF 50V C5.6 = 100 pF16V
Gambar 12 As roda

Gambar 13 Poros
Gambar 15 Receiver

Sensor Hubungan antara Input PLC dengan Sensor


Sepasang sensor yang digunakan sebagai infrared
Sensor berfungsi sebagai pendeteksi adanya barang/benda trasmitter menggunakan dioda laser dan infrared receiver
yang bergerak diatas konveyor. Sensor yang digunakan menggunakan photo transistor. Dioda laser yang berfungsi
adalah diode laser dan phototransistor, dipilihnya komponen sebagai transmitter selalau mengirimkan sinyal pada photo
ini karena mudah didapat dan harganya terjangkau. transistor dimana berfungsi sebagai receiver, sehingga
Sepasang infrared sebagai sensor yang berfungsi sebagai terjadi hubungan antar keduanya. Kondisi ini terjadi saat
penbangkit/pengendali saklar magnetik pada relay tidak ada benda yang melewati atau memotong jalur
dihubungkan dengan input PLC. Transmitter selalu infrared, maka saat tidak ada perpotongan jalur infrared
mengirimkan sinyal pada receiver sehingga mengakibatkan receiver akan mengeluarkan tegangan dan ketika ada
terjadinya hubungan antara keduanya. Proses penghi- sebuah benda yang memotong jalur infrared, maka receiver
tungannya dilakukan dengan mendeteksi adanya tidak mengeluarkan tegangan. Perbedaan kondisi ini
perpotongan pada jalur infrared yang dibangkitkan nantinya akan digunakan sebagai pengendali relay. Pada
transmitter dan diterima oleh receiver. Setiap perpotongan saat tidak ada perpotongan jalur infrared (logika 0), maka
akan memberikan perubahan kondisi logika dari 0 ke 1 receiver akan mengeluarkan tegangan yang diterima oleh R
selama selang waktu tertentu. Perubahan kondisi logika ini (resistor) yang terhubung dengan transistor (basis), sehingga
yang digunakan sebagai acuan perhitungan. gerbang kolektor dan emitter terhubungan. Terhubungnya
Gambar 14 dan gambar 15 merupakan gambar rangkaian kolektor dan emitter mengkibatkan kumparan pada relay
dalam sensor untuk transmitter dan receiver. menjadi magnet dan mengakibatkan kaki 3 terhubung
dengan kaki 4.

Gambar 16 Penguat relay input


Gambar 14 Transmitter
Pada kondisi seperti ini maka input PLC tidak terhubung
Nilai masing-masing komponen pada transmitter adalah : dengan com PLC. Saat ada perpotongan jalur infrared
R1 = 220 k IC = MC1455 (logika 1), receiver tidak mengeluarkan tegangan sehingga
C1 = 1KpF 50V D1 = LED R (resistor) transistor (basis) tidak teraliri arus listrik, maka
C 2 = 100 KpF 50V D2.3 = Infrared gerbang pada kolektor dan emitter tetap terbuka, sehingga
Nilai masing-masing komponen pada receiver adalah : kumparan pada relay tidak menjadi magnet dan kaki 3 tetap
terhubung dengan kaki 5. Pada kondisi seperti ini maka
R1 = 1 k R5.9.11 = 47 k input PLC terhubung dengan com pada PLC
R2 = 470 k R6 = 22 k
R3 = 3.9 k R8 = 470
R4.7 = 180 k R10 = 1 k

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


80 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Hubungan antara Output PLC dengan Motor sebagai infrared trasmitter menggunakan dioda laser
dan infrared receiver menggunakan photo transistor.
2. Pemrograman pada PLC dilakukan menggunakan
Diagram Tangga (Ladder Diagram) dan Software
yang digunakan pada PLC OMRON CPM2A adalah
Syswin 3.4
3. Untuk faktor keamanan pada PLC maka dipasang
relay DC 24V, SPDT sebagai jembatan untuk power
suply dari luar PLC untuk menjalankan motor pada
konveyor.
Gambar 17 Pemasangan relay output
Daftar Pustaka
Saat output PLC mengeluarkan tegangan yang [i] Achmad, Balza. 2007. Pemograman PLC
merupakan perintah untuk menjalankan motor, dialih menggunakan Simulator. Yogyakarta : ANDI.
fungsikan untuk mengaktifkan relay karena keluaran pada [ii] Bolton, William. 2003. Programmable Logic
output PLC kecil (24V 0.2amp), meskipun dengan daya Controller (PLC) sebuah pengantar edisi ketiga.
yang kecil sudah mampu untuk menjalankan motor DC, Jakarta : Erlangga.
namun untuk lebih aman dan membuat PLC awet [iii] dwi.itssby.edu/PIKTI/MATRIKULASI/akhir/BAB%20
dipasang relay sebagai jembatan untuk power suply dari V%20Pengenalan%20Algoritma.doceprints.ums.ac.i
luar PLC untuk menjalankan motor pada konveyor. Cara d/39/1/Emitor_NGY_RancangBangunAplikasiPLC.p
pemasangan relay dapat dilihat pada gambar 17. dflibrary.gunadarma.ac.id/index.php?appid=penulis
an&sub=detail&npm=104035 29&jenis=s1fti
Kesimpulan [iv] Ogata, Katsuhiko. 1991. Teknik Kontrol Automatik
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan (sistem Pengaturan0 jilid 1. Jakarta : Erlangga.
oleh penulis maka dapat dibuat beberapa kesimpulan [v] one.indoskripsi.com/click/2727/0 - 33k
diantaranya adalah sebagai berikut : [vi] Rigwan, Argy. 2007. Laporan KP II (Programmable
1. Alat-alat yang digunakan pada perancangan ini Logic Controller Dengan Menggunakan PLC Omron
adalah PLC OMRON CPM2A, dua buah motor DC CPM2A). Bandung : Teknik Elektro ITENAS.
dengan data nameplat yaitu tegangan 24 V, arus 10 A, [vii] Setiawan, Iwan. 2006. Programmable Logic
banyak putaran 1800 rpm, dan daya keluar 0.25 HP. Controller (PLC) dan Teknik Perancangan Sistem
Dua buah konveyor. Dua buah sensor dimana Kontrol. Yogyakarta : ANDI dan Deli Publishing.
masing-masing sensor terdiri dari dua bagian yaitu Suhendar. 2005. Programmable Logic Control (PLC).
transmitter dan receiver, sensor yang digunakan Yogyakarta : Graha Ilmu.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 81

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


82 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Mesin Pengering Jamur Kuping


Berbasis AVR ATMega8
Hany Ferdinando, Ervan Hary Saputra
dept. of Electrical Engineering, Petra Christian University
Surabaya 60236, Indonesia
hanyf@petra.ac.id

Abstract Proses pengeringan menjadi salah satu isu II. JAMUR KUPING
penting dalam budi daya jamur kuping. Selama ini, petani Jamur kuping merupakan salah satu komoditi yang
banyak mengandalkan panas matahari untuk proses tersebut. dibudidayakan oleh masyarakat. Jenis ini mengandung
Hal ini mengakibatkan lama proses tidak dapat dikendalikan mineral
dan kualitas pengeringannya tidak sama. Makalah ini
membahas pembuatan mesin pengering jamur kuping yang
dikendalikan oleh AVR ATMega8 dan dilengkapi dengan
SHT11, sensor kelembaban dan suhu yang terintegrasi yang lebih tinggi dari daging dan tidak mengandung
menjadi satu. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan kolestrol [1]. Hal ini membuat budi daya jamur kuping
elemen pemanas dan dikendalikan dengan teknik on-off. semakin berkembang.
Proses pengerignan ada suhu 45oC memberikan hasil yang
baik dengan rentang waktu 5-5,5 jam, tergantung tingkat Jamur kuping yang telah dipanen memiliki kandungan air
kelembaban jamur yang dimasukkan. Pada suhu ini, jamur 80%-90% [2] dan mudah rusak apabila tidak disimpan
kuping yang dikeringkan tetap terjaga rasa dan kualitasnya dengan baik. Oleh karena itu, jamur ini segera dikeringkan
pada saat dimasak. Pengeringan pada suhu yang lebih tinggi agar dapat bertahan lebih lama. Proses pengeringan ini
memang dapat mempercepat proses tetapi menghasilkan bertujuan mengurangi kandungan air dalam jamur.
jamur kuping yang terlalu kering sehingga kualitasnya
menurun. Proses pengeringan yang mengandalkan alam tergolong
rumit karena harus memperhatikan kondisi kelembaban di
Keywordsjamur kuping, AVR ATMega8, SHT11 daerah tersebut. Hal ini membuat petani pemula menemui
kesulitan untuk menentukan lama proses pengeringan.
Selain itu, kestabilan panas dari matahari juga menjadi
I. PENDAHULUAN kendala tersendiri.
Budi daya jamur kuping memerlukan proses pengeringan
agar jamur tersebut dapat lebih tahan lama. Pengeringan III. AVR ATMEGA8
konvensional biasanya menggunakan panas matahari AVR ATMega8 adalah pengendali mikro buatan Atmel [3].
sehingga petani jamur kuping agak kesulitan dalam ATMega8 sudah dilengkapi dengan ADC internal sehingga
menetapkan lama proses tersebut. Hal ini menimbulkan pengguna tidak perlu menambahkan komponen lagi apabila
pemikiran untuk membuat sebuah alat pengering jamur memerlukan ADC.
kuping yang dapat membantu petani dalam proses ATMega8 merupakan keluarga RISC (Reduced Instruction
pengeringan tersebut. Set Computing) yang dilengkapi dengan 8KB in system
Alat ini dilengkapi dengan sebuah pengendali, yaitu AVR programmable flash. Di dalamnya sudah terdapat berbagai
ATMega8 dari Atmel. Dalam proses pengeringan ini, sistem macam peripheral yang sering dipergunakan sehingga dapat
harus dapat mengetahui suhu dan kelembaban dalam dipergunakan untuk hampir semua aplikasi.
ruangan pengeringan. Untuk keperluan ini dipergunakan IV. SHT11
SHT11, sebuah komponen dengan sensor kelembaban dan SHT11 merupakan komponen inti selain ATMega8.
suhu. Komponen ini bertugas untuk memonitor suhu dan
Pemanas pada sistem menggunakan elemen pemanas yang kelembaban dalam oven pengering jamur kuping.
dikendalikan secara on-off. Sebagai perata panas, oven ini Komponen produksi Sensirion Corp. ini memiliki rentang
dilengkapi dengan kipas yang tidak dikendalikan, tetapi pengukuran 0-100% RH dengan akurasi 3,5%. Pada
selalu bekerja. pengukuran suhu, SHT11 memiliki rentang pengukuran -40
Makalah ini akan mengawali dengan pengenalan jamur s/d 123.8oC dengan akurasi 0,5oC pada suhu 25oC [4].
kuping dan dilanjutkan dengan komponen penting yang Tiap SHTxx secara individual telah dikalibrasi pada suatu
dipergunakan dalam sistem. Proses perancangan sistem ruangan yang dinamakan precision humidity chamber
merupakan bagian berikutnya. Pengujian dan kesimpulan dengan chilled mirror hygrometer sebagai referensinya.
menjadi bagian yang mengakhiri makalah ini. Koefisien hasil kalibrasi tersebut diprogramkan pada
calibration memory. Koefisien ini digunakan secara internal

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 83

pada saat pengukuran untuk mengkalibrasi sinyal dari menunjukkan aliran udara dalam oven yang dilengkapi
sensor. dengan blower.
SHT11 telah dilengkapi dengan ADC 14-bit. Cara
pembacaan datanya menggunakan 2-wire yang terhubung
ke pengendali mikro melalui kompunikasi serial I2C.
Gambar 1 menunjukkan diagram blok internal SHT11 dan
Gambar 2 menunjukkan bagaimana menghubungkan sensor
ini dengan pengendali mikro.

Gambar 4. Cara menghubungkan SHTxx dengan pengendali mikro

SHT11 dipergunakan untuk memonitor suhu dalam oven


Gambar 1. Diagram blok pada SHT11 sesuai dengan keinginan. Informasi ini dipergunakan
pengendali mikro untuk mengatur on-off pada elemen
pemanas. Selain itu, SHT11 juga memberikan informasi
kelembaban dalam ruangan. Hal ini dipergunakan oleh
pengendali mikro untuk menghentikan kerja seluruh sistem
dan membunyikan buzzer.
Pengendali mikro akan mengendalikan elemen pemanas,
buzzer dan display LCD. Pada sistem juga dilengkapi
dengan keypad untuk proses memasukkan beberapa
Gambar 2. Cara menghubungkan SHTxx dengan pengendali mikro parameter yang diperlukan.

Pada saat sistem perlu membaca data, pengendali mikro Agar pengendali mikro aman dari gangguan tegangan yang
akan mengirimkan perintah melalui kabel DATA dan SCK. lebih tinggi, rangkaian ini diisolasi dengan optocoupler
Data yang diminta akan diberikan melalui kabel yang sama. pada saat mengendalikan buzzer dan elemen pemanas.

V. PERANCANGAN SHT11 dihubungkan ke pengendali mikro melalui 2 kabel


Sistem dirancang berdasarkan diagram blok gambar 3. yang diberi nama DATA dan SCK. Selain itu, SHT11 juga
memerlukan tegangan suplai dan GND.
Software dirancangan dengan bantuan BASCOM AVR
1.11.87 buatan MCS Electronics. Penulisan program
menggunakan bahasa BASIC yang mudah dipahami
sehingga program mudah dibaca.
Pengendali on-off dipilih sebagai algoritma pengendalian
sistem karena plant yang dikendalikan tergolong plant
dengan respon yang lambat. Pengguaan algoritma ini
dianggap sudah cukup karena sistem tidak terlalu
memerlukan suhu yang benar-benar presisi.
Gambar 3. Diagram blok mesin pengering jamur kuping
VI. PENGUJIAN SISTEM
Proses pengeringan jamur dilakukan dalam sebuah ruangan Oleh karena algoritma pengendalian yang dipergunakan
yang tertentu yang dilengkapi dengan blower. Ruangan ini adalah on-off, maka perlu dicari sebuah kurva histeresis
berukuran 70x50x50 cm. Di dalam oven terdapat rak untuk untuk menentukan batas atas dan bawah suhu yang
menempatkan jamur yang akan dikeringkan. Oven ini dikendalikan. Penentuan batas atas dan bawah ini
dilengkapi dengan lubang sirkulasi yang berada tepat di atas dilakukan dari beberapa percobaan. Batas atas ditentukan
oven dan terhubung dengan blower. Udara jenuh dalam sesuai dengan setting point yang diinginkan karena pada
ruangan akan keluar melalui lubang ini. Gambar 4 saat elemen pemanas dimatikan, masih ada sisa panas yang

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


84 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

akan terus membuat suhu naik. Batas bawah dipilih


berdasarkan kecepatan respon sistem pada saat elemen
pemanas dinyalakan. Gambar 5 menunjukkan salah satu
hasil percobaan batas atas dan bawah ini.

Gambar 7. Percobaan pada setting point 50oC

Pemanasan pada rentang 40-48oC peran blower untuk


Gambar 5. Percobaan pada setting point 42oC
meratakan panas berjalan dengan baik. Hal ini tidak terjadi
pada suhu di atasnya karena kepekaan SHT11 dalam
Elemen pemanas dimatikan pada saat suhu dalam oven
membaca suhu ruangan. Berdasarkan grafik akurasi SHT11
42oC (lihat panah hitam) dan dinyalakan pada suhu 41oC
gambar 8, diketahui bahwa akurasinya menurun seiring
(lihat panah putih). Pada gambar 5 terlihat bahwa pada saat
dengan naik/turunnya suhu dari kisaran 25oC.
elemen pemanas dimatikan, suhu masih cenderung naik
sedangkan pada saat elemen ini dinyalakan, suhu juga tidak
segera naik karena respon elemen yang lambat. Apabila
kurva tersebut dirata-rata, maka didapat nilai 42,3oC.
Pengujian pada setting point 40-48oC menunjukkan bentuk
sinyalnya seperti sinusoid. Namun pada suhu yang lebih
tinggi bentuk sinyalnya sudah berubah. Gambar 6 dan 7
menunjukkan pengujian pada setting point 49oC dan 50oC.

Gambar 8. Grafik akurasi SHT11

Pengujian kelembaban dilakukan untuk mencapai setting


point 20% RH pada suhu 45oC. Gambar 9 menunjukkan
proses pengujian ini.

Gambar 6. Percobaan pada setting point 49oC

Pengujian pada suhu 49oC menunjukkan bahwa elemen


pemanas dimatikan (panah hitam) pada titik suhu yang
bervariasi. Pada setting point 42oC, titik suhu saat elemen
pemanas dimatikan relatif tetap. Hal yang sama juga terjadi
pada saat elemen pemanas dinyalakan kembali. Nilai rata-
rata suhu selama percobaan adalah 49,6oC.
Hal yang menarik juga terjadi pada gambar 7. Elemen
pemanas secara umum dimatikan pada saat suhu dalam Gambar 9. Grafik pengujian kelembaban pada suhu 45oC
oven mencapai 51oC dan dinyalakan kembali pada suhu
49oC. Apabila dihitung rata-rata suhu selama percobaan, Pada pembacaan kelembaban setiap 30 detik terlihat bahwa
maka diperoleh nilai 49,8oC. proses pengeringan selesai setelah 288,5 menit atau 4,8 jam
kelembaban dalam oven mencapai setting point yang
diinginkan.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 85

Pada pengujian ini tampak bahwa proses pengeringan ini dapat dikatakan buruk. Rasa jamur sudah berubah dan
secara bertahap menurunkan kelembaban udara di dalam tingkat kekenyalan yang berbeda.
oven. Pada saat udara panas mengenai jamur, kandungan
Proses pengeringan yang dinilai tepat adalah 45oC. Pada
air dalam jamur akan terlepas membuat udara dalam oven
suhu ini jamur yang dikeringkan dapat mempertahankan
menjadi lembab. Hal ini dimonitor oleh ATMega8
kekenyalannya. Selain itu rasanya juga masih sama
melalui SHT11 untuk menentukan kapan proses
dengan jamur yang masih segar.
pengeringan ini dihentikan.
Percobaan kemudian dilakukan untuk berbagai macam
variasi kelembaban awal jamur kuping dengan variasi
suhu. Satu hal yang dijaga tetap adalah kelembaban target
yang diinginkan untuk menghentikan proses.
Hasil percobaan tersebut ditampilkan pada tabel 1.

TABLE I. SUMMARY OF ALL EXPERIMENTS


o
Suhu ( C) Lama Proses (jam)
40 67
45 5 5,5
50 4 4,5

Apabila hasil ini dibandingkan dengan proses


pengeringan dengan panas matahari yang memerlukan
waktu 8-10 jam, maka proses pengeringan ini
memerlukan waktu yang lebih singkat. Selain itu,
pengguna tidak perlu sering memeriksan kondisi jamur
yang dikeringkan. Hal ini tentu saja mempermudah petani
yang membudidayakan jamur kuping ini. References
o
[1] N. Marlinah, Budi Daya Jamur Kuping. Yogyakarta: Kanisius,
Percobaan tidak dilakukan pada suhu di bawah 40 C 2001
karena penggunaan suhu di bawah itu akan membuat [2] A. Andoko & Parjimo. Budi Daya Jamur. Jakarta: PT.Agro Media
waktu pengeringan berlangsung lama bahkan mendekati Pustaka, 2007
pengeringan dengan panas matahari biasa dan ini tidaklah [3] Atmel Corporation. 8-bit AVR ATmega8. 22 January 2006.
<http://www.atmel.com/dyn/recources/pro_documents/
efisien. DOC2486.pdf>, 12 Dec. 2007.
Proses pengeringan di atas 50oC akan membuat jamur [4] Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor.
menjadi sangat kering. Kualitas pengeringan pada suhu <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.h
tm>. 03 Dec. 2007

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


86 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gabungan Kontrol Kongesti, Routing, dan


Konsumsi Daya untuk Utility-Power
Tradeoff pada Komunikasi Kooperatif
di Dalam Gedung
Nyoman Gunantara#1, Farid Baskoro#2, Gamantyo Hendrantoro#3
#
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Sukolilo Surabaya Indonesia
1
gunantara@elect-eng.its.ac.id
2
farid_b@elect-eng.its.ac.id
3
gamantyo@ee.its.ac.id

Abstrak __ Komunikasi kooperatif merupakan suatu dari sistem. Kelemahan dari makalah ini, tidak
komunikasi yang dapat mengimbangi keunggulan dari sistem memperhitungkan posisi user jika berada di dalam gedung.
MIMO. Dalam paper ini diajukan komunikasi kooperatif di
dalam gedung, dimana digunakan dua user sebagai sumber,
satu user sebagai tujuan, dan enam user yang dibangkitkan Dimana propagasi sinyal akan dipengaruhi oleh kondisi di
secara acak sebagai relay. Dalam sistem ini akan ditentukan dalam gedung yaitu lantai dan tembok.
nilai optimum dari gabungan beberapa fungsi layer Makalah [6] menjawab kondisi apabila sinyal berada di
komunikasi yaitu kontrol kongesi, routing, trafik rate, dan dalam gedung. Dalam makalah ini dijelaskan karakteristik
konsumsi daya. Dari gabungan fungsi layer tersebut sinyal yang dipengaruhi oleh adanya lantai dan tembok.
didapatkan nilai optimum yaitu satu user sebagai relay yang Selanjutnya dalam paper ini, akan menjawab kelemahan dari
mempunyai nilai paling optimum.
makalah sebelumnya yaitu komunikasi kooperatif apabila
Kata Kunci __ optimasi gabungan, komunikasi kooperatif, user berada di dalam gedung. Dan menentukan nilai
kontrol kongesi, routing, trafik rate, konsumsi daya optimum dari penggabungan fungsi-fungsi layer komunikasi.

I. PENDAHULUAN II. SISTEM MODEL


Dengan kemajuan teknologi telekomunikasi maka
dikembangkan sistem komunikasi yaitu peralatan radio A. Konfigurasi Sistem
antena tunggal (user) yang dapat mengimbangi keunggulan Model yang digunakan dalam sistem komunikasi
dari sistem MIMO. Sistem komunikasi tersebut diberi nama kooperatif multiuser di dalam gedung yaitu luas daerah yang
komunikasi kooperatif. Dalam komunikasi kooperatif seperti digunakan adalah 200m x 200m dibagi menjadi tiga ruangan
pada [1], [2], setiap user dalam skenario multi user bekerja oleh dinding pada jarak 67m dan 133m. Luas daerah tersebut
sama dan berkoordinasi membentuk virtual array seperti digunakan oleh 9 buah user dimana 2 user yang terletak pada
sistem MIMO untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. titik (0,0) dan (0,200) sebagai user sumber, satu user yang
Berbagai penelitian tentang komunikasi kooperatif telah terletak pada titik (200,200) sebagai user tujuan, dan enam
dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem tersebut. user lainnya berada di dalam ruangan yang dibangkitkan
Makalah [3] telah meneliti komunikasi kooperatif pada secara acak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
multiuser dengan alokasi daya yang optimum yang berbeda 1. Jaringan multihop tersebut dijelaskan dalam sebuah Graph
pada setiap user. Di [4], diteliti tentang pengaruh metode , dimana V adalah kumpulan user dan L adalah
relay pada komunikasi kooperatif dengan menggunakan tiga kumpulan hubungan. Hubungan dari user i ke user j ditulis
user. Dalam penelitian ini digunakan 9 user dimana 3 user i,j . Didefinisikan juga yaitu hubungan yang meninggalkan
ditentukan posisinya dan 6 user yang lain dibangkitkan user i ditulis O i dan yang menuju user iditulis I i .
secara acak.
Makalah [5] menjelaskan komunikasi kooperatif pada
jaringan radio multihop dengan mengoptimasi fungsi layer
komunikasi. Didapatkan konvergensi dari algoritma dan
adanya penurunan konsumsi daya serta rate sumber akibat

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 87

Source 2 User Random Configuration Destination


200

180
Roam I Roam II Roam III (4)
User 6
160

140
Selanjutnya source rate optimum dan trafik rate optimum
User 2
dapat dihitung dengan persamaan berikut
120

100 User 5
m

User 4
80 (5)
60

40

20
User 3
(6)
User 1
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Source 1 m

Dimana adalah fungsi invers dari derivatif fungsi


utilitas .
Gambar 1. Topologi Acak Komunikasi Kooperatif Source rate dan trafik rate dipengaruhi oleh , yang
di Dalam Gedung.
merupakan nilai link dan nilai user. Nilai-nilai tersebut dapat
B. Kanal Di Dalam Gedung dihitung melalui persamaan
Untuk komunikasi kooperatif pada jaringan multihop [5],
propagasi lintasan langsung yang melewati dinding [6], dan (7)
pengaruh shadowing [7] maka gain kanal dalam sistem
komunikasi kooperatif di dalam gedung dapat ditulis berikut (8)

Dimana , sedangkan
(1)
ditentukan dari persamaan

dimana 106, = koefisien transmisi dari dinding


sebanyak dalam dB, adalah jarak dari user ke (9)
user dalam meter, dan x adalah shadowing dalam dB.
(10)

III. LANGKAH-LANGKAH OPTIMASI

Setelah gain kanal diketahui maka ditentukan konsumsi Nilai optimum dari gabungan kontrol kongesi, trafik rate,
daya. Dari Gambar 1 terlihat bahwa user sumber ke user dan konsumsi daya ditentukan dengan persamaan berikut
tujuan dapat melalui trasmisi langsung dan transmisi
kooperatif. Untuk transmisi langsung maka konsumsi daya
optimal adalah

(2)
(11)
Dalam menentukan nilai optimun tersebut dapat dijelaskan
melalui diagram alir pada Gambar 2.
Dan untuk transmisi kooperatif yang melewati user k, maka
konsumsi daya optimal adalah
IV. HASIL SIMULASI
Dalam simulasi ditentukan beberapa nilai parameter
diantaranya nilai user adalah 1, nilai transmisi adalah 0.5,
koefisien dinding 8 dB, standar deviasi dari shadowing 3 dB,
= bervariasi, = 1, k = 106, = 0.05,
(3) maka hasil yang diperoleh
adalah berikut ini

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


88 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

A. Trafik Rate Dan Konsumsi Daya Sumber 1 Sedangkan untuk daya total diperoleh nilai daya total
untuk komunikasi non kooperatif dan kooperatif terhadap
Dengan sistem model pada Gambar 1, diperoleh trafik rate gamma1 (yang merupakan parameter kontrol dari tradeoff)
setiap user yang dilakukan iterasi sebanyak 80 kali seperti untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. Dari
yang ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 4 terlihat bahwa konsumsi daya untuk komunikasi
non kooperatif lebih besar dibandingkan dengan yang
kooperatif. Untuk komunikasi kooperatif user yang memiliki
Start daya yang terkecil adalah user 5 pada ruang 3. Ini berarti
user 5 paling baik digunakan sebagai relay dari sumber 1 ke
tujuan.
Initialization
, , , , Comparison Total Power Source 1 and G1
9
Non Cooperative
8 Cooperative
Determine: Optimal Value
, , , 7

Total Power (mW)


6

Input
5

No 3

Converge 2
Yes
1
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
G1
Results
, , , ,
Gambar 4. Perbandingan Daya Total Sumber 1
dan G1.
End

B. Trafik Rate Dan Konsumsi Daya Sumber 2


Gambar 2. Proses Dalam Menentukan Nilai Optimum
Trafik rate dari user 2 ke tujuan yang dilakukan iterasi
sebanyak 80 kali dapat dilihat pada Gambar 5.
Traffic Rate Source 1
12
TRS1 User1 Traffic Rate Source 2
11 TRS1 User2 25
10 TRS1 User3 TRS2 User1
TRS1 User4 TRS2 User2
9 TRS1 User5 TRS2 User3
TRS1 User6 20
TRS2 User4
T raffic R ate (bps /H z )

8
TRS2 User5
7 TRS2 User6
T raffic R ate S ourc e 2

15
6

4 10

2 5

1
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Iteration
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Gambar 3. Trafik Rate Sumber 1 Iteration

Dari Gambar 3 terlihat bahwa trafik rate mencapai


konvergen rata-rata pada iterasi ke-10 dan user yang
memiliki trafik rate paling besar adalah user 2 pada ruang 1. Gambar 5. Trafik Rate Sumber 2
Ini artinya bahwa user 2 untuk trafik rate adalah relay yang
paling baik.
ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 89

Destination
Dari Gambar 5 terlihat bahwa titik konvergen dari setiap Source 2
200
User Random Configuration

user bervariasi dimana berkisar dari 10 20 kali iterasi. Dan Roam I Roam II Roam III
180
user yang memiliki trafik rate paling besar adalah user 2 User 6
pada ruang 1. Ini artinya user 2 adalah user yang terbaik 160

sebagai relay. 140 User 2

Sedangkan untuk daya total dari sumber 2 diperoleh nilai 120

daya total untuk komunikasi non kooperatif dan kooperatif 100 User 5

m
terhadap gamma1 dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar User 4
80
6 terlihat bahwa konsumsi daya untuk komunikasi non
60
kooperatif lebih besar dibandingkan dengan yang kooperatif.
Untuk komunikasi kooperatif user yang memiliki daya yang 40
User 3
terkecil adalah user 2 pada ruang 1. Ini berarti user 2 paling 20
User 1
baik digunakan sebagai relay dari sumber 2 ke tujuan. 0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Apabila dibandingkan konsumsi daya untuk sumber 1 dan Source 1 m
sumber 2 pada kooperatif maka konsumsi daya pada sumber
2 lebih kecil dibandingkan pada sumber 1. Ini disebabkan
oleh jarak dari sumber 2 ke tujuan lebih dekat dibandingkan Gambar 7. Relay Optimum Dari Optimasi Gabungan
dengan sumber 1.
Untuk simulasi yang dilakukan sebanyak 100 kali maka
didapatkan hasil pemilihan relay seperti terlihat pada Tabel
Comparison Total Power Source 2 and G1
1.
8
Non Cooperative
7 Cooperative TABEL 1.
Pemilihan Relay dengan Optimasi Gabungan
6

Source 1, Roam :
Total Power (mW)

5
Relay
I II III
4
50
I 41 4
3 (36 su)
Source 2, 4
2 II - -
Roam : (3 su)
1
III - 1 -
0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
G1 Note: su singkatan dari same user

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dalam pemilihan relay pada


sistem komunikasi kooperatif, user sumber memilih user
Gambar 6. Perbandingan Daya Total Sumber 2 terdekat darinya sebagai relay untuk berkooperatif dalam
dan G1. mengirimkan informasi ke tujuan.

C. Optimasi Gabungan
V. KESIMPULAN
Melihat hasil dari sumber 1 dan sumber 2 baik trafik rate Dengan optimasi gabungan maka terjadi pemilihan user
maupun konsumsi daya terlihat perbedaan dalam hal sebagai relay yang terbaik dalam komunikasi kooperatif.
pemilihan user sebagai relay dalam komunikasi kooperatif. Pemilihan tersebut merupakan kompromi dari trafik rate dan
Pada sumber 1, untuk trafik rate digunaka user 2 sebagai konsumsi daya. Hasil yang didapatkan adalah user sumber
relay dan untuk konsumsi daya digunakan user 5 sebagai memilih user terdekat darinya sebagai relay untuk
relay. Sedangkan pada sumber 2, untuk trafik rate digunaka berkooperatif dalam mengirimkan informasi ke tujuan.
user 2 sebagai relay dan untuk konsumsi daya digunakan
user 2 sebagai relay. Untuk mengatasi hal tersebut maka
digunakan optimasi gabungan dari persamaan (11). Pada DAFTAR PUSTAKA
persamaan (11) ditentukan nilai optimum dari kedua [1] A. Sendonaris, E. and B. Aazhang, User
masalah tadi yaitu trafik rate dan konsumsi daya. Artinya cooperation diversity-part I: system
dicari tradeoff (kompromi) dari kedua masalah tersebut. Dari description and User cooperation diversity
hasi simulasi didapatkan hasil yaitu untuk sumber 1 dan part II: implementation aspects and
sumber 2 sama-sama memilih user 2 pada ruang 1 sebagai performance analysis, IEEE Trans. Commun.,
relay terbaik dalam mengirimkan informasi ke tujuan. Untuk vol. 51, no. 11, Nov 2003.
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7. [2] J. Laneman, D. Tse, and G Wornell,
Cooperative diversity in wireless networks:
efficient protocols and outage behavior, IEEE
Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350
90 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Trans. Inform. Theory, vol. 50, no. 12, pp. [5] L. Le and E. Hossain, Cross layer optimization
3062-3080, Dec 2004. frameworks for multihop wireless network
[3] A. K. Sadek, Weifeng Su, K. J. Ray Liu, using cooperative diversity, IEEE Trans. On
Multinode cooperative communications in Wireless Communication, vol. 7, no. 7, July
wireless network, IEEE Transc. On Signal 2008.
Processing, vol. 55, No. 1, January 2007. [6] W. Honcharenko, H. L. Bertoni, and J. Dailing,
[4] A. Nosratinia, T. E. Hunter, and A. Hedayat, Mechanisms governing propagation between
Cooperative communication in wireless different floors in buildings, IEEE Transc. On
networks, IEEE Commun Magazine, vol. 42, Antennas and Propagation, vol. 41, no. 6, June
no. 10, pp. 74-80, Oct 2004. 1993.
[7] N. Gunantara, Analisis unjuk kerja teknik
pengkodean STBC dan waterfilling pada sistem
D-MIMO, Majalah Ilmiah Teknologi Elektro,
vol. 7, no. 2, 2008.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 91

Pemodelan Vector AR Dengan Uji Kausalitas


Terhadap Data Spasial Curah Hujan di Surabaya
Sis Soesetijo, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro
Laboratorium Antena dan Propagasi
Teknik Elektro Kampus ITS Surabaya 60111
ssoesetijo@elect-eng.its.ac.id; {maulud, gamantyo}@ee.its.ac.id

Abstract Site Diversity is one of techniques to fuzzy dari curah hujan ini yang akan dimodelkan sebagai
compensate rain attenuation in milimeter-wave. However, to proses fuzzy ARMA. Jadi dengan model fuzzy ARMA
implement appropriate site diversity techniques have to dimungkinkan melakukan satu pemodelan untuk seluruh
involve base knowledge about rainfall which have space- event curah hujan. Selain itu pada model fuzyy ARMA,
time changes property and inhomogeneous. In this paper,
Vector AR (VAR) is implemented to rainfall space-time
curah hujan dapat diasumsikan sebagai proses yang
model at 4 sites with causality test. Granger Causality test is stasioner atau tidak stasioner. Dari penelitian [2]-[5] di
used to check whether one rainfall-site granger-cause to atas pemodelan curah hujan di Surabaya masih sebatas
another site and vice versa. And the result show that one site fungsi deret waktu univariate tanpa melibatkan fungsi
(site A) granger-cause to another site (site B, C and D) spasial dari curah hujan dengan data curah hujan hanya
and so on. diambil dari satu tempat saja.
Pada penelitian ini dilakukan pemodelan
KeywordsVector AR, Granger-Causality, Site Diversity multivariate time series terhadap data curah hujan yang
diambil dari 4 lokasi pengukurun (lokasi rain gauge).
I. PENDAHULUAN Pemodelan multivariate time series yang tepat pada
Dalam sistem komunikasi gelombang milimeter, kasus demikian adalah model Vector AR atau Vector
baik pada sistem komunikasi terestrial maupun satelit, ARMA [6]. Untuk alasan empiris dan
pengaruh redaman yang diakibatkan oleh hujan praktis maka digunakan pemodelan VAR [7]. Pada
memberikan kontribusi yang sangat buruk pada Quality makalah ini digunakan data event curah hujan 2 hari
Of Service (QoS) sistem. Penelitian [1] menjelaskan yaitu 3 event curah hujan tanggal 13 Januari 2009 dan 3
bahwa sistem komunikasi radio pada frekuensi 30 GHz event curah hujan tanggal 22 Januari 2009 pada masing-
yang melalui lintasan sepanjang 5 km di Surabaya masing lokasi rain gauge. Event curah hujan mempunyai
mengalami redaman hujan mencapai 80 dB. makna bahwa data curah hujan diambil dari awal mulai
Fade Mitigation Techniques (FMT), merupakan hujan dan sampai berakhirnya hujan tersebut.
suatu teknik pada sistem komunikasi radio yang dapat Untuk mengetahui hubungan variabel antar
melakukan kompensasi realtime pengaruh efek redaman lokasi rain gauge maka digunakan uji Granger Causality.
akibat hujan. Tujuan FMT adalah dapat merancang Uji ini untuk mencari hubungan timbal balik
sistem komunikasi yang dapat memaksimalkan (interrelatioship) antara variabel pada satu lokasi dengan
penggunaan keseluruhan kanal komunikasi dengan lokasi yang lain. Apakah masing-masing variabel di masa
memenuhi persyaratan QoS. Agar dapat mengendalikan lampau berpengaruh signifikan atau tidak terhadap
faktor FMT secara tepat, membutuhkan pengetahuan variable di lokasi yang lain, atau hanya berpengaruh pada
yang tepat dan baik tentang karakteristik statistik dan dirinya sendiri saja
dinamis dari curah dan redaman hujan, di mana hal ini
merupakan sumber utama dari gangguan kanal di atas II. MODEL VAR DAN GRANGER CAUSALITY
frekuensi 10 GHz. Karakteristik curah hujan yang A. Spesifikasi , Asumsi dan Estimasi Model VAR
dibutuhkan adalah karakteristik yang mampu mewakili Bentuk dasar dari VAR terdiri dari K variabel yt
sifat curah hujan secara komprehensif , yang melibatkan = (y1t, ,ykt, ..yKt) untuk k = 1.K. Proses VAR(p)
fungsi waktu dan lokasi (space-time model). didefinisikan sebagai :
Beberapa penelitian yang terkait dengan yt = A1yt-1 + + Apyt-p + CDt + ut (2.1)
pemodelan curah hujan di Surabaya telah banyak di mana Ai adalah matrik koefisien ( K x K) untuk i =
dilakukan namun masih menggunakan model berbasis 1,., p dan ut merupakan dimensi K dari proses white
deret waktu univariate (univariate time series). Model noise yang mempunyai matrik kovarian E(ut ut) = u .
curah hujan tersebut berbasis pada proses auto-regressive Matrik C adalah matrik koefisien yang berdimensi (K x
(AR) mengasumsikan kondisi hujan yang stasioner M) dan Dt merupakan matrik (M x 1).
padahal hujan merupakan proses yang tidak stasioner Persamaan (2.1) dapat ditulis dalam bentuk
[2][3]. Penelitian selanjutnya memodelkan curah hujan polinomial lag A(L) = (IK A1 - - Ap) sebagai berikut :
sebagai proses auto-regressive moving-average (ARMA) A(L) yt = CDt + ut (2.2)
[4]. Pada model fuzzy ARMA [5], setiap event curah Salahsatu karakteristik dari proses VAR(p)
hujan dimodelkan sebagai variabel fuzzy. Bila variabel adalah stabilitasnya. Artinya bahwa prosesnya
fuzzy ini diurutkan berdasarkan waktu, maka akan
membentuk deret waktu dengan data fuzzy. Deret waktu

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


92 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

menghasilkan deret waktu yang stasioner dengan rata-rata timur. Kota Surabaya berada pada 07 21' Lintang
yang yang tidak berubah pada fungsi waktu. Selatan dan 112 36' - 112 54' Bujur Timur. Surabaya
Untuk mendapatkan parameter orde lag p dari memiliki dua daerah yaitu dataran rendah dengan
VAR(p) dan koefisien A dari model, berikut langkah- ketinggian 3-6 meter (dpl) dan dataran tinggi pada 25-50
langkah untuk identifikasi dan estimasinya, prosedur ini meter (dpl). Lokasi yang diambil untuk penempatan rain
secara umum sama dengan model ARMA : gauge pada penelitian tampak pada gambar 1 berikut
a. Uji Stasioner yaitu uji untuk melihat apakah data yaitu gedung PENS (D), gedung perpustakaan (C),
yang akan diamati stasioner atau tidak. Apabila belum gedung Elektro (B) dan gedung Medical Center (A).
stasioner maka perlu dilakukan penurunan pertama (first Data pengukuran curah hujan yang tercatat pada rain
differential) agar diperoleh stasioner pada orde pertama. gauge adalah txt, berupa kumpulan tips dari bucket yang
Uji stasioner yang umum digunakan adalah Augmented terisi air hujan. Untuk mendapatkan nilai curah hujan
Dickey-Fuller (ADF) Test, dengan persamaan sebagai dalam mm/jam perlu dikonversikan dari data txt dengan
berikut : periode sampling 60 detik.
p 1
y t = y t 1 + A*j y t j + u t (2.3)
j =1
*
dengan = -A(1) dan A j =-(Aj+1++Ap). Dengan
model persamaan ini, hipotesis yang digunakan adalah
H0:=0 versus H1:<0. Jika hipotesis nol, H0 tertolak
maka dipastikan data yang diuji adalah stasioner.
b. Proses Estimasi yaitu proses untuk menentukan
koefisien model yang diamati. Penentuan koefisien
VAR(p) yang paling efektif adalah dengan menggunakan
least-squares yang diterapkan terpisah pada
masing-masing persamaan.
c. Akaike Information Criterion (AIC) dari masing-
masing regresi untuk menjamin bahwa residual yang
dihasilkan bersifat White Noise. Tes ini untuk
menentukan lag mana yang paling relevan dipakai dalam
model.

B. Granger Causality
Tujuan dari uji kausalitas menggunakan Granger
Causality adalah mendeteksi ada tidaknya hubungan
sebab-akibat (causalities) antara variabelnya. Variabel x
dikatakan granger-causes variabel y, apabila variabel x
membantu memprediksi variable y. Gambar 1. Lokasi Rain Gauge di kampus ITS Surabaya
Untuk melakukan kedua uji tersebut, vector dari
variabel yt dibagi 2 subvektor y1t dan y2t dengan dimensi ( IV. HASIL DAN ANALISIS
K1 x 1 ) dan ( K2 x 1 )dengan K = K1 + K2. Proses VAR (p) Pada makalah ini hasil yang dibahas dan
dapat dituliskan kembali : dianalisis adalah event curah hujan pada ke 4 lokasi rain
gauges yang terjadi pada tanggal 13 Januari (3 event)
dan 22 Januari 2009 (3 event). Analisis menggunakan
p 12,i y1,t i software open source R v2.8.1 pada pada sistem operasi
y1t 11,i u
y
=
22,i y 2,t i
+ CDt + 1t Mandriva Linux 2008.
2t i =1 21,i u 2t A. Event Curah Hujan
(2.4) Event curah hujan merupakan kejadian dimana
awal hujan terjadi dan berakhir. Antar event hujan tidak
Subvektor y1t tidak granger-cause y2t apabila saling terkait, karena antar event hujan terdapat periode
21,t = 0 untuk i = 1,2,,p dan sebaliknya Subvektor y1t tidak terjadi hujan(periode kering). Agar periode kering
granger-cause y2t apabila 21,t 0 untuk i = 1,2,,p. tidak mempengaruhi dalam pemodelan maka pemodelan
Dengan demikian analisis Causality akan menguji apakah dan analisis uji granger-causality hanya memasukkan
sebuah variabel dapat membantu memprediksi variabel periode dimana hanya terjadi hujan saja yang disebut
yang lain. event curah hujan. Pada satu hari bisa saja terjadi
beberapa kali event hujan atau bahkan tidak terjadi hujan
III. LOKASI RAIN GAUGES sama sekali. Pada gambar 2 berikut ini merupakan grafik
Pada penelitian ini menggunakan rain gauge deret waktu event-1 hujan pertama pada tanggal 13
dengan tipe 8 Tipping bucket model 260-2501. Lokasi Januari 2009.
pengukuran curah hujan adalah di kota Surabaya, Jawa

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 93

Gambar 4. Scatter Plot Event-2 pada hujan 13/01/09


Gambar 2. Grafik Time Series Event-1 pada
hujan13/01/09

Untuk melihat hubungan antara 2 lokasi rain


gauge pada event hujan yang sama, diperlukan analisis
scatter plot. Pada gambar 3 merupakan grafik scatter
plot untuk event hujan pertama pada hujan 13 Januari
2009. Dari gambar 3 nampak korelasi linier antara 2
lokasi, lokasi A-B dan lokasi B-C mempunyai korelasi
negatif.
Pada gambar 4 merupakan grafik scatter plot
untuk event hujan ke-2 pada hujan 13 Januari 2009. Dari
gambar 4 nampak korelasi linier antara 2 lokasi, lokasi
A-D dan lokasi B-C mempunyai korelasi positif.

Gambar 5. Scatter Plot Event-3 pada hujan 13/01/09


Pada gambar 5 merupakan grafik scatter plot
untuk event hujan ke-3 pada hujan 13 Januari 2009. Dari
gambar 5 nampak korelasi linier antara 2 lokasi, lokasi
A-D dan lokasi B-C mempunyai korelasi positif .
Pada gambar 6 merupakan grafik scatter plot
untuk event hujan pertama pada hujan 22 Januari 2009.
Dari gambar 6 nampak korelasi linier antara 2 lokasi,
hanya lokasi B-D dan A-B mempunyai korelasi positif.
Pada gambar 7 merupakan grafik scatter plot
untuk event hujan ke-2 pada hujan 22 Januari 2009. Dari
gambar tersebut nampak korelasi linier antara 2 lokasi,
semuanya mempunyai koefisien korelasi 1. Pada event-2
hujan 22 Januari 2009, nampak terjadi hujan merata pada
semua lokasi yang berlangsung selama lebih dari 200
Gambar 3. Scatter Plot Event-1 pada hujan 13/01/09 menit, fenomena hujan merata dapat terlihat pada grafik
scatter plotnya dengan korelasi 1.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


94 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

gambar 6 nampak korelasi linier antara 2 lokasi, hanya


lokasi B-D mempunyai korelasi positif.

B. Uji Stasioner dan Model VAR(p)


Untuk memperoleh model VAR(p) yang
memiliki stabilitas yang baik, artinya bahwa proses
pemodelannya menghasilkan deret waktu yang stasioner
dengan rata-rata yang yang tidak berubah pada fungsi
waktu. Oleh karena itu diperlukan uji stasioner terhadap
data curah hujan pada masing-masing lokasi rain gauges.
Uji stasioner menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller
(ADF).

Tabel 1. Uji ADF pada Event-1 Hujan 13 Januari 2009

Critical Value
Gambar 6. Scatter Plot Event-1 pada hujan 22/01/09 Lokasi Test Value Keterangan
5% 10%
A -3.4593 -3.43* -3.13* I(0)
B -3.1929 -3.43 -3.13* I(0)
C -3.2309 -3.43 -3.13* I(0)
D -3.2057 -3.43 -3.13* I(0)

Tabel 2. Uji ADF pada Event-2 Hujan 13 Januari 2009

Critical Value
Lokasi Test Value Keterangan
5% 10%
A -1.6593 -3.43 -3.13
A -11.5065 -2.88* -2.57* I(1)
B -1.8936 -3.43 -3.13
B -10.9058 -2.88* -2.57* I(1)
Gambar 7. Scatter Plot Event-2 pada hujan 22/01/09 C -2.3075 -3.43 -3.13
C -9.5422 -2.88* -2.57* I(1)
D -3.4912 -3.43 -3.13
D -9.6447 -2.88* -2.57* I(1)

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa event-1


dengan uji ADF merupakan datanya stasioner I(0)
dengan tingkat signifikansi 90% karena absolut test-value
lebih besar dari absolut critical value 10% (ditandai *
pada tabel 1).
Sedangkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa
event-2 tidak stasioner pada data awalnya karena absolut
test-value lebih kecil dari absolut critical value 5% dan
10% sehingga data harus dilakukan penurunan
(differencing). Hasilnya data stasioner pada orde pertama
penurunan I(1) karena nilai absolut test-valuenya dari
turunan pertama lebih besar dari critical value 5% dan
10% (ditandai * pada tabel 2).
Gambar 8. Scatter Plot Event-3 pada hujan 22/01/09
Pada gambar 8 merupakan grafik scatter plot
untuk event hujan ke-3 pada hujan 22 Januari 2009. Dari

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 95

Tabel 3. Uji ADF pada Event-3 Hujan 13 Januari 2009 Tabel 6. Uji ADF pada Event-3 Hujan 22 Januari 2009

Critical Value Critical Value


Lokasi Test Value Keterangan Lokasi Test Value Keterangan
5% 10% 5% 10%
A -3.4496 -3.43 -3.13 A -3.5241 -3.43* -3.13* I(0)
A -9.9561 -2.89* -2.58* I(1) B -3.5241 -3.43* -3.13* I(0)
B -2.2678 -3.43 -3.13 C -3.5241 -3.43* -3.13* I(0)
B -12.7959 -2.89* -2.58* I(1) D -3.5241 -3.43* -3.13* I(0)
C -1.7922 -3.43 -3.13
C -11.2268 -2.89* -2.58* I(1) Pada tabel 6 menunjukkan bahwa event-2
dengan uji ADF merupakan datanya stasioner I(0)
D -3.2083 -3.43 -3.13* dengan tingkat signifikasni 95% dan 90% karena absolut
D -12.2063 -2.89* -2.58* I(1) test-value lebih besar dari absolut critical value 5% dan
10%. Bahkan dengan tingkat kepercayaan 99% karena
absolut test-value lebih besar dari absolut critical-
Sedangkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa event-3 valuenya 1% yaitu 3.99. Sedangkan pada tabel 6
tidak stasioner pada data awalnya karena absolut test- menunjukkan bahwa event-3 stasioner pada I(0) karena
value lebih kecil dari absolut critical value 5% dan 10% nilai absolut test-valuenya lebih besar dari critical value
sehingga data harus dilakukan penurunan (differencing). 5%. Hal ini berarti tingkat signifikansinya mencapai 95%.
Hasilnya data stasioner pada orde pertama penurunan I(1)
karena nilai absolut test-valuenya dari turunan pertama Langkah berikutnya adalah menentukan orde p
lebih besar dari critical value 5% dan 10% (ditandai * dengan menggunakan metode AIC.
pada tabel 3) Tabel 7. Estimasi VAR(p) dengan AIC

Tabel 4. Uji ADF pada Event-1 Hujan 22 Januari 2009 Orde VAR(p)

Critical Value Estimasi 13/01/09 22/01/09


Lokasi Test Value Keterangan lag p
5% 10% Event- Event- Event- Event- Event- Event-
1 2 3 1 2 3
A -5.1149 -3.42* -3.13* I(0)
AIC 1 1* 3* 4 1 1
B -6.2012 -3.42* -3.13* I(0)
C -4.6095 -3.42* -3.13* I(0) Dari tabel 7 estimasi orde lag p menggunakan
D -4.9225 -3.42* -3.13* I(0) AIC diperoleh nilai p=1 untuk semua event hujan yang
terjadi, kecuali event-3 hujan 13 Januari dan event-1
hujan 22 Januari 2009. Khusus untuk hasil estimasi untuk
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa event-1 dengan uji event-2 dan event-3 hujan 13 Januari 2009 menjadi model
ADF merupakan datanya stasioner I(0) dengan tingkat VAR(1) pada I(1) dan VAR(3) pada I(1), karena data
signifikansi 95% dan 90% karena absolut test-value lebih stasioner setelah dilakukan differencing orde pertama.
besar dari absolut critical value 5% dan 10% (ditandai *
pada tabel 4).
C. Uji Granger Causality
Tabel 5. Uji ADF pada Event-2 Hujan 22 Januari 2009 Uji ini untuk mencari hubungan timbal balik
(interrelatioship) antara variabel pada satu lokasi dengan
Critical Value lokasi rain gauges yang lain. Apakah masing-masing
Lokasi Test Value Keterangan variabel di masa lampau berpengaruh signifikan atau
5% 10%
tidak terhadap variable di lokasi yang lain, atau hanya
A -4.3626 -3.43* -3.13* I(0) berpengaruh pada dirinya sendiri saja. Uji ini akan
diterapkan pada masing-masing event hujan dengan
B -4.4762 -3.43* -3.13* I(0)
menggunakan hasil orde lag p pada sub-bab sebelumnya.
C -4.3350 -3.43* -3.13* I(0)
D -4.8842 -3.43* -3.13* I(0)

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


96 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Tabel 8. Uji Granger Causality Pada Hujan 13 Januari variabel lokasi B dipengaruhi oleh variabel bebas dari
2009 lokasi D namun tidak sebaliknya.

event-1 event-2 event-3 Tabel 9. Uji Granger Causality Pada Hujan 22 Januari
Causal
2009
ity F-test p-val F-test p-val F-test p-val
BA 45.83 1.5E-10 0.94 0.33 0.48 0.69 Causal event-1 event-2 event-3
CA 3.14 0.07 0.89 0.34 0.46 0.71 ity F-test p-val F-test p-val F-test p-val
DA 0.35 0.55 1.76 0.18 4.16 8.20E-3 BA 0.28 0.89 0 1 0.61 0.43
AB 0.6 0.43 0.02 0.89 0.54 0.66 CA 0.38 0.82 0 1 1.24 0.27
CB 1.18 0.28 6.78 0.01 1.97 0.12 DA 0.17 0.95 0 1 0.73 0.39
DB 0.55 0.46 0.81 0.37 0.44 0.72 AB 49.04 0 0 1 0.59 0.44
AC 0.04 0.85 0.13 0.72 1.05 0.37 CB 0.51 0.73 0 1 0.75 0.38
BC 0.11 0.74 32.74 4.20E-8 12.7 5.20E-7 DB 5.2 4.3E-4 0 1 2.15 0.14
DC 0.96 0.33 0.43 0.5 0.44 0.72 AC 0.66 0.62 0 1 0.55 0.46
AD 10.99 1.09E-3 1.76 0.18 7 2.70E-4 BC 0.02 0.99 0 1 0.23 0.63
BD 32.67 4.08E-8 1.62 0.2 0.37 0.77 DC 0.52 0.72 0 1 0.37 0.54
CD 0.89 0.35 3.3 0.07 0.11 0.95 AD 0.21 0.93 0 1 0.47 0.49
BD 0.82 0.51 0 1 2.61 0.11

Pada uji tabel 8 di atas apabila nilai F-testnya BD 0.16 0.96 0 1 0.12 0.73
lebih besar dari nilai maximal p-valuenya 0.1 (10%) maka
terdapat granger-cause antara variabelnya. Seperti terlihat
tabel 8 di atas ditunjukkan bahwa pada event-1 terjadi Namun pada event-2 tabel 9, tidak terjadi
unidirectional granger cause pada BA, CA, AD granger cause sama sekali pada masing-masing lokasi.
dan BD. Variabel pada model lokasi A dipengaruhi Hal ini dapat diartikan bahwa hujan pada lokasi A tidak
dari variabel bebas model lokasi B (pada tabel 8 diberi berpengaruh pada pada lokasi lainnya dan sebaliknya.
arsir hitam). Variabel pada model lokasi A dipengaruhi Demikian pada lokasi yang lainnya. Namun ini berbeda
dari variabel bebas model lokasi C. Variabel pada model dengan kejadian pada event-3, pada event-2 terdapat
lokasi D dipengaruhi dari variabel bebas model lokasi A. koefisien korelasi 1 antar 2 lokasi untuk semua lokasi
Variabel pada model lokasi D dipengaruhi dari variabel hujan seperti nampak pada gambar 7 scatter plotnya. Hal
bebas model lokasi B. ini dapat juga dimaknai bahwa terjadi hujan merata pada
Pada event-2 tabel 8 terjadi bidirectional granger semua lokasi.
cause antara BC (pada tabel 8 diberi arsir hitam), Sedangkan pada event-3 tabel 9, tidak terjadi
terjadi hubungan timbal balik antara lokasi C dengan granger cause sama sekali pada masing-masing lokasi.
lokasi B. Variabel bebas pada model lokasi B dipengaruhi Hal ini dapat diartikan bahwa hujan pada lokasi A tidak
dan mempengaruhi dari variabel bebas model lokasi C. berpengaruh pada pada lokasi lainnya dan sebaliknya.
Sedangkan unidirectional granger cause terjadi pada Demikian pada lokasi yang lainnya.
CD, di mana variabel lokasi D dipengaruhi oleh
variabel bebas dari lokasi C namun tidak sebaliknya.
Pada event-3 tabel 8 terjadi bidirectional granger V. KESIMPULAN
cause antara AD (pada tabel 8 diberi arsir hitam),
terjadi hubungan timbal balik antara lokasi A dengan Pada pembahasan dan analisis pemodelan VAR
lokasi D. Variabel bebas pada model lokasi A data 6 event curah hujan pada 4 lokasi rain gauge,
dipengaruhi dan mempengaruhi dari variabel bebas model masing-masing 3 event hujan pada tanggal 13 Januari
lokasi D. Sedangkan unidirectional granger cause terjadi dan 22 Januari 2009 diperoleh beberapa kesimpulan yaitu
pada BC, di mana variabel lokasi C dipengaruhi oleh 1. Dari uji stasioner dengan ADF terhadap data
variabel bebas dari lokasi B namun tidak sebaliknya. curah hujan pada masing-masing event hujan
Seperti terlihat tabel 9 di atas pada event-1 diperoleh bahwa curah hujan dapat bersifat
ditunjukkan bahwa terdapat unidirectional granger cause stasioner dan tidak stasioner.
terjadi pada AB, di mana variabel lokasi B dipengaruhi 2. Pada uji estimasi parameter orde lag p diperoleh
oleh variabel bebas dari lokasi A namun tidak sebaliknya model dengan orde lag p yang bervariasi pada
(diberi tanda arsir hitam pada tabel 9). Pun terdapat semua event. Model yang didapatkan pada event
unidirectional granger cause terjadi pada DB, di mana hujan 22 Januari adalah VAR(1) pada I(0)
kecuali pada event-1 hujan 22 Januari 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 97

didapatkan VAR(4) dan data hujan pada event- hujan 13 Januari 2009 diperoleh model VAR(1)
event ini bersifat stasioner. Sedangkan pada
3. pada I(0), VAR(1) pada I(1) dan VAR(3) pada [3] Hendrantoro, G., Indrabayu, Suryani, T.,
I(1) Mauludiyanto, A. (2006), A Multivariate
4. Pada uji granger cause pada ke-6 event hujan Autoregressive Model for Rain Attenuation on
diperoleh bahwa pada masing-masing event Multiple Short Radio Link, IEEE Antennas and
hujan berbeda kasus granger cause-nya Wireless Propagation Letters, Vol 5, hal. 54-57.
tergantung kondisi curah hujan pada setiap [4] Yadnya, M. S. (2008), "Pemodelan ARMA Curah
eventnya. Hal ini berarti bahwa hujan bersifat Hujan di Surabaya", Tesis Master,
tidak homogen dan berubah sebagai fungsi Telekomunikasi Multimedia, ITS-Surabaya
waktu dan lokasi. Bahkan pada event-2 dan [5] M. Rusdi, G.Hendrantoro,
event-3 hujan 22 Januari 2009 tidak ada kasus A.Mauludiyanto(2009), Modelling of Rain
granger cause-nya. Pada event-2 tersebut Rate in Surabaya using Fuzzy Autoregressive
menunjukkan bahwa hujan mempunyai korelasi (Fuzzy AR), International Seminar on Science
yang sama antar lokasinya, pada kasus ini terjadi and Technology ISSTEC, UII, Yogyakarta.
hujan yang merata sama pada semua lokasi. [6] Suhartono (2004), Evaluasi Pembentukan Model
5. Penerapan teknik site diversity untuk desain VARIMA dan STAR untuk Peramalan Data Deret
sistem komunikasi nirkabel gelombang Waktu dan Lokasi Jurnal Matematika Alternatif
milimeter direkomendasikan menggunakan Vol 3. No. 2
pemodelan VAR dengan uji Granger Causality. [7] Agustinus Alonso-Rodriguez (2000), VARMA
Modeling of The Production Function,
International Advance in Economic Research, Vol.
References 6 No. 2
[1] Salehudin, M., Hanantasena, B., Wijdeman, L. [8] Bernhard Pfaff (2008),VAR, SVAR and SVEC
(1999) Ka Band Line-of-Sight Radio Models: Implementation Within R Package vars,
Propagation Experiment in Surabaya Indonesia, Journal of Statistical Software, Volume 27, Issue
5th Ka-Band Utilization Conference, hal. 161-165, 4.
Taormina, Italy. [9] Chang-hong Zhao, Jiahai Yuan, Jian-gang Kang
[2] Hendrantoro, G., Mauludiyanto, A., Handayani, (2008), Oil Consumption and Economic Growth
P. (2004), An Autoregressive Model for in China: a Mulivariate Cointegration Analysis,
Simulation of Time Varying Rain Rate, 10Th The International Conference on Risk
International Symposium on Antenna Technology Management & Engineering Management.
and Applied Electromagnetics and URSI
Conference, Ottawa, Canada.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


98 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Analisa Kinerja Adaptive Coded Modulation


Pada Sistem OFDM Menggunakan Maximal Ratio Combining
Di Bawah Pengaruh Hujan Tropis
Suwadi1), 2)Gamantyo Hendrantoro dan 3)Boyong Baskoro
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email : 1) suwadi@ee.its.ac.id; 2)gamantyo@ee.its.ac.id dan 3)byngbskr@yahoo.com
dengan cepat pada bit rate 1,5 GBps saat downstream dan
200 MBps saat
Abstract_ The propagation factor effecting the link availability
and channel capacity of millimeter-wave fixed cellular system
operating at 30 GHz frequencies is rain attenuation. Indonesia upstream serta sistem ini mendapati gangguan minimal.
has very high rain rate that product very high rain Pada sistem ini tidak ada multipath fading.
attenuation. Rain attenuation can decrease performance of Sistem komunikasi pada pita frekuensi tinggi seperti
the system, i.e. link availability and channel capacity. sistem LMDS sangat peka terhadap fade (pelemahan) yang
Adaptive coded modulation (ACM) and cell-site diversity are
methods to increase them for this system. In this paper, the
disebabkan oleh hujan, sehingga bisa memberikan efek
evaluated system is OFDM system with ACM and maximal- yang signifikan pada keandalan sistem komunikasi di
ratio combining (MRC) diversity. Simulation results of the Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi. Oleh karena
system performance show that it is guaranteed to have itu, penerapan sistem LMDS di Indonesia akan menjadi
maximum BER 10-6 or 10-11. Performances of the system show permasalahan yang rumit mengingat besarnya redaman
that link availability is 99.99% in 2 km link length and hujan yang terjadi. Dimana, semakin tinggi curah hujan
99.95% in 4 km link length. Additionally, the results also show rata-rata maka semakin besar pula redaman hujan yang
that the channel capacities are 5.696 bps/Hz and 5.663 bps/Hz terjadi.
for maximum BER 10-6 and 10-11 in 4 km link length. Link Beberapa teknik mitigasi pengaruh fading hujan sudah
availability of the system is as same as with 4 QAM and its
channel capacity is better than 64 QAM.
diteliti dibeberapa negara non tropis, diantaranya teknik
penggunaan kendali daya untuk kompensasi fading karena
Abstrak_ Faktor propagasi yang mempengaruhi link hujan pada system seluler LMDS/LMCS [2]. Sistem ini
availability dan kapasitas kanal sistem millimeter-wave fixed dirancang untuk bekerja pada daerah non-tropis dengan
cellular yang bekerja pada frekuensi 30 GHz adalah redaman redaman hujan yang tidak terlalu besar. Akibatnya jika
hujan. Indonesia mempunyai curah hujan sangat tinggi yang diterapkan di daerah tropis untuk system komunikasi
menimbulkan redaman hujan yang sangat tinggi. Redaman nirkabel seluler pada gelombang milimeter akan terjadi
hujan dapat menurunkan kinerja sistem yaitu link availability nilai BER yang terlalu besar. Penelitian [1] hanya
dan kapasitas kanal. Adaptive coded modulation (ACM) dan menerapkan kendali daya yang berbasis AGC (automatic
cell-site diversity merupakan metode untuk meningkatkan link
availability dan kapasitas kanal sistem tersebut. Pada makalah
gain control) untuk mengatasi efek redaman hujan. Sistem
ini, sistem yang dievaluasi adalah sistem OFDM dengan mereka membedakan pelanggan dekat dan jauh dengan
ACM and maximal-ratio combining (MRC) diversity. Hasil- tujuan untuk membagi rentang dinamis AGC ke dalam dua
hasil simulasi kinerja sistem menunjukkan bahwa dijamin segmen yang lebih sempit. Sistem ini tidak memanfaatkan
mempunyai BER maksimal 10-6 atau 10-11. Kinerja dari modulasi adaptif maupun pengodean adaptif sehingga tidak
system tersebut menunjukkan bahwa link availability 99.99% dapat mencapai penggunaan sumber daya yang efisien.
pada jarak 2 km dan 99.95 pada link 4 km. Sebagai Teknik cell-site diversity juga telah terbukti sangat efektif
tambahan, hasil simulasi juga menunjukkan bahwa kapasitas untuk melawan pengaruh redaman yang diakibatkan oleh
kanal sistem tersebut adalah 5.696 bps/Hz dan 5.663 bps/Hz hujan di daerah non tropis [7]. Sistem transmisi adaptif
untuk BER maksimal 10-6 and 10-11 pada link 4 km. Link
availability sistem tersebut sama dengan 4 QAM dan
menggunakan variasi laju data dan variasi daya pada sistem
kapasitasnya lebih baik dari pada 64 QAM. M-QAM telah diterapkan untuk mengatasi Rayleigh fading
untuk mendapatkan efisiensi spektrum serta unjuk kerja
Kata Kunci: OFDM, Adaptive Coded Modulation, Maximal- yang optimum [4]. Teknik modulasi MQAM adaptif pada
Ratio Combining. kanal komunikasi gelombang milimeter telah digunakan
untuk mengoptimalkan efisiensi spektrum atau kapasitas
I. PENDAHULUAN kanal dibawah pengaruh hujan di Indonesia [11]. Pada
penelitian ini dilakukan evaluasi teknik modulasi dan
Sistem LMDS beroperasi pada frekuensi antara 20
pengkodean adaptif dengan menggunakan kode rangkap
40 GHz, dengan menggunakan sistem akses seluler untuk
Red Solomon dan Kode Konvolusional yang aplikasikan
arsitektur jaringannya, namun dengan receiver dari
pada sistem komunikasi OFDM nirkabel pita lebar
terminal pelanggan yang tetap dan mempunyai beamwidth
gelombang milimeter menggunakan teknik diversity MRC
antena yang sempit dan gain yang besar serta bersifat line
dibawah pengaruh redaman hujan di Indonesia, kususnya
of sight (LOS). Sistem ini dapat mengirimkan sinyal
dilakukan pengukuran curah hujan di Surabaya.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 99

Pada makalah ini tersusun atas pendahuluan yang diuraikan analisa hasil simulasi dan ditutup dengan
dituangkan pada bagian I, metodologi yang memuat model kesimpulan dan saran.
sistem dibahas pada bagian II, sedangkan pada bagian III
Pemancar Kanal Penerima
n[k ] bit
Ak
Data bit Demodulation
Sistem OFDM dan Decoding
ACM r[k ]
MRC
Diversity Estimasi kanal
Sistem OFDM
ACM

Delay
Gambar 1. Model Sistem ACM dengan MRC Diversity.
Tabel 1 Parameter sistem LMDS (k=1,38.10-23 dan T0=298 K)
Parameter Units Formula Value
Transmit Power into Antenna dBW Ptx : transmit power per carrier 0
Transmit Antenna Gain dBi Gt : Gant 15
Frequency GHz f : Transmit frequency 30
Path Length Km d : Hub to Subscriber Station Range 1
Field Margin dB Lfm : Antenna Misalignment -1
Free Space Loss dB FSL = -92.45-20*log(f)-20*log(d) -121.992
Total Path Loss dB Ltot = FSL + Lfm -122.992
Receiver Antenna Gain dBi Gr = Gant 30
Effective Bandwidth MHz BRF = Receiver Noise Bandwidth 40
Receiver Noise Figure dB NF : Effective Noise Figure 5
Thermal Noise dBw/MHz 10*log(k*To*B) -143.85
Systems Loss dB Lsys = Gt+Ltot+Gr -77.9924
Received Signal Level dBW RSL = Ptx+Lsys -77.9924
Thermal Noise Power Spectral Density dBW/MHz No = 10*log(k*To*B)+NF -138.859
SNR Clear Sky dB C/N = RSL-No-10*log(BRF) 44.83757

II. METODOLOGI Setelah melalui kanal dengan pengaruh redaman


hujan A[k] dan noise AWGN n[k], sinyal informasi
A. Model Sistem kemudian akan dikirimkan pada receiver dan masuk pada
sistem MRC diversity, dimana output dari diversity ini
Model sistem transmisi adaptif yang digunakan adalah sinyal dengan penjumlahan SNR dari sejumlah
disini adalah memvariasikan rate dari pengkodean rangkap kanal, yang kemudian akan diproses sebagai dasar estimasi
(Reed Solomon Code dan Convolutional code) dan kanal. Pada makalah ini, estimasi kanal diasumsikan ideal
penggunaan modulasi M-QAM yang dikemas dalam suatu dan delay feedback sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
blok tertutup seperti pada gambar 1. Pertama, bit-bit Selanjutnya SNR output hasil estimasi dikirimkan kembali
informasi terlebih dahulu akan dikodekan melalui enkoder pada pemancar sebagai referensi untuk penentuan level
menggunakan pengkodean rangkap di setiap sub carrier. modulasi dan pengkodean pada proses ACM selanjutnya.
Setelah proses pengkodean rangkap, bit informasi Parameter parameter sistem LMDS yang digunakan
dikenakan proses IFFT dan setelah itu digabungkan untuk perhitungan harga SNR pada jarak L Km adalah
kembali menjadi satu deretan bit informasi melalui proses dengan menggunakan perhitungan yang bersumber dari
paralel to serial. Mekanisme guard band dilakukan ditiap N Chu Y.C seperti terlihat pada tabel 1. Dalam penelitiannya
bit informasi untuk membentuk sebuah simbol OFDM. Chu menggunakan parameter LMDS yang diproduksi oleh
Selanjutnya bit-bit informasi yang telah dikodekan, New Bridge Corporation Canada [3].
memodulasi sub carrier yang dikirimkan melalui kanal
rain-fading. B. Synthetic Storm Technique (SST)

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


100 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Untuk menghitung redaman hujan dapat dilakukan Sistem modulasi dan laja kode adaptif menggunakan
melalui pengukuran curah hujan secara langsung dan skenario bahwa level modulasi yang digunakan 4-QAM,
penggunaan data cuaca serta pertimbangan arah dan 16-QAM, dan 64-QAM berturut-turut sesuai dengan harga
kecepatan angin menggunakan metode statistik Synthetic SNR yang dipengaruhi redaman hujan saat itu. Apabila
Storm Technique (SST). Metode SST mendeskripsikan selama periode tertentu nilai redaman rendah, maka nilai
suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang SNR akan naik dan memungkinkan tingkat modulasi yang
lintasan/link (Km) dimana hujan tersebut bergerak tinggi diterapkan dengan BER rendah. Sedangkan, apabila
sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan nilai redaman selama periode tertentu tinggi, maka nilai
kecepatan tertentu. Dari besarnya kecepatan angin dan SNR akan menurun dan memaksa untuk menggunakan
arah tingkat modulasi yang rendah agar BER terjaga.
Perhitungan teoritis dari BER untuk masing-masing
Hub 2
(Utara) skema modulasi dilakukan menggunakan persamaan: [10]

1
1
G1


Hub 1 2
2
M
(Timur) G2 Co-phase
dan Detektor
Output

penjumlahan


M m
Gambar 2. Konfigurasi Sistem Dua Link identik Gm

dengan Sudut 900 Antena

Kontrol Adaptif
angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan (vr).
Gambar 3. Maximal Ratio Combining [9]
Alat ukur yang digunakan yaitu disdrometer optik dengan
waktu sampling (T) 10 detik. Intensitas curah hujan (R)
Tabel 2 Skenario ACM BER 10-6
diukur menggunakan disdrometer dengan waktu sampling
(T) sepanjang lintasan dengan jarak tertentu. Pembagi Modulasi Adaptif menjamin BER maksimal 10-6
lintasan L dapat diperoleh dengan rumusan sebagai Jenis Modulasi Interval SNR
berikut: No Transmisi SNR< 1.179
L = vr T km (1) 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.179< SNR<11.45
16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 11.45< SNR <21.623
Total redaman A (dB) hujan dapat dihitung dengan rumus
berikut: 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR >21.623
n 1
Am = aR mb j L j (2) Tabel 2 Skenario ACM BER 10-11
j =0 Modulasi Adaptif menjamin BER maksimal 10-11
dimana n = L / L dan koefisien a dan b bergantung dari Jenis Modulasi Interval SNR
frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio, No Transmisi SNR< 1.796
dan canting angle (sudut jatuh) dari hujan. Koefisien 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.796<SNR<12.623
tersebut berdasarkan pada ITU-R P.838-3 tahun 2005. 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 12.623<SNR<23.538
Dalam penelitian ini frekuensi yang digunakan sebesar 30 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR>23.538
GHz dengan polarisasi horizontal sehingga koefisien yang
digunakan yaitu a= 0.2403 dan b = 0.9485. [12]
m m
P
1 2 1 j 2m 1 Pe j 1 Pe 2 1 j log M (3)
C. Konfigurasi Sistem Komunikasi Dual Link B m cc cc 2
2 1 j = t + 1 j

Penelitian ini lebih memfokuskan pada diimana m, M dan Pecc secara berturut-turt adalah
permasalahan tentang pengaruh arah dan curah hujan banyaknya bit dalam satu simbol, nilai dari orde
terhadap posisi link yang terjadi. Pada penelitian ini akan modulasidan probabilitas simbol salah setelah koding
dilakukan sistem komunikasi dua link dengan sudut apit konvolusional
90o (link arah utara dan link arah timur) seperti yang Perhitungan teoritis BER untuk masing-masing
digambarkan pada gambar 2. skema modulasi dilakukan menggunakan persamaan 3
Konfigurasi sistem komunikasi dua link seperti maka didapatkan nilai operasi untuk BER 10-6 dan 10-11
gambar 2 mengakibatkan perbedaan waktu terjadinya seperti terlihat pada tabel 2 dan 3.
redaman hujan antara link satu dengan yang lain. Dimana
perbedaan tersebut bergantung pada arah kedatangan angin E. Maximal Ratio Combining
terhadap letak posisi link.
Metoda MRC pertama kali diusulkan oleh Kahn,
D. Skenario Adaptive Coded Modulation (ACM) gambar 3 menunjukkan blok diagram dari metode ini,

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 101

dimana ada M cabang yang masuk ke rangkaian dan setiap dan menunjukan bahwa probabilitas curah hujan 0,01%
cabang memiliki gain tertentu. untuk curah hujan lebih dari 140,1 mm/jam. Hal ini
M maksimum ketika Gi = ri / N, yang dirumuskan pada menunjukkan curah hujan di Surabaya sangat tinggi.
persamaan sbb : Setelah mengetahui data curah hujan, selanjutnya

mrc =
1 (r / N )
i
2 2
=
1
M


ri 2
=
M

(4)
dilakukan perhitungan redaman. Hasil perhitungan
redaman hujan menggunakan metode SST
(r / N 2 2 i
2 N ) 2 i =1
N i =1
i
direpresentasikan dalam bentuk CCDF redaman hujan
(19) pertahun untuk semua event dalam interval rentang waktu 2
Dengan demikian SNR output pada diversity combiner tahun.
adalah jumlah dari SNR pada tiap cabangnya. Pada gambar 5 kondisi link arah utara sering
mengalami arah kedatangan angin tegak lurus yang
F. Kapasitas Kanal menimbulkan redaman hujan paling besar. Selain itu juga
dapat diketahui bahwa dengan arah link yang sama,
Kapasitas kanal merupakan laju transmisi informasi semakin jauh jarak lintasan komunikasi maka semakin
per Hz dari bandwidth yang digunakan, yang bertujuan besar pula redaman hujan yang terjadi. Secara detail dapat
untuk mengirimkan sinyal informasi yang maksimum dilihat bahwa terjadi redaman hujan di Surabaya
1
(Indonesia) dengan probabilitas 0,01% untuk redaman lebih
10
pengukuran
dari 102 dB pada panjang link 4 Km arah link utara selatan.
0
10
0
10 SUDUT 90 LINK 1 KM
SUDUT 90 LINK 2 KM
Prob.[Curah Hujan> absis] %

-1 SUDUT 90 LINK 3 KM
10
-1
10
SUDUT 90 LINK 4 KM
Prob.[Redaman > absis]%

-2
-2 10
10

-3
-3 10
10

-4
-4 10
10
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Curah Hujan (mm/jam)

Gambar 4 CCDF Curah Hujan pertahun di Surabaya 0 50 100 150 200 250 300
Selama 2 tahun Redaman (dB)

Gambar 5. Kurva CCDF Redaman Hujan Link Variasi


dengan bandwidth minimum. Satuan yang tepat untuk Sudut 900 Panjang Lintasan 1-4 Km.
kapasitas kanal adalah bit/s/Hz. Pada sistem modulasi
adaptif, kapasitas kanal dapat dinyatakan sebagai berikut 1
10
[4]: UTARA 1 KM

R N (5)
UTARA 2 KM

0
= log ( M ) P( M ) 2 i i
10 UTARA 3 KM
B i =0 UTARA 4 KM

dimana, R , N , M i dan
Prob.[SNR <= absis] %

-1

P( M i ) merupakan kapasitas kanal 10

B
(bps/Hz), jumlah data, level modulasi dan prob. -2
10
kemungkinan masing-masing modulasi
-3
10
III. ANALISA HASIL SIMULASI
-4
10
A. Curah dan Redaman Hujan di Surabaya
Pengukuran curah hujan dilakukan di lingkungan
kampus ITS Surabaya menggunakan alat ukur disdrometer -300 -250 -200 -150 -100 -50 0 50

optik. Dari hasil pengukuran diperoleh data curah hujan SNR [k] (dB)

selama 2 tahun dari tahun 2007 dan 2008 dengan waktu Gambar 6. CDF SNR Sesaat Link Arah Utara
sampling T 10 detik. Metode synthetic storm technique Dengan Panjang 1-4 Km.
(SST) [5][8] merupakan metode yang digunakan untuk
mengestimasi redaman hujan berdasarkan kecepatan dan B. Signal to Noise Ratio Sesaat
arah angin. Hasil pengukuran curah hujan di Surabaya
dapat digambarkan dalam kurva CCDF (Complementary Setelah mendapatkan nilai redaman hujan Ak di tiap
Cumulative Distribution Function) seperti pada gambar 4 link, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


102 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

dari signal to noise ratio sesaat SNRk. Nilai SNR sesaat SNR sesaat pada penerima mempunyai probabilitas 0,01%
sebelum proses ACM dihitung untuk masing-masing untuk SNR sesaat kurang dari - 12 dB pada panjang link 2
panjang link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km dengan sudut 90. Km arah link utara selatan.
Grafik SNRk yang diperoleh direpresentasikan
dalam bentuk Cumulative Distribution Function (CDF) C. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation
untuk semua event terjadinya hujan dalam interval rentang Pengamatan terhadap kinerja sistem ACM dilakukan
waktu 2 tahun seperti pada gambar 6. pada BER maksimal 10-6 dan 10-11. Tahap ini akan dimulai
Berdasarkan gambar 6 di atas dapat diketahui bahwa dengan menghitung nilai probabilitas error (Pb)k pada nilai
semakin besar jarak lintasan komunikasi, semakin kecil SNR sesaat. Selanjutnya dibuat grafik CCDF sehingga
nilai SNR sesaat. Secara detail dapat dilihat bahwa harga didapatkan nilai prosentase probabilitas (Pb)k absis.

