You are on page 1of 53

BAB 1

PENDAHULUAN

Bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang untuk
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Keselamatan dan kesehatan pekerja di
tempat ia bekerja merupakan salah satu modal utama, sehingga penyelenggaraan
kesehatan kerja sangat penting peranannya untuk melindungi dan meningkatkan
kesehatan para pekerja. 1, 2
Sejalan dengan era industrialisasi, penyakit non infeksi yang disebabkan oleh
non living organism atau non living contaminants, termasuk penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan akan meningkat. 3, 4 Menurut WHO sebanyak 100 juta
pekerja cedera, dan sebanyak 200.000 pekerja meninggal setiap tahunnya dalam
kecelakaan kerja, dan 68-157 juta kasus baru penyakit akibat kerja terjadi akibat
paparan berbahaya di tempat kerja atau beban kerja. Kecelakaan dan penyakit akibat
kerja menjadi masalah yang penting pada negara-negara berkembang, dimana
terdapat 70% populasi pekerja. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja mempengaruhi
kesehatan pekerja, sehingga menurunkan produktivitas kerja dan kesejahteraan
ekonomi dan sosial pekerja, keluarga, maupun orang-orang yang bergantung
kepadanya. Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan kesehatan akibat kerja dan
menurunnya produktivitas pekerja dapat mencapai 4-5% dari total pendapatan per
2
kapita suatu negara. WHO juga menyatakan bahwa hanya 10-15% pekerja yang
memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan dasar kesehatan kerja. 5
Kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu
tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya), dimana yang menjadi
pasien dari kesehatan kerja tersebut ialah para pekerja dan masyarakat sekitar tempat
6
kerja tersebut. Upaya pokok kesehatan kerja adalah upaya preventif dan upaya
promotif. Upaya preventif dilakukan dengan pencegahan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja, di samping itu dalam kaitannya dengan masyarakat di sekitar
perusahaan, kesehatan kerja juga berupaya agar perusahaan tersebut dapat mencegah

1
penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh limbah dan produk perusahaan tersebut.
Sedangkan upaya promotif berupaya meningkatkan kesehatan pekerja, untuk
meningkatkan produktivitas kerja. Hal tersebut tidak berarti meninggalkan sama
sekali upaya-upaya kuratif, dalam batas-batas pelayanan dasar (primary care). Dalam
hal ini, kesehatan kerja dalam suatu perusahaan juga melayani pemeriksaan dan
pengobatan penyakit atau kecelakaan yang terjadi pada pekerja atau keluarganya. 6,7
Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan
adalah sangat menguntungkan. Dengan tidak terjadinya penyakit dan kecelakaan
akibat kerja maka berarti tidak adanya atau berkurangnya absentisme pada pekerja.
Selain itu, dengan meningkatnya status kesehatan yang seoptimal mungkin bagi
setiap pekerja sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap meningkatnya
produktivitas. Rendahnya absentisme dan meningkatnya status kesehatan pekerja ini
jelas akan meningkatkan efisiensi, yang bermuara terhadap meningkatnya keuntungan
perusahaan. 6

2
BAB 2
ISI

2.1. Definisi Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta


prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum. 6, 7, 9
Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari Occupational health yang
cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah
kesehatan secara menyeluruh bagi msyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-
usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, hygiene, penyesuaian faktor
manusia terhadap pekerjaannya, dan sebagainya. 6, 7
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). 3, 4, 7

2.2. Tujuan Kesehatan Kerja

Pada hakikatnya kesehatan kerja mencakup dua hal, yakni: 1) Sebagai alat
untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Tenaga kerja
di sini mencakup antara lain: buruh atau karyawan, petani, nelayan, pekerja-pekerja
sektor non formal, pegawai negeri, dan sebagainya. 2) Sebagai alat untuk
meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan
produktivitas. 6, 7

3
Apabila kedua prinsip tersebut dijabarkan ke dalam bentuk operasional, maka
tujuan utana kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 6, 7, 9, 10
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan akibat
kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari
bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
f. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan
oleh produk-produk kesehatan.
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan
kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, dimana terjalin keserasian antara
pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis
dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja, dan kondisi kerja. 4, 6, 7

2.3. Hubungan Kesehatan Kerja dengan Kedokteran Pencegahan dan


Kesehatan Masyarakat

Kesehatan Kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat


(Public Health) dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (Preventive Medicine) yang
diterapkan pada masyarakat pekerja. Pada kesehatan kerja selalu dipakai pedoman
Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah, dari itu kesehatan kerja adalah
kedokteran pencegahan. Selain itu, pada usaha-usaha atau tindakan-tindakan
kesehatan kerja, yang menjadi pasien adalah masyarakat, yaitu masyarakat pekerja,
masyarakat sekitar perusahaan, dan kadang-kadang masyarakat umum yang menjadi
konsumen produk-produk suatu perusahaan, maka tepatlah pula bila dinyatakan

4
kesehatan kerja adalah bagian dari kesehatan masyarakat. Walaupun demikian,
kesehatan kerja juga mengandung segi-segi kuratif, walaupun titik berat ditekankan
kepada pencegahan. 7
Kedokteran pencegahan adalah ilmu dan seni untuk pencegahan penyakit,
memperpanjang usia dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta efisiensi.
Dalam kesehatan kerja, efisiensi, yang disebut paling akhir terutama dalam hubungan
kerja lebih tampil ke depan. 7
Kesehatan masyarakat adalah kedokteran pencegahan yang diselenggarakan
melalui usaha-usaha kemasyarakatan untuk:
a. Sanitasi lingkungan,
b. Pemberantasan penyakit menular,
c. Pendidikan tentang higiene perorangan,
d. Pengorganisasian pengobatan dan perawatan untuk diagnosis dan terapi dini,
e. Pengembangan aparat sosial,
yang memungkinkan individu dalam masyarakat suatu standar kehidupan untuk
memelihara kesehatannya. Kesehatan kerja menekankan usaha-usaha preventif,
promotif, kuratif, penyehatan tempat, cara, dan lingkungan kerja, kesehatan
perumahan tenaga kerja, dan lain-lain yang dasarnya sejalan. Terdapat pula perbedaan
dalam penekanan di antara kesehatan kerja dan kesehatan masyarakat, seperti
diuraikan pada tabel: 7

5
7
Tabel 2.1. Perbedaan antara Kesehatan Kerja dengan Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Kerja Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat kerja sebagai sasaran Kesehatan masyarakat umum sebagai
utama sasaran utama
Biasanya mengurusi golongan karyawan Mengurusi masyarakat yang kurang
yang mudah didekati mudah dicapai
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan Sulit untuk melaksanakan pemeriksaan
periodik periodik
Yang dihadapi adalah lingkungan kerja Lingkungan umum merupakan masalah
pokok
Tujuan utama peningkatan produktivitas Tujuan utama kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat
Dibiayai oleh perusahaan atau tenaga kerja Dibiayai oleh pemerintah dan partisipasi
masyarakat

Terdapat kecenderungan bahwa usaha-usaha kesehatan kerja diluaskan kepada


keluarga dan masyarakat sekitar perusahaan, sedangkan program kesehatan
masyarakat meluas mencakup tenaga kerja dan keluarganya. 7

6
Bagan 2.1. Perluasan kegiatan Kesehatan Kerja dan
7
Kesehatan Masyarakat secara timbal-balik

2.4. Diterminan Kesehatan Kerja

Tujuan akhir kesehatan kerja adalah untuk mencapai kesehatan masyarakat


pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan-
tujuan ini diperlukan suatu pra kondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja
tersebut. Pra kondisi inilah yang disebut sebagai diterminan kesehatan kerja, yang
mencakup 3 faktor utama, yakni beban kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan
kerja, dan kemampuan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang optimal. 4, 6, 7

