Professional Documents
Culture Documents
Dari : Buku Casemix for Beginners: Concepts and Applications in Developing Countries
UKM ITCC -KIUC
Clinical pathway adalah perencanaan multi-disipliner dari praktik klinis terbaik, yang
berdasarkan standar pelayanan pasien dan Evidence Based Medicine (EBM). Clinical
pathway didesain untuk kelompok pasien yang spesifik dengan keadaan tertentu, yang
membantu koordinasi dan penyampaian pelayanan yang berkualitas tinggi. Clinical pathway
dapat digunakan dalam manajemen pasien dan berlaku seperti perangkat audit klinis. Clinical
pathway dimulai dengan fase pra-pendaftaran, perdaftaran, dan berakhir dengan keluarnya
pasien dari rumah sakit. Terfokus secara inter-disipliner, Clinical pathway menggabungkan
rencana medis dan perawatan dengan disiplin yang lain (contoh: fisioterapi, nutrisi/diet,
kesehatan mental, dan lainnya).
Clinical Pathways menjadi sorotan di dalam pelayanan kesehatan saat ini, karena
kemiripannya dengan system Casemix yang menekankan karakteristik klinis dan sumber
daya yang sama. Hal ini berbeda dengan pendekatan pencatatan dokumentasi perawatan
pasien yang lama yang menggunakan kertas, layanan yang terkompartemen, dan catatan
pasien yang disimpan secara terpisah. Hal ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara
spesialisasi yang terkait dalam menangani pasien yang sama secara bersamaan atau
bergiliran. Secara tidak langsung, hal ini akan berdampak kepada lamanya masa perawatan
pasien, biaya rumah sakit yang meningkat, dan ketidakpuasan pasien atau keluarga mereka.
Seringkali, banyak orang salah mengerti isi dan tujuan Clinical pathway . Clinical pathway
bukanlah rencana perawatan wajib yang tidak dapat diganti, ditukar atau direvisi. Clinical
pathway juga bukanlah pelayanan standar dari prespektif seorang spesialis saja; hal ini
bukanlah pengganti dari penilaian klinis seorang dokter, dan bukanlah pengganti bagi
perintah dokter. Namun, Clinical pathway adalah perangkat pendokumentasian terintegrasi
untuk menstabilkan proses perawatan pasien, yang secara efektif mengelola hasil perhitungan
klinis dan finansial, dan hasil dari praktek kolaboratif dan pendekatan tim.
Clinical Pathway adalah perangkat yang merincikan proses-proses perawatan, menyorot
inefisiensi dan perbaikan kualitas perawatan pasien. Perangkat ini dipergunakan oleh sebuah
tim multi-disipliner dan terfokus pada kualitas dan koordinasi perawatan pasien yang
dilakukan oleh dokter yang berbeda-beda. Ini berbeda dengan Panduan Klinis atau Clinical
Practice Guidelines (CPG), yang adalah pernyataan konsesus yang dikembangkan secara
sistematis untuk membantu para dokter dalam mengambil keputusan manajemen bagi pasien
terkait dengan beberapa kondisi tertentu. Protokol klinis juga berbeda dengan Clinical
pathway . Protocol klinis adalah rekomendasi perawatan yang didasari oleh panduan-
panduan, dimana hal ini dapat mencakup komponen evaluasi data pengawasan rutin.
Jalur-clinical pathway ini memastikan evaluasi yang berkelanjutan dan peningkatan praktek
klinis, serta mendorong terjadinya penelitian. Penggunaannya mewakili pendekatan yang
baru bagi perawatan pasien, serta mengisi banyak kekurangan dari praktek klinis. Karakter
clinical pathway yang paling menonjol adalah pemusatan pada pasien. Metode ini adalah
tindakan sistematis yang multi-disipliner, dan memiliki tujuan untuk mencapai praktek
konsisten yang terbaik, peningkatan berkelanjutan pada perawatan pasien, memperhatikan
pengalaman pasien sebelumnya, serta mendapatkan timbal-balik berkelanjutan untuk
menjaga peningkatan mutu. CP bertindak sebagai peta dan model untuk prespektif perawatan
klinis dan non klinis serta proses-prosesnya. Hal ini melibatkan urutan dan prioritas termasuk
panduan-panduan serta protocol yang ada, standar, dan hasil akhir klinis dari si pasien.
