You are on page 1of 22
POTENSI PENYEDIAAN PANGAN DAN KONSERVASI LAHAN PULAU-PULAU KECIL DI MALUKU: PERAN AGROFORESTRI BERBASIS AREN A. Arivin Rivaie Dewasa inisektor pertanian di Indonesia selain memiliki peran utama untuk menjamin ketersediaan pangan yang cukup, juga harus mampu berperan sebagai penyedia bahan baku untuk bahan bakar nabati dan fungsi ekologis bagi masyarakat. Pentingnya Peranan tersebut _mengharuskan kita melakukan berbagal upaya antisipasi untuk mengatasi berbagai hal yang dapat mengancam ketahanan pangan dan menimbulkan kerawanan sosial lainnya (Deptan, 2009), Menurut Undang-Undang Nomor 7/1996, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pembangunan ketahanan dan kemandirian Pangan lokal sebagai komponen sistem pangan nasional adalah sangat penting. Suatu kebijakan ketahanan pangan yang dalam pelaksananya memanfaatkan semaksimal ‘mungkin pangan lokal merupakan suatu langkah yang sangat tepat, karena pangan lokal tersedia dalam jumlah yang cukup di seluruh daerah dan mudah dikembangkan karena sesual dengan agroklimat setempat. Pulau-pulau Kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (UU No. 27 tahun 2007), merupakan wilayah dengan karakteristik yang khas, yaitu luasan daratannya yang kecil, yang relatifjauh dari daratan induk (mainland), relatif peka dalam konteks ekonomi maupun lingkungan biofisiknya (Adrinto, 2005), Mengacu kepada UU no. 27 tahun 2007, maka 4 (empat) buah pulau dari 1.412 pulau yang ada di Maluku (Titaley, 2006; Bappeda Maluku, 2007) adalah pulau besar, yaitu Pulau Seram, Buru, Yamdena, dan Wetar. Sedangkan lainnya termasuk PPK, yaitu Pulau Trangan, Kobror, Kei Kecil, Wokam, Ambon, Kola, Kei Besar, Maekor, dan lainnya. Potensi kerawanan pangan cukup besar bagi wilayah-wilayah kepulauan seperti di Maluku, karena pasokan makanan melalui transportasi laut dapat terputus suatu saat karena cuaca buruk tiba-tiba (BKP, 2012). Hal ini dapat diperparah lagi oleh kegagalan anen di pulau Kec tersebut akibat gangguan perubahan iklim yang saat ini sering ‘menjadi faktor yang dominan dalam menentukan produktivitas pertanian, mengalahkan faktor-faktor produksilainnya, seperti benih, pupuk, pestisida, sistem tanam, atau faktor lainnya (Haryono, 2011). Untuk itu, periu dibangun suatu kemampuan produksi pangan di PPK yang berpenghuni, yang dapat menjamin ketersediaan pangan masyarakat ‘setempat guna mengantisipasi kerawanan pangan akibat terhambatnya pasokan bahan makanan selama cuaca dan musim yang buruk. Sebagian besar pulau-pulau di Provinsi Maluku ditempati jenis tanah berbahan induk bbatu karang (Coral reefs) dan abu volkan. Topografi wilayahnya umumnya bergunung dan berbukit yang menjulang langsung dari permukaan laut. Jenis-jenis tanah yang dominan antara lain adalah tanah kompleks, latosol, renzina, dan mediteran (Devnita, 2011; BPS Maluku, 2011). Kondisi topograff lahan yang berbukit ditambah dengan sifat- sifat tanah berbahan induk batu kapur di atas endapan laut menyebabkan tanah-tanah 7 Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil, Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren di berbagai tempat di Maluku tergolong tidak stabil (rentan erosi dan longsor) (Idjudin et al, 2012). Peristiwa bencana longsor atau peluncuran lahan ke laut di Pulau Yamdena pada tahun 1942 (seluas 2 km x 3 km) dan pada tahun 1944 (seluas 2,5 km x 2,5 km) (idjudin et al, 2012), serta longsomya tanah dan batuan Bukit Ulukhatu sepanjang 1.100 m pada 13 Juli 2012, sehingga terbentuknya bendung alam Wal Ela yang suatu ‘saat dapat tiba-tiba jebol dan menyapu Desa Negeri Lima (Kompas, 2013), memberikan Jajaran kepada kita bahwa penggunaan lahan untuk pertanian di wilayah kepulauan di Maluku mengharuskan kita secara bijaksana_memillh pola-pola pertanian konservasi yang ramah lingkungan. Provinsi Maluku dengan jumlah penduduk sebanyak 1,5 juta (2007) dan 90% penduduknya bertumpu pada pertanian dan perikanan (BPS Maluku, 2010), memiliki potensi keragaman sumber daya genetik (SGD) lokal yang tinggi untuk berbagai jenis tanaman pertanian. Tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr) merupakan salah ssatu sumber daya genetik di kawasan tropika. Di Provinsi Maluku tanaman ini banyak ‘dijumpai di berbagai wilayah, seperti di Pulau Seram, Saparua, dan Ambon, tumbuh secara alami dan berproduksi secara terus-menerus (Paturuhu dan Gaspersz, 2011). Bagi masyarakat kita, sejak dahulu aren bermanfaat sebagai sumber tepung dan gula, disamping mempunyai nilai fungsi konservasi lahan (fungsi ekologis), knususnya pada kawasan berlereng. Tanaman aren memiliki sistem perakaran yang menyebar dan cukup dalam ke lapisan tanah bagian bawah, bahkan dapat mencapai kedalaman (vertikal) 15, meter dengan lebar (horizontal atau menyamping) mencapai 10 meter (Withington et al,, 1988; Mogea et al, 1991). Pengembangan tanaman aren di berbagai wilayah Maluku tidak hanya bermanfaat bagi ketahanan dan kemandirian pangan, tetapi juga berguna untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya mencegah banjir dan longsor yang merupakan bencana yang sering terjadi di Maluku akhir-akhir ini Sistem agroforestri dalam arti yang sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Keuntungan yang diarapkan dari sistem agroforestri ada dua, yaitu produksi dan pelayanan lingkungan (Hairiah et al, 2003). Sistem ini dapat menggantikan fungs! ekosistem hutan sebagai pengatur siklus hara dan berpengaruh positif terhadap Jingkungan lainnya serta dapat diandalkan untuk memproduksi hasil-hasil pertanian tanaman semusim (Suprayogo et al,, 2003). Tanaman aren (Arenga pinata (Wurmb.) Merr) dipandang sebagai tanaman yang sesuai (cocok) untuk dipilih sebagai tanaman tutama dalam suatu model agroforestri yang dikembangkan di PPK Maluku. Pemilihan aren dalam penggunaan lahan dengan pola agroforestri di pulau-pulau keci! Maluku diharapkan dapat berfungsi sebagai tanaman serba guna (multipurpose tree) yang juga bisa dijadikan sumber karbohidrat non-beras, selain sangat sesual dengan kondisi biofisik lahan di PPK Maluku pada umumnya. Menurut Suryana (2011), ketahanan pangan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui empat program pokok, yaitu: (1) Peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat, (2) Peningkatan kapasitas produksi pangan, (3) Pengelolaan distribusi dan pasar pangan, dan (4) Peningkatan mutu konsumsi pangan. Sasaran Program Peningkatan kapasitas Produksi Pangan adalah untuk meningkatkan kapasitas peningkatan produksi a otensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Pangan yang dapat merespons dinamika permintaan pangan penduduk dan mendorong Pemerataan penyediaan pangan. Dengan program ini diharapkan akan terjadi ‘optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam untuk mewujudkan ketahanan pangan berbasis sumber daya domestik. Pengembangan agroforestri berbasis tanaman aren di PPK di Maluku diharapkan dapat menjadi alternatif model bagi program peningkatan kapasitas produksi pangan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal yang berwawasan lingkungan, Makalah ini berisi paparan tentang potensi dari alternatif ‘model agroforestri berbasis tanaman aren dalam upaya mencapai kemandirian pangan dan konservasi lahan PPK di wilayah Maluku. KONDISI BIOFISIK PULAU-PULAU KECIL DI MALUKU DAN PERSOALANNYA Pulau-pulau Kecil memilki karakteristik yang berbeda dengan pulau besar. Secara fisik, pulau-pulau kecil Indonesia umumnya berukuran kecil, bahkan