Tabel 4 Link availability (%) untuk panjang link bervariasi sistem ACM

Panjang Link
Mode Transmisi 1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
Adaptive transmisin 99,9987 99,99861 99,973 99,97262 99,936 99,93444 99,903 99,90059
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 99,9987 99,99861 99,973 99,97262 99,936 99,93444 99,903 99,90059
16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99,9972 99,99664 99,958 99,95475 99,916 99,91035 99,876 99,86875
64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99,9858 99,98118 99,941 99,92848 99,915 99,89518 99,887 99,85690

Tabel 5 Kapasiatas kanal (bps/Hz) untuk panjang link bervariasi sistem ACM

Panjang Link
Mode Transmisi 1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM 5,9699 5,9621 5,7576 5,7332 5,5448 5,5067 5,3529 5,2976
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1,9981 1,9980 1,9611 1,9600 1,9083 1,9059 1,8631 1,8598
16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 3,9902 3,9885 3,8543 3,8446 3,7219 3,7050 3,5999 3,5797
64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 5,9302 5,9097 5,6081 5,5526 5,3267 5,2447 5,0696 4,9440
BER 10-6 pada link 2 km adalah 5,758 bps/Hz dan pada
Tabel 6. Hasil Perhitungan Diversity Gain MRC link 4 km 5,353 bps/Hz.
2 Link Sudut 900
Kapasitas kanal tiap sub-carrier untuk BER 10-11
JARAK 1 km 2 km 3 km 4 km pada link 2 km adalah 5,733 bps/Hz dan pada link 4 km
Prob.Outage dB 5,298 bps/Hz. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem
1% OFDM dengan ACM tiap sub-carrier mempunyai kapasitas
2,981 2,922 2,833 2,731
kanal lebih besar daripada pada modulasi non-adaptif (4-
0,1% 3,787 6,723 9,861 13,74 QAM, 16-QAM dan 64-QAM).
0,01% 5,675 11,39 22,31 33,22
0,001% 9,17 35,82 54,26 80,67 D. Analisa Diversity Gain
0,0001% 15,88 43,48 94,61 137,9
Adanya nilai redaman hujan yang besar ini akan
Berdasarkan hasil simulasi harga link availabity mempengaruhi kinerja sistem komunikasi. Oleh karena itu
pada sistem ACM dengan kinerja BER maksimal 10-6 dan teknik mitigasi diperlukan untuk mengatasi pengaruh
10-11 ditunjukkan seperti pada tabel 4. Dari tabel 4 dapat redaman hujan tersebut. Pada penelitian ini menggunakan
disimpulkan bahwa nilai link availability sistem adaptif teknik maximal-ratio combining diversity (MRC). Sistem
(ACM) akan selalu sama dengan nilai link availability pada kerja dari MRC diversity adalah dengan menambahkan
sistem 4QAM non-adaptif. Pada sistem ACM nilai link nilai SNR pada konfigurasi dua link.
availability 99,99% dapat dicapai untuk panjang lintasan 1
km. Selain itu, semakin jauh panjang lintasan link
komunikasi maka semakin menurun nilai link availability . Perbedaan harga SNR tanpa pengaruh diversity
Dengan menggunakan persamaan (5) maka dengan nilai SNR yang didapatkan hasil proses teknik
diperoleh nilai perbandingan kapasitas kanal untuk masing- diversity disebut diversity gain. Hasil simulasi harga
masing panjang lintasan pada pengamatan BER maksimum diversity gain untuk 2 link dengan sudut 900 dapat dilihat
10-6 dan 10-11 yang ditampilkan pada tabel 5. pada tabel 6. Dengan adanya diversity gain dapat
Berdasarkan tabel di atas bahwa nilai kapasitas kanal memberikan perbaikan kinerja dari sistem tersebut. Seperti
adaptive coded modulation (ACM) tiap sub-carrier untuk pada tabel 6 pada panjang link dengan outage 0,01%
menghasilkan diversity gain sebesar 5,675 dB.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 103

Sedangkan hasil perhitungan nilai kapasitas kanal


E. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation dan sistem ACM dengan MRC diversity untuk link sudut 900
Maximal-Ratio Combining Diversity dengan panjang lintasan 1 - 4 km dapat dilihat pada tabel 8.
Mode transmisi adaptif (ACM+MRC) pada jarak 2 km
Pada bagian ini akan dilakukan pengolahan data kondisi BER 10-6 menghasilkan kapasitas kanal 5,887
SNR hasil perhitungan teknik diversity ke dalam sistem bps/Hz dan BER 10-11 mempunyai kapasitas kanal 5,872
Adaptive Coded Modulation pada jarak 1,2,3 dan 4 km. bps/Hz. Dengan perbandingan hasil perhitungan kapasitas
Analisa kinerja ini dilakukan pada pengamatan BER kanal pada tabel 5 dengan tabel 8, maka dapat diketahui
maksimum 10-6 dan 10-11 dengan sudut konfigurasi dua link sistem ACM yang menggunakan teknik MRC diversity
900. Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai link memiliki nilai kapasitas kanal yang lebih besar
availability 99,99% pada sistem ACM yang dibandingkan dengan nilai kapasitas kanal pada sistem
dikombinasikan dengan MRC diversity telah dicapai hingga ACM tanpa diversity. Mode transmisi adaptif menggunakan
jarak 2 km. Pada panjang link 3 km link availability MRC diversity menghasilkan kapasitas kanal yang paling
99,97% dan link 4 km link availability 99,95%. Sehingga besar dibandingkan dengan mode transmisi non adaptif
dapat disimpulkan bahwa teknik MRC diversity dapat lainnya.
meningkatkan kinerja sistem transmisi adaptif dan mode
transmisi adaptif (ACM+MRC) yang menghasilkan link
availability maksimal seperti pada mode transmisi non
adaptif yaitu 4 QAM dengan kode RS (63,31) dan kode
konvolusional 1/3).

Panjang Link
Mode Transmisi 1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM + MRC 99,999 99,999 99,988 99,987 99,970 99,969 99,953 99,951
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 99,999 99,999 99,988 99,987 99,970 99,969 99,953 99,951
16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99,999 99,999 99,980 99,978 99,956 99,952 99,876 99,928
64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99,995 99,992 99,965 99,956 99,936 99,921 99,887 99,891

Tabel 7 Link availability (%) untuk panjang link bervariasi sistem ACM dan MRC diversity

Panjang Link
Mode Transmisi 1 km 2 km 3 km 4 km
10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11
ACM + MRC 5,9890 5,9857 5,8866 5,8724 5,7844 5,7584 5,6958 5,6629
4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1,9991 1,9991 1,9840 1,9831 1,9637 1,9624 1,9454 1,9437
16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 3,9967 3,9963 3,9360 3,9310 3,8771 3,8662 3,8232 3,8108
64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 5,9748 5,9654 5,8038 5,7714 5,6465 5,5890 5,5164 5,4414

Tabel 8 Kapasiatas kanal (bps/Hz) untuk panjang link bervariasi sistem ACM dan MRC diversity

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


104 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

IV. KESIMPULAN Menggnakan Synthetic Storm Technique (SST),


Tesis, Jurusan Teknik Elektro, ITS, Surabaya, 2006.
A. Kesimpulan
[6] Haykin, S. Digital Communication System, Jhon
Berdasarkan hasil analisa dapat ditarik beberapa
Wiley & Sons, 2004
kesimpulan, antara lain :
[7] Hendrantoro, G. R.J.C. Bultitude and D.D Falconer,
Kondisi curah hujan di Surabaya telah mengalami
Use of Cell-Site Diversity in Millimeter Wave
peningkatan, berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata
Fixed Cellular Systems to Combat the Effects of
curah hujan di kota Surabaya adalah 140,1 mm/h
Rain Attenuation, IEEE Journal on Selected Areas
untuk peluang kemunculan 0.01% pertahun.
in Communications, Vol. 20, No. 3, Page 602, April
Penggunaan sistem Adaptive Coded Modulation 2002
dengan teknik MRC diversity, terbukti meningkatkan [8] Kanellopoulos, J. D. and P. Kafetzis, Comparison
link availability sistem OFDM secara keseluruhan of the Synthetic Storm Technique with a
dibandingkan sistem transmisi non adaptif. Conventional Rain Attenuation Prediction Model,
Pada konfigurasi link panjang sama dengan sudut 90o IEEE transactions on Antennas and Propagation,
pada link 1 km, diversity gain untuk probabilitas Vol. AP-34, No. 5 hal: 714, May 1986.
outage 0.1%, 0.01%, 0.001% dan 0.0001% masing- [9] Rappaport, T.S., Wireless Communications
masing bernilai 3.787 dB, 5.675 dB, 9.17 dB dan Principles and Practice, Prentice Hall, hal 386,
15.88 dB. 2002
Penerapan MRC diversity pada sistem Adaptive [10] Sklar, B. Digital Communication, Prentice Hall,
Coded Modulation juga berefek pada meningkatnya New Jersey, 1994
kapasitas kanal tiap sub-carrier sistem OFDM. [11] Suwadi, Hendrantoro, G. dan Kurniawati, T.
B. Saran Evaluasi Kinerja Modulasi Adaptif Untuk Mitigasi
Adapun beberapa saran untuk meningkatkan hasil Pengaruh Redaman Hujan di Daerah Tropis Pada
yang lebih baik pada penelitian selanjutnya adalah: kanal komunikasi gelombang Milimeter Seminar
Memperbanyak data hasil pengukuran curah hujan, EECCIS, Unibraw-Malang, Juni 2008.
sehingga secara statistik hasil data curah hujan [12] ITU R P.838-3, Specific attenuation model for rain
menjadi lebih akurat. for use in prediction methods, 2005
Dilakukan penelitian terhadap efek interferensi dari
sinyal yang diterima pada teknik diversity.
Pemanfaatan sistem relay dapat digunakan untuk
penelitian sistem komunikasi gelombang milimeter Suwadi, dilahirkan di Gresik tanggal 18 Agustus 1968. Pada
tahun 1992 menamatkan program sarjana di teknik elektro ITS
yang lebih luas.
dan Pebruari 1999 menamatkan program magisternya di
Elektroteknik ITB. Penulis sejak 1993 sebagai staf pengajar di
V. DAFTAR PUSTAKA Jurusan Teknik Elektro ITS dan sedang studi program doktoral
[1] Abbiati Fausto, Gaspare L., Santacesaria C, di jurusan teknik elektro ITS, serta sedang meneliti pengaruh
hujan tropis maritim terhadap sistem komunikasi gelombang
Reception And Transmission Power Gains Control
milimeter.
in a Point-to-Multipoint System, EP 1427117A1,
1994. Gamantyo Hendrantoro, dilahirkan di Jombang, 11
[2] Boch,Yee, Ployer, Power Control of LMDS/LMCS Nopember 1970. Pada tahun 1992 memperoleh gelar sarjana di
Base Station to Provide Rain Fade Compensation, teknik elektro ITS, dan memperoleh M.Eng dan Ph.D di
EP 0987832A2, 2000. electrical engineering, Carleton University Ottawa, Canada
[3] Chu, C. Y., Chen, K. S. Effects of Rain Fading on pada tahun 1997 dan 2001. Saat ini aktif sebagai guru besar di
the Efficiency of the Ka-Band LMDS System in the ITS dan interes pada bidang antena and propagation, wireless
Taiwan Area, IEEE Transactions on Vehicular and mobile communication.
Technology, vol. 54, no. 1, Januari 2005.
Boyong Baskoro dilahirkan di Surabaya, 31 Desember 1986,
[4] Goldsmith, A.J. dan Chua, S.G. Variable-Rate sebagai mahasiswa tingkat akhir jurusan teknik elektro ITS,
Variable Power MQAM for fading Channels, IEEE bidang keahlian telekomunikasi multimedia dan aktif sebagai
transactions of communication, vol. 45, no. 10, anggota penelitian bidang propagasi dan komunikasi gelombang
October 1997 milimeter.
[5] Haniah Mahmudah, Achmad Mauludiyanto dan
Gamantyo Hendrantoro Prediksi Redaman Hujan

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 105

PENGGUNAAN MAXIMAL RATIO COMBINING (MRC) UNTUK MENGURANGI


PENGARUH REDAMAN HUJAN DAN INTERFERENSI PADA SISTEM LMDS DI
SURABAYA
Syahfrizal Tahcfulloh1,2, Suwadi1, Gamantyo Hendrantoro1
1
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, INDONESIA
2
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Borneo
Kampus Jl. Amal Lama No. 1 Tarakan, 77123, INDONESIA
E-mail: rizhan@elect-eng.its.ac.id; {suwadi, gamantyo}@ee.its.ac.id

Abstrak Local Multipoint Distribution Service (LMDS) Sektorisasi sel pada sistem LMDS digunakan untuk
merupakan teknologi yang digunakan pada komunikasi meningkatkan kapasitas layanan jaringan dimana tiap-tiap
broadband dengan kapasitas dan bandwidth tinggi. Sistem ini sel mempunyai frekuensi dan polarisasi radiasi sama
menggunakan frekuensi gelombang milimeter yang sehingga terjadi mekanisme frequency reuse yang
permasalahan utamanya mempunyai redaman yang cukup
besar terutama redaman akibat hujan apalagi di daerah tropis
merupakan penyebab utama terjadinya interferensi antar sel
seperti Indonesia sehingga bisa menurunkan performansi [2] dan interferensi ini meningkat dengan adanya trafik
sistem. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi downlink yang lebih besar daripada uplink [3]. Sehingga
redaman hujan salah satunya teknik mitigasi Cell-Site dalam pembangunan sistem LMDS dibutuhkan metode
Diversity (CSD) terutama MRC. Sel hujan bergerak yang perencanaan jaringan yang akurat untuk
melintasi daerah layanan sistem dapat melemahkan kinerja mempertimbangkan adanya C/I pada seluruh area layanan
sistem pada sebagian daerah layanan tetapi bisa juga dan dibutuhkan sensitivitas tinggi untuk mengatasi
meningkatkannya bergantung pada kedudukan terminal fenomena meteorologi terutama redaman hujan.
station (TS), base station (BS) dan sel hujan bergerak. Beberapa teknik mitigasi telah dikembangkan untuk
Redaman hujan pada beberapa lokasi LMDS telah ditentukan
dari data pengukuran curah hujan di ITS Surabaya pada
mengurangi redaman hujan seperti CSD, kontrol daya, dan
frekuensi kerja 30 GHz. Teknik CSD diterapkan berdasarkan modulasi adaptif. Diantara teknik mitigasi tersebut yang
rekomendasi ITU-R. Kinerja LMDS dinilai menurut besar sangat efisien adalah CSD [7]. Menurut [5], dari beberapa
carrier to interference (C/I) ketika sel hujan bergerak dengan teknik CSD maka MRC merupakan teknik yang
dan tanpa CSD. Perbedaan ukuran sel LMDS juga turut memberikan diversity gain (DG) terbaik dan dianjurkan
dianalisa pengaruhnya. Hasil yang diperoleh menyatakan sebagai CSD pada gelombang milimeter.
bahwa teknik CSD memiliki kemampuan tinggi untuk
meningkatkan kinerja sistem LMDS dalam mengatasi II. ASUMSI SISTEM LMDS
pengaruh redaman hujan dan interferensi antar sel.
Umumnya sistem LMDS menggunakan arsitektur
Kata Kunci Cell-Site Diversity, MRC, sistem LMDS, seluler heksagonal, namun bentuk persegilah yang populer
redaman hujan, interferensi antar sel. dijadikan pertimbangan dalam perancangan sistem
komunikasi bergerak. Suatu sel terdiri atas satu BS dan
I. PENDAHULUAN beberapa TS. Satu sel tersektorisasi menjadi 4 sektor
Permintaan layanan teknologi komunikasi broadband sebesar 90o. Gambar 1a memperlihatkan plan frekuensi
seperti internet pesat data tinggi, video digital, untuk layanan LMDS. A dan B menyatakan polarisasi
broadcasting audio, konferensi video, telemedecine, horizontal, sedangkan a dan b berarti polarisasi
teleeducation, ecommerce dan lain-lain dari suatu pemancar vertikal. Garis tebal menandakan batas sel. Pada satu sel,
sentral ke user yang menggunakan teknologi LMDS sektor yang bertetangga menggunakan polarisasi orthogonal
semakin meningkat dengan cepat [1]. Hal ini didukung untuk meminimalkan interferensi antar sel karena dapat
karena adanya efisien dalam biaya, instalasi jaringan mudah menurunkan efisiensi bandwidth [7].
dan murah, dan mampu direkonfigurasi ulang. Sistem ini Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1b yang
menggunakan frekuensi gelombang milimeter antara 20-40 mengacu Gambar 1a akan diperhitungkan C/I free space,
GHz [2] dan berdasarkan arsitektur selular yaitu sinyal TS1 dan TS2 secara berurutan berada pada sektor 1 di
dikirim pada kanal yang tetap antara BS multi-directional sumbu horizontal dan vertikal sedangkan TS3 berada pada
ke TS yang tersebar di dalam sel [6]. Permasalahan pada sumbu diagonal dengan band frekuensi a. Antena BS
sistem yang menggunakan frekuensi diatas 10 GHz adalah adalah antena sektor yang berada di pusat sel dan
mempunyai redaman yang cukup besar terutama redaman beamwidth dari antena TS sangat sempit (3dB beamwidth =
hujan sehingga bisa menurunkan performansi dari sistem. 8o degrees). Antena terminal pada TS1 searah dengan
Selain itu, besarnya redaman hujan sangat dipengaruhi oleh sumbu horizontal. TS1 menerima interferensi yang berasal
iklim dan letak geografik suatu wilayah. Indonesia dari sektor 2. Direktivitas antena yang tinggi pada antena
merupakan daerah tropis dengan intensitas hujan yang terminal dapat menghilangkan interferensi yang berasal dari
tinggi akan mempunyai redaman hujan yang tinggi pula sektor lain. Sementara sektor 2 bertindak sebagai
sehingga pengaruhnya harus dipikirkan sebagai parameter penginterferensi maka TS1 mengalami redaman jenis lain.
utama yang akan menentukan kondisi kanal pada penerapan Sehingga C/I dari TS1 untuk kondisi free space dapat
sistem LMDS [4]. dihitung dengan persamaan berikut [7]:

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


106 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

C r (1) Sel hujan bergerak menyebabkan redaman yang


= 20 log 1 bervariasi sepanjang lintasan sehingga ada beberapa
I r2
skenario diterapkan berdasarkan posisi hujan untuk
dimana r1 menyatakan jarak TS dari BS target, dan r2
dianalisa C/I-nya dan pengaruh kemampuan layanan pada
menyatakan jarak TS dari BS penginterferensi.
daerah cakupan sistem LMDS serta ukuran selnya.

(a) (b)
Gambar 1. (a) Plan frekuensi pada layanan LMDS, H = polarisasi
Gambar 2. Struktur dan skenario LMDS yang diajukan
horizontal, V = polarisasi vertikal, dan o = base station (BS); (b)
Interferensi antar sel

Dengan perlakuan yang sama, TS2 dan TS3 secara III. CELL SITE DIVERSITY
berurutan menerima interferensi yang berasal dari sektor 4 CSD merupakan salah satu teknik sederhana yang
dan sektor 3. Harga C/I pada TS2 dan TS3 dapat juga digunakan untuk mengatasi fading yang diakibatkan oleh
dihitung dengan persamaan (1). Harga C/I cenderung pengaruh redaman hujan. Teknik ini memanfaatkan
bertambah bila TS bergerak menuju BS target karena pengiriman data yang sama, melewati fading kanal dari BS
adanya daya sinyal target yang lebih besar dibandingkan yang berbeda-beda melalui beberapa lintasan yang saling
daya sinyal penginterferensi dan redaman lain yang kecil. bebas. TS memilih BS dengan sinyal yang paling baik dari
Sistem LMDS melayani user bersifat fixed dengan ketiga BS atau mengkombinasi seluruh sinyal dari BS
radius area tak melebihi 5 km dan komunikasi dari BS ke dalam kondisi pengaruh hujan [7] seperti pada Gambar 3.
TS serta sebaliknya bersifat line-of-sight (LOS) dengan Suatu TS dilayani oleh tiga BS, dimana dalam hal ini BS1
konfigurasi point to multipoint (PMP) untuk downlink dan (yang terdekat) menjadi hub referensi. Pada saat BS1
point to point (P2P) untuk uplink. Arsitektur sistem mengalami penurunan kinerjanya karena hujan, maka BS2
selularnya dapat dilihat pada Gambar 2. Pada penelitian ini dan BS3 dapat menggantikan tugas BS1 dengan asumsi
dibatasi untuk 9 sel atau konfigurasi 9 BS yang memiliki 4 pada penerima terdapat teknologi untuk memonitor secara
frekuensi carrier (f1, f2, f2 and f4). Sistem LMDS memiliki kontinyu dan simultan link penerima ke semua hub.
ukuran sel 6 x 6 km2 sehingga ukuran tiap sektor selnya Pada MRC, sinyal-sinyal sefase dari beberapa BS akan
adalah 3 x 3 km2. dijumlah sampai mencapai harga C/I threshold tertentu.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka hanya Kinerja SD dinyatakan dalam DG yaitu selisih redaman
dibatasi untuk kejadian worst case yaitu TS berada pada dengan dan tanpa SD. Dari segi kinerja MRC memiliki
salah satu sudut dari suatu sektor sel terjauh dari sistem kinerja yang lebih bagus dibandingkan dengan EGC
LMDS yang diajukan untuk menunjukkan pengaruh maupun SC [7], walaupun memiliki konfigurasi yang lebih
redaman hujan yang berarti karena telah diketahui redaman kompleks dan memerlukan biaya yang lebih besar dalam
semakin besar jika jarak layananya semakin jauh. Untuk penerapannya. SD memberikan kemampuan TS untuk
memperhitungkan nilai C/I pada sistem LMDS maka menggabungkan sinyal dari BS-BS untuk mencapai C/I
parameter-parameter yang terdapat pada [8] akan terbaik. SD yang menggunakan teknik MRC akan
diterapkan. menjumlah sinyal daya dari berbagai BS yang memiliki
Pada Gambar 2 juga memperlihatkan skenario fase yang sama untuk mengurangi pengaruh redaman hujan
bagaimana menghitung harga C/I untuk kondisi clear sky. dan interferensi agar diperoleh nilai C/I yang diperlukan.
TS berada pada posisi kiri bawah pada sektor suatu sel yang Pada Gambar 4 diperlihatkan skenario SD yang terjadi pada
menerima sinyal tujuan C (ditunjukkan dengan panah worst case bila BS target mengalami redaman hujan yang
berwarna putih) dari BS dan ada tiga interferensi dari BS1, tinggi. Titik putih pojok kiri bawah menandakan sinyal
BS2, dan BS3(ditunjukkan dengan anak panah berwarna yang diinginkan C datang dari dua BS sebagai SDBS yang
hitam). Sinyal dari BS maupun dari BS1, BS2, dan BS3 menerapkan teknik MRC artinya dari kedua SDBS ini
memiliki frekuensi, polarisasi dan sektorisasi yang sama sinyal keduanya akan dijumlah untuk menerapkan SD.
satu dengan yang lain. Perhitungan tanpa dan dengan SD akan dihitung dan
Redaman hujan dihitung menggunakan curah hujan diperbandingkan dalam fungsi C/I selama hujan dan
ITU-R serta menurut [5] telah diperoleh curah hujan rerata interferensi terjadi.
sebesar 140.1 mm/h untuk wilayah Surabaya Indonesia
pada frekuensi 30 GHz. Perhitungan panjang lintasan
efektif menggunakan rekomendasi ITU-R P.530 [9].

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 107

Gambar 3. Skenario CSD


Gambar 4. Penerapan teknik side diversity pada BS

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN


Dari Gambar 2, jarak antara BS target ke TS yang
terletak pada sisi kiri bawah C adalah 4,2426 km,
sedangkan jarak terhadap BS penginterferensi yaitu BS1,
BS2, dan BS3 berturut-turut 21,2132 km, 15,2970 km, dan
15,2970 km. Jarak tersebut akan dinyatakan dalam jarak
efektif dengan menggunakan formula yang terdapat pada
[9]. Parameter polarisasi horizontal dan vertikal dari
redaman hujan untuk frekuensi 30 GHz bisa ditentukan
dengan [10]. Dengan parameter sistem LMDS pada [8],
curah hujan hasil [5], maka akan diperoleh Gambar 5.
Terlihat bahwa redaman hujan yang dihitung sepanjang
lintasan efektif antara BS target dan TS untuk dua macam Gambar 5. Redaman hujan vs panjang lintasan pada frekuensi 30 GHz dan
polarisasi menunjukkan bahwa redaman sangat tinggi curah hujan rerata 140.1 mm/h
terjadi pada polarisasi horizontal karena parameter-
parameter yang disebutkan pada [10] lebih besar nilainya Menurut [7] harga threshold C/I yang diizinkan untuk
daripada polarisasi vertikal. Dari grafik juga tampak bahwa sistem LMDS sekitar 11 dB yang dengan ukuran atau
untuk polarisasi horizontal redaman hujan tertinggi bernilai panjang lintasan tidak melebihi 2,82 km yang berarti Case1
71.73 dB sedangkan pada polarisasi vertikal sebesar 57.35 atau worst case pada Gambar 7 selanjutnya yang diterapkan
dB, dengan demikian pengukuran akan diwakilkan pada teknik SD untuk meningkatkan kinerjanya.
polarisasi horizontal. Gambar 8 memperlihatkan pengaruh ukuran sel
Pada Gambar 6 menunjukkan keadaan TS pada sel terhadap daerah cakupan sel untuk kondisi worst case.
LMDS untuk kondisi dengan dan tanpa hujan. Nilai C/I Jarak maksimum setiap sektor adalah 2 ukuran sektor jadi
terbesar diperoleh pada system LMDS dengan hujan untuk ukuran sel 3x3 km2 maka panjang lintasan
daripada system LMDS tanpa hujan karena interferensi maksimumnya 3 2 setara dengan 4,2426 km dengan rerata
sinyal dari sel yang berdekatan terblok oleh hujan. C/I C/I sebesar -8,673 dB, hal ini menandakan batas cakupan
threshold sebesar 16.48 dB untuk jarak lintasan efektif 2,75 daerah layanan sistem. Sehingga jarak maksimum antara
km. BS dan TS untuk curah hujan 140,1 mm/h mencapai sekitar
Selanjutkan akan diamati beberapa kejadian yang 2 km.
berkaitan dengan pergerakan sel hujan pada sistem LMDS, SD diterapkan untuk mengurangi pengaruh hujan dan
seperti: Case1: sinyal target (C) dan sinyal interferensi (I1) interferensi pada worst case dengan menerapkan teknik
terlingkup hujan sementara I2 dan I3 tanpa terlingkupi MRC pada Gambar 4 maka nilai C/I bisa ditingkatkan
hujan (worst case); Case2: C, I1 dan I2 terlingkupi hujan dengan menjumlah sinyal dari dua SDBS untuk membantu
sementara I3 tidak; Case3: C dan I1 tanpa terlingkupi hujan kinerja pada kondisi worst case tersebut. Prosedur yang
sementara I2 dan I3 terlingkupi hujan; dan Case4: C, I1, sama untuk menghitung panjang lintasan efektif akan
dan I2 tanpa terlingkupi hujan sementara I3 terlingkupi diterapkan pada jarak TS ke SDBS yaitu 9,4868 km. Pada
hujan. Gambar 9 diperlihatkan perbandingan antara LMDS dengan
Hasil simulasi dari Case1 sampai Case4 diperlihatkan dan tanpa SD. Tampak dengan penerapan SD maka kinerja
pada Gambar 7. Case1 dan Case2, hujan berada pada posisi sistem LMDS terhadap hujan menjadi lebih baik dan stabil,
BS target dan TS sehingga sel hujan melingkupi lintasan hasilnya tertabulasi pada Tabel 1.
pada C lebih tinggi begitu pula pada I1 sementara I2 dan I3 Tabel 1. Rerata C/I (dB) system LMDS untuk Worst Case
mengalami curah hujan dengan intensitas yang relatif lebih Rerata C/I (dB) system LMDS untuk Worst Case pada daerak
sudut sel (d = 4.2456)
rendah sehingga C mengalami redaman hujan yang tinggi Curah Tanpa hujan Dg Hujan, Tanpa Hujan Perbaikan GD
sementara penginterferensi rendah akibatnya harga C/I Hujan (0.01 Tanpa SD & dengan
menurun secara cepat. Case3 dan Case4 menyatakan pada %) SD
140.1 mm/h 13.39 -8.673 48.82 57.493
C tidak terlingkupi oleh hujan begitu pula dengan I1
sementara I2 dan I3 terlingkupi hujan yang sangat tinggi Ukuran sel yang berbeda dengan penerapan SD diamati
akibatnya harga C/I menjadi tinggi. pengaruhnya, ternyata teknik SD akan tepat penggunaannya

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


108 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

untuk ukuran sel yang besar, karena untuk ukuran sel yang
kecil maka sel hujan akan melingkupinya, hal ini
ditunjukkan dengan nilai C/I pada Gambar 10. Untuk
ukuran sel besar dengan menerapkan SD akan
menghasilkan C/I yang besar. Dengan demikian terbukti SD
adalah teknik yang tepat untuk mengurangi pengaruh hujan
sekaligus interferensi yang bergantung pula dengan ukuran
sel sistem LMDS.

V. KESIMPULAN
Dapat dinyatakan bahwa kinerja sistem LMDS
dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, frekuensi tinggi,
polarisasi horizontal, dan panjang lintasan. Nilai C/I
Gambar 7. Pengaruh sel hujan bergerak pada sistem LMDS
tertinggi diperoleh pada saat hujan karena hujan
berkontribusi memblok interferensi antar sel. Cakupan
daerah maksimum pada worts case dengan menggunakan
SD lebib luas daripada tanpa SD. SD mampu memperbaiki
kinerja sistem menjadi lebih baik dan stabil terutama pada
daerah worst case.

REFERENSI
[1] Csaba Sinka, and Janos Bito, Site-Diversity Against Rain Fading
In LMDS Systems, IEEE Microwave and Wireless Components
Letters, Vol. 13, No. 8, Agustus 2003.
[2] Fu-Tung Wang, and Mu-King Tsay, Co-Channel Interference
Assessment for LMDS Macroscopic Diversity Cellular
Architecture.
[3] Hakegard, J. E., Coding and Modulation for LMDS and Analysis
of LMDS Channel, J. Res. Natl. Inst. Stand. Tecnol., Vol. 105, pp.
721-754, 2002. Gambar 8. Daerah cakupan maksimun vs ukuran sel untuk worst case
[4] Kanellopoulos J.D, Koukolas S.G., Outage Performance Analysis
of Route Diversity Systems of Cellular Structure, Radio science
Vol.26, Number 4, pp. 891-899, 1991.
[5] Mahmudah, H., Prediksi Redaman Hujan Menggunakan Synthetic
Storm Technique (SST), Thesis Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS,
2008.
[6] Nordbotten, A., LMDS System and Their Application, IEEE
Communication Magazine, Juni 2002.
[7] Zaid Ahmad Shamsan Abdo, Site-Diversity Against Rain Fading
In LMDS Systems, M. Eng Thesis University Technology
Malaysia, 2007.
[8] Chu, SY., Chen, KS., The Effects of Rain Fading on the Efficiency
of the Ka-Band LMDS Systems in Taiwan Area, IEEE
Transactions on Vehicular Technology Vol. 54, No. 1, 2005.
[9] ITU-R P.530, Propagation Data and Prediction Methods Required
for Design of Terrestrial Line-Of-Sight Systems, 2005.
[10] ITU-R P.838-3, Specific attenuation model for rain for use in Gambar 9. Sistem LMDS dengan dan tanpa site diversity
prediction, 2005.

Gambar 10. Ukuran sel sistem LMDS dengan site diversity


Gambar 6. Rerata C/I pada frekuensi 30 GHz dan curah hujan rerata
140.1 mm/h

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 109

Estimasi Parameter Kanal dengan Algoritma SAGE


pada Antena Array Kubus
Yasdinul Huda1)
1) Jurusan teknik elektronika Univ. Negeri Padang/Mahasiswa S2 jurusan teknik elektro ITS Surabaya 60111,
Indonesia
y4sdinul06@elect-eng.its.ac.id

Puji Handayani2), Gamantyo Hendrantoro3)


2) Jurusan teknik elektro ITS Surabaya, 60111, Indonesia
puji@ee.its.ac.id

3) Jurusan teknik elektro ITS Surabaya, 60111, Indonesia


gamantyo@ee.its.ac.id

Abstract The Use of cube array antenna is one of solutions amplitudo kompleks, time delay, sudut (elevasi
to improve the channel capacity of wireless communication.
The purpose of this study is to investigate the channels dan azimuth) dari DoA (Direction of Arrival)
estimation parameter of Delay, DoA (Direction of Arrival) perlu di estimasi.
in indoor area with SAGE (Space Alternating Generalized
Expectation Maximization) algorithm at cubical array Berbagai metode untuk estimasi parameter
antenna based spherical. By using an array of spherical kanal telah dilakukan, diantaranya adalah
cubes with three-dimensional distribution will provide wider
scan (angle Azimuth 360 (-, ), and angle elevation 180
metode berdasarkan pendekatan ML (maximum
(0, )), so that the performance of SAGE Algorithm as likelihood) yaitu algoritma SAGE (Space-
processing signals which have high resolution in separate Alternating Generalized Expectation-
incidence waves will be better. Maximization). Penggunaan algoritma SAGE
Keywords Channel Estimation, Delay, DoA, SAGE sebagai estimasi parameter kanal diterapkan
Algorithm, Cubes Array pertama kali oleh [2], sebagai algoritma yang
memiliki resolusi tinggi dalam pemisahan sinyal
I. PENDAHULUAN
lintasan jamak. Pada [1] telah diuji konvergensi,
dan tingkat kesalahan bit (bir error rate)
Peningkatan kapasitas kanal merupakan salah sebagai suatu fungsi dari SNR serta
satu masalah utama dalam perancangan sistem membuktikan Algoritma SAGE sukses sebagai
komunikasi nirkabel, sehingga banyak teknik untuk mengekstraksi parameter
penelitian ditujukan untuk menjawab tantangan beresolusi tinggi.
ini, salah satu solusi adalah dengan penggunaan
antena array kubus (hexahendral) berbasis Algoritma SAGE dalam makalah ini
spherical array, yaitu 8 elemen antena dipole dilaksanakan dalam domain waktu berdasarkan
sintetik yang disusun pada 8 titik sudut training sequence dan digunakan untuk
kubus sebagai antena penerima yang menggantikan prosedur optimisation tiga
ditampilkan dalam Gambar 1. Penggunaan dimensional yang diperlukan untuk menghitung
spherical array octahendral (6 elemen dipole joint maximum likelihood estimation dari semua
) dalam [1] menyatakan bahwa dengan parameter dengan beberapa proses
distribusi tiga dimensi penuh menyediakan maksimalisasi secara terpisah, yang dapat
pemenuhan scan lebih luas dengan level lobe dilakukan secara berurutan sehingga parameter
yang rendah. Optimalisasi dari sistem DOA dapat ditentukan.
komunikasi nirkabel memerlukan model
realistis dari parameter kanal propagasi, dengan
demikian karakter model yang diinginkan dari
sifat masing-masing komponen lintasan jamak
(Multipath Component, MPCs) seperti

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


110 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 1. Lintasan propagasi sinyal multipath dari pengirim (Tx) ke T


penerima (Rx) [2] y ( t ) = y1 ( t ) ,..., y M ( t )
(2)
( )
L
W (t )
No
= s t ; l +
II. MODEL PROPAGASI =1
l142 2
43 142 43
Model lintasan diasumsikan seperti Gambar 1. L K o m p o n n S in ya l A d d itive N o ise
menggambarkan lintasan sinyal propagasi dari
pemancar Tx kepenerima Rx. Halangan yang dimana W(t) = [W1(t),..., WN(t)], n = 1, ..., M
berada dilingkungan propagasi menyebabkan menyatakan noise process pada M elemen
refleksi, difraksi dan refraksi yang antena dan No adalah noise power spectral
mengakibatkan sinyal akan melalui berberapa density, dengan nilai No = 2 berdasarkan [2].
lintasan ( l = 1, 2,..., L ) berbeda (Multipath). Setelah diketahui training sequence [1] telah
Pengaruh dari perbedaan panjang lintasan sinyal dikirim di sisi penerima dimungkinkan untuk
akan mengakibatkan pergeseran relatif fasa mengkalkulasi korelasi antara sinyal yang
antara komponen fasa utama yang diterima (yang berkorelasi selama
bersuperposisi dengan komponen fasa lintasan penggunaannya) dan sinyal yang dihitung
lain, hal ini akan mengakibatkan penguatan atau (tergantung pada parameter (DoA)). Dengan
redaman sinyal terima. Karakteristik kanal memaksimalkan fungsi korelasi dalam (5), kita
dalam sistem ini diwakili oleh dua gejala yaitu dapat mengekstrak kembali parameter sinyal di
multipath dan adanya noise yang berdistribusi atas dengan benar.
Gaussian, Additive White Gaussian Noise
(AWGN) yang sifatnya menjumlahkan dengan
sinyal informasi. III. ANTENA ARRAY KUBUS

Akibat dari penguatan dan redamann tersebut Salahsatu solusi peningkatan kapasitas kanal
maka level sinyal terima global y(t) di antena adalah dengan mempertimbangkan jenis, posisi
penerima (2) akan mengalami fluktuasi dan polarisasi dari antena (antena array) yang
sehingga sinyal pada lintasan akan terdelay, digunakan, dan termasuk didalamnya
amplitudo diredam dan fase akan berubah. polaradiasi yang merupakan bagian dari
Untuk merekonstruksi sinyal asli, peristiwa steering vector dalam teknik DoA resolusi
sinyal-sinyal di atas harus downconverted tinggi [3]. Steering vektor pada array kubus ini
dengan perkalian sinyal terima dengan sinyal tidak hanya bergantung pada sudut azimuth ,
dari osilator lokal. Setelah downconversion, tetapi juga pada sudut elevasi . Steering vector
sinyal itu difilter (lowpass filter) untuk dari array kubus diberikan sebagai berikut
mendapatkan sinyal baseband (1), model
j 2 e l ,l ,r
( )
konversi sinyal diuraikan dalam ([1] pada
gambar 2)
( )
c l , l = e (3)

yang merupakan inner product dari vektor arah


( l ) l (
s t ; = .c , .u t
l l ) (
l
(1) ) dan vektor lokasi serta perbedaan phasa yang
datang di antena array, dimana e(l ,l ) adalah
dimana s( t ;l ) adalah signal individual untuk l
vektor arah
lintasan yang dominan dengan 1 l L, l
sin (l ) cos (l )
adalah amplitudo kompleks, l adalah sudut
e ( l , l ) = sin ( l ) sin (l )
azimut dan l sudut elevasi dari sinyal datang
pada masing-masing elemen array kubus dan l cos (l )
adalah time delay. Sinyal terima global di sedangkan r merupakan vektor lokasi dari 8
antena penerima adalah elemen dipole yang digunakan sebagaimana
dalam Tabel 1. Konstruksi dari antena array
kubus diberikan seperti dalam Gambar 2.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 111

TABEL 1. KOORDINAT ANTENA ARRAY KUBUS (HEXAHENDRAL)


BERBASIS SPHERICAL ARRAY DENGAN RADIUS R = 0.1667 M ( FC= 900
Bagian terpenting dari algoritma SAGE adalah
MHZ, ANTENA DIPOLE /2 ) fungsi korelasi yang didefinisikan sebagai
Array x y z
berikut
Titik 1 0 0 0
Titik 2 0.1667 0 0
Titik 3
Titik 4
0.1667
0
0.1667
0.1667
0
0
( ( ))
z l , l , l , xl t , =
(4)
( ) ( ) ( )
Titik 5 0 0 0.1667 H
c l , l u t l xl t , dt
Titik 6
Titik 7
0.1667
0.166
0
0.1667
0.1667
0.1667

Titik 8 0 0.1667 0.1667

dengan u( t ) merupakan complex conjugate dari


sinyal yang diinginkan u( t ) (berdasarkan
training sequence), dan diperbaiki dengan
estimasi time delay l . Operasi (.)H mewakili
operator Hermitean, yang merupakan complex
conjugate transpose dari steering vector.
Fungsi korelasi merupakan hasil perkalian
antara hasil estimasi sinyal yang diterima (data
Gambar 2. Antenna Array Volume 8 elemen dipole lengkap) dari dekomposisi sinyal dengan
Hermitean dari steering vector (dibentuk oleh
IV. ALGORITMA SAGE sudut azimuth dari 00 sampai 3600 dan sudut
Algoritma SAGE [4] berdasarkan algoritma EM elevasi dari 00 sampai 1800) yang merupakan
(Expectation - Maximization) [5] merupakan suatu cost function yang harus maksimal:

{ }
metode kesatuan iterasi untuk memecahkan masalah 2
MLE (maximum likelihood estimastion) dalam (
l = arg max z , l , l , xl ( t ; ) )
mengestimasi parameter komponen hidden dataset .
Setiap step dari algoritma SAGE merupakan
suatu estimasi untuk setiap subset komponen
{(
= arg max z l , , l , xl ( t ; )) }
2

{( )) }
(5)
, sekaligus mempertahan-kan estimasi 2
l = arg max (
z , l , , xl t ;
parameter yang lain tetap.
Karena algoritma SAGE
pengembangan dari algoritma EM, maka
merupakan l =
1
N aTa
( ( ))
z , , , xl t ;

algoritma SAGE ini juga melaksanakan tahapan


Expectation dan Maximization, sehingga dengan estimasi merupakan MLE dari
persamaan (6) dinyatakan sebagai Expectation-
yaitu l =( ) ( xl ) , Na adalah jumlah elemen
step (E-Step) dan persamaan (5) dikenal ML
sebagai- Maximization-step (M-Step). array penerima kubus dan Ta adalah interval
Gabungan dari E-Step dan M-Step dikatakan sampling pengamatan, dari (5) variabel yang
step iterasi SAGE. Siklus iterasi SAGE terdiri terbaik merupakan nilai baru setelah iterasi.
dari L step iterasi SAGE, dimana subset data Setelah masing-masing step estimasi vektor
dari tiap gelombang di estimasi 1 kali. Dimulai adalah di update dengan perhitungan
dari suatu inisialisasi estimasi = [0,0,...,0] suatu sebelumnya. Sinyal terima xl ( t , ) dari satu

rentetan { ( N )}n=0 estimasi dari dapat lintasan sinyal (user/sumber) adalah dihitung
berdasarkan pada sinyal terima global y(t) dan
dihasilkan dengan melakukan siklus iterasi
juga berdasarkan pada estimasi sinyal s( t ;l )
SAGE berturut-turut.
dari sumber interferensi yang lain (mungkin
dikarenakan kanalnya sendiri, untuk kondisi
Inter-symbol interference (ISI)):

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


112 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

dari user (sumber sinyal) Nu juga merupakan

( ) ( ) banyaknya lintasan L, parameter simulasi dalam


L
xl t , = y ( t ) s t ; l (6)
tahap ini ditampilkan dalam Tabel 2. Dalam
l=1
l l tahap ini analisis dilakukan dengan melihat
dengan (
s t ;l ) adalah suatu signal individual hubungan nilai puncak/fungsi korelasi
maksimum dari hasil estimasi algoritma SAGE.
dan dapat juga dinyatakan sebagai complete Disini algoritma SAGE dinyatakan akurat
data (data lengkap) dari l sinyal, dan adalah melakukan estimasi jika nilai parameter kanal
hidden dataset dari sinyal individual. yang dibangkitkan sama dengan nilai fungsi
korelasi maksimum hasil estimasi (5).
V. RANCANGAN SIMULASI
Pada tahap kedua kita mengevaluasi kinerja
Parameter arah kedatangan sinyal (DoA) yang algoritma SAGE dari pengaruh SNR (signal to
akan diestimasi, dapat dibatasi menjadi time noise ratio) [0:10] dB dengan metode RMSE
delay l atau perbedaan panjang lintasan, sudut (root mean square error). Asumsi disini adanya
azimut l dan sudut elevasi l dari sinyal sejumlah pengahalang (OLOS, obstructed line-
datang pada masing-masing elemen array kubus of-sight) sehingga array penerima menerima
dan amplitudo kompleks l atau daya untuk sejumlah lintasan sinyal datang yang berasal
dari satu sumber, Nu = 1 misal, L = 2,
setiap lintasan yang berarti/dominan. Semua
parameter simulasi dalam tahap ini ditampilkan
parameter ini ditempatkan bersamaan dalam
dalam Tabel 3. Di bagian ini akan di analisa
vektor l = l ,l ,l ,l . Karena ada L (jumlah akurasi Algoritma SAGE terhadap perubahan
lintasan) sinyal datang yang merupakan SNR dalam melakukan estimasi paramater
komponen lintasan jamak berbeda, maka semua kanal pada array kubus, karena secara teori,
vektor ini digabung dalam matrik
T
= 1,...,L . semakin banyak sinyal yang diterima antena
kubus maka noise yang diterima juga semakin
Untuk menghitung korelasi antara sinyal yang besar, mengakibatkan sinyal yang dikirimkan
diterima (yang berkorelasi selama penggunaan (steering vector dan kanal rayleigh) dapat
nya) dan sinyal yang dihitung (tergantung pada berubah dikarenakan noise, sehingga dapat
parameter (DOA)) kita memerlukan suatu mempengaruhi keakuratan algoritma FD SAGE
inisialisasi yang sangat baik. Sinyal terima di dalam mengestimasi sudut kedatangan sinyal,
array dikoreksi dengan mengurangi sinyal delay, serta smplitudo kompleks.
(interference) yang lain, bersamaan dengan
inisialisasi yang sangat baik, model dari suatu VI. HASIL DAN ANALISIS
sinyal juga harus diketahui. Konvergensi dari
Untuk mengevaluasi kinerja algoritma SAGE
algoritma SAGE bergantung pada
pada array kubus disini kita gunakan data
meningkatnya parameter inisialisasi dari .
sintetik, yang diimplementasikan dengan
Prosedur inisialisasi dimulai dari = [0, 0, ..., 0] MATLAB. Untuk fungsi input u(t) sisi Tx
Dalam simulasi diasumsikan masing-masing digunakan u (t )= i (t iTa ) . Dalam makalah ini
user mengirim suatu training sequence yang Algoritma SAGE kita gunakan untuk
diketahui berisi Nb bit. Sinyal pembawa dari mengkalkulasi estimasi dari delay l , sudut
BPSK (binary phase shift keying), dengan elevasi dan azimuth [l ;l ] dari gelombang
sinyal modulasi 900 MHz. Jumlah user Nu datang dan amplitudo kompleks l dari lintasan
tersebar pada tiga dimensional, menghasilkan
training sequence yang dipancarkan u(t) yang berbeda.
merupakan suatu kombinasi yang dikenali dari Berdasarkan Tabel 2. Kita akan
bit-bit ini. mempertimbangkan suatu skenario dengan L =
Simulasi pada tahap pertama diasumsikan tanpa Nu = 3 mobile user, karena tidak ada reflections
penghalang (LOS, line-of-sight), dimana jumlah (pemantulan) diterapkan, banyaknya lintasan
jamak L = 3. Array Kubus menerima sinyal di

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 113

delapan elemen Na = 8, dan jumlah sampling


pengamatan, Ta = 20 sampling.
Hasil simulasi pada Gambar 3 6 menampilkan
estimasi 3 (user) lintasan sinyal berbeda Nu = 3,
dengan masing-masing parameter estimasi
kanal serta hasil estimasinya berdasarkan Tabel
2. terbukti bahwa nilai fungsi korelasi
maksimum dari masing-masing parameter
estimasi tersebut sama dengan hasil simulasi
Algoritma SAGE yaitu fungsi korelasi
maksimum delay estimasi (5) adalah pada nilai
delay, dengan kata lain algoritma ini dapat Gambar 4. Estimasi sudut azimuth dan elevasi [123; 43] user 1, Ta =
melakukan estimasi dengan sangat akurat pada 20, Na = 8.
array kubus.
Tingkat akurasi ini dapat dilihat bahwa nilai
masing-masing parameter kanal yang
dibangkitkan; delay, sudut azimuth dan
sudut elevasi pada user 1-3 secara bertutut-turut
sebesar [0ns; 1230; 430], [3ns; 600; 1110] [6ns;
2550; 1700], sama dengan hasil estimasinya
yang berada pada fungsi korelasi maksimum
(nilai puncak) (5) ; delay estimasi, sudut
azimuth estimasi dan sudut elevasi estimasi
dari user 1 sebesar [0ns; 1230; 430], user 2
sebesar [3ns; 600; 1110] dan user 3 sebesar [6ns;
2550; 1700] dan kondisi ini juga diwakili oleh Gambar 5. Estimasi sudut azimuth dan elevasi [60;111] user 2, Ta =
Tabel 2. 20, Na = 8. dB

TABEL 2. NILAI FUNGSI KORELASI UNTUK 3 MOBILE USER

Parameter User 1 User 2 User 3


Kanal l #1 l #2 l #3
(ns) 0 3 6
(ns) 0 3 6
(deg) 123 60 255
(deg) 123 60 255
(deg) 43 111 170
(deg) 43 111 170

Gambar 6. Estimasi sudut azimuth dan elevasi [255;170] user 3, Ta =


20, Na = 8.

Simulasi dalam Gambar 7. 10. menampilkan


estimasi error versus variasi nilai SNR dengan
jumlah user, Nu = 1 yang mengalami 2 lintasan
sinyal berbeda L = 2 sebagai akibat dari
Gambar 3. Estimasi time delay user 1 3, [0; 3; 6] ns, Ta = 20, Na = 8.
pantulan, datang pada array kubus. Nilai sudut
azimuth, sudut elevasi dan delay sinyal pada
lintasan sinyal 1 dan lintasan sinyal 2

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


114 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ditampilkan pada Tabel 3. sedangkan nilai 10


Grafik mean error amplitudo kompleks

amplitudo kompleks yang merupakan random 9


amplitudo 1
amplitudo 2

gaussian dengan daya total 1 mW dibangkitkan 8

secara acak. 7

mean error (dB)


6

5
Grafik mean error time delay
1
4
0
0.8
5 3
0.6
2
0.4
1
mean error (ns)

0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 Signal to Noise Ratio (dB)

-0.2
Gambar 10. Estimasi error amplitudo kompleks versus variasi SNR, Ta
-0.4 = 20, Na = 8, L = 2.
-0.6

-0.8
TABEL 3. NILAI MEAN ERROR UNTUK 1 MOBILE USER PADA SNR 10 DB
-1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lintasan Azimuth Elevasi Delay
Signal to Noise Ratio (dB)
Sinyal () () (ns)
Gambar 7. Estimasi error time delay versus variasi SNR, Ta = 20, Na = l #1 37 22 0
8, L = 2. mean error 0,5 0 0
l #2 77 58 5
Grafik mean error sudut azimuth
mean error 0 0,1 0
9
37
8
77

7 Dari Gambar 7 terbukti bahwa Algoritma


6 SAGE dapat mengestimasi time delay sinyal
mean error (derajat)

5 dengan sangat akurat (0 ns), atau nilai delay


4 estimasi sama dengan nilai saat dibangkitkan
3 [0;5] ns (artinya bahwa gangguan noise pada
2 steering vektor untuk SNR sebesar 10 dB tidak
1 mempengaruhi algoritma SAGE dalam
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
melakukan dekomposisi sinyal), dengan kata
Signal to Noise Ratio (dB)
lain estimasi delay sama sekali tidak
Gambar 8. Estimasi error sudut azimuth versus variasi SNR, Ta = 20, Na terpengaruh oleh nilai level noise yang terjadi
= 8, L = 2.
pada sinyal yang diterima.

4.5
Grafik mean error sudut elevasi Sedangkan hasil pengamatan pada masing-
4
22
58
masing grafik mean error dari lintasan sinyal 1
3.5
dan lintasan sinyal 2 untuk estimasi DoA (sudut
3
azimuth dan elevasi) dan amplitudo kompleks
pada Gambar 8. 10. terlihat bahwa hasil
mean error (derajat)

2.5
estimasi algoritma SAGE akurat dengan mean
error mencapai nilai 0 setelah nilai SNR yang
2

relatif kecil yaitu 9 dB (artinya nilai SNR


1.5

minimal yang dibutuhkan algoritma SAGE


1

0.5
untuk dapat melakukan estimasi dengan baik
0
0 1 2 3 4 5 6
Signal to Noise Ratio (dB)
7 8 9 10 adalah bernilai 9 dB), dan saat nilai SNR 1 dB
Gambar 9. Estimasi error dari sudut elevasi versus variasi SNR, Ta = 20,
sampai dengan 6 dB terjadi variasi mean error,
Na = 8, L = 2. namun pada saat nilai SNR di atas 6 dB nilai
errornya kurang dari 1. Semakin kecil nilai
SNR, maka gangguan level noise yang terjadi
pada sinyal akan semakin besar.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 115

Lebih rincinya, untuk melihat tingkat akurasi azimuth dan elevasi) dapat disimpulkan bahwa
algoritma SAGE untuk mengestimasi sudut algoritma SAGE dengan array kubus dapat
kedatangan pada array kubus terlihat bahwa melakukan dekomposisi sinyal (dekomposisi
berdasarkan mean error yang terjadi sebesar; data lengkap dari noise dan antar sinyal) dengan
0,5 pada lintasan 1 dan 0 lintasan 2 untuk baik, sehingga dapat mengestimasi parameter
estimasi error sudut azimuth saat SNR 10 dB kanal delay, DoA, dan amplitudo kompleks
(Gambar 7), 0 pada lintasan 1 dan 0,1 lintasan dengan tepat. Berdasarkan simulasi di atas
2 untuk estimasi error sudut elevasi saat SNR terbukti bahwa estimasi yang baik pada nilai
10 dB (Gambar 8). Sedangkan pada 0,1 dB pada inisialisasi dapat mengurangi waktu proses
lintasan 1 dan 0,6 dB pada lintasan 2 untuk perhitungan. Estimasi time delay dapat
estimasi error amplitudo kompleks saat SNR 10 dilakukan dengan sangat akurat untuk nilai SNR
dB pada kedua lintasan (Gambar 9)) pada dari 1 dB sampai 10 dB karena pada dasarnya
estimasi amplitudo kompleks ini diketahui time delay suatu sinyal pada domain waktu
bahwa semakin besar nilai SNR maka hasil diestimasi berdasarkan pergeseran dari waktu
estimasi amplitudo kompleks juga akan semakin sampling yang ada.
akurat. Error yang sangat kecil ini terjadi karena
saat dekomposisi sinyal masih terdapat noise
pada sinyal (proses dekomposisi sinyal tidak REFERENCE
[1] Verhaevert J., Lil E.V., Capelle A.V., Direction of Arrival (DOA)
hanya untuk memisahkan data lengkap dari parameter estimation with the SAGE Algorithm, Elsevier Signal
noise tetapi juga untuk memisahkan data Processing, vol. 84, no. 3, pp. 619629, Maret 2004.
lengkap antar sinyal), sehingga menyebabkan [2] Fleury B. H., Tschudin M., Heddergott R., Dahlhaus D., and
nilai sudut dan amplitudo yang dibangkitkan Pedersen K.I., Channel parameter estimation in mobile radio
environments using the SAGE algorithm, IEEE Journal Select.
berbeda dengan hasil estimasi. Areas Commun.: wireless Communications Series, vol. 17, Mar.
1999. No. 3, pp. 34449, Mar. 1999.
VII. KESIMPULAN [3] Stutzman W.L. dan Thiele G.A., Antenna Theory and Design.
John wiley and sons, pp. 108-109. 1981.
Dalam makalah ini kami melakukan estimasi
parameter kanal delay, DoA dan amplitudo [4] Fessler J.A. and Hero A.O. Space-alternating generalized
expectation maximization algorithm IEEE Trans. Signal
komplek dari sinyal berbeda pada array kubus Processing, vol. 42, pp. 26642677, Oct. 1994.
berbasis spherical array hexahendral dengan
[5] Dempster A. P., Laird N. M. and Rubin D. B., Maximum
algoritma SAGE. Berdasarkan analisis dari tiga likelihood from incomplete data via the EM algorithm J. Royal
parameter (relative time delay, amplitudo Statist. Soc., Ser. B, vol. 39, no. 1, pp. 138, 1977.
kompleks dan 2 dimensional gelombang;

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


116 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Pemodelan Curah Hujan Non Stasioner di Kota


Surabaya Menggunakan Model ARIMA
Wiwinta Sutrisno, Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro
Laboratorium Antena dan Propagasi
Teknik Elektro Kampus ITS Surabaya 60111
w_sutrisno@elect-eng.its.ac.id; {maulud, gamantyo}@ee.its.ac.id

Abstrak Attenuasi akibat curah hujan merupakan factor Penggunaan model Auto Regressive menghasilkan
pembatas dalam propagasi gelombang millimeter. Sehingga deviasi antara pengukuran dan simulasi yang semakin besar
untuk dapat memitigasi faktor ini kita harus memiliki untuk curah hujan yang semakin tinggi[3]. Model ARMA
pengetahuan dasar tentang distribusi curah hujan. Dalam yang digunakan juga mendapatkan hasil yang cukup
penelitian ini, Auto Regressive Integrated Moving Average berbeda untuk curah hujan stationer dan non stationer,
(ARIMA) diterapkan untuk memodelkan curah hujan dimana hasil simulasi menunjukkan hasil yang lebih baik
univariate dengan melakukan differencing. Uji Augmented untuk curah hujan yang stationer saja[4]. Selanjutnya, model
Dicky Fuller (ADF) digunakan untuk menguji apakah suatu Fuzzy-AR yang dikembangkan juga memberikan hasil yang
event curah hujan adalah stasioner atau tidak. Jika event
lebih baik untuk curah hujan yang stationer saja [5]
curah hujan non stasioner, akan mengalami differencing
hingga stasioner dan selanjutnya kita dapat mengestimasi Curah hujan sebagai sebuah proses stokastik dapat
parameter ARIMA untuk event tersebut. Selanjutnya residual memiliki sifat stationer atau non stationer. Sifat staioner ini
dari time series akan diuji apakah berdistribusi normal atau dapat diuji dengan menggunakan Augmented Dicky-Fuller
tidak. Dari hasil yang diperoleh ternyata ARIMA mampu (ADF) Test. Bila curah hujan memiliki sifat yang non
memodelkan time series nonstasioner dan menghasilkan stationer, maka selanjutnya dilakukan differensiasi untuk
residual yang berdistribusi normal mendapatkan deret yang weakly staioner. Proses
selanjutnya dilakukan estimasi parameter AR dan MA.
Keywords Non-stanionary Rainfall, ARIMA, ADF test
Untuk mendapatkan parameter terbaik untuk komponen
autoregresi dan moving average nya, maka parameter-
I. PENDAHULUAN parameter ini selanjutnya diuji dengan Akaike Information
Curah hujan sebagai salah satu faktor pengganggu dalam Criteria secara iteratif. Setelah parameter-parameter terbaik
sistem telekomuniikasi nirkabel khususnya dalam sistem diperoleh, proses selanjutnya adalah membangkitkan data
komunikasi gelombang milimeter, memberikan efek curah hujan yang baru sebagai data hujan hasil prediksi.
redaman yang sangat besar, baik pada sistem komunikasi Data ini selanjutnya dibandingkan dengan data curah hujan
terestrial maupun pada system komunikasi satelit. Pengaruh semula untuk melihat tingkat akurasi dari model yang
redaman ini akan mengakibatkan turunnya kinerja sistem, dihasilkan.
hal ini dijelaskan oleh penelitian [1] dimana redaman akibat Untuk menguji model terbaik, model ARIMA ini
hujan mencapai 80 dB pada sistem komunikasi radio dengan selanjutnya dibandingkan dengan model regresi lainnya.
frekuensi 30 GHz yang melalui lintasan sepanjang 5 km di Selanjutnya, model terbaik ini dapat digunakan sebagai
Surabaya. Untuk dapat menganalisis redaman akibat hujan bahan pertimbangan dalam teknik mitigasi curah hujan pada
tersebut, maka kita harus dapat mengetahui sifat-sifat sistem telekomunikasi radio gelombang millimeter di
statistik dari curah hujan dengan pendekatan statistik yang Surabaya khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
tepat sehingga dihasilkan suatu model curah hujan yang
akurat. Tulisan ini dibagi atas beberapa bagian. Pendahuluan
pada bagian pertama memberikan penjelasan singkat
Ada beberapa model regresi statistik yang telah mengenai tulisan ini. Bagian kedua memberikan teoriteori
dikembangkan untuk pemodelan curah hujan. Akan tetapi, yang digunakan. Informasi yang lebih detil mengenai
semua model yang dikembangkan tersebut menggunakan metodologi pemodelan ARIMA diberikan pada bagian tiga.
asumsi bahwa curah hujan merupakan proses yang stasioner Contoh-contoh dan diskusi hasil pemodelan diberikan pada
[2-5], padahal sebagian besar curah hujan merupakan proses bagian empat. Pada bagian terakhir diberikan kesimpulan
yang tidak stasioner. serta diskusi untuk penelitian lanjutan.
Model ARIMA digunakan oleh untuk prediksi curah
hujan di wilayah tropis Mexico[2]. Walaupun hasilnya II. MODEL ARIMA
cukup baik, akan tetapi kondisi curah hujan di Indonesia
khususnya di wilayah tropis maritim seperti Surabaya A. Differencing dan Model ARIMA
berbeda dengan Mexico. Data yang digunakan juga Model ARIMA (Auto Regressive Integrated Moving
merupakan data curah hujan setiap bulan selama 20 tahun, Average) Auto Regressive Integrated Moving Average
sehingga kelihatan trend nya adalah seasonal, sehingga lebih merupakan Varian Box-Jenkins dari model ARMA yang
tepat jika menggunakan model SARIMA. diperuntukkan untuk aplikasi time series nonstationer,

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 117

dimana time series yang non stationer diubah terlebih dahulu Dimana k dipilih sedemikian sehingga residualnya
menjadi stasioner setelah dilakukan proses differencing. merupakan proses acak murni (white noise).
Differencing adalah sebuah operasi dimana time series
yang baru dibangun dengan mengambil beda yang berurutan III. METODOLOGI PENELITIAN
dari harga-harga yang berurutan, Yt Yt-1 di sepanjang pola Metodologi penelitian yang digunakan dapat dilihat pada
time-series non-stationer. gambar 1. Proses dalam metodologi penelitian ini dapat
Secara umum model ARIMA(p,d,q) terdiri dari tiga dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut.
bagian, yaitu: komponen proses differencing sehingga time
series non stanioner menjadi stationer setelah d proses A. Pengukuran Curah Hujan
differencing; komponen auto regressive AR(p) dan Pada penelitian ini, pengukuran curah hujan
komponen moving average MA(q). Secara umum, menggunakan disdrometer optik dengan software ASDO,
persamaan untuk model ARIMA (p,d,q) dapat dilihat pada dimana perioda pencuplikan tiap sepuluh detik. Lokasi
persamaan 1 dan 2 [6]. pengukuran curah hujan adalah di kota Surabaya, tepatnya
pada Laboratorium Antenna dan Propagasi Jurusan Teknik
Elektro Kampus ITS, Surabaya. Konfigurasi pengukuran
(1 - 1 B ... p B p )(1 B) d Yt = c + (1 1 B ... q B q )et (1) dapat dilihat pada gambar 2.
Hasil pengukuran data curah hujan berbentuk file dengan
dengan operator AR adalah p ( B ) = (1 1 B L p B p ) format txt yang selanjutnya akan dirubah menjadi data time
dan operator MA adalah series pada tahapan berikutnya.
q ( B ) = (1 1 B L q B q ) .
B. Pengolahan Data Curah Hujan
Menghasilkan persamaan ARIMA (p,d,q) yang lebih Data hasil pengukuran selanjutnya diklasifikasi per event
sederhana, yaitu: hujan. Event hujan merupakan peristiwa terjadinya hujan
hingga hujan berakhir. Selanjutnya data event curah hujan
ini dirubah menjadi data time series curah hujan dengan
p ( B )(1 B ) d Yt = c + q ( B )et (2) melakukan pencuplikan data curah hujan untuk tiap sampel.

