You are on page 1of 24

LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX

Arif Heru Tripana*


Update on September 14, 2012

* Student of Medical Faculty of Abdurrab University Pekanbaru

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejak akhir tahun 1960 an, penyakit refluks gastoesofangeal
(gatroesophangeal reflux disease) diketahui memiliki hubungan dalam
patogenesis penyakit ekstraesofagus, termasuk radang tenggorok atau refluks
laringofaringeal (laryngopharyngeal reflux). Meskipun hubungan sebab-akibat
telah diperkuat dengan bukti yang lebih baru, namun kita masih membutuhkan
bukti-bukti yang ilmiah untuk menentukan penyebab, diagnosis dan
pengobatannya.1
Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh Kaufman
pada tahun 1981.2 Berbagai istilah seperti laryngopharyngeal reflux (LPR),
gatroesophangeal reflux disease (GERD) supraesofangeal, GERD atipikal dan
komplikasi GRED ekstraesofangeal telah digunakan untuk mengambarkan
sekelompok gejala dan tanda.3 Meskipun telah digunakan berbagai istilah, namun
pada dasarnya refluks laringofaringeal merupakan dampak dari refluksnya asam
lambung kedalam esofagus yang berdampak terhadap laring, faring dan paru.
Meskipun gejala ini sebelumnya dianggap merupakan spektrum dari GERD,
laryngopharyngeal reflux (LPR) sekarang sebagai sebuah entintas yang berbeda
dan harus dikelola secara berbeda.1
Refluks laringofaringeal dan refluks gastroesofangeal adalah sesuatu yang
berbeda. LPR disebabkan oleh iritasi dan perubahan dari faring sedangkan GERD
disebabkan oleh refluks ini lambung kedalam esofagus, yang menyebakan
kerusakan jaringan atau esofagitis dan rasa terbakar. LPR tidak terjadi paska
prandial. Pasien dengan LPR terjadinya refluks saat pasien sedang berdiri atau

1|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
saat beraktifitas, tidak ada hubungan dengan lamanya paparan asam lambung dan
tidak berhubungan dengan kelainan motilitas dari esofagus maupun gaster.
Akibatnya banyak pasien dengan LPR jumlah dan lamanya refluks esofagus
masih dalam kisaran normal. Meskipun kisaran refluks esofagus tidak
menyebabkan rasa terbakar dan esofagitis, hal ini berbeda dengan epitel pada
laring yang mudah rapuh, sehingga refluks esofagus yang ringan dapat
menyebabkan kerusakan pada epitel laring. Berbeda pada esofagus bagian distal,
pada saluran nafas tidak memiliki mekanisme pelindung antireflux clearance dan
lapisan mukosa pelindung asam.4,5

1.2. Epidemiologi
Insidens LPR mencapai sekitar 20% dari populasi orang dewasa di
Amerika Serikat. Berdasarkan data Audit Inggris (data tidak dipublikasikan), 4%
dari 500 juta dihabiskan untuk membeli obat proton pump inhibitors setiap
tahunnya oleh the National Health Service digunakan untuk pengobatan LPR.3

2|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi
perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan faring).4,6
Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux
laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal reflux,
supraesophageal reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux. Dan yang paling
diterima dari berbagai sinonim terrsebut adalah extraesophageal reflux.3,4

2.2. Anatomifisiologi
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
berturut-turut dimulai dari 1. Oral cavity, 2. Faring, 3. Esofagus, 4. Lambung, 5.
Usus Halus, 6. Usus Besar, 7. Rektum, 8. Anus.7
1. Anatomi
Penulis membatasi pembahasan anatomi hanya berkisar tentang mulut, faring dan
esofagus.
Mulut. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi
bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang
dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum
mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat
kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus
sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah.8
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi
cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga
lidah bagian belakang.8
Faring. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi
vertebra servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui

3|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,
sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan
memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular).8
Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-
otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada
jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior
adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah
vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan
laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah
valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis.
Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke
esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus
faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang
dari n. glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar
cabang-cabang untuk otot otot faring kecuali m. stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.8

4|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Gambar 01. Anatomi regio faring.9

Esofagus. Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan


hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus
yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebra
servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke
dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada di
mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke
mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma
setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan
vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu
dengan lambung di daerah kardia.8
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan
abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama
yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas
antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang

5|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian
tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan
ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus
diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos
pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua
sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari
serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n.
splangnikus.8

Gambar 02. Anatomi esofagus dan sfingter esofagus.10

2. Fisiologi
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintigrasi dan

6|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu:11
1. Ukuran bulus makanan
2. Diameter lumen esofagus
3. Kontraksi peristaltik esofagus
4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system neuro-


muskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding
faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja denggan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan dengan lancar.
Kerusakan pada pusat menelan atau keruskan pada organ-organ menelan dapat
menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan
sfingter esofagus bagian atas maupun bagian bawah.11

2.3. Etiologi
Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung
atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa. Sehingga
terjadi kerusakan silia yang menibulkan pembentukan mucus, aktivitas mendehem
(throat clearing) dan batuk kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada
faring.1

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para ilmuan.
Sampai saat ini dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan untuk proses
terjadinya LPR. Hipotesis yang pertama yaitu asam lambung secara langsunng
menciderai laring dan jaringan sekitarnya. Hipotesis yang kedua menyatakan
bahwa asam lambung dalam esofagus distal merangsang reflex vagal yang
mengakibatkan bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat clearing) dan
batuk kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran nafas.