7
1. Beban Kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya merupakan beban bagi yang melakukan.
Dengan sendirinya beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku.
Seorang kuli angkat junjung di pelabuhan sudah barang tentu akan memikul
beban fisik lebih besar daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang petugas
bea dan cukai pelabuhan akan menanggung beban mental dan sosial lebih banyak
daripada beban fisiknya.
Masing-masing orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam
hubungannya dengan beban kerja ini. Ada orang yang lebih cocok untuk menanggung
beban fisik tetapi orang lain akan lebih cocok melakukan pekerjaan yang lebih
banyak pada beban mental atau sosial. Namun demikian secara umum atau rata-rata
mereka ini sebenarnya dapat memikul beban dalam batas tertentu atau suatu beban
yang optimal bagi seseorang.
Oleh sebab itu, penempatan seorang pekerja seharusnya setepat sesuai dengan
beban optimum yang sanggup dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan seseorang
pada suatu pekerjaan, disamping didasarkan pada beban optimum, juga dipengaruhi
oleh pengalaman, keterampilan, motivasi dan sebagainya.
Kesehatan kerja berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para pekerja
dengan cara merencanakan atau mendesain suatu alat yang dapat mengurangi beban
kerja. Misalnya alat untuk mengangkat barang yang berat diciptakan gerobak, untuk
mempercepat pekerjaan tulis-menulis diciptakan mesin ketik, untuk membantu
mengurangi beban hitung-menghitung diciptakan kalkulator atau komputer, dan
sebagainya. 6

2. Beban Tambahan
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja, pekerja kadang-
kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena

8
lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh pekerja yang
bersangkutan.
Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor, yakni :
a. Faktor fisik, misalnya penerangan / pencahayaan yang tidak cukup, suhu
udara yang panas, kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising, dan
sebagainya.
b. Faktor kimia, yaitu bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja,
misalnya bau gas, uap atau asap, debu dan sebagainya.
c. Faktor biologi, yaitu binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang
menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya nyamuk, lalat,
kecoa, lumut, taman yang tidak teratur, dan sebagainya.
d. Faktor fisiologis, yakni peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh
atau anggota badan (ergonomik), misalnya meja atau kursi yang terlalu tinggi
atau pendek.
e. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya
adanya gosip, cemburu dan sebagainya.
Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja atau setidak-
tidaknya mengurangi beban tambahan tersebut maka lingkungan kerja harus ditata
secara sehat atau lingkungan kerja yang sehat.
Lingkungan kerja yang tidak sehat akan menjadi beban tambahan bagi kerja
atau karyawan, misalnya :
a. Penerangan atau pencahayaan ruangan kerja yang tidak cukup dapat
menyebabkan keletihan mata.
b. Kegaduhan dan bising dapat mengganggu konsentrasi, mengganggu daya
ingat dan menyebabkan kelelahan psikologis.
c. Gas, uap, asap dan debu yang terhisap lewat pernapasan dapat mempengaruhi
berfungsinya berbagai jaringan tubuh yang akhirnya menurunkan daya kerja.

9
d. Binatang, khususnya serangga (nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya)
disamping mengganggu konsentrasi kerja juga merupakan pemindahan
(vektor) dan penyebab penyakit.
e. Alat-alat bantu kerja yang tidak ergonomis (tidak sesuai dengan ukuran tubuh)
akan menyebabkan kelelahan kerja yang cepat.
f. Hubungan atau iklim kerja yang tidak harmonis dapat menimbulkan
kebosanan, tidak betah kerja dan sebagainya yang akhirnya menurunkan
produktivitas kerja.
Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, faktor
lingkungan tersebut dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
gairah kerja, misalnya :
a.
Penerangan / pencahayaan yang cukup, standar penerangan tempat kerja
setara dengan 100-200 kaki lilin. Penggunaan lampu neon (fluorecent)
dianjurkan karena kesilauan rendah, tidak banyak bayangan, dan suhu rendah.
b.
Dekorasi warna di tempat kerja. Warna atau cat tembok mempunyai arti
penting dalam kesehatan kerja. Warna merah padam misalnya, dapat
merangsang seseorang bekerja lebih cepat daripada warna biru.
c.
Ruangan yang diberi pendingin (AC) akan menimbulkan efisiensi kerja
namun suhu yang terlalu dingin juga akan mengurangi efisiensi.
d.
Bebas serangga (lalat, nyamuk, kecoa) dan bebas dari bau-bauan yang tidak
sedap.
e.
Penggunaan musik di tempat kerja, dan sebagainya. 6

3. Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan yang lain
meskipun pendidikan dan pengalamannya sama dan bekerja pada suatu pekerjaan
yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda.
Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang
terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan atau

10
pengalaman tetapi sampai pada batas-batas tertentu saja. Kapasitas dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain gizi dan kesehatan ibu, genetik dan lingkungan.
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan disamping kapasitas juga
dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin
dan ukuran-ukuran tubuh.
Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam
melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya)
dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang
efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan
yang tinggi, angka absenteisme karena sakit lebih rendah daripada mereka yang
keterampilannya rendah. Pekerja yang keterampilannya rendah akan menambah
beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat
keterampilan pekerja maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus
ditingkatkan melalui program-program pelatihan, kebugaran dan promosi kesehatan.
Peningkatan kemampuan tenaga kerja ini akhirnya akan berdampak terhadap
peningkatan produktivitas kerja. Program perbaikan gizi melalui pemberian makanan
tambahan bagi tenaga kerja terutama bagi pekerja kasar misalnya adalah merupakan
faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja. 6

2.5. Kondisi-Kondisi Kesehatan yang Menyebabkan Rendahnya Produktivitas


Kerja

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang


berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan kerja dari masyarkat
pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya-bahaya kesehatan di tempat kerja dan

11
lingkungan kerja, tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku
kerja, serta faktor-faktor lainnya seperti terlihat dalam bagan: 4

4
Bagan 2.2. Status kesehatan masyarakat pekerja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya

Terdapat kondisi-kondisi kesehatan yang sangat tidak menguntungkan,


ditinjau dari produktivitas kerja:
1.
Penyakit Umum: Baik pada sektor pertanian, pertambangan, industri, dan lain-
lain, penyakit yang paling banyak terdapat adalah penyakit infeksi, penyakit
endemik, dan penyakit parasit. Penyakit-penyakit alat pernapasan seperti flu dan
bronchitis merupakan bagian terbanyak (30-40% dari seluruh penyakit umum).
Penyakit perut meliputi 15-20% dari seluruh penyakit umum. Angka sakit oleh
TBC paru-paru masih tinggi, baerkisar antara 3,5 dan 8% dari tenaga kerja.
Penyakit-penyakit parasit, seperti dikarenakan cacing merupakan gangguan besar
terutama pada sektor pertanian dan pertambangan. Penyakit epidemik seperti
cacar dan kolera juga masih banyak terjadi di antara para pekerja. Gangguan-
gangguan kesehatan ini diperberat pula oleh faktor-faktor pekerjaan. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai observasi yang menunjukkan bahwa stres dan strain yang

12
berat dalam pekerjaan menyebabkan bertambahnya TBC paru-paru atau penyakit
lainnya. Selanjutnya observasi tahun 1966-1967 memberikan kesan tentang
absenteisme tenaga kerja seharinya oleh karena sakit berkisar di antara 3-8% dari
masyarakat-masyarakat tenaga kerja yang diselidiki. 7, 9
2.
Penyakit akibat kerja: Penyakit seperti pneumoconioses, dermatoses akibat kerja,
keracunan-keracunan bahan kimia, gangguan-gangguan mental psikologi akibat
kerja, dan lain-lain terdapat pada tenaga kerja. Pada penelitian buruh-buruh
tambang, ditemui 1/2% kasus silicosis. Kematian oleh keracunan pestisida pernah
terjadi, walaupun jumlah penderita yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti.
Dermatoses terlihat pada buruh-buruh yang bekerja dengan bahan-bahan kimia,
baik pada industri, maupun pada pertanian. Penyelidikan-penyelidikan tentang
dermatoses oleh pupuk atau racun-racun hama menunjukkan kebenaran adanya
kelainan-kelainan kulit oleh bahan-bahan tersebut. Hanya saja penyakit-penyakit
akibat kerja ini jumlahnya masih nampak seolah-olah sedikit, disebabkan tidak
adanya laporan, tidak dibuatnya diagnosis ke arah penyakit tersebut, atau
dikarenakan labour turnover yang tinggi, dan belum cukupnya fullemployment.
Efek kronis tidak dipahami oleh majikan ataupun buruh secara jelas, walaupun
kadang-kadang terdapat kesadaran tentang adanya kesehatan yang memburuk
sebagai akibat makin lamanya bekerja. 7, 9
3.
Keadaan gizi: Keadaan gizi pada buruh-buruh sering tidak menguntungkan
ditinjau dari sudut produktivitas kerja. Adapun keadaan ini dikarenakan
penyakit.penyakit endemis dan parasitis, kurangnya pengertian tentang gizi,
kemampuan pengupahan yang rendah, dan beban kerja yang terlalu besar. Suatu
pengukuran berat badan pada buruh yang berada pada suasana panas dan berdebu
rnenunjukkan berat badan rata-rata 46,9 kg, padahal untuk golongan administrasi
dengan tinggi yang sama (sekitar 1,58 meter) berat badan adalah 52,5 kg. Terlihat
kecenderungan, bahwa beban-beban kerja yang terlalu berat dan mengganggu
kesehatan menurunkan berat badan. Pada keadaan tersebut produktivitas tenaga
kerja sangat rendah. 7, 9