sebagian besar berukuran di bawah 1.000 km2 hingga kurang dari 1 ha, umumnya terpisah jauh dari pulau induk sehingga bersifat insular (remote) dan tidak mampu mempengaruhi hidroklimat laut. Kemampuan daya dukung (carrying capacity) PPK terbatas, terutama ketersediaan air tawar karena daerah tangkapannya (catchment area) yang Kecil. Selain itu, PPK juga memiliki kerentanan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan dampak perubahan iklim dan bencana alam, seperti tsunami, badai dan gelombang ‘ekstrim, naiknya paras muka laut, dan gempa bumi. Namun demikian, PPK cenderung memiliki jenis-jenis endemik dan keanekaragaman hayati laut yang tinggi, seperti cekosistem terumbu karang, ikan-ikan karang, ekosistem mangrove, dan lamun (Adrianto, 2004; Bengen dan Retraubun, 2006). Luas dan Penyebaran Secara administratif Provinsi Maluku terbagi atas 11 kabupaten/kota, 90 kecamatan dan 1.022 desa/kelurahan, Secara geografis wilayah tersebut menyebar dari 203” - 9° LS sampai_ 124° - 136° BT, Wilayah ini dibatasi oleh Provinsi Maluku utara di sebelah utara, sebelah Selatan dengan Negara Timor Leste dan Australia sebelah Timur dengan Provinsi Papua dan Sebelah Barat dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (BPS Maluku, 2011). Total luas wilayah Provinsi Maluku (lautan dan daratan) adalah 712.480 km? (71.248,000 ha) terdiri dari 658.331,52 km? (92,4%) merupakan wilayah perairan/laut dan 54.148,48 km2 (7,6%) merupakan merupakan daratan (Bappeda Maluku, 2007). Wilayah daratan tersebut tidak menyatu dalam satu hamparan Pulau besar tetapi menyebar pada 1.412 buah pulau-pulau baik besar maupun kecil dan 90 kecamatan (Titaley, 2006). Luas pulau-pulau di Maluku ini bervariasi antara 449 ‘sampai 18.625 km?, Dua belas pulau yang relatif besar menurut Bappeda Maluku (2007) adalah Pulau Seram (18.625 km’), Burui (9.000 km?), Yamdena (5.085 km’), Wetar (3.624 km’), Trangan (1.497 km?), Kobror (1.359 km?), Kei Kecil (1.133 km?), Wokam, (954 km2), Ambon (761 km2), Kola (741 km2), Kei Besar (609 km2), dan Maekor (449 km®). Menurut Huliselan (2007) jumlah pulau di Provinsi di Maluku sekitar 1.340 buah, ‘yang tersebar di Kabupaten Buru (30 buah), Aru (801 buah), Maluku Tengah (42 buah), Maluku Tenggara (134 buah), Maluku Tenggara Barat (235 buah), Seram Bagian Barat (52 buah), Seram Bagian Timur (45 buah) dan Kotamadya Ambon (1 buah), ag ve Potens! Penyedizan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Dalam rangka kepentingan strategi pembangunan wilayah, maka ribuan pulau yang ada tersebut dikelompokkan menjadi beberapa gugus pulau. Pengelompokan itu sejalan dengan pengertian, batasan, dan karakteristik Gugus Pulau menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.34/MenKP/2002, bahwa pengertian Gugus Pulau ‘adalah sekumpulan pulau-pulau yang secara geografis yang saling berdekatan, dimana ‘ada keterkaitan erat dan memilki ketergantungan/interaksi antar ekosistem, kondis! ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara berkelompok. Gugus Pulau memiliki cir-cir isk meliputi antara lain ‘a, Secara 1) Secara geografis merupakan sekumpulan pulau yang saling berdekatan, dengan batas fisk yang jelas antar pulau. 2) Dalam satu gugus pulau, pulau kecil dapat terpisah jauh sehingga bersifat insuler. 3) Lebih banyak dipengaruhi oleh faktor hidro-kli 4) Pengertian satu gugus pulau tidak terbatas pada luas pulau, jumlah dan kepadatan penduduk. 5) Blasanya pada pulau kecil dalam gugus pulau terdapat sejumlah jenis biota endemik dengan keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi. 6) Pada wilayah tertentu, gugus pulau dapat merupakan sekumpulan pulau besar dan kecil atau sekumpulan pulau kecil dengan daratan terdekat (provinsi/ kabupaten/ kecamatan) dimana terdapat saling ketergantungan pada bidang ‘ekonomi, sosial dan budaya. 7) Gugus pulau dapat terdiri dari sekumpulan pulau, atol atau gosong (gosong adalah dataran terumbu karang yang hanya muncul di permukaan air pada saat air surut) dan daratan wilayah terdekat (dapat terdiri dari provinsi/kabupaten/ kecamatan). 8) Kondisi pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan yang bersifat alamiah (bencana angin, badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi) atau Karena pengaruh manusia (fenomena kenalkan permukaan air laut, pencemaran/polusi, sedimentasi, erosi dan penambangan). k at laut. b. Secara Ekologis 1) Habitat/ekosistem gugus pulau cenderung memiliki spesies endemik. 2) Semakin besar Jumlah pulau yang terdapat dalam satu gugus pulau maka akan lebih besar kecenderungan jumlah biota endemik. 3) Memiliki jenis ekosistem yang sama pada setiap pulau. 4) Melimpahnya biodiversitas/keanekaragaman jenis biota laut. 7 Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren. cc. Secara Sosial Budaya Ekonomi 1) Penduduk asli mempunyai adat-budaya dan kebiasaan yang hampir sama, dan kondisi sosial ekonomi yang khas. 2) Ketergantungan ekonormi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau besar/ induk atau kontinen, 3) _Aksesibilitas (ketersediaan sarana/prasarana) rendah dengan transportasi ke arah pulau induk maksimal sekali sehari, disamping faktor jarak dan waktu yang terbatas. Berdasarkan pengertian, batasan, dan karakteristik Gugus Pulau tersebut di atas, maka pemerintah Maluku menetapkan strategi pembangunan di Maluku berdasarkan konsep gugus pulau dan laut pulau dan merupakan pendekatan sistem dalam pembangunan wilayah. Di Maluku pada tahun 2007 telah ditetapkan terdapat sebanyak 12 gugus pulau, yaitu: Gugus Pulau T (P. Buru, Kabupaten Buru), Gugus Pulau II (Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat), Gugus Pulau III (Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah), Gugus Pulau IV (Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur), Guguds Pulau V (Seram Selatan, Kabupaten Maluku Tengah), Gugus Pulau VI (Banda, Kabupaten Maluku Tengah), Gugus Pulau VII (Ambon dan Lease, Kabupaten Maluku ‘Tengah), Gugus Pulau VIII (Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual), Gugus Pulau IX (Kepulauan Aru, Kabupaten Aru), Gugus Pulau X (Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat), Gugus Pulau XI (Kepulauan Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya) dan Gugus Pulau XII (Kepulauan Pulau-Pulau Terselatan, Kabupaten Maluku Barat Daya) (Ralahalu, 2007). Kondisi Iktim dan Tanah Iklim. Provinsi Maluku memiliki temperatur rata-rata 27,3°C, maksimum 30,46°C dan minimum 24,3°C. Keadaan curah hujan di Maluku dapat dibagi empat Kategori dengan curah hujan 1.000 mm/th, terjadi di Pulau Wetar dan sekitarnya. Curah hujan antara 1.000-2.000 mm/th di Pulau Babar, Tanibar, Aru dan sebagian Pulau Buru. Selanjutnya, curah hujan antara 2.000-3.000 mm/th di Pulau Seram, Gorom, dan Kei Kecil. Curah hujan lebih dari 3.000 mm/tahun terdapat di Pulau Lease, Pulau Kei Kecil, Pulau Ambon dan Kao. Sedangkan curah hujan tertinggi terdapat di Gunung Darlisa (Kabupaten Seram Bagian Barat) sebesar 3.384 mm/tahun. Sebaliknya curah hujan terendah terdapat di Tiwaker (Pulau Wetar) sebesar 991 mm/th (Djaenudin et al, 2002; BKPM, 2011; BPS Maluku, 2011). Tanah. Sebagian besar pulau-pulau di Provinsi Maluku ditempati jenis tanah berbahan induk batu karang (Coral reefs) dan abu volkan. Jenis-jenis tanah yang dominan antara lain adalah tanah kompleks, latosol, renzina, dan mediteran (Devi, 2011; BPS Maluku, 2011). Topografi Provinsi Maluku terdiri atas tanah datar seluas 1.251.630 ha (14,6%), tanah