You are on page 1of 8

Tahapan Respon Sistem Imun

1. Deteksi dan mengenali benda asing


2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon
4. Destruksi atau supresi penginvasi

Respon Imune Innate

Respon ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang


mencegah masuk dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta
mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate
immunity, yaitu :

1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN)


dan makrofag.
2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.
4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat
mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur
klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.
5. Produksi interferon alfa (IFN-) oleh leukosit dan interferon beta
(IFN-) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural
killer (sel NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan
protein kationik yang dapat merusak membran parasit.
Respon Imunitas Spesifik

Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate


immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang
lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan
pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini
terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel
limfosit B (T dependent dan non T dependent) dan mekanisme Cell
mediated immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme
imunitas ini melalui produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel
sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6
(IL-6).
Presentasi Antigen

Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke


dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan
berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel itu akan menangkap
sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat
dikenali oleh sel limfosit Th atau T helper. Sel Th ini akan teraktivasi dan
(selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit
B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi
dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Sel limfosit
dan sel APC bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi
sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan
dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem
fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau
penyembuhan luka. Respon imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan
akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme
kontrol.

Peran Major Histocompatibility Complex (MHC)

Respon imun sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah
ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena
itu, sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein MHC pada
permukaan sel lain. terdapat 2 kelas MHC yaitu:

1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan
digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian
besar adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel
mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan
target/sasaran dari sel Tc tersebut. MHC kelas I digunakan ketika
merepson infeksi virus.
2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan
beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang
sebagian besar adalah sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan
untuk respon imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II
merupakan poros penting dalam mengontrol respon imun tersebut. MHC
kelas II digunakan ketika merespon infeksi bakteri.
T Helper 1 (Th1) dan T Helper 2 (Th2)

Sel-sel T berperan sebagai penghantar imunitas yang dimediasi sel dalam


respon imun adaptif yang digunakan untuk mengontrol patogen
intraseluler serta meregulasi respon sel B, termasuk aktivasi sel imun
lainnya dengan pelepasan sitokin (Uzel 2000). Terdapat dua subset utama
limfosit yang dibedakan dengan keberadaan molekul (petanda)
permukaan CD4 dan CD8. Limfosit T yang mengekspresikan CD4 juga
dikenal sebagai sel T helper, penghasil sitokin terbanyak. Subset ini dibagi
lagi menjadi Th1 dan Th2, dan sitokin yang dihasilkan disebut sebagai
sitokin tipe Th1 dan sitokin tipe Th2. Sitokin tipe Th1 cenderung
menghasilkan respon proinflamatori yang bertanggung jawab
terhadap killingparasit intraseluler dan mengabadikan respon autoimun.
Sitokin tipe Th1 terdiri dari interferon gamma, interleukin-2, serta
limfotoksin- yang merangsang imunitas tipe 1, ditandai aktivitas
fagositik yang kuat.

Respon proinflamatori yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan


jaringan yang tidak terkontrol. Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk
menetralkan aksi mikrobisidal berlebih yang dimediasi Th1 ini, yaitu
dengan respon Th2. Sitokin yang termasuk dalam mekanisme Th2 ini
adalah interleukin 4, 5, 9, dan 13, yang disertai IgE dan respon eosinofilik
dalam atopi, dan juga interleukin-10, dengan respon yang lebih bersifat
anti-inflamatori. Imunitas tipe 2 yang distimulasi Th2 ditandai dengan
kadar antibodi tinggi (Berger 2000). Bagi kebanyakan infeksi, imunitas
tipe 1 bersifat protektif, sedang respon tipe 2 membantu resolusi inflamasi
yang dimediasi sel. Stres sistemik yang berat, imunosupresi, atau
inokulasi mikrobial yang berlebihan (overwhelming) mengakibatkan
sistem imun meningkatkan respon tipe 2 terhadap infeksi yang
seharusnya dikendalikan oleh imunitas tipe 1 (Spellberg 2001).
Kemungkinan prekursor sel-T penolong akan menjadi sel tipe 1 atau tipe 2
tergantung pada beberapa faktor, yaitu dilihat dari sudut pandang
patogen seperti sifat dan kuantitas patogen, route infeksi, pengaruh
komponen imunomodulator dan infeksi bersamaan, serta faktor pejamu
termasuk predisposisi genetik, jumlah sel-T yang merespon, kompleks
histokompatiliti mayor haplotype individu, sifat sel yang
mempresentasikan antigen, serta lingkungan sitokin sel-T selama dan
pasca aktivasi (Nahid 1999).
Molekul MHC

