You are on page 1of 18

PENILAIAN GCS PADA NEONATUS

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata
(Eye), bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat
(score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya. 1,2

Penilaian GCS pada bayi / anak

Eye (Respon membuka Mata)


(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon
Verbal (bicara)
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan)
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E


VM Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3 1,2

FARMAKOLOGI AMPICILLIN

1
Ampicilin (ampicillin) adalah antibiotik golongan beta laktam termasuk keluarga
penisillinum yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun
gram positif. ampisilin (ampicillin) adalah bakteriocidal yang bekerja dengan cara
menghambat secara irreversibel aktivitas enzim transpeptidase yang dibutuhkan untuk
sintesis dinding sel bakteri. Secara spesifik ampisilin (ampicillin) menghambat tahap tiga-
tahap akhir dari proses sintesis dinding sel bakteri yang merupakan awal dari kehancuran sel
bakteri tersebut. 3

INDIKASI
Kegunaan ampisilin (ampicillin) adalah untuk mengobati infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang peka terhadap ampisilin (ampicillin) seperti infeksi saluran nafas :
otitis media akut, faringitis yang disebabkan streptococcus, faringitis, sinusitis.
Ampisilin (ampicillin) adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan infeksi-
infeksi yang disebabkan enterococcus seperti endocarditis dan meningitis.
Ampisilin (ampicillin) digunakan juga untuk pengobatan gonorrhoea, infeksi kulit dan
jaringan lunak, Infeksi saluran kemih, infeksi Salmonella dan shigela .
Selengkapnya lihat pada dosis.

KONTRA INDIKASI

Penggunaan antibiotik ampisilin (ampicillin) harus dihindari pada pasien hipersensitifitas


pada ampisilin (ampicillin) dan antibiotika bata laktam lainnya seperti penicillin dan
cephalosporin.

EFEK SAMPING
kebanyakan efek samping ampisilin (ampicillin) yang muncul adalah mual, muntah,
ruam kulit, dan antibiotik kolitis.
Efek samping yang jarang seperti angioedema dan Clostridium difficile diarrhea.
Perawatan medis harus segera diberikan jika tanda-tanda pertama dari efek samping
muncul karena jika seseorang mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap
ampisilin (ampicillin), dapat mengalami shock anafilaktik yang bisa berakibat fatal.

PERHATIAN
Hati-hati memberikan ampisilin (ampicillin) pada penderita dengan fungsi hati dan
ginjal yang rusak terutama pada pemakaian obat dalam jangka waktu panjang.
Hentikan pemakaian ampisilin (ampicillin) jika terjadi super infeksi yang biasanya
terjadi pada saluran pencernaan (umumnya disebabkan Enterobacter, Pseudomonas,
S.aureus Candida)
Antibiotik golongan penicillin termasuk ampisilin (ampicillin) telah diketahui ikut
keluar bersama air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, jika ampisilin (ampicillin) digunakan
untuk ibu menyusui, perlu dikonsultasikan dengan dokter. Untuk menghindari efek
sensitivitas ampisilin (ampicillin) terhadap bayi, penggunaan antibiotik ini harus
dilakukan dengan jarak yang cukup dengan saat menyusui.

2
TOLERANSI
Terhadap Kehamilan

Penelitian pada reproduksi hewan tidak menunjukkan resiko pemakaian


ampisilin (ampicillin) pada janin dan tidak ada studi yang memadai dan terkendali
dengan baik pada wanita hamil / Penelitian pada hewan telah menunjukkan efek buruk ,
namun studi yang memadai dan terkendali dengan baik pada ibu hamil tidak
menunjukkan resiko untuk janin pada trimester berapapun. Data keamanan penggunaan
pada ibu hamil belum ada sehingga CDC (center for disease controle and prevention)
memasukannya pada Kelas faktor risiko B.

Terhadap Ibu Menyususi : CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena


amoksisilin terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin
dapat menyebabkan respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan
selama menggunakan obat ini pada ibu menyusui.

Terhadap Anak-anak : Data tentang keamanan masih establish

Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran : Hematologi dan


hepar.