13
4.
Perilaku Kerja: Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang
bersangkutan. Perilaku tersebut antara lain adalah: bekerja sambil merokok, pola
makan tidak teratur dan tidak seimbang, ceroboh dan tidak mengindahkan aturan
kerja yang berlaku, menggunakan obat-obat terlarang atau minum minuman
keras, dan sebagainya. 4
5.
Lingkungan kerja: Lingkungan kerja sering kurang mendukung produktivitas
optimal tenaga kerja. Keadaan suhu, kelembaban, dan gerak udara memberikan
keadaan di luar kenikmatan kerja. Selain iklim tropis, heat stress di sana-sini
melebihi index 1. Penerangan yang penting untuk melakukan kerja sering
diabaikan. Intensitas bunyi banyak melebihi 85 dB(A). Lingkungan kerja sering-
sering penuh oleh debu, uap, gas dan lain-lain. Hal-hal tersebut di satu pihak
mengganggu produktivitas, dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Belum ada
pengertian tentang Nilai Ambang Batas, atau kalaupun disadari, belum ada
kemampuan untuk mengevaluasi dan mengadakan perbaikan lingkungan kerja. 7,9
6.
Penserasian manusia dan mesin: Perencanaan atau pemikiran tentang penserasian
manusia dan mesin serta perbaikan cara kerja sesuai dengan modernisasi pada
umumnya belum diketahui. Tidak jarang ukuran-ukuran mesin atau peralatan
kerja sangat berbeda dengan ukuran-ukuran tenaga kerja. Di satu pihak, hal
tersebut dikarenakan mesin-mesin atau perkakas-perkakas pada umumnya
diimport, tetapi di pihak lain, dikarenakan sarna sekali belum adanya kesadaran.
Untuk hal tersebut perlu adanya pengertian dari pengusaha, buruh dan pihak
lainnya tentang perencanaan manusia dan mesin. 7, 9
7.
Psikologi kerja: Psikologi industri dan psikologi kerja hanya dikenal pada
perusahaan-perusahaan besar, begitupun baru pada taraf permulaan. Padahal
lapangan tersebut akan sangat membantu penyesuaian emosionil dan mental para
tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Pada umumnya belum diketahui, bahwa
kebudayaan kerja yang harus dimiliki oleh setiap tenaga kerja harus diisi dengan

14
usaha-usaha yang menimbulkan kegairahan serta kenikmatan keIja ke arah
dedikasi yang sempurna. 7, 9
8.
Kesejahteraan tenaga kerja: Kesejahteraan tenaga kerja yang sering kurang baik
dikarenakan pengupahan yang rendah, diperburuk lagi oleh tidak dikenal dan
tidak dipratekkannya usaha keluarga berencana di perusahaan-perusahaan. 7, 9
9.
Pengetahuan mengenai kesehatan kerja: Baik pengusaha dan buruh atau pihak
lainnya sering belum memahami adanya hubungan antara kondisi kesehatan dan
tinggi rendahnya produktivitas. Selalu terdapat anggapan bahwa usaha kesehatan
hanyalah usaha kesejahteraan semata, dan tidak membantu dalam soal
produktivitas. Sedangkan penerangan yang diperlukan untuk membah pandangan
dan sikap demikian sangat terbatas jumlahnya. 7, 9
10.
Fasilitas kesehatan: Fasilitas kesehatan yang ada di perusahaan jauh dari
memenuhi harapan. Pendekatan usaha kesehatan biasanya terlalu kuratif, belum
atau sedikit sekali menyelenggarakan usaha-usaha preventif, lebih-lebih lagi apa
yang disebut gerakan kesehatan dalam produktivitas biasanya belum terpikirkan
sama sekali. Kesulitan-kesulitan antara lain dikarenakan dokter-dokter perusahaan
sering merupakan dokter kerja paruh waktu, sehingga sangat terbatas kesempatan
untuk mengembangkan lapangan kesehatan dalam produksi. 7, 9
11.
Pengaturan kesehatan kerja: Telah cukup banyak perundang-undangan mengenai
higene, kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi implementasinya sering
mengalami kesulitan karena terbatasnya tenaga untuk pengawasan, masih perlu
dibinanya keterampilan untuk pengenalan dan evaluasi gangguan-gangguan pada
tempat, cara dan lingkungan kerja, masih perlunya peraturan-peraturan
pelaksanaan yang lebih terperinci atas dasar standard-standard sebagai hasil riset,
dan kurangnya kemampuan menetapkan persyaratan terutama pada perusahaan-
perusaluan menengah dan kecil. 7, 9

15
Bagan 2.3. Faktor-faktor lingkungan kerja
dan gangguan kesehatan dan efisiensi kerja 7

2.6. Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja

16
Lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan
bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan yang higienis disamping
tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja.
Dibawah ini diuraikan lingkungan kerja yang sering menjadi beban tambahan kerja: 6

1. Kebisingan
Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki disebut bising atau kebisingan.
Kualitas bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-
gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri
dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan
intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis
yang disebut desibel (dB). Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel
ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak.
Kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai
kepada ketulian. Intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi
kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Suasana yang bising memaksa pekerja
berteriak dalam berkomunikasi dengan pekerja lain yang dapat menimbulkan salah
komunikasi atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena terbiasa berbicara
keras di lingkungan kerja, maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga
berbicara keras, sehingga dapat timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena
dipersepsikan sebagai sikap marah. Kebisingan yang terus-menerus dapat
mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung
berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat
dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pad0a sumber getaran atau
memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan
sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan
penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risi

17
adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar
menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau
memakainya. 6

-------------------------------------------------------------------
Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
--------------------------------------------------------------------
-------------------------- 120 ------------------------------------
Halilintar
Menulikan 110 Meriam
Mesin uap
-------------------------- 100 ------------------------------------
Jalan hiruk pikuk
Sangat hiruk 90 Perusahaan gaduh
Pluit
--------------------------- 80 -------------------------------------
Kantor gaduh
Kuat 70 Jalan pada umumnya
Radio
--------------------------- 60 -------------------------------------
Rumah gaduh
Sedang 50 Percakapan kuat
Kantor pada umumnya
--------------------------- 40 -------------------------------------
Rumah tenang
Tenang 30 Percakapan biasa
Kantor perorangan
--------------------------- 20 -------------------------------------
Berisik
Sangat tenang 10 Suara daun jatuh
Tetesan air
---------------------------- 0 ------------------------------------
--------------------------------------------------------------------

Bagan 2.4. Skala Intensitas Kebisingan 6


2. Penerangan atau Pencahayaan

18
Cahaya yang cukup memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas, menciptakan lingkungan yang higienis, dan menghindarkan
dari kesalahan kerja.
Faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di
suatu pabrik arloji, objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan
relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil.
Pekerja yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan
penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para pekerjanya. Gejalanya antara lain sakit kepala,
menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya
ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini menyebabkan akomodasi mata
lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Untuk
mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan
objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
b. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja.
c. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing
tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak
diberikan tugas di malam hari.
Disamping itu, pengaturan penerangan yang kurang baik juga menimbulkan
silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan
pengaturan atau dicegah. Silau di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

19
b. Kelemahan mental.
c. Kerusakan mata.
d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya sedemikian rupa sehingga tidak
langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu
benda.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan
tempat kerja sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai
berikut :
a.
Jarak antara gedung dan bangunan-bangunan lain tidak mengganggu
masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
b.
Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus
cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
c.
Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup.
d.
Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius).
e.
Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang
mengganggu kerja.
f.
Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan
menyebar serta tidak berkedip-kedip. 6