Terdapat empat komponen utama dari CP, yaitu:
Timeline atau Jangka Waktu. Berdasarkan jenis kasus yang ada, hal ini bisa berlangsung
berhari-hari, berminggu-minggu, atau berbulan-bulan.
Kategori perawatan atau tindakan di tiap tingkatan, dan intervensi lokal yang
direkomendasikan.
Kriteria hasil menengah dan jangka panjang dapat di tentukan di awal.
Varian-varian yang ada dapat dicatat (untuk mendokumentasikan dan menganalisa deviasi
yang ada).
Variasi perawatan dapat terjadi di dalam CP. Namun, target utamanya adalah pengurangan
varian-varian tersebut. Kemungkinan terjadinya variasi di dalam CP dapat timbul melalui tiga
pertimbangan berbeda:
Variasi sistem terjadi sebagai hasil dari kegagalan penerapan. Mengapa disebut begitu? Hal
ini terjadi karena organisasi pelayanan kesehatan dianggap tidak boleh melakukan kegagalan
dan harus selalu siap untuk menerima pasien yang membutuhkan pelayanan yang diperlukan
menurut golongan-golongannya. Namun pada kasus-kasus tertentu, pasien tidak dapat
diterima dan mendapatkan layanan yang seharusnya mereka dapatkan. Kemungkinannya
adalah bahwa bangsal-bangsal yang dituju sudah jenuh dan tidak dapat menerima kasus baru;
maka pasien ditaruh pada bangsal-bangsal yang tidak diperlengkapi untuk memenuhi
kebutuhan mereka, atau penyedia layanan tidak dapat menyediakan layanan spesialis bagi
pasien. Sebagai contoh, seorang bayi membutuhkan pelayanan NICU, tetapi tempat tidur dan
ventilator tidak tersedia. Lalu, bayi ini ditempatkan pada bangsal umum yang tidak
diperlengkapi untuk memenuhi kebutuhan intens sang bayi. Variasi seperti ini sangat tidak
dapat diterima, dan harus sebisanya dihilangkan.
Variasi layanan kesehatan dan sosial (termasuk pertimbangan klinis)
Jenis ini terjadi sebagai variasi sekunder pada praktisi klinis dalam manajemen pasien.
Kejadian ini sangat dipengaruhi oleh bahaya moral dari seorang dokter dan pilihan-
pilihannya, seperti preferensi obat, pengalaman, pelatihan, dan latar belakangnya. Pada
akhirnya, mereka akan memiliki gagasan mengenai penambahan atau pengurangan intervensi
spesifik yang memenuhi atau bahkan berada dibawah standar perawatan bagi pasien mereka.
Variasi pasien dan praktisi klinis dapat ditemui di dalam bangsal. Tetapi, variasi-variasi ini
harus dapat diminimalisasi, sehingga proses perawatan tetap utuh dan hasil akhir yang paling
optimal dapat terpenuhi menurut standar praktek yang terbaik.
Apakah kasus-kasus yang sesuai bagi implementasi CP? Kasus-kasus yang sesuai adalah
kondisi-kondisi umum yang diterima oleh rumah sakit. Kondisi-kondisi ini dapat berbeda
menurut divisi medis, operasi, UGD, dan lain-lainnya. Tetapi, kondisi umum ini haruslah
kondisi yang lazim terjadi dan membutuhkan biaya perawatan yang besar. Biaya yang besar
ini dapat terjadi karena tingginya biaya peralatan yang digunakan, dan personel yang
diperlukan memiliki keahlian tinggi. Determinan lain dari kasus yang sesuai untuk CP adalah
bahwa mereka harus memiliki hasil yang dapat diprediksi (baik hasil menengah atau jangka
panjang) oleh spesialis dan praktisi layanan kesehatan. Hasil klinis ini harus didasari oleh
hasil dari pasien itu sendiri dan faktor manajemen.
