You are on page 1of 10

1. Dinkes [Dinas Kesehatan] Kota Bekasi. 2007.

Pencegahan dan penanggulangan


anemia gizi pada remaja putri SMP dan SMA di Kota Bekasi tahun 2007. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Sosialisasi Surveilan Gizi Rutin pada Remaja Putri
Siswi SMP dan SMA di 4 Kab/Kota di Propinsi Jawa Barat di Hotel Sabang, 17-18
Juli 2007. Bandung.
Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada Remaja
Putri
Menurut Dinkes Kota Bekasi (2007), anemia sangat berkaitan dengan tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu setiap 100.000 kelahiran hidup terdapat 307 orang ibu
yang meninggal. AKI adalah indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang kini sedang
gencar dibangun oleh Jawa Barat. Data tahun 2003 menunjukkan prevalensi anemia ibu
hamil di Jawa Barat sebesar 51.7 persen dan prevalensi pada remaja putri sebesar 39 persen.
Di Kota Bekasi pada tahun 2006 terdapat 24 kasus kematian ibu dan 40 persen
penyebabnya adalah perdarahan karena anemia.
Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri
merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat untuk
menurunkan prevalensi anemia yang masih tinggi pada remaja putri yang pada akhirnya
diharapkan dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil. Kegiatan ini berupa
pemberian tablet tambah darah selama 4 bulan kepada remaja putri. Beberapa kabupaten dan
kota di Jawa Barat seperti Cirebon, Subang, Cianjur, dan Bandung telah melaksanakan
program tersebut pada tahun 2006 dan secara signifikan menunjukkan adanya penurunan
prevalensi anemia pada remaja putri baik pada siswa SMP maupun SMA yang diberikan
tablet tambah darah tersebut.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi bekerja
sama dengan seksi Promosi Kesehatan (Program UKS), Laboratorium Kesehatan Daerah
(Labkesda) Kota Bekasi dan Puskesmas Perumnas II serta Guru UKS di sekolah sasaran.
Program pencegahan dan penanggulangan anemia gizi besi pada remaja putri ini dilakukan
dengan pemberian tablet tambah darah selama 4 bulan. Program Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri ini berlangsung dalam
beberapa tahap diantaranya pemeriksaan kadar Hb darah dan recall pola makan remaja putri
yang dilakukan sebelum dan setelah pemberian tablet tambah darah, pemberian tablet tambah
darah kepada remaja putri dan kegiatan konseling gizi yang bertujuan untuk memantapkan
kemauan dan kemampuan remaja putri melaksanakan perilaku gizi yang baik dan benar agar
tidak terjadi anemia, pemantauan kepatuhan minum tablet tambah darah, dan evaluasi

1
kegiatan. Tablet tambah darah yang diberikan mengandung 250 mg Fe elemental dan 0.25 mg
asam folat ditambah vitamin dan mineral. Tablet tambah darah diberikan 1 tablet setiap
minggu dan 10 tablet pada waktu menstruasi sehingga total tablet yang diminum selama 4
bulan kegiatan adalah 52 tablet.
Sekolah untuk pelaksanaan kegiatan dipilih dengan latar belakang tingginya prevalensi
anemia ibu hamil di daerah tersebut, adanya petugas Puskesmas dengan latar belakang
pendidikan gizi, kinerja puskesmas yang cukup baik, tersedianya laboratorium dan tenaga lab
untuk fasilitas pengambilan dan pemeriksaan darah dengan metode Cyanmethemoglobin, dan
dukungan puskesmas terhadap pelaksanaan kegiatan, serta adanya koordinasi dengan Dinas
Pendidikan dan dinas terkait untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan dan dapat
menindaklanjuti pemberian tablet tambah darah secara mandiri pasca kegiatan.

2. Angeles-Agdeppa, Imelda T. Daily versusweekly supplementation with iron, vitamin


A,folic acid and vitamin C to improve iron and vitamin A status of female
adolescents. Med J Indones 1997; 6: 52-69
Strategi untuk mengatasi masalah anemia pada remaja putri adalah dengan perbaikan
kebiasaan makan, fortifikasi makanan dan pemberian suplementasi Fe. Mengubah pola
makan dan fortifikasi makanan merupakan strategi jangka panjang yang penting namun tidak
dapat diharapkan dapat berhasil dengan cepat.
N Kegiata Sasaran Target Volume Rincian Lokasi Tenaga Jadwa Kebutuhan
o n Kegiata kegiatan Pelaksanaa pelaksana l pelaksanaan
n n
1

