You are on page 1of 14

Laboratorium/ SMF Refleksi Kasus

Ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

GANGGUAN PANIK

Disusun oleh :

Salwah Nur (1510029022)

Pembimbing
dr. Hj. Irma Armenia Arief Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2017

1
KASUS

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Laboratorium


Kedokteran Jiwa.Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 16 Januari 2017, di
Poliklinik Jiwa RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Sumber data:
Autoanamnesis.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Banjar Paser
Alamat : Jl. Kampung Baru Tengah No.7 Rt.23 Balikpapan

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Sering panik

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Pasien datang dengan keluhan rasa takut dan panik yang berlebihan sejak
3 bulan. Pasien merasa takut dan panik bila mendengar suara yang keras dan
bila orang-orang disekitar pasien menanyakan tentang sakit yang diderita pasien.
Keluhan ini muncul semenjak pasien dinyatakan menderita pembengkakan
jantung sejak 3 bulan yang lalu dan dirasakan semakin parah sejak 1 minggu ini.
Setiap ada suara keras (benda jatuh, orang berbicara nyaring) dan bila ada

2
keluarga atau orang yang menanyakan tentang penyakitnya pasien menjadi merasa
takut dan panik disertai gemetaran, gelisah, jantung berdebar-debar, sesak napas,
keringat dingin bahkan sampai pingsan.Rasa panik juga dapat muncul walaupun
pasien tidak mengalami sakit, khususnya apabila ada pencetusnya. Gejala ini tidak
terjadi secara terus menerus. Gejala muncul khususnya dipicu oleh hal hal yang
berhubungan dengan penyakit pasien. Gejala biasanya muncul selama kurang
lebih 1 jam dan rata-rata frekuensi serangan 2 kali sehari. Keluhan juga disertai
dengan sulit tidur.
Serangan serangan ini dipicu oleh hal hal yang berhubungan dengan
penyakit pasien. Pasien cenderung untuk menyendiri didalam kamar karena pasien
takut jika ada orang yang bertanya tentang penyakitnya pada saat dia berkumpul
dan juga menghindari suara keras. Pasien juga menjadi lebih murung dan
mengalami penurunan aktifitas akibat gejala yang dialaminya, namun untuk
aktifitas sehari-hari seperti makan, mandi dan kegiatan dirumah masih dilakukan
sendiri. Perasaan tidak ada perasaan ingin bunuh diri akibat putus asa akan
penyakitnya ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami perasaan seperti ini sebelumnya. Riwayat
pengobatan masalah kejiwaan sebelumnya-pun disangkal. Pasien pernah dirawat
sebelumnya karena ulkus gaster. Selain itu pasien juga memiliki riwayat
hipertensi serta pembengkakan jantung. Riwayat penyakit lain seperti diabetes
melitus (-),stroke (-) dan penyakit sistemik lain disangkal. Riwayat trauma kepala
dalam 3 bulan terakhir sebelum onset disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang menderita keluhan serupa seperti pasien tidak
ada.Masalah kejiwaan (-). Riwayat penyakit sistemik seperti DM (-) Hipertensi
(+) dan Penyakit jantung (-).

Riwayat Kebiasaan

3
Kebiasaan merokok (-) minuman beralkohol (-) konsumsi obat-obatan
terlarang (-) minum obat-obatan perangsang (-).

Faktor Organobiologik
Riwayat kejang dan trauma disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah. Suami pasien kerja
sebagai buruh bangunan cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Riwayat Keluarga dan Psikososial


Pasien lahir sebagai anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah pasien bekerja
sebagai petani dan ibu pasien sebagai petani. Ayah dan ibu pasien bukan
merupakan pasangan sedarah. Dari riwayat keluarga yang diketahui pasien, tidak
ada anggota keluarga yang memiliki masalah dengan kejiwaannya. Ayah dan Ibu
pasien meninggal pada saat pasien sudah berkeluarga. Tidak ada riwayat militer
pada keluarga. Berikut adalah genogram keluarga dari pasien:

1. Sewaktu pasien berumur < 10 tahun


Susunan Jenis Kelamin Usia Status Sifat
Tn. A Laki-laki 35 tahun Bapak Penyabar
Ny. R Perempuan 34 tahun Ibu Penyabar
Tn. T Laki-laki 7 tahun Adik Pendiam