INTERAKSI OBAT
ampisilin (ampicillin) jika diberikan bersamaan dengan allopurinol dapat
meningkatkan reaksi hipersensitivitas.
obat antikoagulan warfarin dan obat probenezid dapat meningkatkan kadar ampicillin
dalam plasma sehingga meningkatkan efek farmakologi ampicillin.
ampisilin (ampicillin) dapat menurunkan efektivitas obat kontrasepsi oral.

DOSIS AMPICILLIN

ampisilin (ampicillin) diberikan dengan dosis sebagai berikut :

Dosis ampisilin pada bayi dan anak:

Infeksi ringan sedang:

I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam. (maksimal:2-4
g/hari).

Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal: 2-4 g/hari)

3
Infeksi berat/mengitis:

I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal; 6-12
g/hari).
Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus: 50
mg/kg digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI:
pasien resiko tinggi: 50 mg/kg (maksimal 2 g) digunakan 30 menit sebelum
penerapan protokol. Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan 30 menit sebelum
prosedur operasi. 3

FARMAKOLOGI CHLORAMFENICOL

Chloramphenicol (kloramfenikol) adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas


bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas anti bakterinya dengan
menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan
langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri
aerob gram-positif, termasuk S. pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif,
termasuk H. influenzae, N. meningitidis, Salmonella, P. mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps.
cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan Shigella. 3,4

INDIKASI

Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan


salmonelosis lainnya.
Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.
Meningitis bakterialis.
Abses otak.
Granuloma inguinale.
Gas gangrene.
Whipples disease.
Gastroenteritis berat

KONTRAINDIKASI
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau
untuk mencegah infeksi ringan.
Wanita hamil dan menyusui.
Penderita depresi sumsum tulang atau diskrasia darah.

DOSIS DAN ATURAN PAKAI


Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu : 50 mg/kg BB sehari
dalam dosis terbagi 3 4.

4
Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu : 25 mg/kg BB sehari dalam
dosis terbagi 4.

Kloramfenikol sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong, yaitu 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan.

EFEK SAMPING
Gangguan saluran pencernaan, perdarahan saluran pencernaan,
Diskrasia darah,
Neurotoksik : neuritis optic dan perifer,
Hemolisis pada penderita defisiensi G6PD,
Sakit kepala,
Ensefalopati, kejang, delirium, depresi mental.
Reaksi hipersensitivitas / alergi seperti kemerahan kulit, demam, angioedema.
Efek samping yang berpotensi fatal : supresi sumsum tulang dan anemia aplastik
ireversibel, neutropenia, trombositopenia, grey baby syndrome, dan anafilaksis
(jarang).

INTERAKSI OBAT
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital,
tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.
Mengurangi efektivitas kontrasepsi oral.
Mengurangi efektivitas suplemen zat besi dan vitamin B12 pada terapi anemia.
Meningkatkan efek antikoagulan oral, antidiabetes oral, dan fenitoin.

PERINGATAN DAN PERHATIAN


Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan pemeriksaan hematologi secara
berkala.
Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal, bayi prematur dan bayi
yang baru lahir.
Penggunaan kloramfenikol dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumbuhnya
mikroorganisme yang tidak sensitif termasuk jamur. 3,4

5
TANDA DEHIDRASI PADA NEONATUS

Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu:

1. Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan).
2. Dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan)
3. Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). 5,6,7

Kondisi dehidrasi pada bayi dibagi menjadi tiga, dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
Berikut ciri-cirinya:

1. Dehidrasi ringan
a. Menangis tanpa air mata
Pada umumnya bayi menangis disertai air mata. Segera waspadai bila ia menangis
tetapi air matanya tidak kunjung keluar.
b. Mulut dan bibir kering
Kekurangan cairan akan membuat hampir seluruh tubuh menjadi kering. Yang terlihat
jelas adalah bagian mulut dan bibir yang kering.
c. Turun berat badan
Karena sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seharusnya berat badan
(BB) bayi terus meningkat. Namun jika yang terjadi malah sebaliknya, waspadalah. Tanda
dari gejala dehidrasi ringan yaitu BB bayi turun sampai 5 persen BB asalnya.

