You are on page 1of 16

Volume I Nomor 1, Oktober 2012 1

KONSEP PENDIDIKAN AZ-ZARNUJI DAN


IBNU TAIMIYAH

Syamsuddin
Dosen pada Fakutas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar

Abstrak: Pendidikan Islam dari zaman ke zaman selalu


mengalami perkembangan. Salah satu penyebab utama
adalah munculnya pemerhati dan pemikir Islam itu sendiri,
misalnya Az-Zanurji dan Ibnu Taimiyah. Menurut Az-Zanurji
tujuan pendidikan adalah ditunjukkan untuk mencari
keridhaan Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, ber-
usaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang
lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta
mensyukuri nikmat Allah. Sedangkan Ibn Taimiyah
membagi kedalam tiga tujuan yang akan di capai yakni
tujuan individual yang di arahkan pada pembentukan
pribadi muslim yang baik, tujuan sosial yang diarahkan
kepada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan
dengan ketentuan al-Quran dan Assunnah, dan tujuan
Dawah Islamiyah yang diarahkan kepada umat agar siap
dan mampu memikul tugas dawah Islamiyah keseluruh
dunia.
Kemudian masalah metode pengajaran, Az-Zanurji
membagi dalam dua kategori yakni metode yang bersifat
etik, dan metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat
etik antara lain mencakup niat dalam belajar; sedangkan
metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-
langkah dalam belajar. Sedangkan ibn Taimiyah secara
garis besarnya dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu
metode ilmiyah dan metode iradiyah

Kata Kunci : Pendidikan Islam, metode pengajaran


2 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

I. PENDAHULUAN

S
ejak Islam muncul di semenanjung Arabiyah, sejak itu pula
pendidikan Islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan,
karena melalui pendidikan itulah, tranmisi dan sosialisasi
ajaran Islam dapat dilaksanakan sampai sekarang ini.1
Telah banyak lembaga pendidikan Islam yang bermunculan
dengan fungsi utamanya memasyaraktkan ajaran Islam tersebut.
Lembaga-lembaga tersebut ada yang berbentuk tradisional sampai
kepada bentuk yang moderen.
Dalam mengembangkan ajaran Islam tersebut, para tokoh-
tokoh Islam telah memainkan peranan yang amat signifikan, sehingga
pendidikan dapat berkembang diseluruh jagat raya ini, termasuk ke
Indonesia. Bahkan ada yang membangun lembaga pendidikan. Di
lembaga-lembaga tersebut mengembangkan sistem, metode,
kurikulum, pendekatan dan tujuan dalam proses pembelajran, visi-
misi yang harus diperjuangkan.Nampak jelas bahwa tidak dapat
dipungkiri terjadinya proses kegiatan pendidikan tersebut tidak dapat
dilepaskan dari peran para tokoh sebagai aktor pelaksanaan
pendidikan. Merka telah memberikan pokok-pokok pikiran tentang
pengembangan pendidikan Islam.
Gerakan pendidikan ini berlangsung sejak zaman Nabi
Muhammad hingga sekarang ini. Gerakan ini mempunyai pengauh
dalam pengembangan pendidikan, sehingga ajaran Islam dapat
dipahami dan disosialisasikan keseluruh umat manusia di alam jagat
raya ini.
Dalam kerangka pemikiran yang demikian itu, dapat
dikatakan bahwa apa yang dilakukan sekarang ini adalah buah pikir
para tokoh masa lalu. Dalam artian bahwa bahwa ada hubungan
antara satu zaman kezaman berikutnya.
Olehnya itu dalam makalah ini akan dibahas pemikiran dan
pendapat para tokoh pendidikan Islam masa lalu, untuk dijadikan
masukan atau rujukan bagi penyusunan konsep pendidikan masa
depan. Yakni konsep pendidikan Az-Zanurji dan Ibnu Taimiyah.

II. PEMBAHASAN
A. Az-Zanurji
1. Riwayat Hidup Az-Zarnuji
Nama lengkapnya adalah Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuji. Di

1
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 3

kalangan ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya.