2. Saat sekarang
Susunan Jenis Kelamin Usia Status Sifat
Tn. AS Laki-laki 38 tahun Suami Tegas
An. S Laki-laki 17 tahun Anak Penyabar
Kandung

1. Masa Kanak-kanak awal (0-3 tahun)


Pasien merupakan anak pertama. Pasien lahir normal pervaginam dengan
usia kehamilan cukup. Tidak memiliki cacat kongenital. Pasien sejak lahir
sampai usia 16 tahun dirawat oleh orang tua kandung pasien.

4
2. Masa Kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal dengan ayah kandung dan ibu kandung serta adik kandung.
Hubungan dengan keluarga baik. Hubungan pasien dengan teman-teman
pasien dilingkungan sekitar dan disekolah tidak terganggu. Hubungan
dengan guru sekolah juga baik.

3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)


Pada usia 16 tahun pasien menikah atas permintaan kelurga. Pasien
termasuk anak yang penurut dan memenuhi permintaan keluarga untuk
menikah. Hubungan dengan suami kurang harmonis.

4. Masa dewasa
Pasien menikah dua kali dengan suami pertama sejak usia 16 tahun. Pasien
memiliki 3 orang anak. Suami pertama pasien bersifat keras dan kasar.
Hubungan dengan suami kurang baik dan sering bertengkar sehingga pada
usia 34 tahun pasien bercerai. Pasien menikah lagi di usia 36 tahun. Suami
pasien sekarang bersifat tegas. Hubungan pasien dengan suami sekarang
baik. Namun suara suami pasien cenderung keras sehingga membuat
pasien sering mengalami keluhan ini.

STATUS PRAESENS

Status Internus
Keadaan Umum
Kesan sakit : Sakit ringan
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130 / 90 mmHG
Frekuensi nadi : 72 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu aksiler : 36,6C

Kepala / leher

5
Anemis (-) ikterik (-) sianosis (-) Pembengkakan KGB (-/-)

Toraks
Pergerakan dinding dada simetris. Rhonki (-/-) wheezing (-/-) vesikuler
(-/-) S1 S2 tunggal reguler (+) Mur-mur (-) Gallop (-)

Abdomen
Flat (+) distended (-) soefl (+) Bising usus (+) kesan normal. Nyeri tekan (-)
Hepatosplenomegali (-) timpani (+) asites (-)

Ekstremitas
Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <2 detik

Status Neurologikus
Panca indera : Sekilas nampak normal
Tanda meningeal : Tidak dilakukan pemeriksaan (tidak ada indikasi)
Refleks fisiologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrik
Kesan umum : Pasien tampak berpenampilan rapi, perilaku dan
psikomotornya tampak normal, wajah dan dandanan sesuai
usia, kooperatif.
Kontak : Verbal (+) baik, kontak visual (+) baik
Bicara : Kualitas bicara: pasien berbicara dengan volume suara yang
sedang. Kuantitas bicara: cukup. Laju bicara: normal.
Kesadaran : Komposmentis, atensi baik, orientasi tempat, orang dan
waktu dan baik.
Emosi : Mood Stabil, normoafek. Mood dan afek sesuai.
Pikir :
Bentuk pikiran : Realistik
Arus Pikir : Koheren

6
Isi Pikir : Waham (-), obsesi kompulsi (-),
Persepsi : Halusinasi auditori (-), halusinasi visual (-) ilusi (-)
depersonalisasi (-) derealisasi (-)
Konsentrasi : Baik
Ingatan : Masa lalu, masa kini dan segera berfungsi baik.
Intelegensi : Kesan cukup, sesuai dengan pendidikan pasien.
Kemauan : Pasien masih melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasanya,tanpa diarahkan atau dipaksa.
Psikomotor : Normal
Tilikan :6