2. Dehidrasi sedang
a. Ubun-ubun cekung
Patokan lain untuk mengenali dehidrasi pada bayi adalah dengan melihat ubun-
ubunnya. Bila cekung, padahal sebelumnya normal-normal saja dan saat itu bayi sedang
diare, mungkin ia sedang mengalami dehidrasi.
b. Jarang buang air kecil (BAK)
Frekuensi BAK bayi cukup banyak, yakni di atas 3 cc/kg BB setiap jamnya. Namun
bayi yang mengalami dehidrasi akan jarang mengeluarkan air seni. Popok bayi kering selama
lebih dari beberapa jam dan tentu tidak boleh kering selama lebih dari 5 atau 6 jam. Hal ini
dapat terjadi bila bayi dehidrasi karena tubuhnya menggunakan sedikit cairan yang diminum
dan juga hanya mengeluarkan sedikit cairan. Bilapun BAK, air seni yang keluar sangat
sedikit dan berwarna gelap. Frekuensi BAK dapat dilihat pula dari berapa sering bayi ganti
popok. Setelah hari pertama atau kedua, 6-8 popok basah (5-6 popok sekali pakai, meskipun
bisa jadi sulit menentukan basahnya pada popok ini) dan 2-5 kali buang air besar setiap 24
jam berarti bayi cukup disusui. Apabila bayi usia 3 atau 4 hari tidak buang air.
c. Mata cekung
Kekurangan cairan pun bisa membuat mata bayi tampak cekung dan seakan terbenam.
d. Lemas dan mengantuk

6
Tak hanya orang dewasa yang merasa lemas ketika haus, bayi pun demikian. Dia akan
lemas bahkan mengantuk ketika mengalami dehidrasi. Namun karena bayi tidak bisa
mengungkapkannya hal ini lalu ditunjukkan dengan perilakunya yang sering tidur. Bilapun
terbangun dia hanya tergolek di tempat tidur tanpa aktivitas berarti.
e. Kulit pucat dan tidak elastik
Cairan di dalam tubuh berfungsi juga untuk melembabkan kulit. Bila cairan tersebut
sangat minim, maka kulit tampak kering dan terlihat pucat. Untuk lebih memastikan cobalah
mencubit kulit bayi secara perlahan. Bayi positif mengalami dehidrasi jika setelah dicubit,
kulitnya tidak cepat kembali normal. Ini disebabkan kulitnya menjadi tidak elastis dan
kekenyalan tubuhnya berkurang.
f. Demam
Seperti layaknya orang dewasa, gejala dehidrasi pada bayi dapat ditandai dengan
peningkatan suhu tubuhnya. Jika diukur, suhunya bisa mencapai sekitar 38 derajat Celsius
karena jumlah cairan yang dibutuhkan tubuhnya tidak terpenuhi.
g. Berat badan turun
Bila BB bayi turun semakin banyak, yaitu 5-10 persen dari BB asalnya, berarti
dehidrasi bayi sudah meningkat ke taraf sedang.

3. Dehidrasi berat
a. Napas dan denyut jantung cepat
Pada dehidrasi berat, gejala fisik yang terlihat merupakan kelanjutan dari gejala
dehidrasi sedang. Gejala itu akan lebih nyata seluruhnya disusul kesadaran anak menurun,
napas jadi cepat, dan denyut jantung meningkat.
b. Hilang kesadaran
Karena cairan yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh berkurang, maka
seluruh sistem kerja organ tubuh, terutama otak yang mengatur pola kerja tubuh akan
terganggu. Kala otak tak berfungsi sempurna maka banyak bayi hilang kesadarannya.
c. Berat badan turun drastis
Dalam waktu 24 jam, bayi butuh cairan sebanyak 100 cc/kg BB-nya. Namun ketika
mengalami dehidrasi berat, pengeluaran cairan makin tidak sebanding dengan kebutuhan saat
itu, yakni bisa mencapai 200-250 cc/kg BB dalam sehari. Hal inilah yang membuat BB bayi
bisa turun drastis, yaitu lebih dari 10 persen BB asalnya.