Dimana, B adalah back shift operator atau operator tunda, p C. Estimasi Parameter ARIMA
adalah orde AR, q adalah orde dari MA, dan d adalah orde Tahapan ini merupakan tahapan yang membutuhkan
differencing. waktu dan langkah yang cukup banyak. Proses-proses pada
tahapan ini dapat dijabarkan dalam langkah-langkah berikut.
Satu hal yang cukup menarik dalam model ARIMA ini
adalah proses differencing. Proses ini membuat time series
yang memiliki sifat non stasioner (memiliki trend) menjadi
stasioner (trendnya hilang), sehingga dapat lebih mudah
dianalisis.

B. Stasionaritas dan Augmented Dickey Fuller(ADF) Test


Stasionaritas merupakan suatu sifat dimana time series
berfluktuasi pada suatu mean yang konstan. Hal ini tentu
saja cukup sulit dijumpai dalam kenyataan sehari-hari,
dimana kebanyakan time series bersifat non stasioner. Sifat
non stasioner ini mengandung arti bahwa mean dari suatu
time series tidak konstan, atau dengan kata lain memiliki
trend yang bisa bersifat deterministik atau juga dapat bersifat
stokastik.
Untuk itu kita harus dapat menguji sifat stasioner dari
sebuah time series. Pada penelitian ini, sebuah uji
Augmented Dickey Fuller digunakan untuk menguji sifat
stasionaritas dari sebuah time series. Dalam ADF test,
sebuah sistem hipotesa digunakan , dimana bila H0 lebih
besar dari test value maka time series yang dimaksud bersifat Gambar 1. Metodologi Penelitian
non stasioner. Jika null hypotesis H0 kurang dari test value,
maka time series bersifat stasioner. Persamaan umum dari uji
ADF diberikan oleh persamaan 2 [7].

Yt = + t + ( 1)Yt 1 + ... + 1 Yt 1 + ... + k 1 Yt k + u t (2)

Gambar 2. Konfigurasi pengukuran curah hujan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


118 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

1) Uji Stasionaritas: Data time series curah hujan ini TABEL I. HASIL UJI ADF UNTUK EVENT 11 DAN 14
selanjutnya diuji stationaritasnya dengan Augmented Test- H0
Event Sifat
Dickey Fuller (ADF) test. value 1% 5% 10%
2) Differencing: Bila ternyata data time series curah 11 -2.3379 -3.96 -3.41 -3.12 Non stasioner
hujan bersifat non stationer, maka harus dilakukan 14 -3.24 -3.98 -3.98 -3.13 Non stasioner
differencing terlebih dahulu untuk menghasilkan time series
yang weakly TABEL II. HASIL IDENTIFIKASI MODEL UNTUK EVENT 11 DAN 14
Stationer. Proses ini dilakukan berulang (tapi dalam praktek
tidak melebihi 2) hingga data menjadi weakly stationer. Koefisien AR Koefisien MA
Event Model
1 2 c 1 2
Jumlah proses differencing ini akan menentukan orde d dari
model ARIMA (p,d,q) yang dihasilkan. 11 (2,1,2) -0.3157 -0.1961 -0.0079 -0.3112 -0.0559

3) Estimasi parameter AR dan MA: Prosses estimasi 14 (2,1,2) -0.1694 -0.0902 -0.0001 -0.1636 -0.0442

orde AR dan MA ini dilakukan secara iteratif sehingga


membentuk model ARIMA. Yang perlu menjadi perhatian 90
Kurva Intensitas Curah Hujan event14.txt

adalah estimasi orde dari AR dan MA tidak boleh terlalu 80

besar, karena hal ini akan menyebabkan kesalahan dalam 70

Intensitas Curah Hujan (mm/h)


penentuan model. Dalam banyak aplikasi, orde AR dan MA 60

jarang sekali melebihi orde empat. 50

4) Diagnostic Check: Estimasi parameter memberikan 40

30
beberapa model yang berbeda untuk satu data event curah
20
hujan. Untuk memilih model terbaik maka dilakukan uji 10

Akaike Information Criteria (AIC), dimana model dengan 0


0 100 200 300 400 500 600 700
AIC terkecillah yang digunakan sebagai model terbaik. Indeks Sampel

D. Model ARIMA Gambar 4. Time series event hujan 14 tanggal 12 Desember 2008
Dari model yang dipilih, selanjutnya akan diperoleh
koefisien-koefisien dari parameter AR dan MA yang akan
membentuk persamaan matematis dari model ARIMA.

IV. HASIL DAN ANALISIS


Sebagai studi kasus, misal diambil dua event hujan 11
tanggal 10 Desember 2008 dan event 14 tanggal 12
Desember 2008. Dengan program Matlab, kedua event hujan
ini dirubah menjadi time series seperti disajikan pada
gambar 3 dan 4. Selanjutnya kedua time series tersebut diuji
sifat stasionaritasnya dengan uji ADF, dimana kedua event
hujan tersebut memiliki sifat non stasioner seperti dijabarkan
dalam tabel 1. Dengan demikian, harus dilakukan
differencing hingga menjadi weakly stasioner. Proses Gambar 5. Histogram dan QQ Plot dari residual event hujan 11
differencing 1 kali sudah membuat time series menjadi tanggal 10 Desember 2008
stasioner, sehingga orde d dari event 11 dan 14 menjadi 1.
Proses berikutnya adalah mengestimasi orde dan
parameter-parameter AR dan MA seperti diperlihatkan
dalam Tabel II. Dari Tabel II terlihat bahwa kedua event
memiliki kesamaan model yaitu model ARIMA (2,1,2)
tetapi dengan koefisien bobot yang berbeda.
Kurva Intensitas Curah Hujan event11.txt
250

200
Intensitas Curah Hujan (mm/h)

150

100

50

Gambar 6. Histogram dan QQ Plot dari residual event hujan 14


0
0 50 100 150 200
Indeks Sampel
250 300 350 400 tanggal 12 Desember 2008

Gambar 3. Time series event hujan 11 tanggal 10 Desember 2008

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 119

TABEL III. HASIL UJI SHAPIRO-WILK UNTUK RESIDUAL EVENT 11 DAN 2) Uji Augmented Dickey merupakan metode yang
14
efektif dalam menguji sifat stasionaritas dari sebuah time
Value series, dimana kita dapat mengatur daerah kepercayaannya,
Event Model
w p jika dibandingkan dengan uji visual melalui ACF dan
11 (2,1,2) 0.7163 2.2e-16 PACF.
14 (2,1,2) 0.6194 2.2e-16 3) Residual dari model event curah hujan yang diuji
memiliki distribusi normal. Atau dengan kata lain, residual
Dari parameter-parameter yang ada dapat dibentuk dari model memiliki pola acak murni. Analisis mengenai
persamaan matematis dari model ARIMA (p,d,q) untuk residual ini juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan
kedua event curah hujan. Event hujan 11 dengan model
Artificial Neural Network (ANN) sebagai penelitian
ARIMA (2,1,2) menghasilkan persamaan ARIMA:
lanjutan.
Yt = 0.079 0.3157Yt 1 - 0.1961Yt 2 + et + 0.3112 et 1 + 0.0559 et 2 (3)
DAFTAR PUSTAKA
Event hujan 14 dengan model ARIMA(2,1,2) juga [1] Salehudin, M., Hanantasena, B., Wijdeman, L. (1999), Ka Band
menghasilkan persamaan ARIMA sebagai berikut: Line-of-Sight Radio Propagation Experiment in Surabaya Indonesia,
5th Ka-Band Utilization Conference, hal. 161-165, Taormina, Italy.

Yt = 0.0001 -0.1694Yt 1 - 0.0902Yt 2 + et + 0.1636et 1 + 0.0442et 2 (4)


[2] Sosa, Jorge., Sosa, Carlos., (2000), ARIMA Models In The Rain
Attenuation Prediction In A Mexican Tropical Area, IEEE Antennas
and Propagation Society International Symposium, 2000., Volume 2,
Dimana et adalah white noise. Untuk memeriksa apakah 16-21 July 2000 Page(s):546 549
model yang dihasilkan memiliki residual yang berdistribusi [3] Hendrantoro, G., Mauludiyanto, A., Handayani, P. (2004), An
normal, kita dapat menggunakan histogram dan QQ-plot dari Autoregressive Model for Simulation of Time Varying Rain Rate,
10Th International Symposium on Antenna Technology and Applied
residual, seperti disajikan dalam Gambar 5 dan 6. Dari Electromagnetics and URSI Conference, Ottawa, Canada.
Gambar 5 dan 6 terlihat bahwa kedua residual memiliki [4] Yadnya, M. S. (2008), "Pemodelan ARMA Curah Hujan di
distribusi normal. Hal ini juga diperkuat dengan uji Shapiro- Surabaya", Tesis Master, Telekomunikasi Multimedia, ITS-
Wilk [8] pada Tabel III. Dari tabel tersebut, nilai w dari Surabaya.
masing-masing event lebih besar dari p-valuenya. Hal ini [5] M. Rusdi, G.Hendrantoro, A.Mauludiyanto(2009), Modelling of
membuktikan bahwa residual dari masing-masing event Rain Rate in Surabaya using Fuzzy Autoregressive (Fuzzy AR),
berdistribusi normal. Dari uji ini juga terlihat bahwa kedua International Seminar on Science and Technology ISSTEC, UII,
Yogyakarta.
event hujan tersebut memiliki trend yang deterministik
[6] Cryer, Jonathan D., Chan, Kung-Sik., (2008), Time Series Analysis
dengan proses acak murni (white noise). With Applications in R, Second Edition, Springer Science+Business
Media, LLC.
V. KESIMPULAN [7] Kirchgssner, Gebhard., Wolters, Jrgen., (2007), Introduction to
Modern Time Series Analysis, Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Berdasarkan pembahsan dan analisis untuk event curah [8] Shapiro, S.S., Wilk, M. B. .,(2005), An Analysis of Variance Test
hujan 11 dan 14 yang telah dilakukan, dapat diambil for Normality (Complete Samples) , Biometrika, Vol. 52, No. 3/4.
kesimpulan antara lain: (Dec., 1965), pp. 591-611

1) Model ARIMA menghasilkan model yang cukup


baik untuk curah hujan yang non stasioner melalui proses
differencing.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


120 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

SELECTION COMBINING (SC) TERHADAP KANAL DENGAN REDAMAN


HUJAN PADA SISTEM LMDS DI SURABAYA

Shinta Romadhona#1, Gamantyo Hendrantoro#2

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, INDONESIA

Email: shintaromadhona@yahoo.com#1, gamantyo@ee.its.ac.id#2

AbstrakPerkembangan teknologi layanan broadband Sel hujan dapat menurunkan performa sistem pada
yaitu high speed internet, digital video, audio broadcasting dan bagian dari layanan area tapi hujan juga dapat memperbaiki
video conference dengan kapasitas besar dan bandwidth besar kondisi ratio carrier to interference (C/I) di tempat lain
dari pemancar ke pengguna dengan menggunakan broadband tergantung pada lokasi Base Station, terminal station, dan
wireless access (BWA) atau Local to Multipoint Distribution sel hujan. Fluktuasi interferensi merupakan hal yang sangat
System (LMDS) yang beroperasi di frekuensi 20-40 GHz terus penting pada prosedur perencanaan jaringan LMDS (Sinka,
meningkat dengan cepat. Sedangkan sistem komunikasi 2002). Interferensi antar sel yang berbeda dan noise dapat
millimeter di negara tropis seperti Indonesia, redaman hujan
akan menjadi permasalahan yang penting mengingat daerah
mengurangi efisiensi bandwidth yang diinginkan (Abdo,
tropis mempunyai curah hujan tinggi dan efek redaman akan 2007). Dengan mempertimbangkan kondisi ini, C/I dari
sangat terasa. sinyal yang diterima dapat dihitung (Abdo, 2007).
Untuk mengurangi pengaruh ini, pada penelitian ini Salah satu teknik sederhana dan efisien untuk
dilakukan analisa kinerja beberapa metode untuk mengatasi efek yang diakibatkan redaman hujan adalah
mengoptimalkan kinerja sistem antara lain yaitu penggunaan dengan menggunakan teknik diversity (Sinka, 2003). Pada
modulasi adaptif, pengkodean rangkap (Convotional Code dan metode selection combinig, penerima memilih sinyal yang
Reed Solomon) adaptif dan teknik diversiti. Analisa yang paling baik. Dalam hal ini sinyal yang memiliki nilai SNR
diperoleh akan sangat bermanfaat dalam evaluasi kinerja sesaat terbesar. Selection Combining menawarkan perbaikan
sistem komunikasi sehingga diperoleh sistem komunikasi yang
handal dan tahan terhadap efek redaman hujan dan
performansi dari sistem komunikasi digital tanpa
interferensi antar sel. membutuhkan tambahan daya pada pengirim.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran di Surabaya
Kata KunciCell-Site Diversity, Sistem LMDS, redaman khususnya di lingkungan ITS Surabaya. Pengukuran
hujan, interferensi antar sel, Selection combining (SC). intensitas hujan di suatu lokasi pengukuran menggunakan
disdrometer optik dengan memperhatikan pola pergerakan
I. PENDAHULUAN hujan, dengan menggunakan data cuaca berupa kecepatan
Perkembangan teknologi layanan broadband yaitu high dan arah angin yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
speed internet, digital video, audio broadcasting dan video Geofisika (BMG) Juanda digunakan untuk memprediksi
conference dengan kapasitas besar dan bandwidth besar dari redaman hujan SST. Hasil perhitungan redaman hujan SST
pemancar ke pengguna dengan menggunakan broadband Penelitian ini menggunakan data redaman hujan untuk
wireless access (BWA) atau Local to Multipoint lokasi Surabaya Indonesia yang telah diperoleh pada
Distribution System (LMDS) yang beroperasi di frekuensi penelitian sebelumnya dengan menggunakan teknik
20-40 GHz terus meningkat dengan cepat (Panagopoulos, Synthetic Storm Technique (SST) (Panagopoulos, 2002)
2002). Sistem LMDS menggunakan sistem selular untuk sehingga bisa menunjukkan kinerja Site Diversity untuk
arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap. Untuk meningkatkan C/I dengan pengaruh redaman hujan tropis
bandwith LMDS dialokasikan untuk mengirimkan layanan terhadap sistem LMDS yang akhirnya bisa meningkatkan
broadband dengan konfigurasi. Sedangkan pada frekuensi layanan menghasilkan statistik redaman hujan, yang akan
diatas 10 GHz dipengaruhi oleh redaman hujan karena digunakan untuk menerapkan teknik diversity khususnya
pengaruh dari link gelombang mikro (Fong, 2003). Selection Combining, dari sini dapat di hitung C/I dalam
Sistem komunikasi millimeter di negara tropis seperti keadaan clear sky dan hujan.
Indonesia, redaman hujan akan menjadi permasalahan yang
penting mengingat daerah tropis mempunyai curah hujan II. PEMODELAN SISTEM
tinggi dan efek redaman akan sangat terasa sekali (Timothy, Pada penelitian ini dilakukan pengukuran intensitas
2001). Peristiwa ini sangat mempengaruhi penyampaian hujan dengan peralatan disdrometer. Pengambilan data
gelombang elektromagnetik karena dapat menyebabkan curah hujan dilakukan periode Januari-Maret 2007 dan
sinyal yang diterima terganggu point-to-point yang periode Nopember 2007- Februari 2008. Data tersebut
digunakan untuk pelanggan perumahan maupun komersial kemudian digunakan untuk memprediksi redaman hujan
(Sinka, 2002).

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 121

yang terjadi di link yang lain atau multilink. Penggunaan dengan Februari 2008. Disdrometer ini mengukur titik hujan
metode adaptif yang memvariasikan rate pengkodean dan dengan cara tegangan di penerima akan berkurang bila ada
modulasi M-QAM merupakan dasar pemodelan sistem titik hujan yang melewati laser beam (OTT, 2004) seperti
Transmisi Adaptif. Sinyal informasi yang telah melewati pada Gambar 2. Disdrometer ini akan mendeteksi intensitas
kanal yang dipengaruhi redaman hujan A[k], noise AWGN hujan dan waktu sampling yang digunakan adalah 10 detik.
n[k], dan interferensi akan dilakukan pengolahan dengan Hasil pengukuran akan ditampilkan dalam softwere ASDO
teknik diversity. Hasil perhitungan probabilitas kesalahan yang disebut data parsivel, dan data intensitas hujan dalam
simbol yang didapat dari single link akan dibandingkan bentuk file txt. Misalnya data yang diambil tanggal 06-11-
dengan probabilitas kesalahan simbol yang didapat dari 2007, dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan
multilink, sehingga dapat dibandingkan link availability dan contoh kurva hasil pengukuran curah hujan hasil
efisiensi bandwidth. Pada komunikasi multilink digunakan pengukuran menggunakan software ASDO dengan periode
dengan teknik mitigasi yaitu Selection Combining (SC) dan sampling 10 detik.
Maximal-Ratio Combining Diversity (MRC), dimana
Maximal-Ratio Combining Diversity (MRC) akan diteliti
oleh rekan saya Bapak Syahfrizal Tahcfulloh yang dapat
dilihat pada Gambar 1 dengan diagram alirnya berwarna
putih Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
atas beberapa tahap seperti yang terlihat pada Gambar 1
diagram alir berikut:

Gambar 2. Prinsip kerja sensor optik Disdrometer (OTT,


2004)

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran curah hujan


harus diseleksi dan dikelompokkan terlebih dahulu.
Langkah-langkah pemilihan data adalah sebagai berikut:
1. Mengelompokkan data sesuai dengan tanggal, bulan,
tahun dan waktu terjadinya event hujan.
2. Mengelompokkan data sesuai event hujan. Yang
dimaksudkan satu event hujan yaitu awal terjadinya
hujan pada waktu tertentu dengan curah hujan mulai
dari 0 mm/h berakhir sampai waktu tertentu dengan
curah hujan 0 mm/h. Dalam satu hari kemungkinan
terjadi beberapa kali event hujan, tergantung berapa
kali hujan turun, berhenti dan turun lagi.
Kurva Intensitas Hujan, 06Jan 071
70

60

50
Intensitas Hujan (mm/h)

40

30

20

10

0
0 50 100 150 200 250 300
Indeks Sampel
Gambar 1. Diagram Alir Pemodelan Penelitian
Gambar 3. Kurva intensitas hujan (mm/h) Menggunakan
softwere ASDO
A. Pengukuran Intensitas Hujan
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran intensitas B. Metode Synthetic Storm
hujan dengan alat disdrometer optik di lingkungan ITS
Data intensitas hujan yang diperoleh selanjutnya akan
Surabaya, alat ini diletakkan diatas atap gedung mesin dan
digunakan untuk memprediksi perhitungan redaman hujan
analisa data dilakukan di Laboratorium Perambatan
sepanjang lintasan dengan orientasi link referensi di timur
Gelombang Elektromagnetik dan Radiasi, Jurusan Teknik
seperti pada Gambar 4. Dengan kata lain, arah kedatangan
Elektro. Pengukuran berlangsung dari Januari 2007 sampai
dan curah hujan tersebut dilakukan proyeksi terhadap

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


122 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

sepanjang lintasan komunikasi sehingga akan didapati hasil bagaimana pengaruh teknik diversity pada sistem
prediksi perhitungan redaman hujan untuk setiap link. komulikasi multilink seperti yang digambarkan pada
Gambar 5.
Hub 3
Hub 2

Hub 4

Hub 1
Gambar 4. Konfigurasi Multilink
Gambar 5. Konfigurasi Sistem Multilink
Langkah-langkah untuk menghitung redaman hujan
SST multilink adalah sebagai berikut: Sistem komunikasi yang akan dikaji pada penelitian ini
1. Mencari besarnya kecepatan angin pada link timur terletak pada variasi sudut kurang dari 90o. Dengan
sebagai link referensi menggunakan persamaan 1. konfigurasi multi link tersebut, maka akan terjadi perbedaan
v (1) waktu terjadinya redaman hujan antara link satu dengan
V r1 =
cos( 90 ) yang lain. Dimana perbedaan tersebut bergantung pada arah
dimana: angin datangnya curah hujan.
V r 1 = kecepatan angin pada link 1
D. Kecepatan Angin
v = kecepatan angin
= sudut kedatangan angin Pada metode SST, arah angin mempengaruhi
pergerakan hujan dalam suatu lintasan, dimana dengan
Sedangkan untuk kecepatan angin pada link ke-N dicari adanya pergerakan angin maka hujan tersebut bergerak
dengan persamaan 2. sepanjang suatu lintasan (link). Pada synthetic storm
technique angin bergerak dengan kecepatan terbatas (v)
v (2) pada arah tertentu dan digunakan untuk merubah waktu
V r1 =
cos( ( 90 )) sampling dari pengukuran intensitas curah hujan. Dari
dengan: besarnya kecepatan angin pada arah tertentu maka dapat
V rN = kecepatan angin pada link ke-N (N=2,3,4,5) ditentukan kecepatan angin dalam lintasan (vr) pada link
tertentu dan time sampling intensitas curah hujan sehingga
= sudut yang dibentuk antar link (kurang dari 900)
dapat dilakukan suatu perhitungan untuk mendapatkan
2. Kecepatan angin yang didapatkan pada link akan pembagi panjang lintasan (L) dari panjang lintasan efektif
digunakan untuk menghitung panjang segmen dari (L).
masing-masing link yaitu dengan mengalikan Berikut merupakan data kecepatan angin yang
kecepatan angin pada link dengan waktu samplingnya diperoleh dari data Badan Meteorologi dan Geofisika
(T). Juanda Surabaya yang akan digunakan dalam perhitungan
L = Vr T (3) metode synthetic storm.

3. Redaman hujan pada masing-masing link dihitung E. Parameter Sistem LMDS


dengan menggunakan persamaan 4.
n 1 Parameter parameter yang digunakan untuk
A = m
aR b L
j =0
m j j
(4) mendapatkan nilai S/N pada kondisi tanpa hujan (clear sky)
adalah dengan menggunakan perhitungan yang bersumber
dengan: dari (Chu, 2005). Dalam penelitiannya Chu menggunakan
A m = redaman hujan untuk m=1,2,..n parameter LMDS yang diproduksi oleh New Bridge
L = panjang segmen Corporation Canada.
R = intensitas curah hujan (mm/h) Nilai S/N yang didapat adalah nilai S/N clear sky
a , b = parameter ITU-R untuk frekuensi 30 GHz (S/N)CS yang diperoleh dari hasil perhitungan link budget
Dimana nilai a dan b ini didapatkan dari Rec. ITU-R dikurangi dengan redaman hujan yang diperoleh dari
P.837-4 tahun 2005 yang sebesar a=0.2403 dan b=0.9485 simulasi. Diperoleh S/N clear-sky link budget.
untuk polarisasi Horisontal dan sebesar a=0.2291 dan
b=0.9129 untuk polarisasi Vertikal. F. Konfigurasi Jaringan LMDS
LMDS (Local Multipoint Distribution Service) adalah
C. Konfigurasi Sistem Multilink teknologi Broadband Wireless Access yang menggunakan
Penelitian ini menerapkan sistem terhadap pengaruh sinyal microwave yang beroperasi antara 20 40 GHz, pada
posisi link terhadap terjadinya arah dan curah hujan. jarak yang dekat dengan kondisi line of sight (LOS). Sel
Akhirnya dapat diketahui dan disimpulkan posisi link yang terlingkupi pada umumnya berjarak sekitar 1-4 km
komunikasi yang terbaik. Selain itu akan diperhatikan (Sinka, 2002). Sistem ini menggunakan sistem selular untuk

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 123

arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap. Hasil perhitungan SNR tersebut digunakan untuk
Untuk bandwith LMDS dialokasikan untuk mengirimkan melakukan prediksi nilai SNR untuk waktu yang akan
layanan broadband dengan konfigurasi point-to-point yang datang. Dalam penelitian ini channel coding yang
digunakan untuk pelanggan perumahan maupun digunakan adalah coding rangkap yaitu Convolutional Code
komersial. (Sinka,2002). dan RS-Code (Reed Salomon).
Pada sel LMDS memiliki ukuran yang reguler dan Sistem pengkodean rangkap dan modulasi adaptif ini
tetap yang terdiri dari empat sektor, dimana empat sektor digunakan untuk dapat mentransmisikan data meskipun
melingkupi satu Base Station dari 900 macam antena. terdapat redaman hujan pada kanal. Kondisi lintasan juga
Konfigurasi sistem terdiri dari 9 Base Station dengan empat berubah-ubah sehingga perlu adanya adaptasi pada proses
sektor 900 per operasi sel yang terdiri dari dua frekuensi pengiriman data. Untuk itu digunakan sistem transmisi
yang berbeda. Sel LMDS terdiri atas 4 sektor 90o yang adpatif yang bekerja sesuai dengan kondisi lintasan. Ketika
semuanya dilayani oleh satu BS. Pada penelitian ini dibatasi kanal lintasan pada kondisi cuaca cerah, maka akan dikirim
untuk 9 sel atau konfigurasi 9 BS yang memiliki 2 frekuensi sistem dengan orde modulasi tinggi dan laju pengkodean
yang berbeda seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6. yang tinggi dengan ketentuan BER tetap dijaga pada
Sistem LMDS atau BFWA memiliki ukuran sel 6 x 6 km2 keadaan rendah, tetapi ketika kondisi lintasan buruk (nilai
sehingga ukuran tiap sector selnya adalah 3 x 3 km2 atau redaman hujan besar) maka sistem akan beradaptasi dengan
jika ada 9 sel berarti ukurannya 18 x 18 km2. menggunakan orde modulasi dan laju pengkodean yang
Untuk kasus terburuk yaitu TS berada pada salah satu rendah agar BER tetap pada kondisi rendah.
sudut dari suatu sektor sel terjauh dari sistem LMDS yang Untuk mendapatkan kinerja dari sistem pengkodean
diajukan untuk menunjukkan pengaruh redaman hujan yang rangkap dan modulasi adaptif ini, maka terlebih dahulu kita
berarti karena telah diketahui redaman semakin besar jika akan menentukan pasangan laju pengkodean rangkap
jarak layananya semakin jauh. Pada Gambar 6 diperlihatkan dengan orde modulasi. Proses penentuan pasangan ini
skenario bagaimana menghitung harga C/I untuk kondisi berdasarkan pada hasil simulasi yang telah dilakukan untuk
tidak hujan. TS berada pada posis kiri bawah pada sektor tiap orde modulasi.
suatu sel yang menerima sinyal tujuan C (ditunjukkan
dengan panah berwarna hitam) dari BS dan ada tiga H. Kapasitas Kanal
interferensi (ditunjukkan dengan anak panah berwarna
Analisis kapasitas kanal digunakan untuk mengevaluasi
hitam). Sinyal dari BS maupun dari BS1, BS2, dan BS3
memiliki frekuensi, polarisasi dan sektorisasi yang sama efisiensi LMDS akibat redaman hujan, meliputi:
satu dengan yang lain. 1. Analisis kapasitas kanal dengan kondisi clear sky tanpa
pengaruh redaman hujan & interferensi.
Kapasitas kanal Shannon:
CCS= log2(1 + SNRCS) bps/Hz
Dengan:
SNRCS = S Pt Gt G r 4 2 2 (5)
= L
N kT
Dimana:
Pt = daya pada transmitter (W)
Gt = gain antena pengirim
Gr = gain antena penerima
Gambar 6. Skenario LMDS yang diajukan k = konstanta Boltzmann (J/K)
T = suhu noise sistem pada penerima (oK)
G. Sistem Pengkodean Rangkap Dan Modulasi Adaptif = panjang gelombang (m)
Untuk mengirimkan suatu informasi dari pengirim ke L = jarak antara TS ke BS target (m)
penerima, dilakukan beberapa proses terlebih dahulu 2. Analisis kapasitas kanal dengan pengaruh redaman
terhadap informasi tersebut. Salah satunya adalah proses hujan tanpa adanya interferensi
channel coding (pengkodean kanal). Channel coding Kapasitas kanal Shannon :
berfungsi untuk menjaga informasi atau data digital dari Crain= log2(1 + SNRrain) bps/Hz (6)
error yang mungkin terjadi selama proses transmisi dengan Dengan:
cara menambahkan bit redundansi (tambahan) ke dalam A
SNRrain = SNR 10 R 10 (7)
data yang akan dikirimkan. CS

Dalam proses coding, akan disesuaikan dengan kondisi Dimana: AR = redaman hujan (dB)
kanal. Pada kondisi nilai SNR tinggi (kondisi cuaca cerah), 3. Analisis kapasitas kanal pada kondisi clear sky dengan
digunakan teknik coding misalnya menggunakan kode adanya interferensi.
konvolusional dengan laju paling tinggi sedangkan untuk Kapasitas kanal Shannon :
kondisi kanal dengan nilai SNR yang lebih rendah CInt= log2(1 + SINR) bps/Hz
digunakan pengkodean dengan laju kode yang lebih rendah Dengan:
yaitu penggunaan redundansi bit yang lebih banyak. Untuk SINR= S atau
N +1
menentukan laju pengkodean yang tepat, terlebih dahulu
dilakukan pengukuran daya sinyal dan daya noise (SNR). SINR-1 = SNR-1 + SIR-1
Dimana:

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


124 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

2
SIRCS = S = Pt Gt G r 4 I 2 (8) B. Redaman Hujan Multi Link
I kT Curah hujan yang terjadi telah mengakibatkan redaman
4. Untuk kondisi di bawah pengaruh hujan dan hujan yang akan terjadi pada sistem komunikasi. Penelitian
interferensi maka kapasitas kanal dinyatakan dengan : ini menganalisa pengaruh redaman hujan pada sistem
SIRrain = SIR 10 Ai10 komunikasi multilink sesuai dengan konfigurasi multilink.
CS Redaman hujan pada tiap link dari konfigurasi dengan jarak
Dimana: AI = redaman hujan saat terjadi interferensi 4km ditunjukkan pada Gambar 8.
(dB). Kurva CCDF A[k] pd link 4km,VERTIKAL
1
Kapasitas kanal diperoleh dari 10

SINRrain -1 = SNRrain-1 + SIRrain-1 link TIMUR


link TIMURLAUT
maka 10
0

CRrainInt= log2(1 + SINRrain) bps/Hz

Prob.[Redaman > absis] %


-1
10
I. Menghitung Efisiensi Bandwidth
Untuk menghitung efisiensi bandwidth pada sistem -2
10
ACM dengan dan tanpa CSD menggunakan persamaan 9
yaitu R = N
log ( M ) P ( M ) (9)
i =0 2 i i -3
B 10

Maka dapat dijabarkan menjadi :


R 10
-4

= log 2 ( M 0 ) P ( M 0 ) + log 2 ( M 1 ) P ( M 1 ) +
B
(10)
log 2 ( M 2 ) P ( M 2 ) + log 2 ( M 3 ) P ( M 3 ) 10
-5

0 20 40 60 80 100 120 140


= 0 + 2.P ( 4QAM ) + 4.P (16QAM ) + 6.P (64QAM ) Redaman (dB)

dimana M0 menyatakan tidak terdapat transmisi (outage), Gambar 8. CCDF Redaman Hujan MultiLink
M1 adalah modulasi 4QAM, M2 menyatakan Penelitian ini mendapati bahwa Link yang sejajar dengan
modulasi 16QAM, dan M3 adalah modulasi 64QAM. arah kedatangan angin yaitu link Timur akan didapati
redaman hujan paling kecil. Analisa tadi juga dilakukan
III. ANALISA HASIL SIMULASI pada link dengan jarak 4, 2426 km, dan 21,2132 km
sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang link komunikasi
A. Curah Hujan di Surabaya mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja dari sistem.
Dimana semakin jauh panjang link akan mengakibatkan
Pengukuran intensitas curah hujan dilakukan
redaman yang semakin besar.
khususnya di daerah Surabaya guna mengetahui kondisi
intensitas curah hujan yang mempengaruhi redaman hujan,
C. SNR Multi Link
dimana hasil pengukuran tersebut ditunjukkan pada Gambar
7. Setelah data redaman hujan Ak multilink telah
Kurva CCDF Curah Hujan di Surabaya diperoleh, selanjutnya akan diperoleh pula data (S/N)k
Hasil Pengukuran Disdrometer
Data 7 bulan
multilink untuk panjang lintasan 4,2426 km dan 21,2132
km. Gambar 9 merupakan kurva (S/N)k untuk link pada
1
10

jarak 4,2426 km.


0 Kurva CDF SNR[k]
10
1
Link 4.2426 km,VERTIKAL
Prob.[Curah Hujan > absis] %

10
-1
10 link TIMUR
X: 140.9 link TIMURLAUT
0
Y: 0.01001 10
-2
10

-1
Prob.[SNR > absis] %

-3 10
10

-4 -2
10 10

-5 -3
10 10
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Curah Hujan (mm/jam)

Gambar 7. Kurva CCDF Curah Hujan di Surabaya 10


-4

Penelitian ini mendapatkan nilai curah hujan yang cukup 10


-5

tinggi yaitu 140.1 mm/jam pada peluang kemunculan 0.01% -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40
SNR [k] (dB)
dalam satu tahun.
Gambar 9. Kurva (S/N)k Multilink

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 125

Sehingga dapat disimpulkan semakin besar jarak dari link IV. KESIMPULAN
komunikasi maka semakin besar pula redaman yang terjadi
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, diperoleh
sehingga mengakibatkan rendahnya (S/N)k yang diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
dan begitu pula sebaliknya. Data-data SNR tersebut akan
1. Perubahan kondisi global telah menyebabkan
dilakukan pengolahan lebih lanjut guna mengamati kinerja
meningkatnya intensitas hujan yang terjadi. Nilai
dari sistem komunikasi gelombang milimeter.
intensitas hujan di Indonesia khususnya Surabaya
sebesar 140,1 mm/jam dengan peluang kemunculan
D. Redaman Hujan Pada Saat Interferensi
0.01% dalam satu tahun.
Pada kasus terburuk yaitu TS berada pada salah satu 2. Link yang sejajar dengan arah kedatangan angin yaitu
sudut dari suatu sektor sel terjauh dari sistem LMDS yang link Timur akan didapati redaman hujan paling kecil.
diajukan untuk menunjukkan pengaruh redaman hujan yang Sedangkan link yang berada tegak lurus terhadap araha
berarti karena telah diketahui redaman semakin besar jika kedatangan angin akan terkena redaman hujan yang
jarak layananya semakin jauh. Dengan demikian jarak paling besar.
sangatlah mempengaruhi nilai redaman hujan, ini dapat 3. Redaman hujan yang diakibatkan penggunaan polarisasi
dibuktikan melalui Gambar 10. Dimana Base Station yang vertikal akan lebih kecil dibandingkan dengan Redaman
bejarak 21.2132 km, bersudut 88.08980 dari referensi timur hujan yang diakibatkan penggunaan polarisasi
memiliki redaman yaitu 95,78 dB yang lebih besar horisontal.
dibandingkan dengan tanpa interferensi dari base station 4. Nilai redaman semakin besar jika jarak layananya
lain. semakin jauh.
Pada Gambar 11 dapat dilihat dimana Base Station
yang berada pada jarak 4,2426 km, bersudut 450 dari
referensi timur memiliki redaman 9,383 dB.
Kurva Redaman Hujan dengan interferansi REFERENSI
130208, 21.2132 Km
100 Timothy. K. I., dan Choo E. B. L., Performance Of The
link 88.0898 derajat
90
Site Diversity Technique In Singapore: Preliminary
Results, IEEE Commun. Lett., vol. 5, No. 2, pp. 49-51
80
februari 2001.
70 Panopoulos. A. D., dan Kanellopoulos. J. D., Cell Site
Redaman Hujan (dB)

60 Diversity Performance of Milimeter Wave Fixed


Cellular System Operating at Frequencies Above 20
50
GHz, IEEE Antennas and Wirelees Propagation. Lett,
40
vol. 1, pp 183-185, 2002.
30 Fong. B., Rapajic. P. B., Hong. G. Y., dan Fong. A. C. M,
20
The Effect of Rain Attenuation on Orthogonally
Polarized LMDS System in Tropical Rain Regions,
10
IEEE Antennas and Wirelees Propagation. Lett, vol. 2, pp
0
0 10 20 30 40 50 60 70
66-67, 2003
Indeks Sampel Chu. Y. C., Chen. K. S., Effect of Rain Fading on
Gambar 10. Kurva redaman hujan dengan jarak Efficiency of Ka-Band LMDS System in The Taiwan
21,2132 km Area, IEEE Trans. On Vehicular Technology, Vol. 54,
Kurva Redaman Hujan Jan. 2005.
130208, 4.2426 Km
12
Sinka. C., dan Bito. J., The Effects of Moving Rain Cell
link TIMUR LAUT Over LMDS System. , COST Action 280, PM3027, 1st
International Workshop July 2002.
10
Sinka. C., dan Bito. J., Site Diversity Against Rain Fading
In LMDS Systems, IEEE Microwave and Wireless
8
Components Lett, vol. 13, pp 317-319, Agustus 2003.
Redaman Hujan (dB)

Nordbotten, A., LMDS System and Their Application,


6 IEEE Communication Magazine 2000.
Konstantinos P. L., Panagopoulos. A. D., Panayotis G. C.,
4 dan Bhaskar D. Rao, On the Applicability of MIMO
Principle to 10-66GHz BFWA Networks: Capacity
2 Enhancement through Spatial Multiplexing and
Interference Reduction through Selection Diversity.
0
IEEE Transactions On Communications, vol. 57, no. 2,
0 20 40 60 80 100 120 February 2009
Indeks Sampel
T.S Rappaport., Wireless Communications Principles and
Gambar 10. Kurva redaman hujan dengan jarak Practice, Prentice Hal Second Edition, 2002
4,2426 km

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


126 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Glover, I., dan Grant P, Digital Communications, Prentice Liolis, K.P., Panagopoulos, A.D., Cottis, P.G., and Rao,
Hall, 1998 B.D, On the Applicability of MIMO Principle to 10-66
Abdo. Z. A. S, Site-Diversity Against Rain Fading In GHz BFWA Networks: Capacity Enhancement through
LMDS Systems, M. Eng Thesis University Technology Spatial Multiplexing and Interference Reduction through
Malaysia, 2007 Selection Diversity, IEEE Transactions on
Proakis J.G., Salehi M. (1998), Contemporary Communication, Vol. 57, No. 2, 2009
Communication Systems Using Matlab, PSW Publishing OTT, Operation Instructions Present Weather Sensor
Company, Hal. 281. Parsivel, 2004
Hakegard, J. E, Coding and Modulation for LMDS and
Analysis of LMDS Channel, J. Res. Natl. Inst. Stand.
Tecnol., Vol. 105, 721-754, 2000

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 127

Sistem Pengukuran Kanal Radio Pita Lebar Dua


Arah 3 Dimensi di Dalam Ruang
Puji Handayani, Gamantyo Hendrantoro
Jurusan Teknik Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
60111
e-mail : puji@ee.its.ac.id, gamantyo@ee.its.ac.id

Abstract Pengembangan sistem komunikasi nirkabel COST 273 [11] yang memodelkan dispersi delay dan sudut
untuk mencapai target pengiriman data laju tinggi dengan kedatangan dua arah pada berbagai lingkungan radio. COST
mengoptimalkan pemakaian badwidth yang terbatas, 273 adalah pengembangan dari COST 259 dengan
mendorong pemakaian antenna jamak pada sisi pemancar dan menambahkan lingkungan radio baru dan parameter hasil
penerima. Teknik transmisi yang dikembangkan pada sistem pengukuran yang lebih baru. Tidak seperti pada COST 259,
multi antenna tersebut memerlukan informasi yang akurat pada COST 273, dispersi sudut kedatangan dua arah telah
mengenai karakteristik kanal nirkabel dengan antenna jamak. dinyatakan dalam variable azimuth dan elevasi.
Makalah ini membahas set up sistem pengukuran kanal radio
dua arah di dalam ruang. Sistem terdiri dari antenna larik Pengukuran untuk mendapatkan parameter sudut
tiga dimensi pada pemancar dan penerima, network analyzer kedatangan azimuth dan elevasi dua arah dengan
dan komputer. Dari sistem pengukuran ini akan diperoleh menggunakan antenna larik dua dimensi dari jenis cross
respon frekuensi kanal. Parameter-parameter kanal radio dua dipole larik lingkaran (UCA, Uniform Circular Array) atau
arah diperoleh dengan mengolah data respon frekuensi persegi (URA, Uniform Rectangular Array), dilaporkan
menggunakan suatu teknik tertentu. dalam [5] dan [12]-[16]. Penggunaan antenna larik jenis ini
mengakibatkan estimasi elevasi sudut kedatangan bersifat
Keywords kanal radio dalam gedung, sistem pengukuran ambigu. Kelemahan ini tidak terjadi bila antena larik yang
digunakan berbentuk volume atau tiga dimensi. Penggunaan
antenna larik volume dilaporkan dalam [17] untuk
I. PENDAHULUAN karakterisasi kanal radio urban makrosel dan [18] untuk
pengukuran dalam ruang. Pada [17] antenna larik bola
Permintaan akses data dengan laju tinggi dan digunakan di sisi terminal bergerak (MS, mobile station)
ketersediaan bandwidth yang terbatas pada jaringan dan antena planar sintetik pada BS (base station). Pada [18],
komunikasi nirkabel mendorong penerapan sistem nirkabel dilakukan dua pengukuran pada frekuensi berbeda, yaitu
multi antenna. Karakteristik umum kanal nirkabel adalah 2,55 dan 5,25 GHz. Pada 2,55 GHz, pemancar
fading. Pemanfaatan antenna jamak pada sisi penerima menggunakan antena larik patch silinder dengan coverage
dengan menerapkan diversity spasial akan meningkatkan penuh pada azimuth dan coverage -55 sampai 90 pada
SNR rata-rata. Sistem ini akan mengatasi fading yang elevasi, sedang penerima menggunakan larik monopole
terjadi pada kanal sehingga transmisi data laju tinggi dapat UCA dengan coverage penuh pada azimuth dan coverage 0
dicapai untuk availability sistem tertentu yang ditetapkan sampai 60 pada elevasi. Pada 5,25 GHz, pemancar dan
[1]-[2]. Sistem multi antena pada sisi pemancar dan penerima keduanya menggunakan antena larik patch
penerima memungkinkan transmisi data melalui kanal-kanal silinder dengan coverage seperti pada antena pertama.
parallel dalam lingkungan yang kaya dengan penghambur
sehingga diperoleh peningkatan kapasitas yang signifikan Kontribusi baru yang diberikan pada sistem pengukuran
[3]. Jika karakteristik respon kanal diketahui, dapat yang dibahas pada makalah ini adalah penggunaan antenna
dilakukan pemrosesan sinyal di pemancar dan penerima larik volume sintetik berbentuk kubus baik pada pemancar
untuk mendapatkan kapasitas sistem yang maksimal [4]-[5], maupun penerima. Geometri ini mempunyai array factor
dan kualitas sistem yang lebih baik meskipun fading pada isotropis, sehingga proses estimasi parameter sudut
kanal bersifat frekuensi selektif [6]-[7]. kedatangan dan keberangkatan sinyal pada semua variabel
azimuth dan elevasi akan mempunyai gain sama [19]. Ada 3
Untuk mendukung pengembangan sistem multi antenna keunggulan yang akan diperoleh, pertama, parameter
tersebut, perlu dilakukan karakterisasi kanal nirkabel multi elevasi tidak ambigu, kedua, semua nilai azimuth dan
antenna yang meninjau aspek spasial dan temporal baik di elevasi memiliki gain sama, dan ketiga, sudut kedatangan
sisi pemancar maupun di sisi penerima [8], yang dinamakan dan keberangkatan diperoleh dari geometri antena larik
kanal radio dua arah (double directional channel). Penelitian yang sama sehingga tidak ada perbedaan preferensi
mengenai karakteristik kanal radio spasio-temporal telah karakteristik keduanya yang akan menyebabkan perbedaan
banyak dilakukan dan hasil-hasil yang dipublikasikan telah karakteristik sudut kedatangan dan keberangkatan yang
diadopsi sebagai bagian dari standar, misalnya pada COST disebabkan oleh perbedaan antena larik yang digunakan
(Co-operation in Science and Technology) 259 [9]-[10] dan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


128 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

II. SISTEM PENGUKURAN VNA HP8714C. Pada gambar 1, Port 1 VNA adalah port
Dalam literatur terdapat tiga metode pengukuran respon pemancar dan dihubungkan dengan antena larik kubus
kanal, yaitu pengukuran menggunakan transmisi pulsa, sintetik (CSA, cubical synthetic array). Elemen larik ini
pengukuran dengan teknik spread spectrum, dan pengukuran adalah antena bicone. Port 2 adalah port penerima,
dengan teknik penyapuan frekuensi (swept frequency) [20]. menggunakan antena larik dari jenis yang sama dengan
Pada metode pertama, hasil pengukuran adalah kuadrat pemancar. Untuk memperbesar lingkup ruang yang dapat
konvolusi antara pulsa dengan respon impuls kanal. Resolusi diukur dan mengatur dynamic range pengukuran digunakan
waktu respon impuls kanal tergantung pada durasi pulsa low noise amplifier (LNA) pita lebar PE1519 dan variable
yang ditransmisikan. Pada teknik kedua, respon impuls kanal attenuator pada Port 2. Besaran yang diukur adalah
yang diperoleh setelah hasil proses despreading, yaitu koefisien transmisi S21.
envelope carrier, dikonvolusikan dengan pulsa chip yang
digunakan. Resolusi waktu yang diperoleh adalah 2 kali Reciever
durasi chip. Metode ketiga adalah metode yang didasarkan CSA
pada hubungan dualitas antara domain waktu dan frekuensi.
Pengukuran dilakukan di domain frekuensi menggunakan
LNA
vector network analyzer (VNA). Hasil pengukuran adalah
representasi respon impuls kanal di domain frekuensi,
sedangkan respon impuls kanal pada domain waktu Attenuator
diperoleh setelah men-transformasikannya ke domain waktu Transmitter
menggunakan IDFT (invers discrete Fourier transform). CSA
Teknik ini menghasilkan informasi magnitude dan fase,
tetapi sistem pengukurannya memerlukan kalibrasi yang
baik dan sinkronisasi antara pemancar dan penerima.
HP8714C
A. Kanal Radio Dua Arah Komputer +
Gelombang radio yang diradiasikan oleh antena Lab view
pemancar akan sampai di antena penerima melalui beberapa Port 1 Port 2
lintasan propagasi yang berbeda tergantung pada lingkungan
di sekitar pemancar dan penerima. Respon impuls kanal
adalah representasi komponen-komponen lintasan jamak Gbr 1. Sistem Pengukuran
pada propagasi gelombang radio tersebut, kanal radio yang Komputer dengan program Labview digunakan untuk
dimodelkannya dinamakan kanal radio pita lebar. Respon mengendalikan pengukuran, dengan GPIB/USB 82357B
impuls kanal radio yang tidak berubah terhadap waktu (time sebagai interface komputer dengan VNA. Parameter
invariant) dinyatakan dengan pengukuran yang diatur melalui komputer adalah lebar pita
frekuensi, jumlah titik frekuensi, sweep time, daya dari Port
1, dan parameter scattering yang diukur. Hasil pengukuran
dengan l dan l adalah delay dan amplitudo kompleks disimpan pada komputer dan diproses secara offline untuk
komponen lintasan jamak ke l. L adalah jumlah komponen memperoleh parameter kanal spasio-temporal.
lintasan jamak, sedang adalah delta Kronecker. Lebar pita frekuensi yang akan diukur ditentukan
Pengukuran kanal radio dengan metode yang telah berdasarkan kebutuhan resolusi waktu tunda dari respon
dijelaskan sebelumnya dengan menggunakan antena tunggal impuls kanal. Jumlah titik frekuensi yang diukur pada lebar
pada pemancar dan penerima akan menghasilkan respon pita yang sudah ditetapkan ditentukan berdasarkan panjang
impuls pada (1). respon impuls kanal yang ingin diperoleh. Sweep time yang
Informasi mengenai parameter spasial kanal yang diperlukan oleh VNA untuk mengukur respon kanal pada
dinyatakan dalam sudut datang dan sudut keberangkatan lebar pita frekuensi tertentu tergantung pada jumlah titik
diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan frekuensi Semakin banyak jumlah titik frekuensi semakin
antena larik di pemancar dan penerima. Respon impuls yang panjang sweep time. Sweep time juga tergantung pada lebar
diperoleh adalah respon impuls kanal radio dua arah, dan pita filter IF VNA, lebih pendek untuk lebar pita yang lebih
dinyatakan dengan lebar. Jika jumlah titik frekuensi dan lebar pita IF telah
ditetapkan, sweep time yang lebih pendek diperoleh dengan
memilih mode pengukuran auto mode dan menghindari
sweep yang melewati bandcrossing frequency dari VNA
[21]. Penentuan sweep time yang paling pendek dari
dengan l, l,T, l,T, l,R, l,R berturut-turut adalah delay, konfigurasi pengukuran yang sudah ditetapkan merupakan
hal yang penting karena perubahan kondisi lingkungan pada
azimuth keberangkatan, elevasi keberangkatan, azimuth
link radio dalam satu interval sweep time akan
kedatangan dan elevasi kedatangan komponen lintasan menghasilkan data yang tidak akurat [22]. Daya dari
jamak ke l. pemancar di Port 1 diatur berdasarkan dynamic range
B. Set up Pengukuran pengukuran dan prediksi redaman dari link yang diukur.
Dynamic range VNA adalah 100 dB. Pada bagian berikut
Metode yang digunakan pada sistem pengukuran ini ini diuraikan dua jenis pengukuran yang akan dilakukan,
adalah dengan teknik penyapuan frekuensi menggunakan yaitu pengukuran pertama untuk menentukan batas resolusi

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 129

waktu tunda dari kanal uncorrelated scattering, dan


pengukuran kedua untuk karakterisasi kanal. 2m Rx

C. Pengukuran untuk penentuan kondisi kanal 6,5 m


uncorrelated scattering
Pengukuran pertama ini dilakukan dengan menggunakan 6m
antena tunggal pada Port 1 dan 2. Pita frekuensi diambil
Tx
cukup lebar untuk mendapatkan resolusi waktu yang cukup
sempit, dan selanjutnya dianalisa korelasi antar komponen
lintasan jamak pada respon impuls yang dihasilkan. Jumlah 10 m
titik frekuensi tergantung pada lingkungan propagasi yang
diukur karena berkaitan dengan prediksi delay komponen Gambar 2.Denah Pengukuran
lintasan jamak terjadi. Salah satu contoh pengukuran tahap
awal ini dilakukan di dalam laboratorium Gambar 2, dengan
parameter dan set up pengukuran pada Tabel 1. Dinding Hasil pengukuran
batas dan sekat ruang terbuat dari tembok batu bata tebal
12,5 cm. Tinggi langit-langit 3,5 m. Jika daya dari Port 1
IDFT / temporal MUSIC
ditetapkan 16 dBm, dengan parameter pada Tabel 1
diperoleh daya sinyal komponen LOS (line of sight) sebesar
-6,7 dBm. Level ini adalah level tertinggi yang mungkin Respon Impuls
terdapat dalam path yang terukur dan terdapat dalam
dynamic range VNA. Komponen hasil pantulan dan
hamburan akan mempunyai level kurang dari -6,7 dBm, Analisa korelasi temporal
sehingga dynamic range pengukuran adalah 83,3 dB.
Proses pengolahan data hasil pengukuran tahap pertama
Syarat kondisi uncorrelated
dilakukan sesuai dengan Gambar 3. scattering

TABLE I PARAMETER DAN SET UP PENGUKURAN I Gambar 3. Pengolahan hasil pengukuran


Parameter Nilai
Frekuensi bandwidth (B) 2,5-3 GHz
Resolusi waktu 2 ns D. Pengukuran untuk Karakterisasi Kanal
Jumlah titik (N) 201 Pengukuran kedua dilakukan untuk mendapatkan
Panjang respon impuls 400 ns
Lebar pita IF 3,7 kHz
parameter-parameter kanal spasio-temporal dua arah. Port 1
Sweep time 125 ms dan 2 pada VNA dihubungkan dengan SCA, masing-masing
Tingggi antena dengan jumlah elemen 8 yang terletak pada titik-titik sudut
Tx 1m kubus dengan panjang sisi /2 dimana adalah panjang
Rx 1m gelombang. Dengan elemen antena omni vertikal,
Gain antena konfigurasi ini menghasilkan pola radiasi pada Gambar 4,
total Tx dan Rx 3 dB
Kabel, RG8U
dengan lebar beam 3 dB pada bidang elevasi sebesar 110
Panjang total 30 m dan beam serbasama ke arah azimuth.
Redaman total 7 ,3 dB
Penggunaan SCA membatasi kemampuan sistem
Amplifier
LNA, Gain 40 dB pengukuran dari segi waktu yang diperlukan untuk
Jarak Tx-Rx 6,5 m mendapatkan satu set data berdimensi 8x8xN dari satu lokasi
Redaman ruang bebas 57,5 dB pengukuran. Waktu yang diperlukan tersebut adalah
Attenuator 0 dB (8x8xTs)+(63xTsw) dengan Ts adalah sweep time dan Tsw
Daya output VNA maksimum adalah waktu perpindahan (switch) antar elemen. Dalam
16 dBm interval waktu tersebut kondisi lingkungan harus tetap agar
Dynamic range VNA 100 dB
Noise floor -90 dBm
antena larik sintetik dapat mewakili antena larik yang
Daya input penerima maksimum 10 dBm sebenarny a.
Level sinyal LOS -6,7 dBm
Dynamic range pengukuran 83,3 dB
Parameter-parameter spasio-temporal kanal diperoleh
dengan mengolah hasil pengukuran menggunakan algoritma
estimasi parameter kanal tertentu yang terdapat dalam
Resolusi waktu tunda yang diperoleh akan digunakan literatur, misalnya MUSIC, ESPRIT atau SAGE. Diagram
pada penentuan lebar pita frekuensi pada pengukuran tahap alir proses pengolahan data untuk mendapatkan model kanal
kedua, yaitu pengukuran untuk pemodelan kanal radio pita radio dua arah terdapat pada Gambar 5.
lebar dua arah 3 dimensi. Hal ini berkaitan dengan syarat
yang harus dipenuhi pada proses pengolahan data untuk Parameter-parameter spasio-temporal kanal diperoleh
mengestimasi parameter-parameter kanal, yaitu yaitu bahwa dengan mengolah hasil pengukuran menggunakan algoritma
komponen-komponen lintasan jamak pada respon impuls estimasi parameter kanal tertentu yang terdapat dalam
kanal harus tidak saling berkorelasi. literatur, misalnya MUSIC, ESPRIT atau SAGE. Diagram
alir proses pengolahan data untuk mendapatkan model kanal
radio dua arah terdapat pada Gambar 5.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


130 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Pergeseran fase yang disebabkan oleh panjang kabel


dapat dikoreksi dengan menambahkan delay sepanjang TC
pada set up port extention di VNA baik untuk kabel
antara port 1 dengan antena maupun port 2 dengan antena.
Hasil pengukuran juga tidak valid jika terjadi frequency
offset sebesar f terhadap frekuensi tengah dari filter IF, ini
terjadi jika f lebih besar daripada lebar pita IF VNA. f
tergantung pada bandwidth pengukuran (B), waktu sweep
(Ts), dan delay karena panjang kabel TC [22].

Dengan set up parameter VNA pada Tabel 1, maka TC


maksimum adalah 925 ns, ekivalen dengan panjang kabel
Gambar 4. Pola radiasi antena larik kubus dengan elemen antena 238,5 m.
omni vertikal

III. PENUTUP
Hasil pengukuran Makalah ini membahas set up pengukuran kanal radio
dua arah di dalam ruang menggunakan VNA. Pengukuran
dibagi menjadi dua, yaitu pengukuran untuk menentukan
Estimasi parameter kondisi kanal uncorrelated scattering dan pengukuran untuk
karakterisasi kanal. Pada kedua pengukuran tersebut perlu
diperhatikan keterbatasan-keterbatasan sistem pengukuran
Analisa statistik menggunakan VNA, set up parameter, dan disain link
budget yang memenuhi dynamic range VNA. Pada
pengolahan data setelah pengukuran, respon frekuensi
perangkat-perangkat di luar VNA harus dihilangkan.
Model kanal
Penggunaan antena larik sintetik pada pengukuran kedua di
pemancar dan penerima, mengharuskan pengukuran
Gambar 5.Pengolahan data hasil pengukuran II dilakukan pada kondisi tetap sama untuk setiap elemen larik
sampai diperoleh satu set pengukuran yang mewakili antena
E. Kalibrasi Pengukuran larik sebenarnya.
Penggunaan VNA untuk mengukur koefisien transmisi
REFERENCES
(S21) memerlukan kalibrasi through menggunakan kabel
standar VNA. Kalibrasi ini dilakukan untuk [1] Saunders, S. R., Antennas and Propagation for Wireless
Communication Systems, John Wiley & Sons, 1999.
meminimumkan kesalahan hasil pengukuran yang
[2] Winters, J. H., On The capacity of Radio Communication Systems
disebabkan oleh VNA sendiri. Kalibrasi dilakukan setelah with Diversity in Rayleigh Fading Environment, IEEE JSAC, Vol.
set up parameter pada VNA ditetapkan. 5, No. 5, June1987.
Pada pengukuran kanal radio, perangkat di luar VNA, [3] Telatar, I. E., Capacity of Multi-antenna Gaussian Channels,Tech.
note, AT&T Bell Lab., 1996.
yaitu amplifier, attenuator dan antena, termasuk pada kanal
[4] Andersen, J. B., Array Gain and Capacity for Known Random
yang diukur. Karena itu karakateristik S21 dari setiap Channels with Multi Element Arrays at Both Ends, IEEE JSAC,
perangkat akan digunakan sebagai factor untuk Vol. 18, No. 11, November 2000.
menghilangkan pengaruh perangkat-perangkat tersebut pada [5] Goldsmith, A. J., Chua, Soon-Ghee, Variable-rate Variable-power
kanal radio pada saat pemrosesan data. Karena itu sebelum MQAM for Fading Channels, IEEE Trans. On Communication, Vol.
perangkat tersebut digunakan perlu diukur S21 dari masing- 45, No. 10, October 1997, pp. 1218-1230.
masing perangkat. [6] Lozano, L., Papadias, C., Layered SpaceTime Receivers for
Frequency-Selective Wireless Channels, IEEE Trans. On
Panjang kabel yang digunakan mempengaruhi panjang Communication, Vol. 50, No. 1, January2002, pp. 65-73.
respon impuls yang diperoleh. Panjang respon impuls [7] Zelst, A. v., Schenk, T. C. W., Implementation of a MIMO OFDM-
sesungguhnya, Tim adalah : Based Wireless LAN System, IEEE Trans. On Signal Processing,
Vol. 52, No. 2, February 2004, pp. 483-494.
[8] Steinbauer, M., Molisch, A. F., Bonek, E, 2001,The Double-
Directional Radio Channel, IEEE Antennas and Prop. Magazine,
dengan TC adalah delay perambatan gelombang pada kabel. vol. 43, No. 4, Agustus 2001, pp. 51-63.
Pada Tabel 1, dengan panjang kabel 30 m dan velocity [9] Molisch, A. F., Asplund, H., Heddergott, R., Steinbauer, M., Zwick,
factor 66%, maka TC adalah 150 ns, sehingga Tim adalah T., The COST259 Directional Channel ModelPart I:Overview and
250 ns. Ini ekivalen dengan jarak 75 m. Jarak ini sesuai Methodology, IEEE Trans. On Wireless Communication, Vol. 5,
No. 12, December 2006, pp. 3421-3433.
dengan lingkungan propagasi di dalam ruang dengan
[10] Asplund, H., Glazunov, A. A., Molisch, A. F., Pedersen, K. I.,
banyak penghambur sehingga terdapat banyak komponen Steinbauer, M., The COST259 Directional Channel ModelPart II:
lintasan jamak. Macrocells, IEEE Trans. On Wireless Communication, Vol. 5, No.
12, December 2006, pp. 3434-3450.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 131

[11] Molisch, A. F., Hofstetter, et al, The COST 273 Channel Model, [16] Czink, N., Yin, X., Ozcelik, H., Herdin, M., Bonek, E., Fleury, B. H.,
COST 273 Final Report, L. Correira, Ed., Springer, New York USA, Cluster Characteristics in a MIMO Indoor Propagation
2006. Environment, IEEE Trans. On Wireless Communication, Vol. 6, No.
[12] Richter, A., Hampicke, D., Sommerkorn, G., Thoma, R. S., Joint 4, April 2007, pp. 1465-1475.
Estimation of DoD, Time-Delay and DoA for High-Resolution [17] Kaliola, K., H. Laitinen, H., Vainikainen, P., Toelsch, M., Laurila, J.,
Channel Sounding, IEEE Veh. Tech. Conf., 2000. Bonek, E., 3-D Double Directional Radio Channel Characterization
[13] Haneda, K., Takada, J., Kobayashi, T., Double Directional Ultra for Urban Macrocell Application, IEEE Trans. On Antennas and
Wideband Channel Characterization in a Line of Sight Home Propagation, Vol. 51, No. 11, November 2003, pp. 3122-3132.
Envirement, Euro COST 273 TD(04) 160 Report, Duisburg, Jerman, [18] Bonek, E., Czink, N., Holappa, V., M., Alatossava, M., Hentila, L.,
September 2004. Nuutinen, J. K., Pal, A., Indoor MIMO Measurements at 2.55 and
[14] Haneda, K., Takada, J., Kobayashi, T., High Resolution Estimation 5.25 GHz, A Comparison of Temporal and Angular Characteristics,
of NLOS Indoor MIMO Channel with Network Analyzer Based -----
System, Proc. Personal Indoor and Mobile Radio Communication [19] Baysal,U., Moses, R. L., On The Geometry of Isotropic Array,
(PIMRC) 2003, Vol. 1, pp. 675-679, Beijing, China, September IEEE Transactions on Signal Processing, Vol. 51, No. 6, June 2003.
2003. [20] Rappaport, T. S., Wireless Communications Principles and Practice,
[15] Fleury, B. H., Jourdan, P., Stucki, A., High Resolution Channel Prentice Hall, 1996.
Parameter Estimation for MIMO Application Using the SAGE [21] HP8714C User Manual
Algorithm, 2002 International Seminar on Broadband
[22] Street, A. M., Lukama, L., Edwards, D. J., Use of VNA for wideband
Communications:Access,Transmission,Networking, Zurich,
Switzerland, February 2002. propagation measurements, IEE Proc. Communication, Vol. 148,
No. 6, December 2001.
.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


132 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Ekstraksi Fitur Berdasar GLCM dan GLRLM untuk


Pengenalan Citra Massa Kistik
Hari Wibawanto
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
Semarang , Indonesia
hariwibawanto@gmail.com

Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo


Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjahmada Yogyakarta, Indonesia

S. Maesadji Tjokronegoro
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada Yogyakarta, Indonesia

Abstract We studied the effectiveness of texture features kehitaman antara citra normal dengan citra abnormal.
derived from gray-level run-lengh matrix (GLRLM) and gray- Adanya massa, misalnya, dapat diketahui dengan adanya
level co-occurrence matrix (GLCM) for classification of cystic bagian citra yang relatif lebih hitam dibandingkan dengan
masses and non-cystic masses in ultrasonograms. Twenty- sekelilingnya.
three (23) region of interest (ROIs) containing cystic masses
and fifty-five (55) non-cyctic masses were extracted from Teknik analisis citra berbantuan komputer berpotensi
ultrasonogram for this study. For each ROI of 50x50 pixels, untuk dapat mendeteksi adanya massa abnormal dalam
eleven texture features from GLRLM and five texture jaringan tubuh manusia atas dasar kemampuannya untuk
features from GLCM were calculated. The importance of each membedakan pola variasi intensitas kehitaman bagian citra
feature in distinguishing cystic masses from non-cyctic masses yang dihasilkan sistem ultrasonografi. Dalam wujud 2-D,
was determined by linear discriminant analysis with SPSS variasi ini dikenal sebagai tekstur.
version 11.5 program. As a result of a study, it was found
that all eleven (11) features based on GLRLM can II. ANALISIS TEKSTUR
distinguishing cystic masses from non-cystic masses with an
Tekstur adalah adalah sifat yang dimiliki oleh permukaan
accuracy about 78.2%. It was also found that 2 (two) features
benda. Pada lingkungan alami, permukaan objek seperti
(RLN and RP) have only small contribution on discriminating
between cystic and non-cystic masses. As a comparison, five (5)
potongan kayu, rerumputan, hamparan pasir pantai, tekstil,
texture features derived from GLCM can distinguishing cystic kulit, dan sebagainya memiliki tekstur. Citra juga dapat
masses from non-cystic masses with an accuracy of 91%. The dipandang memiliki tekstur yang terbentuk akibat variasi dan
result demonstrate the feasibility of using texture features atau gradasi keabuan pada citra digital. Tekstur adalah fitur
based on GLRLM and GLCM for distinguishing cystic masses yang bergantung konteks, maksudnya, tekstur tidak dapat
from non-cystic masses of ultrasonogram.. didefinisikan hanya dari piksel saja tetapi harus dalam
kaitannya dengan piksel lain dalam suatu wilayah citra [1].
KeywordsGray-level Co-Occurrence Matrix, Gray-level
Run Length Matrix, Ultrasonografi, massa kistik, massa non-
Salah satu metode analisis tekstur yang banyak
kistik, fitur tekstur, analisis tekstur, analisis diskriminan digunakan adalah analisis tekstur secara statistis. Dalam
analisis tekstur secara statistis, fitur tekstur dihitung dari
I. PENDAHULUAN distribusi statistik atas kombinasi intensitas pada posisi
tertentu relatif terhadap yang lain di dalam satu citra.
Ultrasonografi banyak digunakan pada tahap diagnosis
Bergantung pada intensitas titik (piksel) dalam setiap
untuk mendapatkan citra organ bagian dalam yang tidak
kombinasi, metode statistika ini diklasifikasikan ke dalam
dapat dijangkau penglihatan manusia. Hasil ultrasonografi,
statistika orde-pertama, statistika orde-kedua, dan statistika
yang disebut ultrasonogram, berupa citra hitam putih yang
orde-lebih-tinggi [2].
merupakan gema (echo) dari getaran ultrasonik yang
dipantulkan oleh lapisan kulit dan organ bagian dalam. Citra Metode analisis tekstur citra keabuan telah banyak
semacam itu hanya dapat dibaca dan dipahami oleh ahli yang diteliti. Tekstur sebenarnya sulit didefinisikan meskipun
secara khusus belajar untuk itu. Kekeliruan dalam secara intuitif manusia mampu membedakan dua atau lebih
memahami citra ultrasonografi bisa berakibat fatal, karena citra yang berbeda penampakannya. Berbagai metode
hasil interpretasi menjadi dasar untuk tindakan medis analisis tekstur diajukan, umumnya berdasar pada
selanjutnya. Ketergantungan penuh kepada ahli perlu pendekatan statistis. Fitur-fitur yang digunakan dalam
diatasi, terlebih karena disadari bahwa keterbatasan fisik analisis tekstur secara statistis umumnya diekstraksi berdasar
manusia, misalnya kelelahan, dapat mempengaruhi hasil pada gray level cooccurence matrices, gray level difference
interpretasinya terhadap citra ultrasonografi. matrices, gray level run length matrices, spektra daya
Fourier, fungsi autokorelasi, dan model random-field.
Hakikatnya, ada perbedaan antara citra abnormal karena
adanya 'sesuatu' di dalam tubuh manusia, dengan citra Metode ekstraksi fitur untuk analisis tekstur secara
normal. Dalam hal adanya massa, baik kistik maupun solid, statistik yang banyak digunakan adalah metode gray-level
perbedaan itu tercermin pada adanya beda intensitas

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 133

run-length matrix dan metode gray-level co-occurrence 1 M N


p (i, j ) 1 N
pr ( j )
matrix. SRE =
nr

i =1 j =1 j2
=
nr
j =1 j2
(1)
A. Gray-level Run-length Matrix
Metode gray-level run-length matrix (GLRLM) adalah
salah satu metode yang dapat digunakan untuk M N N
1 1
mengekstraksi fitur untuk keperluan analisis tekstur. Tekstur
dipahami sebagai pola intensitas keabuan pada arah tertentu
LRE =
nr
p(i, j ). j
i =1 j =1
2
=
nr
p ( j ). j
j =1
r
2
(2)

dari piksel referensi. Run lengths adalah banyaknya piksel


berdekatan yang memiliki intensitas keabuan sama pada arah
tertentu. Gray-level run-length matrix adalah matriks dua 2
dimensi di mana setiap elemen p (i, j | ) adalah 1 M N 1 M
GLN = p (i, j ) =
p (i) 2 (3)
banyaknya elemen j pada intensitas i , pada arah .
g
nr i =1 j =1 nr i =1

Sebagai contoh, Gambar 1 berikut ini menunjukkan sebuah


matriks citra berukuran 4x4piksel dengan 4 tingkat keabuan.
Gambar 2 adalah representasi matriks GLRL (gray level run- 2
N
M N

p (i )
1 1
RLN = p (i, j ) =
2
length) pada arah 0 [ P (i, j | = 0 ) ]. (4)
o
r
nr j =1 i =1 nr j =1

nr
RP = (5)
np
Untuk semua formula di atas:
Gambar 1. Matriks Citra 4X4 nr = jumlah runs
n p = jumlah piksel dalam citra
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kebanyakan fitur
hanya merupakan fungsi dari pr ( j ) , tanpa memperhatikan
informasi level keabuan yang ada dalam pg (i ) , Chu [4]
menambahkan 2 fitur lagi yang diberi nama Low Gray Level
Run Emphasis (LGRE) dan High Gray Level Run Emphasis
(HGRE). Fitur ini menggunakan level keabuan dari sejumlah
Gambar 2. Matriks GLRL piksel berurutan dan dimaksudkan untuk membedakan
tekstur yang memiliki kesamaan berdasar fitur SRE dan LRE
tetapi memiliki perbedaan dalam distribusi level keabuan.
p g (i )
Selain arah 0, matriks GLRL (Gray-level Run-length) M N M
1 p (i, j ) 1
juga bisa dibentuk dengan melihat jumlah yang piksel
berintensitas sama pada arah lain, misalnya 45, 90, atau
LGRE =
nr
i =1 j =1 i2
=
nr
i =1 i2
(6)
135.