DIAGNOSIS

Formulasi Diagnosis
Seorang perempuan berumur 40 tahun, agama Islam, bekerja sebagai ibu
rumah tangga, datang pada hari Senin, 16 Januari 2017 di di Poliklinik Jiwa
RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Pasien Ny. A datang ke poli jiwa bersama anaknya. Pasien mengaku sering
merasa takut dan cemas bila mendengar suara keras dan berbicara tentang
penyakitnya. Setiap ada suara keras (benda jatuh, orang berbicara nyaring) dan
bila ada keluarga atau orang yang menanyakan tentang penyakitnya pasien
menjadi merasa takut dan panik disertai gemetaran, gelisah, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keringat dingin bahkan sampai pingsan.Gejala dipicu oleh
hal-hal apapun yang berhubungan dengan penyakitnya. Sehingga pasien
cenderung menghindari obrolan yang berhubungan dengan penyakitnya.
Begitu juga aktitfitas paien menjadi terbatas. Pasien mengaku mengalami
gejala ini sejak 3 bulan terakhir.
Riwayat Diabetes melitus (-) Hipertensi (+) Penyakit jantung (+) Stroke (-)
Trauma kepala dalam 3 bulan terakhir (-)
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak berpenampilan rapi,
kooperatif, kontak verbal dan visual baik, mood eutimik, afek normal,
orientasi baik, atensi baik, memori baik, proses berpikir koheren, isi pikiran

7
waham (-), tidak ada halusinasi dan ilusi, intelegensia cukup, kemauan baik,
psikomotor normal.
Pada pemeriksaan fisik sekilas tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

DIAGNOSIS

Aksis I : F41.0 Gangguan panik (anxietas Paroksismal Episodik)


DD : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis II : Tidak ada diagnosa pada aksis II
Aksis III : Ulkus gaster dan Hipertensi
Aksis IV : Masalah penyakit yang diderita
Aksis V : GAF Scale 70-61

PENATALAKSANAAN

Psikoterapi
1. Psikoterapi suportif individu
2. Psikoterapi keluarga
Farmakoterapi:
1. Clobazam 10 mg 1-1-0
2. Diazepam 5 mg 0-0-1/2
3. Fatral 50 mg 1-0-0

PROGNOSIS

Dubia ad bonam.
PEMBAHASAN

Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak


ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40.-). Untuk diagnosis pasti, harus
ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of
autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
a. Pada keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.

8
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya(unpredictable situations.)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat
terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).

Pasien Ny. A diagnosisnya ganguan panik.Gangguan panik dengan yang


terdapat pada pasien berdasarkan pedoman diagnostic menurut PPDGJ III yaitu :

Kriteria diagnostik gangguan panik (anxietas


paroksismal episodik) menurut PPDGJ III :
- Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnostik

utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas
fobik
- Untuk diagnostik pasti, harus ditemukan adanya
beberapa kali serangan anxietas berat ( severe attacks

of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu
bulan:
a. Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara
objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau
yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable
situations)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala
anxietas pada periode di antara serangan-serangan
panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang
terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi.

Berdasarkan kriteria diagnostik DSM V gangguan panik merupakan serangan


panik berulang yang tak terduga atau ketidaknyamanan intes yang mencapai

9
puncaknya dalam beberapa menit diikuti dengan gejala. Selain itu untuk
mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13
gejala berikut ini:

1. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat


2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Sensasi seperti sesak nafas
5. Perasaan tersedak atau leher serasa dicekik
6. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
7. Mual atau distress abdominal
8. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
9. Rasa panas dikulit, menggigil
10. Parestesi (mati rasa atau sensasi kesemutan)
11. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)
12. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
13. Takut mati
Setidaknya satu serangan telah diikuti dari salah satu atau kedua hal
berikut, dalam kurun waktu 1 bulan (atau lebih):
1. Kekhawatiran terus menerus terkait serangan panik dan konsekuensinya
(misalnya kehilangan kendali, mengalami serangan jantung, atau menjadi
gila).
2. Perubahan maladaptif yang signifikan dalam perilaku yang berhubungan
dengan serangan (misalnya perilaku untuk menghindari serangan panik
seperti menggindari situasi asing).
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis lainnya (misalnya
hipertiroidisme, gangguan cardiopulmonary).
4. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai gangguan mental
lain (misalnya, serangan panik tidak terjadi hanya saat menanggapi situasi
sosial yang ditakuti, seperti dalam gangguan kecemasan sosial: dalam
menanggapi objek fobia, seperti pada fobia spesifik: dalam menanggapi
obsesi, seperti pada gangguan obsesif-kompulsif: dalam menanggapi
pengingat peristiwa traumatis, seperti dalam gangguan stres pasca trauma:
atau dalam menanggapi pemisahan dari tokoh keterikatan, seperti dalam
gangguan kecemasan pemisahan).