Adapun mengenai kewafatannya, setidaknya ada dua pendapat yang
dapat dikemukakan di sini. Pertama, pendapat yang mengatakan
bahwa Burhanuddin Az-Zarnuji wafat pada tahun 591 H./ 1195 M.,
kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H./1243 M.2
Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
Burhanuddin hidup semasa dengan Rida ad-Din an-Naisaburi yang
hidup antara tahun 500-600 H.
Grunebaun dan Abel mengatakan bahwa Az-Zanurji adalah
toward the end of 12 th and beginning of 13 th century A.D.3 Namun
jika dilihat dari nishahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti
mengatakan bahwa ia berasal dari Zaradj. Dalam hubungan ini
Mochtar Affandi mengatakan: it is a city in Persia which was formally
a capital and city of Sadjistan to the south of Herat (now
Afghanistan)4. Pendapat senada juga dikemukakan Abd al-Qadir
Ahmad yang mengatakan bahwa Az-Zarnuji berasal dari suatu daerah
yang kini dikenal dengan nama Afghanistan.5
Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari kete-
rangan yang dikemukakan para peneliti. Djudi misalnya mengatakan
bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand. Yaitu
kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-
lainnya. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai
lembaga pendidikan dan ta'lim yang diasuh antara lain oleh Burha-
nuddin al-Marginani, Syamsuddin Abd al-Wajdi Muhammad bin
Muhammad bin 'Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.6
Selain itu, Burhanuddin Az-Zarnuji juga belajar kepada Ruk-
nuddin al-Firginani, seorang ahli Fiqih, sastrawan dan penyair yang
wafat tahun 594 H./1196 M; Hammad bin Ibrahim, seorang ahli ilmu
kalam di samping sebagai sastrawan dan penyair, yang wafat tahun
594 H./1170 M.; Rukun al-Islam Muhammad bin Abi Bakar yang di-
kenal dengan nama Khawahir Zada, seorang mufti Bukhara dan ahli
dalam bidang fiqih, sastra dan syair yang wafat tahun 573 H./ 1177,

2
Mohtar Affandi, The Methode Of Muslim Learning, as Illustrated in al-
Zanurjis Talim al-Mutaallim (Monteal: Institute of Islamic Studies McGill
University, 1990), h. 19.
3
G.E. Von Grunebaun, et. Al., Talim al-Mutaallim Taruq al- Taallum:
Instrution of the Methode of Learning (New York: Kings Crown Press, 1947), h. 1.
4
Mohtar Affandi, Op.cit.
5
Muhammad Abd Qadir, Talim al-Mutaallim Tariq at-Taallum ( Beirut:
Mathbaah al-Saadah, 1986), h. 10.
6
Djudi, Konsep Belajar menurut az-Zanurji; KajianPsikologi-Etik Kitab
Talim al-Mutaallim (Yogyakarta : Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga,1990), h. 41.
4 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

dan lain-lain.7

Berdasarkan informasi tersebut, ada kemungkinan besar bahwa


Az-Zarnuji selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga
menguasai bidang-bidang lain, seperti sastra, fiqih, ilmu kalam dan
lain sebagainya, sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk
bidang tasawuf ia memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur.
Namun dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas
dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan
mendalam, seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi
untuk masuk ke dalam dunia tasawuf.
Selain karena faktor latar belakang pendidikan sebagaimana
disebutkan di atas, faktor situasi sosial dan perkembangan masyarakat
juga mempengaruhi pola pikir seseorang. Termasuk pemikiran Az-
Zarnuji.

2. Situasi Pendidikan Zaman Az-Zarnuji


Dalam sejarah pendidikan kita mencatat, paling kurang ada
lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan
Islam. Pertama pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. (571-
632 H.); kedua pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661
M.); ketiga pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-
750 M.), keempat pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad (750-1250 M), dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya
kekuasaan Khalifah di Baghdad (1250-sekarang).8
Az-Zarnuji hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13
(591-640H./1195-1243 M.). Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui
bahwa Az-Zarnuji hidup pada masa keempat dari periode
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sebagaimana
disebutkan di atas, yaitu antara tahun 750-1250 M. Dalam catatan
sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan atau kejayaan
Peradaban Islam pada umumnya, dan pendidikan Islam pada
khususnya. Dalam hubungan ini, Hasan. Langgulung mengatakan:
"Zaman keemasan Islam ini mengenai dua pusat, yaitu kerajaan
Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih
lima abad (750-1258 M.) dan kerajaan Umayah di Spanyol yang
berlangsung kurang lebih delapan abad (711-1492 M.)."9

7
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja
Grafindo, 2003), h. 104.
8
Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.7.
9
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan (Jakarta:Pustaka al-Husna, 1989), h. 13.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 5

Pada masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang dengan


pesat yang ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan,
mulai dari tingkat dasar sampai pendidikan dengan tingkat perguruan
tinggi. Di antara lembaga-lembaga tersebut adalah Madrasah
Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-Muluk (457H./106 M.),
Madrasah An-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin
Mahmud Zanki pada tahun 563H./1167M. di Damaskus dengan
cabangnya yang amat banyak di kota Damaskus; Madrasah al-
Mustansiriyah yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, AlMustansir
Billah di Baghdad pada tahun 631 H./1234 M. Sekolah yang disebut
terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti
gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000
buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai
pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya Madrasah
yang disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam
empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Ahmad ibn Hambal).
Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lagi lembaga-
lembaga pendidikan Islam lainnya yang tumbuh dan berkembang
pesat pada zaman Az-Zarnuji hidup. Dengan memperhatikan infor-
masi tersebut di atas, tampak jelas, bahwa Az-Zarnuji hidup pada
masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam tengah mencapai
puncak keemasan dan kejayaannya. Yaitu pada akhir masa Abbasiyah
yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik
yang sukar ditandingi oleh pemikir-pemikir yang datang kemudian.10
Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut di atas amat
menguntungkan bagi pembentukan Az-Zarnuji sebagai seorang
ilmuwan atau ulama yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak
mengherankan jika Hasan Langgulung menilai bahwa Az-Zarnuji ter-
masuk seorang filosof yang memiliki sistem pemikiran tersendiri dan
dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina, Al-Ghazali
dan lain sebagainya.

