Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyebab dari SOPK hingga saat ini tidak diketahui secara pasti. Berbagai
sumber menjelaskan bahwa SOPK terjadi akibat interaksi kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Dengan berkembangnya teknologi, fokus
penelitian untuk mencari penyebab terus berubah, dari faktor ovarium, aksis
hipotalamus-pituitari, hingga aktivitas insulin. Resistensi insulin diyakini
sebagai principal underlying etiologic factor. Hal ini juga dibuktikan dengan
tingginya angka kejadian resistensi insulin pada penderita SOPK. Selain itu,
SOPK berdampak lebih lanjut pada sistem endokrin, metabolik, dan
kardiovaskular. 2
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI
3
populasi umum. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ditemukan pola
penurunan SOPK karena tidak adanya pola penurunan mendelian yang jelas
dan dasar genetik pada keadaan ini sangat rumit. 4
4. PATOFISIOLOGI
5
Gambar 1. Patofisiologi SOPK (Williams Gynaecology, 2008)
Resistensi Insulin
7
3. Meningkatkan potensi kerja LH sehingga bekerja secara sinergis untuk
meningkatkan produksi androgen.
4. Efek langsung pada hipotalamus dan kelenjar pituitary untuk mengatur
pelepasan gonadotropin (masih belum jelas mekanismenya).4
Androgen
9
Anovulasi
11
penebalan endometrium berakibat pada pola peluruhan endometrium yang
tidak menentu.5,6
Secara khusus, oligomenore (siklus menstruasi di bawah delapan
kali dalam setahun) atau amenore (tidak mengalami menstruasi dalam tiga
atau lebih bulan) pada SOPK dimulai dengan menarke. Bagaimanapun juga,
50% wanita pasca menarke memiliki siklus yang tidak teratur, dapat
berlangsung selama 2 tahun akibat imaturitas aksis hipotalamus-pituitari-
ovarium. 5,6
Hiperandrogenisme
- Hirsutisme
Lebih dari 80% wanita yang menunjukkan gejala hiperandrogenisme
menderita SOPK. Hirsutisme merupakan gambaran klinis umum dari
hiperandrogenisme yang tampak pada 70% penderita SOPK. Hirsutisme dapat
dinilai dengan menggunakan sistem penilaian modifikasi Ferriman-Gallwey.
Metode tersebut digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan rambut yang
terdapat pada tujuh tempat: bibir atas, pipi atau wajah, dada, punggung,
tangan, dan paha. Nilai 0 diberikan jika tidak terdapat pertumbuhan rambut,
dan nilai 4 untuk pertumbuhan rambut yang panjang. Jerawat dapat menjadi
suatu tanda adanya hiperandrogenisme, namun prevalensi jarang ditemukan
pada SOPK dan kurang spesifik dibandingkan dengan hirsutisme. 2,5
13
(Williams Gynaecology, 2008)
- Akne
Akne vulgaris merupakan temuan klinis tersering yang ditemukan pada
remaja. Bagaimanapun juga, akne yang timbul secara persisten maupun onset
lambat perlu dicurigai adanya SOPK. 5,6
- Resistensi Insulin
Akantosis nigrikans ditandai dengan adanya penebalan kulit, berwarna
abu-abu kecoklatan yang tampak pada area fleksor seperti area belakang leher,
axilla, lipatan bawah mammae, pinggang, dan inguinal. Akantosis nigrikans
merupakan tanda dari resistensi insulin yang dapat ditemukan pada individu
dengan atau tanpa SOPK. Resistensi insulin menyebabkan hyperinsulinemia,
yang kemudian menstimulasi pertumbuhan keratinosit dan fibroblast kulit.
15
Akantosis nigrikans lebih sering ditemukan pada wanita SOPK disertai
obesitas (insiden 50%) dibandingkan dengan wanita SOPK dengan berat
badan yang normal (insiden 5-10%).5,7
- Dislipidemia
Dislipidemia dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada
penderita SOPK secara independen melalui peningkatan jumlah kolesterol.
Berdasarkan kriteria National Cholesterol Education Program, prevalensi
dislipidemia pada SOPK sebanyak 70%. (Legro, 2001; Talbott 1998).5,7
Obesitas
Dibandingkan dengan kontrol usianya, penderita SOPK cenderung
mengalami obesitas, yang ditunjukkan dengan peningkatan indeks massa
17
tubuh (IMT) dan perbandingan rasio pinggang dan pinggul. Rasio tersebut
umumnya menunjukkan obesitas tipe sentral ataupun tipe android, yang
sekaligus merupakan faktor risiko independen terjadinya penyakit
kardiovaskular. Sehingga obesitas memiliki dampak sinergis pada SOPK dan
dapat memperburuk disfungsi ovulasi, hiperandrogenisme, dan tampilan
akantosis nigrikans. 5,7
Gambar 6. Obesitas
sentral menyerupai
bentuk apel dan pear
(Williams
Gynaecology, 2008)
Obstructive Sleep
Apneu
Neoplasia
19
Pada penderita SOPK ditemukan risiko tiga kali lipat terjadinya kanker
endometrium. Hiperplasia endometrium dan kanker endometrium merupakan
risiko jangka panjang dari anovulasi kronik, perubahan neoplastik pada
endometrium terbentuk akibat paparan estrogen kronik. 5,8
Infertilitas
21
6. DIAGNOSIS
SOPK adalah sindrom klinis yang hingga saat ini belum ada
kriteria tunggal yang cukup untuk mendiagnosis penyakit ini. Saat ini, kriteria
diagnosis SOPK yang digunakan secara luas adalah Kriteria Rotterdam 2003.5
Fenotip A HA PCO
Klasik Tipe I + + +
Klasik Tipe II + + -
SOPK berovulasi - + +
SOPK
+ - +
normoandrogenik
Pemeriksaan awal perempuan dengan gejala ini adalah kadar FSH dan E2
serum untuk mengeksklusi hipogonadisme hipogonadotropik (gangguan
sentral) dan premature ovarian failure. SOPK termasuk pada kategori
anovulasi normogonadotropik normoestrogenik (Kelas 2 WHO). Meskipun
demikian, perlu diingat bahwa kadar LH serum pasien SOPK seringkali
meningkat.5,9
23
Hiperandrogenisme
- Hiperandrogenisme Klinis
- Hiperandrogenisme Biokimiawi
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Ultrasonografi
25
ocarium >11 ml dan/ atau adanya folikel 12 buah dengan diameter 2-9mm.