10
Kriteria diagnostik gangguan panik (anxietas
paroksismal episodik) menurut DSM V untuk mendiagnosis
serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari
13 gejala berikut ini:

a. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah

cepat
b. Berkeringat
c. Gemetaran
d. Sensasi seperti sesak nafas -
e. Perasaan tersedak atau leher serasa dicekik
f. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
g. Mual atau distress abdominal -
h. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
i. Rasa panas dikulit, menggigil
j. Parestesi (mati rasa atau sensasi kesemutan)
k. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas -
dari diri sendiri) -
l. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
m. Takut mati
Setidaknya satu serangan telah diikuti dari salah satu -

atau kedua hal berikut, dalam kurun waktu 1 bulan (atau -

lebih): -

1. Kekahwatiran terus menerus terkait serangan panik


dan konsekuensinya (misalnya kehilangan kendali,

mengalami serangan jantung, atau menjadi gila).
2. Perubahan maladaptif yang signifikan dalam perilaku
yang berhubungan dengan serangan (misalnya

perilaku untuk menghindari serangan panik seperti
menggindari situasi asing).
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat) atau kondisi
medis lainnya (misalnya hipertiroidisme, gangguan
cardiopulmonary).
4. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai
gangguan mental lain (misalnya, serangan panik tidak
-
terjadi hanya saat menanggapi situasi sosial yang

11
ditakuti, seperti dalam gangguan kecemasan sosial:
dalam menanggapi objek fobia, seperti pada fobia
spesifik: dalam menanggapi obsesi, seperti pada
gangguan obsesif-kompulsif: dalam menanggapi
pengingat peristiwa traumatis, seperti dalam gangguan
stres pasca trauma: atau dalam menanggapi pemisahan
dari tokoh keterikatan, seperti dalam gangguan
kecemasan pemisahan).

Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh


Dalam penentuan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh terdapat
beberapa kriteria yang dapat digunakan. Menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), dikatakan gangguan
cemas menyeluruh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khus
tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).
2. Gejala gejala tersebut biasanya mencakup unsur unsur berikut :
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi dsb)
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai) dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa rngan, berkeringat, jantung
berdebar debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb)
3. Pada anak anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan keluhan somatic berulang yang
menonjol.
4. Adanya gejala gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khusunya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari

12
episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panic atau gangguan
obsesif kompulsif.

Pasien memenuhi gejala-gejala kecemasan, ketegangan motorik, dan


overaktivitas otonomik tetapi tidak memenuhi kriteria gangguan cemas
menyeluruh.

Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi


dan psikoterapi. Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk
mengurangi atau mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan
mengantisipasi ansietas serta mengatasi keadaan komorbid yang menyertainya.
Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari segi faktor resiko serta
keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing
dari penderita.
Saat ini, obat anti-panik dibagi dalam empat golongan. Yaitu golongan
trisiklik (contohnya imipramine, clomipramine), golongan benzodiazepine
(contohnya alprazolam), golongan reversible inhibitors of monoamine oxydase-A
(RIMA) (contohnya: moclobemide), dan golongan selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI) (contohnya: sertaline, fluoxetine, paroxetine, fluvoxamine,
citalopram).

Teori Fakta
obat anti-panik dibagi dalam empat Clobazam 10 mg 1-1-0
golongan. Yaitu golongan trisiklik Diazepam 5 mg 0-0-1/2
Fatral 50 mg 1-0-0
(contohnya imipramine, clomipramine),
golongan benzodiazepine (contohnya
alprazolam), golongan reversible
inhibitors of monoamine oxydase-A
(RIMA) (contohnya: moclobemide),
dan golongan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI) (contohnya:
sertaline, fluoxetine, paroxetine,

13
fluvoxamine, citalopram).

14

You might also like