berombak seluas 2.417.530 ha (28,2%), tanah bukit dan pegunungan 4.903.640 ha (57,2%) (BKPM, 2011). Topografi daratan Kota Ambon terbagi menjadi datar, berombak, bergelombang dan berbukit serta bergunung dengan lereng dominan agak landai sampai curam. Topografi wilayah Maluku Tengah, ee - Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren ‘Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur umumnya berbukit, disebabkan karena Pertemuan dua buah lempeng yang disebut dengan sirkum Pasifik dan Mediterania. Wilayah Maluku Tenggara topografinya dibagi atas dataran, berbukit dan bergunung. Pada wilayah Kabupaten Buru sebagian besar lahannya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kemiringan lereng 15-40% dan > 40% (Djaenudin et al,, 2002; BKPM, 2011). Persoalan Lingkungan Pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 pasal 23 ayat (2) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 Tahun 2008, yang diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut, yaitu: a) konservasi, b) pendidikan dan pelatihan, c) penelitian dan pengembangan, d) budidaya laut, e) pariwisata, f) usaha dan industri perikanan secara lestari, g) pertanian organik, dan h) peternakan, sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan. Persoalan umum yang kerap terjadi di PPK diantaranya adalah penebangan pohon yang tidak terkendali, kebakaran hutan dan beberapa dampak turunannya, seperti erosi dan hilangnya keanekaragaman hayati hutan, persoalan tata guna lahan dan hak ulayat. Persoalan lingkungan lainnya di PPK adalah hilangnya tanah (soil loss) baik secara maupun kualitas, kekurangan air (water shortage), limbah padat dan bahan kimia beracun. Karena PPK memiliki luas yang relatif sempit, sehingga dampaknya akan sangat terasa bagi masyarakat petani dan penggarap lahan PPK (Adrianto, 2005). Oleh karena itu, pemanfaatan lahan PPK harus tidak melebihi daya dukung lingkungan dan sesuai. Hal ini sangat penting khususnya bagi PPK yang ada di wilayah Maluku mengingat karakteristik biofisik lahannya yang cukup rentan. Dengan kondisi topografi lahan yang berbukit dan sifat-sifat tanahnya yang berbahan induk batu kapur di atas endapan laut, sehingga tanah-tanah di berbagai tempat di Maluku menjadi tidak stabil (rentan erosi dan longsor) (Idjudin et al,, 2012). Hal ini dapat dillhat dari contoh kejadian musibah yang patut dicatat adalah 2 (dua) bencana di Pulau Yamdena, Pada tahun 1942 di daerah Tutun, dimana terjadi peristiwa guguran lahan (land screeping) dan peluncuran lahan (longsor) (land sliding) yang dikenal penduduk setempat sebagai Nusmang Londur (runtuhnya lahan seluas 2,5 km x 2,5 km). Musibah lainnya adalah di Tanjung Delapan (peluncuran lahan ke laut seluas 2 km x 3 km) di daerah timur Bomaki pada tahun 1944 (Idjudin et al,, 2012). Contoh terakhir yang baru saja terjadi adalah longsornya tanah dan batuan Bukit Ulukhatu sepanjang 1.100 m (lebar 300 m dan tinggi 215 m) yang menutup Sungai Wai Ela pada 13 Juli 2012, sehingga terbentuknya bendung alam Wai Ela yang suatu saat dapat tiba-tiba jebol dan menyapu Desa Negeri Lima (Kompas, 2013). Beberapa peristiwa bencana longsor tersebut memberi pelajaran kepada kita bahwa mengelola Jahan pertanian di wilayah kepulauan di Maluku harus dengan menggunakan pola- pola pertanian konservasi. otensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Keeil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren PENTINGNYA KEMANDIRIAN PANGAN DI PULAU-PULAU KECIL Arti Kemandirian Pangan Undang-undang No. 18 Tahun 2012 menyebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang’ digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan ‘memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Potensi Kerawanan Pangan di PPK Maluku Penurunan kualitas dan produktivitas lahan, perubahan iklim (climate change), dan peningkatan jumlah penduduk merupakan isu global yang telah menimbulkan kekawatiran dunia akan terjadinya ancaman bahaya kelaparan. Ancaman tersebut meningkat intensitasnya pada wilayah kepulauan yang didominasi oleh PPK seperti Provinsi Maluku dibandingkan wilayah Kontinental seperti Pulau Jawa. Umumnya PPK di Maluku terisolasi, wilayah daratnya yang datar terbatas, dibatasi langsung oleh lautan (bahaya tsunami) dan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan adopsi teknologi. Kekhawatiran ini perlu diikuti oleh langkah-langkah yang dapat menciptakan kemandirian pangan dengan memprioritaskan produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri (Darwanto, 2008). Potensi_kerawanan pangan cukup besar bagi wilayah-wilayah kepuluan seperti di Maluku. Dengan kondisi Kepulauan, pasokan makanan dapat terputus suatu saat bila tiba-tiba cuaca menjadi tidak bersahabat. Daerah yang rentan terhadap rawan Pangan antara lain di Kebupaten Kepulauan Aru dan Maluku Barat Daya, umumnya disebabkan kemarau panjang yang tidak memungkinkan petani melalukan kegiatan tanam dan panen setahun dua kali, Musim tanam di dua daerah tersebut hanya satu kali dalam setahun, antara September dan Januari atau Pebruari. Di luar periode itu ‘merupakan musim panas yang cukup panjang dan musim angin kencang serta badai, sehingga nelayan pun sulit melaut dan arus pengangkutan sembako dengan kapal laut terganggu (BKP, 2012). Dihadapkan dengan kondisi-kondisi seperti tersebut di atas, maka membangun kemandirian pangan mutlak diperlukan untuk memperkuat kedaulatan pangan di wilayah PPK di Maluku. Se Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil ‘Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Program Pangan Pemda Maluku Untuk menjaga ketersediaan pangan di Provinsi Maluku di tahun 2012, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku menyelenggarakan tiga program, yaitu (a) Desa Mandiri Pangan, (b) Lumbung Pangan Desa, dan (c) Pengembangan Pulau Mandiri Pangan. Dengan program ini ketahanan pangan masyarakat diharapkan terjaga. Desa mandiri Pangan diprogramkan untuk desa yang tingkat kemiskinannya minimal 30%, sebagaimana survel tim Badan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku. Desa yang tergolong miskin, diberikan bantuan dana stimulus Rp. 100 juta. Dana tersebut dikelola secara ekonomis untuk menambah pendapatan masyarakat. Sedangkan program Lumbung Pangan Desa, untuk mempersiapkan stok pangan dari bahan lokal. Baik Desa Mandiri Pangan maupun Lumbung Pangan Desa diprogramkan selain menjamin ketersediaan pangan di masyarakat juga untuk perputaran ekonomi, Sementara Pulau Mandiri Pangan, sasarannya pulau-pulau Kecil dan atau gugus pulau di Maluku. Ini khusus untuk mengantisipasi kerawanan pangan jika cuaca dan musim yang buruk berakibat terhambatnya pasokan bahan makanan melalui transportasi laut. Program yang akan dikembangkan adalah dengan menjadikan PPK sebagai sentra produksi pangan lokal, di antaranya umbi-umbian, sagu, pisang, jagung, dan sukun yang dijadikan sumber karbohidrat setara dengan beras (BKP Maluku, 2012). POTENSI AREN MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN KONSERVASI LAHAN PPK ‘Sumber-sumber potensial untuk pangan dari satu wilayah ke wilayah lainnya di Indonesia, termasuk di wilayah Maluku sangat beragam dan sampai saat ini belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal. Aren merupakan komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga dinllai sangat prospektif pengembangannya di Maluku selain juga memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan perekonomian daerah, karena hampir semua bagian tanaman dapat bermanfat dan benilai ekonomi, yaitu sagu, jjuk, buah, daun, dan pelepah yang sangat bermanfaat. Potensi Ekologi Aren di Maluku Berdasarkan survey, luas tanaman aren di Maluku diperkirakan sekitar 1000 ha (Akuba, 2004), Pada umumnya, kondisi fisik lahan di berbagai wilayah Maluku adalah sesuai untuk pertumbuhan tanaman aren. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya jumlah populasi aren yang tumbuh pada beberapa pulau yang pernah diobservasi, yaitu Pulau ‘Seram, Saparua dan Ambon (Paturuhu dan Gaspersz, 2011). Pengamatan oleh Paturuhu dan Gaspersz (20111) menunjukkan bahwa kondisi fisik lahan yang paling sesuai untuk tanaman aren di Maluku adalah seperti yang ditemukan di Desa Tuhaha, Pulau Saparua. Wilayah ini berketinggian 5-250 m dpl, curah hujan 1500-3000 mm/th, tekstur tanah halus - kasar, pH 5-7, temperature udara 25-27°C, drainase balk-buruk, kedalaman tanah >100 m, dan kemiringan lereng 2-45% atau datar sampai agak curam. Pada 79 ___ Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren kondisi tersebut dilaporkan bahwa pertumbuhan vegetative tanaman aren cukup baik dari tingkat umur semai hingga tanaman dewasa produktif. Selanjutnya Paturuhu dan Gaspersz (2011) menyatakan bahwa secara umum di Maluku tanaman aren dapat tumbuh dengan baik, dimana tanaman dapat hidup secara alami dan bisa berproduksi secara terus menerus tanpa tindakan budidaya. Untuk pembentukan mahkota tanaman, dibutuhkan curah hujan antara 1200-3500 mmyth agar kelembaban tanah dapat dipertahankan (Effendi, 2010). Pengembangan tanaman aren dapat dilakukan di hampir semua Gugus Pulau yang ada di Provinsi Maluku, kecuali di Gugus Pulau XII (PPK terselatan). Di daerah-daerah tersebut kesesuaian tumbuhnya tidak memenuhi syarat, karena menurut (Leimeheriwa et al, 2002) curah hujannya di sebagian besar Pulau-pulaunya <1000 mm/th. Potensi Bagi Kemandirian Pangan Tepung Aren Sebagai Sumber Karbohidrat Seperti halnya di daerah lain, di berbagai pelosok daerah Maluku aren juga merupakan salah satu komoditas semua bagianya diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomis. Buahnya yang muda diolah menjadi kolang-kaling, sedangkan tulang daunya dimanfaatkan sebagai sapu lidi. Ijuknya dapat digunakan sebagai tal, sikat ataupun alat pembersih lainnya dan nira dari hasil sadapannya dapat diolah menjadi ccuka, gula aren dan tuak. Pati dari batang aren merupakan salah satu sumber pangan berkarbohidrat non-beras. Selain itu, tepung batang aren juga dapat diolah menjadi berbagai macam kue, mie/sohun, dan berbagai bentuk pangan olahan lainnya. Dalam rangka mendukung program nasional Diversifikasi Pangan dan program daerah Pulau Mandiri Pangan, pengembangan potensi tepung batang aren sebagai komponen ketahanan pangan sekaligus untuk tujuan konservasi lahan-lahan berlereng di Maluku memiliki arti yang cukup strategis. Florido and de Mesa (2003) melaporkan bahwa pati atau tepung aren diperoleh dari hasil ekstraksi batang tanaman aren yang sudah berusia 20 sampai 25 tahun. Ekstraksi pati biasanya dilakukan dengan cara memotong bbatang menjadi bagian yang kecil-kecil, yang selanjutnya potongan-potongan tersebut ditumbuk sampai cukup halus dan kemudian dibilas dengan air beberapa kali, lalu akhimya dijemur di bawah sinar matahari. Biasanya dari satu pohon aren akan diperoleh sebanyak 50 hingga 75 kg tepung (usia tanaman lebih dari 15 tahun). Di daerah Jawa ‘Tengah misalnya, suatu home industry tepung pati terdiri dari 100 rumah tanga yang menghasilkan 2000 kg tepung pati, hasil ektraksi 200 pohon aren per hari. Sebagai umber karbohidrat non-beras dalam rangka diversifikasi dan ketahanan pangan, tepung aren ternyata sangat potensial, Hal ini karena kandungan karbohidrat tepung aren (89.31%) melebihi kandungan karbohidrat yang terdapat dalam beras dan bahan pangan lainya (Tabel 1). Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Tabel 1, Nilai gizi aren dan beberapa bahan pangan per 100 gram verona [ss] ame | vas | ps sm] saan] came | Yeh | waa | aes} af pss | "aa are ep ee Faeyr par peas ape ip sp carta [aaa ar ap apo or aaa | waar eee a ee Le oo) aa ae | ae ea pea aT Tp a a FE oa) BR a a ware) we papa papas pp aor TTT aor poe [af ep woe aaa | aL 0 ‘Sebo “Lab Nas Teak Rane 8 oma Watnan Ter Und (2010; Ka (1552) Produksi dan produktivitas nira beragam antar daerah. Di Minahasa-Sulawesi Utara misalnya, pada areal yang homogen aren terdapat sekitar 100 pohon/ha. Kemampuan petani menyadap aren 5-10 pohon atau rata-rata 7 pohon/ha, dengan produksi nira 10-20 | nira/pohon/hari (Lay et al., 2004). Menurut Dalibard (1999), produktivitas aren sekitar 20 t gula/ha/th jauh melebihi produktivitas tebu yang menghasilkan 5-15 t gula/ha/th. Untuk membuat 1 kg gula dibutuhkan 10 liter nira (Mondoringin, 2000), sedangkan apabila akan diproduksi menjadi alkohol (70-90%), maka 10 liter nira tersebut akan menghasilkan 4-5 liter alkohol (Tolumewo, 2004). Khususnya di Maluku, nira merupakan bahan dasar pembuatan gula aren (gula merah), cuka, bahan pengganti ragi dalam pembuatan kue (bruder sageru) dan ‘sopi. Gula aren banyak ituhkan oleh kalangan industri pangan, seperti industri pembuatan dodol, bumbu masak, kecap, dll. Hal ini karena gula aren memiliki banyak keunggulan bila ddibandingkan dengan gula kelapa, yaitu dari segi aroma, warna, dan rasa gula aren yang lebiih tajam dan manis. Oleh sebab itu masyarakat masih lebih memilih pengolahan niranya saja dibandingkan pemanfaatan bagian lain dari tanaman ini. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu daerah di Provinsi Maluku yang memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha gula aren. Kapasitas produksi gula aren yang dihasilkan di Kabupaten Maluku Tengah adalah 848.252 kg/th. Kecamatan ‘Saparua merupakan penghasil gula aren terbesar di Kabupaten Maluku Tengah, dengan kapasitas produksi/th adalah 504.900 kg. Desa Tuhaha merupakan salah satu desa di Kecamatan Saparua yang sebagian penduduknya bermata pencaharian tetap sebagai pengusaha gula aren (home industry). Akan tetapi, dalam memproduksi gula aren di Desa Tuhaha, pengusaha masih mempergunakan teknologi yang sederhana dan belum memanfaatkan teknologi moderen. Produksi gula aren yang dihasilkan dengan mempergunakan tenaga kerja keluarga. Deperindag Maluku Tengah (2001) dalam Luhukay (2010) melaporkan bahwa produksi tanaman aren di daerat akibat baru 47% dari potensi tanaman yang dimanfaatkan dan pembuatan gula aren yang masih dikelola dalam skala kecil oleh rumah tangga petani dengan modal yang terbatas dan teknologi yang sederhana. Untuk pengembangan usaha industri gula aren dalam perspektif agribisnis di berbagai wilayah di Maluku, — 7 is Potens Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil i Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah, agar usaha agroindustrinya dapat berkelanjutan sebagai sumber pendapatan rumah tanga dan kesejahteraan masyarakat pengrajin gula aren setempat. Perhatian yang diperlukan berbentuk bantuan modal dan Peralatan serta pelatihan teknis dan penyuluhan serta pemasaraan, agar petani dan ppengrajin gula aren dapat meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatannya secara lestari, Selain sebagai sumber pangan, tanaman aren juga sangat potensial sebagai sumber etanol (biofuel). Penelitian menunjukkan bahwa nira aren merupakan bahan baku pembuat bioetanol (biofuel) yang paling potensial dengan produksi bioetano! 