3. Konsep Pendidikan Az-Zarnuji


Konsep pendidikan yang dikemukakan Az-Zarnuji secara
monumental dituangkan dalam karyanya Ta'lim al-Muta'allim Thuruq
al-Ta'allum. Kitab ini banyak diakui sebagai suatu karya yang
monumental serta sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini
banyak pula dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan
karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini
banyak dipergunakan tidak saja terbatas di kalang an ilmuwan

10
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21
(Jakarta:Pustaka al-Husna, 1989), h. 99.
6 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

Muslim, tetapi juga oleh para orientalis dan para penulis Barat. Di
antara tulisan yang menyinggung kitab ini dapat dikemukakan antara
lain: G.E. Von Grunebaum dan T.M. Abel yang menulis Ta'lim al-
Muta'allim Thuruq al-Ta'allum: Instruction of the Students: The
Method of Learning; Carl Brockelmann dengan hukunya Geschicte
der Arabischen Litteratur; Mehdi Nakosten dengan tulisannya History
of Islamic Origins of Western Education A.D. 8001350, dan lain
sebagainya.11
Keistimewaan lainnya dari buku Talim al-Muta'allim
tersebut adalah terletak pada materi yang dikandungnya. Sekalipun
kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan
tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang tujuan
belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang se-
cara keseluruhan didasarkan pada moral religius.
Keterkenalan Kitab Talim al-Muta'allim terlihat dari terse-
barnya buku ini hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini telah di-
cetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai negara, baik di Timur
maupun di Barat. Kitab ini juga menarik perhatian beberapa ilmuwan
untuk memberikan komentar atau syarah terhadapnya.
Di Indonesia, kitab Ta'lim al-Muta'allim dikaji dan dipelajari
hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pen-
didikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pe-
santren modern sekalipun, seperti halnya di Pondok Pesantren Gontor
Ponorogo, Jawa Timur.12
Dari kitab tersebut dapat diketahui tentang konsep pendidikan
Islam yang dikemukakan Az-Zarnuji. Secara umum kitab ini men-
cakup tiga belas pasal yang singkat-singkat, yaitu;
a. Pengertian Ilmu dan Keutamaannya
b. Niat di kala belajar
c. Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar
d. Menghormati ilmu dan ulama
e. Ketekunan, kontiunitas dan cita-cita luhur
f. Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya
g. Tawakkal kepada Allah
h. Masa belajar
i. Kasih sayang dan memberi nasihat
j. Mengambil pelajaran
k. Wara (menjaga diri dari yang haram dan syubhat) pada masa
belajar
l. Penyebab hafal dan lupa

11
Abuddin Nata, op.cit., h. 107
12
Ibid,.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 7

m. Masalah rezeki dan umur.13


Pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan ke dalam tiga bagian
besar. Sebuah analisa yang diajukan Abdul Muidh Khan Abuddin
Nata, menyimpulkan bahwa inti kitab ini mencakup tiga hal, yaitu 1.
The Division of Knowledge; 2. The Purpose of Learning; dan 3. The
Method of Study.14 Ketiga bidang pendidikan ini dapat dikemukakan
sebagai berikut.

1) Pembagian Ilmu
Az-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kategori.
Pertama ilmu fardlu `ain, yaitu ilmu yang setiap Muslim secara
individual wajib mempelajarinya, seperti ilmu fiqih dan ilmu ushul
(dasar-dasar agama). Kedua ilmu fardlu kifayah, yaitu ilmu di mana
setiap umat Islam sebagai suatu komunitas, bukan sebagai individu
diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi
dan lain sebagainya.

2) Tujuan Pendidikan
Mengenai tujuan pendidikan, Az-Zarnuji mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah yang ditunjukkan untuk mencari keridhaan
Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, berusaha memerangi
kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan
melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah.
Dalam hubungan ini Az-Zarnuji mengingatkan, agar setiap pe-
nuntut ilmu jangan sampai keliru dalam menentukan niat dalam
belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh,
mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan serta kedudukan
tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, maka ia akan merasakan
kelezatan ilmu dan amal, serta akan semakin berkuranglah
kecintaannya terhadap harta benda dan dunia.