Gen MHC masih punya kaitan dengan gen imunoglobulin dan gen reseptor sel T
(TCR), yaitu tergabung dalam keluarga supergen imunogobulin, tetapi selama
perkembangannya dia tidak mengalami penataan kembali seperti yang terjadi pada
gen imunoglobulin dan TCR. Daerah MHC sangat luas yaitu sekitar 3500 kb di lengan
kromosom 6 yang meliputi regio yang mengkode MHC kelas I, II dan III, serta
protein dan gen lain yang belum dikenal yang berperan penting pada sistem imun.

Gen MHC adalah gen multigenik karena beberapa gen terkait MHC mengkode
berbagai molekul MHC yang berbeda. Gen MHC pada setiap populasi juga memiliki
banyak alel sehingga disebut gen polimorfik. Semua alel pada gen MHC yang berada
pada satu kromosom disebut haplotip MHC. Setiap individu memiliki dua haplotip
yang berasal dari ayah dan ibunya.

Molekul HLA kelas I (MHC Class I)

Molekul HLA kelas I terdapat pada hampir semua permukaan sel mamalia yang
memiliki inti sel, dan berfungsi mempresentasikan antigen kepada sel T CD8.
Ekspresi MHC kelas I diperlukan keberadaannya di dalam timus untuk berperan
dalam proses maturasi sel CD8. Terdapat 3 macam molekul MHC kelas I yang
polimorfik pada manusia, yaitu HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Molekul HLA kelas I
tersusun dari rantai berat a polimorfik yang berpasangan secara nonkovalen
dengan rantai non polimorfik b2-mikroglobulin. Rantai a mengandung 338 asam
amino dan terdiri atas 3 bagian, yaitu regio hidrofilik ekstraseluler, regio hidrofobik
transmembran dan regio hidrofilik intraseluler; regio ekstraseluler membentuk 3
domain a1, a2 dan a3; domain a2 dan b2-mikroglobulin membentuk struktur mirip
imunoglobulin namun tanpa kemampuan yang memadai untuk mengikat antigen.

Molekul HLA kelas II (MHC Class II)

Molekul ini terdapat pada sel APC (Antigen Presenting Cells) yang merupakan sel
yang mempresentasikan antigen secara profesional, yaitu sel makrofag & monosit,
sel B, sel T aktif, sel dendrit, sel langerhans kulit, dan sel epitel yang biasanya
timbul setelah ada rangsangan sitokin. Fungsi molekul MHC kelas II adalah
presentasi antigen kepada sel T CD4 yang merupakan sentral respon imun, dan
molekul ini diperlukan keberadaannya di dalam timus untuk membantu maturasi
sel CD4.

Terdapat 3 macam molekul MHC kelas II polimorfik pada manusia, yaitu HLA-DR,
HLA-DQ, dan HLA-DP. Penyusun HLA kelas II adalah 2 rantai polimorfik a dan b yang
terikat secara nonkovalen yang masing-masing terdiri atas 229 dan 237 asam amino
yang membentuk 2 domain. Rantai a dan b HLA kelas II tersusun dari regio
hidrofilik ekstraseluler, regio hidrofobik transmembran dan regio hidrofilik
intraseluler. Terdapat rantai invarian yang merupakan rantai non polimorfik yang
berperan dalam pembentukan dan transport molekul MHC kelas II dengan antigen.

Gen Respon Imun

Gen respon imun Ir mirip dengan MHC kelas II sehingga diduga molekul MHC kelas II
adalah produk dari gen IR; studi struktur molekul MHC kelas I & II, serta
terdapatnya tempat ikatan antigen pada molekul kelas II memperkuat dugaan
bahwa MHC kelas II merupakan mediator dari gen Ir. MHC kelas II memiliki tempat
ikatan antigen yang beraneka ragam, memiliki variasi kemampuan mengikat
antigen spesifik dan hanya molekul MHC kelas II tertentu yang bisa
mempresentasikan antigen tertentu.

MHC / HLA Class II dan Penyakit Kelainan Dasar Imunologi

Beberapa alel spesifik memiliki hubungan dengan penyakit kelainan dasar


imunologi, sebagian besar terkait dengan MHC kelas II. Hubungan tersebut dinilai
dengan risiko relatif; semakin besar nilai alel HLA tertentu, semakin besar pula
risiko penyakit pada orang yang memilikinya. Hipotesis hubungan HLA dengan
penyakit diantaranya adalah:

(1) molekul HLA berperan sebagai reseptor etiologi penyakit (misalnya virus dan
toksin), seperti molekul CD4 yang berperan sebagai reseptor HIV.