M N M

p (i ) i
1 1
HGRE =
nr
p(i, j ) i
i =1 j =1
2
=
nr i =1
g
2
(7)

Dasarathy dan Holder [3] menambahkan 4 fitur lagi yang


diekstrak dari matriks GLRL, yakni: Short Run Low Gray-
Level Emphasis (SRLGE), Short Run High Gray Level
Emphasis (SRHGE), Long Run Low Gray Level Emphasis
(LRLGE), dan Long Run High Gray Level Emphasis
(LRHGE).
M N
1 p (i, j )
Gambar 3. Arah Run SRLGE =
nr
ii =1 j =1
2
j2
(8)
Sejumlah fitur tekstur dapat diekstrak dari matriks
GLRL. Galloway [3] mengusulkan 5 buah fitur tekstur
berdasar matriks GLRL ini, yakni: Shot Runs Emphasis
1 M N
p (i, j ) i 2

(SRE), Long Runs Emphasis (LRE), Gray Level Non-
uniformity (GLN), Run Length Non-uniformity (RLN), dan SRHGE = (9)
Run Percentage (RP).
nr i =1 j =1 j2

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


134 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

1 M N
p(i, j ) j 2
LRLGE =
nr

i =1 j =1 i2
(10)

M N
1
LRHGE =
nr
p(i, j ) i
i =1 j =1
2
j2 (11)

B. Gray-level Co-occurence Matrix Gambar 5 Beberapa arah pembentukan matriks GLCM. Dari piksel di
Pada analisis tekstur secara statistis, fitur tekstur dihitung tengah () piksel 1 menunjukkan arah = 0 dengan jarak d =1, piksel 2
arah = 45 dengan jarak d = 1, piksel 3 arah = 90 dengan jarak d = 1, dan
berdasarkan distribusi statistika dari kombinasi intensitas piksel 4 arah = 135 dengan jarak d = 1
piksel pada posisi tertentu relatif terhadap lainnya dalam
suatu matriks citra. Bergantung pada jumlah piksel atau titik Haralick [6] mengekstrak 14 fitur dari matriks co-
intensitas dalam masing-masing kombinasi, dibedakan occurence tersebut, meskipun dalam banyak aplikasi hanya
adanya statistik orde-pertama, statistik orde-kedua dan beberapa fitur yang banyak digunakan, antara lain: Energi,
statistik orde-lebih-tinggi (higher-order statistics). Metode Entropi, Max Probability, Inverse Diff. Moment, Kontras,
gray-level co-occurrence matrix (GLCM) adalah salah satu Homogenitas, Inertia, dan Korelasi.
cara mengekstrak fitur tekstur statistika orde-kedua [2].
GLCM (yang disebut juga gray tone spatial dependency
matrix) adalah tabulasi mengenai frekuensi atau seberapa
seringnya kombinasi nilai kecerahan piksel yang berbeda
Energi = P (a, b)
a ,b
2
,d (12)

posisinya terjadi dalam suatu citra [5].


Berikut ini adalah gambaran pembentukan GLCM atas
Entropi = P (a, b) log
a ,b
,d 2 P ,d (a, b ) (13)
citra dengan 4 aras keabuan (gray level) pada jarak d=1 dan
arah 0. Max Probablility = max P (a, b)
a ,b
,d (14)

P ,d (a, b )
Inverse Diff. Moment =
a ,b ;a b ab
2
(15)

ab P ,d (a, b )
2
Kontras = (16)
a ,b

P ,d (a, b ) (17)
1
Gambar 4 a. Contoh citra dengan 4 aras keabuan b. GLCM pada jarak 1
Homogenitas = 1 + (a b)
a b
2
arah 0

Gambar 4.a. adalah contoh matriks yang dihasilkan oleh


citra dengan 4 (empat) tingkat keabuan. Perhatikan level
Inertia = (a b) P (a, b)
a b
2
,d (18)

intensitas 0 dan level intensitas 1 yang ditandai dengan kotak

[(ab)P (a, b)]


tipis. Tanda kotak menggambarkan piksel berintensitas 0
yang bertetangga (pada arah horisontal atau arah 0) dengan ,d x y
piksel berintensitas 1. Ada dua keberjadian (occurrence) a ,b
Korelasi = (19)
piksel yang demikian. Oleh karena itu, pada matriks GLCM
yang dibentuk (Gambar 4.b.) ditulis nilai 2 pada baris ke-0
x y
kolom ke-1. Dengan cara yang sama, matriks GLCM baris
ke-0 kolom ke-0 juga diberi nilai 2, karena ada dua
keberjadian piksel 0 bertetangga pada arah horisontal dengan dengan
piksel 0. Demikian seterusnya, maka matriks citra pada
Gambar 4.a. dapat ditransformasi ke dalam matriks GLCM
arah 0 menjadi matriks seperti Gambar 4.b.
Selain arah horisontal (0), matriks GLCM juga dapat
dibentuk untuk arah 45, 90, dan 135 seperti ditunjukkan
pada Gambar 5 berikut ini.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 135

x = a P ,d (a, b)
TABLE I. HASIL KLASIFIKASI (BERDASAR NILAI RERATA FITUR PADA 4
ARAH MATRIKS)
a b

y = b P .d (a, b ) Classification Resultsb,c

b a Predicted Group
Membership
x = (a x ) 2
P (a, b)
,d Original Count
KELAS
0
0
17
1
6
Total
23
a b 1 11 44 55

y = (b y )2 P ,d (a, b )
% 0 73,9 26,1 100,0
1 20,0 80,0 100,0
b a Cross-validated a Count 0 17 6 23
1 15 40 55
Matriks co-occurrence menangkap sifat tekstur tetapi % 0 73,9 26,1 100,0
tidak secara langsung dapat digunakan sebagai alat analisis, 1 27,3 72,7 100,0
misalnya membandingkan dua tekstur. Data ini harus a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In
disarikan lagi agar didapatkan angka-angka yang bisa cross validation, each case is classified by the functions derived
from all cases other than that case.
digunakan untuk mengklasifikasi tekstur. Haralick [6] b. 78,2% of original grouped cases correctly classified.
mengusulkan 14 fitur, tetapi Connors dan Harlow pada tahun c. 73,1% of cross-validated grouped cases correctly classified.
1980-an mengkaji bahwa dari 14 fitur yang diusulkan
Haralick tersebut, hanya 5 diantaranya yang biasanya
digunakan. Kelima fitur itu adalah: energi, entropi, korelasi, Berdasarkan analisis statistik terlihat bahwa 78,2% massa
homogenitas, dan inersia [7]. kistik dan massa non-kistik dapat dibedakan berdasarkan 11
fitur, yakni Shot Runs Emphasis (SRE), Long Runs
III. CARA PENELITIAN Emphasis (LRE), Gray Level Non-uniformity (GLN), Run
Penelitian dimulai dengan pengumpulan citra Length Non-uniformity (RLN), Run Percentage (RP), Low
ultrasonografi yang didalamnya terdapat massa kistik dan Gray Level Run Emphasis (LGRE), High Gray Level Run
massa nonkistik, dan telah terbukti kebenarannya berdasar Emphasis (HGRE), Short Run Low Gray-Level Emphasis
evaluasi oleh dokter ahli yang melakukan diagnosis. Citra (SRLGE), Short Run High Gray-Level Emphasis (SRHGE),
diambil langsung dari keluaran video ultrasonograf, Long Run Low Gray-Level Emphasis (LRLGRE), dan Long
disimpan dalam kaset video Hi-8, dan kemudian ditransfer Run High Gray-Level Emphasis (LRHGE) secara bersama-
ke dalam format digital dengan menggunakan perangkat- sama.
lunak pengolah video Ulead Video Studio, dan diambil
Koefisien fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil
frame demi frame. Frame terbaik yang berisi citra yang akan
analisis ditunjukkan pada Tabel II berikut ini.
dianalisis diubah menjadi format citra keabuan (grayscale)
dengan tingkat keabuan 8-bit. Berdasarkan citra dengan TABLE II. KOEFISIEN FUNGSI DISKRIMINAN (BERDASAR NILAI
tingkat keabuan 8-bit, dipilih daerah uji (ROI, region of RERATA FITUR PADA 4 ARAH MATRIKS)
interest). ROI inilah yang dianalisis dalam penelitian.
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients

Function
1
SRE 8,039
LRE 16,641
GLN 1,573
RLN -,331
RP ,432
LGRE 4,160
HGRE 21,741
SRLGE -5,681
SRHGE -20,687
LRLGE -15,483
LRHGE -4,675
Gambar 6. Langkah Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa fitur
LRE, HGRE, SRHGE, dan LRLGE memiliki pengaruh yang
A. Analisis Tekstur Berdasar GLRLM paling besar dalam menentukan fungsi diskriminasi (masing-
Dilakukan analisis terhadap 78 citra USG (23 citra massa masing 16,641, 21,741, -20,687, dan -15,483), sedangkan
kistik, 55 citra massa non-kistik) ukuran 50x50 piksel. Citra fitur RLN dan RP memiliki pengaruh yang paling kecil
massa non kistik meliputi citra mioma (27 citra), dan citra (masing-masing -0,331 dan 0,432).
tumor padat (28 citra). Ekstraksi fitur dilakukan terhadap
matriks GLRL pada 4 arah (0, 45, 90, 135). Kemudian, Selanjutnya analisis diskriminan dilakukan tanpa
dihitung nilai rerata masing-masing fitur pada empat arah melibatkan fitur RLN dan RP. Hasilnya ditunjukkan pada
matriks GLRL. Klasifikasi dilakukan dengan analisis Tabel III berikut ini.
diskriminan menggunakan paket program SPSS versi 11.5.0.
Hasilnya adalah sebagai berikut.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


136 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

TABLE III. HASIL KLASIFIKASI TANPA MENYERTAKAN FITUR RLN V. SIMPULAN DAN SARAN
DAN RP
A. Simpulan
Classification Resultsb,c Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh
Predicted Group simpulan bahwa:
Membership
KELAS 0 1 Total 1. Fitur-fitur yang diekstrak berdasar matriks GLRL
Original Count 0 18 5 23
maupun GLCM dapat digunakan untuk membedakan
1 10 45 55
% 0 78,3 21,7 100,0
antara massa kistik dan massa non-kistik pada citra
1 18,2 81,8 100,0 ultrasonografi.
Cross-validated a Count 0 17 6 23
1 14 41 55 2. Fitur-fitur yang diekstrak berdasar matriks GLCM
% 0 73,9 26,1 100,0 memiliki kinerja lebih baik dalam membedakan citra
1 25,5 74,5 100,0 massa kistik dan citra massa non kistik dibandingkan
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In fitur-fitur berdasar matriks GLRL.
cross validation, each case is classified by the functions derived
from all cases other than that case.
3. Fitur-fitur penting untuk membedakan citra massa
b. 80,8% of original grouped cases correctly classified.
kistik dan massa nonkistik pada citra ultrasonografi
c. 74,4% of cross-validated grouped cases correctly classified.
adalah: inersia, entropi, homogenitas, kontras, invers,
dan korelasi, yang diekstrak berdasar matriks GLCM.
Berdasarkan data pada Tabel III, terlihat bahwa tanpa B. Saran
menyertakan fitur RLN dan RP dari analisis fungsi
diskriminan, didapatkan kemampuan diskriminasi massa Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk
kistik dan massa non-kistik 80,8%. menemukan:

B. Analisis Tekstur Berdasar GLCM 1. Berapa ukuran ROI yang optimum yang dapat
digunakan analisis citra berdasar fitur GLCM?
Dilakukan analisis terhadap 78 citra USG (23 citra massa
kistik, 55 citra massa non-kistik) ukuran 50x50 piksel. Citra 2. Berapa resolusi citra terendah yang dapat
massa non kistik meliputi citra mioma (27 citra), dan citra digunakan untuk membedakan citra massa kistik
tumor padat (28 citra). Ekstraksi fitur dilakukan dengan dan massa nonkistik pada analisis citra berdasar
GLCM pada 4 arah (0, 45, 90, 135) dan jarak 1 piksel. fitur GLCM?
Fitur yang diekstrak adalah energi, inersia, entropi,
homogenitas, probabilitas maksimum, inverse difference REFERENCES
moment, dan korelasi. Klasifikasi dilakukan dengan analisis [1] Hauta-Kasari, Markku, Computational Techniques for Spectral
diskriminan menggunakan paket program SPSS versi 11.5.0. Image Analysis, Thesis, Lappeenranta University of Technology
Finland, 1999, [Online], URL: ftp://ftp.cs.joensuu.fi/pub/
Hasilnya adalah sebagai berikut: color/theses/dr_thesis_markku_hauta-kasari.pdf , (dowload tanggal
12 Februari 2008)
TABLE IV. HASIL KLASIFIKASI (JARAK D=1, RERATA SEMUA ARAH)
[2] Albregtsen, Fritz G., Gray Level Cooccurence Matrices. [Online].
URL: http:// www.ifi.uio.no/in384/info/glcm.ps. Diunduh 12 Mei
Classification Resultsb,c 2007.
Predicted Group [3] Tang, Xiaoou Texture Information in Run-Length Matrices. IEEE
Membership Transactions on Image Processing, Vol. 7, No. 11, November 1998
KELAS 0 1 Total
Original Count 0 17 6 23
[4] Chu, A., C.M. Sehgal, dan J.F. Greenleaf. Use of run lengths for
1
texture analysis. Pattern Recognition Letters, Vol. 11, pp. 415-420,
1 54 55
% 0
1990
73,9 26,1 100,0
1 1,8 98,2 100,0 [5] Hall-Beyer, Myrka. GLCM Tutorial. [Online]. Download 1
Cross-validated a Count 0 17 6 23 November 2007. URL: http://www.fp.ucalgary.ca/mhallbey/
1 1 54 55 the_glcm.htm.
% 0 73,9 26,1 100,0 [6] Haralick RM, K. Shanmugam, I Dinstein, Texture Features for
1 1,8 98,2 100,0 Image Classification, IEEE Trans 1973, SMC-3:610-621.
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In [7] Kulak, Eray, Analysis Of Textural Image Features For Content
cross validation, each case is classified by the functions derived Based Retrieval, Thesis, Sabanci University, 2002, [Online].
from all cases other than that case. Download 30 Mei 2009. URL: http:// digital.sabanciuniv.edu/tezler/
b. 91,0% of original grouped cases correctly classified. etezfulltext/kulakeray.pdf
c. 91,0% of cross-validated grouped cases correctly classified.

Berdasarkan Tabel IV dapat dinyatakan bahwa dengan


jarak 1 (satu) piksel, fitur-fitur tekstur yang diekstrak
berdasar matriks GLCM (yakni fitur: energi, inersia, entropi,
homogenitas, probabilitas maksimum, inverse difference
moment, dan korelasi) dapat membedakan citra massa kistik
dari massa nonkistik dengan tingkat akurasi 91%.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 137

Pemanfaatan Mikrokontroller Tipe 89S52 sebagai


Pengendali Multilevel Inverter
Leonardus. H. Pratomo dan Hendyanto. H
Teknik Elektro Universitas Katolik Soegijapranana Semarang
leonardus@unika.ac.id

Abtrak : Suatu pemanfaatan Mikrokontroller 89S52


sebagai pengendali multilevel inverter tipe hybrid telah di II. MULTILEVEL INVERTER
teliti. Multilevel inverter dipercaya memilki banyak
keuntungan, tetapi dalam pengendaliannya sangat sulit.
Suatu inverter terdiri dari beberapa saklar elektronik yang
Dalam tulisan ini akan dibahas suatu metode pengendalian
multilevel inverter tipe hybrid dengan menggunakan difungsikan sebagai sarana pengkonversi energi listrik
mikrokontroller tipe 89S52, dimana sistem pengendali ini DC menjadi energi listrik AC. Inverter konvensional
akan mengeluarkan sinyal kendali secara langsung untuk memiliki empat buah saklar, kenyataanya saklar
mengendalikan saklar-saklar elektronik. Dari hasil simulasi elektronik ini memiliki keterbatasan operasi dalam rating
komputasi dan implementasi dilaboratorium sistem ini daya dan frekuensi pensaklaran, mengingat rating daya
dapat bekerja secara baik dan menghasilkan level sebanyak dan frekuensi yang bekerja dalam pengertian semakin
sembilan buah. tinggi semakin baik tetapi semakin mahal harganya.
Inverter yang bekerja pada frekuensi tinggi akan semakin
Keywords : Multilevel inverter, mikrokontroller.
baik karena akan memberi pengaruh terhadap
pemanfaatan tapis sisi keluaran. Untuk mengatasi hal
tersebut biasanya digunakan multilevel inverter yang
I. PENDAHULUAN
dipercaya memiliki banyak keunggulan. Topologi
multilevel inverter pada dasarnya ada tiga jenis yaitu
Indonesia adalah negara yang dilalui garis katulistiwa,
dioda clamp, flying capasitor dan separated dc source.
sehingga dapat menghasilkan energi matahari yang
Berikut ini adalah multilevel inverter gabungan dari
maksimal, sedangkan energi ini sebenarnya dapat dirubah
sistem dioda clamp dan separated dc source.
ke dalam energi listrik dengan peralatan yang dinamakan
photovoltaic, sehingga krisis energi yang terjadi di
Indonesia dapat diatasi salah satunya dengan
memanfaatkan sumber energi ini mengingat energi jenis
ini memiliki banyak kelebihan antara lain tersedia dalam
jumlah yang besar, bebas polusi dan di dapat dengan cara
cuma-cuma. Kenyataanya photovoltaic mengeluarkan
tegangan dalam besaran DC sedangkan yang dibutuhkan
adalah AC.
Inverter adalah suatu alat untuk merubah besaran
tegangan DC menjadi AC. Multilevel inverter di percaya
memiliki keunggulan-keunggulan tertentu, maka banyak
orang mengembangkan sistem ini, sedangkan untuk
mengendalikan banyak orang menerapkan dengan sistem
analog dan digital seperti berbasis Digital Signal
Processing (DSP). Gambar 1. Rangkaian daya multilevel hybrid
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang multilevel tipe
hybrid yang dikendalikan dengan mikrokontroller tipe
89S32. Suatu simulasi komputasi dengan software power Dari gambar 1 dapat digambarkan rangkaian ekivalennya,
simulator diterapkan untuk mendapatkan bit-bit digital sebagai berikut
sebagai data kendali multilevel. Data tersebut dimasukkan
ke dalam memori dari mikrokontroller, sehingga dengan
mengakses memori, memori akan mengeluarkan sinyal
kendali yang langsung dapat digunakan untuk
mengendalikan multilevel inverter hybrid tersebut.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


138 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 4. Mode operasi 2

Dari gambar 4, di dapat persamaan tegangan :


Vo = E / 2 (2)

E/2

LOAD

E/2

Gambar 2. Rangkaian ekivalen

Melihat gambar 2 dapat dibuat mode-mode operasi. Dari Gambar 5. Mode operasi 3
mode-mode operasi dapat diturunkan metode
pengendaliannya dengan menggunakan sistem
mikrokontroller, berikut ini adalah mode-mode yang Dari gambar 5, di dapat persamaan tegangan :
terjadi.
Vo = 0 (3)

Gambar 3. Mode operasi 1

Dari gambar 3, di dapat persamaan tegangan : Gambar 6. Mode operasi 4


Vo = E (1)
Dari gambar 6, di dapat persamaan tegangan :
Vo = E (4)

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 139

Gambar 7. Mode operasi 5

Dari gambar 7, di dapat persamaan tegangan :


Vo = E / 2 (5)

Gambar 9. Implementasi rangkaian daya

Suatu software power simulator digunakan untuk


membuat simulasi secara komputasi. Pada dasarnya di
software ini akan memuat suatu hasil simulasi dalam
bentuk file .sch (rangkaian), .txt (data gasil simulasi), .cct
(parameter simulasi). Sedangkan data yang diinginkan
berjumlah 256 data, sehingga parameter simulasi perlu
diperhatikan. Dari hasil simulasi file . txt dirubah ke file .
xls dengan microsoft exel, di dalam file . xls akan memuat
bit-bit logika pensaklaran yang akan diumpankan pada
sistem rangkaian daya, berikut adalah metode yang
dikalukan untuk mendapatkan kombinasi logika
pensaklaran.
Gambar 8. Mode operasi 6

Dari gambar 8, di dapat persamaan tegangan : File.sch


Run
Vo = 0 (6) Mikrokontroller
Rangkaian File.cct
Simulasi
Excel

III. IMPLEMENTASI File.txt File.xls

Dari gambar 1, sistem dimodifikasi dengan cara Gambar 10. Implementasi rangkaian daya
menambahkan satu bagian lagi dan di susun seri,
sehingga di dapat rangkaian daya secara keseluruhan
sebagai berikut Sedangkan secara diagram blok, sistem yang
diimplementasi seperti gambar 11. Suatu
mikrokontroller tipe 89S52 digunakan untuk
mengendalikan logika pensaklaran multilevel inverter
dan push-pull dc-dc konverter.
Sumber energi dari matahari dikonverikan menjadi
energi listrik dengan photovoltaic module, sistem ini
dilengkapi dengan sistem pengsisi baterai. Keluaran
sistem ini masih dalam bentuk besaran dc maka untuk
mendapatkan dalam besaran ac dikonversikan dengan
multilevel inverter.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


140 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Rangkaian Rangkaian
driver Inverter
Mikrokontroller

Beban Listrik
Lampu

Rangkaian
Penyearah

Rangkaian Baterai Photovoltaic


Push-Pull modul
Rangkaian
Charger Gambar 13. Hasil simulasi komputasi

Suatu data yang tersimpan di memori suatu mikrokontrol


yang merupakan hasil simulasi komputasi, jika dibuat
Gambar 11. Implementasi rangkaian daya dalam bentuk grafik akan terlihat seperti gambar 12. Data
tersebut sebanyak 256 data yang akan mengalamati
sebanyak 12 alamat saklar pada rangkaian daya. Untuk
membuat verifikasi dilakukan pengecekan ulang pada
IV. PEMBAHASAN setiap bit di data exel, hal ini dilakukan untuk mengecek
data yang mungkin akan tumpang tindih sehingga akan
Berikut ini adalah hasil simulasi komputasi yang menghasilkan komponen daya hubung pendek. Setelah
dilakukan dengan software power simulator data dipastikan maka pemrograman bersifat look up table
diterapkan dengan mengakses sistem counter delapan bit
di mikrokontrol yang mengalamati memori yang telah di
look up table. Dengan demikian dihasilkan metode
pengendalian yang sederhana dan hasilnya seperti gambar
13.

V. KESIMPULAN
1. Dari hasil simulasi komputasi dan implementasi
di laboratorium didapatkan hasil yang sama,
maka dengan menggunakan software power
simulator dapat dilakukan pengendalian dengan
mengunakan kombinasi logika pensaklaran yang
datanya dapat diambil di file . txt.
2. Sistem yang dikendalikan langsung dengan
logika pensaklaran ini besifat loop terbuka.
Gambar 12. Hasil simulasi komputasi 3. Multilevel inverter yang digunakan terbukti
dapat membentuk level-level sesuai dengan yang
diinginkan.
Sedangkan dalam implementasi dan pengujian laboratorium 4. Dengan sistem ini maka komplesitas dapat
didapatkan hasil sebagai berikut ditekan dengan hanya menggunakan satu
komponen kendali.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 141

DAFTAR PUSTAKA IEEE Transactions on Control System Technology, vol.


11, no. 3, pp. 345354, May 2003.
1. A. Tahri, A. Drau, A Comparative Modelling Study of 4. L. M. Tolbert, F. Z. Peng, and T. G. Habetler, Multilevel
PWM Control Techniques for Multilevel Cascaded converters for large electric drives, IEEE Transactions
Inverter Leonardo Journal of Sciences, 6, January-June on Industry Applications, vol. 35, no. 1, pp. 3644,
2005 Jan./Feb. 1999.
2. Hart, Daniel W. Introduction To Power Electronics. 5. Rashid, Muhammad H. Power Electronics, Circuits,
1997. Prentice Hall. Devices, and Applications. 2004. Prentice Hall.
3. J. Chiasson, L. M. Tolbert, K. McKenzie, and Z. Du, 6. Skvarenina, Timolthy L. The Power Electronic
Control of a multilevel converter using resultant theory, Handbook. 2001. CRC PRESS

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


142 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Pemanfaatan Mikrokontroller Tipe 89S52 sebagai


Pengendali Motor Induksi Tipe Volt/Hertz
Leonardus. H. Pratomo
Teknik Elektro Universitas Katolik Soegijapranana Semarang
leonardus@unika.ac.id

Abtrak : Suatu pengendalian motor induksi dengan segitiga didapatkan modulasi lebar pulsa sinusoidal
metode volt/hertz menggunakan mikrokontroller 89S52 berbasis volt/hertz.
akan dibahas dalam tulisan ini. Konversi tegangan ke
frekuensi digunakan untuk membangkitkan sinyal
sinusoidal terprogram dalam mikrokontrol tipe 89S52 yang II. MOTOR INDUKSI
diolah lebih lanjut menggunakan DAC. Indeks modulasi
dari SPWM digunakan untuk mengatur tegangan dan Suatu motor induksi terdiri dari beberapa belitan
frekuensi keluaran inverter yang merupakan perkalian yaitu tiga buah di bagian stator dan tiga buah dibagian
antara sinyal sinusoidal dan tegangan referensi kemudian rotor, berikut ini gambar 1, penampang motor induksi
dibandingkan dengan sinyal segitiga. Dari hasil uji coba
skala laboratorium teknik yang dipakai ini dapat
mengendalikan motor induksi secara volt/hertz.

Keywords : Motor Induksi, volt/hertz, mikrokontroller.

I. PENDAHULUAN
Dalam analisis pasar yang dilakukan terhadap
pemanfaatan motor listrik di industri ternyata motor
induksi paling banyak digunakan walaupun motor jenis
ini memiliki teknik pengendalian yang lebih rumit
dibandingkan motor dc, namun karena faktor keandalan,
realibilitas, effiisiensi yang tinggi lebih dari 90%, mudah
perawatannya dan dijual dengan harga yang sangat murah
menyebabkan motor jenis ini paling banyak digunakan di
industri maupun di rumah tangga. Pengendalian
kecepatan putaran motor induksi ini dilakukan dengan Gambar 1. Penampang motor induksi
beberapa macam cara diantaranya mengatur tegangan dan
frekuensi inverter. Rangkaian ekivalen digambarkan dengan resistans
Metoda paling efisien untuk mengatur tegangan dan atau dan induktans dimana besarnya
XL = 2 f L besaranya dalam ohm ( ) , dimana L
frekuensi inverter adalah dengan menggunakan modulasi
lebar pulsa sinusoidal ke dalam rangkaian daya inverter.
Inverter ini mampu menggerakkan putaran motor induksi adalah induktansi dan f adalah frekuensi.
dengan putaran yang halus dan rentang yang sangat lebar. 2 f = adalah arus yang berubah per satuan unit
Keuntungan inverter dioperasikan dengan teknik waktu. Belitan di rotor dan stator akan saling berinteraksi
modulasi lebar pulsa sinusoidal sebagai sarana konversi setiap waktu sehingga akan menghasilkan induksi magnet
energi adalah rendahnya distorsi harmonik pada tegangan yang akan mengakibatkan rugi-rugi besi dan hysterisis
keluaran. Selain itu dengan teknik ini dianggap lebih
R FE serta rugi-rugi magnetik X H
praktis dan ekonomis untuk diterapkan karena semakin
R X X R 2 /S
tersedianya komponen semikonduktor yang digunakan 1 1 2

sebagai saklar daya yang mempunyai waktu pensaklaran


yang sangat cepat .
I 1
Pada tulisan ini akan diuraikan metoda pengendalian
motor secara volt/hertz dengan menggunakan teknik R FE X H

perbandingan sinyal informasi yang berupa gelombang


sinusoidal yang bisa diatur frekuensi dan amplitudonya
dengan sinyal pembawa yaitu gelombang segitiga.
Pembangkitan gelombang sinusoidal tiga fasa dilakukan Gambar 2. Rangkaian ekivalen satu fasa
dengan menggunakan mikrokontroller 89S52 yang Ketika motor dibebani pada keadaan normal, maka
diumpankan ke sistem DAC. Sehingga dengan mengatur frekuensi rotor akan berbeda dengan frekuensi yang
tegangan akan mempengaruhi besarnya frekuensi dan dihasilkan oleh putaran rotor dan stator sehingga akan
amplitudo gelombang sinusoidal dan jika dibandingkan menghasilkan slip. Dengan perubahan ini maka rangkaian
dengan gelombang pembawa dalam bentuk gelombang

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 143

Sehingga persamaan torka didapat


ekivalen dapat ditambahkan R2 ' dengan faktor 1
S
dimana S adalah slip 3 U TH R' 2 P (4)
T= * S =
R X X R 2 /S 0 R + R' 2 + ( X + X ' ) 0
TH S
1 1 2


TH 2

Dimana 0 adalah kecepatan angular


I 1 I '2
1 S
R '2
R FE X H S P adalah daya
Dengan topologi berdasarkan frekuensi dan tegangan
yang masuk di motor induksi, maka metoda pengendalian
motor induksi dapat dilakukan. Jika tegangan yang masuk
Gambar 3. Rangkaian ekivalen satu fasa dengan beban di motor induksi dapat dirubah termasuk juga frekuensi
kerjanya maka torka motor juga dapat dikendalikan,
Pengaturan kecepatan dari motor induksi dapat dilakukan berikut persamaan torka berbasis pengendalian tegangan
dengan tiga buah cara yaitu merubah slip, merubah pole dan frekuensi
atau frekuensi
f 60 P V
n = no n S = nS (1) T= =k* (5)
p n f

Dimana no adalam putaran medan yang dihasilkan oleh


III. IMPLEMENTASI
stator
Dari konsep pengendalian motor induksi diatas
n S adalah kecepatan slip didapatkan suatu metode pengendalian ekivalen dengan
p adalah jumlah pole mengunakan teknik indeks modulasi yang linier terhadap
frekuensi yang digunakan seperti gambar 5
Jika diinginkan merubah slip yang harus dilakukan
adalah dengan cara merubah resistansi di rotor atau Tegangan/Frekuensi
1
dengan cara mengurangi tegangan di stator. Jika pole
0,9
dirubah, maka akan mengubah belitan motor dimana
0,8
kopling antara fasa harus diperhatikan. Cara yang terakhir
0,7
Indek Modulasi

adalah dengan mengubah frekuensi yang masuk ke motor.


0,6
Dengan demikian untuk merubah kecepatan motor dapat 0,5
dilakukan secara effektif dengan cara membuat tegangan 0,4
dan frekuensi rendah ke tegangan dan frekuensi tinggi 0,3
maka motor dimungkinkan untuk dikendalikan 0,2
putarannya. 0,1
Berikut ini adalah rangkaian ekivalen arus motor 0
induksi pada keadaan berbeban, gambar 4. dari gambar 0 20 Frekuensi 40 60
dapat diturunkan suatu persamaan

Z TH = (R1 + j X 1 ) ( j X H ) (RFE ) = RTH + j X TH


Gambar 5. Kurva pengendalian berbasis volt/hertz

(2) Dengan metode ini sinyal informasi akan selalu


berbanding linier dengan frekuensi dan tegangan. Dalam
implementasi suatu konversi tegangan ke frekuensi
digunakan sebagai pembangkit gelombang kotak. Sinyal
RTH XTH X '2 R'2 ini dipakai untuk pewaktu pencacah delapan bit yang
digunakan sebagai alamat di sistem mikrokontroller
U TH I '2 1 S
R'2 89S52 (port 1) untuk membuka data memori yang berisi
S
gelombang sinusoidal diskrit. Pergeseran sudut fasa
dilakukan dalam software mikrokontrol untuk
mendapatkan gelombang sinusoidal disktrit tergeser 1200
di port 2, 3 dan 4. Gelombang ini di olah oleh DAC untuk
Gambar 4. Rangkaian ekivalen arus motor dengan beban mendapatkan gelombang sinusoidal tergerser 1200.
Sehingga persamaan arus didapat Masing-masing gelombang sinuoidal dikalikan dengan
besaran dc tertentu untuk membuat suatu sistem seperti
U TH (3)
I '2 = gambar 5, sinyal ini merupakan sinyal informasi.
+ j ( X TH + X ' 2 )
R' 2
RTH +
S

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


144 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Imverter tiga fasa yang dikendalikan dengan Keluaran sinyal pengali dibadingkan dengan sinyal
menggunakan teknik SPWM ini diimplementasi dengan segitiga yang di setting pada frekuensi 5000 hertz
memperbandingkan gelombang sinuoidal tergeser 1200 sehingga akan menghasilkan sinyal kontrol untuk
(sinyal informasi) dengan gelombang pembawa berbentuk mengerakan saklar di rangkaian daya, berikut adalah
segitiga. Dengan mengabungkan teknik ini maka inverter keluaran tegangan fasa - netral dan tegangan fasa fasa.
dapat bekerja berbasis volt/hertz , berikut adalah diagram
blok kendali yang dirancang.

DAC Penguat
+ V d a n o fs e t
Mikrokontroller

8 b it
V to F C o u n te r DAC Penguat
d a n o fs et

-V Penguat
DAC
d a n o fs e t

S1
D rive r X
S1'

S2
D rive r
S2' X
S3
S3' D rive r Gambar 9. Tegangan fasa-fasa frekuensi 30 Hz,

Gambar 6. Diagram blok rangkaian kendali

IM

Gambar 7. Rangkaian daya inverter

IV. PEMBAHASAN Gambar 10. Tegangan fasa - netral frekuensi 30Hz,

Dari hasil ujicoba yang dilakukan di laboratorium alat ini


dapat bekerja dengan baik, yaitu dengan mengatur
tegangan maka sisi keluaran pengali akan terjadi dua
perubahan yaitu frekuensi dan amplitudo dari gelombang
sinusoidal tiga fasa. Dari sistem inilah dimunculkan
kendali dasar seperti gambar 5. Berikut ini adalah
keluaran di setiap sistem pengali

Gambar 11. Arus keluaran inverter frekuensi 30Hz,


Gambar 11, menunjukkan keluaran arus dari inverter,
dimana gelombang arus berbentuk sinusoidal sesuai
dengan sinyal informasi, hal ini menunjukkan rendahnya
distorsi pada sisi arus keluaran inverter.
Suatu verifikasi pengujian dilakukan untuk mendapatkan
kinerja alat yang dirancang, dari hasil uji coba didapatkan
Gambar 8. Sinusoidal tergeser 1200 dari sistem pengali suatu kurva indeks modulasi terhadap frekuensi sebagai
frekuensi 30Hz berikut :

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 145

DAFTAR PUSTAKA
Indeks Modulasi Vs Frekuensi 1. Alfredo Munoz-Garcya, Thomas A. Lipo, 1998.
1,2
A New Induction Motor V/f Control Method
1
Indeks modulasi

Capable of High-Performance Regulation at


0,8 Low Speeds. IEEE Tracsactions on Industry
0,6 Series1
Aplications, VOL..34, NO. 4, JULY/AUGUST
0,4 2. Ekstrom M. 2007, Induction Machine Speed
Control, Tesis Computer Science Electronics,
0,2
Malardalen University
0 3. Hendriawan, A, dkk. 2004, Implementasi FPGA
Sebagai Pembangkit Pulsa Pada Inverter 3 Fasa
06

,8

,2

,5

,8

,2

,7

,4
6
,6

Frekuensi
15

20

24

30

35

42

49
8,

10

18 Step dengan Topologi Triple Chopper Triple


Gambar 12. Kurva indeks modulasi terhadap frekuensi Bridge Inverter, Industrial Elektronics Seminar
(IES 2004), PENS ITS Surabaya.
Sedangkan frekuensi terhadap kecepatan didapatkan 4. Lazic, M and Skender M. 2000, Generating
kurva sebagai berikut : Driving Signal for Three Pahases Inverter by
Digital timing Functions, Facta Univertitas
Kecepatan Vs Frekuensi
1600 (NIS) Series: Electronics and Energetics, Vol
1400 13. Desember hal 353-364.
1200 5. Pratomo. H. L dan Riyadi S. 2006. Implementasi
Inverter Tiga Fasa dengan Teknik Modulasi
Kecepatan

1000
800 Lebar Pulsa Berbasis Mikrokontroller Tipe
600 Pengukuran AT89S52, SITIA, ITS-Surabaya.
400 6. Tole Sutikno, dkk. 2007. Pengendalian
200 Kecepatan Putar Motor Induksi Tiga Fasa
0 dengan Menggunakan Inverter Modulasi Lebar
Pulsa Jamak Berbasis FPGA ACEX1K,
6
06

,8

,2

,5

,8

,2

,7

,4
,6

Frekuensi
15

20

24

30

35

42

49
8,

10

Industrial Elektronics Seminar (IES 2007),


PENS ITS Surabaya.
Gambar 13. Kurva frekuensi terhadap kecepatan 7. Tole Sutikno, dkk. 2007. Inverter Modulasi
Lebar Pulsa Sinusoidal Pengendali Motor
V. KESIMPULAN Induksi tiga Fasa Berbasis FPGA ACEX1K,
Dari hasil uji coba di laboratorium sistem ini dapat Industrial Elektronics Seminar (IES 2007),
bekerja dengan baik yaitu motor memiliki range PENS ITS Surabaya.
frekuensi kerja 8 50 Hz. Untuk mengendalikan 8. .1999. Constant Volts/Hertz Operation
sistem ini hanya dilakukan dengan memutar tombol for Variable Speed Control of Induction Motors,
potensiometer yang diintegrasikan dengan sistem Analog Devices Inc. 1999
konversi tegangan ke frekuensi. Yusivar, F dan Kusuma, L. 2004, Pembentukan Sinyal
PWM dengan Metode SPWM Menggunakan Matlab dan
Sistem Waktu Nyata, Industrial Elektronics Seminar (IES
2004), PENS ITS Surabaya.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


146 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Akuisisi Suhu Menggunakan Thermopile


Untuk Pemanas Gelombang Mikro di Industri

Risa Farrid Christianti,


Electrical Engineering Department, Soegijapranata Catholic University, Semarang
50234, Indonesia
risachristianti@yahoo.com

Abstract Saat ini, pemanas gelombang mikro yang dilakukan dengan menggunakan Logika Fuzzy. [Hendry,
diproduksi secara komersial adalah pemanas gelombang J., 2007]
mikro yang pengendalian suhunya dilakukan secara open-
loop, tanpa sensor suhu, sehingga sulit mengendalikan dosis Dalam aplikasinya di industri, penggunaan
pemanasan (suhu x waktu pemanasan). Sedangkan termometer kontak tidak praktis atau tidak mungkin.
pengukuran suhu untuk pemanas gelombang mikro harus
secara non-kontak, salah satu caranya adalah dengan
Dengan adanya sensor inframerah dapat mengukur suhu
menggunakan sensor inframerah, untuk menghindarkan pada jarak tertentu dengan waktu tanggapan yang sangat
radiasi gelombang mikro pada sensor. Penggunaan sensor kecil. Dalam penelitian ini, diperkenalkan suatu alat yang
inframerah dengan thermopile memerlukan kompensasi disebut USB (Universal Serial Bus), yang merupakan
sambungan dingin untuk mengatasi masalah hanyutan gabungan dari ADC dan antarmuka dari rangkaian
(drift) suhu akibat perubahan suhu lingkungan. termometer inframerah dan komputer. USB ini
Untuk itulah dirancang termometer inframerah yang merupakan alat komunikasi data secara dua arah yang
memiliki rentang suhu yang diinginkan, dengan metode- dapat mengakuisisi serta mengolah data suhu pada proses
metode yang dapat diterapkan dalam dunia industri. pemanasan gelombang mikro.
Tujuannya adalah untuk merealisasikan termometer
inframerah yang sesuai untuk pemanas gelombang mikro,
Dari pernyataan-pernyataan di atas itulah, maka
dan kompatibel dengan USB (Universal Serial Bus) sebagai timbul ide mengenai proses otomasi industri dengan
antar muka data suhu ke komputer. memanfaatkan sensor suhu berupa thermopile pada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa termometer termometer inframerah berbasis USB, untuk mendeteksi,
inframerah yang dibangun, cukup baik digunakan untuk mengukur, serta mengolah data suhu pada proses
mendeteksi suhu pada pemanas gelombang mikro, karena pemanasan gelombang mikro (microwave), agar tercapai
cukup stabil dan handal, kondisi suhu yang diinginkan.
Kata-kata kunci sensor thermopile, USB-1208LS, II. KONSEP DASAR
akuisisi data suhu, termometer inframerah, program Visual Akuisisi yang dimaksud di sini adalah suatu proses
Basic.
memperoleh data suhu dari produk yang dipanaskan
sehingga data tersebut dapat dimonitor, diolah dan
I. PENDAHULUAN
dikendalikan oleh operator melalui komputer. Untuk lebih
Saat ini, pemanas gelombang mikro yang
jelasnya dapat dilihat bagan pada gambar 1 sebagai
diproduksi secara massal adalah pemanas gelombang
berikut :
mikro yang hanya dilengkapi dengan magnetron sebagai PEMBANGKIT TERMOMETER
GEL. MIKRO INFRAMERAH
pembangkit gelombang mikro (microwave), panel
kontrol, timer sebagai pembatas waktu proses, motor AC RUANG PEMANAS

sebagai penggerak piring tempat obyek diletakkan dan KOMPUTER


sebuah ruang pemanas.
Produk yang
Untuk itu, dirancang sebuah pemanas gelombang
dipanaskan
mikro baru yang telah dimodifikasi dan diharapkan dapat
bekerja lebih efisien. Hal ini menuntut adanya
penambahan komponen pendukung baru di dalamnya,
seperti magnetron driver (penggerak magnetron), yaitu
alat untuk menghidupkan/mematikan magnetron secara
otomatis, termometer inframerah sebagai alat yang
digunakan untuk akuisisi data suhu, ADC (Analog to MODUL USB

Digital Converter) untuk mengubah keluaran termometer


yang berupa data analog menjadi data digital sehingga
dapat diproses oleh komputer, interface yang digunakan
Gambar 1. Bagan sistem Akuisisi dan Pengolahan Data
untuk antarmuka antara port paralel dengan ADC, dan
Suhu
komputer sebagai alat pengendali utama. Pengendalian ini

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 147

Cara mengakuisisi data suhu tersebut adalah dengan


menggunakan sensor suhu yang disebut Thermopile yang A
B
terangkai dalam rangkaian termometer inframerah, yang OA1
C
dihubungkan dengan modul USB sebagai antar muka dan (Thermopile)
+
- OA3
- -
port I/O. Kinerja rangkaian ini dimulai dari proses + OA2
+
masukan analog dari termometer inframerah yang diubah
menjadi data-data digital dalam USB yang selanjutnya
dapat diolah dan dikendalikan sesuai dengan keinginan +V Thermistor -V
penggunanya. +V
OA4
Secara garis besar masing-masing perangkat keras -
+ OA6
piranti sistem akuisisi suhu berbasis USB dengan sensor -
+
thermopile pada proses pemanasan gelombang mikro, +
OA7
-
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Pembangkit Gelombang Mikro (magnetron -V
driver), merupakan suatu rangkaian yang
digunakan untuk membangkitkan serta
mengendalikan gelombang mikro dalam ruang OA5
pemanas.
2. Termometer Inframerah, piranti ini berfungsi untuk
mendeteksi (mengenali) suhu, mengukur, dan
memberikan informasi suhu dalam bentuk Gambar 2. Rangkaian Termometer Inframerah dengan
tegangan elektris keluaran. Komponen sensor suhu sensor Thermopile
yang digunakan adalah Thermopile.
3. Modul USB, berfungsi sebagai antarmuka
perangkat eksternal dengan komputer. USB Mengukur Tegangan Keluaran Penguat Termometer
berdasar DAQ module memiliki spesifikasi : 8 Inframerah
analog kanal masukan, resolusi 12-bit, 48 kilo Pada tahap ini, pengukuran tegangan keluaran pada
sampel/detik, dua keluaran D/A and 16 bit DIO. setiap tahap penguat dimulai pada rentang suhu 500C
4. Komputer, piranti ini berfungsi sebagai alat 1500C, sebagai sampel data pengukuran, dari rentang
penampil dan pengolah data serta mengendalikan suhu 300C 1500C, yaitu suhu yang mampu diukur oleh
semua aktivitas alat pemanas gelombang mikro. termometer inframerah degan sensor thermopile. Selain
Berdasarkan tinjauan di atas, maka hipotesis yang untuk menguji rangkaian termometer inframerah ini
akan diuji adalah Adanya penggunaan sensor suhu berfungsi dengan baik, juga bertujuan untuk mendapatkan
thermopile dan USB-1208LS sebagai antarmuka, nilai a dan b dari persamaan Regresi Linier.
diharapkan dapat mengukur suhu berdasarkan radiasi Grafik tegangan keluaran titik A, B, dan C terhadap
inframerah, sehingga lebih mudah karena tidak suhu pemanas microwave dari Gambar 3 adalah sebagai
menggunakan chopper mekanis, seperti pada sensor berikut :
pyroelectric. Masalah drift suhu dapat diatasi dengan
kompensasi sambungan dingin dengan menggunakan
thermistor yang terpasang di dalam thermopile.

III. PERANCANGAN DAN ANALISA


Memasang Kompensasi Sambngan Dingin pada
Thermopile
Pada tahap ini, nilai arus yang masuk pada terminal
inverting penguat OA4 ditentukan dengan cara mengukur
nilai tegangan keluaran pada OA1 pada saat suhu
mencapai setengah dari rentang suhu yang diinginkan,
dari rentang suhu 300C 1500C, dan suhu tersebut
dipertahankan dalam waktu tertentu. Dari hasil penelitian,
diperoleh tegangan keluaran yang turun dari 0,82V ke
0,81V dalam waktu 1 menit. Perubahan tegangan pada
OA1 digunakan sebagai acuan untuk mengatur tegangan Gambar 3. Grafik tegangan keluaran titik A terhadap
suhu microwave, dengan standar deviasi 2.76490C.
keluaran OA6, sedemikian hingga V = 0,01V. Dari
hasil kompensasi suhu tersebut, diperoleh rangkaian
termometer inframerah yang tidak dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, sehingga hasil pengukuran untuk suhu yang
sama pada waktu yang berbeda, hasil pembacaan suhunya
sama.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


148 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Multimeter
Pemanas Themopile
pada skala
elektrik dan
Volt DC
Penguat

Konversi ADC
melalui
Pengkalibrasi
Program Visual
Basic

Gambar 4. Grafik tegangan keluaran titik B terhadap


Nilai Y Nilai X
suhu microwave, dengan standar deviasi 2.76490C.

Regresi Linier

Gambar 6. Diagram blok pengujian alat untuk mencari


Persamaan Regresi Linier

Sesuai dengan rumus yang ada, dapat dicari nilai a


dan b dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Gambar 5. Grafik tegangan keluaran titik C terhadap a=


X Y X XY 1)
2

n X ( X )
2
suhu microwave, dengan standar deviasi 3.31740C. 2

Mengambil sampel data suhu terhadap tegangan


termometer Inframerah n XY X Y
b=
n X 2 ( X )
Pada tahap ini, diperoleh data nilai perubahan 2
2)
tegangan keluaran termometer inframerah terhadap setiap
10C kenaikan suhu, dari rentang suhu 300C 1500C,
dengan mengambil sampel data pada suhu 500C 1500C.
Selanjutnya nilai-nilai tegangan tersebut diubah ke dalam Dari hasil penelitian diperoleh persamaan :
nilai ADC untuk dimasukkan ke dalam persamaan
Regresi Linier sebagai uji linearitas, sehingga diperoleh
nilai variabel a (0C) dan b (0C/bit). Kalibrator yang y i = 180,3255 + 0,1073x i 3)
digunakan untuk mengukur perubahan suhu yang terjadi
adalah termometer inframerah digital. Pengukuran
dilakukan pada tegangan keluaran rangkaian termometer
inframerah secara berulang, kemudian diambil nilai
tegangan reratanya, dan selanjutnya diubah ke dalam nilai
ADC melalui program Visual Basic dengan USB-1208LS
sebagai antarmukanya.

Menentukan nilai A dan b untuk mencari persamaan


regresi linier

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 149

Gambar 7. Grafik nilai Regresi Linier thermopile agar mendekati atau sama dengan suhu yang
tampil pada komputer, dengan acuan suhu yang terbaca
IV. MENENTUKAN BESARNYA STANDAR DEVIASI oleh kalibrator.
Standar Deviasi atau penyimpangan linier pada Program kalibrasi suhu merupakan program yang
pengukuran ini, dapat dicari dengan rumus sebagai digunakan untuk mengatur pengkalibrasian tampilan suhu
berikut : yang terbaca oleh sensor thermopile. Program ini dibuat
berdasarkan nilai a dan b yang diperoleh dari kalibrasi
2 sensor. Persamaan tersebut harus mampu menampilkan
1 n
S= yi yi
n i =1
nilai suhu yang terukur oleh kalibrator. Setelah
melakukan percobaan beberapa kali, diperoleh
kesimpulan bahwa suhu yang terbaca oleh kalibrator
mendekati suhu yang terbaca oleh termometer inframerah
S = 3,3815 4)
dengan sensor thermopile, dengan syarat bahwa nilai
variabel a dan b sudah dimasukkan ke dalam program
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa akusisi
Visual Basic.
data suhu menggunakan sensor suhu inframerah berbasis
thermopile ini memiliki karakteristik : START

Daerah pengukuran : 300C 1500C


Penyimpangan linier/Akurasi : 3,3815 0C INISIALISASI PORT USB
Resolusi : 0,0247 0C/bit KE KOMPUTER

Rentang tegangan rerata : 0V 5,28V


Nilai variabel a dan b : -180,3255 dan
0,1073 KELUARKAN PERINTAH
KALIBRASI

Berdasarkan karakteristik tersebut, maka sensor


thermopile dapat digunakan untuk mengakuisisi data suhu
PROSES TAMPILKAN
pada proses pemanasan dalam industri, khususnya dalam KALIBRASI NILAI SUHU

hal ini aplikasinya pada pemanas gelombang mikro. BELUM


Termometer inframerah dengan sensor thermopile ini SUDAH

memiliki sifat : tanggap waktu yang cepat, detektivitas


STOP
yang baik, serta linearitas yang baik. Rentang suhu yang
diinginkan dapat diatur melalui pengaturan nilai bati
Gambar 9. Gaftar alir proses kalibrasi suhu
(gain) pada penguat OA3.

V. TAMPILAN DATA SUHU P ADA PROGRAM VISUAL


BASIC KESIMPULAN

Sensor Thermopile terbukti dapat digunakan untuk


mendeteksi dan mengukur data suhu pada proses
pemanasan gelombang mikro dalam industri, sesuai
dengan karakteristiknya yang menggunakan tegangan DC,
sehingga lebih signifikan dan lebih mudah, karena tidak
menggunakan chopper mekanis, seperti pada sensor
pyroelectric.
Adanya kompensasi sambungan dingin dengan
menggunakan thermistor yang terpasang di dalam
thermopile, menghasilkan rangkaian termometer
inframerah yang tidak dipengaruhi oleh kondisi kemasan
sensor karena sambungan dingin (cold junction),
sehingga untuk pengukuran suhu yang sama pada waktu
yang berbeda, hasil pembacaan suhunya sama.
Termometer inframerah dengan sensor thermopile ini
memiliki sifat : tanggap waktu yang cepat, detektivitas
Gambar 8. Tampilan menunjukkan USB-1208LS serta linearitas yang baik.
mengkalibrasi suhu

Pada Gambar 8, komputer melakukan proses kalibrasi


suhu, untuk menyesuaikan suhu yang terbaca oleh sensor

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


150 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Saran [4]
http://ccrma.stanford.edu/CCRMA/Courses/252/
1. Program kalibrasi (software) yang ada masih harus sensors/node12.html, How Infrared Motion Detector
diuji agar bisa menghasilkan keluaran seperti yang Components Work
diinginkan. [5]http://ccrma.stanford.edu/CCRMA/Courses/252/sensor
2. Sebelum diterapkan dalam industri, perlu diketahui s/node17.html, Tim Stilson, Thu Oct 17 16:32:33
informasi mengenai batasan/toleransi suhu yang PDT 1996
diijinkan dalam proses pemanasan produknya, [6] http://en.wikipedia.org/wiki/Calibration
sehingga tidak terjadi kegagalan hasil produksi. [7]
3. Untuk menghindari terjadinya gangguan/interferensi http://en.wikipedia.org/wiki/Temperature_measurem
gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan oleh ent
magnetron selama proses pemanasan berlangsung, [8] http://www.ir40.html, IRtek IR40 No Touch
maka gunakan kawat penghantar jenis koaksial pada Termal Solution, IRtek
keluaran rangkaian termometer inframerah.
4. Untuk memperkecil nilai penyimpangan linier dapat [9] http://www. perkinelmer.com/optoelectronics, TPS
dilakukan dengan cara memperbanyak frekuensi 333 - Thermopile Detector, Perkin Elmer
pengambilan data nilai X dan Y, sehingga diperoleh [10]
nilai a dan b yang lebih tepat. http://www.phys.ualberta.ca/~gingrich/phys395/note
s/node153.html
REFERENSI [11] Petruzella, Frank D., 1996, Elektronik Industri, Mc
Graw Hill, Penerbit Andi, Yogyakarta
[1] Anonim, 2006, USB-1208LS Users Guide, [12] Putri, M.S.N., 2006, Akuisisi dan Pengolahan Data
Measurement Computing Corporation, Hungary Suhu Dengan Sensor Pieroelektrik untuk
[2] Dixon, J., 1988, Instrument Science and Hipertermia Medis, Universitas Gadjah Mada,
Technology Radiation Thermometry, UK, British Yogyakarta
[13] Yoder, J., 2000, Taking the Mystery Out of Infrared
[3] Hendry, J., 2007, Akuisisi Dan Pengolah Data Sensors-Control For The Process Industries,
Suhu Dengan Sensor Pyroelectric Untuk http://ccrma.stanford.edu/CCRMA/Courses/252/se
Pengendalian Logika Fuzzy Pada Pemasakan nsors/node12.html
Produk Massif, Universitas Gadjah Mada, [14] Jacob, J.M., 1989, Industrial Control Electronics,
Yogyakarta Prentice Hall Inc., New Jersey.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 151

Fuzzy Logic Temperature Control on


Hyperthermia Therapy Using Delphi
M Ary Heryanto
Engineering Department, Dian Nuswantoro University
Nakula I/5-11, Semarang, 50131, Indonesia
ary@dosen.dinus.ac.id

Abstract The hyperthermia therapy required a control TeknikKendali


system that can maintain the temperature stay at 43oC for
45 minutes. Fuzzy logic controller applies a simpler Kendali dalam sistem kendali adalah cara manipulasi
mathematical approach than the conventional one. masukan pada sistem untuk mendapatkan perubahan
The aims of this research is to prove that by using fuzzy sesuai dengan keinginan pada keluaran (Wikipedia).
logic controller it can depress overshoot and tolerated Sistem kendali secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
oscillation. This research is conducted in three phases, they sistem kendali kalang terbuka dan sistem kendali kalang
are: (1) Designing fuzzy logic control system for tertutup.
hyperthermia therapy; (2) developing a whole system of
therapy; (3) Testing the system.
The result of research shows that the temperature at
43oC can be kept constant for 45 minutes with the rise time
of 8 minutes 55 seconds, the overshoot is under 1% and the
level of oscillation is under 2% with duty cycle period is 12
seconds.
Gambar 1. Diagram blok kendali kalang terbuka
Keywords hyperthermia therapy, fuzzy logic
controller, , rise time, overshoot, oscillation.

Pendahuluan
Satu masalah dalam terapi tumor adalah keberadaan
sel tumor sangat sulit diidentifikasi. Pada beberapa kasus
sel tumor bisa menyerupai sel normal, namun sel tumor ini
lebih sensitive terhadap panas dari pada sel normal,
(Bradova, 1998). Menurut Wijanarko (1990), terapi
hipertermia adalah suatu terapi dengan cara pemanasan
pada bagian tumor. Untuk manusia, suhu terapi ini adalah Gambar 2. Diagram blok kendali kalang tertutup
menaikkan suhu menjadi 410C sampai 44 0C.
Perumusan masalah pada penelitian kali ini adalah: LogikaKonvensional
Apakah kendali fuzzi akan dapat mempertahankan suhu Dalam himpunan konvensional (crisp) ada pernyataan
430C dalam 45 menit pada penyembuhan kanker dengan dengan tegas apakah suatu elemen x merupakan anggota
hipertermia secara akurat? himpunan A atau tidak. Bila merupakan anggota diberi
Sehingga tujuan penelitiannya adalah: Membangun nilai 1 dan apabila bukan anggota diberi nilai 0. Bila nilai-
suatu piranti kendali suhu untuk terapi hipertermia dengan nilai tersebut dikatakan sebagai derajat kenggotaan dari
logika fuzzy. himpunan A, maka:

TinjauanPustaka 1 ( x A)
A ( x) = (1)
0 ( x A)
Hipertermia dengan A(x) adalah derajat kenggotaan x dalam
Hipertemia adalah suatu proses penaikan temperatur himpunan A.
beberapa derajat celcius di atas temperatur fisiologi Misal himpunan semesta X adalah tinggi badan
normal. Untuk manusia hal ini berarti temperatur dari manusia. Tinggi badan manusia dapat dikategorikan
410C sampai 440C. Tujuan terapi dengan Hipertermia menjadi dua hal, yaitu pendek dan tinggi.
adalah membangkitkan panas yang cukup untuk
membunuh sel tumor tanpa merusak sel sehat. LogikaFuzzy
Logika Fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi Zadeh (1965)
untuk formalisasi matematis proses penalaran atau
pengambilan keputusan berdasarkan fakta fakta yang non-

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


152 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

eksak. Penalaran seperti itu disebut penalaran secara turun (ts) dan Overshoot maksimum(Mp) (Ogata,1996).
pendekatan (non-eksak), dengan unsur toleransi terhadap Secara umum sistem diharapkan memiliki waktu naik
kekaburan, ketidak-tepatan (imprecision), ketidakpastian yang singkat dengan Overshoot yang rendah.
(uncertainty). Logika Fuzy bisa juga dikatakan sebagai
logika kabur, pendekatan.
Dalam sistem konvensional (non-fuzzy), penalaran
atau pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
ketepatan dan kepastian, menggunakan logika tajam
(logika benar atau salah). Dengan menggunakan
logika fuzzy dimungkinkan pengambilan keputusan
dengan cara pendekatan sehingga pada beberapa kasus
yang sukar dimodelkan dalam sistem konvensional dapat
dilakukan dengan logika fuzzy.

KendaliLogikaFuzzy
Masalah utama dalam kendali adalah mendapatkan
keluaran sebagai respon dari masukan. Dalam kendali
dengan cara konvensional melibatkan formula-formula
matematis yang cukup rumit. Berbeda dengan pendekatan Gambar 4. Kurva tanggapan tangga satuan
logika fuzzi, konsep matematika yang mendasari logika
fuzzi sangat sederhana. Delphi
Kendali logika fuzzi (FLC) menyediakan piranti yang Delphi 6 adalah sebuah bahasa pemrograman visual.
mampu mengubah strategi kontrol linguistik yang Delphi 6 mempunyai kelebihan, yaitu: kemudahan dalam
diturunkan dari cara berpikir seorang ahli menjadi strategi antar muka baik dengan serial, parallel ataupun dengan
kendali otomatis. FLC merupakan model logika yang modul USB1208LS. Keunggulan lain adalah Delphi dapat
merepresentasikan proses berpikir seorang operator ahli berkomunikasi dengan basis data SQL Server.
ketika sedang memantau dan mengendalikan suatu proses.
TahapanPenelitian
Pendekatan fuzzi melibatkan aturan-aturan yang
dinyatakan dengan kata-kata dan tidak memerlukan presisi
yang tinggi, serta ada toleransi. Dalam membuat aturan
mengacu pada inferensi fuzzi yaitu peraturan IF-THEN,
misal:
1. IF suhu kamar panas THEN putar kipas
cepat
2. IF suhu udara panas AND kelembaban tanah
kering THEN waktu penyiraman lama

Logika Fuzzi telah banyak digunakan pada sistem


yang komplek seperti aplikasi industri, bidang kimia,
robotika, otomotif dan sebagainya. Sedangkan kendali
logika fuzzi secara umum dapat digambarkan sebagai
Gambar 5. Diagram blok kendali suhu terapi hipertermia dengan
berikut: logika fuzzy

Dari Gambar 5. dapat dijelaskan sebagai berikut:


Sistem bekerja setelah mendapatkan setting suhu tertentu
sesuai terapi hipertermi (41o 44o C). Setelah sistem
berjalan maka sensor, dalam hal ini thermopile akan
mendeteksi suhu objek yang dipapar. Komputer akan
mendapat masukan suhu sebenarnya melalui antar muka
USB1208LS yang kemudian didapatkan error dan -
error. Selanjutnya komputer akan melakukan perhitungan
logika fuzzi yang hasilnya berupa persentase siklus kerja
magnetron. Hasil persentase siklus kerja ini dikeluarkan
Gambar 3. Diagram blok kendali fuzzy juga melalui USB1208LS ke driver magnetron. Proses
kendali ini bekerja sesuai dengan waktu yang diberikan
TanggapanTransien untuk terapi.
Tanggapan transien suatu sistem kendali secara
praktek selalu menunjukkan osilasi teredam sebelum PerancanganKendaliLogikaFuzzy:
mencapai keadaan tunaknya. Pada tanggapan transien 1. Mendefinisikan model masukkan
dikenal adanya: waktu naik (tr), waktu puncak (tp), waktu

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 153

Dari Gambar 3 di atas dapat di lihat bahwa masukan


dari kendali fuzzi adalah galat atau e. Galat ini
biasanya dalam bentuk tegas (crisp) pada kendali
konvensional, dengan
e(t ) = r y (t ) (2)

e(t ) = penyimpangan antara referensi dengan


aktual terukur pada t.
r = referensi.
y (t ) = aktual terukur pada t.
Gambar 7. Fungsi keanggotaan keluaran siklus kerja
Perubahan galat, yaitu e atau eror antara dua
sampling biasanya juga digunakan sebagai masukkan Fungsi keanggotaan keluaran siklus kerja
untuk kendali logika fuzzi. Pada saat t, maka e adalah menggunakan tiga tipe yaitu singleton, segitiga dan
perbedaan antara e(t ) dengan e(t 1) atau, trapesium. Diperlukan singleton untuk mendapatkan
nilai 0 pada siklus kerja.
e(t ) = e(t ) e(t 1) (3) 4. Pembuatan aturan-aturan fuzzy
Pada perancangan kendali logika fuzzi ini digunakan Pada perancangan ini aturan fuzzi dibuat agar dapat
error dan error sebagai masukkan. diubah dalam keadaan program berjalan. Dengan dua
masukan dan masing-masing masukan memiliki tujuh
2. Mendefinisikan model keluaran fungsi keanggotaan maka aturan fuzzi yang dapat
Keluaran untuk logika fuzzi ini bisa saja langsung dibentuk sebanyak 49 aturan. Aturan fuzzy ini belum
mengacu pada variable yang akan dimanipulasi. ditentukan pada awal pemrograman, namun aturan
Perubahan keluaran atau u sering digunakan untuk fuzzy diset pada saat dilakukan pengujian sehingga di
variable keluaran dalam kendali namun pada dapat aturan yang paling baik.
perancangan kendali fuzzi ini digunakan langsung
mengacu pada variable keluaran yang akan
dimanipulasi yaitu siklus pemicuan magnetron dengan
semesta berupa rentang prosentase dari 0% hingga
100%.
3. Dekomposisi variable model menjadi himpunan fuzzy
Sistem inferensi Fuzzy yang digunakan untuk
mengendalikan temperatur menggunakan variabel-
variabel linguistik dari variabel masukan, dimana dari
variabel error(e) dan error(d_e) dibentuk himpunan-
himpunan Fuzzi NB (Negatif Big), NM ( Negatif
Medium), NS (Negatif Small), ZE (Zero), PS (Positif
Small), PM (Positif Medium), PB (Positif Big). Gambar 8. Setting aturan fuzzy saat program berjalan

Sedangkan untuk keluarannya menggunakan variabel 5. Penentuan metode inferensi


linguistik VL (Very Low), LOW, MED (Medium),
Metode inferensi yang dipakai pada perancangan ini
HIGH, VH (Very High) dengan rentang semesta
menggunakan inferensi min-max, yaitu adalah
0%-100%. Fungsi keanggotaan dari masukan dan
gabungan inferensi min untuk antecedent dan inferensi
keluaran adalah sebagai berikut:
max untuk consequence.
Karena pada perancangan ini tiap aturan di cek
kebenarannya maka keluaran fuzzi juga harus di cari
untuk tiap fungsi keanggotaan keluarannya. Jadi tiap
bobot hasil consequence pada suatu fungsi
keanggotaan dicari nilai maksimalnya.
6. Penentuan metode defuzzifikasi
Defuzifikasi merupakan proses untuk menentukan
nilai crisp (tegas) yang secara tepat dapat
merepresentasikan informasi yang ada dalam
Gambar 6. Fungsi keanggotaan masukkan error dan d_Error himpunan fuzzi keluaran. Masukan dari proses
defuzifikasi adalah suatu himpunan fuzzi yang
diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzi
sedangkan keluarannya adalah suatu himpunan
bilangan pada domain himpunan fuzzi tersebut.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


154 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzi dalam


rentang tertentu, maka harus dapat diambil nilai tegas
tertentu sebagai keluaran. Sistem pengendalian
temperature terapi hipertermia ini menggunakan
metode Weighted Average sebagai metode defuzifikasi
.

Pengujian.
1. Pengujian dengan paparan cahaya lampu 75Watt
Pada uji kali ini menggunakan pemanas lampu 75 watt
yang dipaparkan dari bawah kulit. Bidang kulit seluas
7.5cm x 8cm dengan ketebalan 1mm. Sensor
ditempatkan pada jarak 15cm di atas kulit sedangkan
lampu ditempatkan pada jarak 2cm di bawah kulit.
Uji ini dilakukan untuk melihat kinerja kendali fuzzy
sebelum dihubungkan dengan magnetron. (a) Uji pertama

2. Pengujian dengan paparan magnetron


Setelah pengujian beberapa kali menggunakan lampu
75watt dan setelah dilihat hasil dari uji tersebut telah
memuaskan, selanjutnya uji dilakukan menggunakan
magnetron.

(b) Uji kedua


Gambar 10. Uji paparan gelombang mikro pada kulit di atas karet
dengan periode 12 detik

Gambar 9. Kontruksi aplikator untuk paparan gelombang mikro


pada kulit

HasilPenelitian
Gambar 10. adalah hasil uji paparan gelombang mikro
ke kulit di atas karet. Sedangkan hasil distribusi paparan
diambil dengan thermograph tampak pada Gambar 11.

(a) Uji pertama

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 155

menit dengan waktu bangkit 8 menit 55 detik, overshoot


di bawah 1% dan tingkat osilasi di bawah 2% dengan
periode siklus kerja 12 detik.