3) Metode Pembelajaran
Berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode
pembelajaran yang dimuat Az-Zarnuji dalam kitabnya itu meliputi dua
kategori. Pertama, metode yang bersifat etik, dan kedua metode yang
bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat
dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat teknik strategi meliputi
cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-
langkah dalam belajar.
Penelitian serupa dilakukan oleh Grunebaum dan Abel. Kedua
tokoh ini mengklasifikasikan pemikiran Az-Zarnuji ke dalam dua

13
Ibid.,
14
Ibid. h.109-110.
8 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

kategori utama. Pertama yang berhubungan dengan etik religi, dan


kedua yang berhubungan dengan aspek teknik pembelajaran. Ter-
masuk ke dalam kategori pertama adalah pemikirannya yang
mengharuskan para pelajar mempraktekkan beberapa jenis amalan
agama tertentu. Kategori ini dikatakannya sebagai allogical, dalam
arti kita tidak dapat mendiskusikannya secara rasional. Sebagai contoh
Az-Zarnuji mengatakan bahwa untuk dapat diberikan rezeki,
hendaknya setiap pelajar dianjurkan untuk membaca Subhanallah al-
'azim, Subhanallah wa bihamdih sebanyak seratus kali.
Mengenai kategori kedua, yakni aspek teknik pembelajaran,
menurut Grunebaum dan Abel terhadap enam hal yang menjadi so-
rotan Az-Zarnuji, yaitu (1) the curriculum and the subject matter, (2)
the choise of setting and teacher, (3) the time for study, (4) techniques
for learning and manner of study, (5) dynamics of learning, and (6)
the student's relationship to others. 15
Dari informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa Az-Zarnuji
telah berbicara tentang aspek-aspek pendidikan yang amat penting.
Tentang kurikulum terkait dengan pemikirannya tentang pem-
bagian ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan di atas, sedangkan
tentang situasi belajar terkait dengan bagaimana seharusnya seorang
pelajar memilih guru dan temannya yang dapat mendorong terjadinya
proses belajar-mengajar yang efektif.

B. Ibn Taimiyah
1. Riwayat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-
Halim bin Taimiyah lahir di kota Harran, wilayah Siria, pada hari
Senin, 10 Rabi'ul Awwal 661 H. bertepatan dengan 22 Januari 1263
M.16; dan wafat di Damaskus pada malam Senin, 20 Zulkaidah, 728
Hijriyah, bertepatan dengan 26 September 1328 M.17 Ayahnya
bernama Syihab ad-Din 'Abd al-Halim Ibn Abd as-Salam (627-672
H.) adalah seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tinggi di
Masjid Agung Damaskus. Selain sebagai khatib dan imam besar di
Masjid tersebut, ia juga sebagai guru dalam bidang tafsir dan hadits.
Jabatan lain yang juga dipegang oleh Abd al-Halim ialah sebagai
15
Ibid,.
16
Sumber lain menyebutkan bahwa Ibnu Taimiyah lahir pada hari senin,
tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun 661 Hijriyah. Namun pendapat ini, sebagaimana
dikemukakan Abu Zahrah, agaknya dibuat-buat agar persis hari dan tanggal
kelahiran Nabi Muhammad saw. Lihat Abu Zahrah, Ibn Taimiyah Hayatuhu wa
Asyruhu, Arauhu wa Fiqhuhu (Beirut:Dar al-Fikri al-Arabi, tt.), h. 17.
17
Muhammad Ibn Islail(Ibnu Katsir), Al-Bidayah wa an-Nihaya, Jilid IX,
Juz 14 (Beirut:Dar al-Fikr, tt.), h. 135-136.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 9