40.000 \/ha/th, mengalahkan biomassa lainnya, seperti ubi, kentang, tetes tebu, jagung, dan ssagu (Arivin, 2009; Soleh, 2009). Akan tetapi pengolahan etanol untuk bahan bakar (biofuel) umumnya dilakukan oleh industri skala menengah-besar dengan peralatan spesifik, sistem proses terkontrol, keterampilan profesional, dan membutuhkan investasi yang cukup besar pula (Lay, 2009), sehingga belum dikenal masyarakat petani dan Pengrajin nira aren di Maluku pada umumnya, Tepung Aren Sebagai Pangan Organik ‘Atas dasar pertimbangan nilai-nilai kesehatan dan kepeduliann terhadap lingkungan hhidup, belakangan ini membuat banyak orang lebih suka mengkonsumsi pangan organik. Beberapa alasan yang mendasari keputusan tersebut, antara lain: (1) karena ingin berhenti mengkonsumsi bahan-bahan kimia, (2) melindungi generasi muda (anak) kita, (3) rasa pangan organik lebih balk bahkan mungkin lebih enak, (4) mendukung petani Kecillokal, (5) melindungi kualitas air dan udara, (6) mencegah erosi tanah, (7) ‘melindungi kesehatan, (8) hemat energi, (9) mempromosikan keanekaragaman hayati, (10) harganya relatif tidak mahal, dan (11) bebas dari bahan-bahan hasil rekayasan genetik (Sudrajat dan Surahman, 2007). Pangan organik adalah pangan yang ditumbuhkan dengan bahan organik (organical grown) atau yang diproduksi dari bahan-bahan organik (organical produced) (Astawan, 2010). Selanjutnya Papilaya (2008) menyatakan bahwa pangan organik dalam arti luas adalah pangan yang memenuhi pedoman persyaratan internasional, misalnya tidak menggunakan bibit GMO (Genetic Modified Organism) dan teknologi iradiasi untuk mengawetkan produk. Berdasarkan pengertian pangan organik tersebut, maka tepung aren merupakan pangan organik karena proses produksi (budidaya) dilakukan secara organik tanpa penggunaan pupuk dan pestisida, demikian juga dalam proses engolahan hasil dilakukan tanpa penggunaan bahan kimia, Potensi Aren Untuk Konservasi Lahan Pemerintah sudah sejak lama memberikan perhatian khusus terhadap pentingnya peranan tanaman aren dalam fungsi konservasi. Sejak tahun 1987/88 telah dimulai suatu. program oleh Departemen Kehutanan yang memanfaatkan tanaman aren sebagai tanaman hutan kemasyarakatan (social forestry), yang berperan sebagai zona Penyangga dan sebagai tanaman penghijauan di lahan-lahan yang berjurang, bertebing ae Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil i Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren dan daerah aliran sungai (Ardi, 2004), Pentingnya peranan tanaman aren untuk fungsi- fungsi konservasi lahan dan air tersebut berkaitan dengan sifat perakarannya. Akar aren dikenal sangat kuat karena cukup dalam dan lebar menyebar pada lapisan-lapisan tanah. Alam dan Baco (2004) melaporkan bahwa tanaman aren memiliki perakaran yang dalam 10-30 m, sehingga memiliki daya cengkeraman yang kuat di dalam tanah. Selanjutnya menurut Mogea et al. (1991), sistem perakaran aren sangat dalam hingga mencapai kedalaman (vertikal) 15 m dengan lebar (horizontal atau menyamping) mencapai 10 m. Dengan sistem perakaran yang cukup kokoh dan sangat panjang tersebut dapat memberikan kestabilan pada tanah. Hal ini terbukti pada saat terjadi banjir pada akhir tahun 2000 di Minahasa Selatan, dimana pada tebing-tebing tanpa vegetasi pohon aren _mengalami longsor yang parah. Sebaliknya pada tebing yang terdapat vegetasi pohon aren, sama sekali tidak terjadi longsor (Maramis, 2008). Selain itu sistem perakaran yang demikian juga merupakan alat transportasi mineral dan zat hara atau pemompa hara dari lapisan yang lebih dalam ke permukaan tanah menjadi hara-hara yang tersedia bagi tanaman disekitarnya. Tanaman aren tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1.400 m dm, mulai dari puncak gunung sampai dengan lembah-lembah (Alam dan Baco, 2004). Sistem tanam yang mengikuti kontur atau ketinggian tanah, terutama pada bibir-bibir jurang dalam ola agroforestri dengan memanfaatkan tanaman aren, tampaknya merupakan alternatif, ‘model konservasi yang layak dikembangkan di berbagai wilayah PPK yang ada di Maluku, ‘mengingat sebagian besar lahannya berbukit dengan kelerengan yang cukup tajam. AGROFORESTRI BERBASIS AREN: ALTERNATIF MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN PPK DI MALUKU Definisi Agroforestri Menurut definisi King dan Chandler (1978), agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman (termasuk tanaman pohon- pohonan) dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, serta menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat. Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestri dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, yang arti sederhananya adalah menanam epohonan di lahan pertanian. Adapun tujuan dari program agroforestri adalah unuk meningkatkan kesejahteraan petani, terutama yang di sekitar hutan, Program-program agroforestri diarahkan pada peningkatan dan pelestarian produktivitas sumber daya, yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat (Anonim, 1992). Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, tanaman pertanian, ternak) ataupun interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya. De Foresta dan Michon (1997) mengelompokkan agroforestri menjadi dua sistem, yaitu (i) sistem agroforestri sederhana, dan (ii) sistem agroforestri kompleks. Sistem 2 a es - Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecll i Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam ssecara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim, Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Adapun jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, mulai dari Komoditas yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petal, jati dan mahoni, atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Komoditas tanaman semusim umumnya tanaman pangan, yaitu padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur- sayuran dan rerumputan. Sedangkan sistem agroforestri Kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (ana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar. Ciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder (Hairiah et al. 2003). Agroforestri_memiliki tiga komponen pokok, yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan (Hairiah et al, 2003). Berdasarkan kombinasi Komponen tersebut, agroforestri dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu (i) Agrisilvikultur, kombinasi antara Komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian, (ii) Silvopastura, kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan, dan (il) Agrosilvopastura, kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan. Keunggulan Agroforestr} Dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya, penggunaan lahan dengan sistem agroforestri memilki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Produktivitas: Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa produksi total dari sistem agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem monokultur. ‘Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya. 2. Diversitas: Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih dari sistem agroforestri menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi, baik dari aspek produksi maupun jasa. Dengan demikian dari sisi ekonomi sistem agroforestri dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari sisi ekologi sistem ini dapat menghindarkan kegagalan panen total, seperti halnya yang dapat terjaddi pada penanaman satu jenis saja (monokuttur).. 