References
[1] Adhy Hidayanto , Rhodian, Aplikasi Logika Fuzzy untuk
Pengendalian Temperatur Berbasis PC pada Sistem Hipertermia
Medis, Skripsi S-1, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2006.
[2] Carter, R. G., Electromagnetic waves: microwave components
and devices, Penerbit: Chapman and Hall, London, UK, 1990.
[3] Farrid Christianti, Risa, Akuisisi Suhu Berbasis USB
Menggunakan Sensor Inframerah Thermopile untuk Pemanas
Gelombang Mikro Industri, Magister Teknik Instrumentasi,
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2007.
[4] Herlina, Theresia, Penerapan logika Fuzzy untuk pengendalian
temperatur pada Rice Cooker, Fakultas MIPA Universitas Gadjah
(b) Uji kedua Mada, Yogyakarta, 2004.
Gambar 11. Hasil distribusi panas di ambil dengan thermograph,
[5] Kurniawan Nugroho, Andi, Pengendali Logika Fuzzy Suhu
paparan ke kulit di atas karet dengan periode 12 detik
Hipertermia Berbasis Visual Basic dan Akusisi Berbasis USB,
Magister Teknik Instrumentasi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Tabel 1. Hasil Analisa Data Uji Beban Kulit Dipapar Gelombang Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.
Mikro
[6] Kusumadewi, S., dkk., Fuzzy Multi-Attribute Decision Making
(Fuzzy MADM), Penerbit: GRAHA ILMU, Yogyakarta, 2006.
Periode 12 detik [7] Kusumadewi, Sri, Analisis dan desain sistem fuzzy menggunakan
Toolbox Matlab, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2002.
Uji 1 Uji 2
[8] Ping Liu, Carey M. Rappa,port, Yan-zhen Wei, and S. Sridhar,
td (detik) 88 110 Simulated Biological Materials At Microwave Frequencies For
The Study Of Electromagnetic Hyperthermia, Northeastern
tr (detik) 584 486 University, Boston.
tp (detik) 730 608 [9] Sri Widodo, Thomas, Sistem neuro fuzzy : Untuk pengolahan
informasi, pemodelan dan kendali, Yogyakarta: Graha ilmu,
ts (detik) 772 664 2005.
[10] Vera Bradova, HYPERTHERMIA,
Maks. Overshoot (%) 0,35 0,26
http://www.geocities.com/HotSprings/Villa/5443/alts/hytherm.htm
l, 1998.
Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa overshoot [11] Wijarnarko, Rudi B, Pengaturan Suhu Sistem Tersimulasi
Hipertermia dalam Fisiolagi Anti kanker , Fakultas teknik
dengan siklus kerja 12 detik masih di bawah 1% dan dari Jurusan Teknik Elektro UGM, Yogyakarta, 1990.
grafik tampak bahwa osilasi yang terjadi masih dapat [12] Wildi, T., Electrical Machines, Drives, and Power System,
ditoleransi. Rata-rata waktu naik adalah 535 detik atau 8 Prentice Hell, New York, 2002.
menit 55 detik. [13] Yan, J., Michael R. dan James P., Using Fuzzy Logic Towards
Intelligent System, PRENTICE HALL, New York, 1994.
Kesimpulan [14] http://en.wikipedia.org/wiki/Emissivity
Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukan [15] http://en.wikipedia.org/wiki/Reflectivity
[16] http://en.wikipedia.org/wiki/Transmissivity
bahwa suhu 43C dapat dipertahankan konstan selama 45

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


156 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Perancangan Dan Simulasi Pengendalian Beban Listrik Menggunakan


Mikrokontroler AT89C2051Melalui Jaringan TCP/IP
Edvin Priatna dan Sulaemanul Jamal
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi 24 Tasikmalaya
ujack05@yahoo.com

Abstract This paper presents design and simulation of 1. Pendahuluan


controlling electric load of home electrical equipments of long Seperti diketahui bahwa didalam rumah terdapat
distance application through internet. Electric load controlled sistem kelistrikan yang harus diaktifkan atau
consisted of lamp, electric socket, water pump, rolling door, and dinonkatifkan secara rutin atau sesuai keinginan,
rolling clothes dryer. System designed consisted of hardware misalnya lampu penerangan yang harus dinyalakan
controller to apply microcontroller AT89C2051 and web server.
Microcontroller stands as center control receiving command
menjelang sore, selain itu ada peralatan yang perlu
from sensor at automatic control, push button to govern manual, diketahui kondisinya, misalnya pintu garasi sudah
and web server to govern long distance. System works based on tertutup atau belum dan lain-lain. Terdorong akan
principle client server, when connection happened between kebutuhan tersebut maka diperlukan sistem yang mampu
client and server hence client sends command through HTTP membantu agar dapat dilakukan otomatisasi jarak jauh
GET and POST, while response server by sending command at untuk mengetahui dan mengendalikan beban listrikyang
microcontroller, takes information from microcontroller and dimaksud.
sends it in the form of HTML. Experimental applies two Pada penelitian ini dilakukan simulasi
computers functioning as client and server with configuration IP pengendalian beban listrik yang dimaksud dengan
server 192.168.100.64 with URL '
http://192.68.100.64:3000/update_power_plant.dll'.
menggunakan jaringan komputer TCP/IP yang terdiri dari
Experimental results at browser is presented by tables in the client dan server berbasis web. Mikrokontroler yang
form of information condition of equipments accompanied terhubung dengan server melalui port serial akan
buttons to control it. By buttoning on web page hence merespon perintah pengendalian dan pembacaan status
manageable equipments in long distance. The manageable sistem. Output dari mikrokontroler ini akan
equipments in manual through push button and special for water mengoperasikan plant melalui relay.
pump and rolling clothes dryer can operate automatically.
2. Identifikasi Masalah
Keywords: Control system, electric load, computer 1. Bagaimana perancangan pengendali untuk
network. masing-masing sistem yang dikendalikan
2. Bagaimana mikrokontroler memberikan
AbstrakMakalah ini membahas mengenai perancangan dan
simulasi pengendalian beban listrik peralatan rumah jarak jauh
informasi kondisi beban listrik.
yang diaplikasikan melalui jaringan internet. Beban listrik yang 3. Bagaimana transmisi data antara pengendali
dikendalikan terdiri atas lampu, stop kontak, pompa air, rolling lokal, server dan mikrokontroler.
door, dan penarik jemuran pakaian. Sistem yang dirancang 4. Bagaimana antar muka web.
terdiri atas hardware pengendali menggunakan mikrokontroler
AT89C2051 dan web server. Mikrokontroler berperan sebagai 3. Batasan Masalah
pusat kendali yang menerima perintah dari sensor pada 1. Tidak membahas network bandwidth dan sistem
pengendaliaan otomatis, push button untuk perintah manual, keamanan jaringan.
serta web server untuk perintah jarak jauh. Sistem bekerja 2. Tidak membahas sistem jaringan IPv6 dan
berdasarkan prinsip client server, ketika koneksi terjadi antara
client dan server maka client mengirimkan perintah melalui
wireless.
HTTP GET dan POST, sedangkan server merespon dengan 3. Tidak membahas sistem konfigurasi jaringan
mengirimkan perintah pada mikrokontroler, mengambil lebih jauh.
informasi dari mikrokontroler dan mengirimkannya dalam 4. Beban listrikberupa simulasi untuk kelistrikan
bentuk HTML. Pengujian menggunakan dua komputer yang rumah
berfungsi sebagai client dan server dengan konfigurasi IP server
192.168.100.64 dengan URL 4. Tujuan
http://192.68.100.64:3000/update_power_plant.dll. Dari hasil 1. Untuk mengimplementasikan mikrokontroler
pengujian pada browser ditampilkan tabel berupa informasi pada pengendalian beban listrik .
kondisi peralatan disertai tombol-tombol untuk
mengendalikannya. Dengan menekan tombol pada halaman web
2. Untuk merancang sistem yang mampu
tersebut maka peralatan dapat dikendalikan secara jarak jauh. memberikan informasi dan dapat mengendalikan
Peralatan tersebut dapat dikendalikan secara manual melalui beban listrikberupa sistem kelistrikan rumah
push button dan khusus untuk pompa air dan penarik jemuran yang terdiri dari lampu, stopkontak, pompa air,
pakaian dapat beroperasi secara otomatis. pintu / rolling door dan penarik jemuran yang
dapat dijalankan melalui jaringan TCP/IP
Kata kunci: Sistem kendali, beban listrik, jaringan komputer. dengan antar muka web.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 157

Koneksi ke internet dapat dilakukan dengan


5. Landasan Teori beberapa cara diantaranya melalui dial-up melalui line
5.1 Komponen Dasar Sistem Teleoperasi telepon dengan menggunakan modem dan komputer.

OBJEK1 5.3. Arsitektur Protokol TCP/IP


TCP/IP adalah konsep dasar Internet dan
MEDIA TRANSMISI
kerangka untuk pengembangan standar komunikasi
PENGENDALI LOKAL PENGENDALI SISI JAUH ANTAR MUKA OBJEK2 komputer. TCP/IP pada awalnya adalah sebuah proyek
riset protokol jaringan yang dimulai oleh Department of
Defense (DoD) tahun 1969. Proyek tersebut dinamakan
OBJEK3 ARPA (Advance Research Project Agency). ARPA
memulai riset yang kemudian dikenal dengan teknologi
packet switcing. Fokus dari riset tersebut adalah untuk
Gambar 1. Komponen Dasar Sistem Teleoperasi memfasilitasi komunitas DoD. Jaringan tersebut
kemudian dikenal dengan ARPANET yang berkembang
Pengendali lokal merupakan bagian yang menjadi jaringan internet. Lapisan pada protokol TCP/IP :
menjadi tempat kerja dari operator dan umumnya
diimplementasikan dalam bentuk sebuah komputer (PC) a). Network Access Layer
ataupun rangkaian terpadu yang tidak terhubung langsung Lapisan paling bawah dari TCP/IP terdiri dari
dengan peralatan yang dikendalikan namun terhubung protokol dimana komputer menggunakannya untuk
dengan media transmisi tertentu misalnya jaringan mengirim data kepada komputer lain dan peralatan yang
komputer. terhubung dengan jaringan. Protokol ini merupakan
Bagian berikutnya adalah pengendali sisi jauh. lapisan fisik jaringan . Contoh protokol dari lapisan ini
Bagian inilah yang berhubungan langsung dengan objek diantaranya adalah Ethernet.
atau peralatan yang akan dikendalikan. Pengendali dari b). Internetwork Layer
jarak jauh bertugas untuk menerima masukan dari Pada lapisan ini terdapat Internet Protokol (IP).
pengendali lokal lewat media transmisi yang terhubung Seluruh data yang berasal dari protokol pada layer diatas
dengannya dan selanjutnya mengolah data yang iterima IP harus dilewatkan, diolah oleh protokol IP, dan
tersebut. Umumnya diimplementasikan dalam bentuk dipancarkan sebagai paket IP, agar sampai ke tujuan.
sebuah komputer (PC) ataupun rangkaian terpadu. Paket IP akan dibungkus dengan label berupa IP address
Media transmisi bisa menggunakan infra merah, yang terdiri dari 32 bit angka biasanya ditulis dalam
frekuensi radio, kabel telepon, kabel listrik ataupun desimal misalnya 202.165.32.14
jaringan komputer. c). Host to Host Transport Layer
Antar muka adalah rangkaian penyelaras antara Salah satu protokol yang penting adalah
objek dan pengendali sisi jauh. Hal ini disebabkan karena Transmission Control Protocol (TCP). Hampir semua
perbedaan parameter misalnya kecepatan pengolahan jenis aplikasi berjalan pada protokol ini. Protokol TCP
data, tegangan, arus dan daya objek yang berbeda dengan menyediakan service yang dikenal sebagai connection
pengendali sisi jauh. oriented, reliable, byte stream service.
Sedangkan Objek di sini sangat beraneka ragam, Connection oriented berarti sebelum melakukan
mulai dari yang paling sederhana seperti lampu, sensor pertukaran data, dua aplikasi pengguna TCP harus
(cahaya, suhu, suara), relay, kamera ataupun motor melakukan pembentukan hubungan (handshake) terlebih
stepper yang biasa digunakan sebagai aktuator pada dulu.
robot. Reliable berarti TCP menerapkan proses deteksi
kesalahan paket dan retransmisi.
5.2. Internet Byte stream service berarti paket dikirimkan dan sampai
Internet adalah suatu sistem komunikasi global ke tujuan secara berurutan. TCP menggunakan port
yang menghubungkan komputer-komputer dan jaringan- sebagai pintu masuk data.
jaringan komputer di seluruh dunia. Setiap komputer dan d).Application Layer
jaringan terhubung - secara langsung maupun tidak Lapisan ini merupakan lapisan aplikasi misalnya
langsung - ke beberapa jalur utama yang disebut internet HTTP (web) dan lain-lain. Pada HTTP permintaan data
backbone dan dibedakan satu dengan yang lainnya dilakukan dengan mengirimkan request menggunakan
menggunakan unique name yang biasa disebut dengan metoda HTTP, misalnya GET atau POST. Untuk
alamat IP 32 bit. Contoh: 202.155.4.230 . Komputer dan mengakses atau merequest halaman web, web client
jaringan dengan berbagai platform yang mempunyai menggunakan Uniform Resource Locator (URL) yang
perbedaan dan ciri khas masing-masing (Unix, Linux, sintaknya :
Windows, Mac, dll) bertukar informasi dengan sebuah http://nama_host_server/path atau
protokol standar yang dikenal dengan nama TCP/IP http://IP_address_server : TCP_Port_server/path
(Transmission Control Protocol/Internet Protocol).
TCP/IP tersusun atas 4 layer (network access, internet,
host-to-host transport, dan application) yang masing-
masing memiliki protokolnya sendiri-sendiri.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


158 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

5.4. Konsep Client Server d). Pengendalian Pintu / Rolling door (Titik beban H)
Pada dasarnya, semua transaksi atau perpindahan Sistem ini menggunakan motor DC dan dua sensor yaitu
data di jaringan komputer tidak terlepas dari konsep batas penutupan dan batas pembukaan, penutupan dan
client-server. Perpindahan data ini berlangsung karena pembukaan dilakukan dengan mengubah polaritas sumber
adanya permintaan (request) dari salah satu komputer ke tegangan motor DC. Sistem kendali jarak jauh akan
komputer lain yang menyimpan data. Sebagai tanggapan membaca status sensor dan motor untuk mengetahui
permintaan data ini, maka komputer penyimpan data akan keadaan pintu.
mekanik penggerak pintu
memberikan tanggapan (response). Tanggapan ini berupa
pengendali motor
pengiriman data yang ingin diakses oleh komputer yang sumber tegangan
melakukan permintaan data. Dalam konsep client-server,
komputer peminta data dinamakan sebagai client dan motor DC / penggerak

komputer pemilik data dinamakan sebagai server.


Datanya sendiri dapat berupa antara lain file, web, email
dan lain-lain. sensor
maksimum
Implementasi dari konsep client-server ini pembukaan
adalah program yang memiliki fungsi seperti
dideskripsikan pada konsep tersebut. Contohnya
pertukaran data dalam jaringan internet pada sebuah
program web client, yang berfungsi mengajukan request
melalui metoda HTTP GET atau POST, sementara
program yang berfungsi sebagai web server berfungsi
menunggu request dan mengirimkan data web kepada
sensor maksimum penutupan
peminta data web.
Gambar 4. Ilustrasi sistem penggerak pintu

Request e). Pengendalian Penarik jemuran pakaian (Titik


beban L)
Response
Penarik jemuran ini menggunakan motor DC.
Client Server Sistem ini secara normal akan dikendalikan berdasarkan
Gambar 2. Konsep Client Server sensor air hujan. Yaitu bila sensor mendeteksi hujan maka
sistem pengendali akan menset arah motor dan
6. Perancangan Sistem menghidupkannya untuk menarik sampai batas penarikan
Sistem yang akan dikendalikan adalah sistem tercapai. Selama sensor hujan tidak mendeteksi air, sistem
kelistrikan rumah. dapat ditarik atau didorong dari jarak jauh maupun
Dengan menyesuaikan pada kapasitas mikrokontroler manual lokal sesuai keinginan. Agar keadaan sistem
maka sistem yang akan dikendalikan sebanyak 5 output dapat diketahui maka pengendali jarak jauh akan
yang terdiri dari : membaca sensor hujan, sensor batas penarikan dan
a). Pengendalian Lampu Titik beban (A, B, C, D, E, F, pendorongan serta status motor. Penarikan dan
G, Y1, Y2, K, N, O, P) pendorongan dilakukan dengan mengubah polaritas
b). Pengendalian Stop Kontak (Titik beban O, U, J) sumber tegangan motor.
c). Pengendalian Pompa Air (Titik beban Z) ruang tertutup ruang terbuka
Sensor maksimum
level

tangki sensor hujan

Sensor minimum
level
pusat kendali

pengendali sensor batas penarikan


sumber
tegangan motor power polaritas
tali
sensor batas pendorongan
ke Sumber motor DC
tegangan motor

pipa penyaluran air


Pompa air listrik

sumur

Gambar 5. Ilustrasi penggerak penarik jemuran pakaian


Gambar 3. Ilustrasi pompa air listrik

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 159

7. Model Sistem Pengendalian

Kontrol
manual
sensor

Request
antar muka
antar muka
RS232 (mikrokontroler) Power plant
(rangkaian relay)
Response (port serial)

Client Server
(Web Browser) (HTTP Server)

Gambar 6. Diagram Blok Model Sistem Kendali

8. Rangkaian Hardware
30pF

10 k
10uF 12 MHz
Vdc 5 V XTAL1 XTAL2
RST
MIKROKONTROLER SENSOR HUJAN

KE PORT SERIAL WEB SERVER P1.7


P3.0
Vdc 5 v
14
P3.1 P1.6
2
13
3 10k
P3.2 P1.5 probe
15 10 k
5 MAX 232 P1.4
P3.3 9013
1k
P3.4 P1.3
P1.2
P3.5

P3.7 P1.1

P1.0 P1.7
Vdc 5 V Vdc 12 V

KONTROL MANUAL POMPA AIR OUTPUT LAMPU


Vdc 5 V VAC 220 Relay 12 v
OFF ON 10 k

Vdc 5 v 10 k 10 k

10k P3.2 Vdc P1.6 9013 9013

probe SENSOR MINIMUM LEVEL AIR (5V)


10 k Vdc 5 v
9013 10k P1.4 Vdc 12 V
1k 9013 OUTPUT STOP KONTAK
10k
probe 10 k
10 k 10 k
VAC 220 Relay 12 v

9013
SENSOR MAKSIMUM LEVEL AIR 1k 10 k
10 k

P1.5 9013 9013

TARIK P1.7
Vdc Vdc 12 V
SENSOR PENARIK JEMURAN (5V) OUTPUT MOTOR POMPA AIR
P1.0
10k VAC 220 Relay 12 v M
10 k
9013 P1.1
P3.7 10 k
10 k
SENSOR MAKSIMUM 10 k

DORONG DORONG P1.4 9013 9013

SENSOR MAKSIMUM P3.5 KONTROL MANUAL PENARIK


JEMURAN Vdc 12 V Vdc 12 V OUTPUT MOTOR PINTU
TARIK
5
VDC IN 3 1

10 k
Relay 12 v
10 k
Relay 12 v M
2
4

10 k 10 k 10 k
10 k

P1.2 9013 9013 9013 9013

Vdc
(5V)
P1.3

P3.3 TUTUP 10k


Vdc 12 V Vdc 12 V OUTPUT MOTOR PENARIK
9013 P1.3 VDC IN 5
1
JEMURAN
10 k 3

10 k
Relay 12 v
10 k
Relay 12 v M
2
4

KONTROL MANUAL PINTU


10 k

P1.0 9013
10 k

9013
10 k

9013
10 k

9013
Gambar 8. Diagram alir server (HTTP server)
P1.3 P1.1
Vdc
(5V)
P1.6
P3.4 BUKA 10k
Vdc
9013 P1.2 (5V)
10 k
OFF ON KONTROL MANUAL LAMPU
SENSOR PINTU 10k
P1.3 10 k
9013

SENSOR MAKSIMUM P3.4


BUKA P3.3 P3.4
P1.5

P3.3
SENSOR MAKSIMUM Vdc
TUTUP (5V)

OFF ON
10k
9013
KONTROL MANUAL
P1.1 STOP KONTAK

10. Implementasi dan Pengujian


10 k

P3.5 P3.7

- Hardware
VDC 12 V
IN LM7812 OUT

GND
VDC 5 V
220 VAC 15 VAC LM7805
IN
2200 uF / 25 V OUT

GND

Gambar 7. Rangkaian Hardware Pengendali

9. Server
Server berfungsi untuk menangani request web,
mengakses mikrokontroler, dan sebagai jembatan
penghubung antara mikrokontroler dengan client.
Sistem ini mengimplementasikan HTTP melalui
protokol TCP. Data pengendalian diajukan melalui
metoda HTTP POST sedangkan GET digunakan untuk
meminta informasi kondisi sistem. Gambar 9. Hardware Pengendali Sistem
Flowchart dari web server adalah sebagai berikut
:

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


160 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Tabel 1. Keterangan hardware pengendali Pengujian sistem keseluruhan telah dilakukan


Nomor Keterangan melalui jaringan lokal dengan konfigurasi :
1. Tombol penarik jemuran IP address server : 192.168.100.64 pada TCP port 3000
2. Tombol pendorong jemuran
3. Tombol penutup pintu
dengan URL adalah :
4. Tombol pembuka pintu http://
5. Tombol on pompa air 192.168.100.64:3000/update_power_plant.DLL
6. Tombol off pompa air URL tersebut diakses melalui browser (internet
7. Tombol on stop kontak explorer) pada komputer client. Hasilnya adalah sebagai
8. Tombol off stop kontak
berikut :
9. Tombol on lampu
10. Tombol off lampu 1. Login
11. Mikrokontroler Pada browser pertama kali muncul adalah login yang
12. Led sensor penarikan (merah) meminta memasukan nama user dan password bila nama
13. Led sensor pendorongan (hijau) dan password serta koneksi dengan mikrokontroler
14. Konektor sensor penarikan dan berjalan baik maka akan tampil status sistem pada
pendorongan
15. Konektor sensor pembukaan dan browser
penutupan
16. Led sensor penutupan
17. Led sensor pembukaan
18. Konektor ke sensor hujan
19. Konektor ke sensor maksimum level air
20. konektor ke sensor minimum level air
21. RS232
22. Konektor port serial
23. Led power lampu (output untuk lampu)
24. Relay power lampu
25. Led power stop kontak (output untuk
stop kontak)
26. Relay power stop kontak
27. Led power pompa air (output untuk
pompa air)
28. Relay power pompa air Gambar 12. Login
29. Relay power motor pintu
30. Led polaritas pembukaan /output arah 2. Status sistem
membuka
Status sistem yang ditampilkan adalah sesuai
31. Led polaritas penutupan /output arah
menutup dengan keadaan pada masing-masing yang dikendalikan
32. Relay pembalik polaritas yaitu lampu, stop kontak, pompa air, pintu, dan penarik
33. Relay power motor penarik jemuran jemuran pakaian. Tampilan status sistem dapat dilihat
34. Led Power penarikan jemuran /output seperti pada Gambar 14 berikut. Untuk mengendalikan
arah menarik
sistem, pengguna cukup menekan tombol yang tersedia
35. Led Power pendorongan jemuran
/output arah mendorong pada halaman web.
36. Relay pembalik polaritas
37. Konektor output power ke motor
penggerak pintu
38. Konektor output power ke motor
penggerak penarik jemuran
- Server

Gambar 13. Status Sistem Pada Browser

Gambar 11. Antar Muka Server

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 161

11. Hasil dan Analisa OFF (27) penuh dan motor padam
Tabel 2. Hasil pengujian kondisi input dan output Power Pada kondisi air tidak
motor ON penuh ditampilkan
Peralatan Kondisi Input Output
(27) status air tidak penuh
Manual dan
dan motor menyala
Sensor
Matikan Power Pada kondisi air tidak
Penarik Kering, Tombol Power motor
motor penuh ditampilkan
jemuran dijemur penarik (1) ON (34)
OFF (27) status air tidak penuh
Sensor tarik Power motor
dan motor padam
(12) OFF (34)
Power Pada kondisi air kosong
Ditarik Tombol Power motor
motor ON ditampilkan status air
pendorong ON (35)
(27) tidak penuh dan motor
(2)
menyala
Sensor Power motor
Stop Nyalakan Power ON Tampil status menyala
dorong (13) OFF (35)
kontak (25)
Dijemur, Sensor hujan Power motor
Matikan Power Tampil Status padam
hujan (18) ON (34)
OFF (25)
Pintu Tertutup Tombol buka Power motor
Lampu Nyalakan Power ON Tampil Status menyala
(4) ON (30)
(23)
Sensor buka Power motor
Matikan Power Tampil Stastus padam
(17) OFF (30)
OFF (23)
Terbuka Tombol Power motor
Tutup (3) ON (31)
Sensor Tutup Power motor Analisa
(16) OFF (31) Dari hasil pengujian sistem pengendalian pada
Pompa Air Sensor Power motor kontrol manual dan otomatis serta jarak jauh melalui
kosong minimum ON (27)
(20) jaringan berjalan baik.
Air penuh Sensor Power motor 1. Pengendalian Lampu
maksimum(1 OFF (27) Lampu dapat dikontrol secara manual melalui
9) tombol secara langsung
Air Tombol On Power motor
diantara (5) On (27) Perubahan keadaan lampu karena kontrol
level Tombol Off Power motor manual dapat diketahui dari browser. Hal ini
maksimu (6) Off (27) berguna bila pengguna tidak berada dirumah dan
m dan ingin mengetahui keadaan lampu atau ingin
minimum
Stop Tombol On Power ON (25) mengendalikannya.
kontak (7) 2. Pengendalian Stop kontak
Tombol OFF Power OFF Stop kontak dapat dikontrol secara manual
(8) (25) melalui tombol secara langsung, hal ini berguna
Lampu Tombol ON Power ON (23)
(9)
saat pengguna berada di rumah misalnya ingin
Tombol OFF Power OFF menggunakan stop kontak tersebut.
(10) (23) Perubahan keadaan stop kontak karena kontrol
manual dapat diketahui dari browser serta
Tabel 3. Hasil pengujian input, output dan respon web melalui browser, stop kontak tersebut dapat
Peralatan Input Output Respon web dikendalikan. Hal ini berguna bila pengguna
Web
tidak berada dirumah, misalnya pada waktu
Penarik Tarik Power Tampil status ditarik
jemuran motor ON meninggalkan rumah strika masih tetap
(34) dinyalakan dan lupa untuk mematikannya.
Stop Power Tampil status motor 3. Pengendalian Pompa Air
motor padam
Pompa air berjalan pada mode otomatis yaitu
OFF
(34,35) bila air dibawah level minimum, pompa akan
dorong Power Pada keadaan kering menyala sampai batas maksimum tercapai. Bila
motor ON Tampil status dijemur air turun, pompa tetap padam sampai batas level
(35) minimum tercapai lagi.
Power Pada keadaan hujan
motor tampil status ditarik Status level maksimum air dan keadaan pompa
OFF (35) cuaca hujan dapat diketahui dari sistem jarak jauh. hal ini
Pintu Buka Power Status terbuka berguna jika pengguna tidak berada dirumah dan
motor ON ingin mengetahui level air dan ingin menyalakan
(30)
Stop Power Motor padam
atau mematikannya.
motor Selama air diantara level minimum dan
OFF maksimum, pompa dapat dikendalikan oleh
(30,31) kontrol manual dan jarak jauh.
Tutup Power Status ditutup
motor ON Selama air dibawah level minimum, kontrol
(31) manual dan jarak jauh tidak dapat mematikan
Pompa Nyalakan Power Pada kondisi air penuh pompa.
motor ditampilkan status air

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


162 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Selama air penuh, kontrol manual dan kontrol penarik jemuran serta kontrol jarak jauh
jarak jauh tidak dapat menyalakan pompa. Hal sehingga aplikasi yang dibuat dapat membantu
ini tentunya berguna untuk mencegah air pengguna untuk mengendalikannya baik pada
melebihi kapasitas tangki / penampungan air saat dirumah atau dari jarak yang jauh, hal ini
yang ditetapkan. dimungkinkan karena suatu perubahan sistem
4. Pengendalian Pintu / Rolling Door akibat kontrol manual dan otomatis pada
Pintu dapat dikendalikan untuk dibuka atau pengendali (mikrokontroler) dapat diketahui dan
ditutup. plant dapat dikendalikan dari sistem jarak jauh
Perubahan keadaan pintu oleh kontrol manual yaitu melalui jaringan TCP/IP dengan
dapat diketahui dari sistem jarak jauh. Hal ini mengimplementasikan HTTP sehingga status
tentunya sangat berguna jika pengguna tidak sistem dapat diketahui dengan menggunakan
berada dirumah dan lupa untuk menutup pintu web browser.
atau karena sesuatu hal memang diperlukan
untuk membuka pintu.
5. Pengendalian Penarik Jemuran
Sistem dapat berjalan normal, yaitu bila sensor
hujan mendeteksi adanya hujan (terkena air) Daftar pustaka
maka sistem pada keadaan dijemur akan ditarik. 1. Gary, C. Kessler.,An Overview of TCP/IP Protocols
Pada keadaan hujan sistem tidak dapat didorong and the Internet,Desember, 2004.
lagi oleh kontrol manual dan jarak jauh. http://www.garrykessler.net/library/tcpip.htm
Hanya pada cuaca keadaan kering, sistem dapat 2. Gettys, J., RFC 2616: Hypertext Transfer Protocol
dikontrol oleh sistem manual dan jarak jauh. HTTP/1.1, InterNetNetwork Working Group, Juni
Perubahan status sistem akibat kontrol manual 1999 http://rfc.net/rfc2616.txt
dan otomatis dapat diketahui dari sistem jarak 3. Postel, J., RFC 791: Internet Protocol, Information
jauh. hal ini tentunya sangat berguna jika Sciences Institute University of Southern California,
pengguna ingin mengetahui keadaan sistem dan September 1981. http://rfc.net/rfc791.txt
ingin mengendaliknnya sesuai keinginan. 4. Postel, J., RFC 793: Transmission Control Protocol,
Misalnya ingin menarik jemuran pada sore hari Information Sciences Institute University of Southern
atau karena lupa pada waktu meninggalkan California, September 1981.http://rfc.net/rfc793.txt
rumah, cucian basah belum dijemur. 5. Rahmat Rafiudin, Protokol Protokol Esensial
Internet, Penerbit ANDI Offset Yogyakarta
12. Kesimpulan 6. Retna Prasetya, Catur Widodo, Teori Dan Praktek
1. Aplikasi mikrokontroler AT89C2051 untuk Interfacing Port Paralel Dan Port Serial Komputer
mengendalikan beban listrikberupa kelistrikan Dengan Visual Basic 6.0, ANDI Offset,Yogyakarta,
rumah yang terdiri dari lampu, stop kontak, 2004.
pompa air, pintu / rolling door sistem penarik 7. Sandep Duta., SDCC C Compiler User Guide, USA,
jemuran pakaian berjalan baik dan dapat 2001
dikendalikan oleh satu chip IC mikrokontroler. 8. Suhata, Aplikasi Mikrokontroler Sebagai Pengendali
Hal ini tentunya efisien untuk perancangan Peralatan Elektronik via Line Telepon, Elex Media
sistem kendali dengan biaya murah. Komputindo, Jakarta, 2005.
2. Sistem pengendali yang dibuat mengintegrasikan 9. __, AT89C2051 8-bit Microcontroller with 2K Bytes
kontrol manual melalui tombol pada hardware, Flash, Atmel Corporation, San Jose USA, 2005.
kontrol secara terpusat melalui aplikasi server,
dilengkapi kontrol otomatis untuk pompa air dan

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 163

Studi Perbandingan Metode-metode Analisis Sinyal


Sederhana Berbasis Wavelet
Agfianto Eko Putra
Program Studi Elektronika & Instrumentasi, Jurusan Fisika, Fak. MIPA, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia - 55281
Email: agfi@ugm.ac.id

Abstrak - Telah dilakukan beberapa analisis sinyal- Selain itu Transformasi Wavelet juga dapat digunakan
sinyal sederhana berbasis Wavelet, yang kemudian untuk analisis sinyal-sinyal non-stasioner (yaitu sinyal
masing-masing hasil analisis tersebut dibandingkan. yang kandungan frekuensinya bervariasi terhadap waktu),
Tujuan dari perbandingan analisis ini adalah untuk karena berkaitan dengan kemampuannya untuk memisah-
mengetahui kemampuan dari analisis berbasis misahkan berbagai macam karakter pada berbagai skala
Wavelet yang meliputi metode-mtode Transformasi [2].
Wavelet Kontinu, Transformasi Wavelet Diskret,
Konsep Transformasi Wavelet telah dirumuskan sejak
Transformasi Paket Wavelet dan Dekomposisi-
awal 1980-an oleh beberapa ilmuwan seperti Morlet,
Korelasi berbasis Wavelet (atau Dekorlet). Sinyal-
Grosmann, Daubechies dan lain-lain. Sejak itu Wavelet
sinyal sederhana yang digunakan dalam analisis ini
kemudian dikembangkan dalam beberapa area disiplin
berupa sinyal gabungan sinusoidal 3 (tiga) frekuensi,
ilmu atau aplikasi seperti matematika, fisika, pemrosesan
sinyal derau (noise), gabungan antara sinusoidal dan
citra, analisis numerik, pengolahan data citra, dan data
derau, sinyal yang mengandung loncatan frekuensi,
geofisika. Transformasi Wavelet merupakan transformasi
sinyal blok dan sinyal bump.
yang terpadu menggunakan kernel terintegrasi yang
Hasil perbandingan, yang dilakukan secara visual, dinamakan wavelet.
memperlihatkan bahwa setiap metode analisis Wavelet merupakan fungsi matematik yang membagi-
memiliki kemampuan dan keterbatasan dalam hal bagi data menjadi beberapa komponen frekuensi yang
ekstraksi informasi, deteksi otomatis dan visualisasi berbeda-beda, kemudian analisis dilakukan pada masing-
pola-pola tertentu, juga berkaitan dengan jenis sinyal masing komponen menggunakan resolusi yang sesuai
yang dianalisis. Namun secara umum Transformasi dengan skalanya [3]. Kepentingan penggunaan
Paket Wavelet mampu melakukan ketiga kemampuan Transformasi Wavelet ini berdasarkan fakta bahwa
tersebut. Sedangkan pemilihan Mother Wavelet dengan Transformasi Wavelet akan diperoleh resolusi
didasarkan pada jenis sinyal yang dianalisis, dan sifat- waktu dan frekuensi yang jauh lebih baik daripada
sifat atau fitur-fitur dari Mother Wavelet yang metode-metode lainnya seperti Transformasi Fourier
bersangkutan. Mother Wavelet yang digunakan maupun Transformasi Fourier Waktu Pendek
dalam analisis ini antara lain: Mexican Hat, Haar, (STFT=Short Time Fourier Transform), selain itu analisis
Coiflet, Morlet, dan Daubechies. data pada kawasan waktu dan frekuensi penting dan harus
dilakukan dalam rangka mempelajari perilaku sinyal-
Kata KunciWavelet, Dekorlet, Analisis Sinyal sinyal non-stasioner, dan juga dapat dilakukan analisis
data pada kawasan waktu dan amplitudo serta kawasan
I. PENDAHULUAN
frekuensi dan daya (spektrum).
Kebutuhan akan resolusi tinggi dalam analisis sinyal
non-stasioner telah mengakibatkan perkembangan II. TRANSFORMASI W AVELET KONTINU
berbagai sarana (tools) yang ampuh untuk menganalisis Analisis hasil Transformasi Wavelet Kontinu
data-data sinyal non-stasioner. berdasarkan pada program yang merupakan implementasi
persamaan Transformasi Wavelet Kontinu. Parameter-
Metode Transformasi berbasis Wavelet merupakan
parameter yang digunakan dalam skrip ini antara lain:
salah satu sarana yang dapat digunakan untuk
Sinyal atau vektor sinyal dalam ranah waktu yang
menganalisis (meneliti) sinyal-sinyal non-stasioner.
akan ditransformasikan;
Dalam beberapa tahun terakhir ini, metode ini telah
Jenis wavelet;
dibuktikan kegunaannya dan sangat populer di berbagai
bidang ilmu. Analisis Wavelet dapat digunakan untuk Cara penggambaran atau lebih tepatnya metod
menunjukkan kelakukan sementara (temporal) pada suatu pewarnaan grafik. Terdapat 4 (empat) macam
sinyal, misalya dalam bidang geofisika (sinyal seismik), cara, yaitu
medik dan lain sebagainya. Metode Transformasi 1. Pewarnaan skala demi skala;
Wavelet ini dapat digunakan untuk menapis data atau 2. Pewarnaan secara global;
meningkatkan mutu kualitas data, dan untuk mendeteksi 3. Pewarnaan skala demi skala secara nilai
kejadian-kejadian tertentu serta untuk pemampatan data absolut; dan
[1]. 4. Pewarnaan secara global dan nilai
absolut.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


164 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Jumlah skala; dan


Judul grafik hasil Transformasi Wavelet kontinu.
Algoritmanya berdasarkan persamaan Transformasi
Wavelet Kontinu yang digunakan untuk menghitung
koefisien-koefisien s(t) pada skala a dan posisi b

(1)
Karena s(t) merupakan sinyal diskret, maka digunakan
interpolasi potongan kecil yang konstan dari nilai-nilai
s(k), dengan nilai k dari 1 hingga panjang s(k). Sehingga Gambar 1. Langkah Pertama Proses TWD
persamaan (1) dapat dituliskan kembali sebagai Panjang dari masing-masing tapis adalah 2N, jika n =
panjang(s), maka panjang dari sinyal F dan G adalah n +
(2) 2N 1 dan panjang dari koefisien CA1 dan CD1 masing-
masing adalah
Jika s(t) = s(k), untuk maka persamaan (2)
dapat dituliskan sebagai (5)
Langkah berikutnya adalah memisahkan koefisien
CA1 menjadi dua bagian menggunakan skema proses
(3) yang sama, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.3,
Atau yang kemudian menghasilkan koefisien CA2 dan CD2,
demikian seterusnya, ilustrasinya ditunjukkan pada
Gambar 2.
(4)
Dengan demikian, untuk sembarang skala a, koefisien
Wavelet Ca,b untuk b = 1 hingga panjang s(k) dapat
diperoleh dengan cara mengkonvolusi sinyal s dan bentuk
integral berikut yang diurai dan ditranslasikan

III. TRANSFORMASI W AVELET DISKRIT


Analisis hasil Transformasi Wavelet Diskret
berdasarkan pada proses Dekomposisi Sinyal setengah Gambar 2. Ilustrasi Langkah-langkah Dekomposisi
penuh (half decomposition dalam penelitian ini
Dengan demikian, Transformasi Wavelet Diskret
melibatkan beberapa parameter yaitu:
sinyal s sebanyak j tingkat dekomposisi akan
Sinyal atau vektor sinyal dalam ranah waktu yang menghasilkan struktur: [CAj, CDj, , CD1]. Pada Gambar
akan ditransformasikan; 3 ditunjukkan struktur hasil Transformasi Wavelet atau
Jenis wavelet; dekomposisi setengah untuk j=3.
Jumlah tingkat dekomposisi;
Frekuensi cuplik, untuk kepentingan grafik hasil IV. PAKET W AVELET
dekomposisi; dan Analisis Paket Wavelet Standar atau Paket Wavelet
Judul grafik hasil Transformasi Wavelet Diskret. (PW) berdasarkan proses dekomposisi penuh, berbeda
Algoritmanya sebagai berikut, sinyal s dengan dengan proses TWD. Parameter-parameter yang
panjang N, TWD atau Transformasi Wavelet Diskret digunakan yaitu
mengandung minimal log2N langkah. Langkah pertama Sinyal atau vektor sinyal dalam ranah waktu yang
menghasilkan dua kelompok koefisien (berasal dari sinyal akan ditransformasikan;
s), yaitu koefisien aproksimasi CA1 dan koefisien detil Jenis wavelet;
CD1. Vektor-vektor koefisien ini diperoleh dengan cara Cara penggambaran atau lebih tepatnya metode
mengkonvolusikan sinyal s dengan tapis low-pass (lolos pewarnaan grafik. Terdapat 4 (empat) macam
bawah) untuk menghasilkan aproksimasi dan dengan cara, yaitu:
tapis high-pass (lolos atas) untuk menghasilkan detil, 1. Pewarnaan skala demi skala;
diikuti dengan desimasi dyadik (dyadic decimation), 2. Pewarnaan secara global;
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. 3. Pewarnaan skala demi skala secara nilai
absolut; dan

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 165

4. Pewarnaan secara global dan nilai dengan kedalaman L. Hasilnya diketahui bahwa 2N/2,
absolut. karena nilai ini dapat sangat besar, maka perlu dicari hasil
Jumlah tingkat dekomposisi; dekomposisi yang optimal berdasarkan kriteria yang
Frekuensi cuplik, untuk kepentingan grafik hasil sesuai serta dapat dihitung dengan algoritma yang efisien
Paket Wavelet; dan dan daam hal ini yang diperlukan adalah kriteria
Judul grafik hasil Paket Wavelet. minimum.
Menurut Coifman dan Wickerhauser [4], fungsi yang
mendukung sifat tipe-kemenambahan (additivity-type)
cocok untuk pencarian yang efisien dari struktur pohon-
biner dan pemisahan. Kriteria klasik berbasis entropi
sangat cocok untuk kondisi ini dan berkaitan dengan
tingkat kepentingan informasi pada sinyal yang
bersangkutan. Entropi merupakan konsep yang banyak
digunakan dalam berbagai bidang ilmu, termasuk
pemrosesan sinyal. Entropi E harus merupakan sebuah
fungsi ongkos aditip sedemikian hingga E(0)=0 dan
memenuhi persamaan
Gambar 3. Struktur proses dekomposisi 3 tingkat
(6)
Algoritma yang digunakan sama seperti pada
Transformasi Wavelet Diskret, hanya saja proses Beberapa entropi yang dikenal sebagai berikut
dekomposisi dilakukan secara penuh, setelah diperoleh Entropi Shanon
hasil dekomposisi yang pertama, yaitu CA1 dan CD1,
maka masing-masing dari hasil dekomposisi tersebut (7)
didekomposisi lagi sehingga menghasilkan 4 macam
koefisien, yaitu CAA2, CAD2, CDA2 dan CDD2 yang sehingga
masing-masing merupakan hasil aproksimasi dan detil
dari CA1 serta hasil aproksimasi dan detil dari CD1. (8)
Contoh pohon dekomposisi 3 (tiga) tingkat ditunjukkan Entropi Norm
pada Gambar 4.
(9)
sehingga

(10)
Entropi Log Energi

(11)
sehingga

(12)
Algoritma untuk mencari pohon terbaik sebagai
Gambar 4. Contoh pohon dekomposisi 3 tingkat berikut, sebuah titik N dipisah menjadi dua titik N1 dan
N2 jika dan hanya jika jumlah entropi N1 dan N2 lebih
kecil dibandingkan entropi N. Misalnya, pohon
V. PAKET W AVELET P OHON TERBAIK dekomposisi yang ditunjukkan pada Gambar 4 dapat
Analisis dengan Paket Wavelet Pohon Terbaik ditemukan pohon terbaiknya. Misalnya, sebagaimana
(PWPT) menggunakan parameter dan algoritma yang ditunjukkan pada Gambar 5, titik (0,0) dipisah menjadi
sama dengan Paket Wavelet yang telah dijelaskan titik (1,0) dan (1,1). Titik (1,0) dipisah lagi menjadi titik
sebelumnya, hanya saja pemilihan koefisien yang (2,0) dan (2,1), sedangkan titik (1,1) tidak dipisah karena
ditampilkan berdasarkan pohon terbaik atau best-tree. hasil penjumlahan entropi pemisahan titik (1,1) tidak
lebih kecil dari titik aslinya, yaitu (1,1), demikian
Pohon-terbaik merupakan metode analisis paket seterusnya. Diagram alir proses Paket Wavelet Pohon
wavelet yang digunakan untuk mencari atau menemukan Terbaik ditunjukkan pada Gambar 3.12, sedangkan
subpohon yang paling optimal berdasar kriteria tipe contoh hasil pemrosesan atau analisis paket wavelet
entropi. Hasil pohonnya bisa lebih kecil dibandingkan dengan pohon terbaik ditunjukkan pada Gambar 3.13.
aslinya. Menurut Mallat (1999), sebuah sinyal dengan
panjang N=2L dapat dikembangkan (expanded) dalam
sejumlah cara yang berbeda, dengan merupakan
jumlah subpohon biner dari sebuah pohon biner lengkap

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


166 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Secara umum, tujuan dari kebanyakan riset-riset


wavelet modern adalah membuat suatu fungsi wavelet ibu
atau mother wavelet yang akan memberikan deskripsi
sinyal yang dianalisis lebih informatif, efisien dan
berguna.
Wavelet paling sederhana, yaitu Wavelet Haar
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, merupakan
wavelet ortogonal yang memiliki sifat tapis (filter)
analisis dan sintesis yang simetrik. Wavelet ini ideal
untuk kondisi saat sumber-daya komputasi sangat terbatas
Gambar 5. Contoh hasil penemuan pohon dekomposisi serta cocok untuk pemrosesan citra maupun sinyal-sinyal
optimal (terbaik) yang dengan mengandung transien yang tegas atau kasar
[6].
VI. DEKORLET DEKOMPOSISI KORELASI
BERBASIS WAVELET
Dekorlet merupakan metode Dekomposisi Wavelet
yang kemudian dilanjutkan dengan proses Korelasi
terhadap sinyal asli untuk melihat hubungan atau relasi
yang lebih detil. Parameter-parameter yang digunakan
dalam metode ini juga sama seperti sebelumnya (sinyal
yang dianalisis, jenis Wavelet, jumlah tingkat
dekomposisi dan judul plot grafik). Gambar 6. Fungsi penskalaan Haar (kiri) dan Wavelet
Proses Dekomposisi menggunakan algoritma seperti induk Haar (kanan) [6]
penjelasan sebelumnya sedangkan proses korelasi Wavelet-wavelet yang dikenal tersebut dapat
menggunakan proses kros-korelasi. Menurut Orfanidis dikelompokkan dalam beberapa kelas dengan beberapa
[5], deret kros-korelasi yang sesungguhnya merupakan macam cara, misalnya, dapat digolongkan berdasarkan
sebuah kuantitas statistik yang didefinisikan sebagai durasi atau support: wavelet dengan support tak-hingga
(13) (infinite support wavelet) dan wavelet dengan support
berhingga (finite support wavelet). Ada beberapa wavelet
dengan xn dan yn merupakan proses-proses acak dengan support tak-hingga yang populer seperti Wavelet
stasioner untuk - n dan E{.} merupakan operator Gaussian, Mexican Hat, Morlet dan Meyer. Secara
nilai yang dikehendaki. praktis, wavelet dengan support berhingga dan kompak
Secara praktis, harus diestimasi deret ini, karena (compact) lebih popular karena berkaitan dengan
dimungkinkan untuk mengakses suatu segmen yang hubungannya dengan suatu bank tapis multi-resolusi
(multiresolution filter bank). Wavelet-wavelet ini
terbatas dari proses acak dengan panjang tak berhingga.
Estimasi umum berdasarkan N cuplikan dari xn dan yn memiliki watak sebagai tapis wavelet tanggapanan impuls
merupakan deret kros-korelasi deterministik yang berhingga (FIR Finite Impulse Response). Di antara
wavelet-wavelet ini masih bisa dikategorikan dalam dua
dinyatakan sebagai
kelas, yaitu sistem wavelet ortogonal dan biortogonal.
Wavelet ortogonal akan mendekomposisi sinyal ke ruang-
ruang sinyal ortogonal yang well-behaved. Sedangkan
(14) wavelet biortogonal lebih kompleks dan didefinisikan
berdasar suatu pasangan fungsi wavelet dan penskalaan
dengan asumsi xn dan yn memiliki indeks 0 hingga N-1 [6].
dan untuk (N-1) hingga N-1 [5].
Sifat ortogonalitas merupakan sifat penting dalam
operasi analisis sinyal, untuk sistem wavelet ortogonal,
kondisi dalam persamaan-persamaan berikut harus
VII. W AVELET YANG SEBAIKNYA DIGUNAKAN
dipenuhi
Teori Wavelet didasarkan pada analisis komponen-
komponen sinyal menggunakan sekumpulan fungsi-
fungsi basis (dasar). Salah satu karakter penting fungsi- (15)
fungsi basis wavelet tersebut adalah keterkaitan antara
satu dengan yang lainnya dengan penskalaan dan translasi
yang sederhana. Fungsi wavelet asli, biasa disebut (16)
sebagai wavelet induk atau mother wavelet, biasanya
(17)
dirancang berdasar beberapa karakter yang berkaitan
dengan fungsi tersebut, digunakan untuk menghasilkan Keterangan:
semua fungsi basis.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 167

(t ) merupakan wavelet ibu (mother wavelet) Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Sinusoidal 3

(t ) merupakan fungsi penskalaan.


Frekuensi
Fitur TWK TWD WPT Dekorlet
Banyak fungsi yang memenuhi persyaratan Ekstraksi
ortogonalitas ini, beberapa dari fungsi tersebut sangatlah - Bisa Bisa Bisa
sinyal
tidak beraturan (irregular) bahkan bisa dikatakan fraktal Deteksi
[6]. Bisa - Bisa Bisa
otomatis
Wavelet Daubechies, memiliki sifat pemampatan Pola-pola
Bisa - Bisa -
(compression) yang baik untuk koefisien detil tetapi tidak tertentu
untuk koefisien aproksimasi. Sedangkan Coifman
merancang suatu wavelet, dengan sebutan Coiflet, yang B. Sinyal Derau
memiliki sifat pemampatan yang sama baik untuk Hasil Transformasi Kontinu menggunakan Wavelet
koefisien aproksimasi maupun detil. Untuk kebanyakan Non-Ortogonal (yaitu Morlet, 64 tingkat) dan Wavelet
aplikasi, lebih dibutuhkan koefisien-koefisien tapis yang Ortogonal (Coiflet-5, 64 tingkat) menunjukkan keunikan
nyata (real), dalam hal ini, satu-satunya pilihan untuk pola sinyal derau putih.
kelas wavelet simetrik adalah wavelet biortogonal [6]. Hasil Transformasi Wavelet Diskret menggunakan
Untuk aplikasi, wavelet ortogonal sangat sukses Wavelet Ortogonal Coiflet-3, 5 tingkat, yang ditunjukkan
dalam bidang analisis numerik untuk memecahkan pada Gambar 8, karena derau putih memiliki distribusi
persamaan diferensial parsial, pengkodean suara (speech sinyal yang bisa dikatakan merata, maka hasil
coding) dan aplikasi lain yang sejenis, karena sifat simetri dekomposisi yang pertama, yang menghasilkan A1 dan
bukan persyaratan utama. Wavelet Daubechies sangat D1, memisahkan jangkauan frekuensi rendah dan tinggi
baik jika ditinjau dari penyajian kompak dari detil sinyal secara seimbang. Hasil dekomposisi berikutnya (dari A1),
(tetapi tidak untuk aproksimasinya). Sedangkan Coiflet yang menghasilkan A2 dan D2, juga sama, begitu
sama-sama efektif baik untuk aproksimasi dan detil sinyal seterusnya hingga hasil dekomposisi, yaitu A5 dan D5.
[6]. Hasil Paket Wavelet masih menunjukkan pola yang
VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN sama dengan hasil Trasformasi Wavelet Diskret, semua
A. Sinyal Sinusoidal 3 Frekuensi jangkauan frekuensi mengandung nilai sebaran yang
Hasil Transformasi Wavelet Kontinu menggunakan sama. Demikian juga dengan hasil Paket Wavelet Pohon
Wavelet Non-Ortogonal (Mexican Hat), yang ditunjukkan terbaik menunjukkan pola yang sama juga, hanya
pada Gambar 7, dan ortogonal (Coiflet-5) masing-masing beberapa koefisien dapat diringkas (tidak dilakukan
menunjukkan adanya pola-pola sinyal yang periodik. dekomposisi lebih lanjut) karena entropi informasinya
sudah mencukupi, yaitu 0,19 Hz dengan 0,25 Hz dan 0,44
Secara keseluruhan, kedua hasil tersebut belum bisa Hz dan 0,50 Hz.
menampilkan 3 (tiga) pola frekuensi yang terkandung
pada sinyal yang bersangkutan yaitu 0,5 Hz, 0,05 Hz dan Hasil Dekorlet untuk dekomposisi penuh dan korelasi
0,005Hz (berdasarkan persamaan sinyal dan = 2f), hal menunjukkan pola yang mirip dengan hasil Transformasi
ini berkaitan dengan selisih yang terlalu besar antara 2 Wavelet Diskret seperti sebelumnya. Sedangkan hasil
frekuensi yaitu 0,05 Hz dan 0,005 Hz (frekuensi rendah korelasi dari dekomposisi penuh, menguatkan pola
berkaitan dengan skala besar pada skalogram). distribusi frekuensi yang merata pada sinyal derau putih.
Pada Tabel 2 ditunjukkan rangkuman atau kesimpulan
Selanjutnya hasil Transformasi Wavelet Diskret dari hasil analisis Sinyal Derau Putih (dengan sebaran
menggunakan Wavelet Ortogonal menunjukkan bahwa atau distribusi frekuensi yang merata).
pada dekomposisi yang pertama (menghasilkan A1 dan
D1), sinyal 0,5 Hz (pada D1) dan kedua sinyal lain yang Tabel 2. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Derau
lebih rendah (pada A1) bisa terpisahkan. Selanjutnya A1 Fitur TWK TWD WPT Dekorlet
didekomposisi 3 kali sehingga menghasilkan A4 dan D4 Ekstraksi
yang sudah sanggup memisahkan antara komponen 0,05 - Bisa Bisa Bisa
sinyal
Hz (pada D4) dan 0,005 Hz (pada A4). Hasil akhir berupa Deteksi
komponen A6 dan D6, dengan komponen A6 yang Bisa - Bisa Bisa
otomatis
mengandung komponen frekuensi 0,005 Hz. Pola-pola
Bisa - Bisa -
Hasil analisis terakhir untuk dekomposisi penuh dan tertentu
untuk perbandingan korelasi, dapat diidentifikasi secara
otomatis ketiga frekuensi yang terkandung pada sinyal C. Sinyal Sinusoidal dan Derau
yang diproses., yaitu pada pita 0,00Hz, 0,003 hz dan 0,47
Hz. Rangkuman atau kesimpulan dari hasil analisis Sinyal Hasil Transformasi Wavelet Kontinu Sinyal
Jumlahan Sinusoidal 3 frekuensi ditunjukkan pada Tabel Sinusoidal dan Derau dan hasil Transformasi Wavelet
1. Kontinu menggunakan Wavelet Morlet, 96 tingkat,
langsung menunjukkan adanya pola derau putih pada

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


168 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

sinyal, sedangkan pola periodiknya tidak terlalu baik, yaitu pada saat t=10 (atau data ke-500), walaupun
kelihatan. kedua hasil transformasi tersebut menunjukkan pola
sinyal yang agak berbeda.
Sedangkan hasil Transformasi Wavelet Kontinu yang
menggunakan Wavelet Coiflet-5, 96 tingkat, langsung Hasil Transformasi Wavelet Diskret menggunakan
memperlihatkan pola periodik dan pola sinyal serau putih. Wavelet Ortogonal Coiflet-5 sebanyak 5 tingkat, pada
Dengan demikian, pemilihan Wavelet berpengaruh pada hasil dekomposisi pertama, yang menghasilkan A1 dan
hasil TWK tersebut. D1 sudah langsung dapat terdeteksi kapan terjadinya
perubahan frekuensi, yaitu pada koomponen D1.
Hasil Transformasi Wavelet Diskret menggunakan
Sedangkan pemisahan kedua sinyal dengan frekuensi
Wavelet Coiflet-3 sebanyak 5 tingkat, menunjukkan
yang berbeda tersebut terjadi pada dekomposisi keempat
bahwa pada dekomposisi pertama TWD tersebut, yang
yang menghasilkan A4 dan D4.
menghasilkan A1 dan D1, sudah terjadi pemisahan awal
antara sinyal sinusoidal dengan deraunya. Kemudian Hasil Paket Wavelet yang menggunakan Wavelet
dilanjutkan dengan dekomposisi kedua dari A1, yang Haar sebanyak 3-tingkat, juga bisa menunjukkan kapan
menghasilkan A2 dan D2, terjadi pemisahan antara sinyal terjadinya perubahan frekuensi, walaupun tidak setajam
dan derau lebih intensif, demikian berulang-ulang hingga atau sekontras hasil Transformasi Wavelet Kotinyu.
dekomposisi kelima, yang menghasilkan A5 dan D5, Sedangkan hasil dekomposisi penuh dan dilanjutkan
terlihat jelas A5 sudah mengandung sinyal sinusoidal korelasi atau metode Dekorlet menggunakan Wavelet
tanpa derau. Coiflet-5 menunjukkan bahwa dua jangkauan frekuensi
yang pertama sudah langsung menunjukkan pemisahan
Hasil Paket Wavelet menggunakan Wavelet
kedua frekuensi tersebut, yaitu titik (4,0) dan (4,1) serta
Daubechies-8 sebanyak 4 tingkat (menghasilkan 16 pita
hal ini diperkuat dengan hasil korelasi yang menegaskan
frekuensi yang berbeda) dan hasil Paket Wavelet,
adanya 2 (dua) frekuensi dominan. Rangkuman dari hasil
menunjukkan adanya sebuah pita frekuensi, yaitu pita
analisis sinyal loncatan frekuensi ini ditunjukan pada
0,03 Hz yang memiliki distribusi koefisien Paket Wavelet
Tabel 4.
yang lebih intensif dibandingan ke-15 pita frekuensi
lainnya, yang didominan dengan pola derau putih. Hal ini Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Loncatan
menunjukkan kemampuan dari Paket Wavelet untuk Frekuensi
mengidentifikasi suatu frekuensi suatu sinyal yang sudah
bercampur dengan derau. Fitur TWK TWD WPT Dekorlet
Ekstraksi
Hasil Dekorlet dekomposisi dan korelasi - Bisa Bisa Bisa
sinyal
menggunakan Wavelet Coiflet-5 sebanya 4 tingkat Bisa,
terlihat adanya sinyal sinusoidal asli pada pita frekuensi 0 Deteksi Bisa &
Bisa kurang Bisa
0,03 Hz, sedangkan pita frekuensi lainnya hanya otomatis kontras
kontras
mendapatkan distribusi merata dari derau putih yang Pola-pola
terdapat di dalam sinyal yang bersangkutan. Hasil Bisa - Bisa -
tertentu
korelasi juga menguatkan temuan pada hasil dekomposisi
penuh, yaitu hanya ada satu pita frekuensi yang dominan,
yaitu pada pita 0 0,03 Hz. Rangkuman dari hasil E. Sinyal Blok dan Derau
analisis sinyal sinusoidal dengan derau putih ditunjukan Sinyal blok mengandung transien-transien sangat
pada Tabel 3. tajam atau kasar (tidak landai). Hasil Transformasi
Wavelet Kontinu menggunakan Wavelet Haar dan Morlet
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Sinusoidal dan menunjukkan kapan terjadinya perubahan-perubahan atau
Derau transien-transien, hanya saja, hasil Transformasi Wavelet
Fitur TWK TWD WPT Dekorlet Kontinu menggunakan Morlet kurang begitu kontras.
Ekstraksi Namun disisi lain, hasil Transformasi Wavelet Kontinu
- Bisa Bisa Bisa menggunakan Wavelet Morlet mampu menunjukkan
sinyal
adanya pola derau (atau derau putih) dengan baik,
Deteksi
Bisa Bisa Bisa Bisa sehingga bisa memberikan informasi yang lebih lengkap.
otomatis
Pola-pola Menarik untuk dicermati adalah hasil Transformasi
Bisa - Bisa -
tertentu Wavelet Diskret menggunakan Wavelet Haar sebanyak 6-
tingkat. Sejak dekomposisi pertama sudah dilakukan
pemisahan antara sinyal dengan deraunya, hingga
D. Sinyal Loncatan Frekuensi
akhirnya pada dekomposisi yang kelima bisa diperoleh
Hasil Transformasi Kontinu menggunakan Wavelet sinyal asli sebagaimana dalam kandungan komponen A5,
Non-Ortogonal (yaitu Molet, 32 tingkat) dan Wavelet jika hasil dekomposisi kelima ini masih dilakukan
Ortogonal (Coiflet-5, 32 tingkat) sama sekali belum dekomposisi lagi, yang menghasilkan A6 dan D6, maka
menunjukkan adanya dua frekuensi yang terkandung detil-detil yang dijumpai pada A5 akan hilang. Dengan
dalam sinyal sintetis yang dianalisis, tetapi kapan demikian sebenarnya sudah cukup hanya dilakukan
terjadinya perubahan frekuensi dapat dideteksi dengan

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 169

dekomposisi atau Transformasi Wavelet Diskret sebanyak mempengaruhi hasil akhir dari Transformasi Wavelet
5-tingkat. Diskret ini.
Sedangkan hasil Paket Wavelet dan Paket Wavelet: Hasil Paket Wavelet menggunakan Wavelet Haar
Pohon terbaik yang menggunakan Wavelet Haar sebanyak 4 tingkat tidak terlalu memberikan harapan
sebanyak 4 tingkat (menghasilkan 16 pita atau jangkauan dapat dideteksi secara baik terjadinya transisi-transisi
frekuensi), tidak terlalu banyak memberikan informasi dalam sinyal bump karena hasilnya yang kabur. Pada
walaupun kapan terjadinya transien atau transisi juga bisa jenis sinyal ini tidak dilakukan proses Dekorlet, karena
dideteksi, tetapi tidak terlalu jelas. Pada jenis sinyal ini dirasa tidak atau kurang relevan dengan jenis atau pola
tidak dilakukan proses Dekorlet, karena dirasa tidak atau sinyalnya itu sendiri. Rangkuman dari hasil analisis sinyal
kurang relevan dengan jenis atau pola sinyalnya itu bump dengan derau ini ditunjukan pada Tabel 6.
sendiri. Rangkuman dari hasil analisis sinyal blok dengan
Tabel 6. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Bump &
derau ini ditunjukan pada Tabel 5.
Derau
Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Sinyal Blok & Derau
Fitur TWK TWD WPT Dekorlet
Fitur TWK TWD WPT Dekorlet Ekstraksi
- Bisa Bisa,kabur -
Ekstraksi sinyal
- Bisa Bisa -
sinyal Deteksi Bisa &
Bisa - -
Bisa, otomatis kontras
Deteksi Bisa &
Bisa kurang - Pola-pola
otomatis kontras Bisa - Bisa -
kontras tertentu
Pola-pola
Bisa - Bisa -
tertentu
KESIMPULAN
SINYAL BUMP DAN DERAU
Hasil perbandingan, yang dilakukan secara visual,
Berbeda dengan sinyal blok, sinyal bump ini memiliki memperlihatkan bahwa setiap metode analisis memiliki
transisi-tansisi yang landai atau tidak kasar. Hasil kemampuan dan keterbatasan dalam hal ekstraksi
Transformasi Wavelet Kontinu yang menggunakan informasi, deteksi otomatis dan visualisasi pola-pola
Wavelet Haar dan Morlet sebanyak 32-tingkat, tertentu, juga berkaitan dengan jenis sinyal yang
sebagaimana juga mirip dengan pembahasan sebelumnya, dianalisis. Namun secara umum Transformasi Paket
Transformasi Wavelet Kontinu yang menggunakan Wavelet mampu melakukan ketiga kemampuan tersebut.
Wavelet Haar, dapat secara tajam dan kontras Sedangkan pemilihan Mother Wavelet didasarkan pada
menunjukan kapan terjadinya transisi-transisi jenis sinyal yang dianalisis, dan sifat-sifat atau fitur-fitur
dibandingkan dengan yang menggunakan Wavelet dari Mother Wavelet yang bersangkutan. Mother Wavelet
Morlet. Namun di sisi lain memang dengan Morlet yang digunakan dalam analisis ini antara lain: Mexican
diperoleh informasi lengkap termasuk adanya pola derau. Hat, Haar, Coiflet, Morlet, dan Daubechies.
Hasil Transformasi Wavelet Diskret menggunakan
Wavelet Coiflet-5 sebanyak 6 tingkat, sejak awal, yang DAFTARPUSTAKA
[1] Foster, D.J., Mosher, C.C. dan Hassanzadeh, S.,
menghasilkan A1 dan D1, sudah mulai dipisahkan antara 1994, Wavelet Transform Methods for Geophysical
komponen sinyal asli dengan deraunya. Kemudian Applications, 64th Annual International Meeting, Soc.
dilanjutkan dengan proses dekomposisi berikutnya hingga Expl. Geophys., Expanded Abstract, halaman 1465
akhirnya dekomposisi ketiga, detil sinyal asli sudah mulai 1468.
kelihatan, jika kemudian dilakukan dekomposisi terus [2] Anant, K.S. dan Dowla, F.U., 1997, Wavelet
Transform Methods for Phase Identification in
menerus, maka detil-detil tersebut akan hilang, Three-Component Seismograms, Bulletin of
sebagaimana ditunjukkan pada hasil dekomposisi Seismological Society of America, Vol. 87, No. 6,
keempat, kelima dan keenam, masing-masing halaman 1598 1612.
menghasilkan A4 dan D4, A5 dan D5 serta A6 dan D6. [3] Graps, A., 1995, An Introduction to Wavelets, IEEE
Computational Science and Engineering, vol.2,
Dengan demikian, kiranya cukup dilakukan Transformasi num.2, IEEE Computer Society, Loas Alamitos
Wavelet Diskret sebanyak 3-tingkat saja untuk sinyal CA, USA.
bump ini. [4] Coifman, R.R. dan Wickerhauser, M.V., 1992,
Entropy-based algorithms for best basis selection,
Sedangkan hasil Transformasi Wavelet Diskret yang IEEE Trans. on Inf. Theory, vol. 38, 2, pp. 713-718.
menggunakan Wavelet Haar sebanyak 6-tingkat, kurang [5] Orfanidis, S.J., 1996, Optimum Signal Processing.
berhasil mendapatkan sinyal asli, yang akhirnya bentuk An Introduction. 2nd Edition, Prentice-Hall,
sinyal bump menjadi kotak-kotak. Dengan demikian Englewood Cliffs, NJ.
pemilihan Wavelet berdasar pola atau bentuknya [6] Reza, A. M., 1999, Wavelet Characteristics, What
Wavelet Should I Use?, Xilinx Inc.,

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


170 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Data Jumlahan Sinus 3 Frekuensi dengan panjang 1000

-1

-2

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu

Transformasi Wavelet Kontinyu (wavelet MEXH, pewarnaan ABSGLB)


96
91
86
81
76
71
66
61
56
Skala

51
46
41
36
31
26
21
16
11
6
1
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu

20 40 60 80 100 120

Gambar 7. Hasil Transformasi Wavelet Kontinu (Mexican Hat, 96 tingkat) Sinyal Sinusoidal 3 frekuensi
Data Noise Putih dengan panjang 1000 TWD Menggunakan wavelet: COIF3
0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4

0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
Jangkauan 0.00 - 0.25 Hz (A1) Jangkauan 0.25 - 0.50 Hz (D1)
0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
Jangkauan 0.00 - 0.13 Hz (A2) Jangkauan 0.13 - 0.25 Hz (D2)
0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
Jangkauan 0.00 - 0.06 Hz (A3) Jangkauan 0.06 - 0.13 Hz (D3)
0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
Jangkauan 0.00 - 0.03 Hz (A4) Jangkauan 0.03 - 0.06 Hz (D4)
0.4 0.4
0.2 0.2
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
200 400 600 800 200 400 600 800
Jangkauan 0.00 - 0.02 Hz (A5) Jangkauan 0.02 - 0.03 Hz (D5)

Gambar 8. Hasil Transformasi Wavelet Diskret (Coiflet-3, 5 tingkat) Sinyal Derau

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 171

ANALISIS CITRA MEDIS MENGGUNAKAN SEGMENTASI ADAPTIF


Indah Soesanti*, Adhi Susanto**, Thomas Sri Widodo**, Maesadji Tjokronegoro***

*Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


email: indah@mti.ugm.ac.id
**Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
***Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT

Image segmentation is an important step in an image analysis system. The goal is to separate the image
into regions that are meaningful for a given task. The successful of an image analysis system depends on the
quality of segmentation. In medical imaging, this could involve the detection of organs or tissue types from MRI
images. One way of performing segmentation is by classification, in which image pixels are classified into
different classes according to their feature.
In this research, the Fuzzy C-Means algorithm with spatial information is presented for doing MRI
medical image segmentation. The FCM clustering utilizes the distance between pixels and cluster centers in the
spectral domain to compute the membership function. The pixels on an image are highly correlated, and this
spatial information is an important characteristic that can be used to aid their labeling. The FCM method was
successfully classifies the normal brain MRI image and two brain MRI images with glioma into C clusters.

Keywords: medical image, image segmentation, fuzzy c-means, magnetic resonance imaging.