Direktur Madrasah Dar al-Hadits as-Sukkariyah,18 salah satu lembaga


pendidikan Islam bermazhab Hambali yang sangat maju dan
berkualitas waktu itu. Di lembaga pendidikan inilah Abd al-Halim
yang dikenal orator itu mendidik Ibn Taimiyah buat pertama kali.
Kakeknya, Saikh Majd ad-Din al-Barakat Abd al-Salam ibn
Abd Allah (590-652 H.), yang oleh as-Syaukani (1172-1250 H.)
dipandang sebagai mujtahid mutlak, adalah juga seorang alim terkenal
yang ahli tafsir (muffasir), ahli hadits (muhaddits), ahli ushul fiqih
(ushula), ahli fiqih (faqih), ahli nahwu (nahwiyy), dan pengarang
(mushannif). Sedangkan pamannya dari jalur Bapak yang bernama Al-
Khatib Fakhr al-Din dikenal sebagai cendekiawan Muslim populer
dan pengarang yang produktif pada masanya. Demikian pula Syaraf
ad-Din Abd Allah ibn Abd al-Halim (696-727 H.), adik laki-laki Ibn
Taimiyah, ternyata juga dikenal sebagai ilmuwan Muslim yang ahli
dalam bidang ilmu kewarisan Islam (f'araid), ilmu-ilmu Hadits (ulum
al-hadits) dan ilmu pasti (ar-riyadiyah).
Ibn Taimiyah sendiri sejak kecil dikenal sebagai seorang anak
yang mempunyai kecerdasan otak luar biasa, tinggi kemauan dan
kemampuan dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan ma-
salah, tegas dan teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pen-
dapat (pendirian), ikhlas dan rajin dalam beramal shaleh, rela berkor-
ban dan siap berjuang untuk jalan kebenaran.
Didukung oleh kesungguhan dan ketekunannya dalam menun-
tut ilmu, kecerdasan otak dan kepribadian yang baik Ibn Taimiyah
yang dikenal dengan wara', zuhud dan tawadu-nya, ternyata mampu
mengantarkan dirinya menjadi seorang ulama besar yang menguasai
banyak ilmu dan pengalaman, di samping juga sebagai pejuang yang
tangguh.
Pendidikannya dimulai selain dengan mengaji kepada ayah dan
pamannya, Ibn Taimiyah juga belajar kepada sejumlah ulama terke-
muka ketika itu, terutama yang ada di kota Damaskus dan sekitarnya,
yang pada waktu itu merupakan pusat berkumpulnya para ulama besar
dari berbagai mazhab atau aliran Islam yang ada pada masanya.
Ibn Taimiyah belajar pada sejumlah guru yang terkenal, di
antaranya ialah Syam ad-Din Abd ar-Rahman ibn Muhammad ibn
Ahmad al-Maqdisi (597-682 H.), seorang ahli hukum Islam (f'aqih)
ternama dan hakim agung pertama dari kalangan mazhab Hambali di
Siria, setelah Sultan Baybars (1260-1277 M.) melakukan pembaha-
ruan di bidang peradilan. Muhammad ibn `Abd al-Qawi ibn Badran
al-Maqdisi al-Mardawi (603-699 H.), seorang muhaddis, faqih,
nahwiyy dan mufti serta pengarang terpandang pada masanya, juga
merupakan salah seorang guru Ibn Taimiyah. Demikian pula al-Manja'

18
Abu Zahrah, op. cit., h. 321.
10 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

Ibn 'Ustman ibn As'ad at-Tanawukhi (631-695 H.), seorang ahli flqih
dan ushul al-Fiqih serta ahli tafsir dan Ilmu tata bahasa; dan
Muhammad ibn Isma'il ibn Abi Sa'ad as-Syaibani (687-704 H.)
seorang ahli dalam bidang hadits, tata bahasa, sastra, sejarah, dan
kebudayaan.19 Masih banyak lagi gurunya yang tidak dapat disebutkan
satu per-satu di sini.
Ilmu yang mula-mula dipelajari Ibn Taimiyah adalah Al-
Qur'an dan Hadits. Kemudian bahasa Arab, ilmu Al-Qur'an, ilmu
hadits, fiqih, ushul fiqih, sejarah, kalam, mantik, filsafat, tasawuf,
ilmu jiwa, sastra, matematika, dan berbagai disiplin ilmu lainnya, dan
mengantarkannya menjadi orang yang memiliki keahlian dalam
seluruh cabang ilmu tersebut.
Dalam usia yang tergolong kanak-kanak, tepatnya dalam umur
tujuh tahun, Ibn Taimiyah telah berhasil menghafal seluruh Qur'an
dengan amat lancar. Sejak masa kecil sampai akhir hayatnya, ia me-
mang dikenal sebagai seorang yang gemar membaca, menghafal, me-
mahami, menghayati, mengamalkan dan memasyarakatkan Al-
Qur'an.20
Pemikiran dan pandangan keagamaan serta lainnya dari Ibn
Taimiyah itu dapat dijumpai dalam karya-karya yang menurut per-
kiraan sebagian para peneliti berkisar antara 300-500 buah dalam
ukuran besar dan kecil atau tebal dan tipis. Meskipun tidak semua
karya tokoh pembaharu tersebut dapat diselamatkan, berkat kerja
keras Abd ar-Rahman ibn Abd ar-Rahman ibn Muhammad ibn Qasim
dengan bantuan puteranya (Muhammad ibn `Abd ar-Rahman)
sebagian karya Ibn Taimiyah kini telah terhimpun dalam Majma'
Fatawa Ibn Taimiyah yang berjumlah 37 jilid. Itu belum termasuk ka-
rangan-karangannya yang tergolong besar, seperti Manhaj as-Sunnah
dan lain-lain.21
Karya-karya Ibn Taimiyah meliputi berbagai hidang keilmuan
seperti tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqih, akhlak,
tasawuf, mantik (logika), filsafat, politik, pemerintahan,
tauhid/kalam dan lain-lain. Dari karya-karya tulisnya itulah
pemikiran Ibn Taimiyah dapat diketahui, termasuk pemikirannya
dalam bidang pendidikan sebagaimana akan diuraikan di bawah ini.
Dari data-data tersebut di atas, nampak jelas bahwa Ibn
Taimiyah adalah seorang tokoh pendidikan Islam yang selalu
mengembangkan diri untuk mengetahuai segala sesuatunya.
Termasuk dalam pengembangan pendidikan Islam.