(2) HLA bersifat selektif terhadap antigen, yaitu hanya pada lekukan tertentu saja
yang mengikat antigen tertentu dan menyebabkan individu yang memilikinya
menderita sakit

(3) HLA memiliki kemiripan molekul dengan agen penyebab penyakit, ada dua
alternatif: (a) agen penyebab dianggap sebagai antigen diri (self) maka tidak ada
respon imun atau (b) agen penyebab dianggap antigen asing (non self) sehingga
menimbulkan respon imun yang menyerang HLA sehingga terjadi kerusakan
jaringan seperti pada kasus autoimun

(4) Terjadi penyimpangan ekspresi molekul HLA kelas II pada sel yang tidak biasa;
saat terjadi proses rutin degradasi molekul spesifik pada permukaan sel akan
menyebabkan fragmen peptida terikat pada tempat ikatan antigen molekul kelas II
sehingga terbentuk kompleks imun yang merangsang respon imun terhadap molekul
spesifik tersebut.

Penangkapan dan Presentasi Antigen

Terjadinya respon imun spesifik dimulai saat reseptor pada limfosit mengenali
antigen. Reseptor limfosit B berupa antibodi yang terikat di membran dapat
mengenali bermacam makromolekul serta bahan kimia kecil yang terlarut pada
permukaan sel, sedangkan limfosit T hanya dapat mengenali fragmen peptida dari
antigen protein setelah peptida tersebut dipresentasikan oleh MHC pada sel
pejamu.

Pengenalan Antigen oleh Sel Limfosit

Sebagian besar limfosit T mengenali antigen peptida yang terikat pada molekul
MHC pada sel APC. Pada setiap individu berbagai klon sel T dapat mengenali
peptida tersebut, dan disebut restriksi MHC. Setiap sel T punya spesifitas ganda, T
cell receptor (TCR) mengenali peptida antigen dan sekaligus mengenali molekul
MHC yang membawanya. Limfosit T naif memerlukan APC agar dapat memulai
respon imun.

Penangkapan Antigen Protein oleh APC

Antigen protein yang masuk ke tubuh akan ditangkap oleh APC, dikumpulkan di
organ limfoid perifer dan memicu respon imun. Pada epitel yang merupakan
pertahanan fisik terhadap infeksi, terkandung sekumpulan APC golongan sel dendrit
yang masih imatur dan belum efisien dalam menstimulasi sel T. Sel dendrit
menangkap antigen mikroba yang masuk ke epitel dengan cara (1) fagositosis
apabila antigen berwujud partikel, dan (2) pinositosis untuk antigen terlarut.
Reseptor pada sel dendrit akan mengenali residu manosa terminal pada
glikoprotein mikroba. Saat makrofag dan sel epitel bertemu mikroba maka epitel
akan mengeluarkan sitokin tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin I (IL-I).
Sitokin menyebabkan sel dendrit yang telah menangkap antigen terlepas dari
epitel.

Reseptor kemokin yang dihasilkan kelenjar getah bening yang penuh sel T akan
mengarahkan sel dendrit menuju pembuluh limfe, kemudian bergerak ke kelenjar
getah bening regional, dan selama migrasi tersebut sel dendrit akan mengalami
maturasi dari semula sel yang menangkap antigen menjadi sel APC yang
menstimulasi limfosit T. Pada proses maturasi terjadi sintesis molekul MHC dan
kostimulatornya, selanjutnya diekspresikan di permukaan APC.

Mikroba yang berhasil menembus epitel dan memasuki jaringan parenkim akan
ditangkap oleh sel dendrit imatur dan dibawa ke kelenjar getah bening; sedangkan
antigen terlarut di saluran limfe akan diambil sel dendrit di kelenjar getah bening;
dan antigen dalam darah diambil oleh sel dendrit dalam limfa. Antigen protein
dikumpulkan dalam kelenjar getah bening sehingga bertemu sel T naif yang rutin
bersirkulasi melewati getah bening minimal sehari sekali. Respon sel T naif
terhadap antigen terhitung efisien, dimulai di kelenjar getah bening dalam waktu
12-18 jam setelah masuknya antigen ke dalam tubuh.