Kriteria yang diajukan oleh Jonard dkk ini memiliki spesifisitas 99% dan
senditivitas 75% untuk mendiagnosa SOPK secara sonografi.2,4,5
- Pemeriksaan Hormonal
8. PENATALAKSANAAN
27
d. Mengatasi gangguan metabolism yang terjadi
I. Non farmakologi
II. Farmakologi
III. Operatif
Non Farmakologi10,11
29
menyebabkan penurunan kadar testosterone, dan 4 orang diantaranya terjadi
ovulasi.
Latihan olah raga bagi pasien mengikuti kaidah FITT (frequency, intensity,
time, type). Jenis (type) olah raga yang sebaiknya dilakukan adalah olahraga
dengan intensitas sedang, seperti jalan cepat, lari, berenang, bersepeda, dan
latihan senam aerobik. Durasi (time) latihan minimal selama 30 menit. Untuk
menurunkan berat badan, frekuensi olah raga yang dianjurkan adalah 3-5 kali/
minggu.
Farmakologi10,11
a. KlomifenSitrat
Klomifen sitrat merupakan modulator reseptor estrogen selektif
yang dapat bersifat estrogenik maupun antiestrogenik. Bekerja
menghambat reseptor estradiol berikatan di hipothalamus dan hipofisis,
memblokade umpan balik negatif.
Klomifen sitrat merupakan terapi pilihan untuk induksi ovulasi dan
mengembalikan fungsi fertilisasi. Pada keadaan hiperandrogenisme wanita
31
yang mengalami anovulasi, klomifen sitrat dilaporkan meningkatkan
frekuensi siklus ovulasi hingga 80% dengan rata-rata terjadi kehamilan
67%. Dosis yang diberikan 50 mg, satu kali pemberian perhari dengan
dosis maksimal perhari dapat ditingkatkan menjadi 200 mg. (9)Standar
pemberian 150 mg/hari, jika tidak terjadi ovulasi, maka terjadi resistensi
klomifen sitrat.
b. Kontrasepsi oral
Tujuan pemakaian obat ini adalah untuk menurunkan produksi
steroid ovarium dan produksi androgen adrenal, meningkatkan SHBG,
menormalkan rasio gonadotropin dan menurunkan konsentrasi total
testosterone dan androstenedione di dalam sirkulasi.
Mengembalikan siklus haid yang normal, sehingga dapat
mencegah terjadinya hiperplasia endometrium dan kanker endometrium.
Medroxyprogesteron asetat dapat dijadikan sebagai terapi untuk
menghilangkan gejala hirsutisme. Dosis 150 mg intramuskular setiap 6
minggu selama 3 bulan atau 20-40 mg perhari.
c. Antiandrogen
Fungsi kerja antiandrogen adalah untuk menurunkan produksi
testosterone maupun untuk mengurangi kerja dari testosteron. Beberapa
antiandrogen yang tersedia, diantaranya adalah cyproteron acetat,
flutamide, dan finastride.
d. GnRH agonis
GnRh sering digunakan sebagai langkah kedua penanganan ovulasi
SOPK dengan resistensi clomifene citrat, namun dapat meningkatkan
risiko kehamilan ganda dan sindrom stimulasi ovarium berlebihan.
Pemberiannya terapi tersebut dilakukan oleh perawatan spesialis.
Pemberian GnRh agonis akan memperbaiki denyut sekresi LH
sehingga luteinisasi premature dari folikel dapat dicegah dan dapat
memperbaiki rasio FSH/LH.
e. Metformin
33
Bertujuan untuk menekan aktivitas sitokrom P450C-17 ovarium,
yang akan menurunkan kadar androgen, LH dan hiperinsulinemia.
Diberikan dosis 500 mg, tiga kali pemberian perhari selama tiga puluh
hari.
Operatif10,11
a. Kanker Endometrium
35
Perempuan dengan SOPK memiliki faktor risiko untuk terjadinya kanker
endometrium. Hal ini dibuktikan dengan siklus anovulasi dimana terdapat
paparan dari estrogen yang terus menerus tanpa ada paparan progesterone di
endometrium. Hasil metanalisis dari 5 penelitian yang membandingkan
hubungan antara SOPK dengan kanker endometrium menunjukkan bahwa
risiko kanker endometrium meningkat hingga tiga kali pada penderita SOPK.
b. Sindrom Metabolik
37
III. KESIMPULAN
39
IV. DAFTAR PUSTAKA
41