3. Brabin and Brabin. Parasitic infections in women and their consequences. Am J Clin
Nutr 1992;55: 955-8.
Cara lain adalah dengan memberikan suplementasi Fe melalui pemberian tablet tambah
darah (TTD). Untuk pencegahan dan pengobatan anemia, suplementasi TTD merupakan cara
yang efisien karena mudah didapat, efeknya cepat terlihat, dan harganya relatif murah
sehingga terjangkau oleh masyarakat luas. Brabin and Brabin merekomendasikan program
pencegahan anemia dengan suplementasi Fe lebih banyak ditargetkan kepada remaja putri

2
dari pada anak-anak, wanita dewasa atau ibu hamil karena pemberian suplementasi kepada
remaja putri akan memberi dampak yang lebih besar pada kesehatan reproduksi dan
keberhasilan proses reproduksi dibandingkan dengan suplementasi selama masa hamil saja.
Remaja putri merupakan calon ibu yang harus sehat dan tidak anemia, untuk dapat
melahirkan bayi yang sehat.

4. Depkes RI. Pedoman Pemberian Tablet Besi, Folat dan Sirup Besi Bagi Petugas.
Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan KesehatanMasyarakat Direktorat Bina Gizi
Masyarakat; 1999.
Departemen Kesehatan RI(15) menyebutkan dosis terapi untuk remaja putri yang anemia
adalah 1 kali per hari selama satu bulan.
5. Gross R, Angeles-Agdeppa I, Schultink W, Dillon D, Sastroamidjojo S. Daily versus
weekly iron suplementation: programmatic and economic implications for Indonesia.
Food and Nutrition Bulletin 1997; 18: 64-9.
sedangkan WHO/ UNICEF dalam Gross et al, menyebutkan dua kali per hari untuk waktu
dua sampai dengan tiga bulan.

6. Universa Medicina Vol.24 No.4

Pengaruh suplementasi zat besi satu dan dua kali


per minggu terhadap kadar hemoglobin
pada siswi yang menderita anemia
Sandra Fikawati*, Ahmad Syafiq*, Sri Nurjuaida**
*Lintas Departemen Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Kesehatan Masyarakat UI
**Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Tangerang, Jawa Barat
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kenaikan kadar Hb yang bermakna
antara kedua kelompok intervensi tersebut (p=0,31). Rata-rata kenaikan kadar Hb siswi yang
diberikan suplementasi 1 kali per minggu adalah sebesar 2,20 g/dl sedangkan yang diberikan
suplementasi 2 kali per minggu sebesar 2,28 g/dl. Dengan demikian intervensi pemberian
suplementasi zat besi, disertai dengan memonitor konsumsi TTD, dapat diberikan cukup satu
kali per minggu karena hasilnya terhadap kenaikan kadar Hb tidak berbeda dengan pemberian
suplementasi TTD dua kali per minggu .

7. Nn

3
Pencegahan anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan
telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).

b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan
zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.

c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.

d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari
penyebabnya dan diberikan pengobatan.

8. Jj

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:


a. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan,
tempe).

b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun
singkong, bayam,
16

4
jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam
usus

c. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD)

9. Gjh

Menurut Lubis (2008) dalam referensi kesehatan.html, tindakan penting yang dilakukan untuk
mencegah kekurangan besi antara lain:
a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup secara
rutin pada usia remaja.

b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan laut
disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.

c. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan prevalensi
tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.

d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama susu,
kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung
phosphate dan kalsium.
17

5
e. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan untuk
skrining anemia defisiensi besi.

10. Hhj

Menurut De Maeyer (1995) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), pencegahan adanya anemia
defisiensi zat besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:
a. Memperkaya makanana pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau dan
kacang-kacangan. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang
baru

b. Pemberian suplemen zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program Penanggulangan
Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk mencegah dan menanggulangi masalah
Anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji
(fast food) dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan siap saji umumnya rendah zat besi,
kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh,
kolesterol dan natrium yang tinggi.

11. Jj

Pengobatan anemia
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut ini: 18

6
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.

b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.

Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:


a. Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing anemia

Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk anemia
defisiensi besi.
c. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia.
Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan
obat anti-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti
diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respons 19

7
yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan evaluasi
kembali.
Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian
terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa
a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh

1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. preparat yang
tersedia, yaitu:
a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200
mg.

b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal,
tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
2) Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
a) Intoleransi oral berat

b) Kepatuhan berobat kurang


20

8
c) Kolitis ulserativa

d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).

c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan


1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik
yang sesuai.

2) Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-


6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat
besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.

4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber
dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok
wanita yang harus diobati dalam mengurangi mordibitas anemia. CDC menyarankan agar remaja
putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji
kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake Fe, dan
sebagainya. 21

9
Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara
tahunan.
Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan
makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya
menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematokrit minimal 3%,
pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan

10

You might also like