Berikut ini adalah permasalahan yang dapat terjadi dalam implementasi CP:
Implementasi CP tidak selalu mendapatkan komitmen awal di tingkat senior. Hal ini dapat
dengan mudah dilihat dari para manajer yang tidak memiliki pengalaman akan CP
sebelumnya, memiliki pemikiran yang negative mengenai CP, atau tidak menerima perubahan
yang akan dilakukan oleh CP. Permasalahan keorganisasian, termasuk komunikasi yang
buruk (baik vertikal atau lateral) mencampur adukkan permasalahan ini. Beberapa CP yang
tidak dapat diimplementasikan adalah hasil dari perebutan kekuasaan dan politik internal,
kurangnya komitmen, dan sedikitnya arahan strategis dari manajer-manajer rumah sakit.
Waktu dan sumber daya yang tidak mencukupi dalam proses ini. Tidak banyak praktisi
kesehatan terlatih untuk mengimplementasikan CP, karena agar CP dapat berfungsi dengan
baik, praktisi kesehatan yang ada harus dilatih dan mendiskusikan hasil latihan tersebut. Hal
ini diperburuk oleh keberadaan dari budaya saling menyalahkan diantara praktisi kesehatan.
Ini adalah penghalang terbesar bagi para praktisi dalam keikutsertaannya menjalankan
implementasi CP.
CP tidak dapat merespon dengan baik pada perubahan kondisi pasien yang tidak diharapkan.
Tingkat keparahan pasien yang berubah terlalu sering, akan menyebabkan variasi-variasi ini
di dalam sebuah CP. Jika seorang pasien menyebabkan variasi perawatan terlalu tinggi, hal
ini akan menyebabkan distorsi pada CP dan pasien tidak akan dapat mengikuti jalur awal
yang dipersiapkan. Hal ini dapat membingungkan jika dokumen CP pasien tidak dilengkapi
dengan baik.
Faktor budaya juga merupakan penghalang yang umum dalam perkembangan dan
implementasi CP. Dalam beberapa rumah sakit, budaya yang terbentuk adalah bahwa dokter
dianggap sebagai tuhan. Penilaian klinis dari tuhan ini dapat mengarah kepada
pemborosan sumber daya, kualitas perawatan yang buruk, atau penggunaan obat-obatan
bermerk atau perawatan yang mahal secara sengaja dikarenakan agenda tersembunyi atau
insentif pribadi. Ini juga mengarah pada ketidakpatuhan dalam dokumentasi CP dan para
dokter yang tidak tunduk pada peraturan CP yang telah dirancang. Walaupun CP tidak
digunakan untuk mengontrol para dokter, melainkan didasari dari penilaian mereka
berdasarkan bukti yang ada, CP harus dapat diterima di kalangan dokter sebagai metode
terbaik untuk merawat/menangani pasien.
Rotasi giliran jaga, yang berujung pada kurangnya kepemilikan dokumen dan komunikasi
yang buruk diantara para pekerja diantara giliran tersebut. Hal ini dapat menyebabkan
kurangnya penyesuaian dokumentasi CP, dan kurangnya timbal balik mengenai variasi dan
hasil yang diharapkan.
Kurangnya keterlibatan dan pembelajaran bagi pasien dapat mempengaruhi dokumentasi CP.
Dokumen-dokumen ini sebenarnya dapat digunakan untuk mendeteksi kelalaian,
penyalahgunaan, atau bahaya yang disebabkan oleh dokter atau praktisi kesehatan kepada
pasien. Terkadang, CP pasien sebelum perawatan dimulai tidak tersedia.
Sumber :
Casemix for Beginners: Concepts and Applications in Developing Countries UKM ITCC
-KIUC