19
Abuddin Nata, op.cit., h. 131.
20
Ibid.,h. 132.
21
Ibid.,
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 11

2. Konsep Pendidikan Ibn Taimiyah


Pemikiran Ibn Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi
ke dalam pemikirannya dalam bidang falsafah pendidikan, tujuan
pendidikan, kurikulum, hubungan pendidikan dengan
kebudayaan. Seluruh pemikirannya dalam bidang pendidikan itu ia
bangun berdasarkan keterangan yang jelas sebagaimana terdapat
dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah melalui pemahaman yang mendalam,
jernih dan enerjik. Pemikirannya dalam bidang pendidikan itu me-
rupakan respons terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat
Islam pada saat itu yang menuntut pemecahan yang secara strategis
melalui jalur pendidikan. Selanjutnya akan dibahas pandangan Ibn
Taimiyah tentang tujuan pendidikan dan metode pengajarannya.

a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibn Taimiyah dibangun
atas dasar falsafah pendidikannya. Falsafah yang dimaksudkan adalah
ilmu yang bermamfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan
unggul. Menurutnya tujuan pendidikan dapat dibagi kepada tiga ba-
gian yakni: Tujuan Individual, Tujuan Sosial, dan Tujuan Da'wah
Islamiyah.22

1) Tujuan Individual
Pada bagian ini tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuk-
nya pribadi muslim yang baik, yaitu seseorang yang berpikir, merasa
dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu
sejalan dengan apa yang diperintah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Orang
semacam ini hidup sejalan dengan akidah Islamiyahnya, serta mati
dalam keadaan beragama Islam. Dalam hubungan ini Ibn Taimiyah
mengatakan hendaknya seorang yang menuntut ilmu agar berupaya
memahami tujuan perintah dan larangan serta segala ucapan yang
datang dari rasul. Selanjutnya jika hati seseorang telah meyakini
bahwa apa yang dijalaninya itu sebagai yang dikehendaki rasul, maka
janganlah berpaling kepada jalan yang lain23. Pada bagian lain Ibn
Taimiyah mengatakan bahwa pribadi Muslim yang baik adalah orang
yang sempurna kepribadiannya, yaitu yang lurus jalan pikiran serta
jiwanya, bersih keyakinannya, kuat jiwanya, sanggup melaksanakan
segala perintah agama dengan jelas dan sempurna.

22
Ibid., h. 142-143
23
Ibn Taimiyah, Al-Fatawa Ilm al-Suluk, Juz. X, h. 664.
12 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

2) Tujuan Sosial
Pada bagian ini Ibn Taimiyah mengatakan bahwa pendidikan
juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang se-
jalan dengan ketentuan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tujuan pendidikan
tersebut sejalan dengan pendapatnya yang mengatakan bahwa setiap
manusia memiliki dua sisi kehidupan, yaitu sisi kehidupan individual
yang berhubungan dengan beriman kepada Allah; dan sisi kehidupan
sosial yang berhubungan dengan masyarakat, tempat di mana manusia
itu hidup. Dalam hubungan ini Ibn Sina menuduh bid'ah kepada orang
yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan hanya ditujukan pada
semata-mata ibadah kepada Allah, tetapi melupakan masyarakatnya.
Orang yang membaca Al-Qur'an, giat dalam shalat dan puasa, tetapi
membuat kaum Muslimin lainnya bergelimang dalam dosa dan
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama, saling
mendustai dan sebagainya dianggap sebagai ahli bid'ah. Seseorang
hendaknya menjadi ahli As-Sunnah, yaitu orang yang mengikuti Al-
Qur'an dan As-Sunnah, tunduk kepada kebenaran (al-haqq) dan kasih
sayang pada orang lain. Pada tujuan sosial ini, pendidikan diarahkan
agar dapat melahirkan manusia-manusia yang dapat hidup bersama
dengan orang lain, saling membantu, menasehati, mengatasi masalah,
dan seterusnya.

3) Tujuan Da'wah Islamiyah


Tujuan ketiga yang harus dicapai oleh pendidikan menurut Ibn
Taimiyah adalah mengarahkan ummat agar siap dan mampu memikul
tugas da'wah Islamiyah ke seluruh dunia. Pandangannya itu
didasarkan pada pendapatnya bahwa Allah Swt. telah mengutus para
rasul sebagai pemberi kabar gembira dan memberi peringatan,
sehingga segenap manusia hanya mengikuti Allah dan Rasul-Nya saja.
Sementara manusia juga memikul beban mengajak manusia lainnya
kepada jalan yang baik dan mencegah berbuat buruk. Hal ini sejalan
dengan firman Allah yang berbunyi:





Terjemahnya:
"Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah,"(QS. Ali `Imran: 110).24