20
3. Bau-Bauan
Bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang
tidak enak di lingkungan kerja, mengganggu kenyamanan kerja, mengganggu
kesehatan, dan produktivitas kerja. Cara pengukuran bau-bauan yang dapat
mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya
masih bersifat objektif.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian
penciuman dan kelelahan penciuman. Dikatakan penyesuaian penciuman apabila
indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara
terus-menerus, yang sering terjadi pada pekerja dimana terdapat bau yang menyengat
di lingkungan kerjanya. Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang
tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih
besar. Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
a.
Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol
menjadi butarat dan asam butarat.
b.
Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang
berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya
bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
c.
Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan
yang tidak enak.
d.
Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang
berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum
ruangan.
e.
Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan
ruangan juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak
enak) di tempat kerja. 6
4. Tekanan Udara Tinggi dan Rendah

21
Penyakit-penyakit yang disebabkan rendahnya tekanan udara penting untuk
kedokteran penerbangan, ruang angkasa, dan pekerja-pekerja di tempat-tempat tinggi
seperti pendaki gunung. Gejala yang ditimbulkan barupa rasa nyeri oleh rendahnya
tekanan udara terutama didasarkan atas kurangnya oksigen dalam udara pernapasan.
Tekanan udara tinggi dihadapi oleh penyelam-penyelam lautan dan pekerja-
pekerja tambang yang sangat dalam. Gejalanya berdasarkan atas besarnya tekanan
udara, sedangkan pada dekompresi didasarkan atas bebasnya nitrogen dalam tubuh
dari lautan menjadi gas. Gas nitrogen dalam tubuh ini dapat menimbulkan penutupan
pembuluh darah. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit Caisson. Pencegahannya
adalah dengan menaikkan pekerjaan itu ke permukaan sehingga cukup waktu untuk
keseimbangan gas nitrogen dengan larutan dalam tubuh, sehingga tidak terjadi emboli
gas nitrogen tersebut. 7

5. Cuaca kerja
Suhu mempengaruhi efisiensi kerja. Suhu nikmat untuk kerja sekitar 24-26C
bagi orang-orang Indonesia. Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku
atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja
piker, penurunan sangat hebat terutama sesudah 32cC. Suhu panas mengurangi
kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi saraf motorik dan
perasa, serta memudahkan untuk dirangsang.
Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan keadaan-keadaan seperti, Heat
cramps, Heat exhaustion, Heat stroke, dan Miliaria. Sebagai pencegahan penyakit-
penyakit akibat suhu tinggi yang paling penting adalah aklimatisasi. Aklimatisasi
terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama
seminggu pertama berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja
tanpa pengaruh tekanan panas. Pekerjaan jasmaniah yang sangat berat harus
dihindarkan bagi mereka yang bekerja di tempat bersuhu tinggi, hal ini terutama perlu
dalam minggu-minggu pertama mulai bekerja. Di ruang kerja bersuhu tinggi harus

22
tersedia cukup air rninum dan tablet-tablet garam dapur. Air conditioning sampai
tingkat tertentu dapat membantu pencegahan. Bila suhu suatu proses produksi tidak
mungkin diturunkan lagi, shielding dengan plat aluminium sering berguna untuk
mengurangi derajat panas di ruang kerja.
Suhu yang sangat rendah pun menimbulkan penyakit pula. Gangguan-
gangguan yang dapat ditimbulkan adalah Chilblains, Trench foot dimana terjadi
kerusakan anggota-anggota badan, terutama kaki, oleh kelembaban atau dingin,
biarpun suhu masih di atasnya titik beku, dan Frostbite yang terjadi akibat suhu yang
sangat rendah di bawah titik beku. Stadium akhir suatu frostbite adalah gangrene.
Perbedaan di antara ketiga penyakit ini yang terutarna adalah bersifat menetapnya
cacat pada frostbite dan sementaranya cacat pada chilblains dan trenchfoot.
Pencegahan didasarkan atas penggunaan pakaian pelindung yang baik. 7

6. Getaran Mekanis
Getaran mekanis berakibat timbulnya resonansi pada alat-alat tubuh. Sebab-
sebab gejala akibat getaran:
a. Efek mekanis terhadap jaringan, dimana sel-sel jaringan rusak atau
metabolismenya terganggu.
b. Rangsangan reseptor saraf dalam jaringan. Keduanya dapat terjadi secara
bersamaan.
Dibedakan tiga tingkat efek getaran mekanis sebagai berikut:
a. Gangguan kenikmatan kerja
b. Cepatnya terjadi kelelahan
c. Bahaya terhadap kesehatan

Getaran seluruh badan


Getaran seluruh badan terutama ditimbulkan alat pengangkut seperti truk,
traktor, dan alat-alat berat lainnya.Efek vibrasi dalam tubuh tergantung dari jaringan.
Getaran yang sangat kuat dapat menyebabkan gangguan pada jantung, pembuluh

23
darah, mata, koklea, saraf, dan endokrin.
Sebagai perlindungan dapat dipasang peredam berupa alas kaki dan tempat
duduk.

Getaran pada lengan


Getaran pada lengan ditimbulkan alat tukul dan pengebor kempa dalam
pertambangan, gerinda pada pabrik baja dan pengecoran logam, dan gergaji listrik
dalam kehutanan.
Gejala yang ditimbulkan mirip dengan fenomena Reynaud. Mekanisme faal
pada gangguan ini adalah pengerutan pembuluh darah nadi tangan, mungkin akibat
rangsangan terhadap reseptor di dinding nadi atau saraf otonom. Selain penyakit
tersebut, dapat pula timbul kerusakan pada persendian dan tulang-tulang tangan dan
lengan.
Pencegahannya adalah dengan mengganti alat-alat bergetar dangan mesin
automatis yang tidak berbahaya bagi kesehatan. 7

2.7. Faktor Manusia dalam Kesehatan Kerja

Aspek manusia merupakan faktor penting dalam mencapai keselamatan dan


kesehatan kerja. Dua faktor penting dari aspek manusia dalam hubungannya dengan
hal ini adalah ergonomi dan psikologi kerja. 6

Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan
kondisi dan kemampuan manusia sehingga mencapai kesehatan tenaga kerja dan
produktivitas kerja yang optimal. Dua misi pokok ergonomi adalah :
a. Penyesuaian antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang
menggunakan. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran
anggota tubuh : tangan, kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual

24
atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan
komputerisasi di suatu pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga
kerja yang akan mengoperasikan mesin tersebut, baik dari segi tinggi badan
dan kemampuannya. Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh ergonomi adalah
mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat-alat tersebut.
b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok
maka kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses
kerja yang efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.
Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan peralatan
bukan berarti ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat berlaku, yakni
bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun hanya dengan
menggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan efisien
tanpa menimbulkan kelelahan. Misalnya bagaimana cara mengangkat beban berat
secara ergonomis, dapat dilakukan menurut prosedur sebagai berikut :
a. Beban yang akan diangkat harus dipegang tepat dengan semua jari-jari.
b. Punggung harus diluruskan, beban harus diambil otot tungkai keseluruhan.
c. Kaki diletakkan pada jarak yang enak, sebelah kaki di belakang beban sekitar
60 derajat ke sebelah dan kaki yang satunya diletakkan disamping beban
menuju ke arah beban yang akan diangkat.
d. Dagu ditarik ke belakang agar punggung dapat tegak lurus.
e. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban.
f. Lengan harus dekat dengan badan.
Ergonomi juga dapat digunakan dalam mengkaji dan menganalisis faktor
manusia dan peralatan kerja atau mesin dalam kaitannya dengan sistem produksi.
Dari kajian atau analisis tersebut akan dapat ditentukan tugas-tugas apa yang
diberikan kepada manusia dan yang mana diberikan kepada mesin.
Beberapa prinsip ergonomi dibawah ini antara lain dapat digunakan sebagai
pegangan dalam program kesehatan kerja :

25
a.
Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk,
susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk,
cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah, kekuatan dan
sebagainya).
b.
Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran
terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran tersebut
dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil,
misalnya tempat duduk yang dapat dinaikturunkan, dimajukan atau
diundurkan.
c.
Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan
alat- alat kerja adalah sebagai berikut :
Berdiri : tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, depan,
panjang lengan.
Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah &
tangan, jarak lekuk lutut.
d.
Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm
dibawah tinggi siku.
e.
Dari segi otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk
sedang dari sudut tulang, dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak
bungkuk dan otot perut tidak lemas.
f.
Tempat duduk yang baik adalah :
Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai
dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar.
Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 centimeter.
Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada
punggung.