3. Kemandirian: Adanya diversifikasi horizontal yang tinggi dari komoditas dalam ‘agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan petani serta dapat melepaskan ketergantungan terhadap berbagal produk dari luar. otens Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbesis Aren : Praktek agroforestri yang terrbukti memilki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang yang berkelanjutan, sehingga dapat pua menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani. ‘Aspek lain yang cukup penting adalah bahwa dengan menerapkan pola agroforestri, maka kesuburan tanah akan meningkat. Hal ini terjadi karena sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, ‘meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan run off serta erosi. Sehingga sistem agroforestri dapat mempertahankan manfaat-manfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan memaksimalkan keuntungan keseluruhan dari lahan sekaligus mengkonservasinya. ‘Ada empat keuntungan terhadap tanah yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah: (1) memperbaiki kesuburan tanah, (2) menekan terjadinya erosi (3) mencegah perkembangan hama dan penyakit, (4) menekan populasi guima. Peran utama agroforestri dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui empat mekanisme: (1) mempertahankan kandungan bahan organik tanah, (2) mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah, (3) menambah N dari hasil enambatan N bebas dari udara, (4) memperbaiki sifatfisik tanah (Suprayogo et al, 2003). Agroforestri Berbasis Aren Sebagai Alternatif Ali fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banji, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih fungsi lahan tersebut dan sekaligus untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan. Dalam pemilihan jenis tanaman pada suatu system agroforestr, faktor-faktor yang peru diperhatikan adalah antara lain: (i). tujuan penanaman, (i). jenis potensial dan tersedia, dan (i). jenis yang bisa tumbuh dilokasi (Suryanto etal, 2005). Aren merupakan tanaman serbaguna yang dapat diandalkan sebagai tanaman utama yang cipilih untuk dikembangkan dalam pola agroforestri di PPK Maluku. Selain dapat diharapkan sebagai ‘sumber karbohidrat non-beras, juga dapat befungsi sebagai tanaman konservas! lahan- lahan dengan kondisi biofisk di PPK Maluku yang umumnya memiliki kemiringan yang tinggi, berbatu atau berpasir, sehingga sering terjadi erosi dan longsoran pada saat musim hujan pada tanah-tanah yang kurang bervegetasi. 5 RE Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil i Maluku: Peran Agroforestti Berbasis Aren ‘Gambar 1. Aren sebagai tanaman utara pada altematf pola tanam agroforestn dengan kombinasitanaman pangan atau lainnya untuk lahan bertopogra anda (pessir) Pada daerah pesisir, pengembangan pola tanam agroforestri sangat bergantung pada keberadaan tanah alluvial di dataran rendahnya. Kawasan alluvial ini mempunyai otensi untuk pengembangan silvofishery, dengan budidaya ikan air tawar atau bandeng. ‘Tanaman bakau (Rhizophora sp.) dapat berperan sebagai penguat tambak atau tempat bertelur Kepiting dan ikan (Desaku Hijau, 2010). Sedangkan tanaman aren ditanam pada kawesan pantai yang dipadukan dengan tanaman pangan lain, yeitu: padi gogo, jagung, ‘umbi-umbian (ubi alar, keladi dan ubi kayu), pisang, dan kacang-kacengan, Pada daerah berlereng, sistem penanaman agroforestri dapat menggunakan Sistem Sloping Agricultural Land Technology (SALT), suatu bentuk Alley Cropping (tanaman lorong). Pola tanam sistem SALT telah terbukti sangat berperan dalam konservasi tanah dan air, serta produksi hasil pertaniannya terutama di daerah berlereng. Pada sistem ini, enggunaan mulsa kacang-kacangan, misalnya lamtoro (Leucaena leucocephala) dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pendapatan petani, sedangkan bahaya erosi dapat diperkecil (Watson and Laquihon, 1985; Irwanto, 2008). Gambar 2. Aren sebagai tanaman pokok pada alteratif pola tanam agroforestl dengan ombinasitanaman pangan atau lainnya untuk lahan topogra berbukit (berlereng) Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil 'Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Pokok-pokok aturan dalam penyelenggaraan SALT adalah sebagai berikut: Penanaman lamtoro dua baris pada tanah yang telah diolah secara baik, dengan antara 0,5 meter. Setelah tingginya 3 - 4 m dipangkas satu meter di atas tanah. Daun dan ranting lamtoro diletakkan di bawah tanaman aren atau areal/lajur tanaman pangan. Jarak barisan tanaman lamtoro 4 - 6 m, tergantung pada kemiringan lahan. ‘Tanaman aren ditanam bersamaan dengan lamtoro dengan cara cemplongan, jarak 4-7m. 4, Tanaman pangan dimulai setelah batang lamtoro sebesar jari. Pengolahan tanah untuk tanaman pangan dilakukan pada lajur/ lorong yang berselang-seling dengan fajur tanaman aren atau lajur yang tidak diolah. Jenis tanaman pangan yang dapat dikembangkan adalah padi gogo, jagung, umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, ubi jalar,talas, keladi, garut, gumbili, gadung, ll.) pisang, kacang kedelai, dan kacang tanah. Di Maluku agroforestri telah lama dikenal oleh masyarakat dengan nama lokal dusun. Di Pulau Seram dan Ambon dijumpai model agroforestri tanaman campuran. Model ini didominasi oleh tanaman pepohonan seperti kelapa (Cocos nucifera), cengkeh (Syzigium aromaticum), dan pala, atau tanaman buah-buahan. Tanaman buah- buahan yang terdapat dalam dusun, antara lain durian (Durio zibethinus), langsat (Lansium domesticum), gandaria (Borrea macrophylla), Kweni (Mangifera odorata), mangga (Mangifera indica), rambutan (Nephelium lappaceum), dan kenari (Canarium commune). Tanaman campuran lain berupa jenis-jenis bambu, beberapa jJenis kayu, aren, kemiri, pinang, dll. Sedangkan model agroforestri yang dijumpat di Pulau Banda adalah kenari dan pala. Pada strata teratas berupa kenari (Canarium commune) dan strata kedua adalah pala (Myristica fragrans). Meskipun keduanya mendominasi, namun juga terdapat cengkeh (Syzigium aromaticum), melinjo (Gnetum gnemon) dan beberapa tanaman lainnya. Akan tetapi sampai saat ini model agroforestri yang berbasis tanaman aren belum dijumpai di Maluku, Berdasakan pertimbangan keunggulan komparatifnya, alternatif model ini patut dikaji lebih lanjut pemanfaatannya di PPK Maluku. PELUANG DAN TANTANGAN PEMANFAATAN Peluang Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih _kepentingan berikut, yaitu: a) konservasi, b) pendidikan dan pelatihan, c) penelitian dan pengembangan, d) budidaya laut, e) pariwisata, f) usaha dan industri perikanan secara lestari, 9) pertanian organik, dan h) peternakan, sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan. Dalam rangka mendukung program kemandirian pangan PPK di Provinsi Maluku, penggunaan pola agroforestri berbasis tanaman aren sebagal alternatif model bagi Program Peningkatan Kapasitas Produksi Pangan memiliki arti yang cukup strategis. Pengembangan model alternatif tersebut dapat dilakukan di Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aron hampir semua gugus Pulau yang ada, kecuali beberapa PPK di Pulau di Gugus Pulau XIT (Pulau-Pulau Terselatan). Hal ini Karena di daerah tersebut tidak memenuhi syarat kesesuaian tumbuh tanaman aren karena curah hujannya < 1000 mm/th (Leimeheriwa et al, 2002), di bawah kebutuhan untuk pembentukan mahkota tanaman, yaitu antara 1200-3500 mm/th (Effendi, 2010). Pemilihan aren sebagai tanaman utama dalam model