Dalam menjelaskan ayat tersebut Ibn Taimiyah mengutip pen-

24
Al-Quran dan Terjemahannya.
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 13

dapat Abu Hurairah yang mengatakan bahwa kehadiran manusia yang


datang kepada manusia lain dengan dakwah adalah berupaya
melepaskan belenggu dari rantai kebodohan sehingga mereka itu dapat
masuk surga. Orang semacam itu rela mengorbankan harta dan
jiwanya dalam berjuang untuk kemanfaatan manusia. Orang seperti
inilah yang termasuk ummat yang baik. Makhluk itu tak ubahnya ba-
gaikan keluarga Allah, mereka berusaha mencintai Allah dengan jalan
memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi makhluk-Nya itu. Untuk
mencapai tujuan pendidikan tahap ketiga ini dapat dilakukan dengan
dua cara. Pertama dengan menyebarluaskan ilmu dan ma'rifat yang
didatangkan Al-Qur'an al-Karim sebagaimana hal itu dilakukan kaum
salaf, yakni sahabat dan tabi'in. Kedua dengan cara berjihad yang
sungguh-sungguh sehingg kalimat Allah yang demikian tinggi itu
dapat berdiri tegak.

b. Metode Pengajaran
Menurut Ibn Taimiyah pada garis besarnya metode pengajaran
dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu metode ilmiyah dan metode
iradiyah25. Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa al-qalb (hati)
merupakan alat untuk belajar. Hatilah yang mengendalikan anggota
badan dan mengarahkan jalannya.
Menurut Ibn Taimiyah bahwa al-qalb (hati) tersebut memiliki
dua daya, yaitu daya ilmiyah atau daya berpikir, dan daya al-iradiyah
yaitu kecenderungan untuk mengamalkan apa yang dipikirkan. Pe-
mikiran tersebut dimulai dalam hati dan berakhir dalam hati, dan
ketika iradah (kemauan) bermula di dalam hati dan berakhir pada
anggota badan, pada puncaknya penggunaan kedua daya tersebut di
dalam akal. Dengan demikian akal merupakan sifat yang terdapat pada
hati, yaitu pemikiran dan kemauan.
Melalui daya 'ilmiyah, hati seseorang akan menghasilkan ma'-
rifah (pengetahuan yang mendalam) dan ilmu (pengetahuan biasa).
Selanjutnya melalui iradiyah akan tergerak hati untuk menyesuaikan
ilmu ini untuk selanjutnya dipraktekkan dalam amal. Dalam keadaan
demikian maka esensi belajar itu sesungguhnya terjadi ketika seorang
pelajar berpikir mengenai yang baik (khair) dan benar (as-shawab),
dan apa yang dianggap salah dan buruk. Selain seorang pelajar itu
menyesuaikan diri dengan pengetahuan yang dimilikinya, juga dalam
keadaan demikianlah ia disebut sebagai seorang pelajar yang berakal.26
Tetapi tidaklah termasuk hal yang pokok bahwa setiap pandangan
yang mengarahkan pada hati dapat membawa kepada berta'akkul,

25
Abuddin Nata, op.cit. h.151.
26
Ibn Taimiyah, Al-Fatawa, al-Iman,Juz.II., h. 540.
14 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

melainkan hal itu bergantung pada pemberian, syarat-syarat dan


persiapan. Adapun cara yang dapat menyempurnakan pemeliharaan
syarat-syarat dan persiapan adalah metode pengajaran. Uraian dari
kedua cara sebagaimana tersebut di atas dapat dikemukakan sebagai
berikut.

1) At-Thariqah al-'Ilmiyah (Metode Ilmiyah).


Ibn Taimiyah menamai metode ilmiyah, karena dengan metode
itulah akan dijumpai pemikiran yang lurus dalam memahami dalil,
argumen dan sebab-sebab yang menyampaikan pada ilmu, dan orang
yang menyampaikan cara tersebut dinamai at-Thalib (penuntut ilmu).
Sementara an-nadzr (perenungan) di bawahnya terdapat unsur hak dan
batil, terpuji dan tercela. Metode ilmiyah ini didasarkan pada tiga hal,
yaitu (1) benarnya alat untuk mencapai ilmu, (2) penguasaan secara
menyeluruh terhadap seluruh proses belajar, dan 3) men-sejajarkan
antara amal dan pengetahuan.