26
g.
Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat ke bawah
sedangkan untuk pekerjaan duduk arah penglihatan 32-44 derajat ke bawah.
Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat.
h.
Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kilogram.
i.
Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu
efisiensi dan kualitas kerja menurun. 6

Psikologi Kerja
Pekerjaan akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan
pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun negatif. Seorang pekerja yang
bersikap bosan, acuh, tak bergairah melakukan pekerjaannya ini banyak faktor yang
menyebabkannya, antara lain tidak cocok dengan pekerjaan itu, tidak tahu bagaimana
melakukan pekerjaan yang baik, kurangnya insentif, lingkungan kerja yang tidak
menyenangkan, dan lain-lainnya. Cara ergonomis yang sesuai dengan teori psikologis
antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan pengarahan dan pelatihan tentang tugas kepada pekerja sebelum
melaksanakan tugas barunya.
b. Memberikan uraian tugas tertulis yang jelas kepada pekerja atau karyawan.
c. Melengkapi pekerja / karyawan dengan peralatan yang sesuai / cocok dengan
ukurannya.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman.
Aspek lain dari psikologi kerja ini yang sering menjadi masalah kesehatan
kerja adalah stres. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab stres di lingkungan
kerja dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni :
a. Faktor internal, yakni dari dalam diri pekerja itu sendiri, misalnya kurangnya
percaya diri dalam melakukan pekerjaan, kurangnya kemampuan atau
keterampilan dalam melakukan pekerjaan dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yakni faktor lingkungan kerja. Lingkungan kerja ini
mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial (masyarakat kerja).

27
Lingkungan fisik yang sering menimbulkan stres kerja antara lain tempat
kerja yang tidak higienis, kebisingan yang tinggi, dan sebagainya. Sedangkan
lingkungan manusia (sosial) yang sering menimbulkan stres adalah pimpinan
yang otoriter, persaingan kerja yang tidak sehat, adanya klik-klik di
lingkungan kerja, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengelola stres di lingkungan kerja
tersebut juga diarahkan kedua faktor tersebut. Untuk para pekerja dilakukan
pelatihan-pelatihan yang akhirnya juga dapat meningkatkan percaya diri dalam
melaksanakan pekerjaan mereka. Sedangkan intervensi stres akibat faktor eksternal
dengan meningkatkan higiene dan kondisi lingkungan kerja serta meningkatkan
hubungan antar manusia. 6

2.8. Lingkungan Kerja dan Penyakit Kerja yang Ditimbulkannya

Lingkungan pekerjaan yang memenuhi syarat kesehatan sangat didambakan


dleh setiap pekerja, sehingga dapat merasakan kenyamanan dalam melakukan
aktifitas kerja, hal ini penting untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja,
sehingga akhimya dapat meningkatkan produktivitas kerja. Lingkungan kerja yang
sehat meliputi: 9
1. Penerangan tempat bekerja
2. Ventilasi udara yang cukup
3. Penataan dan disain tempat kerja yang baik.
4. Pengaturan suhu udara ruangan memenuhi standar
5. Kamar mandi dan tempat pembuangan tinja yang memenuhi syarat
6. Sumber air bersih yang memenuhi syarat
7. Pembuangan air Iimbah atau mempunyai alat untuk memproses limbah yang
dibuang
8. Tempat pembuangan sampah khusus untuk bahan-bahan yang berbahaya

28
9. Kantin pekerja yang memenuhi syarat
10. Menyediakan ruang istirahat khusus dan temp at ibadah
11. Menyediakan ruang ganti pakaian
12. Memiliki ruang isolasi untuk bahan-bahan yang berbahaya atau mesin-mesin
yang hiruk pikuk.
Penyakit akibat dan/atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini masih
terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja, sudah membuat situasi terkendalikan. Walaupun merupakan
langkah yang penting namun hal ini bukan memecahkan masalah yang
sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan lingkungan kerja yang tidak
sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk menimbulkan
gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah. Hanya dengan
"diagnosis" dan "pengobatan/penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal
ini disetarakan berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian
efektif" dari bahaya-bahaya kesehatan yang ada, dapat membuat lingkungan kerja
yang sebelumnya tidak sehat menjadi sehat. Interaksi antara manusia dan
lingkungan kerjanya tersebut di atas dapat dilihat pada diagram. 4

29
Lingkungan Kerja Penyakit akibat Kerja Diagnosis
(tidak sehat)

Pengobatan dan
Penyembuhan

Pekerja Sehat

Bagan 2.5. Interaksi antara pekerja dan lingkungan kerjanya. Tidak ada tindakan terhadap
lingkungan kerja yang berbahaya 4

Lingkungan Kerja Penyakit akibat Kerja Diagnosis


(tidak sehat)

Pengenalan dan Pengobatan dan


Evaluasi Masalah Penyembuhan

Pengendalian dan
Pencegahan

Lingkungan Kerja
Pekerja Sehat
(sehat)

Bagan 2.6. Interaksi antara pekerja dan lingkungan kerjanya.


Tindakan koreksi terhadap lingkungan kerja 4
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya di

30
lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, ditempuh 3 langkah
utama yaitu, pengenalan, evaluasi dan pengendalian dari berbagai bahaya dan risiko
kerja.

1. Pengenalan Lingkungan Kerja

Pengenalan berbagai bahaya dan risiko kesehatan di lingkungan kerja


biasanya dilakukan pada waktu survai pendahuluan dengan cara melihat dan
mengenal ("walk-through survey"). Beberapa diantara bahaya dan risiko dapat
dengan mudah dikenali, seperti masalah kebisingan di suatu tempat, bilamana
sebuah percakapan sulit untuk di dengar, atau masalah panas di sekitar tungku
pembakaran atau peleburan yang dengan segera dapat dirasakan. Beberapa hal
lainnya tidak jelas atau sulit untuk dikenali, seperti zat-zat kimia yang terbentuk
dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya.
Untuk dapat mengenal bahaya dan risiko lingkungan kerja dengan baik
dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu informasi mengenai
proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku, dan bahan tambahan lainnya,
hasil antara, hasil akhir, hasil sampingan, serta limbah yang dihasilkan.
Kemungkinan-kemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara
tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan
pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya di lingkungan
kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah
yang akan ditempuh, evaluasi serta pengendaliannya dapat dilakukan sesuai
dengan prioritas kenyataan yang ada.

2. Evaluasi Lingkungan Kerja

31
Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang berbahaya
di lingkungan kerja, menetapkan karakteristiknya, serta memberikan gambaran
cakupan besar dan luasnya pemaparan.
Tingkat pemaparan zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja yang
terkenali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan/atau
kuantitatif, melalui berbagai teknik, misalnya pengukuran kebisingan, penentuan
indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat
kimia dan partikel-partikel (termasuk ukuran partikel), dan lain-lain. Setelah
didapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh mengenai pemaparan,
kemudian dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku.