PENANGANAN
Bayi yang mengalami dehidrasi harus ditangani dengan tepat dan cepat. Bila tidak,
dapat membahayakan nyawanya. Prinsip penanganan dehidrasi adalah dengan rehidrasi baik
lewat oral (mulut) atau melalui pembuluh darah (infus). Pada keadaan diare dengan dehidrasi
ringan-sedang, walaupun rehidrasi yang dilakukan masih lewat oral (oralit atau larutan
lainnya), sebaiknya anak ditangani di tempat pelayanan kesehatan (Rumah sakit, Klinik, atau
Puskesmas) karena keadaan anak harus betul-betul dipantau, apakah bertambah baik atau
tidak, atau apakah rehidrasi yang dilakukan sudah harus melalui pembuluh darah. Jika karena
pertimbangan tertentu anak belum dapat di bawa ke tempat pelayanan kesehatan, berikut
sedikit gambaran yang dapat dilakukan:

7
1. Pastikan derajat dehidrasi anak (menggunakan klasifikasi diatas). Hal ini untuk menilai
bahwa anak belum jatuh ke dehidrasi berat
2. Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang utama.
Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
3. Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai carian tambahan
4. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan berikut : Oralit,
cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang. Memberi banyak cairan pada bayi
merupakan pertolongan pertama saat bayi mengalami dehidrasi. Oralit dapat diberikan
dengan takaran yang tepat. Dalam 3 jam pertama, berikan oralit sebanyak 75 ml/kg berat
badan dari anak. Misalkan berat badan anak 10 kg, maka dalam tiga jam pertama cairan oralit
yang harus diberikan sebanyak 750 ml (+ 3 gelas). Atau dapat menggunakan tabel berikut:

Umur S/d 4 bln 4-12 bln 12-24 bln 2-5 thn


Berat badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan yang 200-400 ml 400-700 ml 700-900 ml 900-1400 ml
diberi dalam 3 jam
pertama

Sumber: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit WHO)


Tanpa takaran akurat, oralit justru membahayakan karena kandungan garamnya yang masih
kental dikhawatirkan malah akan meningkatkan dehidrasi. Pasalnya garam yang pekat akan
menarik air dari dalam sel-sel tubuh.
5. Untuk anak yang kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100 200 air
matang selama periode ini
6. Evaluasi setelah 3 jam, untuk menilai dan mengklasifikasi kembali derajat dehidrasinya
dan menentukan tindakan selanjutnya
7. Lanjutkan pemberian ASI
8. Beri tablet Zinc sesuai aturan bila dehidrasi disebabkan oleh diare
9. jika ibu ragu atau keadaan anak tidak lebih baik, jangan tunda lagi, segera bawa ke
dokter dan tempat pelayanan kesehatan. Segera membawa bayi ke dokter merupakan
tindakan bijaksana untuk mendapatkan penanganan lebih intensif. Bila terjadi kegawatan,
seperti bayi hilang kesadaran, semakin kurus, pucat, napas cepat, detak jantung cepat, larikan
segera ke unit gawat darurat rumah sakit agar penanganan yang lebih intensif bisa segera
dilakukan. 5,6,7

8
DERAJAT DEHIDRASI PADA ANAK

9
7

TERAPI CAIRAN RUMATAN UNTUK BAYI NORMAL ATERM DAN ANAK-ANAK

Bayi baru lahir :

Hari 1 : infuse D10 dengan rate 50-60 ml/kg/24 jam


Hari 2 : infuse D10 dengan 0.2% NaCl, infused rate 100 ml/kg/24 jam
Setelah hari ke-7 : D5%dengan 0.45% NaCl , atau D10 dengan 0.45% NaCl, infused
rate 100 ml- 150 ml/kg/24 jam

Pemberian cairan pada anak

BB 0-10 kg : 100 ml/kg/24jam


BB 10-20 kg : 1000 ml/ 24jam + 50 ml/kg/24jam atau 40ml/jam + 2 ml/kg/24jam
BB > 20 kg : 1500 ml/.24jam + 25ml/kg/24jam atau 60ml/jam + 1 ml/kg/24jam

Terapi replacement cairan

Terapi cairan pengganti dirancang untuk mengganti kehilangan abnormal cairan dan
elektrolit yang sedang berlangsung. Oleh karena konstituen dari kehilangan cairan-
elektrolit tersebut secara substansial berbeda dari komposisi cairan rumatan, maka
bila hanya meningkatkan volume cairan rumatan saja akan sangat berbahaya. Secara
umum para peneliti mengganti sejumlah besar volume cairan untuk mengganti cairan
yang keluar dari stoma atau kehilangan cairan oleh sebab lain dengan cairan fisilogis
secara equivalent.

JENIS JENIS CAIRAN INFUS

Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid
atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit
dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik,dan
hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang BM nya
tinggi. 8,9,10

Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang
dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar,
onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah.

Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat, ringer
asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masing-masing jenis
memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan
cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada
penanganan kasus hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada
kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin.

10
Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran kapiler dari
kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial, kemudian didistribusikan ke semua
kompartemen ekstra vaskuler. Hanya 25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada
intravaskuler, sehingga penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma
yang hilang. Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam
pembuluh darah dengan segera dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan segera.

Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada kasus
dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis. Pada kondisi tersebut,
penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis
koloid. 9,10,11

1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.

Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.

Indikasi :

a. Resusitasi

Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya
molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke
intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang pada intravaskuler.

b. Diare

Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl
digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.

c. Luka Bakar

Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar.
Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau
dekstrosa.

d. Gagal Ginjal Akut

Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis


tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta

11
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga
cairan ekstra seluler dan elektrolit.

Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan


pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.

Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)


Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30
mEq/l.

Kemasan : 500, 1000 ml.

Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler.
Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik.
Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di
intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok
perdarahan.

Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok


hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan
asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat
metabolisme anaerob.

Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.

Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Not for use in the treatment of lactic acidosis. Hati-hati
pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function &
pre-eklamsia.

3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).

Kemasan : 100, 250, 500 ml.

Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama
dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin
kurang dari 25 mg/100ml).

12
Kontraindikasi : Hiperglikemia.

Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi
pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)


Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan
RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara
asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki
komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien
dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme
asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif
yang terjadi pada diare. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis
laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah tersedia luas
di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan
akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan
selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada
tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi
dehidrasi. Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya
ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian 350
ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap
parameter-parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA dapat
mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah
anestesi umum/spinal. Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan
efek pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta
keseimbangan asam basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan
epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik
dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis laktat
neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami
eklampsia atau pre-eklampsia).

Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik/hemoragik


akut, sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan
hipotonik karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003)
memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu
dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.

Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding
RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang

13
signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah
sistolik-diastolik).

Cairan Koloid

Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus
membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian
lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih
mahal.

Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung
tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat
hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya
membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan
untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.9,10,11

1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).Albumin merupakan koloid alami dan
lebih menguntungkan karena : volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih
rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil
dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.

Indikasi :

Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,


hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass,
hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka
bakar.
Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien
dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat
memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran,
operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal
berlebih.
Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis.
Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan
penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan
kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ
dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul
akibat infeksi langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.

14
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.

Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah


operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).
Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada
sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian
menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :

Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap
bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan
permeabilitas.
Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan
manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.
Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti asidosis
refraktori.
HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada
kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada sepsis
karena :

Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES),
yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada
pasien sepsis dengan hipovolemia.
HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus,
dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi
(contoh: transplantasi ginjal).
Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada
pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.

3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc
mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.

15
Indikasi :

Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard,
iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas
darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa
dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin
dan HES.
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria
yang parah.

Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering
dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada
tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.

Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan,

Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin


memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.

Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari
pada keadaan hiperkalsemia.

Adverse reaction : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20.000
pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan
dengan starches.
Contoh : haemacel, gelofusine.

Cairan Khusus
Contoh dalam kelompok ini seperti cairan mannitol. 9,10,11

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Davis RJ et al: Head and spinal cord injury. In Textbook of Pediatric Intensive Care,
edited

2. by MC Rogers. Baltimore, Williams & Wilkins, 1987

3. AHFS. (2005). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health


System Pharmacists. Hal 111.

4. Setyabudi, Rianto. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta: Gaya Baru hal 700-
702

5. Nanny L.D.,Vivian. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta:
SalembaMedika

6. Alimul H., Aziz A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika

7. Rukiyah, A.Yeyeh. Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Jakarta:
Penerbit Buku Keperawatan Dan Kebidanan

8. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Anak Indonesia 2009 hal.58

9. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and Treatment Critical
Care Third Edition. McGraw Hill.

10. Brenner M., Safani M., 2005. Critical Care and Cardiac Medicine. Current Clinical
Strategies Publishing.

11. Singer M., Webb A.R., 2005. OxfordHandbook of Critical Care 2nd Edition. Oxford
University Press Inc.

17
18

You might also like