2) At-Thariqah al-Iradah
Ibn Taimiyah menamai metode al-iradiyah, karena metode itu
merupakan metode yang mengantarkan seseorang pada pengamalan
ilmu yang diajarkannya. Seorang pelajar yang menempuh metode ini
disebut murid. Tujuan utama metode ini adalah mendidik kemauan
seorang pelajar sehingga ia tidak tergerak hatinya untuk melakukan
sesuatu perbuatan kecuali yang diperintahkan Allah Swt. Ia juga tidak
menginginkan sesuatu kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah Swt.
Untuk terlaksananya metode ini diperlukan tiga syarat, yaitu (1)
dengan mengetahui maksud dari iradah; (2) dengan mengetahui tujuan
yang dikehendaki oleh iradah, dan (3) mengetahui tindakan yang
sesuai untuk mendidik iradah tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan syarat pertama, mengetahui
iradah, menurut Ibn Taimiyah mengetahui daya kecintaan dan ber-
usaha memilih sesuatu yang menggerakkan manusia dan me-
ngarahkannya kepada tujuan tertentu, yaitu kemampuan untuk
mempertimbangkan secara seimbang antara tiga daya: daya akliyah,
daya al ghadab (amarah) dan daya syahwat (kecenderungan pada
nafsu biologis). Di atas daya-daya ini terdapat daya akal yang mem-
bedakan antara manusia dengan binatang dan menjadikannya sejajar
dengan para malaikat dalam kedudukannya. Bahkan orang yang
akalnya dapat mengalahkan syahwatnya ia akan lebih utama daripada
malaikat. Sebaliknya orang yang terkalahkan akalnya oleh syahwat-
nya, maka ia lebih hina dari binatang. Selanjutnya yang dimaksud
dengan syarat yang kedua untuk mendidik al-iradah yang mulia
adalah adanya tujuan yang mulia yang sesuai dengan kedudukan
manusia, sebagaimana makhluk yang paling mulia. Menurut Ibn
Taimiyah bahwa pada mulanya tujuan penciptaan manusia adalah
Volume I Nomor 1, Oktober 2012 15

untuk mencapai tujuan hidup, yaitu bekerja dan berjuang serta


memperdalam segala sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang
sampai pada tujuan. Tujuan tersebut adalah mencapai keridlaan Allah.
Sedangkan alat yang menyampaikan pada tujuan tersebut adalah
melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh Rasul, yakni ibadah
sebagaimana disyari'atkan oleh Allah. Adapun seluruh aspek
kehidupan lainnya yang tampak dalam bidang kebudayaan,
kegagahan, makanan, kekuatan dan lainnya tidak akan pernah
mencukupi kebutuhan manusia dalam beribadah dan mencintai Allah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt.:



Terjemahnya:
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q S. Ar-Ra'd: 28).27

Adapun syarat yang ketiga adalah lingkungan yang mulia. Hal


ini dapat mendorong terjadinya kerjasama bantu membantu antara
seluruh kekuatan yang efektif dalam bidang pendidikan.
Oleh karena itu, harus ada upaya untuk menumbuhkan kehidupan
sosial kemasyarakatan yang baik dan menjauhi perbuatan maksiat
serta perbuatan tercela. Ini penting, karena jiwa manusia apabila telah
dipengaruhi akhlak yang buruk akan amat sulit untuk diperbaiki.

III. PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian di atas pemakalah dapat
menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Az-Zanurji adalah
yang ditunjukkan untuk mencari keridhaan Allah, memperoleh
kebahagiaan di akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri
sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran
Islam, serta mensyukuri nikmat Allah. Sedangkan Ibn Taimiyah
membagi kedalam tiga tujuan yang akan di capai yakni tujuan
individual yang di arahkan pada pembentukan pribadi muslim yang
baik, tujuan sosial yang diarahkan kepada terciptanya masyarakat
yang baik yang sejalan dengan ketentuan al-Quran dan Assunnah,
dan tujuan Dawah Islamiyah yang diarahkan kepada umat agar siap
dan mampu memikul tugas dawah Islamiyah keseluruh dunia.
Kemudian masalah metode pengajaran, Az-Zanurji membagi
dalam dua kategori yakni metode yang bersifat etik, dan metode yang

27
Al-Quran dan Terjemahannya
16 Konsep Pendidikan Az-Zarnuji dan Ibnu Taimiyah_Syamsuddin

bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat
dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat teknik strategi meliputi
cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-
langkah dalam belajar. Sedangkan ibn Taimiyah secara garis besarnya
dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu metode ilmiyah dan metode
iradiyah

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya.


Affandi, Mohtar, The Methode Of Muslim Learning, as Illustrated in
al-Zanurjis Talim al-Mutaallim, Monteal: Institute of
Islamic Studies McGill University, 1990.
Djudi, Konsep Belajar menurut az-Zanurji; KajianPsikologi-Etik
Kitab Talim al-Mutaallim, Yogyakarta : Pascasarjana IAIN
Sunan Kalijaga,1990.
Grunebaun, G.E. Von, et. Al., Talim al-Mutaallim Taruq al-
Taallum : Instrution of the Methode of Learning, New York:
Kings Crown Press, 1947.
Ibn Taimiyah, Al-Fatawa, al-Iman,Juz.II.,
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21,
Jakarta:Pustaka al-Husna, 1989.
--------, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989.
Muhammad Ibn Islail (Ibnu Katsir), Al-Bidayah wa an-Nihaya, Jilid
IX, Juz 14 Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta:
Raja Grafindo, 2003.
--------, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Qadir, Muhammad Abd, Talim al-Mutaallim Tariq at-Taallum,
Beirut: Mathbaah al-Saadah, 1986.
Zahrah, Abu, Ibn Taimiyah Hayatuhu wa Asyruhu, Arauhu wa
Fiqhuhu, Beirut:Dar al-Fikri al-Arabi, tt.
Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

You might also like