3. Pengendalian Lingkungan Kerja

Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau


menghilangkan pemaparan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan
kerja. Hal ini dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk
mencegah efek kesehatan yang merugikan di kalangan para pekerja.

a. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian Lingkungan meliputi perubahan proses kerja dan/atau
lingkungan kerja dengan maksud untuk pengendalian pada bahaya-bahaya
kesehatan baik dengan meniadakan zat/bahan yang bertanggung jawab atau
mengurangi zat/bahan tersebut sampai tingkat yang tidak membahayakan
kesehatan, serta mencegah kontak antara zat/bahan dengan para pekerja.
Salah satu cara yang digunakan adalah penghapusan atau pengurangan
zat/bahan berbahaya pada sumbernya. Suatu proses yang diduga menghasilkan
zat-zat yang berbahaya dapat dipertimbangkan untuk dihentikan.
Substitusi, atau penggantian bahan-bahan yang lebih beracun (pelarut,

32
bahan bakar, bahan baku, bahan-bahan lainnya) dapat merupakan cara yang
efektif untuk pengendalian pemaparan bahan-bahan berbahaya. Misalnya
trichloroethylene dapat menggantikan carbon tetrachoride (CCI 4) dalam
penggunaannnya sebagai bahan pelarut atau pembersih gemuk, juga toluol dan
xylol dapat di pakai untuk substitusi benzene.
Isolasi dapat digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah
kontak dengan pekerja. Berbagai cara isolasi yang dapat digunakan antara lain:
sistem tertutup untuk bahan-bahan kimia beracun, dinding pemisah antara daerah
yang berbahaya dan tidak, penutupan terhadap seluruh atau sebagian dari proses-
proses untuk mencegah kontaminasi terhadap udara ruang kerja.
Ventilasi di tempat kerja dapat digunakan untuk menjamin suhu yang
nyaman, sirkulasi udara segar di ruang kerja sehingga dapat melarutkan zat-zat
pencemar ke tingkat yang diperkenankan, serta mencegah zat-zat pencemar di
udara mencapai daerah pernafasan para pekeria.
Cara basah, digunakan untuk mengendalikan dispersi debu yang
mengotori lingkungan kerja dengan menggunakan air atau bahan-bahan basah
lainnya. Cara ini banyak digunakan di dalam industri-industri kecil misalnya
kayu, peleburan logam, asbes.

b. Pengendalian Perorangan
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk
melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Untuk alat-alat tertentu
seperti alat pelindung pernafasan, sumbat tutup telinga, pakaian kerja kedap air,
dan lain-lain mungkin tidak nyaman untuk di pakai terutama di cuaca yang
panas. Jadi mungkin diperlukan pengurangan jam kerja paling tidak pada waktu-
waktu yang memerlukan pemakaian alat pelindung tersebut.
Pembatasan waktu bekerja selama pekerja terpapar terhadap zat tertentu
yang berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya-bahaya kesehatan
di lingkungan kerja. Hal ini dapat di capai melalui penerapan cara-cara kerja,

33
rotasi pekerja atau pengendaiian administratif. Pengendalian administratif
merupakan prosedur yang memungkinkan dilakukan penyesuaian jadwal kerja
untuk mengurangi pemaparan.
Kebersihan perorangan yang meliputi kebersihan diri dan pakaiaan,
merupakan hal yang penting terutama untuk para pekerja yang dalam
pekerjaannnya berhubungan dengan bahan-bahan kimia serta partikel-
partikellain.

c. Program Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan kerja yang dianjurkan adalah program pelayanan
paripurna, terdiri dari pelayanan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara bersama-sama dalam suatu sistem yang terpadu.
Pelayanan Preventif Kesehatan Kerja:
Pelayanan ini diberikan sebagai perlindungan pada tenaga kerja sebelum
adanya proses gangguan akibat kerja. Kegiatannya antara lain meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan, terdiri dari pemeriksaan :
awal/sebelum kerja
berkala
khusus
b. lmunisasi
c. Kesehatan lingkungan kerja
d. Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya dari pekerjaan
e. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat-alat kerja
f. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam keadaan aman
(pengenalan, pengukuran dan evaluasi)

Pelayanan Promotif Kesehatan Kerja:


Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk

34
meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efesiensi dan daya produktifitas tenaga
kerja. Kegiatannya antara lain meliputi :
a. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
b. Pemeliharaan berat badan ideal.
c. Perbaikan gizi : menu seimbang dan pemilihan makanan yang aman.
d. Pemeliharaan tempat, cara dan Iingkungan kerja yang sehat.
e. Konsultasi (counselling) untuk perkembangan kejiwaan yang sehat, nasehat
perkawinan dan keluarga berencana.
f. Olahraga dan rekreasi.

Pelayanan Kuratif:
Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperlihatkan
gangguan kesehatan dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh,
mencegah komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman
sekerjanya, mempercepat masa istirahat kerja, dan mencegah terjadinya cacat
atau kematian.

Pelayanan Rehabilitatif:
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja yang karena penyakit atau
kecelakaan parah telah mengakibatkan cacat sehingga menyebabkan ketidak
mampuan bekerja secara permanen baik sebagian atau seluruh kemampuan
bekerjanya yang biasanya mampu dilakukan sehari-hari. Kegiatan ini meliputi
antara lain:

Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya


yang masih ada secara maksimal.

Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai


kemampuannya.

Penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha agar mau menerima dan

35
menggunakan tenaga kerja yang cacat. 4
2.9. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh


pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja dapat dicegah, dan berat
ringannya tergantung dari jenis dan tingkat penyakitnya. 6 Langkah-langkah yang
perlu diambil untuk menegakkan suatu diagnosis penyakit akibat kerja sebagai
berikut: 7
1. Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan. Riwayat penyakit meliputi permulaan
timbul gejala-gejala, gejala-gejala sewaktu penyakit dini, perkembangan penyakit
selanjutnya, hubungan dengan pekerjaan, dan lain-lain. Riwayat pekerjaan harus
ditanya dengan seteliti-telitinya dari permulaan kali ia bekerja hingga akhir
bekerja. Harus pula diteliti tentang pekerjaan-pekerjaan sebelumnya, sebab
kemungkinan penyakit yang sekarang itu diakibatkan oleh faktor-faktor penyebab
penyakit yang ada di tempat kerja dalam hubungan pekerjaan beberapa tahun
dahulu.
2. Pemeriksaan klinis, untuk menemukan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sesuai
untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit yang
disebabkan oleh salah satu faktor penyebab penyakit akibat kerja. Misalnya pada
keracunan timah hitam menahun terdapat gejala-gejala dan tanda-tanda seperti
anemia, garis timah hitam digusi, kolik usus, wrist drop, dan lain-lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium. Untuk membuat diagnosa penyakit akibat kerja
tidaklah cukup hanya tentang adanya penyebab itu, atau kwalitatif, melainkan
harus diketahui juga banyaknya, atau kwantitatif. Contoh misalnya pada kasus
keracunan timah hitam, perlu diperuksa kadarnya dalam darah.
4. Pemeriksaan Ro, sering-sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
suatu penyakit kerja, terutama penimbunan debu pada paru-paru.
5. Pemeriksaan ruang atau tempat kerja, yang dimaksudkan untuk mengukur
adanya dan banyaknya faktor penyebab penyakit itu di tempat ketja. Hasil

36
pengukuran yang bersifat kwantitatif sangat perIu untuk mengambil kesimpulan,
apakah benar-benar kadar bahan sebagai sebab penyakit im cukup dosisnya atau
tidak.
6. Hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala penyakit. Pada
umumnya gejala-gejala penyakit akibat kerja akan mengurang, bahkan kadang-
kadang hilang sarna sekali, apabila si penderita tidak masuk bekerja, dan gejala-
gejala itu sering timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila ia kembali bekerja.
Kenyataan ini sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau
pada penyakit paru-paru bisinosis.
Golongan-golongan penyakit akibat kerja dan jenis-jenisnya akan
diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2. Penyakit akibat kerja 7


Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan
-an gangguan tanda pengobatan
Fisik Kebising- Kerusakan Tuli Alat bantu Peredam
an indra progresif. dengar pada
pendengara Bicara sumber
n dengan suara.
suara keras. Menggu-
nakan tutup
telinga.
Mengiso-
lasi suara.
Getaran Angioneo- Pucat dan Pemanas- Peredam
rosis/ kaku pada an pada
Fenomena ujung jari. Pemijat-an sumber
pseudo Hilang daya Mengge- getar.
Reynaud pegang dan rakkan Pembatasa
pengendalia tangan n waktu
n otot. secara bekerja
Warna kulit berputar dengan
kebiruan frekuensi >
30 Hz

37
Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan
-an gangguan tanda pengobatan
Suhu tinggi Heat rash Vesikel dan Menjaga Pengaturan
eritema kulit agar suhu udara di
pada kulit. tetap ter- lingkugan
Nyeri bila lindung dan kerja.
kepanasan kering.
Istirahat di
lingkung-
an yang
sejuk
Kelelahan Kulit pucat, Bawa ke Aklimati-
karena dingin, tempat sasi
panas berkering- sejuk Pemberian
at banyak Cairan p.o cairan
Lelah, atau i.v cukup
pusing, Oksigen Istirahat
vertigo cukup
Badan
panas
Sesak napas
Palpitasi
Anoreksia
Muntah
Otot nyeri
dan kejang
Gangguan
kesadaran
ringan
Kejang Gelisah Bawa ke Minum
panas Suhu tubuh tempat cukup
normal atau sejuk sebelum
sedikit Ringan: kerja.
tinggi NaCl 0,9% Makanan
Takikardi p.o. cukup
Kejang Berat: NaCl mengan-
otot, perut, 0,9% i.v. dung garam
dan 1000 cc (kebutuhan
ekstrimitas 15-20 g/hr