PENDAHULUAN Segmentasi citra merupakan kegiatan yang sangat


diperlukan dalam usaha memahami ciri citra secara lengkap.
Latar Belakang
Segmentasi pada citra medis akan menghasilkan citra medis
Dewasa ini dalam bidang medis telah banyak yang disertai informasi batasan objek yang merupakan ciri
dimanfaatkan teknologi digital, salah satunya pada penting karena dapat menggali informasi untuk pengenalan
diagnosis melalui pencitraan medis. Pencitraan medis pola guna keperluan analisis.
dengan teknologi digital bersifat non-invasive, painless, Tujuan utama segmentasi adalah membagi citra ke
serta dapat memberikan informasi bagian dalam tubuh dalam bagian-bagian yang mempunyai korelasi kuat dengan
manusia dalam bentuk potongan atau slice tertentu untuk objek dalam citra. Citra medis yang tersegmentasi dengan
keperluan diagnosis. Teknologi yang mampu memberikan baik akan didapatkan informasi batasan-batasan objek
informasi ini adalah pencitraan CT Scan (Computed dengan jelas, misalnya untuk keperluan deteksi sel tumor
Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). pada pasien. Informasi ini sangat membantu tenaga medis
MRI memiliki keunggulan dibanding CT scan yakni tidak secara objektif dan akurat untuk melakukan analisis,
menggunakan radiasi pengion dan lebih unggul dalam diagnosis, perencanaan pengobatan, dan tindakan medis
mendeteksi kelainan pada jaringan lunak, misalnya pada yang diperlukan. Untuk itu dalam penelitian ini akan
otak. dilakukan segmentasi citra medis secara adaptif
Guna mendapatkan hasil yang optimal, dibutuhkan menggunakan metode fuzzy c-means (FCM) dengan
pengolahan citra medis MRI, yang diharapkan dapat informasi spasial yang berguna dalam segmentasi citra asli
membantu dalam hal diagnosis yang objektif. Penelitian- yang berderau.
penelitian terkait pengolahan citra telah banyak dilakukan di Beberapa peneliti telah mengembangkan metode-
antaranya kompresi citra [1], pengurangan derau [2], deteksi metode segmentasi citra [1316]. Akan tetapi pada metode-
tepi [36], hingga segmentasi citra [711]. metode tersebut tidak memanfaatkan informasi
Salah satu permasalahan penting dalam bidang multispektral isyarat MRI. Pengklasteran fuzzy c-means
pengolahan citra dan pengenalan pola adalah segmentasi (FCM) [13,17,18] merupakan teknik tak-terbimbing yang
citra ke dalam area homogen [12]. Ekstraksi ciri dan berhasil diterapkan untuk analisis ciri, pengklasteran, dan
segmentasi citra merupakan langkah awal dalam analisis rancangan pengklasifikasi dalam bidang-bidang seperti
citra. Beberapa metode segmentasi citra telah diusulkan, di astronomi, geologi, pencitraan medis, pengenalan sasaran,
antaranya metode-metode berbasis thresholding histogram, dan segmentasi citra. Suatu citra dapat direpresentasikan
clustering, ataupun region growing. dalam berbagai ruang ciri, dan algoritma FCM
mengklasifikasi citra dengan mengelompokkan titik-titik

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


172 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

data yang serupa dalam ruang ciri ke dalam klaster. jarak antara piksel dan masing-masing pusat klaster
Pengklasteran ini dicapai secara iteratif meminimisasi individu dalam domain ciri. Fungsi keanggotaan dan pusat
fungsi cost yang tergantung pada jarak piksel ke pusat klaster diperbarui menggunakan persamaan berikut:
klaster dalam domain ciri.
Piksel-piksel pada suatu citra pada dasarnya 1
mempunyai korelasi kuat, piksel yang dekat dengan u ij = 2 /( m 1)
(2)
tetangga mempunyai data ciri yang hampir sama. Oleh c || x j vi ||
karenanya, relasi spasial dari piksel tetangga merupakan

k =1 || x j v k

||
karakteristik penting yang sangat membantu dalam
segmentasi citra. Teknik deteksi batas umum memanfaatkan dan
kelebihan informasi spasial ini untuk segmentasi citra. Akan N
tetapi, algoritma FCM konvensional tidak sepenuhnya
memanfaatkan informasi spasial ini.
u
j =1
m
ij xj
Pedrycz dan Waletzky [19] menggunakan informasi vi = N
(3)
klasifikasi yang ada dan diterapkan sebagai bagian dari
prosedur optimisasinya. Ahmed dkk. [20] memodifikasi
u
j =1
m
ij

fungsi objektif algoritma FCM standar untuk memberikan


label pada tetanggal piksel untuk mempengaruhi Dimulai dengan taksiran awal untuk setiap pusat
pelabelannya. Algoritma FCM modifikasi itu memberikan klaster, FCM konvergen pada solusi untuk vi yang
hasil yang lebih baik dibanding metode FCM konvensional merepresentasikan minimum lokal fungsi cost. Konvergensi
pada citra berderau. Akan tetapi, cara menggabungkan dapat dideteksi dengan membandingkan perubahan fungsi
informasi piksel tetangganya terbatas untuk aplikasi keanggotaan atau pusat klaster pada dua langkah iterasi
masukan ciri-tunggal. berturut-turut.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan segmentasi
adaptif citra medis MRI menggunakan metode Fuzzy C- FCM Spasial
Means Clustering dengan informasi spasial. Dalam metode
yang dikembangkan ini digabungkan informasi spasial, dan Salah satu karakteristik penting dari suatu citra adalah
bobot keanggotaan setiap klaster diubah setelah bahwa piksel tetangga berkorelasi tinggi. Dengan kata lain,
memperhitungkan distribusi klaster pada tetangga. Skema piksel tetangga tersebut memiliki nilai ciri yang sama, dan
ini bermaksud untu meminimalkan pengaruh derau. Dalam mempunyai probabilitas yang tinggi bahwa piksel-piksel
penelitian ini dilakukan segmentasi terhadap sebuah citra tersebut termasuk dalam klaster yang sama.
medis MRI otak normal dan dua buah citra medis MRI otak Hubungan spasial ini sangat penting dan pengklasteran,
dengan glioma. tetapi tidak digunakan dalam algoritma FCM standar. Untuk
memanfaatkan informasi spasial, suatu fungsi spasial
METODE didefinisikan sebagai

Fuzzy C-Means Clustering


Algoritma FCM menetapkan piksel setiap kategori
hij = u
kNB ( x j )
ik (4)

dengan menggunakan fungsi keanggotaan fuzzy. Misalkan


X=(x1, x2,.,xN) menyatakan citra dengan N piksel yang dengan NB(xj) merepresentasikan window yang terpusat
dipartisi menjadi c klaster, dengan xi merepresentasikan pada piksel xj dalam domain spasial. Dalam penelitian ini
data. Algoritma ini merupakan optimisasi iteratif yang digunakan window 3x3. Fungsi spasial hij
meminimalkan fungsi cost yang didefinisikan sebagai merepresentasikan probabilitas bahwa piksel xj termasuk
berikut: klaster ke-i. Fungsi spasial suatu piksel untuk sebuah klaster
akan bernilai besar jika mayoritas tetangganya termasuk
N c
J = u ijm || x j vi || 2
dalam klaster yang sama. Fungsi spasial tergabung dalam
(1) fungsi keanggotaan berikut:
j =1 i =1

dengan uji merepresentasikan keanggotaan piksel xj dalam u ijp hijq


klaster ke-i, vi adalah pusat klaster ke-i, dan m adalah
u =
'
ij c
(5)
konstanta. Parameter m mengendalikan fuzziness partisi u
k =1
p
kj h q
kj
hasil, dan and dalam studi ini digunakan m=2.
Fungsi cost diminimalkan saat piksel dekat centroid
klasternya yang ditandai dengan nilai keanggotaan tinggi, dengan p dan q adalah parameter untuk mengendalikan
dan nilai keanggotaan rendah ditetapkan untuk piksel kepentingan relatif kedua fungsi.
dengan data yang jauh dari centroid. Dalam daerah homogen, fungsi spasial benar-benar
Fungsi keanggotaan merepresentasikan probabilitas mengukuhkan keanggotaan asli, dan hasil pengklasteran
bahwa suatu piksel termasuk klaster khusus. Dalam tetap tak berubah. Akan tetapi, untuk piksel berderau,
algoritma FCM, probabilitas tersebut tergantung hanya pada formula ini mengurangi bobot klaster berderau dengan label

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 173

piksel tetangganya. Hasilnya adalah bahwa piksel tak-


terklasifikasi dari daerah berderau atau tumpukan palsu
dapat dikoreksi dengan mudah. FCM spasial dengan
parameter p dan q dinyatakan dengan sFCMp,q. Jadi,
sFCM1,0 identik dengan FCM konvensional.
Pengklasteran adalah proses dua-jalan (two-pass) pada
setiap iterasi. Jalan pertama adalah sama dengan FCM (a) (b)
standar untuk menghitung fungsi keanggotaan dalam Gambar 2. MRI otak dengan glioma tingkat I-II
domain spektral. Pada jalan kedua, informasi keanggotaan (a) asli, (b) hasil segmentasi.
setiap piksel dipetakan ke domain spektral, dan fungsi
spasial dihitung dari domain spektral tersebut. Iterasi FCM
diproses dengan keanggotaan baru yang tergabung dengan
fungsi spasial. Iterasi akan berhenti pada saat perbedaan
maksimum antara dua pusat klaster pada dua iterasi
berturut-turut lebih kecil dari ambang (=0,02). Setelah
konvergen, defuzifikasi diterapkan untuk menentukan setiap
piksel ke klaster spesifik agar keanggotaan maksimal. (a) (b)
Gambar 3. MRI otak dengan glioma tingkat IV
Glioma (a) asli, (b) hasil segmentasi.
Glioma merupakan jenis tumor otak yang umum
terjadi. Tumor ini disebut glioma karena berawal dari sel Gambar 1(a) menunjukkan citra medis MRI irisan
glial. Glioma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa aksial otak dari seorang pasien wanita berumur 50 tahun.
tingkat (grade), yakni Grade I (paling rendah), Grade II, Citra asli ini merupakan citra yang masih berderau. Pada
Grade III, dan Grade IV (paling tinggi). Gambar 1(b) terlihat bahwa hasil segmentasi menggunakan
Klasifikasi ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain metode FCM dengan informasi spasial berhasil
sebagai berikut: menunjukkan bagian Grey Matter, White Matter, dan
1. Ukuran kecil atau besarnya tumor. Cerebrospinal Fluid (CSF), serta tidak terlihat adanya
2. Pertumbuhan tumor lambat atau cepat. kelainan (massa), sehingga dapat diidentifikasi bahwa otak
3. Letak tumor terlokalisasi atau menyebar. normal.
4. Crossing of the midline. Pada Gambar 2 terlihat citra otak MRI untuk irisan
5. Belum atau telah menekan atau mengganggu dan aksial dari seorang pria berumur 47 tahun. Citra asli ini
mengakibatkan perubahan pada bagian-bagian di merupakan citra yang masih berderau dan mempunyai
sekitarnya. iluminasi yang tidak homogen. Dari hasil segmentasi
menggunakan FCM dengan informasi spasial, didapat hasil
citra MRI dapat tersegmen menjadi bagian-bagian yang
HASIL DAN ANALISIS diinginkan namun di sini juga dideteksi adanya kelainan
(massa) pada bagian tertentu.
Dalam penelitian ini dilakukan segmentasi terhadap Dalam kasus ini ditunjukkan bahwa tumor tidak
sebuah citra medis MRI otak normal (Gambar 1) dan dua mempengaruhi ataupun meluas ke midline structures dan
buah citra medis MRI otak dengan glioma (Gambar 2 dan tidak terhubung dengan bagian luas edema di sekitarnya. Di
3). Masing-masing adalah citra greyscale dengan ukuran samping itu tumor juga terlihat berukuran kecil dan bersifat
256x256. Citra asli tersebut merupakan citra yang masih tidak kistik. Sehingga berdasar ciri-ciri yang dimiliki
mengandung derau, dan dalam hal ini dalam uji metode tersebut, tumor dapat diidentifikasi sebagai glioma tingkat I-
yang dilakukan adalah tanpa melalui tahap penapisan derau. II.
Hal ini untuk membuktikan bahwa dengan menggunakan Sedang pada Gambar 3 terlihat citra otak MRI untuk
FCM dengan informasi spasial akan mampu untuk irisan aksial dan citra asli ini juga merupakan citra yang
melakukan segmentasi sesuai yang diinginkan. masih berderau. Di sini terlihat perbedaan yang sangat
signifikan jika dibanding dengan hasil pada Gambar 2,
yakni dari hasil segmentasi menggunakan FCM dengan
informasi spasial, didapat kelainan yang telah meluas dan
mempengaruhi jaringan di sekitarnya.
Pengaruh dari perluasan massa dapat menekan dan
menimbulkan perubahan ataupun gangguan pada area
tertentu, termasuk ventrikel. Sebuah area kelainan juga
(a) (b) terlihat pada sisi yang lain, yang mungkin dapat merupakan
Gambar 1. MRI otak normal sebuah perluasan tumor ataupun metastatis. Berdasar ciri-
(a) asli, (b) hasil segmentasi. ciri tersebut dapat diidentifikasi bahwa ini merupakan
glioma tingkat IV atau merupakan glioblastoma.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


174 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

KESIMPULAN Techniques and Applications, 10-12 Dec. 2003,


Sydney.
Berdasar hasil di atas maka dapat disimpulkan
[10] Kande,G.B., Savithri,T.S., dan Subbaiah, P.V., 2007,
bahwa algoritma FCM dengan informasi spasial mampu
Segmentation of Vessels in Fundus Images using
untuk menghasilkan segmentasi dengan baik pada citra
Spatially Weighted Fuzzy C-Means Clustering
medis MRI normal dan MRI dengan glioma grade I-II dan
Algorithm, IJCSNS International Journal of Computer
grade IV yang semuanya merupakan citra asli yang masih
Science and Network Security, Vol.7 No.12.
berderau dan dimungkinkan mempunyai intensitas yang
tidak homogen. Dengan demikian segmentasi menggunakan [11] Rawashdeh, N.A., Love, S.T., dan Donohue, K.D.,
FCM dengan informasi spasial ini telah menghasilkan citra 2008, Hierarchical Image Segmentation by Structural
medis tersegmentasi yang sangat bermanfaat untuk Content, Journal of Software, Vol. 3, No. 2.
keperluan analisis. [12] Schulze, M.A., dan Pearce, J.A., 1993, Linear
Combinations of Morphological Operators: The
Midrange, Pseudomedian, and LOCO Filters, IEEE
DAFTAR PUSTAKA International Conference, Acoustics,Speech, and Signal
Processing, Vol. V, pp. 57-60.
[1] Soesanti, I, 2006, " Kompresi Citra Medis [13] Bezdek, J., Hall, L., Clarke, L., 1993, Review of MR
Menggunakan Alihragam Kosinus Diskret dan Sistem image segmentation using pattern recognition,
Logika Fuzzy Adaptif ", UGM Yogyakarta. Medical Physics; 20:103348.
[2] Soesanti, I, 2007, "Pengurangan Derau Citra Medis [14] Brandt, M.E., Bohan, T.P., Kramer, L.A., Fletcher,
Menggunakan Tapis Adaptif", UGM Yogyakarta. J.M., 1994, Estimation of CSF, white matter and gray
[3] Hardie, R.C., dan Boncelet, C.G., 1995, Gradient- matter volumes in hydrocephalic children using fuzzy
Based Edge Detection Using Nonlinear Edge clustering of MR images, Computer Medical Imaging
Enhancing Prefilters, IEEE Trans. on Image Graph; 18:2534.
Processing, Vol.4, No.11, 1572-1577 [15] Clark, M.C., Hall, L.O., Goldgof, D.B., Clarke, L.P.,
[4] Russo, F., 1998, Edge Detection in Noisy Images Velthuizen, R.P., Silbiger, M.S., 1994, MRI
Using Fuzzy Reasoning, IEEE Tran. on segmentation using fuzzy clustering techniques, IEEE
Instrumentation and Measurement, Vol.47, No.5, Oct., Eng. Med. Biol.;13:73042.
1102-1105 [16] Pham, D.L., Prince, J.L., 1999, Adaptive fuzzy
[5] Sharifi, M., Fathy, M., dan Mahmoudi, M.T., 2002, "A segmentation of magnetic resonance images, IEEE
classified and comparative study of edge detection Trans. Med. Imaging;18:73752.
algorithms", International Conference on IT: Coding [17] Lyer, N.S., Kandel, A., Schneider, M., 2002, Feature-
and Computing, Proceedings. based fuzzy classification for interpretation of
[6] Maini, R., dan Sobel, J.S., 2006, "Performance mammograms, Fuzzy Sets Syst.;114: 27180.
Evaluation of Prewitt Edge Detector for Noisy Images", [18] Yang, M.S., Hu, Y.J., Lin, K.C.R., Lin, C.C.L., 2002,
GVIP Journal, Vol. 6, Issue 3. Segmentation techniques for tissue differentiation in
[7] Sauvola, J., dan Pietikainen, M., 2000, Adaptive MRI of Ophthalmology using fuzzy clustering
document image binarization, Pattern Recognition 33 algorithms, Magnetic Resonance Imaging; 20: 1739.
(2000), 225-236. [19] Pedrycz, W., Waletzky, J., 1997 Fuzzy clustering with
[8] Martinez, J.C., Sanchez, D., Suarez, B.P., Perales, partial supervision, IEEE Trans. Syst. Man. Cybern.
E.G., and Vila, M.A., 2003, A Hierarchical Approach Part B Cybern.; 27: 78795.
to Fuzzy Segmentation of Colour Images, The IEEE [20] Ahmed, M.N., Yamany. S.M., Mohamed, N., Farag,
International Conference on Fuzzy Systems, 966-971. A.A., Moriarty, T., 2002, A modified fuzzy c-means
[9] Wang, H., dan Suter, D., 2003, Color Image algorithm for bias field estimation and segmentation of
Segmentation Using Global Information and Local MRI data, IEEE Trans. Med. Imaging;21:1939.
Homogeneity, Proc. VIIth Digital Image Computing:

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 175

PERANCANGAN MONITORING PROSES PRODUKSI BATIK BERBASIS WEB


Indah Soesanti

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada


Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM Yogyakarta 55281
E-mail: indah@mti.ugm.ac.id

ABSTRACT Aplikasi teknologi Internet untuk sistem


monitoring proses produksi pada industri menengah
Web-based services are commonly used in the dan kecil juga tidak kalah penting. Salah satu jenis
trade of products and in sharing information. The Web industri yang membutuhkan aplikasi teknologi ini
application can be platform independent, portable, where adalah industri batik. Batik merupakan salah satu
system data can be shared, reused and accessed at much industri asli pribumi yang telah ada sejak dahulu di
bumi Indonesia dan harus dilestarikan keberadaannya.
reduced cost. During the previous years a lot of research
Guna memperkuat daya saing batik di pasaran nasional
has been done for trying to develop web applications, maupun internasional, maka industri batik perlu
which make it possible to supervise and control industrial didukung dengan aplikasi teknologi informasi dan
processes. Experiments have proven that this technology komunikasi dalam proses produksinya. Sebagaimana
has a great impact in the future. These problems concern diketahui bahwa beberapa negara lain juga mempunyai
architectures and requirement specifications. minat yang besar untuk mengembangkan industri batik.
This paper will give a brief overview about the Oleh karenanya sudah menjadi kewajiban bagi seluruh
design methods and architectures developed so far for the komponen bangsa Indonesia termasuk dari kalangan
web-based process monitoring systems of KRT Daud perguruan tinggi untuk menjaga dan melestarikan
Wiryo Hadinagoro batiks. The results show that by using industri batik yang merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia yang dapat dibanggakan, dan
the design methods proposed it is possible to control field
merupakan produk unggulan yang mempunyai potensi
devices. daya saing yang tinggi di dunia internasional.
Dalam rangka untuk memperkuat industri batik dan
Keywords: web-based monitoring, design methods, meningkatkan daya saingnya, maka dalam penelitian ini
diusulkan monitoring proses produksi batik berbasis
batik process.
teknologi web. Produksi batik dengan kualitas tinggi
merupakan hasil pekerjaan yang memerlukan tingkat
ketekunan dan ketelitian yang tinggi juga. Guna
PENDAHULUAN
mendapatkan hasil yang maksimal, dibutuhkan suatu
Dewasa ini informasi dan komunikasi menjadi kebutuhan sistem monitoring komprehensif. Selama ini monitoring
yang sangat penting dalam berbagai bidang, terutama untuk yang dilakukan masih secara manual, yaitu dengan cara
menganalisis dan mengambil suatu kesimpulan atau keputusan mengawasi langsung proses produksi yang dilakukan
terhadap suatu permasalahan. Oleh karena itu kemudahan dalam oleh seorang pengawas (supervisor). Sedang guna
memperoleh informasi menjadi hal utama yang terus mendapatkan batik dengan kualitas tinggi diperlukan
dikembangkan. waktu berbulan-bulang hingga lebih dari setahun.
Salah satu bentuk aplikasi teknologi informasi dan Dengan aplikasi teknologi berbasis web, diharapkan
komunikasi adalah Internet. Perkembangan teknologi Internet menjadi solusi alternatif, sehingga monitoring dapat
saat ini sangat pesat baik menyangkut perangkat-lunak maupun dilakukan dari mana saja dan pada saat kapan saja
perangkat-keras yang terkait dengannya (Mao dkk, 2001). melalui Internet tanpa harus datang langsung pada
Perkembangan ini memungkinkan suatu informasi yang proses produksi.
dibutuhkan dapat diakses di manapun dan pada saat kapanpun. Objek aplikasi teknologi berbasis web dalam
Dalam aplikasinya bidang industri banyak memanfaatkan penelitian ini adalah industri batik KRT Daud Wiryo
teknologi Internet. Banyak industri baik industri kecil, Hadinagoro sebagai mitra penelitian. Pemilihan mitra
menengah, hingga industri besar memanfaatkan media Internet ini karena batik KRT Daud Wiryo Hadinagoro
dalam keperluan promosi, penjualan, komunikasi dengan relasi merupakan industri batik khas Yogyakarta yang
bisnis, monitoring produksi, dan lain-lain (Iannaccone, 2001). berlokasi di DIY dan masih menggunakan cara manual
Dalam hal monitoring proses produksi, aplikasi teknologi dalam monitoring proses produksinya. Batik KRT Daud
berbasis web ini telah banyak dilakukan oleh industri terutama Wiryo Hadinagoro memiliki potensi yang tinggi untuk
industri besar, karena kompleksitas proses produksi dan dapat bersaing di pasaran internasional, yang
kebutuhan akan sistem monitoring yang andal (Cockburn dan dibuktikan dengan hingga saat ini konsumennya telah
McKenzie, 2001). merambah para pejabat, pengusaha, hingga tokoh-tokoh

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


176 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

internasional, dengan memberdayakan sumber daya manusia di


DIY.
Contoh produksi batik KRT Daud Wiryo Hadinagoro METODOLOGI
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Metodologi dalam penelitian ini meliputi langkah-
langkah dan rencana penelitian beserta jadwal dan
indikator kinerjanya.
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Studi Pustaka
Hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi
mengenai proses produksi batik dan sistem
monitoring berbasis web. Studi pustaka ini
dilakukan dengan sarana-sarana buku, jurnal,
literatur, dan informasi lain.
2. Survey Lapangan
Dalam hal ini dilakukan peninjauan ke lokasi
rumah produksi batik yang akan dibangun model
sistem monitoring proses produksi batik berbasis
teknologi web.
3. Pembuatan Software
Pembuatan software aplikasi web untuk monitoring
a. Dipuji Sultan dilakukan dalam perangkat-lunak aplikasi PHP dan
MySQL. Perangkat-lunak ini dipilih karena
kemampuannya yang baik dalam membuat
aplikasi-aplikasi berbasis web.
4. Pemasangan jaringan dan perangkat-keras
Dilakukan pemasangan instalasi jaringan komputer
di rumah produksi batik dan pemasangan perangkat
keras beserta servernya.
5. Pendaftaran domain dan web hosting
Dilakukan pendaftaran domain dan web hosting di
perusahaan domain dan web hosting terkait.
6. Aplikasi
Dilakukan aplikasi model sistem monitoring proses
produksi batik berbasis teknologi web.
7. Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan setelah memperoleh hasil
dengan memperhatikan kualitas hasil model sistem
monitoring yang dibuat yang didasarkan atas teori-
b. Duka Aceh Duka Kita teori yang telah diperoleh.

HASIL
Perancangan model sistem monitoring secara
keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

c. Kharisma Mantan Presiden


Gambar 1. Contoh produk batik KRT Daud Wiryo Hadinagoro

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 177

Kain putihan Desain Motif dan Proses


warna produksi Kamera video
batik

Pengolah data
Tahap persiapan: video
Resep pewarnaan, peralatan

Basis-data video
Proses Pembatikan monitoring

Tahap finishing: Pencelupan,


pengeringan
Web
Server
Proses produksi batik

Gambar 2. Proses produksi batik yang akan dimonitor

Penyedia Layanan
Aplikasi (ASP)

Rancangan aplikasi berbasis web terdiri dari halaman untuk


login dan halaman tapilan utama. Untuk halaman login,
digunakan untuk memasuki halaman tampilan utama, dengan
persyaratan harus mempunyai user name dan password. Setelah
melalui proses login, pengunjung dapat mengakses menu-menu
yang berada dalam sistem di antaranya:
1. Home
Menu home merupakan halaman yang berisi panduan singkat
mengenai isi website. Dalam halaman ini juga dapat diperoleh
informasi sekilas mengenai rumah produksi batik KRT Daud
Wiryo Hadinagoro.
Web browser
2. Process
Menu process merupakan menu utama dari sistem ini. Dalam
menu proses terdapat tampilan monitor untuk menampilkan
process produksi batik yang sedangberlangsung. Pengunjung
dapat mengamati proses pembuatan batik di rumah produksi
batik KRT Daud Wiryo Hadinagoro. Aplikasi berbasis
3. Administrator web
Menu administrator merupakan menu untuk mengatur
pengunjung yang dapat mengakses halaman ini. Dala m menu
ini dapat dilakukan penambahan pengunjung atau bahkan
menghapus pengunjung
4. Logout
Menu logout digunakan oleh pengunjung untuk keluar dari Gambar 3. Rancangan sistem monitoring proses
website. produksi batik

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


178 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Distributed Generation Units Using a Web-based


Application, IEEE Papers.
Caluya, S.S., and Bautista, R., 2005, A Proposed Web-
Based Locator and Monitoring System for Tools
and Equipment in Laboratory and Shop of TIP
Arlegui, Research,Reflections and Innovations in
Integrating ICT in Education.
Mao, Y., Chen, K., Wang, D., and Zheng, W., 2001,
Clusterbased online monitoring system of web
traffic. In Proceedings of the Third International
Workshop on Web Information and Data
Management, pages 4753.
Iannaccone, G., Diot, C., Graham, I., and McKeown,
N., 2001, Monitoring very high speed links. In
Proceedings of Internet Measurement Workshop
Gambar 4. Tampilan web untuk monitoring proses produksi 2001 (IMW01), pages 267271, San Francisco,
batik November 2001.
Kellar, M., 2008, An Overview of Web-Based
Pada Gambar 4 ditunjukkan tampilan utama web Monitoring: Future Directions and Challenges,
monitoring proses produksi batik KRT Daud Wiryo Hadinagoro IEEE Papers.
sehingga pengguna tertentu dapat mengakses sesuai dengan Cockburn, A. and McKenzie, B. (2001). What Do Web
keperluan. Users Do? An Empirical Analysis of Web Use.
International Journal of Human-Computer Studies,
54(6): 903-922.
KESIMPULAN Kellar, M., Watters, C. and Inkpen, K. M. (2007). An
Exploration of Web-Based Monitoring:
Dari hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa Implications for Design. In Proceedings of CHI
perancangan monitoring proses produksi batik KRT Daud 2007, San Jose, CA, 377 386.
Wiryo Hadinagoro berbasis web ini dapat membantu untuk M. Mansouri-Samani and M. Sloman, A configurable
melakukan monitoring jarak jauh sehingga menjadi solusi bagi event service for distributed systems, in
permasalahan yang ada di industri batik. Proceedings of the Third International Conference
on Configurable Distributed Systems, pp. 210217,
ICCDS, 68 May 1996.
DAFTAR PUSTAKA
Antila, S., Kivikko, K., Trygg, P., Mkinen A., and
Jrventausta, P., 2003, Power Quality Monitoring of

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 179

Simulasi Estimasi Parameter Model Fungsi Alih


Antara Gaya Tegang Keluaran Web Terhadap Masukan Gaya Putar
Pada Bagian Rol Pengumpan Sistem Transportasi Web
Dengan Menggunakan Metode RLS Berbasis Forgetting Factor

Yaya Finayani
Mahasiswa S2 Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
yyfinayani@yahoo.com

Samiadji Herdjunanto
Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia

Priyatmadi
Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia

AbstractSistem transportasi web banyak dijumpai


web
pada industri kertas dan plastik. Bagian utama sistem
transportasi web adalah bagian rol pengumpan. Model Rol
pengumpan Rol penggulung
dinamis rol pengumpan dijabarkan dari hukum
Newton, hukum Hooke dan hukum konservasi massa.
Model ini menyatakan hubungan antara gaya tegang
M1 M2
keluaran web terhadap masukan gaya putar. Hubungan M0
ini diberikan dalam bentuk fungsi alih yang ternyata M3
mengandung parameter fisik plant yang berubah
terhadap waktu yaitu radius rol pengumpan. Biasanya Gambar 1. Sistem Transportasi Web
sebelum perancangan pengendalian diperlukan estimasi Sistem transportasi web terdiri dari rol yang digerakkan oleh
parameter model. Problem estimasi parameter model rangkaian penggerak motor, ada bagian yang tidak
secara on-line ini diteliti dengan menggunakan metode digerakkan yang dinamakan rol idle, rangkaian penggerak
RLS (recursive least square) berbasis faktor pembobot menggunakan motor DC.
data yang dinamakan forgetting factor. Dalam Model matematika dari model dinamis longitudinal web
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa diperoleh dari penjabaran hukum Newton, hukum Hooke
forgetting factor sebesar 0.95 sudah menghasilkan dan hukum Konservasi Massa dari rentangan web diantara
estimasi parameter yang cukup baik seperti tampak dua pasang rol yang berurutan, model yang diperoleh
pada hasil simulasi dengan MSE sebesar 2.59230e-005. berupa model dinamis dalam bentuk fungsi alih. Fungsi alih
mengandung parameter fisik yang berubah terhadap waktu
KeywordsRLS, forgetting factor, time varying, (time- varying) yaitu radius rol.
unwind, recursive least square Untuk mendapatkan kualitas produksi sesuai yang
I. PENDAHULUAN diharapkan selama proses transportasi web, maka
diperlukan teknik pengendalian lebih lanjut seperti teknik
Web adalah sebidang material yang diproses dan pengendalian ketegangan web dan kecepatan penggerak rol,
dihasilkan secara kontinu dalam suatu proses di industri sehingga diperlukan estimasi parameter model. Metode
kertas dan plastik. Penanganan web meliputi hubungan yang digunakan untuk memperoleh estimasi paremeter
yang berkaitan dengan transportasi dan pengendalian yang time varying menggunakan recursive least square
material web. Contoh sistem transportasi web yaitu proses (RLS) berbasis faktor pembobot data yang dinamakan
pelapisan aluminium foil pada plastik untuk pembungkus forgetting factor bertujuan mendapatkan penafsiran
makanan, pada proses pengeringan pembuatan kertas parameter-parameter plant secara on-line dengan dasar
diperlukan proses transportasi web. pengukuran masukan dan keluaran dinyatakan dalam suatu
Model transportasi web dapat diilustrasikan seperti model.
Gambar 1 yang memperlihatkan bentuk longitudinal web (Yi
Hou, 2001), web harus melalui beberapa bagian pengolahan II. DASAR TEORI
dari proses yang berkelanjutan secara kontinu , salah satu
bagian itu adalah rol pengumpan. Rol pengumpan A. Persamaan Dinamis Gaya Tegang
merupakan bagian awal dari system transportasi web dan Model matematis dari longitudinal web diperoleh dari
berakhir pada bagian rol penggulung. persamaan gaya tegang web di antara dua pasang rol yang

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


180 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

berurutan, penjabaran persaman gaya tegang web ,sehingga (10)


menggunakan hukum Newton tentang gerak, dan prosedur Dengan mensubtitusikan persamaan (10) ke (9):
tentang volume atur dalam hukum konservasi massa serta
hukum Hooke mengenai elastisitas dari material web (11)
(Pagilla dkk, 2007). (12)
dengan adalah jarak antara dua rol yang berurutan ke-i,
material merupakan gaya tegang ke-i, menyatakan luas permukaan
material web ke-i, adalah modulus elastisitas ke-i.

V2 V1 B. Model Dinamis Sistem Transportasi Web


L Model sistem transportasi web terdiri dari 4 bagian
Y (Pagilla dkk, 2007), yaitu bagian rol pengumpan (M0),
bagian master speed (M1), bagian proses (M2) dan bagian
x1 x2 X rol penggulung (M3) diperlihatkan Gambar 3.

Gambar 2. Sepasang rol dari sistem transportasi web

Hukum Konservasi Massa pada Gambar 2, akan LC LC LC

diperoleh bentuk persamaan :


= (1)
(2)
controller controller controller controller
Indek 1 dan 2 dari persamaan (1) dan (2) menyatakan secara
berurutan arah masuk dan keluar sesuai Gambar 2, dengan Gambar 3. Sistem Transportasi Web
adalah densitas, V merupakan kecepatan aliran, dan A
adalah luas penampang material (normal terhadap aliran). merupakan kecepatan linier tiap bagian rol,
Sebuah benda yang dikenai stress, maka sebagai respon merupakan masukan gaya putar tiap bagian
benda akan terdeformasi dan mengalami strain sebesar rol dari penggerak motor DC, T1,T2,T3 adalah keluaran
dinyatakan oleh Hukum Hooke, jika diaplikasikan dalam gaya tegang. LC adalah load cell yang mengukur besarnya
Gambar 2 maka material web akan mendapatkan stress dan gaya tegang pada keluaran bagian gaya tegang, controller
akan terdeformasi dalam 3 arah yaitu arah panjang (x), lebar bagian yang mengendalikan sistem transportasi web.
(w) dan arah tinggi (h) sebesar: Dengan menggunakan persamaan gaya tegang (12)
diperoleh:
a. Bagian rol pengumpan, tempat awal sistem transportasi
web, radius rol berubah terhadap waktu (time-varying
(3)
parameter) mengalami pengurangan panjang radius.
Dengan mensubtitusikan persamaan (3) ke (4) diperoleh:
(13)
dengan adalah keluaran gaya tegang antara rol
(4)
pengumpan dan rol master speed, adalah jarak antara
rol pengumpan dan master speed. merupakan gaya
tegang awal akibat efek elastisitas sistem transmisi daya,
(5) pada penelitian ini diabaikan.
b. Ba
Diasumsikan strain pada web uniform (kecepatan aliran di gian master speed , sebagai rol pengendali kecepatan dari
setiap web sama), sehingga , sistem transportasi web dengan persamaan:
dan menghasilkan persamaan : (14)
berurutan merupakan inersia, radius dan
(6)
koefisien friksi dari rol master speed, adalah ratio gear.
adalah keluaran gaya tegang antara master speed dan
(7) bagian proses.
c. Ba
dengan asumsi nilai kecil, akan diperoleh: gian proses, bagian ini berfungi untuk melakukan proses
(8) terhadap material web, dengan persamaan:
(15)
(9) dengan jarak antara rol master speed dengan bagian
Hubungan antara gaya tegang (T) , strain , luas proses.
penampang web (A) dan modulus elastisitas materisl web d. Bagian rol penggulung, tempat berakhirnya sistem
(E) dari Hukum Hooke menyatakan: transportasi web, radius rol berubah terhadap waktu

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 181

(time-varying) yaitu mengalami penambahan panjang


radius, dengan persamaan:
(16)
dengan jarak antara rol bagian proses dengan rol (23)
penggulung.

C. Persamaan Fungsi Alih Bagian Rol Pengumpan


Bagian rol pengumpan yang merupakan bagian awal
dari sistem transportasi web terlihat pada Gambar 4, yang
berfungsi sebagai tempat material web sebelum mengalami
proses produksi. Radius rol pengumpan akan selalu berubah (24)
terhadap waktu yang semakin berkurang panjangnya selama
proses transportasi web, sehingga bagian ini merupakan
time-varying.

dengan, , , ,
berurutan radius dari rol pengumpan, rol master speed, rol
Gambar 4. Bagian Rol Pengumpan proses, rol penggulung, sedangkan adalah kecepatan
sudut rol master speed.
Fungsi alih bagian rol pengumpan diperoleh dari Fungsi alih bagian rol pengumpan dalam bidang s yang
persamaan (13) sampai (16) serta dengan menggunakan diperoleh dari penjabaran state space persamaan (20) sampai
hubungan statik untuk motor DC (Bonivento dkk, 2001) dan (24) merupakan fungsi alih orde 4 antara gaya tegang
persamaan gerak melingkar diperoleh persamaan: keluaran web terhadap masukan gaya putar adalah sebagai
(17) berikut:
dengan , , masing-masing adalah kecepatan sudut,
konstanta gaya putar, masukan gaya putar (torque input)..
Persamaan gerak melingkar diperoleh:
(18)
dengan, , ,R berurutan kecepatan linear dan kecepatan
sudut serta radius.
Dengan melakukan subtitusi persamaan (17) dan (18) ke
dalam persamaan (13) sampai (16) diperoleh persamaan
state: (25)
Persamaan (25) terdapat parameter yang berubah terhadap
waktu (time varying) yaitu
(3.3) radius rol pengumpan yang
berkurang panjangnya selama proses transportasi web, data
parameter yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 1. Data Parameter (Pagilla dkk, 2007)


(19) Parameter Nilai Parameter Nilai
0,339 ft
20 ft 0.339 ft
Jika diubah ke bentuk state space :
(20) 33 ft 0,67 ft
67 ft 1
,
2 0,5 lbf-ft-s
(21) 2000 lbf (tebal material) 0,000656 ft
1,25 ft 1

(22) Data parameter dari Tabel 1 disubtitusikan ke persamaan


(25) diperoleh bentuk fungsi alih dalam bidang s:

diperoleh:
(26)

Fungsi alih (26) bagian denumerator bentuk persamaan tetap


selama proses transportasi web, sedangkan bagian numerator

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


182 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

berubah mengikuti perubahan , dengan ketebalan material (32)


(h) diasumsikan 0,000656 ft (Bastogne dkk, 2007) dengan
radius awal rol pengumpan 1,25 fit diperoleh 884 putaran
sehingga selama proses transportasi web fungsi alih bagian Hubungan persamaan (27) dan (32) akan diperoleh nilai
rol pengumpan memiliki 884 bentuk fungsi alih. Fungsi alih parameter fungsi alih plant = -3,494; = 4,571; = -
yang time-varying ini selanjutnya diasumsikan sebagai 2,653; = 0,5763 = -33,18; = 90,09; = -81,49; =
model yang mewakili plant sesungguhnya. 24,55 parameter adalah time-varying.
Bentuk fungsi alih bidang z seperti persamaan (32) inilah
D. Proses Estimasi Parameter yang digunakan sebagai fungsi alih yang mewakili plant
Estimasi parameter bertujuan untuk menafsirkan sesungguhnya untuk proses estimasi, yang selalu berubah
parameter-parameter plant dengan dasar pengukuran selama proses transportasi web sebanding dengan perubahan
masukan dan keluaran dinyatakan dalam suatu model. Plant panjang radius rol pengumpan .
diasumsikan dalam bentuk fungsi alih dari persamaan (26)
antara gaya tegang keluaran web terhadap masukan gaya D.2 Metode RLS Berbasis Forgetting Factor
putar. Fungsi alih tersebut mengandung parameter fisik yang Metode recursive least square (RLS) dapat dijelaskan
berubah terhadap waktu yaitu perubahan panjang radius rol melalui diagram blok Gambar 5 di bawah ini:
pengumpan .
sistem
Metode yang digunakan untuk memperoleh hasil x(t)
y(t)
estimasi parameter yang secara on-line bisa mengikuti
perubahan bentuk plant yang time varying dengan + (t)
menggunakan metode recursive least square (RLS) berbasis model
-
faktor pembobot data yang dinamakan forgetting factor.

D.1 Konversi Fungsi Alih Plant dari Bidang ke Bidang

Fungsi Alih plant yang digunakan untuk proses estimasi Gambar 5. Metode RLS
dalam bentuk bidang z (diskrit), sehingga persamaan (26) Metode RLS Gambar 5 dapat dijelaskan sebagai berikut,
yang diasumsikan sebagai plant yang mewakili plant sistem merupakan fungsi alih dalam bentuk yang
sesungguhnya perlu diubah ke bentuk bidang z dengan mewakili plant sesungguhnya yaitu persamaan (26), fungsi
metode zero order hold (ZOH). alih ini berubah terhadap waktu karena perubahan .
Bentuk fungsi alih dalam bidang z diasumsikan Bagian model Gambar 5 berfungsi untuk memprediksi
parameter fungsi alih dari plant / sistem, bentuk model
berbentuk (27) diasumsikan seperti persamaan (27).
Proses estimasi dilakukan setiap periode sampling
. dengan menberikan masukan yang sama antara sistem/plant
dan model estimasi, selisih keluaran sistem dan
Persamaan fungsi alih (26) dalam bidang s adalah: keluaran model menghasilkan faktor kesalahan
yang akan digunakan untuk memperbaiki nilai penafsiran
dengan menggunakan nilai penafsiran .
Fungsi alih plant/ sistem dari Gambar 5 terdapat
parameter fisik yang berubah terhadap waktu, sehingga akan
Contoh saat putaran ke-1, fungsi alih bidang s adalah: selalu terjadi perubahan bentuk fungsi alih, untuk dapat
(28) mengikuti perubahan fungsi alih plant tersebut maka dalam
metode RLS digunakan faktor pembobot data yang
dinamakan forgetting factor . Menurut (Herdjunanto,
Menurut (Kuo, 1995) , (Herdjunanto, 2008) metode ZOH
2007) , (Ashry dkk, 2005) metode RLS berbasis forgetting
dari persamaan (27):
factor dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bentuk model diasumsikan
(29) (33)
dengan adalah periode sampling, persamaan (28) dapat dengan dan seperti persamaan (27)
ditulis dalam bentuk lain: bentuk keluaran sistem adalah:
(34)
(30) denganvektor parameter plant
Hasil fungsi alih dalam bidang z untuk persamaan (27) (35)
dengan periode sampling = 0,3 detik diperoleh: vektor regresi terdiri pasangan masukan-keluaran:

(31) (36)
sedangkan keluaran model:
(37)

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 183

Selisih antara keluaran sistem dan keluaran model


didapatkan faktor kesalahan :
Parameter a1 saat lambda=0,995 Parameter a2 saat lambda=0,995
-3.47 4.6
plant plant

(38)

eter

eter
model model
-3.48

nilai param

nilai param
4.55
Faktor kesalahan digunakan untuk update estimasi -3.49

parameter sebagai berikut: -3.5


0 500 1000
4.5
0 500 1000

(39) -2.58
putaran ke-
Parameter a3 saat lambda=0,995
0.59
putaran ke-
Parameter a4 saat lambda=0,995

dengan merupakan matrik kovarian didefinisikan: plant plant

eter

eter
-2.6 model 0.58 model

nilai param

nilai param
(40) -2.62 0.57

-2.64 0.56

adalah faktor pembobot data (forgetting factor) dengan -2.66


0 500 1000
0.55
0 500 1000

harga , I merupakan matrik identitas.


putaran ke- putaran ke-

Parameter b1 saat lambda=0,995 Parameter b2 saat lambda=0,995


-15 100
plant plant

r
te

te
E. Hasil Simulasi
-20 model model

e
m

m
80

ra

ra
-25

a
ip

ip
Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini

ila

ila
60
-30

n
memperlihatkan beberapa nilai forgetting factor dari metode -35
0 500
putaran ke-
1000 0
40
500
putaran ke-
1000

RLS untuk memperoleh hasil estimasi parameter , dari -40


Parameter b3 saat lambda=0,995

plant
25
Parameter b4 saat lambda=0,995

plant

beberapa hasil simulasi tersebut akan terlihat nilai forgetting

r
te

te
model model

e
-60 20

m
ra

ra
factor yang sesuai untuk mendapatkan hasil estimasi

a
ip

ip
ila

ila
-80 15

n
parameter yang konvergen. -100
0 500 1000
10
0 500 1000
putaran ke- putaran ke-

Parameter a1 saat lambda=1 Parameter a2 saat lambda=1


Gambar 7. Hasil Simulasi =0,995
-2 5
plant plant
eter

eter

model 4 model
-2.5 Parameter a1 saat lambda=0,99 Parameter a2 saat lambda=0,99
nilai param

nilai param

-3.47
3
plant plant
-3 4.57
nilai parameter

nilai parameter
2 model model
-3.48 4.56
-3.5 1 4.55
0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke- -3.49 4.54
Parameter a3 saat lambda=1 Parameter a4 saat lambda=1
1 1 4.53
plant plant
-3.5
eter

eter

0 model model 0 500 1000 0 500 1000


0.5
nilai param

nilai param

putaran ke- putaran ke-


-1
Parameter a3 saat lambda=0,99 Parameter a4 saat lambda=0,99
0 -2.58 0.59
-2
plant plant
nilai parameter

nilai parameter
-3 -0.5 -2.6 model model
0 500 1000 0 500 1000 0.58
putaran ke- putaran ke-
-2.62
0.57
Parameter b1 saat lambda=1 Parameter b2 saat lambda=1 -2.64
-15 100
plant plant -2.66
0 500 1000 0 500 1000
nilai parameter

nilai parameter

-20 model model


80 putaran ke- putaran ke-
-25
60
-30 Parameter b1 saat lambda=0,99 Parameter b2 saat lambda=0,99
-15 100
plant plant
-35 40
nilai parameter

nilai parameter

0 500 1000 0 500 1000 -20 model model


putaran ke- putaran ke- 80
Parameter b3 saat lambda=1 Parameter b4 saat lambda=1 -25
0 40
plant plant 60
-30
nilai parameter

nilai parameter

model model
20
-35 40
-50 0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-
0
Parameter b3 saat lambda=0,99 Parameter b4 saat lambda=0,99
-40 25
-100 -20 plant plant
nilai parameter

nilai parameter

0 500 1000 0 500 1000 model model


putaran ke- putaran ke- -60 20

-80 15

Gambar 6. Hasil Simulasi =1


-100 10
0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-

Metode RLS berbasis forgetting factor diawali dengan


memberikan inisialisasi matrik kovarian , dengan Gambar 8. Hasil Simulasi =0,99
adalah matrik identitas berdimensi 8x8, ,
inisialisasi vektor parameter dengan dimensi 8x1,
dengan masukan menggunakan sinyal pseudorandom.
Periode sampling detik dengan jumlah data .
Jumlah total putaran 884 sehingga fungsi alih plant berubah
sebanyak 884 fungsi alih, permasalah inilah sehingga
dibutuhkan faktor pembobot data atau forgetting factor
dalam proses estimasi parameter sehingga diharapkan proses
estimasi dapat konvergen mengikuti perubahan fungsi alih
plant.
Hasil simulasi saat forgetting factor ( ) = 1: 0,995: 0,99:
0,98: 0,97: 0,96: 0,95 diperlihatkan Gambar (6) sampai
Gambar (12).

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


184 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Parameter a1 saat lambda=0,98 Parameter a2 saat lambda=0,98 Parameter a1 saat lambda=0,96 Parameter a2 saat lambda=0,96
-3.485 4.59 -3.47 4.6
plant plant plant plant
eter

eter
model model

eter

eter
4.58 model model
-3.49 -3.48
nilai param

nilai param

nilai param

nilai param
4.57 4.55
-3.495 -3.49
4.56

-3.5 4.55
0 500 1000 0 500 1000 -3.5 4.5
0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-
putaran ke- putaran ke-
Parameter a3 saat lambda=0,98 Parameter a4 saat lambda=0,98
-2.63 0.58 Parameter a3 saat lambda=0,96 Parameter a4 saat lambda=0,96
plant plant -2.55 0.59
0.578 plant plant
eter

eter
model model

eter

eter
-2.64 model 0.58 model
nilai param

nilai param
0.576 -2.6

nilai param

nilai param
0.574 0.57
-2.65
0.572 -2.65
0.56
-2.66 0.57
0 500 1000 0 500 1000 -2.7 0.55
putaran ke- putaran ke- 0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-

Parameter b1 saat lambda=0,98 Parameter b2 saat lambda=0,98 Parameter b1 saat lambda=0,96 Parameter b2 saat lambda=0,96
-15 100 -15 100
plant plant plant plant
eter

eter

eter

eter
-20 model model -20 model model
80
nilai param

nilai param

80

nilai param

nilai param
-25 -25
60 60
-30 -30

-35 40 -35 40
0 500 1000 0 500 1000 0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-
putaran ke- putaran ke-
Parameter b3 saat lambda=0,98 Parameter b4 saat lambda=0,98
Parameter b3 saat lambda=0,96 Parameter b4 saat lambda=0,96
-40 25
-40 25
plant plant
plant plant
eter

eter

model model

eter

eter
-60 20 model model
nilai param

nilai param

-60 20

nilai param

nilai param
-80 15
-80 15

-100
0 500 1000
10
0 500 1000 -100
Gambar 11. Hasil Simulasi =0,96 10
putaran ke- putaran ke- 0 500 1000 0 500 1000
putaran ke- putaran ke-
Parameter a1 saat lambda=0,95 Parameter a2 saat lambda=0,95

Gambar 9. Hasil Simulasi =0,98


-3.47
plant plant
4.57
eter

eter
model model
-3.48 4.56
nilai param

nilai param
4.55
Parameter a1 saat lambda=0,97 Parameter a2 saat lambda=0,97
-3.485 4.59 -3.49 4.54
plant plant
4.53
eter

eter

model 4.58 model


-3.49 -3.5
nilai param

nilai param

0 500 1000 0 500 1000


4.57
putaran ke- putaran ke-
-3.495 Parameter a3 saat lambda=0,95 Parameter a4 saat lambda=0,95
4.56 -2.55 0.59
plant plant
-3.5 4.55
eter

eter
model model
0 500 1000 0 500 1000 -2.6 0.58
nilai param

nilai param
putaran ke- putaran ke-
Parameter a3 saat lambda=0,97 Parameter a4 saat lambda=0,97
-2.63 0.58 -2.65 0.57
plant plant
0.578
eter

eter

model model
-2.64 -2.7
nilai param

nilai param

0.576 0 500 1000 0 500 1000


putaran ke- putaran ke-
0.574
-2.65
0.572

-2.66 0.57 Parameter b1 saat lambda=0,95 Parameter b2 saat lambda=0,95


0 500 1000 0 500 1000 -15 100
putaran ke- putaran ke- plant plant
nilai parameter

nilai parameter

-20 model model


80
-25
Parameter b1 saat lambda=0,97 Parameter b2 saat lambda=0,97
-15 100 60
-30
plant plant
nilai parameter

nilai parameter

-20 model model -35 40


80 0 500 1000 0 500 1000
-25 putaran ke- putaran ke-
Parameter b3 saat lambda=0,95 Parameter b4 saat lambda=0,95
60 -40 25
-30 plant plant
eter

eter

model model
-35 40 -60 20
nilai param

nilai param

0 500 1000 0 500 1000


putaran ke- putaran ke-
Parameter b3 saat lambda=0,97 Parameter b4 saat lambda=0,97 -80 15
-40 25
plant plant
-100 10
nilai parameter

nilai parameter

model model 0 500 1000 0 500 1000


-60 20 putaran ke- putaran ke-

-80 15
Gambar 12. Hasil Simulasi =0,95
-100 10
0 500 1000 0 500 1000
Error tiap putaran saat lambda=1
putaran ke- putaran ke- 50

Gambar 10. Hasil Simulasi =0,97


40

30
r)
rro
n(e

20
a

Tiap simulasi dari Gambar 6 sampai Gambar 12


a h
la

10
rkes

dilakukan penghitungan MSE (mean square error) untuk


to

0
k
fa

-10

mengetahui error setiap nilai forgetting factor. Rumus MSE -20

yang digunakan adalah sebagai berikut (Ashry dkk, 2005): -30


0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
putaran ke-

(41)
Gambar 13. Faktor Kesalahan saat =1
(42)
Sim ulasi untuk setiap nilai (forgetting factor) 0.8
Error tiap putaran saat lambda=0,995

diperlihatkan faktor kesalahan sebagai berikut: 0.6

0.4
r)
rro
n(e

0.2
a h
laa

0
rk
to s
e

-0.2
k
fa

-0.4

-0.6

-0.8
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
putaran ke-

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 185

Error tiap putaran saat lambda=0,99

0.25 nilai MSE = 2.59230e-005 sudah cukup baik untuk


0.2

0.15
memperoleh hasil estimasi parameter yang konvergen
terhadap parameter plant.
r)
rro

0.1
n(e

0.05
a h
laa

0
rks
e

-0.05
to

Tabel 2. Nilai MSE (mean square error)


k
fa

-0.1

-0.15

-0.2
Forgetting factor () Nilai MSE
-0.25

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900


1 4,346423211704258e+002
0,995 0.02695916358580
putaran ke-

0.15
Error tiap putaran saat lambda=0,98
0,99 0.00817863464260
0.1 0,98 0.00668297898854
0,97 3.090791860474167e-004
r)
rro

0.05
n(e

0,96 5.941108989602176e-005
a h
laa

0,95
s

2.59230e-005
k
fa rk
to e

-0.05

F. Kesimpulan
-0.1

0 100 200 300 400 500


putaran ke-
600 700 800 900
Telah berhasil diperoleh estimasi parameter model fungsi
Error tiap putaran saat lambda=0,97
alih antara gaya tegang keluaran web terhadap masukan gaya
putar pada bagian rol pengumpan sistem transportasi web
0.15

dengan menggunakan metode RLS berbasis forgetting factor


0.1
r)

sebesar 0,95 dengan MSE = 2.59230e-005.


rro

0.05
a h
laan(e

0
k rk
to s
e

G. Daftar Pustaka
fa

-0.05

-0.1

0 100 200 300 400 500


putaran ke-
600 700 800 900 [1] Ashry, M., Abou-Zayed, U., Breikin,Tim., 2005, Design and
Implementation of a Time Varying Local Optimal Controller Based
0.15
Error tiap putaran saat lambda=0,96
on RLS Algorithm for Multivariable System, Control Systems
0.1
Centre, The University of Manchester, PO BOX 88, M60 IQD UK.
[2] Bastogne, T., Thomassin, M., Masse, T.,2007, Selection and
r)
rro

Identification of Physical Parameters from Passive Observation.


0.05
han(e

Application to a Winding Process, Control Engineering Practice 15,


la

0
rks
ea

9 (2007) 1051-1081.
k
fato

-0.05

-0.1
[3] Bonivento, C., Paoli A., Marconi, L., 2001, Direct Fault Tolerant
Control Approach for a Winding Machine, Department of
0 100 200 300 400 500
putaran ke-
600 700 800 900 Electronic, Sytems and Computer Science, University of Bologna.
[4] Herdjunanto, S., 2008, Digital Signal Processing, Lecture Note,
0.15
Error tiap putaran saat lambda=0,95
Electrical Engineering Gadjah Mada University.
0.1
[5] Hou Yi, 2001,Novel Control Approaches For Web Tension
Regulation, Cleveland State University, 2001.
r)

[6] Krnete, R., Antic, S., Stojanovic, D., Recursive Least Squares
rro

0.05
an(e

Method in Parameters Identification of DC Motors Models, Facta


a h
la

0
rks
e

Universitatis (NIS) Ser.: Elec. Energ. Vol. 18, No. 3, December


k
fato

-0.05

-0.1
2005, 467-478.
[7] Kuo, B.C., 1975, Automatic Control Systems, Third Edition,
0 100 200 300 400 500
putaran ke-
600 700 800 900 Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersy.
[8] Kuo, B.C, 1995, Automatic Control Systems, Seventh Edition,
Gambar 14. Faktor Kesalahan saat ISBN 0-13-304759-8, Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River, NJ
=0,995:0,99:0,98:0,97:0,96:0,95 07458.
[9] Pagilla, P.R., Dreinhoefer. L.H., Garimella, S.S., 2000, Robust
Observer Based Control of an Aluminum Strip Processing Line,
Faktor kesalahan untuk beberapa kondisi nilai yang IEEE Transactions on Industry Applications, Vol. 36, No.3,
ditunjukkan Gambar 13 dan Gambar 14 dapat dihitung MSE May/June 2000.
untuk tiap-tiap nilai diperlihatkan Tabel 2 , untuk = 1 [10] Pagilla, P.R., Garimella, S.S., Dreinhoefer, L.H., King, E.O., 2001,
Dynamic and Control of Accumulators ini Continuous Strip
dapat dikatakan metode RLS tanpa forgetting factor Processing Lines, IEEE Transactions on Industry Applications,
memberikan MSE yang cukup besar hal ini juga dapat Vol. 37, No. 3, May/June 2001.
dilihat hasil simulasi Gambar 6 bahwa parameter model [11] Pagilla, P.R., Dwivedula, R.V., Zhu, Y., Perera, L.P.,2003,
hasil estimasi tidak konvergen dengan parameter model. Jika Periodic tension Disturbance Attenuation in Web Process Lines
Using Active Dancers, Journal of Dynamic System, Measurement,
nilai diperkecil nilainya sampai = 0,95 terlihat dari Tabel and Control.
2 nilai MSE semakin kecil, hal ini memperlihatkan dengan [12] Pagilla, P.R., Dwivedula, R.V., Siraskar, N.B., 2007, A
MSE yang kecil parameter model hasil estimasi akan Decentralized Model Reference Adaptive Controller for Large Scale
konvergen terhadap parameter sistem/plant. Simulasi yang System, IEEE/ASME Transactions on Mechatronics, Vol. 12, No.
2, April 2007.
dilakukan menunjukkan dengan = 0,95 yang mendapatkan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


186 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

AKURASI SISTEM AKUISISI CITRA STEREO UNTUK MENGUKUR PARAMETER-


PARAMETER FISIS GELOMBANG LAUT

Nyoman Jelun*, Adhi Susanto**, Radianta Triatmadja***, Thomas Sri Widodo**


*Fakultas Teknik Universitas Sarjanawiyta Tamansiswa, Yogyakarta
**Jurusan Teknik Elektro Univesitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*** Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitaas gadjah Mada, Yogyakarta
Email: nym_jelun@yahoo.co.id

ABSTRAC kedokteran, investigasi kecelakaan lalu lintas,


As an archipelago Indonesias coastal is the dan oseanografi (Linder. W., 2006).
longest in the world. Hence it is of important to Pemanfaatan citra stereo Argus Beach
develop stereo image acquisition system to Monitoring Station, untuk meneliti peauruh
measure physical properties of sea wave. A gelombang laut terhadap dinamika pantai telah
simple equipment consisting of two dilakukan oleh banyak peneliti (Jaysen, N.,
VDR_250GC type camcorders made by 2002), (Santel.,dkk, 2002), dan (Santel.,dkk,
Panasonic is developed to take stereo 2004). Di Indonesia, aplikasi citra untuk
terrestrial photographic with the help of mengukur gelombang laut telah dilakukan oleh
modified tripod. The tri tripod assures that the BPPT-INDONOR, 1997, namun informasinya
camcorder base, orientation, and angles may sangat terbatas karena seluruh proses data
be adjusted easily. The system has been tested dilakukan di Oslo.
to capture linear model wave, and floating Sebagai neraga kepulauan yang
objects on the sea surface. The pictures were pantainya terpanjang di dunia, Indonesia perlu
taken using video mode with maximum zoon to mengembangkan sistem akuisisi citra stereo
take best details. The sequence of the picture (SACS) untuk mendukung pengelolaan dan
were then reconstructed to make three pelestarian kawasan pantainya.
dimensional using a software ( SACS adalah terapan teori sistem
PhotoModeller ). It was faun that systematic penginderaan binokular (human vision). Pada
error depend on parallax angles between the human vision, semakin jauh obyek nampak
camcorder stereo and the object. It was also semakin kecil dan sebaliknya. Persepsi itu
found that the stochastic error depends on bergantung pada sudut paralak yakni sudut
camcorder resolution and distance of object. yang dibentuk oleh obyek dengan kedua mata
For the linear waves model test, stochastic (Wolf., R, 1974).
error is 1.825%. Apilkasi SACS untuk obyek statis
menunjukan bahwa akurasi hasil pengukuran
Keyword : stereo image, camcorder, sea wave bergantung pada; geometri akuisisi citra,
1. PENDAHULUAN kontras warna obyek dengan latar belakangnya,
resolusi kamera, dan metode kalibrasi kamera
Pemanfaatan citra stereo yang (Jelun, N., dkk, 2009).
diakuisisi dari jarak dekat untuk keperluan
pemetaan, dan pengukuran termasuk lingkup 2. METODE PENELITIAN
fotogrammetri terrestrial (FT). Pada awalnya, Telah dirancang-bangun sebuah
FT dimanfaatkan untuk pemetaan situs-situs prototipe SACS yang terdiri atas 2 kamera, dan
bangunan, daerah galian, terowongan, dan 3 buah tripod yang dimodifikasi sehingga
cadangan material. Didukung oleh posisi dan orientasin kamera terhadap obyek
perkembangan teknologi informasi, FT dapat diatur sedemikian rupa seperti posisi dan
berkembang dan diterapkan pada berbagai orientasi kedua mata ketika melihat suatu
bidang seperti: pertanian, konservasi, ekologi, obyek. Set-up eksperimen SACS ditunjukan
kehutanan, arkeologi, antropologi, arsitektur, oleh Gambar 1.
geologi, geografi, teknik, kriminologi,

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 187

OBYEK APUNG
CAMCORDER CAMCORDER

CITRA 2D CITRA 2D

CITRA 3D

TIME SERIES GELOMBANG LAUT

KESALAHAN STOKASTIS & SISTEMATIS

Gambar 1 Diagram Blok SACS

2.1 Perangkat Keras dan Lunak terbentuk citra titik P(up, vp) pada sistem
Perangkat keras SACS pada penelitian ini koordinat citra 2D. Persamaan transformasi
adalah 2 buah camcorder Merk Panasonic tipe sistem koordinat 3D menjadi sistem koordinat
VDR_250GC, simulator gelombang linear, citra 2D adalah sebagai berikut:
singkroniser, dan personal komputer. Simulator X p X p
model gelombang menggunakan penggerak Y up' fXp +Zp X0 f 0 Xo 0Y
p vp' = fYp +ZpY0 = 0 f Yo 0 p (1)
motor stepper yang diprogram dari komputer Zp Z
(Gambar ). Singkroniser dimodifikasi dari
p
Z Z 0 0 1 0 p
p
remote bawaan camcorder yang berfungsi untuk 1 1
mengaktifkan dan atau menonaktikan kedua Dengan f adalah panjang fokus kamera, Xp , Yp,
camcorder pada saat yang sama. dan Zp, adalah koordinat titik P pada sistem
Perangkat lunak yang digunakan adalah koordinat kamera 3D. up, dan vp adalah
software Canopus untuk mengkonfersi format koordinat citra titik P yakni P pada sistem
citra video menjadi citra diam (still image), dan koordinat citra 2D, dan nilai w. semua titik pada
Photo Modeller untuk merekonstrusi citra tiga bidang citra adalah 0. Matrik 3X4 pada
dimensi (3D). persamaan (1) adalah elemen matrik orientasi
Prinsip dasar rekonstrusi citra 3D adalah interior kamera. Apabila citra diakuisisi dengan
inversi transformasi sistem koordinat 3D kamera miring, maka orientasi eksterior kamera,
menjadi sistem koordinat citra 2 dimensi (2D) harus diperhitungkan sehingga persamaan (1)
seperti ditunjukan Gambar 2. Pada ortofoto menjadi:
(kamera tidak miring) cahaya dipantulkan oleh X p
up' f 0 Xo 0
obyek P(Xp, YP, Zp) pada sistem koordinat Y (2)
Zp vp' = 0 f Yo 0 T p = M1M2 X = M X
R T
kamera 3D menuju pusat proyeksi (pusat sistem 0 1
3 p Z
koordinat kamera) melalui bidang citra, sehingga 1 0 0 1 0
1

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


188 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Zp juga disebut kedalaman titik P dilihat dari interieor kamera, M2 adalah elemen matrik
sistem koordinat kamera. M adalah matrik orientasi eksterior kamera. Pada persamaan (2),
proyeksi 3X4, M1 adalah elemen matrik orientasi faktor skew, dan distorsi radial belum diikutkan
Y bidang citra P(Xp,Yp., Zp)

X P(up, vp )

C f Z
v
(pusat proyeksi)
u Principal point

Gambar 2 Transformasi Sistem Koordinat.

2.2 Prosedur Penelitian dapat diatur memlalui program yang dibuat


Citra stereo dalam format video khusus dan diinstal pada komputer. Untuk
dikonversi menjadi runtunan pasangan citra meningkatkan kontras warna, maka simulator
stereo format citra diam (still image). model gelombang diletakan di atas plastik warna
Selanjutnya, setiap pasangan citra diam putih, dan di sekitarnya ditaruh bola-bola
direkonstruksi menjadi citra 3D. Dari setiap pingpong warna gelap (Gambar 4).
citra 3D dapat diekstrak tinggi obyek apung. Pada tahap uji kinerja sistem in situ,
Karena obyek apung bergerak, maka secara sejumlah obyek apung (bola plastik warna putih)
simultan ada perubahan tinggi (H) obyek apung ditaruh di permukaan laut sebagai indikator
antar citra 3D. Periode perubahannya dihitung fluktuasi permukaan air laut (Gambar 1).
dari kecepatan rekam camcorder perdetik ( t ).
Penyajian H dan t dalam bentuk grafik adalah 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
time series gelombang laut. 3.1 Uji Laboratorium
Geometri uji kinerja SACS yang
2.3 Tempat Penelitian menghasilkan citra setereo seperti Gambar 4
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua adalah sebagai berikut: basis kamera 140 cm,
tahap, yakni uji kenerja SACS di laboratorium, jarak obyek dinamis dengan kamera kiri 340 cm,
dan uji SACS in situ yang dilaksanakan di dan variasi tinggi obyek dinamis 0 s.d 20 cm dan
pelabuhan penangkap ikan (PPI) pantai periode putarannya 3 dtk. Citra diakuisisi pada
Ngrenehan Gunung Kidul Yogyakarta. Pada sore hari, cuaca terang. dan lensa camcorder
setiap percobaan, camcorder diseting pada membelakangi matahari.
resolusi citra maksimum, dan zoom Penyertaan obyek statis (bola pingpong)
dinonaktipkan. adalah agar citra stereo dapat dierkonstruksi
Uji kinerja SACS di Laboratorium menjadi citra 3D, karena untuk merekonstruksi
bertujuan untuk mengetahui akurasi sistem citra 3D dengan Photo Modeller memerlukan
dengan menghitung kesalahan stokastis dan minimal 6 obyek titik yang menyebar.
sistematis SACS. Pada uji laboratorium, SACS Pengukuran model gelombang dalam satu
dipakai untuk mengakuisisi citra simulasi model periode juga dilakukan secara manual.
gelombang linear yang frekuensi dan tingginya

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 189

Gambar 5 adalah hasil pengukuran panjang tuas yang bergerak vertikal tidak tak
model gelombang dengan SACS dan secara terhingga. Tinggi gelombang hasil pengukuran
manual. Ada perbedaan bentuk gelombang dengan SACS adalah 23,56 cm, dan hasil
sinusoidal menurut teori dengan hasil pengukuran secara manual 20,1 cm. Ada
pengukuran. perbedaan 3.46 cm. yang disebabkan oleh sudut
paralak. Sudut paralak camcorder adalah 2 x arc
tg(170/70) = 44.760, dan disebut kesalahan
Synchronous
moving objects sistematis. Pada sudut paralak 150 tinggi obyek
sama dengan yang terlihat oleh mata, dan jika
Motor
Stepper lebih besar daripada 150 akan nampak lebih
tinggi dan sebaliknya (Wolf, P., R, 1974).
Jika Gambar 5 dicermati secara teliti
nampak bahwa dara derau pada kurve time series
Interface
hasil pengukuran. Derau itu tak lain adalah
kesalahan ukur stokastis. Akurasi sistem
ditentukan oleh kesalahan ukur stokastis yang
Gambar 3 Simulator Gelombang Linear
dapat dianalisis dengan mengekstrak
Bentuk gelombang hasil pengukuran tinggi obyek statis pada setiap citra 3D.
agak knoidal. Bentuk knoidal itu akibat dari .

obyek dinamis (f = 0.33Hz)

obyek statis yg dianalisis

Gambar 4 Citra Stereo Model Gelombang Linear dengan 1 Obyek Dinamis (1760X990piksel)
15

10

5
Tinggi (cm)

0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94
-5

-10

-15

t (X1/25dtk)

ukur citra teori ukur_m anual

Gambar 5 Hasil Pengukuran 1 Periode Model Gelombang dengan 1 Obyek Dinamis

Hasil ekstaksi tinggi 3 obyek statis dalam Oleh karena semua obyek statis, maka
lingkaran di kanan obyek dinamis pada Gambar 4 hasil pengukuran seharusnya konstan tetapi
ditunjukan oleh Gambar 6.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


190 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 6 menunjukan tidak konstan, namun Kesalahan ukur stokastis ditunjukan oleh
polanya sama. nilai deviasi pada Table 1. Nilai deviasi
Tabel 1 Deviasi tinggi (H) ukur obyek statis. menunjukan bahwa semakin jauh obyek
kesalahan stokastisnya semakin besar, dan
Objek. obyek obyek
dekat tengah jauh sebaliknya. Apabila model gelombang posisinya
Hmak pada obyek 2, maka kesalahan stokastinya adalah
(cm) 3.29 2.98 3.23 0,415: 20,1 X 100% = 1,825 % suatu suatu hasil
Hmin yang cukup akurat. Kesalahan itu dapat
(cm) 2.56 2.15 2.33 diminimalisasi dengan meningkatkan resolusi
Devia
(cm) 0.365 0.415 0.45
kamera, oleh karena elemen citra (piksel) obyek
dekat lebih banyak daripada obyek jauh.
Kesalahan sistematis tidak dapat dianalisis kerena
lantai tidak datar.
3.4 140

3.2 120

3 100
tinggi obyek (cm)

80

H (cm)
2.8
60
2.6
40
2.4
20

2.2 0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
2 t ((1/30 dtk)
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49
no. urut bingkai Citra

obyek dekat obyek tengah obyek jauh Gambar 8 Hasil Pengukuran Tinggi
Model Gelombang di Danau Buatan
Gambar 6 Hasil Pengukuran Tinggi Obyek
Statis
3.2 Uji in situ
Pada aplikasi sistem di laut jarak obyek Uji SACS in situ dilakukan pada 5 Juli
dengan kamera relatif leibih jauh. Oleh karena itu 2009, pada sekitar pukul 16. 00 di PPI
juga dilakukan uji kenerja SACS di danau buatan Ngrenehan. PII Ngrenehan adalah sebuah teluk di
kawasan wisata Agro Komplek TNI AU Kecamatan Kanigoro Kabupaten Gunung Kidul
Adisucipto. Pada uji itu, sejumlah bola plastik Yogyakarta. Gelombang di PPI Ngrenehan
diletakan di permukaan air danau dan sebuah adalah gelombang laut selatan yang sudah pecah,
bola lainnya digerakan naik turun 30 cm secara sehingga tingginya relatif kecil dibandingkan
manual. Sebuah patok dipancang di tengah dengan gelombang yang belum pecah.
danau, dan pada ujungnya dipasang kait untuk Pengambilan data dilakukan 3 hari menjelang
menyangga tali pengikat bola yang bergerak naik bulan penuh (purnama), sehingga air laut surut.
turun (Gambar 7). Kamera ditempatkan di atas Air mulai pasang sekitar pukul 16.00. Ketika data
tebing yang tingginya sekitar 7,5 m di atas diambil, cuaca berawan sehingga tidak ada sinar
permukaan air. Basis kamera 8 m, dan jarak bola langsung. Basis kamera 10 m laut selatan, dan
dinamis 26 m dari kamera kiri. Gambar 8 konvergen pada obyek apung. Jarak obyek dari
menunjukan bahwa asil pengukuran variasi kamera adalah 25 m. Akuisisi citra dilakukan
ketinggian bola adalah 29.06 cm. selama 1 menit. Sebuah citra stereo dalam format
still image hasil dari pengolahan runtunan citra
stereo dalam format video ditunjukan oleh
Gambar 9. Tinggi gelombang rerata hasil
pengukuran berkisar 15 cm. Minimalisasi
kesalahan stokastis dapat dilakukan dengan
teknik moving avarage (kurva merah pada
Gambar 7 Citra Stereo model Gelombang di Gambar 10). Sesaat sebelum uji SACS in situ
atas Danau Buatan juga dilakukan pengukuran secara manual meakai
mistar. Mistar dicelupkan kedalam air, kemudian
permukaan air tertinggi dan terendah diamati

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 191

beberapa saat. Hasil pengamatan menunjukan cukup signifikan, maka akurasi SACS untuk
bahwa tinggi gelombang berkisar 15 cm. Apabila aplikasi in situ cukup baik.
tidak ada perubahan tinggi gelombang laut yang

Gambar 9 Citra Stereo Gelombang Laut PPI Ngrenehan (1760X990piksel).