agroforestr ini berdasarkan Pertimbangan beberapa keunggulan komparatif, yaitu merupakan sumber karbohidrat non-beras memiliki kandungan Karbohidrat yang sangat tinggi (89,31%), melebihi kandungan karbohidrat yang terdapat dalam beras dan bahan pangan lainnya. Selain itu, model ini juga memiliki fungsi ekologis (konservasi) pada areal-areal yang telah teridentifkasi sebagai rawan longsor. Bencana longsor tidak hanya menyebabkan kerusakan lahan-lahan pertanian secara fisik dan kerugian material lainnya, tetapi juga ‘menimbulkan korban jiwa. Menurut Burhanuddin (2005), produk-produk tanaman aren, terutama produk gula aren (gula semut) yang paling besar nilai ekonomisnya, sangat dibutuhkan oleh pasar internasional, dengan tujuan ekspor antara lain ke Jepang, AS dan negara-negara di Eropa. Gula aren dari Indonesia diminati oleh konsumen di pasar manca negara karena memilki kandungan dan aroma yang berbeda dengan produksi dari negara lain. Selanjutnya menurut Effendi (1999), produk gula aren juga berpotensi menjadi komoditas substitusi gula pasir guna menekan ketergantungan terhadap impor gula, Hal ini mengingat besarnya potensi aren sebagai penghasil gula yang lebih tinggi dibandingkan tebu per satuan luas lahan, dimana produksi gula yang dapat dihasilkan tanaman aren 2,4 kali lebih besar di bandingkan tanaman tebu. Melihat potensi pasar baik pasar regional, nasional maupun internasional yang cukup besar tersedia bagi produk gula aren, maka dari nilai ekonomi tampaknya produk gula aren sampai saat ini lebih layak untuk terus dikembangkan dibandingkan produk tanaman aren lainnya, melalui model agroforestri di PPK Maluku yang diusahakan oleh masyarakat petani setempat. Apalagi Kondisi lahan dan iklim di sebagian besar wilayah PPK di Maluku ‘memenuhi syarat kesesuaian tumbuh untuk tanaman aren, sehingga budidayanya tidak memerlukan masukan (input) produksi yang tinggi. Pengembangan model alternatif tersebut dalam kerangka agribisnis aren, dapat diharapkan juga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan bersifat partisipatif bagi masyarakat luas, sehingga ‘akan mengurangi tingkat pengangguran di daerah dan meningkatkan perekonomian wilayah. Sedangkan pengembangan potensi tanaman aren di PPK Maluku untuk biofuel tampaknya untuk saat ini masih Kurang sesuai, mengingat industrinya yang memerlukan peralatan spesifk, sistem proses terkontrol, keterampilan profesional yang belum dikuasai oleh masyarakat petani di sana, Tantangan Pengembangan model agroforestri berbasis aren di PPK Maluku hendakya dilakukan oleh petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani dengan dukungan dan pendampingan dari pemerintah daerah, instansi teknis dan pemangku kepentingan lainnya termasuk lembaga Keuangan untuk mendukung permodalan dan pemasaran. 'Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Dibutuhkan upaya-upaya percepatan diseminasi inovasi teknologi yang dibutuhkan una meningkatkan kapasitas sumber daya petugas dan petani aren. Pada tahap awal dibutuhkan langkah validasi model melalui percontohan-percontohan (pilot projects) yang melibatkan semua pihak tersebut yang mengaplikasikan inovasi-inovasi teknologi tepat guna dalam perspektif agribisnis pedesaan yang berwawasan lingkungan, serta kajian skala produksi dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk setiap unit produksi di PPK, yang disesuaikan dengan potensi pasar yang ada dengan tetap mempertimbangkan bahwa pemanfaatan PPK hendaknya tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungannya sendiri. KESIMPULAN DAN SARAN Potensi kerawanan pangan cukup besar bagi wilayah-wilayah kepulauan seperti di Maluku karena pasokan pangan melalui transportasi laut dapat terputus akibat cuaca buruk dan musim kemmarau yang berkepanjangan. Perlu dibangun suatu kemampuan produksi pangan di PPK yang berpenghuni, yang dapat menjamin ketersediaan pangan masyarakat setempat guna mengantisipasi kerawanan pangan akibat terhambatnya pasokan bahan makanan selama cuaca dan musim yang buruk tersebut. Sebagian besar lahan PPK di Provinsi Maluku memiliki topografiberbukit. Selain itu tanahnya berbahan induk batu kapur yang terletak di atas endapan laut, menyebabkan tanah-tanah di berbagai tempat di Maluku tergolong tidak stabil atau rentan erosi dan longsor. Guna menjamin kelestarian penggunaannya, diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Untuk mewujudkan kemandirian pangan PPK di Provinsi Maluku, pengembangan pola agroforestri berbasis tanaman aren patut dipertimbangkan sebagai alternatif model dalam Program Peningkatan Kapasitas Produksi Pangan karena memliki arti yang ‘cukup strategis. Hal ini terkait dengan beberapa keunggulan komparatif dari pemilihan tanaman aren, yaitu sebagai sumber karbohidrat non-beras memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Selain itu, model ini juga memiliki fungsi ekologis (konservasi) pada areal-areal yang telah teridentifikasi sebagai rawan longsor yang menyebabkan bencana yang tidak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga menimbulkan korban jiwa, Dari aspek ekonomi, produk-produk yang dihasilkan tanaman aren sangat beragam. Gula aren memiliki nilal ekonomi yang paling besar. Produk gula aren tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat lokal, tetapi juga dapat dijual antar pulau karena banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan ekspor. Kajian-kajian yang menyeluruh periu dilakukan terhadap berbagai inovasi teknologi dan kelembagaan yang dapat diaplikasikan dari hulu sampai ili, serta_kebijakan-kebijakan untuk mendukung pengembangan model agroforestri alternatif tersebut. Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren DAFTAR PUSTAKA. Adrianto L. 2005. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan (Sustainable Small Islands Development And Management). Working Paper. Pusat ajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. Akuba, R.H. 2004, Profil Aren. Pengembangan Tanaman Aren. Prosiding Seminar ‘Nasional Aren. Tondano, 9 Juni 2004. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Hal 1-9, ‘Alam, S. dan D. Baco. 2004. Peluang Pengembangan dan Pemanfaatan Tanamarj Aren di Sulawesi Selatan. Pengembangan Tanaman Aren. Prosiding Seminar Nasional Aren, Tondano. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, 9 Juni 2004, Hal.15-21. Anonim, 1992. Agroforestri, Manual Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Ardi, H. 2004. Tantangan dan Peluang Pengembangan Aren di Provinsi Kalimantan ‘Tengah. Pengembangan Tanaman Aren. Prosiding Seminar Nasional Aren, Tondano, 9 Juni 2004, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Hal. 44-57. Astawan, M. 2008, Makanan organik lebih sehat ? http://www.tabloidnova.com (diakses tanggal 14 September 2012). Badan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku. 2012. Petunjuk Teknis Pulau Mandiri Pangan. 24 hal. Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Maluku, 2011. Potensi Investassi Provinsi Maluku. (diakses tanggal 22 Juli 2013). Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. 2011. Maluku dalam Angka, BPS Maluku. Bappeda Provinsi Maluku. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun 2007 - 2027. Bappeda Provinsi Maluku. Ambon, Bengen D.G. dan Retraubun, A. 2006. Menguak realitas dan urgensi pengelolaan berbasis. ‘eko-sosio sistem pulau-pulau kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut. Bogor. Briguglio, L. 1995. Small Island State and Their Economic Vulnerabilities. World Development, 23: 1615-1623. Dalibard, C. 1999. Overal view on the tradition of tapping palm trees and prospects for animal production. Livestock research for rural development, 11 (1): 61-81. Devnita, R. 2009. Mineralogical Characteristics and The Pedogenetic Processes of Soils (on Coral Reefs in Ambon. Jumal Geologi Indonesia, 4 (1): 19-29, De Foresta, H. and G. Michon, 1997. The agroforest alternative to Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestri Systems. Published by ICRAF, ORSTOM, CIRAD-CP and the Ford Foundation, Departemen Pertanian. 2009. Road Map. Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Ikiim. Departemen Pertanian. Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil i Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Desaku Hijau. 2011. Bagaimana melakukan wanatani di wilayah pesisir atau kepulauan? http: //desakuhijau.org/bagaimana-melakukan-wanatani-di-wilayah-pesisir-atau- kepulauan (diakses tanggal 22 Juli 2013). Djaenudin D,, Sulaiman, ¥, dan Abdurachman, A. 2002. Pendekatan Pewilayahan Komoditass Pertaniian Menurut Pedo-Agrokiimat di Kawassan Timur Indonesia, Jurnal Litbang Pertanian, 21(1): 1-10. Florido, H.B and de Mesa, P.B. 2003. Sugar palm (Arenga pinnata (Wurmb.). Research information series on ecosystems, 15 (2). 7 p. Hairiah, K., M. A. Sardjono, dan S. Sabarnurdin, 2003. Pengantar Agroforestri. Indonesia World Agroforestri Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia. Haryono. 2011. Sinergi Badan Litbang Pertanian dan BMKG Dalam Percepatan Arus Informasi Iklim Untuk Pertanian. Workshop Sinergi Badan Litbang Pertanian dan BMKG dalam Percepatan Arus Informasi Iklim. Jakarta, 4 Maret 2011. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. Huliselan, N.V, 2007. Penataan Ruang Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil di Provinsi Maluku. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku. Ambon. Idjudin, A.A, Soelaeman, Y,, IFX. Felnditi. 2012. Tanggapan limiah Terhadap Kegiatan Penebangan Kayu hutan alam Pulau Yamdena. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional X Himpunan Iimu Tanah Indonesia (HITT): Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas. Surakarta, 6-8 Desember 2011. Surakarta: Jurusan Iimu Tanah Fakultas Pertanian UNS. Hal. 478-487. Irwanto. 2008. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri. www. irwantoshut. com (diakses tanggal 22 Juli 2013), Kam, N. 0. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 53 p. king, K.FS. and Chandler, M.T. 1978. The Wasted Lands. The Program of Work of the International Council for Research in Agroforestri (ICRAF) Nairobi. Kompas. 2013. Bendung Alam. Warga Belum Mengungsi. Sabtu, 20 Juli 2013. www. kompasprint.com (diakses pada 22 Juli 2013). Laboratorium Nutrisi Teriak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2010. Komposisi ‘Kimia Tepung Aren. Fakultas Peternakan Iniversitas Padjadjaran, Sumedang. Lay, A,, R.T.P. Hutapea., J. Tuyuwle, 3.0. Sondakh, dan A. Polakitan, 2004. Pengembangan komoditas aren di daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Aren di Tondano, 9 Juni 2004, Hal. 83-106. Lay, A. 2009. Rekayasa teknologi alat pengolahan bioetanol dari nira aren. Buletin Palma, (37): 100-113. Leimeheriwa, S, C. Ufie, dan Ch.Leiwakabessy. 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Kepulauan’ Maluku Berdasarkan Pendekatan Iklim: Suatu tinjauan terhadap kawasan-kawasan Sentra Produksi Tanaman di Provinsi Maluku. Jurnal Pertanian Kepulauan, 1(2): 96-105. 191, Potens! Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil 555 Di Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Luhukay. J.M, 2010. Profil Wanita Pembuat Gula Aren Sebagai Penafkah Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Tuhaha Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku). Jumnal Agroforestri, 5(3): 221-227. Maramis, F. 2008. Proyek Terpadu: Penanaman Massal Pohon Seho Di Tanah Toar ‘Lumimuut Minahasaraya Serta Menjadikan Danau Tondano "Galilea In Minahasa” [tethubung berkala]_http://arenindonesia.wordpress.com/proyek-aren/_(diakses pada 14 September 2012). Mogea, J, Seibert, B. and Smits W. 1991. Multipurpose palms: the sugar palm. Agroforestri Systems 13: 111-129. Mondoringin, S.G.0. 2000. Analisis biaya produksi pada industri rumah tangga gula aren di Kecamatan Tareran Minahasa. Skripsi-S1 pada Fakultas Pertanian Universitas ‘Sam Ratulangi. Manado. Papilaya, E.C. 2008. Mewujudkan ketahanan pangan organik berbasis nilai kearifan sagu. Di dalam: Alfons, J.B,, €. Papilaya, J.. Salamena, M.P. Sirappa, S.Th. Raharjo, W. Girzang, dan M.LJ. Titahena (eds.). Hal: 161-169. Prosiding Seminar Nasional ‘Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan, Ambon, 29-30 Oktober 2007. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Puturuhu, F. dan E. J. Gaspersz. 2011. Kondisi Fisik Lahan Tanaman Aren (Arenga pinnata) Berdasarkan Zona Agroklimat di Maluku. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional X Himpunan Iimu Tanah Indonesia (HITI): Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas, Surakarta, 6-8 Desember 2011. Surakarta: Jurusan Timu Tanah Fakultas Pertanian UNS. Hal. 954-960. Ralahalu, KA. 2007. Manajemen Pembangunan Provinsi Maluku sebagai Provinsi Kepulauan Dengan Berbasis Kearifan (Budaya). Seminar Sehari Dalam Rangka Dies Natalis Ke-44 dan Wisuda Sarjana I Tahun 2007 Universitas Pattimura Ambon, 16 April 2007. Ambon: Kantor Pemerintah Provinsi Maluku. Sudrajat_ dan Surahman, M. 2007. Good Farmings Practices Dalam Rangka Menghasikan Produk Pangan Bermutu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprayogo, D,, K. Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo, dan M. Noordwijk, 2003. Peran ‘Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia World Agroforestri Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia. Suryana, A. 2008. Menelisik ketahanan pangan, kebijakan pangan, dan swasembada beras. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1 (1): 1-16. Suryanto, P,, Budiadi dan S. Sabarnurdin, 2005. Agroforestri (Bahan Ajar). Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Talumewo, D. 2004. Analisis tingkat Keuntungan usaha tuak di Desa Atep, Kecamatan Langowan Timur Minahasa. Skripsi-S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado. =i Potensi Penyediaan Pangan Dan Konservasi Lahan Pulau-Pulau Kecil Bi Maluku: Peran Agroforestri Berbasis Aren Titaley, P.A. 2006. Kebijakan Revitalisasi Pertanian di Maluku. Makalah disampaikan pada Lokakarya Sagu Dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku” . Kerjasama Universitas Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Maluku dan BPTP Maluku. Ambon 29-31 Mei 2006. Watson, H.R. and Laquihon, W.A. 1985. Sloping Agricultural Land Technology (SALT) ‘as developed by the Mindanao Baptist Rural Life Center. Paper presented at the Workshop on Site Protection and Amelioration, Institute of Forest Conservation of the University of the Philippines, Los Banos, Philippines. Withington, D., MacDicken, K.G., Sastry, C.B., and Adams, N.R. 1988. Arenga pinata: a palm of agroforestri. Proceedings International Workshop Multipurpose Tree Species for Small-Farm Use. Pattaya, Thailand. 2-5 November 1987. Winrock International. International Development Research Centre, Ottawa (Canada). FAO, Roma (Italia). Regional Office for Asia and the Pacific. 281 p. 133

You might also like