38
Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan
-an gangguan tanda pengobatan
Sengatan Lelah, Pakaian Aklimatisasi
panas pusing, dibuka
malaise, Basahi
badan tubuh
panas dengan air
Kesadaran dingin
menurun, Kipasi
kejang Kaki
Kulit ditinggikan
merah, Segera
panas, kirim ke
kering RS
TD sistolik Infus NaCl
normal, TD 0,9% 1000-
diastolik 1500 cc,
turun sd 60 Plasma
mmHg expander
bila syok
Obat:
Fenobarbita
l, dopamin,
manitol,
atropin,
epinephrin
Oksigen
Suhu Radang Bagian tubuh Mandi air Pakaian
rendah dingin yang terkena hangat Makan
bengkak, Minum dan dengan
merah, panas, makan kalori
sakit, gatal hangat tinggi

39
Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan
-an gangguan tanda pengobatan
Tekanan Dekompres Tipe I: Simptomatik Alat
udara i, penyakit Nyeri pelindung
tinggi Kaison sendi, yang
tungkai, dirancang
lengan khusus
Pembeng-
kakan
pembuluh
limfe
Eritema
punggung
dan dada
Tipe II:
Nyeri dada
Migren
Vertigo
Hemipa-
rese
Peraplegia
Cahaya Gangguan Mata berair, Istirahat Pengaturan
penglihatan merah Kaca mata cahaya di
, Penglihatan tempat kerja
kerusakkan ganda
mata Sakit
kepala
Ketajaman
pengliha-
tan
menurun
Radiasi Kanker Sesuai organ Sesuai Pakaian
Keman- yang diserang perawatan pelindung
dulan kanker dan khusus
kemandulan
Sinar Konjungtivi Mata Perawatan Kaca mata
ultraviolet -tis merah, mata pelindung
berair
Fotofobia
Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan

40
-an gangguan tanda pengobatan
Sinar infra Katarak Gangguan Operasi Kaca mata
merah penglihatan pelindung
Pandangan
kabur
Lensa
keruh
Kimia Debu Pneumoko- Batuk Pengobatan Pemeriksaa
organik: niosis Sesak napas cukup sulit n kesehatan
Silikon Silikosis Nyeri dada dan diberikan paru-paru
Asbes Asbestosi untuk awal
Berilium s mengatasi bekerja dan
Beriliosis gejala klinis. berkala.
Fe2O3
Bila terjadi Memakai
Bijih Siderosis
infeksi beri pelindung:
timah Stannosis antibiotika masker
putih Bisinosis dan perbaikan Fasilitas
Kapas Antrako- gizi penyaringa
Arang sis
n debu:
batu
cerobong
asap, water
spray,
exhauster
Pemeriksa-
an kadar
debu
berkala

Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan


-an gangguan tanda pengobatan

41
Timah Keracunan Lemah Jauhkan Ventilasi
hitam (Pb) timah Sakit dari ruang kerja
kepala paparan Alat
Tremor Mata, pelindung:
Garis hitam bersihkan baju kerja,
di mukosa dengan air sarung
gusi bersih tangan,
GIT: Kulit, cuci goggles
anoreksia, dengan air Pendidikan
konstipasi, dan sabun kesehatan
rasa logam Tertelan, Pemeriksa-
Kronis: minum an
Kerusak- susu atau kesehatan
kan ginjal, air 2-3 berkala
ensefalo- gelas
pati Th/ medis:
Ca
glukonas,
Chelating
agent, Ca
adta 1 g/hr
dlm 250 ml
air
Air raksa Penyakit Hipersalivasi Minum susu Pelindung:
(merkuri) Minimata Rasa logam magnesium/ sarung
Stomatitis putih telur, tangan,
Gingivitis bilas lambung masker, kaca
Gusi Th/ mata
kehitaman dimerkapeol Higiene
Tremor pada 10% i.m. lingkungan
muka, lengan, kerja yang
tangan baik
Gangguan
psikis:
depresi,
insomnia,
takut, kurang
percaya diri

Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan


-an gangguan tanda pengobatan

42
Pestisida Keracunan Pusing Jauhi dari Masker
organo- pestisida Lemah paparan Cara kerja
fosfat: organo- Bradikardi Cuci daerah yang benar
Devine fosfat
Keringat yang
Thyme banyak terpapar
Systex Hipersaliva dengan
si sabun
Miosis Bilas
lambung
Tremor
Laksatif
koma
Atropin
sulfat 2 mg
s.c.
Pestisida Keracunan Pusing Idem Idem
karbonat: pestisida Mual
Furade- karbonat Kram perut
ne Keringat
Baygon banyak
Hipersaliva
si
Air mata
berlebihan
Pestisida Keracunan Pusing Diazepam/ Idem
organo- pestisida Muntah fenobarbita
klorin: organo- Tremor l 0,1 g/hr
Endrin klorin
Kejang i.m. Ca
DTT Ilusi,
glukonas
Lundan 10% 10 ml
disorientasi
i.v.

Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan


-an gangguan tanda pengobatan

43
Gas iritan Keracunan Peradangan Pindahkan Alat
gas saluran napas penderita pelindung:
Pakaian masker
dilonggar- Cegah
kan kebocoran
Bila napas pada alat
berhenti kerja
berikan Ventilasi
pernapasan
buatan
Asfiksan Keracunan Napas cepat Oksigen
gas TD Terapi sesuai
menurun dokter:
Sianosis Amilnitrit
Kejang 0,2 ml tiap
5 mnt
Koma
Antidotum
Na nitrat
3%
Na tiosulfat
25% iv
Biologi Bavillus Antraksis Papila Perawatan Alat
/ antrachis Kulit Krusta kulit pelindung:
infeksi pada Jarang Jaringan Antibiotik Sarung
penyakit pada nekrotik penisilin tangan
kulit paru-paru Ulserasi Baju kerja
Demam khusus
Kebersihan
lingkungan
kerja
Fisio- Kesalah- Trauma Sesuai jenis Sesuai berat Penyuluhan
logi an fisik trauma trauma sebelum
konstruk bekerja
si mesin Beban
Sikap kerja yang
tubuh seimbang
Kelelah-
an

Golong Penyebab Penyakit/ Gejala/ Perawatan/ Pencegahan

44
-an gangguan tanda pengobatan
Mental Hubunga Stres Gairah Menciptaka Motivasi
psiko- n kerja kerja n hubungan Rekreasi
logi tidak menurun kerja yang
baik. Mudah baik
Pekerjaa terjadi Upah
n kecelakaan sesuai
monoton kerja kebutuhan
Upah Semangat minimal
terlalu kerja
rendah menurun
Produkti-
vitas kerja
menurun

2.10. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan
akibat dari kerja. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yakni
faktor fisik dan faktor manusia.
Kecelakaan akibat kerja mencakup dua permasalahan pokok, yakni
kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, dan kecelakaan terjadi pada saat
pekerjaan sedang dilakukan. Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup
kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja
yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja.
Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni :
a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan,
dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang
terjadi disebabkan faktor manusia ini.
b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman misalnya lantai licin,
pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.

45
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja
ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni :
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
Terjatuh
Tertimpa benda
Tertumbuk atau terkena benda-benda
Terjepit oleh benda
Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
Pengaruh suhu tinggi
Terkena arus listrik
Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
b. Klasifikasi menurut penyebab :
Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian
kayu, dan sebagainya.
Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.
Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat listrik, dan sebagainya.
Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat
kimia, dan sebagainya.
Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan dibawah tanah).
Penyebab lain yang belum masuk tersebut diatas.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
Patah tulang
Dislokasi (keseleo)
Regang otot (urat)
Memar dan luka dalam yang lain

46
Amputasi
Luka di permukaan
Geger dan remuk
Luka bakar
Keracunan-keracunan mendadak
Pengaruh radiasi
Lain-lain
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :

Kepala

Leher

Badan

Anggota atas

Anggota bawah

Banyak tempat

Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut. 6

2.11. Upaya Kesehatan Kerja Melalui Puskesmas

Definisi
Upaya kesehatan kerja ada1ah upaya kegiatan pokok puskesmas yang
ditujukan terutama pada masyarakat pekerja informal di wilayah kerja puskesmas
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit serta kecelakaan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja.