Pada respon imun tergantung sel T (T cell dependent immune


response)interdigitating dendritic cells merupakan sel yang paling potensial
mengaktifasi sel T naif. Sel dendrit juga mempengaruhi sifat respon imun, misalnya
terdapat sel dendrit yang mengarahkan diferensiasi sel T CD4 naif untuk melawan
satu jenis mikroba. Jenis sel APC yang lain adalah makrofag yang tersebar di semua
jaringan, yang pada respon imun selular berfungsi memfagosit mikroba dan
mempresentasikan pada sel T efektor. Selanjutnya sel T efektor mangaktivasi
makrofag agar membunuh mikroba. Limfosit B yang teraktivasi akan berperan
penting dalam respon imun humoral, yaitu mencerna antigen protein dan
mempresentasikan pada sel T helper.

Sel APC dapat memulai respon sel T CD8 terhadap antigen mikroba seluler dengan
cara memakan sel yang terinfeksi dan mempresentasikan antigen kepada limfosit T
CD8. Selanjutnya sel T naif akan teraktivasi menjadi spesifik terhadap antigen
tersebut. Presentasi oleh sel T yang memakan sel terinfeksi bisa juga dilakukan
terhadap sel T CD4.

Peran MHC

Molekul MHC kelas I dan II adalah protein membran yang mengandungpeptide


binding cleft pada ujung amino terminal yang berfungsi mengikat peptida antigen
protein dan membawanya agar dikenali sel T. Sehubungan hanya terdapat satu
lekukan, maka setiap molekul MHC setiap kali hanya bisa mempresentasikan satu
peptida, walaupun sebenarnya punya kemampuan mempresentasikan beberapa
jenis peptida.

Proses presentasi antigen endogen dan eksogen berbeda. Antigen endogen dipecah
menjadi peptida, ditranspor dari sitoplasma ke retikulum endoplasma oleh
suatu protein transporter associated with antigen processing (TAP-1 dan TAP-2),
selanjutnya komplek MHC-peptida dibawa ke permukaan sel.

Sintesis molekul MHC kelas II oleh APC di dalam retikulum endoplasma (RE)
dilakukan terus menerus; dan selama di RE molekul MHC kelas II dicegah berikatan
dengan peptida dalam lumen oleh protein MHC class II-associated invariant
chain yang mengandung dua sekuens, yaitu class II invariant chain peptida (CLIP)
yang berikatan erat dengan peptida binding cleft.

Invariant chain juga membawa MHC kelas II ke endosom untuk berikatan dengan
peptida antigen yang telah diproses; di dalam endosom terdapat protein DM yang
berfungsi melepaskan CLIP sehingga peptida binding cleftterbuka untuk menerima
peptida. Jika terjadi ikatan peptida dengan MHC kelas II maka akan terbentuk
komplek yang stabil dan bergerak menuju permukaan sel. Sebaliknya bila tidak
terjadi ikatan, maka MHC menjadi tidak stabil dan dihancurkan oleh protease
endosom. Dari satu antigen yang dipecah menjadi beberapa peptida hanya ada
satu atau dua peptida yang disebut immunodominant epitopes yang berikatan
dengan MHC.

Antigen endogen diproses dalam retikulum endoplasma dan dipresentasikan oleh


MHC kelas I kepada sel T CD8, sedangkan antigen eksogen diproses dalam lisosom
dan dipresentasikan oleh MHC kelas II kepada sel T CD4.
Antigen merupakan sinyal pertama aktivasi sel T, sel APC menjadi sinyal kedua
aktivasi sel T dan berfungsi menjaga agar respon imun spesifik hanya ditujukan
kepada mikroba dan bukan kepada bahan non infeksius yang tidak berbahaya.
Beberapa produk mikroba dan respon imun non spesifik dapat mengaktifkan APC
untuk mengekspresikan sinyal kedua bagi limfosit. Misalnya pada bakteri penghasil
LPS (lipopolisakarida) yang ditangkap APC, kandungan LPS akan menstimulasi APC
mengekspresikan protein permukaan yang disebut kostimulator yang akan dikenali
reseptornya di sel T dan APC juga mensekresi sitokin yang akan dikenali
reseptornya di sel T. Kostimulator dan sitokin berfungsi sebagai sinyal kedua yang
bekerjasama dengan pengenalan antigen oleh TCR untuk merangsang proliferasi
dan differensiasi sel.

You might also like