25

20

15
H (cm)

10

0
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 97 101 105 109 113 117 121 125 129 133 137 141 145 149 153
t x 1/15 (dtk)
tengah 5 per. Mov. Avg. (tengah)

Gambar 10 Hasil Pengukuran Gelombang Laut di PPI Ngrenehan

4. KESIMPULAN Fulfilment of The Academic Requirement


1. Ada dua tipe kesalahan yang mnentukatan Degrre of Master of Science in The School
akurasi SACS untuk megukur gelombang of Pure Applied Physics University of
laut yaitu kesalahan sistematis dan Natal.
kesalahan stokastis. Jelun, N., dkk, Development of Stereo Image
2. Akurasi SACS bergatung atas jarak obyek Acquition System to Measure Physical
dari basis kamera, dan resolusi kamera, Propertiies of Water waves, International
semakin jauh obyek, dan semakin rendah Seminar on Climat Change impacts on
resolusi kamera maka akurasinya semakin water resource and VCoastal management
jelek, dan sebaliknya semakin dekat obyek, in Developing countries, Menado, Mei 11-
dan besar resolusi kamera maka akurasinya 13 mei 2009.
semakin baik.
3. Akurasi SACS untuk uji model gelombang Linder, W., Digital Photogrammetry,
linear yang tinggi 20 cm dari jarak 340 cm Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2006
sangat baik, kamera kesalahan stokastisnya
hanya 1.825 %. Santel, F., C. Heipke., S. Konneeke, H.
Wegmann, 2002, Image Sequence
Matching for The Determination of Three-
5. DAFTAR PUSTAKA Dimentional Wave Surface, Institut for
Photgrametry and GeoInformation,
Jaysen, N., 2002, Measurement of Validation of Univercity of Hanover Nienburger Str,
Waterline and Surface Current Using Surf- 1,30167 Hanover, Germany.
zone Video Imaging, Submitted in

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


192 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Santel, F., Wilfried Linder., Christian Heipke.,


Image Sequence Analisis Of Surf Zones: Argus Vodeo Metric Sistems, NorthWest
Methodology and First Results, Institut Of Research Associates, 14508 NE 20th
Photgrametry and GeoInformation, St,Bellevue,tersediadi
University of Hanover, Germany, (santel, http://www.coastal.udel.edu/coastal/nearsh
linder, heipke)@ipi.uni-hanover.de, diakses orereport/nrwreport.html
2004.
BPPT-INDONOR, 1997, Baron Wave Power
Wolf, P. R., Elements of Photogrametry, Proyect, Proyect Devinition Report
McGRAW-HILL KOGAKUSA, LTD,
Tokyo, 1974.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 193

Segmentasi Citra untuk Analisis Termogram Payudara

Oky Dwi Nurhayati, Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo

Fakultas Teknik Elektro


Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
oky@mail.te.ugm.ac.id, adhisusanto@jmn.net.id, thomas@mti.ugm.ac.id

Abstract menganalisis informasi menggunakan program komputer


dengan pengawasan seorang dokter yang sudah ahli.
Image segmentation is an important research Ketidaknormalan pola panas ini merupakan tanda paling
awal diketahuinya bentuk kanker.
area in digital image processing with several applications
in vision-guided autonomous robotics, product quality Breast thermography (termografi payu-dara)
inspection, medical diagnosis, the analysis of remotely mengukur perbedaan dari emisi bahang inframerah pada
jaringan payudara normal dan adanya ketidaknormalan
sensed images, etc. The aim of image segmentation can
be defined as partitioning an image into homogeneous kanker payudara seperti penyakit fibrosistik, kista, infeksi
regions in terms of the features of pixels extracted from dan tumor ganas atau kanker payudara. Hal ini dilakukan
dengan menghasilkan keakuratan dan tingkat sensi-tivitas
the image.
yang tinggi. Breast thermography adalah suatu sarana
Edge detection, thresholding and c-mean pemeriksaan non-invasif untuk fisiologi jaringan
clustering are simple segmentation steps in typical payudara. Teknologi ini tidak berarti menggantikan
thermogram images and were the focuses in our research. mamografi atau pemeriksaan diagnostik lain yang
These methods were examined and tested especially on digunakan sebagai pemeriksaan klinis ketidaknormalan
breast thermogram images. The image data chosen were anatomi jaringan payudara. Saat ini telah dikembangkan
normal breast thermogram images as well as those which infrared thermography yang diaplikasikan pada bidang
have indication of cancer (tumor). Furthermore, the kedokteran. Salah satunya adalah pada pemeriksaan
statistical features extracted from the objects were jaringan payudara untuk mendeteksi adanya kanker
analysed. The results show a promising guide for further payudara. Beberapa kamera infrared yang telah
analysis steps toward more specific purposes. dikembangkan diantaranya adalah kamera infrared
thermal imager jenis thermo-tracer TH 7700, kamera
Key words: edge detection, thresholding, c-mean infrared IRIS 5000, maupun kamera infrared termal jenis
clustering, statistical features, breast thermogram Fluke. Masing-masing kamera dilengkapi dengan
software yang dapat berinteraksi dengan manusia dengan
menggunakan interface tertentu.
PENDAHULUAN Pengolahan citra didefinisikan sebagai proses
pengolahan dan analisis citra menyangkut masalah
Termografi merupakan metode yang non-invasif persepsi visual. Proses pengolahan citra yang berkaitan
dan mempunyai kemampuan untuk mendeteksi perubahan dalam membentuk model objek adalah proses segmentasi
fisiologi payudara yang disebabkan pertumbuhan kanker dan representasi citra. Segmentasi merupakan langkah
(Michal,1980). Termografi dapat mengidentifikasi pertama yang biasanya digunakan sebelum proses analisis
perubahan fisiologi lokal dan aliran darah sebelum terhadap citra dilakukan.
pemeriksaan klinis atau test screening dilakukan.
Dibandingkan dengan X-ray, CT Scan, ultrasonografi dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI), pemeriksaan LANDASAN TEORI
pencitraan termal digital menggunakan inframerah
memiliki kemampuan khusus, yaitu menunjukkan Segmentasi citra bertujuan untuk membagi
perubahan fisiologi dan metabolisme. Disamping itu wilayah-wilayah yang masing-masing homogen.
pencitraan termal digital menggunakan bidang inframerah Segmentasi adalah salah satu metode penting yang
juga cukup efektif dilakukan karena biaya yang digunakan untuk mengubah citra input ke citra output
dikeluarkan relatif rendah dibandingkan dengan peralatan berdasarkan atribut yang diambil dari citra tersebut.
diagnostik atau screening. Termografi memiliki Segmentasi membagi citra ke dalam daerah intensitasnya
keakuratan pengujian yang tidak dipengaruhi oleh masing-masing sehingga bisa membedakan antara objek
kepadatan jaringan payudara pada wanita di bawah usia dan background-nya. Pembagian ini bergantung pada
50 tahun. Termografi dapat mendeteksi ketidaknormalan masalah yang akan diselesaikan. Segmentasi harus
pola panas dengan kamera inframerah tertentu dan dihentikan apabila masing-masing objek telah terisolasi

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


194 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

atau terlihat dengan jelas. Tingkat akurasi hasil cukup berguna untuk menentukan pusat tepi yang tebal.
segmentasi bergantung pada tingkat keberhasilan Agar dapat diklasifikasikan sebagai titik tepi, transisi
prosedur analisis yang dilakukan, dan diharapkan proses tingkat keabuan pada titik tersebut harus cukup kuat
segmentasi memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. dibandingkan dengan latarbelakang di sekitarnya. Untuk
menentukan apakah suatu nilai cukup signifikan atau
Algoritma proses segmentasi citra ada 2 macam tidak, bisa digunakan threshold. Jadi, suatu titik di dalam
sebagai beikut: citra merupakan bagian edge, jika turunan pertama 2-D
1. Diskontinuitas nya lebih besar dari threshold.
Pembagian citra berdasarkan perbedaan Himpunan titik-titik yang terhubung menurut
intensitasnya. Contohnya: titik, garis, dan edge (tepi). kriteria keterhubungan tertentu ditentukan sebagai tepi.
2. Similaritas Istilah segmen tepi digunakan jika ukuran tepi relatif
Pembagian citra berdasarkan kesamaan-kesamaan pendek dibanding ukuran citra. Permasalahan dalam
kriteria yang dimilikinya. Contohnya: thresholding, segmentasi adalah bagaimana cara merang-kai segmen-
region growing, region splitting, dan region merging. segmen tepi ini menjadi satu tepi yang lebih panjang.
Tepi juga bisa ditentukan menggunakan karakteristik zero
crossing pada turunan kedua.
Pengambangan (Thresholding) Menurut Nalwan (1997), K-Mean Clustering
Operasi pengambangan digunakan untuk adalah teknik segmentasi citra berdasarkan intensitas
mengubah citra dengan format skala keabuan, yang warna. Berasumsi bahwa objek-objek yang akan
mempunyai kemungkinan nilai lebih dari 2, ke citra biner dipisahkan cenderung memiliki intensitas warna yang
yang memiliki 2 nilai (yaitu 0 dan 1). berbeda-beda dan masing-masing objek memiliki warna
Persamaan yang digunakan untuk menentukan yang hampir seragam. Pada k-mean clustering dilakukan
pengambangan suatu citra: pembagian citra dengan membagi histogram citra.

putih, jika level keabuan > T , Berikut langkah-langkahnya:


piksel
hitam, jika level keabuan T , 1. Pertama-tama dicari intensitas maksimum dan
(1) minimum yang digunakan dalam citra.
Pengambangan merupakan salah satu cara
2. Dari intensitas minimum ke maksimum dilakukan
pembagian sejumlah N. N ini menentukan jumlah
segmentasi citra yang paling sederhana yang dilakukan
objek yang diharapkan ada pada gambar.
untuk memisahkan latar belakang objek.
Tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas 3. Setelah dilakukan pembagian, histogram akan terbagi
derajat keabuan yang mendadak (besar) pada jarak yang menjadi bagian-bagian yang disebut cluster
singkat. Perbedaan intensitas inilah yang menampakkan (kelompok). Kemudian pada citra dilakukan
rincian batas objek pada gambar. Bentangan tepi dapat penelusuran untuk seluruh titik, setiap titik akan
diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda- dikelompokkan ke cluster terdekat sehingga hasil
beda bergantung pada pola perubahan intensitasnya. Pada akhir dari proses ini adalah jumlah warna pada
penelitian ini operator deteksi tepi yang digunakan adalah gambar menjadi N.
deteksi tepi operator gradien. Pada prakteknya, ketidak- 4. Kemudian mencari hasil rata-rata/mean atas seluruh
sempurnaan optis, sampling, dan proses pengambilan data titik pada setiap cluster, kemudian mengganti warna
citra, akan menghasilkan tepi-tepi yang kabur, dengan seluruh titik di dalam cluster-cluster tersebut dengan
derajat kekaburan ditentukan oleh faktor-faktor seperti rata-rata cluster masing-masing.
kualitas peralatan optika yang digunakan untuk
mengambil data citra, rata-rata sampling, dan kondisi MATERI DAN METODE
pencahayaan. Akibatnya, tepi lebih banyak dimodelkan
seperti ramp (tanjakan). Ketebalan tepi ditentukan Materi yang digunakan dalam penelitian ini
berdasar panjang ramp. Panjang ramp ditentukan adalah data digital termogram payudara yang di akusisi
berdasar kemiringan (slope), dan slope (lereng) menggunakan kamera termal Fluke Ti20 dengan software
ditentukan berdasar derajat kekaburan. Tepian yang kabur InsideIR 3.11. Data digital di download dari kamera
cenderung lebih tebal, dan tepian yang tajam cenderung termal Fluke Ti20 disimpan dengan format penyimpanan
lebih tipis. Secara analitis magnitude turunan pertama dengan ekstensi .jpg untuk selanjutnya digunakan sebagai
bisa digunakan untuk mendeteksi kebera-daan tepi di input pada program simulasi. Jumlah data yang
suatu titik dalam citra (misalnya, menentukan apakah digunakan berjumlah 50 citra termogram payudara yang
suatu titik berada pada ramp atau tidak). Tanda pada terbagi dalam 3 jenis objek, yaitu citra digital termogram
turunan kedua bisa digunakan untuk menentukan apakah normal, citra digital termogram dengan indikasi kanker
suatu piksel tepi terletak pada sisi gelap atau sisi terang payudara dini, dan citra digital termogram dengan
tepi. indikasi kanker payudara lanjut. Agar dapat diolah oleh
Karakteristik zero-crossing (garis lurus imajiner program aplikasi dengan tampilan yang wajar dan waktu
yang menghubungkan nilai ekstrim positif dan negative pengolahan yang cukup cepat, ukuran citra yang
turunan kedua akan melintasi nol di pertengahan tepi) dimasukkan adalah lebar 256 piksel dan tinggi 192
piksel.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 195

Diagram alir langkah-langkah pengolahan citra Gambar 2. Hasil median filter (a) termogram normal, (b)
ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. termogram dengan kanker payudara dini, (c) termogram
dengan kanker payudara lanjut

citra input
Setelah di filter dengan menggunakan median
filter, masing-masing citra termogram digital
disegmentasi dengan menggunakan beberapa metode
Median filter
segmentasi seperti deteksi tepi, pengambangan, dan
clustering. Beberapa operator deteksi tepi yang digunakan
dalam segmentasi ini antara lain deteksi tepi gradien
Segmentasi dengan operator Robert, Sobel, serta Prewit. Hasil deteksi
tepi dari masing-masing operator deteksi tepi untuk citra
digital termogram normal ditunjukkan pada Gambar 3
berikut.
Ciri statistik

Gambar 1. Flowchart Proses Penelitian

HASIL ANALISIS

Hasil simulasi peningkatan kualitas citra dengan


menggunakan median filtering pada masing-masing citra
digital termogram payudara normal, termogram dengan
indikasi kanker payudara dini maupun kanker payudara (a)
lanjut ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

(a) (b)

(b)
(c)

Gambar 3. Hasil deteksi tepi termogram normal (a)


operator Prewit, (b) operator Sobel, (c) operator Robert

Sedangkan hasil deteksi tepi dari masing-masing


operator deteksi untuk citra digital termogram dengan
kanker payudara dini dan kanker payudara lanjut
ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5 berikut.
(c)

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


196 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

(c)
(a)
Gambar 5. Hasil deteksi tepi termogram kanker payudara
lanjut (a) operator Prewit, (b) operator Sobel, (c) operator
Robert

Hasil simulasi dengan metode segmentasi


pengambangan tunggal pada T>150 ditunjukkan oleh
Gambar 6 berikut.

(b)

(c) (a)

Gambar 4. Hasil deteksi tepi termogram kanker payudara


dini (a) operator Prewit, (b) operator Sobel, (c) operator
Robert

(b)

(a)

(c)

Gambar 6. Hasil pengambangan tunggal dengan T>150


(b) (a) termogram normal, (b) termogram kanker payudara
dini, (c) termogram kanker payudara lanjut

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 197

Hasil simulasi dengan metode k-mean clustering pada a. Nilai rata-rata termogram kanker payudara dini
k=4 untuk ketiga jenis citra termogram ditunjukkan oleh = 143 dengan nilai standar deviasi = 33
Gambar 7 berikut. b. Nilai rata-rata termogram kanker payudara lanjut
= 158 dengan nilai standar deviasi = 40

KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: Metode segmentasi k-
mean clustering merupakan metode segmentasi yang
lebih tepat diterapkan pada citra digital termogram
payudara, sedangkan metode segmentasi pengambangan
dan metode deteksi tepi gradien kurang tepat diterapkan
pada citra digital termogram payudara karena
(a) menghasilkan citra keluaran yang tidak begitu jelas,
analisis statistik yang meliputi rata-rata dan standar
deviasi yang diekstrak dari objek dapat menunjukkan
termogram normal, termogram dengan indikasi kanker
payudara dini maupun termogram dengan indikasi kanker
payudara lanjut. Hasil analisis statistik dari fitur tekstur
didapatkan bahwa citra digital termogram normal
memiliki nilai rata-rata yang paling besar dan memiliki
nilai standar deviasi paling kecil dibandingkan termogram
yang tidak normal (yang terdeteksi adanya kanker
payudara dini maupun lanjut)
(b)
Daftar Pustaka

1. Hairong Qi, Phani Teja Kuruganti, Wesley E.


Snyder, 1995, Detecting Breast Cancer From
Thermal Infrared Images by Asymmetry analysis,
http://www.google.com/asymmetry thermal
image.pdf (diakses tanggal 2 April 2008).
2. Jain, A.K.,1995, Fundamentals of Digital Image
Processing, Prentice-Hall of India, New Delhi

(c) 3. Liza Allen ,MD Thermal Image Medicine Systems ,


Gambar 7. Hasil segmentasi metode k-mean clustering http://www.google.com/TIMS_A4.pdf (diakses
citra termogram (a) normal, (b) kanker payudara dini, (c) tanggal 2 April 2008).
kanker payudara lanjut 4. Biran A., Breiner M., 1999, Matlab for Engineers,
Addisson-Wesley, New York.
Nilai statistik yang diekstrak dari masing-masing citra 5. Gros C., Gautherie M., 1980, Breast
termogram payudara adalah nilai rata-rata dan standar Thermography and Cancer Risk Prediction, Cancer,
deviasi dengan perbedaan sebagai berikut: V 45, No. 1 : 51- 56.
6. Schalkoff, R.J.,1799, Digital Image Processing and
Nilai rata-rata termogram normal = 214 dengan nilai Computer Vision, John Wiley & Sons, Inc,
standar deviasi = 6 Monticello.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


198 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Implementasi 1-D DCT Algoritma FeigWinograd


di FPGA Spartan 3E
Irma Yulia Basri 1), Bambang Sutopo 2)
1)
.Mahasiswa Teknik Elektro UGM
2)
.Dosen Jurusan Teknik Elektro UGM
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada,
E-mail: irmayuliabasri@yahoo.com, bsutopo@te.ugm.ac.id

Jazi Eko Istiyanto 3)


3)
.Dosen Jurusan Fisika UGM
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada,
E-mail: jazi@ugm.ac.id

Abstract Pengurangan jumlah perkalian, merupakan perancangan perangkat keras digital, sehingga diperoleh
satu cara untuk mengasilkan komputasi cepat Discrete Cosine rancangan yang ekonomis dan efisien [5].
Transform (DCT). Algoritma 1-D DCT Feig-Winograd
merupakan modifikasi dari persamaan 1-D DCT yang mampu
meminimumkan penggunaan operasi perkalian dari 64 pengali Penelitian tentang DCT dan FPGA telah banyak
menjadi 13 pengali. Operasi perkalian dirancang dengan 2 diusulkan oleh para peneliti di berbagai jurnal ilmiah.
metode yaitu pengali dari operator Xilinx dan pengali dengan Modifikasi algoritma DCT dalam bentuk scale DCT dapat
metode Booth. Implementasi 1-D DCT Feig-Winograd pada mengurangi operasi perkalian. Pengurangan operasi
FPGA menghasilkan, komputasi menggunakan pengali dari perkalian akan mempercepat proses komputasi dan
operator xilinx 53,99 kali lebih cepat dibandingkan dengan menjadikan DCT sebagai algoritma cepat. Untuk 2-D DCT
Booth, akan tetapi tingkat keakuratan, hasil perkalian dengan dibutuhkan 54 kali perkalian dan 462 penjumlahan, hal ini
metode Booth masih unggul dibandingkan dengan operator memungkinkan komputasi hanya membutuhkan 16 fixed
Xilinx.
poin aritmetika dengan maksimum 8 input [1]. algoritma
Keywords: DCT, Booth, Winograd, FPGA, Xilinx scale DCT yang dioperasikan pada IBM RS/6000,
membutuhkan 32 floating poin dan 32 fixed poin register,
dioperasikan secara paralel pada frekwensi 25Mhz dan
I. PENDAHULUAN menbutuhkan 60% waktu operasi aritmetika dari total
operasi yang dilakukan [4]. Optimalisasi bentuk DCT klasik
menjadi DCT dalam bentuk algoritma Winograd, dapat
Citra digital sebagai salah satu teknik penyampaian mengurangi jumlah perkalian dan instruksi perkalian
informasi sudah semakin pesat perkembangannya saat ini. tersebut dapat diganti dengan instruksi-instruksi
Citra digital yang berkualitas tinggi, menunjukkan resolusi penjumlahan dan pengurangan. Pengurangan instruksi
yang dimiliki sebuah citra tersebut juga tinggi. Pengolahan perkalian dapat mempercepat tampilan output (proses
citra digital beresolusi tinggi membutuhkan komputasi yang komputasi) [2].
cepat. Komputer biasa, tidak akan mampu melakukan proses
tersebut. Sudah lama diciptakan algoritma-algoritma yang
bisa melaksanakan komputasi secara cepat seperti, Discrete II. DASAR TEORI
Fourier Transform (DFT), Fast Fourier Transform (FFT),
Discrete Cosines Transform (DCT) dan lain-lain. A. Algoritma Feig-Winograd
DCT pertama kali dikenalkan oleh Ahmed T Natarajan
DCT saat ini sudah banyak digunakan untuk pengolahan dan K.R Rao pada tahun 1974. DCT terdiri atas dua tipe
sinyal digital seperti mengkompresi sinyal suara, gambar yaitu Discrete Cosine Transform 1 dimensi (1-D DCT) dan
dan video. Penggunaan DCT yang paling pupoler adalah Discrete Cosine Transform 2 dimensi (2-D DCT).
untuk pengolahan file gambar JPEG. Komputasi Persamaan 1-D DCT untuk delapan input secara matematik
menggunakan DCT, perlu dilakukan optimisasi data. dapat dituliskan dalam bentuk:
Optimisasi bertujuan untuk mengurangi operasi aritmetika,
7
(2n + 1)k
S ( k ) = n a(n) cos
tepatnya untuk mengurangi cacah operasi perkalian. Semakin
; k = n = 0,1,2...8............(1)
sedikit operasi perkalian maka komputasi juga akan n =0 16
semakin cepat, begitupun apabila di implementasikan pada
perangkat keras, cacah perkalian yang sedikit akan 0 = 18 ........dan.....1, 2,3...7 = 2 8 .......(2)
membutuhkan perangkat keras yang sedikit juga.
Perancangan dengan FPGA (Field Programmable Gate S (k ) = output pixel dan a(n) = input pixel
Array) merupakan jawaban tepat untuk mempercepat proses

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 199

Persamaan (1) apabila dibuat dalam bentuk iterasi atau Algoritma 1-D DCT Feig-Winograd terdiri atas 88 baris
looping, cukup dengan 9 baris algoritma akan mengasilkan kode yang pendek, jumlah yang cukup banyak jika
program yang mampu mengolah nilai input piksel menjadi dibandingkan dengan algoritma persamaan (1), yang hanya
koefisien output DCT. Algoritma ini untuk 1 koefisien sembilan baris. Meskipun jumlah baris algoritma 1-D DCT
output membutuhkan 8 kali perkalian, sehingga untuk 8 Feig-Winograd lebih banyak, tetapi algoritma ini hanya
output yang akan dieksekusi dibutuhkan 64 kali perkalian. membutuhkan 13 kali perkalian. Jika dimisalkan, pada
Feig (1992) dan Guidon (2002) mengungkapkan bahwa proses komputasi 1 perkalian membutuhkan waktu
perkalian membutuhkan lebih banyak waktu untuk proses 1detik, dengan mengabaikan waktu untuk operasi
komputasi dibandingkan dengan operasi penjumlahan dan penjumlahan dan pengurangan, maka algoritma 1-D DCT
pengurangan. Feig-Winograd dengan 8 input akan membutuhkan waktu
13detik, sedangkan algoritma iterasi persamaan (1) akan
Perkalian pada algoritma persamaan (1) bisa membutuhkan waktu 64 detik. Perbandingan tersebut
diminimalkan dengan memodifikasi data flow diagram menunjukkan bahwa algoritma 1-D DCT Feig-Winograd
butterfly yang sudah dikembangkan oleh Winograd ( )
4,923 kali 64 = 4,923 lebih cepat dibandingkan dengan
13
(Guidon, 2002).
algoritma iterasi pada persamaan (1).
Modifikasi diagram alir butterfly akan ditansfer ke Rancangan algoritma 1-D DCT Feig-Winograd
dalam bentuk algoritma atau kode-kode. Algoritma yang diimplementasikan ke dalam FPGA Xilinx Spartan 3E,
dirancang dari modifikasi data flow ini harus sesuai dengan diharapkan komputasinya lebih cepat serta pemakaian
persamaan 1-D DCT. Modifikasi yang ditawarkan oleh hardwarenya lebih sedikit jika dibandingkan
Kaiser (2003) bisa dijadikan acuan komputasi cepat DCT. diimplementasikan pada mikroprosessor, hal ini
dikarenakan FPGA Xilinx Spartan 3E untuk 1 circle bisa
memproses 8 input secara serempak, sedangkan
mikroprosessor, 1 input dibutuhkan 1 circle. Jika
dimisalkan, akan diproses data sebanyak 8 input dan 1 circle
membutuhkan waktu 1 detik, maka untuk FPGA hanya
akan dibutuhkan waktu 1 detik sedangkan pada
mikrokontroler akan dibutuhkan waktu 8 detik, artinya
implementasi rancangan algoritma 1-D DCT Feig-
Winograd pada FPGA proses komputasinya 8 kali lebih
cepat jika dibandingkan dengan mikroprosessor.

B. Booth Algorithm
Operasi perkalian dengan Algoritma Booth dapat
menghasilkan perkalian dengan perangkat keras yang lebih
kecil dibandingkan proses perkalian digital secara umum.
Hal ini cacah partial product pada Booth hanya setengah
setengah dari operasi perkalian biasa. Implementasi dengan
perangkat keras akan lebih menguntungan bila bilangan
Gambar 1. Grafik Data Flow 1-D DCT Feig-Winograd pengali berupa konstanta yang banyak mengandung kode 1
(Kaiser, 2003) berurutan. Dari gambar 1 terlihat bahwa ada 13 pengali
dengan bilangan yang tertentu dan tetap, oleh karena itu
implementasi dengan algoritma Booth akan menguntungkan
Diagram data flow 1-D DCT Feig-Winograd, terdiri dari karena banyak menghemat perangkat keras.
9 step (a, b, c, d, e, f, g, h, i dan s). Delapan buah step
digunakan untuk operasi penjumlahan dan pengurangan, C. FPGA
keseluruhan step ini mempunyai 29 operasi Field Programmable Gate Array (FPGA) merupakan
penjumlahan/pengurangan. Operasi perkalian tersebar komponen elektronika dan semikonduktor yang mempunyai
pada empat buah step yang terdiri atas 13 perkalian. komponen gerbang terprogram dan sambungan terprogram.
Komponen gerbang terprogram pada FPGA tediri dari
3 gerbang dasar digital (AND, OR, XOR, NOT) maupun jenis
m1 = cos ; m2 = cos ; m3 = cos fungsi matematis dan kombinasi rangkaian digital yang
4 8 8 lebih komplek seperti decoder, adde, subtractor, multiplexer
5 3 dan lain-lain. Blok-blok komponen di dalam FPGA bisa
m4 = cos ; m5 = cos ; m6 = cos dan juga mengandung elemen memori (register) mulai dari flip-
16 16 16 flop sampai pada RAM (Random Access Memory). FPGA
7 berbeda dari general-purpose mikroprosesor (misalnya
m7 = cos Intel) dalam hal fleksibilitas logic-nya. Mikroprosesor
16 mempunyai hardware yang tetap. Assembly programmer

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


200 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

memprogram suatu komputasi dengan keterbatasan pada III. METODOLOGI PENELITIAN


register, siklus fetch-decode-execute, serta fungsi-fungsi Tahapan penelitian yang dilakukan adalah:
ALU (Arithmetic And Logic Unit) dan pada banyaknya bit 1. Pembuktian dan ujicoba komputasi data input
suatu register yang jumlahnya tetap. persamaan (1) secara manual dan dibandingkan dengan
hasil komputasi dengan Toolbox Matlab. Perbandingan
FPGA berbeda dari mikrokontroler (misalnya ATMEL), ini diperlukan untuk menguji keakuratan komputasi
karena mikrokontroler pada prinsipnya adalah yang dilakukan, dan untuk mengantisipasi kesalahan
mikroprosesor yang diprogram dengan bahasa assembly dan mungkin yang akan terjadi sebelum penelitian
dirancang sebagai pengendali bukan untuk komputasi. dikembangkan lebih jauh.
Mikroprosesor dan mikrokontroler mengimplementasikan 2. Uji coba algoritma 1-D DCT Winograd, dengan input
suatu komputasi pada hardware yang tetap. Hardware pada yang sama diujicobakan pada langkah pertama.
FPGAs diserahkan sepenuhnya pada design engineer untuk Algoritma 1-D DCT Feig-Winograd diperoleh dengan
memprogramnya. Sebelum diprogram, FPGA hanyalah menerjemahkan diagram alir pada gambar 1. Hasil
tersusun atas blok-blok yang belum dikonfigurasikan dan penerjemahan diagram alir gambar 1 terlihat pada tabel
interkoneksi yang belum disusun dan difungsikan. Oleh 1. a0 sampai a7 merupakan data input. Data input
karena itu, istilah yang lebih tepat adalah diperoleh dari contoh data yang sudah pernah
merekonfigurasikan FPGA, bukan memprogramnya dipublikasikan. Pada penelitian ini data input akan
(Istiyanto: 2003). Chip FPGAs yang sama dikonfigurasikan diambil dari slide yang dipublikasikan oleh Richard
dengan data yang berbeda akan mengimplementasikan Kelly, yaitu: a =[198 202 194 179 180 184 196 168];
hardware yang berbeda. Dalam pengertian lainnya apabila diurutkan: a0 = 198; a1 = 202; a2 = 194; a3 =
terprogram (programmable) dalam FPGA adalah mirip 179; a4 = 180; a5 = 184; a6 = 196 dan a7 = 168;
dengan interkoneksi saklar dalam breadboard yang bisa Nilai-nilai input tersebut tidak diinputkan melalui port
diubah oleh pembuat desain. Interkoneksi FPGA bisa FPGA, tetapi dibuat dalam bentuk konstanta dan
diprogram kembali oleh pengguna maupun pendesain di disimpan di dalam register. Hai ini bertujuan untuk
dalam lab atau lapangan (field). Oleh karena itu jajaran menghemat pemakaian Input Output Blok (IOB).
gerbang logika ini disebut field-programmable. Jenis
gerbang logika yang bisa diprogram meliputi semua Pengolahan input (a0 sampai a7), menggunakan komputasi
gerbang dasar untuk memenuhi kebutuhan yang manapun. 1-D DCT Feig-Winograd seperti diagram alir gambar 1,
terdiri atas 9 tahapan yaitu:
FPGA mempunyai komponen dasar yaitu: (1) LUT 2.1 Komputasi untuk memperoleh nilai b0 sampai b7
(Look-Up Table) yang berfungsi untuk 2.2 Komputasi untuk memperoleh nilai c0 sampai c7
menginplementasikan rangkaian kombinasi, (2) register 2.3 Komputasi untuk memperoleh nilai d0 sampai d8
(flip-flop) untuk mengimplementasikan elemen 2.4 Komputasi untuk memperoleh nilai e0 sampai e8
penyimpan/rangkaian sekuensial, (3) carry logic untuk 2.5 Komputasi untuk memperoleh nilai f0 sampai f7
fungsi aritmatika, dan (5) expansion logic untuk 2.6 Komputasi untuk memperoleh nilai g0 sampai g7
mengimplementasikan fungsi yang tergantung pada lebih 2.7 Komputasi untuk memperoleh nilai h0 sampai h7
dari 4 input. 2.8 Komputasi untuk memperoleh nilai i0 sampai i7
2.9 Komputasi untuk memperoleh nilai S0 sampai S7
Secara umum arsitektur internal IC FPGA terdiri atas Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
tiga elemen utama yaitu Input/ Output Blok (IOB),
Configurable Logic Block (CLB) dan Interkoneksi. Input/
Output Blok berfungsi sebagai interface antara external
package dari device dan internal user logic. Configurable Tabel 1. Algoritma 1-D DCT Winograd
Logic Block berfungsi untuk implementasi rangkaian Step 1
sekuensial dan menampilkan struktur dari tabel dasar. Serta b0 = a0 + a7; b3 = a3 + a4; b6 = a2 a5;
interkoneksi terdiri dari wire dan switches yang bisa b1 = a1 + a6; b4 = a0 a7; b7 = a3 a4;
diprogram, interkoneksi berfungsi untuk menghubungkan b2 = a2 + a5; b5 = a1 a6;
Configurable Logic Block yang berbeda Input/ Output Blok. step 2
c0 = b0 + b3; c3 = b1 b2; c6 = b6;
FPGA Xilinx Spartan 3E memiliki 4 buah swicth on/off c1 = b1 + b2; c4 = b4; c7 = b7;
dan switch rotary dengan 4 arah yang digunakan untuk c2 = b0 b3; c5 = b5;
menginputkan data. Tampilan output dari FPGA Spartan 3E Step 3
selain ditampilkan melalui 8 buah LED juga bisa d0 = c0 + c1; d3 = c2; d6 = -c5;
ditampilkan melalui 2 baris 16 karakter LCD Screen. d1 = c0 c1; d4 = -c6; d7 = -c4;
Output 1-D DCT pada penelitian ini ditampilkan melalui d2 = c3; d5 = c7;
LCD Screen. Pengaturan output menggunakan clock Step 4
internal 50MHz melalui pin C9 pada FPGA. e0 = d0; e4 = d4 d7; e6 = d5 d6;
e1 = d1; e5 = d5 + d7; e7 = d2;
e2 = m1*(d3 d2);
e3 = d4;
ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 201

Step 5 M_1 = 0010 1101 0100(2)


f0 = e0; f3 = e3; f6 = m1 * (-e4 + e6); 6.3 konversi biner M_1 di tambah LSB-nya dengan 0,
f1 = e1; f4 = m1 * e5; f7 = e7;
sehingga M_1 menjadi 0010110101000
f2 = e2; f5 = e4; 6.4 M_1 dicuplik 3-3 sesuai dengan ketentuan kaedah
Step 6 Booth. Cuplikan 3-3 ini akan mengasilkan kode bit
g0 = f0; g3 = f3 + f4; g6 = f6 f5;
yang menggambarkan operasi Booth yang akan
g1 = f1; g4 = f4 f3; g7 = f2 f7;
g2 = f2 + f7; g5 = f6 + f5; dilakukan.
Step 7
h0 = g0; h3 = g3; h6 = Tabel 2. Kode bit untuk pengali M_1
h1 = g1; h4 = g4; (1/2)*(1/m3)*g6; Kode Bit Keterangan
h2 = g2; h5 = (1/2)*(1/m2)*g5 h7 = g7; 000 Tambahkan 0 pada partial product
010 Tambahkan j pada partial product
Step 8
010 Tambahkan j pada partial product
i0 = h0; i3 = h3 h5; i6 = h6 h4;
i1 = h1; i4 = h4 + h6; i7 = h7; Tambahakan two s komplement j pada partial
110
i2 = h2; i5 = -h3 h5; product
Step 9 Tambahkan two s komplement j pada partial
101
s0 = (1/2)*m1*i0; s3 = -(1/4)*(1/m5)*(i4); s6 = (1/4)*(1/m3)*(i7); product
s1 = -(1/4)*(1/m4)*(i3); s4 = (1/2)*m1*i1; s7 = (1/4)*(1/m6)*(i5);
s2 = (1/4)*(1/m2)*(i2); s5 = -(1/4)*(1/m7)*(i6); 001 Tambahkan j pada partial product
*) j = bilangan yang akan dikalikan
3. Trasformasi algoritma 1-D DCT Winograd ke bahasa
Operasi dari masing-masing partial product dari tabel 1,
VHDL. Transfomasi ke VHDL, algoritma dirancang
dapat dilihat pada lampiran 2.
sesuai dengan kaedah VHDL. Algoritma ini dibuat
dalam 2 versi yaitu pengali dari operator pengali xilinx 6.5 Setelah tabel partial productnya diketahui, maka
dan pengali dengan algoritma Booth. Perancangan input untuk mengasilkan 12 bit hasil perkalian antara M_1
dan output bit dari 1-D DCT Feig Winograd adalah 12 dengan bilangan yang dikali j, dibuat algoritma
bit, dengan 1 bit MSB digunakan sebagai tanda dari bit menggunakan full adder, Carry Locked Ahead (CLA)
aritmatika tersebut. dan Sum Locked Ahead (SLA), algoritma untuk
operasai perkalian dengan M_1 dapat dilihat pada
Pengali menggunakan operator Xilinx, sama halnya lampiran 1.
dengan operator pengali pada Matlab, hanya saja di FPGA
digunakan bilangan bulat (integer). Karena pengali pada
gambar 1 masih berupa bilangan berkoma, maka bilangan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut harus diubah ke bentuk bilangan integer dengan Hasil dan pembahasan penelitian diperoleh dari langkah-
cara mengalikan dengan 2n. Hasil perkalian dibagi kembali langkah penelitian yang dijalankan:
dengan 2n ( digeser ke kanan sebesar n kali).
1. Menentukan nilai output 1-D DCT dengan tool box
Perancangan pengali dengan metode Booth dapat matlab. Untuk menentukan koefisien output 1-D DCT
dilakukan sebagai berikut: berdasarkan data pada langkah (1) hasil dan
1. Pengali dengan bilangan berkoma dikalikan dengan 210. pembahasan, dapat dilakukan sebagai berikut:
Hasil perkalian antara pengali dengan 210 , nilainya a = [198 202 194 179 180 184 196 168];
diambil dari hasil pembulatan. S = dct(a)
2. Nilai hasil pembulatan dikonversikan ke bilangan biner
S = [530,6836 19,8865 7,0604 7,2606 -18,0312
dan ditambahkan 0 pada LSB digit biner tersebut.
3. Penyandian digit biner pada langkah-2, dimulai dari LSB 5,9509 -7,8994 5,9074]
dengan formasi: 0-2, 2-4, 4-6, 6-8, 8-10, 10-12, dst, 2. Menentukan nilai output 1-D DCT dengan
sehingga dihasilkan sandi bilangan pengali berdasar menggunakan persamaan (1) dan (2). Berdasarkan
table Booth. perhitungan manual untuk persamaan 1-D DCT
4. Partial product yang terbentuk dijumlahkan dengan dengan input
algoritma penjumlahan Carry Locked Ahead (CLA) dan a = [198 202 194 179 180 184 196 168
Sum Locked Ahead (SLA).
S = [ 530,6836 19,8865 7,0604 7,2606 -18,0312
5. Hasil output dipotong 10 bit yang dihitung dari LSB.
5,9509 -7,8994 5,9074]
6. Contoh pengali dengan nilai m1 = cos(pi/4) = 0,707,
dengan untuk membuat VHDL menggunakan metode 3. Menentukan output 1-D DCT menggunakan algoritma
Booth dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1-D DCT Winograd pada tabel 1. Hasil output-nya
6.1 Pengali, dalam hal ini m1 = cos(pi/4) = 0.707 adalah:
dikalikan dengan 210, sehingga a = [198 202 194 179 180 184 196 168];
S = [ 530,6836 19,8865 7,0604 7,2606 -18,0312
M _ 1 = cos * 2 n = 724,07773439 (10 )
4 5,9509 -7,8994 5,9074]
6.2 M_1 dibulatkan menjadi 724(10) dan selanjutnya
dikonversikan ke dalam biner menjadi:

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


202 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Tabel 3. Tabulasi perhitungan tol box matlab manual


algoritma 1-D DCT DCT
DCT Output
Output Perhitungan Error Error
Input Toolbox Feig - Input Manual dengan Implementa Relatif Mutlak
Persamaan 1 algoritma Feig si FPGA
Matlab Winograd
dan Winograd
198 530,6836 530,6836 530,6836 198 530,68 530 6,80 % 0,680
202 19,8865 19,8865 19,8865 202 19,886 20 1,14 % 0,114
194 7,0604 7,0604 7,0604 194 7,0604 7 0,60 % 0,060
179 7,2606 7,2606 7,2606 179 7,2606 8 7,39 % 0,739
180 -18,0312 -18,0312 -18,0312 180 -18,031 -19 9,69 % 0,969
184 5.9,509 5.9,509 5.9,509 184 5,9509 7 10,49 % 1,049
196 -7,8994 -7,8994 -7,8994 196 -7,8994 -8 1,01 % 0,101
168 5,9074 5,9074 5,9074 168 5,9074 6 0,93% 0,093

Dari tabel 3, dapat disimpulkan, bahwa algoritma 1-D DCT Rerata error relatif pada tabel 4 adalah 6,294% sedangkan
Feig-Winograd dengan meminimisasi jumlah perkalian, pada tabel 5 adalah 4,756%. Perbandingan kedua hasil
dengan input yang sama akan tetap mengasilkan output tersebut memberikan kesimpulan bahwa pengali dengan
yang sama dengan komputasi menggunakan persamaan (1) algoritma Booth menghasilkan kesalahan relatif lebih kecil
dan toolbox Matlab. 1,538% (6,294%-4,756%) dibandingkan dengan pengali
menggunakan operator pengali dari xilinx.
4. Perancangan Algoritma 1-D DCT Feig-Winograd ke
ISE 10.1i. Pembuktian bahwa implementasi 1-D DCT Feig- 5. Design Summary
Winograd pada FPGA lebih cepat dan lebih efisien dari segi Setelah dilakukan sintesis akan terlihat laporan design
pemakaian hardware, masih akan dibuktikan melalui summary seperti tabel 6 berikut ini:
implementasi algoritma 1-D DCT Feig-Winograd ke VHDL
mengunakan software ISE 10.1i. Tabel 6. Design Summary
Algoritma yang sudah dirancang dalam VHDL, Design Sumary Operator Xilinx Algoritma Booth
dilakukan sintesis untuk melihat apakah program yang Slices 4% 15%
dirancang sudah berhasil atau sebaliknya. Apabila program LUT 4% 14%
tersebut telah berhasil maka dilakukan pemetaan IOB 41% 41%
konfigurasi pin-pin input output yang digunakan sebagai Multiplicant 65% -
sinyal masukan dan sinyal keluaran dari sistem yang dibuat. Total logic 801% 2179 logic
Konfigurasi IMPACT dari FPGA berfungsi untuk mengisi Delay simulasi 41,09 ns 76,03 ns
FPGA dengan program, atau mengkoneksikan antar
gerbang digital yang dirancang. Setelah proses pengisian Data yang diperoleh dari tabel 5 menunjukkan bahwa
program berhasil maka tampilan output hasil penelitian ini pengali dengan operator xilinx lebih hemat 36,76%
dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini: (dibandingkan dengan pengali menggunakan algoritma
Booth. Kecepatan komputasi berdasarkan hasil simulasi
Tabel 4. Perbandingan perhitungan manual dengan pengali dengan menggunakan operator Xilinx 54,04% kali
algoritma 1-D DCT pada FPGA dengan operator lebih cepat dibandingkan pengali menggunakan algoritma
pengali dari Xilinx Booth.

DCT
Output
Perhitungan Error Error V. KESIMPULAN
Input Manual dengan Implementasi Relatif Mutlak 1. Komputasi 1-D DCT Feig Winograd menggunakan
algoritma Feig FPGA
pengali algoritma Booth menghasilkan kesalahan
Winograd
198 530,68 530 6,80% 0,680
1,538% lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan
202 19,886 19 8,86% 0,886 operator pengali Xilinx.
194 7,0604 6 10,06% 1,060 2. Pemakaian logic menggunakan pengali dari operator
179 7,2606 7 2,60% 0,260 Xilinx 36,76% lebih hemat dibandingkan dengan
180 -18,031 -19 9,69% 0,969 pengali menggunakan algoritma Booth.
184 5,9509 6 0,41% 0,041 3. Kecepatan komputasi hasil simulasi pengali dengan
196 -7,8994 -9 11,00% 1,100 menggunakan Xilinx 54,04% kali lebih cepat
168 5,9074 6 0,93% 0,093 dibandingkan pengali menggunakan algoritma Booth.

Tabel 5. Perbandingan perhitungan manual dengan


algoritma 1-D DCT pada FPGA dengan pengali
menggunakan algoritma Booth

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 203

KEPUSTAKAAN
[1].Feig, E., dan Winograd, S., (1992) Fast Algorithm for [4]. Kaiser, A., (2003), Transformationscordierung im
Discrete Cosine Transform, IEEE Transaction Rahmen des Prominars Rund um JPEG
on Signal Processing Vol 40 No 9, New York. Eberhard Karls Universitat Tubingen.

[2].Guidon, Y., (2002), Optimised Winograd DCT for The [5]. Sutopo, B., (2000), Implementasi FFT pada FPGA
F-CPU Core 0, http://f-cpu.seul.org/whygee/ dengan Algoritma Winograd Kecil Quality In
dct_fc0/ dct_fc0.html Research Seminar (QIR-2000), Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia.
[3]. Istiyanto, J.E, (2003), Field-Programmable Gate
Arrays (FPGA) untuk Industri, Kendali dan
Robotika FMIPA UGM, Yogyakarta.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


204 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Lampiran 1. program VHDL algoritma Booth. c_2(12 downto 3) <= (s_1(11 downto 2) and c_1(11 downto
2)) or (j_inv(9 downto 0) and (s_1(11 downto 2) xor
entity pengali1 is c_1(11 downto 2)));
c_2(13) <= (s_1(11) and c_1(12)) or (j_inv(10) and
Port ( j : in STD_LOGIC_VECTOR (11 downto 0);
(s_1(11) xor c_1(12)));
m_1 : out STD_LOGIC_VECTOR (11 downto 0));
c_2(14) <= (s_1(11) and c_1(12)) or (j_inv(11) and
end pengali1;
(s_1(11) xor c_1(12)));
architecture Behavioral of pengali1 is
signal s_1,j_inv: std_logic_vector(11 downto 0);
------ Sum Full Adder-------
signal s_3,c_3: std_logic_vector(13 downto 0);
s_3(0) <= s_2(2) xor c_2(1) xor '1';
signal s_2: std_logic_vector(13 downto 1);
s_3(1) <= s_2(3) xor c_2(1);
s_3(11 downto 2) <= s_2(13 downto 4) xor c_2(13 downto
signal c_1: std_logic_vector(12 downto 0);
4) xor j(9 downto 0);
signal c_2: std_logic_vector(14 downto 1);
s_3(12) <= s_2(13) xor c_2(13) xor j(10);
signal p,c_m: std_logic_vector(11 downto 0);
s_3(13) <= s_2(13) xor c_2(13) xor j(11);
signal g: std_logic_vector(10 downto 0);
signal c_4: std_logic;
------ Carry Full Adder-------
c_3(0) <= s_2(1) and c_2(1);
begin
c_3(1) <=(s_2(2) and c_2(2)) or (s_2(2) xor c_2(2));
j_inv <= not(j);
c_3(2) <= s_2(3) and c_2(3);
c_3(12 downto 3) <= (s_2(13 downto 4) and c_2(13 downto
------ Sum Full Adder-------
4)) or (j(9 downto 0) and (s_2(13 downto 4) xor c_2(13
s_1(7 downto 0) <= j(11 downto 4) xor j(9 downto 2) xor
downto 4)));
j_inv(7 downto 0);
c_3(13) <= (s_2(13) and c_2(14)) or (j(10) and (s_2(13)
s_1(8) <= j(11) xor j(10) xor j_inv(8);
xor c_2(14)));
s_1(9) <= j(11) xor j(11) xor j_inv(9);
s_1(10) <= j(11) xor j(11) xor j_inv(10);
------ Carry Locked Ahead (CLA)-------
s_1(11) <= j(11) xor '1';
c_4 <= (s_3(1) and c_3(1)) or ((s_3(1) xor c_3(1)) and
(s_3(0) and c_3(0)));
------ Carry Full Adder-------
c_1(0) <= (j(3) and j(1)) or ((j(2) and j(0)) and (j(3) xor
------ Sum Locked Ahead (SLA)-------
j(1)));
p(11 downto 0) <= s_3(13 downto 2) xor c_3(13 downto 2);
c_1(8 downto 1) <= (j(11 downto 4) and j(9 downto 2)) or
g(10 downto 0) <= s_3(12 downto 2) and c_3(12 downto 2);
(j_inv(7 downto 0) and (j(11 downto 4) xor j(9 downto 2)));
c_m(0) <= c_4;
c_1(9) <= (j(11) and j(10)) or (j_inv(8) and (j(11) xor
j(10)));
process(p,g,c_m,c_4)
c_1(10) <= (j(11) and j(11)) or (j_inv(9) and (j(11) xor
begin
j(11)));
c_m(0) <= c_4;
c_1(11) <= (j(11) and j(11)) or (j_inv(10) and (j(11) xor
c_m(1) <= g(0) or (c_m(0) and p(0));
j(11)));
inst: for i in 1 to 10 loop
c_1(12) <= j(11);
c_m(i + 1) <= g(i) or (p(i) and c_m(i));
end loop;
------ Sum Full Adder-------
end process;
s_2(1) <= s_1(1) xor c_1(1);
s_2(11 downto 2) <= s_1(11 downto 2) xor c_1(11 downto
------ 12 bit hasil perkalian antara bilangan j dengan
2) xor j_inv(9 downto 0);
cos(/4)-
s_2(12) <= s_1(11) xor c_1(12) xor j_inv(10);
m_1(11 downto 0) <= p(11 downto 0) xor c_m(11 downto
s_2(13) <= s_1(11) xor c_1(12) xor j_inv(11);
0);
end Behavioral;
------ Carry Full Adder-------
c_2(1) <=( s_1(0) and c_1(0)) or (s_1(0) xor c_1(0));
c_2(2) <= s_1(1) and c_1(1);

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 205

Lampiran 2. Operasi Partial Product Pengali M_1 dengan Algoritma Booth


21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
J11 J11 J11 J11 J11 J11 J11 J11 J11 J10 J9 J8 J7 J6 J5 J4 J3 J2 J1 J0
1 1 1 1 1 J11 J11 J10 J9 J8 J7 J6 J5 J4 J3 J2 J1 J0
0 0 0 0 0 J10 J9 J8 J7 J6 J5 J4 J3 J2 J1 J0
S111 S111 S111 S111 S111 S110 S19 S18 S17 S16 S15 S14 S13 S12 S11 S10
C112 C112 C112 C112 C111 C110 C19 C18 C17 C16 C15 C14 C13 C12 C11 C10
J11 J11 J11 J10 J9 J8 J7 J6 J5 J4 J3 J2 J1 J0 0 1
S213 S213 S213 S212 S211 S210 S29 S28 S27 S26 S25 S24 S23 S22 S21 S20
C214 C214 C213 C212 C211 C210 C29 C28 C27 C26 C25 C24 C23 C22 C21
J11 J10 J9 J8 J7 J6 J5 J4 J3 J2 J1 J0 0 1
S313 S312 S311 S310 S39 S38 S37 S36 S35 S34 S33 S32 S31 S30
C313 C312 C311 C310 C39 C38 C37 C36 C35 C34 C33 C32 C31 C30
C40
M11 M10 M9 M8 M7 M6 M5 M4 M3 M2 M1 M0 x x x x x x x x x x

Keterangan warna tabel


Sum Locked A head (S LA)
Full Adder Carry Locked A head (C LA)

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


206 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

`ANALISA SENSOR RATE GYROSCOPE UNTUK MENDETEKSI


GERAK ROTASI ROKET

Priswanto, Romi Wiryadinata, Thomas Sri Widodo


Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
prist_02@yahoo.com

Andreas P. Adi , Wahyu Widada


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Serpong, Indonesia

ABSTRAK dikemas dalam bentuk chip kecil (IC). Keluaran sensor


gyroscope berupa sinyal kecepatan sudut. Sinyal kecepatan
Gyroscope digunakan untuk mendeteksi gerak roket. sudut ini memerlukan penguatan, dan filtering sehingga
Gerak rotasi roket dalam keadaan lambat maupun cepat, dapat diproses dan menghasilkan informasi perubahan
sehingga memerlukan pemrosesan yang disesuaikan sudut. Selama ini penguatan yang dilakukan pada sensor
terhadap gerak tersebut. Dalam tulisan ini dilakukan analisis gyroscope menggunakan model unity gain (penguatan
sensor rate gyroscope yang dapat mengukur gerak rotasi tunggal). Padahal pergerakan roket yang lambat dan cepat
roket tersebut dalam keadaan lambat maupun cepat. membutuhkan penguatan yang berbeda sehingga diperoleh
Prototype sensor ini telah dibuat untuk mengimplentasikan informasi perubahan sudut yang lebih teliti. Dalam tulisan
rangkaian dengan dua buah gain untuk rotasi lambat dan ini dibahas pengembangan sensor rate gyroscope multigain
cepat. Prototpe ini terdiri dari sebuah sensor gyroscope, op untuk mendeteksi gerak rotasi roket. Sistem yang dibangun
amp, dan microcontroller. Diperoleh hasil gain yang sesuai menggunakan sensor rate gyroscope Tokin CG-16D0
untuk gerak lambat adalah 30, dan untuk gerak yang cepat dengan ketelitian 90o/detik, dengan penguatan low noise
menggunakan gain 4, sehingga dapat mengukur gerak rotasi menggunakan 2 buah op-amp AD623BN dan sebuah
roket secara akurat dalam segala kondisi. mikrokontroler AVR ATmega8 dengan internal ADC 6
chanel 10 bit dan ISP (In system programming).
Kata kunci : rate gyroscope, rotasi roket, multi gain
II. LANDASAN TEORI
ABSTRACT 2.1 Sensor gyroscope
Gyroscope adalah sebuah sensor yang digunakan untuk
Gyroscope is used to detect rotation of rocket. Its rotation mengukur rotasi benda. Benda dikatakan berotasi jika
due slow or fast, so need right processing. This paper benda bergerak terhadap sumbunya. Parameter yang
conducted analysis of sensor rate gyroscope for measure terdapat dalam gerak rotasi adalah kecepatan linear (v),
rotation of rocket. Prototype sensor made to circuit kecepatan sudut (), dan perubahan sudut (), seperti
implementation with two gain for slow or fast rotation. ditunjukkan pada Gambar 1.,berikut :
Prototype contains are sensor gyroscope, op amp, and
microcontroller. For slow rotation movement result gain A
30, and fast rotation movement result gain 4. The finally
sensor rate gyroscope can measure rotation of rocket more r
accurate for all condition. v
B
Keyword : rate gyroscope, rocket rotation, multi gain
r
v
I. PENDAHULUAN
Gambar 1. Rotasi benda
Roket merupakan wahana peluncur yang digerakkan
dengan gaya dorong. Dalam pergerakannya, roket juga Satu rotasi adalah gerakan benda dari titik A dan
mengalami gaya gesekan dan gaya gravitasi. Karena gaya- kembali ke A lagi. Jadi dalam satu rotasi, benda menempuh
gaya tersebut, pergerakan roket mengalami gerak rotasi. lintasan lingkaran dengan sudut = 360 derajat atau = 2
Gerak rotasi roket merupakan gerak random. Kecepatannya radian. Jika waktu yang diperlukan untuk satu rotasi adalah
tak menentu, bisa cepat atau pun lambat. Untuk mendeteksi periode (T), maka besarnya kecepatan sudut () adalah :
gerak rotasi roket sudah sejak lama digunakan sensor
gyroscope. Saat ini telah dikembangkan sensor gyroscope
2
= = 2f (1)
menggunakan teknologi MEMS (Microelectromechanical T
systems) Dengan teknologi ini sensor gyroscope dapat

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 207

dengan =kecepatan sudut (rad/detik) Sinyal tersebut kemudian perlu diberi penguatan dengan
T = periode (detik) amplifier. Sinyal analog yang telah dikuatkan tersebut
f = frekuensi (Hz) tersebut kemudian di konversikan menjadi sinyal tegangan
Gyroscope sebagai sensor rotasi, biasa digunakan digital sehingga bisa di proses dengan mikrokontroler.
untuk mendeteksi perubahan sudut rotasi suatu benda. Keluaran dari mikrokontroler dapat ditampilkan pada
Secara mekanis struktur sebuah sensor gyroscope penampil berupa informasi perubahan sudut maupun bentuk
ditunjukkan pada gambar 2. Yaitu berupa gimbal vibrator keluaran yang lain.
yang terdiri dari sebuah frame tetap dengan sebuah proof
2.2 Model Matematis Gyroscope
mass tersuspensi didalamnya. Frame dan proof mass hanya
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, secara mekanis
bisa bergerak atau berputar pada sumbunya secara bolak-
gerak proff mass dari struktur rate gyroscope merupakan
balik dan orthogonal. Tangkai pegas elastis digunakan
gerak harmonis, sedangkan secara elektrik keluarannya
untuk memberikan support mekanis dan gerakan bebas.
menghasilkan sinyal tegangan analog yang ekuivalen
Pada gambar 2., ditunjukkan struktur dual gimbal, terdiri
dengan kecepatan sudut. Sehingga bentuk sinyalnya
dari 2 gimbal yang terhubung melalui sebuah pegas dan
mengikuti persamaan gelombang harmonis sinusoidal
dipacu ke anti fase mode vibrasi tersebut. Mode balance
sebagai berikut :
vibrasi mempunyai kualitas faktor mekanikal yang lebih
V(t) = A sin (2ft) (2)
tinggi dan menghasilkan penolakan akselerasi linear yang
baik.
dengan V(t) = sinyal kecepatan sudut
Drive
A = amplitudo
f = frekuensi
t = waktu

sense Keluaran sinyal rate-gyroscope masih mengandung


noise yang disebabkan karena perubahan temperature,
impedansi elektromagnetis, dan sebagainya. Sehingga
proff mass persamaan (3) dapat dituliskan menjadi :

V (t) = A sin (2ft) + n(t)+b(t)(3)

sense dengan ;
V(t) = sinyal kecepatan sudut yang akan kita ukur
n(t) = random noise
drive
b(t) = dan noise karena perubahan temperatur

Gambar 2. Struktur gimbal gyroscope Untuk mendapatkan hasil yang optimal, noise-
noise tersebut harus dihilangkan atau diminimalkan. Noise
Bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk yang biasa dikenal dengan random noise biasanya
gyroscope biasanya adalah piezoelektrik. Jadi pada disebabkan karena pengaruh sistem elektronik yang
prinsipnya secara elektrik setiap gerakan mekanis tersebut mempunyai besaran relatif konstan. Noise tersebut
akan menyebabkan perubahan nilai kapasitansi dan mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dari sinyal yang di
perubahan tegangan yang sebanding dengan perubahan ukur. Sehingga untuk mengatasinya biasa digunakan high-
sudut gerakan. Sinyal tegangan yang dihasilkan sangat pass filter. Sedangkan noise yang disebabkan karena
kecil, sehingga diperlukan amplifier untuk memberi perubahan temperatur atau biasa disebut dengan drift noise
penguatan. Pada Gambar 3., ditunjukkan diagram blok mempunyai frekuensi yang lebih rendah. Sehingga untuk
proses pengolahan sinyal dari sensor sampai pemrosesan mengurangi noise tersebut digunakan low-pass filter. High-
oleh prosesor. pass filtering maupun low-pass filtering bisa dilakukan
secara analog pada rangkaian maupun secara digital pada
processor. Berdasarkan proses filtering diatas, maka
persamaan (2) dapat ditulis kembali menjadi.

V(t) = A sin (2ft) + [n(t) -n`(t)]+[b`(t)-(b`(t)] (4)

Sensor DC AMP A/D Processing Dengan proses integral, perubahan sudut terhadap waktu
Out converter Circuit
dapat ditulis dengan persamaan.
T2
Gambar 3. Diagram blok sensor rate-gyroscope.
(t)= A sin (2 f t ) + [n(t ) n`(t )] + [b(t ) (b`(t )] dt
T1
Berdasarkan diagram pada gambar 3., dapat dijelaskan
bahwa keluaran sensor gyroscope adalah sinyal tegangan DC (5)
analog yang merepresentasikan kecepatan sudut putaran. dengan (t ) adalah sinyal perubahan sudut.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


208 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Persamaan diatas dapat ditulis kembali dengan sebuah


parameter kalibrasi secara sederhana menjadi :
T

(t ) = K &(t )dt
0
(6)
Dengan K adalah parameter kalibrasi.

2.3 Op amp multigain


Op-amp di dalamnya terdiri dari beberapa bagian, yang
pertama adalah penguat diferensial, lalu ada tahap
penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level
(level shifter) dan kemudian penguat akhir yang biasanya
dibuat dengan penguat push-pull kelas B. Gambar 4(a)
berikut menunjukkan diagram dari op-amp yang terdiri dari
beberapa bagian tersebut. Gambar 4(b), skematik simbol op
amp.

Gambar 4. Model rancangan


Hasil perancangan hardware rangkaian gyroscope dengan
multi gain op amp mengunakan AD623AN secara lebih jelas
ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4 (a) : Diagram blok Op-Amp

Gambar 4 (b) : Diagram schematic simbol Op-Amp

Op amp multigain pada prinsipnyadidasarkan pada tujuan


bahwa satu inputan yang sama diharapkan menghasilkan
keluaran yang memiliki penguatan (gain) yang berbeda. Hal
Gambar 5. Sensor rate gyroscope multigain
ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan beberapa buah op amp
3.2 Kalibrasi dan pengujian
2. Dengan 1 chip op amp terintegrasi multigain
Untuk mendapatkan nilai gain yang tepat pada
Dalam tulisan ini menggunakan op amp jenis AD623AN
pengukuran kecepatan rotasi cepat dan lambat perlu
dengan penguatan tunggal, sehingga diperlukan 2 buah op
dilakukan kalibrasi pada rangkaian sensor. Model kalibrasi
amp, untuk membentuk multigain op amp.
digambarkan dalam skematik Gambar 6.
Gyroscope Axis
Piringan putar
III. PERANCANGAN DAN PENGUJIAN CG-16D0

3.1 Perancangan ADC


CCW CW
Gambar 4., menunjukkan model rancangan rangkaian Mikrokontroller
gyroscope dengan multi gain op-amp mengunakan ATMega8
AD623AN.
Motor stepper

DRIVER
PC
Mikrokontroller
AT89S51

Gambar 6. Model skematik proses pengkalibrasian

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 209

Berdasarkan Gambar 6 tersebut dapat dijelaskan bahwa


pengkalibrasian dilakukan dengan menguji rangkaian
gyroscope multigain menggunakan pemutar motor stepper.
Kecepatan putaran dan perubahan sudut motor stepper dapat
dimonitor dari PC. Data ini dapat dijadikan sebagai acuan
kalibrasi gyroscope. Gain opamp pada saat rotasi lambat
maupun cepat dapat ditala sampai dihasilkan data yang sama
antara gerak motor stepper dan gyroscope. Dengan metode
tersebut dapat diperoleh gain yang akurat untuk setiap gerak
rotasi gyroscope.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 7.c.


Bentuk sinyal keluaran sensor gyroscope ditunjukkan Representasi tegangan keluaran gyroscope dengan gain
pada Gambar 7a,7b., dan 7c. Pada Gambar tersebut tunggal pada kecepatan 70 deg/detik
ditunjukkan representasi sinyal tegangan keluaran
gyroscope multigain, gain tunggal pada kecepatan 10 Pada kecepatan rotasi rendah, mikrokontroller akan
deg/detik, dan gyroscope dengan multigain pada kecepatan melakukan pembacaan pada ADC 1(Analog Digital
70 deg/detik. Pada pengujian gyroscope untuk rotasi rendah Converter) dengan penguatan (gain) yang lebih besar.
dengan multigain (7.a) menunjukkan penguatan yang lebih Ketika kecepatan rotasi cepat, maka mikrokontroler akan
besar dibandingkan dengan penguatan pada gain tunggal membaca ADC 2 yang telah ditala pada gain yang lebih
(7.b). Gain pada kecepatan 10 deg/det di seting pada rendah. Selanjutnya proses filtering dan pengintegralan
penguatan sebesar 30 kali, sedang gain pada penguatan dilakukan melalui PC (personal computer).
tunggal tetap sebesar 4 kali baik pada kecepatan rotasi cepat Gambar 8 dan 9 menunjukkan contoh proses filtering dan
maupun lambat. pengintegralan menggunakan metode trapezoida.