Tujuan
Tujuan umum:
Meningkatkan kemampuan tenaga kerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga

47
terjadi peningkatan status kesehatan yang akhirnya meningkatkan ptoduktivitas
kerja.

Tujuan khusus:
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan
kerja.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan keluarganya
yang belum terjangkau.
3. Meningkatkan kesehatan kerja dengan mencegah penggunaan bahan-bahan
yang membahayakan lingkungan kerja dan masyarakat serta menerapkan
prinsip ergonomik.

Sasaran
1. Tenaga kerja yang mempunyai dampak besar dalam menunjang pertumbuhan
ekonomi.
2. Tenaga kerja yang kurang memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.
3. Diutamakan pada sektor informal yang merupakan separuh dari angkatan
kerja.

Strategi
1. Dikembangkan secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kese
hatan puskesmas bagi pekerja dan keluarganya.
2. Dilakukan melalui pelayanan paripurna, yang menekankan pada pelayanan
kesehatan kerja, dan keselamatan kerja.
3. Dilakukan melalui peran serta aktif masyarakat pekerja melalui pendekatan
PKMD.

Penyelenggaraan UKK di Puskesmas

48
1. Penyuluhan kesehatan
2. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan tenaga kerja yang berkunjung ke puskemas
kartu berobat/register diberi kode tersendiri untuk memisahkan dengan
pengunjung lain
pada pemeriksaan diarahkan kepada penyakit yang ada hubungannya dengan
pekerjaan
bagi mereka yang menderita penyakit akibat kerja dilakukan tindak lanjut untuk
diberikan penyuluhan kesehatan dan cara pencegahan penyakit
bila tidak dapat diatasi di rujuk ke rumah sakit/balai hiperkes
laporan melalui RR (pelaporan dan pencatatan) terpadu
3. Pembinaan dan latihan kader dengan tujuan;
dikenalnya masalah kesehatan umum dan masalah kesehatan kerja oleh tenaga
kerja
terpeliharanya kelancaran pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan kerja oleh
tenaga kader
meningkatnya hasil kegiatan upaya kesehatan kerja melalui peran serta
masyarakat.

Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas


1. Identifikasi masalah
a. Pemeriksaan kesehatan
pemeriksaan awal
pemeriksaan berkala
perhatian khusus pada organ tubuh yang mungkin terkena penyakit akibat
kerja
b. Pemeriksaan kasus

49
adalah pemeriksaan terhadap penderita yang datang berobat ke puskesmas
atau yang dirujuk oleh kader kesehatan
pemeriksaan yang teliti yang dapat menggambarkan masalah kesehatan
kerja dan kesehatan lainnya.
c. Peninjauan tempat kerja
peninjauan untuk menentukan bahaya akibat kerja dan masalah yang dihadapi
di tempat kerja baik bahaya fisik, kimia, biologis, maupun fisiologi.

2. Kegiatan pencegahan (preventive)


a. Penyuluhan kesehatan/latihan
bahaya penyakit akibat kerja
latihan tata kerja yang benar
cara menghindar bahaya akibat kerja (bahaya bahan kimia dan zat-zat
lainnya.)
b. Kegiatan ergonomik
Kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kesesuaian antara alat kerja dengan
pekerjaan agar tidak terjadi stres fisik akibat kerja.
c. Kegiatan monitoring
Kegiatan monitoring bahaya akibat kerja yang dilakukan oleh anggota
kelompok kerja yang dilatih untuk mendeteksi pencemaran zat kimia,
pestisida dan lain-lain.
d. Perbaikan mesin/alat kerja
ditujukan pada industri kecil dan pada pemaparanlpencemaran karena bahan-
bahan produksi.
e. Pemakaian alat pelindung
Disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan bahaya yang dihadapi serta dilakukan
untuk mencegah penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

50
3. Kegiatan pengobatan
a. Pendekatan sistem organ tubuh yaitu pengobatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang terkena misalnya alat pendengaran, paru-paru, kulit dan se-
bagainya.
b. Pendekatan jenis pemaparan
dengan cara menetapkan jenis pemaparan yang dialami pekerja serta
kemungkinan akibat patologinya
pengobatan secara spesifik ditujukan untuk mengatasi bahaya akibat kerja.

4. Kegiatan pemulihan
a. Bertujuan untuk memulihkan fungsi alat tubuh yang cidera akibat penyakit
dan kecelakaan kerja.
b. Mengidentifikasi kasus yang membutuhkan pemulihan dan merujuknya ke
rumah sakit atau pusat rehabilitasi untuk mendapatkan petunjuk teknis dan
melakukan hal-hal teknis yang dapat dilaksanakan oleh puskesmas.

5. Kegiatan rujukan
a. Rujukan medik terhadap kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi oleh
puskesmas untuk keperluan pengobatan lebih lanjut dan rehabilitasi.
b. Rujukan kesehatan ditujukan terhadap pencemaran lingkungan yang dapat
dirujuk ke Balai Teknis Kesehatan Lingkungan (BTKL), Pusat Laboratorium
Kesehatan Departermen Kesehatan, Balai Hiperkes Depnaker.

Sasaran pembinaan upaya kesehatan kerja oleh puskesmas ditujukan kepada:


1.
kelompok tani
2.
kelompok nelayan
3.
kelompok industri kecil/perajin 9

Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciranjang,


antara lain di bidang pertanian (35%), perdagangan (30%), PNS (20%), pensiunan

51
(10%), industri kecil (1%), dan lain-lain (4%). Di wilayah ini juga terdapat 6 buah
pabrik beras, 3 buah pabrik bata, dan 2 buah industri kecil. Walaupun demikian,
program Kesehatan Kerja di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciranjang belum berjalan.
BAB 3
KESIMPULAN

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta


prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-
penyakit umum.
Tujuan akhir kesehatan kerja adalah untuk mencapai kesehatan masyarakat
pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan-
tujuan ini diperlukan hubungan interaktif dan serasi antara beban kerja, beban
tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan kemampuan kerja.
Status kesehatan kerja dari masyarakat pekerja dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu lingkungan individu pekerja, lingkungan kerja, faktor genetik, perilaku
pekerja, dan pelayanan kesehatan kerja. Dalam mengatasi masalah kesehatan di
lingkungan kerja, tidak cukup hanya dengan mengobati dan menyembuhkan
pekerjanya, tetapi harus dilakukan pengenalan dan evaluasi masalah di lingkungan
kerja yang tidak sehat, dan melakukan upaya pengendalian dan pencegahan penyakit
di lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan
pengendalian lingkungan kerja. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya-bahaya di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja, ditempuh tiga langkah utama yaitu, pengenalan, evaluasi dan
pengendalian dari berbagai bahaya dan risiko kerja.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Walujo Soerjodibroto, Mackilligan J. 1985. Penyelenggaraan pelayanan


kesehatan kerja di perusahaan dan bidang usaha sejenis. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. World Health Organization. 2007. Occupational health.
www.who.int/occupational_health/en. 15 September 2007
3. Direktorat Jendral Pembinaan Masyarakat. 1995. Upaya kesehatan kerja bagi
pengrajin komponen karet otomotif. Jakarta: Departeman Kesehatan Indonesia.
4. Direktorat Jendral Pembinaan Masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat. 1992. Upaya kesehatan kerja bagi perajin (kulit, mebel, aki bekas,
tahu&tempe, batik). Jakarta: Departeman Kesehatan Indonesia.
5. World Health Organization. 2007. Declaration on occupational health for all.
www.who.int/occupational_health/publication/declaration/en/index.html.
15 September 2007
6. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Kesehatan kerja. Dalam: Ilmu kesehatan
masyarakat prinsip-prinsip dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
7. Sumamur P. K. 1996. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung.
8. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2007. Prinsip dasar kesehatan
kerja. http://www.depkes.go.id. 15 September 2007
9. Nasrul Effendy. 1998. Kesehatan kerja. Dalam: Dasar-dasar keperawatan
kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC
10. Indan Entjang. 2000. Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja. Dalam; Ilmu
kesehatan masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

53

You might also like