Gambar 7.a.
Representasi tegangan keluaran gyroscope dengan Gambar 8.
multigain Filtering keluaran gyroscope dengan multigain
pada kecepatan 10 deg/detik pada kecepatan 10 deg/detik

70

60

50

40
Sudut (deg)

30

20

10

Gambar 7.b. 0

Representasi tegangan keluaran gyroscope dengan gain -10


0 0.5 1 1.5 2 2.5
tunggal pada kecepatan 10 deg/detik Waktu (detik)

Gambar 9.
Hasil integral trapezoide pada sinyal kecepatan sudut
gyroscope

Perbedaan hasil kecepatan rotasi gyroscope dengan


multigain dan gain tunggal dari 10 deg/detik sampai 90
deg/detik ditunjukkan pada Tabel 1. Tampak pada tabel

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


210 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

menunjukkan keakuratan pengukuran pada gyroscope roket Metode pemfilteran pada tulisan ini dilakukan secara
dengan multigain (1 deg/detik), sedangkan gyroscope analog menggunakan opamp dan digital menggunakan
dengan gain tunggal pada kecepatan rotasi lambat komputer. Dalam pengembangan ke depan akan dilakukan
menunjukkan error yang cukup besar. pemfilteran dan pengintegralan secara digital menggunakan
mikrokontroler.
Tabel 1. Perbandingan kecepatan rotasi motor stepper, hasil
dari gyroscope multigain dan gain tunggal DAFTAR PUSTAKA

Motor Stepper Gyroscope Gyroscope 1. Data Sheet 1-Axial Ceramic Gyroscope TOKIN,
(deg/detik) Multigain gain tunggal www.tokin.co.jp.
(deg/detik) (deg/detik) 2. Wahyu Widada, Rancang-Bangun Sistem Sensor
10 10 5 3axis Rotasi (Roll-Pitch-Yaw) Berbasis Rate-
20 19 15 Gyroscope Dan Microcontroller Untuk Payload
30 30 29 Roket, JANAS 2005.
40 40 40 3. "Measuring Vibration." 1982. Bruel & Kjaer.
50 49 48 4. Wahyu Widada, Rancang Bangun Sistem Kalibrasi
60 60 59 Rotasi Rate-Gyroscope Untuk Sistem Pengukuran
70 70 68 Inersia Payload Roket, JANAS 2005.
80 80 79 5. Wahyu Widada, Rancangbangun Prototipe Sistem
90 90 88 Heading Autopilot Berbasis RateGyroscope Dan
Microcontroller, JANAS 2005.
V. KESIMPULAN 6. John Wilson, "A Practical Approach to Vibration
Telah dilakukan pembuatan dan pengujian sensor Detection and Measurement",
gyroscope multigain dengan tujuan untuk mengukur rotasi http://www.sensorsmag.com/articles/0299/prac0299/in
roket pada kecepatan rotasi lambat maupun cepat dengan dex.htm.
lebih akurat. Diperoleh hasil gain untuk kecepatan 0 7. Forrest Hoffman, An Introduction to Fourier Theory,
10o/detik adalah 30, dan gain untuk kecepatan 10 http://aurora.phys.utk.edu/~forrest/ papers/fourier/.
900/detik adalah 4. Dengan dasar metoda sensor gyroscope 8. W. Smith, The Scientist and Engineer's Guide to
multigain satu axis dalam tulisan ini, diharapkan dapat Digital Signal Processing, California Technical
berkembang menjadi pembuatan sensor rate gyroscope Publishing.
multigain untuk 3 axis, sehingga nantinya dapat digunakan
dalam dunia penerbangan khususnya teknologi kendali

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 211

Desain dan Konsep Implementasi


Sistem Peringatan Dini Kebocoran Gas LPG
Berbasis Mikrokontroler ATMega8535
Arif Syamsul Iskandar, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari
Departemen Elektronika, Akademi Angkatan Udara
Jl. Laksda Adisutjipto, Yogyakarta 55002
sjamy_skyhero@yahoo.com, arwin91aau@yahoo.co.id

Abstrak Penggunaan energi gas semakin dibutuhkan dari SPDKG-LPG. Sistem ini ditujukan untuk memberikan
waktu ke waktu. Hal tersebut memicu pengalihan penggunaan informasi keadaan perangkat BBG dengan mendeteksi
Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) kemunculan LPG di udara dan menampilkan informasi ke
dalam bentuk Liquified Petroleum Gas (LPG). Pengonversian layar serta membunyikan tanda peringatan bila kadar LPG di
ini dari satu sisi dapat menimbulkan beberapa permasalahan
yang disebabkan baik karena kesalahan manusia maupun
udara menuju ke arah yang membahayakan.
kerusakan alat sehingga dapat menimbulkan dampak dan Terkait dengan hal tersebut, susunan makalah adalah
kerugian yang tidak diinginkan diantaranya adalah kebocoran sebagai berikut. Pada Bagian I disampaikan latar belakang
gas. Salah satu upaya untuk meminimalkan dampak tersebut
masalah yang akan dibahas di dalam makalah dan diikuti
diperlukan suatu sistem yang mampu melakukan deteksi dini
kebocoran gas LPG yang disebut dengan Sistem Peringatan
oleh Bagian II dimana akan disampaikan beberapa hal dasar
Dini Kebocoran Gas (SPDKG) LPG. SPDKG akan terkait sistem yang akan didesain dan diimplementasikan.
diimplementasikan menggunakan sensor gas TGS2610 dengan Bagian III mencakup desain dan konsep implementasi
mikrokontroler ATMega8535 sebagai pusat pengendalian SPDKG-LPG. Makalah ditutup dengan beberapa catatan
dengan keluaran berupa tingkat keamanan kondisi gas yang penting pada Bagian IV.
dipresentasikan melalui tampilan Liquid Crystal Display
(LCD), buzzer, dan tampilan Light Emitting Diode (LED).
II. PENGENALAN PADA LPG, SENSOR GAS DAN
SPDKG akan menampilkan informasi berupa tingkat
konsentrasi gas di udara dengan cara mengubah hasil MIKROKONTROLER ATMEGA8535
penginderaan sensor gas ke bentuk status kondisi aman, Sebelum mendesain SPDKG-LPG, adalah penting untuk
waspada, dan bahaya. mengetahui terlebih dulu karakteristik dari LPG sebagai
masukan utama sistem, prinsip kerja dari sensor gas yang
Kata kunci liquified petroleum gas, mikrokontroler dipilih dan pertimbangan-pertimbangan memiliki
ATMega8535, SPDKG
mikrokontroler ATMega8535 sebagai otak dari sistem.
I. PENDAHULUAN A. LPG
Menipisnya bahan bakar berbasis fosil berimbas pada LPG adalah gas hasil produksi dari kilang gas yang
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang fluktuatif di pasar komponen utamanya adalah gas propana dan butana. LPG
global. Seiring dengan hal tersebut, dilakukan upaya-upaya yang juga dikenal sebagai bahan bakar cair dapat dibedakan
untuk menghemat penggunaan BBM yang salah satu menjadi beberapa jenis berdasarkan pada komposisi gas
diantaranya adalah melakukan konversi ke Bahan Bakar Gas propana dan butana yang menjadi penyusunnya sebagai
(BBG). Upaya ini selaras dengan kebijakan Pemerintah berikut :
Republik Indonesia di bidang konversi energi yang telah LPG propana, dengan komposisi terbesar adalah C3.
dimulai beberapa tahun lalu. Salah satu BBG yang banyak
digunakan oleh masyarakat adalah jenis Liquified Petroleum LPG butana, dengan komposisi terbesar adalah C4.
Gas (LPG). LPG campuran (mixed), kombinasi C3 dan C4.
Proses konversi ke BBG bukanlah pekerjaan mudah dan Secara umum, sifat-sifat LPG adalah sebagai berikut :
telah banyak peristiwa yang menimbulkan korban jiwa dan
materiil terjadi sebagai dampak dari proses tersebut baik Memiliki berat jenis lebih besar dari udara.
karena kesalahan manusia (human error) maupun karena
ketidaksempurnaan alat karena rusak atau cacat produksi. Tidak memiliki sifat pelumas terhadap metal.
Salah satu penyebab dari peristiwa-peristiwa tersebut adalah Pelarut yang baik untuk karet.
kebocoran gas yang terlambat untuk diantisipasi.
Tidak berwarna.
Sebagai salah satu upaya pencegahan dini terhadap
kegagalan perangkat BBG, dalam makalah ini akan Tidak berbau.
disampaikan konsep desain dan implementasi Sistem
Peringatan Dini Kebocoran Gas (SPDKG) LPG, disingkat Tidak mengandung racun dalam batas tertentu.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


212 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Bila menguap di udara bebas akan membentuk III. DESAIN SISTEM PERINGATAN DINI KEBOCORAN GAS
lapisan karena kondensasi. LPG
1 kg LPG bentuk cair setara dengan kurang lebih Gambar blok diagram dari rangaian deteksi dini
500 liter LPG bentuk gas. kebocoran gas LPG berbasis mikrokontroler ATMega 8535
dapat dilihat pada gambar 2.
B. Sensor Gas LPG
Buzzer
.TGS 2610 adalah sensor yang memiliki kepekaan aman
terhadap LPG. Bentuk fisik dari TGS 2610 ditunjukkan pada ADC ATMEGA LCD waspada
bahaya
8535
Gambar 1. hijau
Sensor LED kuning
merah

Gambar 2. Diagram blok rangkaian

A. Blok Sensor
Gambar 1. TGS 2610[9] Sensor mendapat rangsangan berupa paparan gas LPG
kemudian mengubahnya menjadi nilai tegangan. Sensor gas
C. Mikrokontroler ATMega8535 TGS 2610 buatan Figaro ini memiliki tahanan dalam sensor
Mikrokontroler didefinisikan sebagai sebuah rangkaian- (Rs) yang nilainya berubah seiring dengan perubahan
terintegrasi (integrated-circuit atau chip) yang telah rangsangan yang diberikan. Nilai tegangan ini akan menjadi
memiliki sebuah Central Processing Unit (CPU), Read- masukan pada ADC yang terintegrasi dalam mikrokontroler
Only Memory (ROM), atau Flash Memory, Random Access AVR ATMega8535. Perubahan nilai tahanan dalam sensor
Memory (RAM), pewaktu (clock) dan bagian kendali (Rs) diperoleh melalui perhitungan yang melibatkan nilai
masukan-keluaran (input-output control unit). Dengan tegangan keluaran sensor. Karena itu terlebih dahulu harus
memperhatikan kelengkapan perangkat tersebut, dilakukan pengukuran nilai tegangan keluaran sensor.
mikrokontroler disebut juga sebagai sebuah komputer pada Selanjutnya, mikrokontroler mengendalikan semua kerja
sebuah rangkaian-terintegrasi [10]. alat dan mengolah hasil bacaan ADC menjadi tingkat kadar
Gas LPG. Hasilnya akan ditampilkan pada LCD, nyala
Mikrokontroler ATMega8535 adalah sebuah mikrokon- lampu (LED) dan suara sirine (buzzer) berdasarkan kondisi
troler 8-bit yang dilengkapi dengan In-System Self- yang telah diprogramkan.
Programmable (ISP) Flash 8 Kbyte. Mikrokontroler ini
hanya memerlukan satu siklus waktu untuk mengeksekusi Untuk sumber LPG menggunakan tabung yang biasa
sebuah instruksi. Hal ini ditujukan untuk optimisasi pilihan digunakan pada kompor mini. Sehingga pengaturan besar
antara konsumsi daya dan kecepatan pengolahan data. kecilnya kadar gas berdasarkan pada katup atau kepala
Komponen-komponen utamanya terdiri dari tiga buah lubang. Sensor dengan keadaan pada suhu udara kamar.
pewaktu/penghitung, sebuah CPU 32-bit, sebuah Static Sensor diberi rangsang dangan jarak sumber gas yang
RAM (SRAM) 512 byte, sebuah Electrically Erasable bervariasi, dengan sedikit banyaknya rangsang berdasarkan
Programmable ROM (EEPROM) 512 byte dan sebuah penekanan pada kepala tabung tanpa ada takaran tertentu
Universal Synchronous Asynchronous Receiver Transmitter dan berada di depan kepala sensor.
(USART) yang dapat deprogram untuk komunikasi serial.
Spesifikasi detil dari mikrokontroler ATMega8535 dapat Sensitivitas sensor terhadap rangsang berubah seiring
dilihat pada[10]. jarak, karena terpengaruh gas-gas lain yang ada disekitar
sebelum diterima sensor. Semakin jauh jarak sumber gas,
D. BASCOM AVR maka kenaikannya semakin kecil. Karena jarak yang
BASCOM AVR adalah kompiler berbasis bahasa BASIC semakin jauh maka gas yang terdeteksi sensor sedikit dan
seperti QBASIC yang biasa digunakan untuk pemrograman terpengaruh gas-gas lain selama perjalanan dari sumber gas
produk-produk AVR keluaran Atmel. Kompiler ini dapat ke sensor sehingga apabila terdeteksi harus diberikan
dijalankan dengan komputer dengan sistem operasi windows penekanan yang ekstra agar paparan gas dari sumber dapat
95/98/NT/2000 dan XP. BASCOM AVR menggunakan mencapai sensor.
Integrated Development Environment (IDE) yang Dari data pada datasheet sensor, diperoleh nilai-nilai
mendukung pemrogram untuk menulis dan mengedit tegangan sensor pada konsentrasi gas LPG tertentu. Kadar
program, mengetes hasilnya dengan simulator, dan terakhir gas LPG yang sudah terdeteksi nantinya ditampilkan pada
mendownloadnya ke dalam mikrokontroler.
LCD dan pada LED dan buzzer. Pada sistem ini dibuat 3
tingkat kadar gas LPG yang membagi kadar gas. Dengan
tingkat pertama sebagai kondisi aman. tingkat kedua
sebagai kondisi waspada, tingkat ketiga sebagai kondisi
bahaya.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 213

B. Blok Pengolah
Sistem ini menggunakan ADC internal dari
mikrokontroler AVR ATMega8535. Tegangan keluaran
sensor adalah tegangan sebagai masukan ADC
mikrokontroler untuk mengetahui kesesuaian konversi
tegangan analog menjadi sinyal digital oleh ADC internal.
Konsentrasi gas yang telah ditangkap oleh sensor masih
berupa nilai tahanan. Tahanan sensor akan berubah seiring
perubahan konsentrasi gas LPG. Data berupa nilai tahanan
tersebut kemudian data disimpan dalam dua buah register,
yaitu ADCH dan ADCL.

C. Blok Penampil
LCD digunakan sebagai penampil level konsentrasi LPG.
Dispay LPG menampilkan karakter-karakter menggunakan
display LCD 16x2. Pada LCD dibuat 3 tingkat kadar gas
LPG yang membagi kadar gas. Dengan tingkat pertama
sebagai kondisi aman, tingkat kedua sebagai kondisi
waspada, tingkat ketiga sebagai kondisi bahaya. Tingkatan
ini akan ditampilkan setelah mendapatkan data dari Gambar 4. Skematik rangkaian deteksi dini kebocoran gas LPG
mikrokontroler yang berupa data tampilan kondisi yang berbasis Mikrokontroler ATMega 8535
sebelumnya telah diprogram pada kondisi apa gas tersebut.
Dengan melihat besarnya tegangan dari gas yang ditangkap
oleh sensor TGS 2610. Mikrokontroler juga mengirimkan
IV. KESIMPULAN
data ke buzzer. Apabila dalam keadaan aman buzzer tidak
berbunyi. Apabila keadaan waspada dan bahaya buzzer akan Alat Pendeteksi Kebocoran Gas LPG dengan
berbunyi. menggunakan Sensor TGS 2610 Berbasis Mikrokontroler
ATMega8535 mengkategorikan kondisi menjadi tiga tingkat.
Mulai Tingkatan tersebut antara lain: kondisi aman dengan
konsentrasi 0 ppm, kondisi waspada dengan <500 ppm dan
Inisialisasi Port,pinATMega dan
kondisi bahaya dengan konsentrasi >500 ppm[12].
systemADC
Sesuai konsep dengan keadaan pada suhu udara kamar
(27C) dan tidak ada hembusan angin, sensor diberi rangsang
Deklarasi Variabel
jarak sumber gas yang bervariasi. Sedikit banyaknya
rangsang berdasarkan penekanan pada kepala tabung tanpa
BacaADC ada takaran tertentu yang berada di depan kepala sensor.
Pada penelitian kali ini, peneliti hanya memusatkan
Konversi bacaan ADCke nilai tegangan masalah pada konsep dan implementasi SPDKG-LPG. Oleh
karena itu, sasaran peneliti berikutnya adalah
mengaplikasikan hasil dari penelitian kali ini dalam bentuk
Subrutin pengolahan nilai tahanan sensor
menjadi tingkat kadar gas alat kerja berbasis mikrokontroler ATMEGA8535.

Tampilkan LCD,LED,Buzzer

REFERENSI
Selesai [1] W.A. Kurniawan. 2007. Fabrikasi Prototipe Sensor Gas yang
Diuji dengan Gas Karbon Monoksida. UGM, Yogyakarta. Didownload
pada 16 Mei 2009.
[2] W. Budiharjo. 2009. Sistem Alarm Kebakaran dengan Sensor
Gambar 3. Diagram Alir Suhu dan Asap Berbasis Mikrokontroler AVR 8535.
[3] D. Handoko dan Adisto, A.A. 2008. Otomatisasi Sistem
LED hanya menampilkan berupa nyala lampu. Lampu
Penanganan Kebakaran Berbasis Mikrokontroler IC ATMega 8535.
yang akan dipakai adalah lampu sirine mirip sirine pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II, UI, Jakarta. Didownload pada 3
mobil polisi atau ambulance. Apabila ada suatu kondisi yang Mei 2009.
akan ditampilkan pada buzzer atau LCD maka LED juga [4] R. Indrawati. 2009. Rancang Bangun Alat Pendeteksi Pencemaran
akan ikut menampilkan. Sebelumnya telah diprogram Udara Berbasis Mikrokontroler AVR ATMega 8535. Politeknik Negeri
terlebih dahulu dimikrokontroler untuk menampilkan hasil Sriwijaya, Palembang. Didownload pada 13 Mei 2009.
[5] T. Irfan. 2009. Sistem Kebocoran pada Tabung Gas Berbasis
dari kondisi gas yang telah diindera. Dengan beberapa Mikrokontroler. UII, Jakarta. Didownload pada 3 Mei 2009.
macam kondisi dan dengan beberapa macam tampilan pada [6] E. Mustofa. 2005. Pendeteksi Gas Alkohol dengan Menggunakan
tiap-tiap kondisi. Skematik dari rangkaian deteksi dini Sensor TGS 2620. Universitas Komputer Indonesia, Jakarta. Didownload
kebocoran gas LPG berbasis mikrokontroler ATMega8535 pada 16 Mei 2009.
ditunjukkan pada gambar 4.

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


214 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

[7] N. Sriwihajriyah. 2009. Aplikasi Sensor Gas pada Alat Pendeteksi [9] Technical Information for Conbustible Gas Sensors.
Pencemaran Udara Berbasis Mikrokontroler ATMega 8535. Politeknik http://www.figaro.co.jp. Didownload pada 12 April 2009.
Negeri Sriwijaya, Palembang. Didownload pada 13 Mei 2009. [10] http://www.atmel.com
[8] H. Widyanara. 2008. Sistem Pendeteksi Kebocoran dan Pengamanan [11] TGS 2610 : For The Detection of Combustible Gases.
Dini pada Kompor LPG Berbasis FPGA. STIKOMP, Surabaya. http://www.bsn.co.id. Didownload pada 12 April 2009.
Didownload pada 10 Mei 2009. [12] Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia. http://www.migas-
Indonesia.com. Didownload pada 12 April 2009.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 215

Peningkatan Kinerja Radar dengan mengunakan


Pendekatan Wavelet
Ridwan Prasetyo, Arwin Datumaya Wahyudi Sumari
Departemen Elektronika, Akademi Angkatan Udara.
Jl. Laksda Adisutjipto, Yogyakarta, 55002
ridwanprasetyo3@gmail.com, arwin91aau@yahoo.co.id

Abstract Dalam perkembangan system radar, sejumlah transformasi wavelet pantulan sinyal radar dalam derau
metoda telah digunakan untuk mengembangkan pengolahan dapat terdeteksi dengan jelas.
sinyal dan deteksi radar. Masalah utama dalam proses deteksi
sasaran oleh radar adalah melokalisasi sinyal pantulan yang Dalam makalah ini, penulis mengusulkan metoda
sangat lemah sehingga kemampuan deteksinya menjadi berbasis wavelet untuk meningkatkan SNR pada keluaran
rendah. Kinerja radar dapat ditingkatkan dengan menaikkan penerima dan mengujinya dengan mengunakan MATLAB
Signal to Noise Ratio (SNR) pada penerima radar. Dalam dengan mengunakan model yang di sederhanakan. Metoda
makalah ini akan diuraikan algoritma untuk mengekstraksi ini dapat meningkatkan SNR dengan hanya mengunakan 1
dan melokalisasi pulsa Radio Frequency (RF) radar berbasis pulsa
wavelet. Kinerja algoritma ditunjukkan kemampuannya
ditinjau dari parameter SNR dan waktu komputasi
dibandingkan dengan mengunakan matched filter.
II. TRANSFORMASI WAVELET DAN INTEGRASI PULSA
Keywordsradar, wavelet, pengolahan sinyal. RADAR

A. Analisis Multiresolusi
Konsep Analisis Multiresolusi (Multiresolution Analysis)
I. PENDAHULUAN mula-mula diperkenalkan oleh Malat dan Y Meyer. Analisis
Radar (Radio Detection and Ranging) merupakan sistem Multiresolusi secara mendasar adalah memisahkan data
elektromagnetik yang berfungsi untuk pendeteksian dan menjadi beberapa komponen frekuensi yang berbeda dan
penjejakan suatu sasaran yang bergerak maupun diam saling ortogonal. Pada frekuensi tinggi fungsi gelombang-
dengan mengunakan pantulan gelombang elektromagnetik singkat adalah sempit sedangkan pada frekuensi rendah
seperti pesawat, kapal, kendaraan, manusia dan lingkungan fungsi gelombang-singkat adalah lebar yang disebut dengan
alam. Energi pantulan yang diterima dari sasaran akan fungsi penyekala (scaling function).
diproses untuk memperoleh informasi berupa posisi,
Secara dasar Analisis Multiresolusi harus memenuhi
karakteristik, maupun kecepatan sasaran. Perbedaan Radar
persamaan sebagai berikut:
dengan system komunikasi umumnya terletak pada level
margin penerima, Kekuatan pantulan sinyal yang diterima
oleh radar bervariasi tergantung dari jarak radar kesasaran
dan RCS (radar cross section) sasaran. Jarak deteksi
maksimum dari radar tergantung dari SNR pada penerima (i )V j V j +1 , j Z
radar sesuai dengan persamaan radar [4]. Masalah utama
dalam sistem radar adalah proses deteksi sinyal yang sangat (ii ) U V j = L2 (R )
jZ (1)
lemah. Penyelesaian dalam masalah ini akan meningkatkan
kemungkinan deteksi dari sasaran yang lebih kecil dan jarak (iii ) I V j = {0}
sasaran yang lebih jauh. Peningkatan SNR pada penerima jZ
umumnya mengunakan integrasi pulsa yang terdiri dari (iv) f V j f (2.) V j +1
sejumlah PRI (pulse repetition interval) baik sebelum
maupun sesudah detektor, sehingga untuk memperbaiki SNR
pada penerima membutuhkan sejumlah pulsa. Pada radar (v){ ( x k )}kZ adalah basis ortonormal
dengan fitur fast scanning akan menghasilkan jumlah V0
integrasi pulsa yang lebih sedikit.
Dalam beberapa tahun terakhir, Transformasi wavelet jika didefinisikan Pj adalah proyeksi ortogonal kedalam
telah digunakan dalam beberapa bidang keilmuan khususnya Vj, maka didapatkan
dalam pengolahan sinyal dan merupakan sebagai alat bantu
yang baik dalam kawasan time frequency [1]. Transformasi lim j = ~ Pj f = f , f L2 (R )
wavelet mempunyai sensitivitas untuk sinyal transien dan
tidak mempunyai komponen DC. Diharapkan dengan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


216 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Didefinisikan Wj adalah komplemen ortogonal Vj dalam B f p (5)


n=
Vj+1 atau Vj tegak-lurus Wj dan 6 m

V j +1 = V j W j (2)
Dengan B adalah lebar berkas antenna ( derajat),fP adalah
laju pengulangan pulsa (HZ) dan m adalah putaran antenna
radar per menit (rpm). Sebagai contoh radar dengan lebar
Diberikan dua ruang Vj0 dan Vj, dengan j>j0, jika
berkas antenna 1,50, laju pengulangan pulsa 340 Hz dan
dimasukkan dalam rumus (2) didapat:
rotasi antenna 5 rpm akan didapatkan n=17 pulsa per scan.
Dari persamaan (5) untuk radar dengan laju scanning yang
tinggi seperti phased array radar akan di hasilkan jumlah
j 1 pulsa integrasi yang rendah.
V j = V j0 Wj (3)

j = j0
C. Transformasi paket wavelet
Transformasi paket wavelet mempunyai beberapa
aplikasi, salah satunya melibatkan perhitungan basis yang
jadi fungsi Vj adalah kombinasi linear fungsi dalam Vj0 terbaik. Basis yang terbaik digunakan untuk aplikasi
dan Wj, j=j0, ,j0+1,....j-1, yang dapat dianalisis secara terpisah pengurangan derau dan kompresi data. Langkah pertama dari
dalam berbagai skala. Qj adalah proyeksi ortogonal kedalam transformasi wavelet adalah menghitung fungsi penyekala
Wj, sedang Vj menjangkau basis Vj+1, Pjf dan Qjf berturut- (low pass) dan fungsi wavelet (high pass). Fungsi penyekala
turut adalah skala kasar (coarse scale) dan skala baik (fine menghasilkan versi yang lebih halus dari sinyal aslinya,
scale) dalam f V j +1 . sedang fungsi wavelet akan menghasilkan batas tepi dari
sinyal aslinya.
Diasumsikan sinyal yang diterima y(n) adalah
B. Integrasi pulsa radar
Persamaan jangkauan maksimum deteksi radar Rmak di
tentukan oleh persamaan radar sebagai berikut
y(n)=x(n) + z(n) (6)

4
=
Pt GAe T (4)
Rmak dengan x(n) pulsa radar yang diterima, z(n) derau gaus putih
(4 )2 kT0 BFn (S / N )min dan n= 1,2,...,N. dengan mengunakan trasformasi wavelet
paket yang menpunyai dua dimaensi yaitu waktu dan
frekuensi di dapatkan hasil sebagai berikut:
dengan Pt adalah daya pancar, G adalah penguatan antenna,
Ae adalah aperture efektif antena, T adalah radar cross WPjy, s (i ) = WPjx, s + WPjz, s (7)
section sasaran, k adalah konstanta boltzman, T0 adalah
temperature standar, Fn adalah derau figure,(S/N)min adalah
SNR minimum pada keluaran penguat IF (Intermediate
Frequency). Dalam persamaan (4) Pt, Gt dan Ae ditentukan Dengan WPjy, s , WPjx, s , WPjz,s berturut turut adalah koefisien
oleh perangkat keras system radar. Untuk memperluas
paket wavelet dalam sumbu y,x dan z, j=1,2,,J dengan J
jangkauan dengan cara memperkecil SNR, cara yang
adalah jumlah level dekomposisi dan s=1,2,,2j adalah
digunakan biasanya dengan mengunakan integrasi pulsa.
jumlah skala dan i=1,2,,M dengan M=N/2j dan N adalah
Integrasi pulsa radar adalah penjumlahan dari semua
panjang dari sinyal.
pantulan pulsa radar untuk perbaikan pendeteksian, integrasi
bisa dilakukan sebelum detector (Penguat IF) yang diberi
nama integrasi koheren. Integrasi koheren atau sesudah
detector (Penguat video) yang diberi nama integrasi non III. PENGURANGAN DERAU BERBASIS WAVELET
koheren. Perbedaan integrasi koheren dan non koheren
terletak pada hasi integrasinya. Jika pada integrasi koheren Konsep pengurangan derau dengan wavelet dan paket
bila sebangyak n pulsa yang mempunyai fase dan SNR yang wavelet adalah sama. Ide ini didasarkan pada asumsi hanya
sama bila di integrasikan secara ideal akan menghasilkan n koefisien wavelet yang besarlah yang mempunyai
kali SNR tiap pulsa, sedang pada integrasi non koheren bila kontribusi pada sinyal dan mengestimasi dari nilai x yang
n pulsa dengan hanya memiliki SNR yang sama akan meng
mempunyai nilai lebih besar dari nilai batas ambang dengan
hasilkan kurang dari n kali SNR tiap pulsa. Perbedaan ini
nilai batas ambang .
disebabkan oleh ketidaklinearan detector. Jumlah pulsa yang
di kembalikan dari sasaran pada saat penyapuan radar adalah Dalam aplikasi pengurangan derau, pemilihan nilai
sebagai berikut: merupakan hal yang kritis. Jika pemilihan terlalu besar akan
mengakibatkan sinyal terlalu halus, bila nilainya terlalu
kecil derau masih kelihatan. Dalam koefisien wavelet
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 217

mengandung sinyal dan bagian derau. Dalam pengolahan 1

sinyal bertujuan menghilangkan bagian derau. Metoda batas 0.8

ambang yang telah ada adalah metode soft thresholding dan


0.6

0.4

hard thresholding, metode ini hanya memelihara koefisien 0.2

yang besarnya melebihi nilai , sedangkan nilainya yang


0

-0.2

kurang dari , di ubah menjadi nol. -0.4

-0.6

Pada makalah ini di usulkan pemilihan koefisien


-0.8

dengan mengunakan metoda kurtosis, persamaan kurtosis Gambar 1 Sinyal pulsa radar
adalah sebagai berikut:
2

E(x )4 (8)
k=
1
4
0

Dengan adalah adalah deviasi standar dari x, adalah -1


0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
deviasi standar dari x dan E(t) adalah nilai expektasi dari
nilai t.
Gambar 2 Sinyal pulsa radar berderau dengan SNR =-10 dB

IV. ALGORITMA DAN SIMULASI

Algoritma untuk pengurangan derau sinyal radar di bagi


menjadi dua tahap untuk mengurangi kompleksitas
perhitungan dan meningkatkan kecepatan proses. Langkah
pertama adalah sebagai berikut:

A. Langkah pertama.
Hitung koefisien paket wavelet dari sinyal yang di
terima Gambar 3Sinyal radar hasil pengurangan derau langkah pertama
Perkirakan nilai kurtosis dari koefisien paket
wavelet
Terapkan test Gausian
Set koefisien Gausian ke nol
Hitung jumlah sisa dari non Gausian, jika jumlah
skala non Gausian liber besar dari satu lanjutkan
langkah kedua, jika tidak lanjutkan langkah
berikut.
Rekontruksi sinyal dengan koefisien yang ada.

B. Langkah ke dua
Gambar 4 Sinyal radar hasil pengurangan derau langkah kedua
Gunakan soft threshold untuk menghilangkan
koefisien gausian yang masih ada.
Rekonstruksi sinyal dengan koefisien yang ada. V. KESIMPULAN

Kinerja radar dapat ditingkatkan dengan cara


memperkecil SNR, SNR diperkecil mengunakan
Pengurangan derau pada pulsa radar RF disimulasikan pengolahan sinyal berbasis wavelet. Pengolahan sinyal
dengan penambahan derau Gaussian putih. Parameter yang pulsa radar bebasis wavelet telah berhasil di simulasikan
digunakan adalah PRI (Pulse Repretition Interval) dan pada sinyal radar dengan SNR= -10 dB
SNR, hasil simulasi seperti gambar dibawah ini.

REFERENSI
[1] Burrus, C. S., Ramesh A. Gopinath, and Haitao Guo,Introduction to
Wavelet and Wavelet Transform, Prentice Hall, New Jersey, 1998

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


218 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

[2] G. Wei and S. Wu, Denoising Radar Signals Using Complex [5] R. Munadi, R. Hayati,M. Irhamsyah dan F. Arnia, Performansi
Wavelet IEEE Trans. On Signal Processing pp. 340-348 2003 Filter Digital FIR dan IIR pada Pengolahan Sinyal Radar, Jurnal
[3] S. Mallat., A wavelet tour of signal processing, Akademic Press, rekayasa Elektrika, volume 3 no 1 Tahun 2004.
San Diego, CA,1998 [6] O.A.M. Aly and A.S. Omar, Detection and Localization Of RF
[4] M.L. Skolnik, Introduction to Radar Systems, 3 rd edition, Mc Graw Radadar Pulses In Noise Environments Using Wavelet Packet
Hill, New York,2001 Transform and Higher Order Statistics, Progress In
Electromagnetics Research, PIER 58, 301-317,2006
Proceedings of CITEE, August 4, 2009 219

Design and Testing of Six DOF IMU v2.1


Carried in Vehicle for INS Algorithm
Romi Wiryadinata
Graduate Student of Electrical Engineering Dept., Gadjah Mada University, Jogjakarta
Email: romi_wiryadinata@yahoo.com

Wahyu Widada
Guidance and Control Div., National Institute of Aeronautic and Space, Bogor
Email: w_widada@yahoo.com

Thomas Sri Widodo


Electrical Engineering Dept., Gadjah Mada University, Jogjakarta
Email: thomas @mti.ugm.ac.id

Sunarno
Physic Engineering Dept., Gadjah Mada University, Jogjakarta
Email: efs_sunarno@yahoo.com

Abstract GPS precision is excellent in long distance yang memiliki matrik transformasi pada tata acuan
measurement, while it is poor in short distance measurement. koordinat benda yang kemudian akan dirubah ke tata
IMU (Inertial Measurement Unit) has a different properties, it acuan yang memperhitungkan terhadap perubahan altitude
is excellent in short distance measurement, while it is poor in dan tata acuan koordinat bumi .
long distance measurement. Hence, the advantages of both
sensors are being integrated by INS (Inertial Navigation Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa
System) algorithm using high speed microprocessor. Before orang dengan objek and fokus penelitian yang berbeda.
being tested in a rocket flying, IMU v2.1 is tested in vehicle. Walchko pada tahun 2002 menulis paper yang berjudul Low
IMU v1.2 has been integrated and a laboratory and field Cost Inertial Navigation: Learning to Integrate Noise and
testing with vehicle. The result of this prototype for a while has
shown that HPF could result in output stabilization to zero g
Find Your Way [1], penelitian tersebut memiliki kesalahan
or in 2.5 volt. Small value of capacitor in second version give akurasi GPS mencapai 10-15 meter perdetik atau setara
fast response to steady position and the characteristics of dengan 95% dalam setiap detiknya.
sensor and signal condition are acknowledged. From this
Real-Time Navigation, Guidance, and Control of a UAV
research are identified the amount of noise in zero g state with
value ranging from 5 to 47 bit.
(Uninhibited Aerial Vehicle) using Low-cost Sensor [2],
yang ditulis oleh Kim dkk pada tahun 2006
Keywords accelerometer, gyroscope, 6 DOF IMU, INS mengimplementasikan INS/GPS untuk sistem GNC
algorithm (Guidance, Navigation and Control) pada UAV.
I. INTRODUCTION Design and Error Analysis of Accelerometer-Based
Inertial Navigation System [3], pada paper ini Tan and Park
Navigasi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu baik (2002) mendesain INS hanya dengan menggunakan
secara alami yang terdapat pada binatang maupun manusia. accelerometer untuk mengetahui perubahan sudut dan
Burung, lebah, ikan dan hampir semua jenis binatang komputasi linear pada body navigasi.
memanfaatkan insting kehewanannya sebagai navigasi
untuk mengetahui dan memberi petunjuk lokasi keberadaan Kumar 2004 menulis Integration of INS and GPS using
makanan dan tempat tinggalnya, sedangkan manusia yang Kalman Filter [4] dengan fokus peneltian pada pembuatan
memiliki kecerdasan memanfaatkan matahari dan bintang simulator, dimana hasil keluaran GPS diproses
sebagai navigasi alami untuk menentukan arah dan posisi menggunakan FPGA (Field Programmable Gate Array) dan
[8]. hasil dari integrasi IMU-GPS diproses dengan DSP (Digital
Signal Processing), hal ini karena dibutuhkannya processor
Penelitian pada paper ini bertujuan untuk mengetahui yang memiliki kecepatan komputasi yang tinggi.
perbedaan antara hasil pengujian dengan menggunakan
kendaraan yang bergerak lambat. Algoritma INS (Inertial Simulasi pada roket AtlasIIAS juga menggunakan
Navigation System) yang dikembangkan nantinya akan integrasi INS dan GPS seperti pada paper yang ditulis oleh
digunakan untuk system navigasi roket, sehingga sebelum Istanbulluoglu pada tahun 2002 [5].
memasuki tahap uji coba pada sistem roket, algoritma ini
Schumacher (2006) menulis tentang Integration of a
dilakukan uji coba terlebih dahulu pada kendaraan. Ujicoba
GPS aided Strap down INS for land Vehicle, The estimation
dilakukan menggunakan kendaraan dengan asusmsi bahwa
kendaraan yang bergerak lambat pada permukaan bumi

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


220 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

accuracy and error statein of INS [6] yang dimodelkan dan


dianalisa bedasarkan EKF (Extended Kalman Filter). (3)
Hjortsmarker (2005) menulis tentang Experimental
System for Validating GPS/INS Integration Algotihms [7], (4)
yang bertujuan untuk mengkalibrasi INS dan GPS dengan
menggunakan jet-coaster agar mudah digambarkan kedalam
(5)
ruang tiga dimensi.
Dari beberapa penelitian di atas, pada penelitian ini Dimana nilai pada (pers. 2 sampai 4) harus bernilai satu
mencoba untuk memaparkan hasil perancangan IMU v2.1 seperti yang terdapat pada (pers. 6)
yang dilengkapi GPS dan telah dilengkapi juga dengan
algoritma INS yang nantinya akan di aplikasikan pada (6)
roket. Penelitian ini diharapkan dapat di implementasikan
secara langsung pada objek roket yang sesungguhnya
dengan kesalahan estimasi yang sekecil mungkin. Tujuan
jangka panjang dari penelitian ini adalah memberikan
(7)
kontribusi yang besar pada pengembangan roket kendali
(LAPAN, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).
II. INS ALGORITHM
INS atau ada juga yang menyebutnya dengan INU Setelah nilai parameter tersebut diperoleh, maka roll,
(Inertial Navigation Unit) terdiri dari beberapa komponen pitch, dan yaw dapat diselesaikan menggunakan (pers. 8
penting dalam navigasi, diantaranya adalah altimeter sampai 10).
sebagai sensor ketinggian, GPS sebagai navigasi referensi,
dan IMU (Inertial Measurement Unit) yang terdiri dari (8)
sensor gyroscope dan sensor accelerometer dan ditambah
dengan satu komponen terpenting yaitu algoritma Inertial (9)
Navigation System (INS) yang berfungsi sebagai algortima
untuk menggabungkan antara dua sistem navigasi sehingga
kecepatan dan ketelitian dari data sistem navigasi dapat (10)
lebih akurat. Dua sistem navigasi yang digabungkan adalah
GPS dan IMU yang keduanya serupa tapi tak sama dalam Percepatan (ax, ay dan az) dalam m/s2 diperoleh dari
hal pencuplikan data. GPS merupakan alat untuk membaca keluaran sensor accelerometer dan kemudian akan diproses
sistem navigasi yang berbasis satelit, sedangkan IMU tidak untuk memperoleh posisi (U, V, dan W) dalam m. Nilai
berbasis satelit tetapi hanya berdasarkan koordinat sumbu gravitasi g tidak dapat diabaikan sehingga pada (pers. 11
benda dan koordinat navigasi. Pada penelitian ini altimeter sampai 13) nilai g berfungsi untuk memperoleh nilai
tidak digunakan dengan asusmsi bahwa dengan kecepatan yang sudah tidak terpengaruh oleh efek gravitasi.
menggunakan sensor accelerometer dan gyroscope tiga
sumbu ketinggian akan diperoleh bedasarkan dua sensor (11)
tersebut [9].
(12)
(Pers. 1) adalah persamaan untuk merubah kecepatan
sudut pada tata acuank koordinat body (p, q, r deg/sec)
(13)
menjadi sudut dalam tata acuan koordinat bumi (
deg). Dimana c = cos, dan s untuk sin.
Nilai kecepatan sudut yang sebenarnya (dalam koordinat
sumbu benda) diperoleh dari (pers. 16) dengan terlebih
(1) dahulu menyelesaikan (pers. 14 dan 15).

(14)
Dari hasil integral pada (pers.1) akan dapat diperoleh
sudut Euler dengan menggunakan nilai attitude dari
inisialisasi awal. Hal ini akan bermasalah ketika sudut pitch
90o, kesalahan akan terjadi karena nilai pitch menjadi (15)
tak terhingga. Permasalah tersebut dapat diselesaikan
dengan menggunakan persamaan Quaternion (pers. 2
sampai 7), dimana empat parameter Quaternion yang ada
dimasukan pada parameter Euler yang ada [4]. (16)
(2)

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 221

DCM (Direction Cosine Matrix) adalah matriks v1.1 telah diuji dan telah dipublikasikan terlebih dahulu,
transformasi untuk merubah koordinat sumbu bumi ke lihat pada referensi [10].
koordinat navigasi sumbu benda. Matrik transformasi DCM
dapat di lihat pada (pers. 17), sehingga posisi dalam
koordinat sumbu navigasi (X, Y, dan Z) dapat diperoleh
seperti yang terdapat pada (pers. 18)

(17)

(18)

Persamaan (19 sampai 21) adalah persamaan untuk


mengetahui posisi dalam latitude, longitude, dan down. Hal Gambar 2. Rngkaian IMU v2.1 dilengkapi rangkaian sinyal pengkondisi
ini diperlukan jika integrasi INS dan GPS ingin
menyesuaikan keluaran dari IMU dan INS sama seperti Untuk pengambilan data, microprocessor yang
pada GPS, tetapi tidak semua kebutuhan mengkorversi digunakan masih terpisah dengan sistem IMU karena masih
kedalam bentuk keluaran yang sama dengan GPS, bisa juga dalam tahap percobaan dan harus mengganti processor yang
GPS yang di konversi kedalam bentuk X,Y dan Z dalam digunakan. Jenis microprocessor yang digunakan adalah
meter. ATMega8 dan ATMega32, tergantung kebutuhan dan
panjang dari algoritma yang dicoba, sedangkan untuk
(19) system roket harus menggunakan microprocessor yang lebih
(20) cepat seperti menggunakan ATMega32u dengan 32 bit

(21) Signal conditioning yang digunakan seperti yang terlihat


pada (Gambar 2) terdiri dua filter yaitu LPF (Low-Pass
Filter) dan HPF (High-Pass Filter) yang masing-masing
telah disesuaikan untuk kebutuhan percobaan pada
III. DESIGN OF SYSTEM kecepatan lambat, sedangkan amplifier digunakan untuk
Dari pendahulan di atas dapat digambarkan diagram mengutkan output dari sensor. Berikut ini (Gambar 4)
blok penelitian seperti terdapat pada (Gambar 1). Paper ini adalah skematik dari rangkaian HPF.
merupakan bagian kecil dari penelitian dan baru tahap awal
untuk menguji algoritma dengan kendaraan sebelum masuk
pada tahap berikutnya yaitu pengujian dengan jet-coaster,
pesawat aeromodeling, dan dengan di implementasikan
langsung pada roket kendali LAPAN. Pada penelitian ini
seperti yang terdapat pada (Gambar 1) dibagi atas beberapa
tahap diantaranya perancangan perangkat keras, perangkat
lunak yang berupa perancangan algoritma, perancangan
box, simulasi perangkat lunak dan user guide agar bisa
mudah digunakan oleh umum.

Gambar 3. Microprocessor dan max232

HPF berfungsi untuk mengembalikan posisi nilai ke


keadaan 0 g yang pada sistem hardware ini berada pada 2.5
volt dan juga berfungsi untuk mengenali jenis perubahan
yang terjadi pada sensor, apakah sensor bergerak
berdasarkan keadaan real atau bergerak karena ada
perubahan posisi sensor pada tata acuan koordinat
Gambar 1. Diagram blok penelitian bendannya. Sedangkan LPF berfungsi sebagai filter dari
keluaran sensor. Keluaran dari sensor tidak murni nilai dari
Pada perancangan sistem hardware, IMU yang sensor tetapi ada noise, bias, dan drift dari sensor yang
digunakan pada penelitian ini merupakan hardware IMU terbawa dan dikuatkan juga dan sampai pada output sistem.
v2.1 yang dirancang khusus untuk percobaan dengan
kecepatan yang lambat baik dengan berjalan kaki, sepeda,
sepeda motor maupun mobil. Hardware versi sebelumnya

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


222 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Gambar 4. Skematik rangkaian HPF

Noise, bias, dan drift akan dihilangkan atau di filter pada Gambar 7. Percobaan dengan berjalan kaki
sistem software dengan menambahakan dan memberikan
(Gambar 8) adalah percobaan yang dilakukan dengan
beberapa konstanta maupun parameter pada algoritma
sepeda. Percobaan dengan sepeda dilakukan dengan
sehinga navigasi yang dikalkulasi tidak lagi mengandung
berjalan tetapi IMU dan GPS di letakan pada sepada dengan
efek-efek yang keluar dari sistem hardware. Berikut ini
maksud agar menghindari goncangan (noise) dari hentakan
(Gambar 5) adalah skematik dari rangkaian LPF
kaki, selain itu kecepatan bisa lebih cepat dari berjalan kaki
walaupun pengendara tidak megayuh sepedanya.

Gambar 5. Skematik rangkaian LPF


Gambar 8. Percobaan dengan sepeda

Berikutnya percobaan dilakukan dengan kendaraan


IV. RESULT AND DISCUSS bermotor, dengan posisi IMU dan GPS seperti terdapat pada
Penelitian ini dilakukan di LAPAN rumpin pusat (Gambar 9).
teknologi wahana dirgantara. Posisi pengambilan data dapat
dilihat pada (Gambar 6) berikut. Titik satu dan titik dua
adalah posisi awal dan akhir dari satu kali percobaan.

Gambar 9. Percobaan dengan kendaraan bermotor

Dalam keadaan diam, 6 DOF IMU memiliki range


Gambar 6. Lokasi pengambilan data
keluaran antara 5 sampai 47 bit. Hal ini berarti masih
terdapat noise yang harus dihilangkan terlebih dahulu agar
File data percobaan akan di simpan dengan nama yg
ketelitian dapat diperoleh. Nilai tegangan referensi
berbeda untuk setiap percobaan dari titik 1 ke titik 2 atau
diinisialisasi pada saat awal percobaan (lihat bagian 3
sebalikny dengan posisi IMU dan GPS searah dengan salah
paragraf 5). Nilai keluaran 6 DOF IMU dalam keadaan
satu sumbu koordinat yang akan diambil datanya. Berikut
diam dapat di lihat pada (Gambar 10) berikut ini
ini (Gambar 7) adalah gambar pengujian yang dilkukan
dengan berjalan dan searah sumbu X.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 223

sepeda, dan kendaraan motor. Dari hasil percobaan dapat


diketahui karakteristik masing-masing dan dapat diketahui
perbedaan gain pada rangkaian amplifier untuk setiap cara
pengambilan data tersebut. Penguatan untuk pejalan kaki
lebih kecil dibanding dengan sepeda dan lebih besar
dibanding dengan motor. Dari kesimpulan ini perlu dikaji
ulang dengan mengubah parameter gain dari yang telah
dilakukan pada penelitian ini dengan terlebih dahulu
menghilangkan efek noise, drift, maupun bias dari output
IMU. Nilai yang kecil pada kapasitor di IMU v2.1 ini
memberikan respon yang cepat untuk kembali pada posisi
diam, selain itu pada IMU v2.1 ini juga diketahui pada saat
diam masih terdapat noise yang berkisar antara 5 sampai 47
bit.
Gambar 10. Keluaran 6 DOF IMU dalam keadaan diam
REFERENCES
[1] K. J. Walchko, Low Cost Inertial Navigation: Learning to
Integrate Noise and Find your Way, Master Thesis, University
of Florida, 2002, USA.
www.mil.ufl.edu/publications/thes_diss/Kevin_Walchko_thesi
s.pdf
[2] J. H. Kim, S. Wishart, and S. Sukkarieh, Real-Time
Navigation, Guidance, and Control of UAV using Low-cost
Sensors, The Australian National University, 2006, Australia.
www.engnet.anu.edu.au/DEpeople/Jonghyuk.../FSR03-
NavGuidCtrl-Kim.pdf
[3] C. W. Tan and S. Park, Design and Error Analysis of
Accelerometer-Based Inertial Navigation System, Research
Reports, University of California, 2002, USA.
Gambar 11. Posisi dalam koordinat sumbu bumi http://repositories.cdlib.org/its/path/reports/UCB-ITS-PRR-
2002-21
Data yang keluar dari rangkaian pengkondisi sinyal [4] V. Kumar N., Integration of Inertial Navigation System and
masih terdapat noise yang berupa bias dan scaling lebih Global Positioning System Using Kalman Filtering, Master
lengkap lihat referensi [8]. (Gambar 11 dan 12) adalah Thesis, Indian Institute of Technology, 2004, India.
bentuk keluaran setelah diproses mejadi data posisi dalam www.casde.iitb.ac.in/Publications/pdfdoc-2004/vikas-ddp.pdf
koordinat sumbu bumi (North, East,dan Down) dan dan [5] M. Istanbulluoglu, Performance Tradeoff Study of A GPS-
Aided INS for A Rocket Trajectory, Master Thesis, Air Force
koordinat sumbu benda (X, Y dan Z). Institute of Ohio, 2002, USA.
www.stormingmedia.us/12/1293/A129324.pdf
[6] A. Schumacher, Integration of GPS Aided Strapdown Inertial
Navigation System for Land Vehicle, Master Thesis, Royal
Institute of Technology, 2006, Sweden.
www.ee.kth.se/php/modules/publications/.../XR-EE-
SB_2006_006.pdf
[7] N. Hjortsmarker, Experimental System for Validating
GPS/INS Integration Algotihms, Master Thesis, Lulea
University of Technology, 2005, Sweden.
http://epubl.ltu.se/1402-1617/2005/307/index-en.html
[8] R. Wiryadinata and W. Widada, Development of Inertial
Navigation System for Guided Rocket Flight Test,
SIPTEKGAN XI, 2007, Jakarta, Indonesia.
[9] R. Wiryadinata and W. Widada, Simulasi Penggabungan Data
pada Algoritma INS untuk Uji Peluncuran Roket Kendali,
Gambar 12. Posisi dalam koordinat sumbu benda SITIA, 2008, Surabaya, Indonesia.
[10] R. Wiryadinata and W. Widada, Prototype of A Low-Cost
V. CONCLUSION Inertial Measurement Unit for Guided Rocket Flight Test,
SEMNAS UTY 4, 2008, Jogjakarta, Indonesia.
Telah berhasil dikembangkan IMU v2.1 dan telah
diujicoba pada kecepatan rendah dengan tiga cara
pengambilan data yang berbeda, yaitu dengan pejalan kaki,

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


224 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

Analisis Citra Medis Menggunakan Segmentasi


Adaptif
Indah Soesanti*, Adhi Susanto*, Thomas Sri Widodo*, Maesadji Tjokronegoro**
*Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
email: indah@mti.ugm.ac.id

**Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

AbstractImage segmentation is an important step in an Segmentasi citra merupakan kegiatan yang sangat
image analysis system. The goal is to separate the image into diperlukan dalam usaha memahami ciri citra secara lengkap.
regions that are meaningful for a given task. The successful of an Segmentasi citra merupakan salah satu proses dalam
image analysis system depends on the quality of segmentation. In pengolahan citra yang paling sulit [14]. Keakuratan
medical imaging, this could involve the detection of organs or
tissue types from MRI images. One way of performing
segmentasi menentukan keberhasilan dalam analisis suatu
segmentation is by classification, in which image pixels are citra. Algoritma segmentasi citra grayscale (misalnya citra
classified into different classes according to their feature. medis) umumnya berdasar pada dua sifat dasar nilai
In this research, the Fuzzy C-Means algorithm with spatial intensitas citra yaitu diskontinuitas dan kesamaan. Pada
information is presented for doing MRI medical image segmentasi citra berdasar diskontinuitas, pendekatan yang
segmentation. The FCM clustering utilizes the distance between dilakukan adalah dengan melakukan partisi citra berdasar
pixels and cluster centers in the spectral domain to compute the perubahan drastis intensitas citra, yang dikenal juga sebagai
membership function. The pixels on an image are highly proses deteksi tepi. Sedang segmentasi citra berdasar
correlated, and this spatial information is an important kesamaan, pendekatan yang dilakukan adalah melakukan
characteristic that can be used to aid their labeling. The FCM
method was successfully classifies the normal brain MRI image
partisi citra ke dalam region-region yang sama berdasarkan
and two brain MRI images with glioma into C cluster himpunan kriteria yang telah didefinisikan di awal.
Segmentasi pada citra medis akan menghasilkan citra
Keywords: medis yang disertai batasan objek yang merupakan ciri
medical image, image segmentation, fuzzy c-means, magnetic penting karena dapat menggali informasi untuk pengenalan
resonance imaging pola guna keperluan analisis.
Tujuan utama segmentasi adalah membagi citra ke dalam
I. PENDAHULUAN bagian-bagian yang mempunyai korelasi kuat dengan objek
Dewasa ini dalam bidang medis telah banyak dalam citra. Citra medis yang tersegmentasi dengan baik
dimanfaatkan teknologi digital, salah satunya pada akan didapatkan informasi batasan-batasan objek dengan
diagnosis melalui pencitraan medis. Pencitraan medis jelas, misalnya untuk keperluan deteksi sel tumor pada
dengan teknologi digital bersifat non-invasive, painless, pasien. Informasi ini sangat membantu tenaga medis secara
serta dapat memberikan informasi bagian dalam tubuh objektif dan akurat untuk melakukan analisis, diagnosis,
manusia dalam bentuk potongan atau slice tertentu untuk perencanaan pengobatan, dan tindakan medis yang
keperluan diagnosis. Teknologi yang mampu memberikan diperlukan.
informasi ini adalah pencitraan CT Scan (Computed Untuk itu dalam penelitian ini akan dilakukan segmentasi
Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). citra medis secara adaptif menggunakan metode fuzzy c-
MRI memiliki keunggulan dibanding CT scan yakni tidak means (FCM) dengan informasi spasial yang berguna dalam
menggunakan radiasi pengion dan lebih unggul dalam segmentasi citra asli yang berderau.
mendeteksi kelainan pada jaringan lunak, misalnya pada Beberapa peneliti telah mengembangkan metode-metode
otak. segmentasi citra [1518]. Akan tetapi pada metode-metode
Guna mendapatkan hasil yang optimal, dibutuhkan tersebut tidak memanfaatkan informasi multispektral isyarat
pengolahan citra medis MRI, yang diharapkan dapat MRI. Pengklasteran fuzzy c-means (FCM) [15,19,20]
membantu dalam hal diagnosis yang objektif. Penelitian- merupakan teknik tak-terbimbing yang berhasil diterapkan
penelitian terkait pengolahan citra telah banyak dilakukan di untuk analisis ciri, pengklasteran, dan rancangan
antaranya kompresi citra [1], pengurangan derau [2,3], pengklasifikasi dalam bidang-bidang seperti astronomi,
deteksi tepi [47], hingga segmentasi citra [812]. geologi, pencitraan medis, pengenalan sasaran, dan
Salah satu permasalahan penting dalam bidang segmentasi citra.
pengolahan citra dan pengenalan pola adalah segmentasi Suatu citra dapat direpresentasikan dalam berbagai ruang
citra ke dalam area homogen [13]. Ekstraksi ciri dan ciri, dan algoritma FCM mengklasifikasi citra dengan
segmentasi citra merupakan langkah awal dalam analisis mengelompokkan titik-titik data yang serupa dalam ruang
citra. Beberapa metode segmentasi citra telah diusulkan, di ciri ke dalam klaster. Pengklasteran ini dicapai secara
antaranya metode-metode berbasis thresholding histogram, iteratif meminimisasi fungsi cost yang tergantung pada
clustering, ataupun region growing. jarak piksel ke pusat klaster dalam domain ciri.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 225

Piksel-piksel pada suatu citra pada dasarnya mempunyai


korelasi kuat, piksel yang dekat dengan tetangga 1
mempunyai data ciri yang hampir sama. Oleh karenanya, u ij = 2 / (m 1 )
(2)
relasi spasial dari piksel tetangga merupakan karakteristik c || x j vi ||
penting yang sangat membantu dalam segmentasi citra.

k =1 || x v ||


Teknik deteksi batas umum memanfaatkan kelebihan j k
informasi spasial ini untuk segmentasi citra. Akan tetapi, dan
algoritma FCM konvensional tidak sepenuhnya N
memanfaatkan informasi spasial ini.
Pedrycz dan Waletzky [21] menggunakan informasi uijm x j
j= 1
klasifikasi yang ada dan diterapkan sebagai bagian dari vi= N (3)
prosedur optimisasinya. Ahmed dkk. [22] memodifikasi
fungsi objektif algoritma FCM standar untuk memberikan um
ij
j= 1
label pada tetangga piksel untuk mempengaruhi
pelabelannya.
Algoritma FCM modifikasi itu memberikan hasil yang Dimulai dengan taksiran awal untuk setiap pusat
lebih baik dibanding metode FCM konvensional pada citra klaster, FCM konvergen pada solusi untuk vi yang
berderau. Akan tetapi, cara menggabungkan informasi merepresentasikan minimum lokal fungsi cost. Konvergensi
piksel tetangganya terbatas untuk aplikasi masukan ciri- dapat dideteksi dengan membandingkan perubahan fungsi
tunggal. keanggotaan atau pusat klaster pada dua langkah iterasi
Tujuan penelitian ini adalah melakukan segmentasi berturut-turut.
adaptif citra medis MRI menggunakan metode Fuzzy C- B. FCM Spasial
Means Clustering dengan informasi spasial. Dalam metode
Salah satu karakteristik penting dari suatu citra adalah
yang dikembangkan ini digabungkan informasi spasial, dan
bahwa piksel tetangga berkorelasi tinggi. Dengan kata lain,
bobot keanggotaan setiap klaster diubah setelah
piksel tetangga tersebut memiliki nilai ciri yang sama, dan
memperhitungkan distribusi klaster pada tetangga. Skema
mempunyai probabilitas yang tinggi bahwa piksel-piksel
ini bermaksud untu meminimalkan pengaruh derau. Dalam
tersebut termasuk dalam klaster yang sama.
penelitian ini dilakukan segmentasi terhadap sebuah citra
Hubungan spasial ini sangat penting dan pengklasteran,
medis MRI otak normal dan dua buah citra medis MRI otak
tetapi tidak digunakan dalam algoritma FCM standar. Untuk
dengan glioma.
memanfaatkan informasi spasial, suatu fungsi spasial
II. METODOLOGI didefinisikan sebagai

A. Fuzzy C-Means Clustering


Algoritma FCM menetapkan piksel setiap kategori
hij = u ik (4)
kNB(x j )
dengan menggunakan fungsi keanggotaan fuzzy. Misalkan
X=(x1, x2,.,xN) menyatakan citra dengan N piksel yang
dipartisi menjadi c klaster, dengan xi merepresentasikan dengan NB(xj) merepresentasikan window yang terpusat
data. Algoritma ini merupakan optimisasi iteratif yang pada piksel xj dalam domain spasial. Dalam penelitian ini
meminimalkan fungsi cost yang didefinisikan sebagai digunakan window 3x3. Fungsi spasial hij
berikut: merepresentasikan probabilitas bahwa piksel xj termasuk
klaster ke-i. Fungsi spasial suatu piksel untuk sebuah klaster
N c akan bernilai besar jika mayoritas tetangganya termasuk
J = u ijm || x j vi ||2 (1) dalam klaster yang sama. Fungsi spasial tergabung dalam
j=1 i=1
fungsi keanggotaan berikut:

p q
dengan uij merepresentasikan keanggotaan piksel xj dalam uij hij
klaster ke-i, vi adalah pusat klaster ke-i, dan m adalah u'ij = c
konstanta. Parameter m mengendalikan fuzziness partisi ukjp hqkj
(5)
hasil, dan and dalam studi ini digunakan m=2. k= 1
Fungsi cost diminimalkan saat piksel dekat centroid
klasternya yang ditandai dengan nilai keanggotaan tinggi, dengan p dan q adalah parameter untuk mengendalikan
dan nilai keanggotaan rendah ditetapkan untuk piksel kepentingan relatif kedua fungsi.
dengan data yang jauh dari centroid. Dalam daerah homogen, fungsi spasial benar-benar
Fungsi keanggotaan merepresentasikan probabilitas mengukuhkan keanggotaan asli, dan hasil pengklasteran
bahwa suatu piksel termasuk klaster khusus. Dalam tetap tak berubah. Akan tetapi, untuk piksel berderau,
algoritma FCM, probabilitas tersebut tergantung hanya pada formula ini mengurangi bobot klaster berderau dengan label
jarak antara piksel dan masing-masing pusat klaster piksel tetangganya. Hasilnya adalah bahwa piksel tak-
individu dalam domain ciri. Fungsi keanggotaan dan pusat terklasifikasi dari daerah berderau atau tumpukan palsu
klaster diperbarui menggunakan persamaan berikut: dapat dikoreksi dengan mudah. FCM spasial dengan

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


226 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

parameter p dan q dinyatakan dengan sFCMp,q. Jadi, Mulai


sFCM1,0 identik dengan FCM konvensional.
Pengklasteran adalah proses dua-jalan (two-pass) pada
setiap iterasi. Jalan pertama adalah sama dengan FCM Data x, centroid v, jumlah
data N, jumlah kelas c,
standar untuk menghitung fungsi keanggotaan dalam
ambang , Parameter m,
domain spektral. Pada jalan kedua, informasi keanggotaan Iterasi n,Parameter p, q
setiap piksel dipetakan ke domain spektral, dan fungsi
spasial dihitung dari domain spektral tersebut. Iterasi FCM
diproses dengan keanggotaan baru yang tergabung dengan
fungsi spasial. Iterasi akan berhenti pada saat perbedaan
Menghitung fungsi keanggotaan uij
maksimum antara dua pusat klaster pada dua iterasi
berturut-turut lebih kecil dari ambang (=0,02). Setelah
konvergen, defuzifikasi diterapkan untuk menentukan setiap
piksel ke klaster spesifik agar keanggotaan maksimal. Menghitung fungsi spasial hij
C. Glioma
Glioma merupakan jenis tumor otak yang umum
n=n+1
terjadi. Tumor ini disebut glioma karena berawal dari sel
glial. Glioma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa Menghitung fungsi keanggotaan uij
tingkat (grade), yakni Grade I (paling rendah), Grade II,
Grade III, dan Grade IV (paling tinggi).
Klasifikasi ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain Menghitung Centroid vij
sebagai berikut:
1. Ukuran kecil atau besarnya tumor.
2. Pertumbuhan tumor lambat atau cepat.
3. Letak tumor terlokalisasi atau menyebar. Uji kondisi berhenti
4. Crossing of the midline.
5. Belum atau telah menekan atau mengganggu Tidak
dan mengakibatkan perubahan
Ya
III. LANGKAH PENELITIAN
Selesai

Langkah-langkah dalam penelitian ini secara umum


ditunjukkan sesuai diagram alir pada Gambar 1. Objek
dalam penelitian ini adalah citra medis MRI otak normal Gambar 1. Diagram alir langkah penelitian
dan dua buah citra medis MRI otak dengan glioma. Pada
setiap citra medis MRI tersebut dilakukan segmentasi sesuai
dengan tahapan pada Gambar 1.
IV. HASIL DAN ANALISIS

Dalam penelitian ini dilakukan segmentasi terhadap


sebuah citra medis MRI otak normal (Gambar 1) dan dua
buah citra medis MRI otak dengan glioma (Gambar 2 dan
Gambar 3). Masing-masing adalah citra greyscale dengan
ukuran 256x256. Citra asli tersebut merupakan citra yang (a) (b)
masih mengandung derau, dan dalam hal ini dalam uji Gambar 2. MRI otak normal
metode yang dilakukan adalah tanpa melalui tahap (a) asli, (b) hasil segmentasi.
penapisan derau. Hal ini untuk membuktikan bahwa dengan
menggunakan FCM dengan informasi spasial akan mampu
untuk melakukan segmentasi sesuai yang diinginkan.
Gambar 2(a) menunjukkan citra medis MRI irisan
aksial otak dari seorang pasien wanita berumur 50 tahun.
Citra asli ini merupakan citra yang masih berderau. Pada
Gambar 2(b) terlihat bahwa hasil segmentasi menggunakan
metode FCM dengan informasi spasial berhasil (a) (b)
menunjukkan bagian Grey Matter, White Matter, dan Gambar 3. MRI otak dengan glioma tingkat I-II
Cerebrospinal Fluid (CSF), serta tidak terlihat adanya (a) asli, (b) hasil segmentasi.
kelainan (massa), sehingga dapat diidentifikasi bahwa otak
normal.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 227

Hasil perhitungan ini terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Vpc dan Vpe

(a) (b) Citra MRI Vpc Vpe


Gambar 4. MRI otak dengan glioma tingkat IV Normal 0,959 0,032
(a) asli, (b) hasil segmentasi.
Glioma Grade I-II 0,924 0,117
Pada Gambar 3 terlihat citra otak MRI untuk irisan Glioma Grade IV 0,920 0,122
aksial dari seorang pria berumur 47 tahun. Citra asli ini
merupakan citra yang masih berderau dan mempunyai
iluminasi yang tidak homogen. Dari hasil segmentasi Dari Tabel 1 terlihat bahwa untuk nilai Vpc didapatkan
menggunakan FCM dengan informasi spasial, didapat hasil terbesar untuk citra MRI normal, kemudian untuk citra MRI
citra MRI dapat tersegmen menjadi bagian-bagian yang glioma Grade I-II lebih kecil dan untuk citra MRI Glioma
diinginkan namun di sini juga dideteksi adanya kelainan Grade IV paling kecil. Hal ini disebabkan karena citra MRI
(massa) pada bagian tertentu. normal paling sederhana untuk dilakukan segmentasi
Dalam kasus ini ditunjukkan bahwa tumor tidak sehingga fungsi validitas Vpc lebih mendekati 1. Namun
mempengaruhi ataupun meluas ke midline structures dan secara keseluruhan untuk nilai Vpc di atas 0,9 semua, hal ini
tidak terhubung dengan bagian luas edema di sekitarnya. Di menunjukkan bahwa fungsi validitas untuk citra MRI
samping itu tumor juga terlihat berukuran kecil dan bersifat Glioma Grade I dan citra MRI Glioma Grade IV sudah
tidak kistik. Sehingga berdasar ciri-ciri yang dimiliki tinggi.
tersebut, tumor dapat diidentifikasi sebagai glioma tingkat Sementara untuk fungsi Vpe maka hasil akan lebih baik
I-II. untuk nilai minimum. Untuk citra normal terlihat nilainya
Sedang pada Gambar 4 terlihat citra otak MRI untuk paling kecil, kemudian untuk citra MRI Glioma Grade I II
irisan aksial dan citra asli ini juga merupakan citra yang lebih besar, dan citra Glioma Grade IV paling besar, namun
masih berderau. Di sini terlihat perbedaan yang sangat demikian secara keseluruhan nilai Vpe relatif kecil yaitu
signifikan jika dibanding dengan hasil pada Gambar 3, kurang dari 0,15. Sehingga berdasar nilai Vpc dan Vpe yang
yakni dari hasil segmentasi menggunakan FCM dengan diperoleh dapat dikatakan bahwa hasil segmentasi untuk
informasi spasial, didapat kelainan yang telah meluas dan ketiga citra tersebut telah mempunyai unjukkerja yang baik.
mempengaruhi jaringan di sekitarnya. V. KESIMPULAN
Pengaruh dari perluasan massa dapat menekan dan
menimbulkan perubahan ataupun gangguan pada area Berdasar hasil-hasil penelitian di atas maka dapat
tertentu, termasuk ventrikel. Sebuah area kelainan juga disimpulkan bahwa algoritma FCM dengan informasi
terlihat pada sisi yang lain, yang mungkin dapat merupakan spasial mampu untuk menghasilkan segmentasi dengan
sebuah perluasan tumor ataupun metastatis. Berdasar ciri- baik pada citra medis MRI normal dan MRI dengan glioma
ciri tersebut dapat diidentifikasi bahwa ini merupakan grade I-II dan grade IV yang semuanya merupakan citra
glioma tingkat IV atau merupakan glioblastoma. asli yang masih berderau dan dimungkinkan mempunyai
Analisis juga dilakukan dengan menghitung fungsi intensitas yang tidak homogen. Dengan demikian
validitas yaitu partisi fuzzy dan struktur ciri. Fungsi segmentasi menggunakan FCM dengan informasi spasial
validitas tersebut digunakan untuk mengevaluasi unjukkerja ini telah menghasilkan citra medis tersegmentasi yang
pengklasteran. Gagasan fungsi validitas tersebut adalah sangat bermanfaat untuk keperluan analisis.
bahwa partisi dengan fuzziness yang kurang, berarti
menunjukkan unjukkerjanya lebih baik. Hasilnya adalah DAFTAR PUSTAKA
bahwa pengklasteran terbaik dicapai pada saat nilai Vpc [1] Soesanti, I, 2008, " Kompresi Citra Medis Menggunakan
Alihragam Kosinus Diskret dan Sistem Logika Fuzzy Adaptif ",
maksimal atau saat nilai Vpe minimal. Fungsi Semesta Teknika (Fakultas Teknik UMY) Vol.11, No.1, Mei 2008,
representasi untuk partisi fuzzy adalah koefisien partisi Vpc hal. 1 7.
dan entropi partisi Vpe yang didefinisikan sebagai [2] Soesanti, I, 2008, "Aplikasi Tapis Adaptif untuk Pengurangan
Derau pada Citra Satelit", Forum Teknik (Fakultas Teknik UGM)
N c Vol. 32, No. 1, Januari 2008, hal. 39 45.

uij2 [3] Soesanti, I, 2008, "Pengurangan Derau Citra Medis Menggunakan


Tapis Adaptif", Media Teknik (Fakultas Teknik UGM) No. 2 Th.
j i
V pc = XXX, Mei 2008, hal. 167 174.
N [4] Hardie, R.C., dan Boncelet, C.G., 1995, Gradient-Based Edge
dan Detection Using Nonlinear Edge Enhancing Prefilters, IEEE
Trans. on Image Processing, Vol.4, No.11, 1572-1577
N c [5] Russo, F., 1998, Edge Detection in Noisy Images
uij log uij
Using Fuzzy Reasoning, IEEE Tran. on
Instrumentation and Measurement, Vol.47, No.5,
j i
V pe = Oct., 1102-1105
N

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


228 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

[6] Sharifi, M., Fathy, M., dan Mahmoudi, M.T., 2002, [14] Gonzales, R.C., Woods, R.E., and Eddins, S.L., 2004, Digital
"A classified and comparative study of edge Image Processing using Maltab, Pearson Prentice Hall, Inc., New
Jersey.
detection algorithms", Proc. of International
[15] Bezdek, J., Hall, L., Clarke, L., 1993, Review of MR image
Conference on IT: Coding and Computing, segmentation using pattern recognition, Journal of Medical
Proceedings. Physics; 20:103348.
[7] Maini, R., dan Sobel, J.S., 2006, "Performance [16] Brandt, M.E., Bohan, T.P., Kramer, L.A., Fletcher, J.M., 1994,
Evaluation of Prewitt Edge Detector for Noisy Estimation of CSF, white matter, and gray matter volumes in
Images", GVIP Journal, Vol. 6, Issue 3. hydrocephalic children using fuzzy clustering of MR images,
Journal of Computer Medical Imaging Graph; 18:2534.
[8] Sauvola, J., dan Pietikainen, M., 2000, Adaptive document image
binarization, Journal of Pattern Recognition 33 (2000), 225-236. [17] Clark, M.C., Hall, L.O., Goldgof, D.B., Clarke, L.P., Velthuizen,
R.P., Silbiger, M.S., 1994, MRI segmentation using fuzzy
[9] Martinez, J.C., Sanchez, D., Suarez, B.P., Perales, E.G., and Vila, clustering techniques, IEEE Engineering Medical Biology; 13:
M.A., 2003, A Hierarchical Approach to Fuzzy Segmentation of 73042.
Colour Images, The IEEE International Conference on Fuzzy
Systems, 966-971. [18] Pham, D.L., Prince, J.L., 1999, Adaptive fuzzy segmentation of
magnetic resonance images, IEEE Trans. Med. Imaging;18:737
[10] Wang, H., dan Suter, D., 2003, Color Image Segmentation Using 52.
Global Information and Local Homogeneity, Proc. VIIth Digital
Image Computing: Techniques and Applications, 10-12 Dec. 2003, [19] Lyer, N.S., Kandel, A., and Schneider, M., 2002, Feature-based
Sydney. fuzzy classification for interpretation of mammograms, Journal
of Fuzzy Sets Systems.;114: 27180.
[11] Kande,G.B., Savithri,T.S., dan Subbaiah, P.V., 2007,
Segmentation of Vessels in Fundus Images using Spatially [20] Yang, M.S., Hu, Y.J., Lin, K.C.R., Lin, C.C.L., 2002,
Weighted Fuzzy C-Means Clustering Algorithm, IJCSNS Segmentation Techniques for Tissue Differentiation in MRI of
International Journal of Computer Science and Network Security, Ophthalmology Using Fuzzy Clustering Algorithms, Magnetic
Vol.7 No.12. Resonance Imaging Journal; 20: 1739.
[12] Rawashdeh, N.A., Love, S.T., dan Donohue, K.D., 2008, [21] Pedrycz, W., Waletzky, J., 1997 Fuzzy clustering with partial
Hierarchical Image Segmentation by Structural Content, Journal supervision, IEEE Transaction on System of Management
of Software, Vol. 3, No. 2. Cybernets Part B Cybernets; 27: 78795.
[13] Schulze, M.A., dan Pearce, J.A., 1993, Linear Combinations of [22] Ahmed, M.N., Yamany. S.M., Mohamed, N., Farag, A.A.,
Morphological Operators: The Midrange, Pseudomedian, and Moriarty, T., 2002, A modified fuzzy c-means algorithm for bias
LOCO Filters, IEEE International Conference, field estimation and segmentation of MRI data, IEEE Transaction
Acoustics,Speech, and Signal Processing, Vol. V, pp. 57-60. on Medical Imaging; 21:1939.

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 229

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


230 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 231

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350


232 Proceedings of CITEE, August 4, 2009

ISSN: 2085-6350 Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE)


Proceedings of CITEE, August 4, 2009 233

Conference on Information Technology and Electrical Engineering (CITEE) ISSN: 2085-6350

You might also like