7|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Dua mekanisme ini dapat bertindak secara kombinasi unntuk menghasilkan
perubahan patologis yang terlihat pada refluks laringofaringeal (LPR).1

Gambar 03. Alogaritma patofisiologi LPR.1,12

2.5. Manifestasi Klinis


Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti
globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan terasa
kering, sakit tenggorokan dan disfagia.4,13

Table 01. Key Symptoms of LPR.2


Cervical Globus sensation Throat clearing
dysphagia
Hoarseness Upright reflux
Chronic cough (daytime
Sore throat reflux)
Dysphonia

Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR, namun
gejala lain yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma, otalgia, lender
tenggorakan berlehihan, halitosis (bauk mulut), sakit leher, odinofagia, postnasal
drip dan gangguan pada suara.2

8|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Tabel 02. Keadaan-keadaan Medis yang Berhubungan dengan LPR.2
Asthma Granuloma Otitis media

Bronchiectasis Laryngeal Paradoxical


carcinoma vocal-fold
Cervical motion
dysphagia Laryngeal disorder
papilloma
Chronic cough Recurrent
Laryngomalacia croup
Chronic
dysphonia Laryngospasm Reinkes
Chronic laryngitis Laryngotracheal edema
stenosis Ulceration
Dental caries
Obstructive sleep
apnea

Kelainan pada Laring


Pada penelitian terhadap binatang menunjukkan refluks isi
lambung yang berulang mengakibatkan peradangan pada laring posterior,
ulserasi kontak dan yang terakhir terbentuknya granuloma. Kelainan pada
laring yang dianggap umum terkait dengan refluks meliputi edema dan
eritema pada mukosa yang melapisi tulang rawan aritenoid, interaritenoid,
dan sering juga pada vocal folds (posterior laryngitis).5
Otitis Media
Otitis media merupakan penyakit yang sering menyebabkan
penurunan pendegaran pada anak-anak. Pada kasu LPR seseorang bisa saja
bermanifestasi otitis media, hal ini terjadi karena refluks isi lambung
sampai ke telingan tengah sehingga menjadi faktor resiko yang besar
untuk terjadinya otitis media. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Recently, Tasker et al melaporkan bahwa terdapat kadar konsentrasi
yang tinggi dari pepsin/pepsinogen dalam 59 dari 65 sampel anak-anak
dengan OME.5

9|Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux. 2012


KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Batuk Kronis
Proses patogenis batuk kronis orang-orang dengan GERD atau
LPR, terjadi kerena adanya mikroaspiration pada saluran pernapasan oleh
refluks isi lambunga sehingga mengaktifkan reflek batuk.5
Sinusitis Kronik
Banyak studi observasional yang menyatakan bahwa anak-anak
dan orang dewasa dengan kelainan refluks gastroesofangeal sering kali
disertai dengan penyakit sinusitis kronik. GERD dan LPR dapat
berkontribusi dalam proses pathogenesis sinusitis kronis dengan
menyebabakan sinonasal congestion, compromised sinus drainage
(gangguan pada drainase sinus) dan proses inflamasi.5

2.6. Diagnosis Laringofaringeal Refluk


2.6.1. Anamnesis1
1. Refluks larigofaringeal ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
2. Gejala khas LPR, seperti tercantum di atas, dapat disebabkan oleh iritasi
kronis dari pita suara karena terlalu banyak digunakan, merokok, iritasi,
alkohol, infeksi dan alergi jadi penyebab-penyebab tersebut perlu
ditayakan untuk menyingkirkan diagnosis.
3. Dokter THT kebanyakan lebih bergantung kepada gejala, bukan atas
tanda-tanda laringoskopi, dalam mendiagnosis LPR.

Pada tahun 2002 Belafsky dkk membuat acuan dalam menentukan gejala
LPR dan derajat sebelum dan sesudah terapi. Indeks gejala refluks digambarkan
tabel di bawah ini:1

10 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Table 01. Indeks Gejala Refluks.1,4,12

2.6.2. Pemeriksaan Fisik/Endoskopi Laring


Pemeriksaan laringoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis
LPR. Sebagaimana dinyatakan di atas, tanda-tanda beberapa iritasi laring posterior
biasanya terlihat, dengan adanya edema dan eritema yang paling berguna untuk
diagnosis. Pemeriksaan laring dengan laringoskopi fleksibel lebih umum
digunakan karena ebih sensitive tetapi tidak kurang spesifik dari pada langoskopi
kaku dalam menentukan jaringan yang mengalami iritasi pada kasus curiga LPR.1
Visualisasi laring dan pita suara untuk tanda-tanda LPR memerlukan
pemeriksaan laringoskopi. Tanda-tanda yang paling berguna dari GERD yang
berhubungan dengan radang tenggorok atau LPR adalah eritema, edema, adanya
gambaran bar commissure posterior, cobblestoning, pseudosulcus vocalis, ulkus,
obliterasi ventricular, nodul, polip dan lain-lain.1,12
Pada tahun 2002 Belafsky dkk, mengembangkan skala refluks berdaarkan
temuan keparahan klinis. Berikut 8 item yang dinilai untuk membantu dalam
mendiagnosis LPR.1,12

11 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Tabel 02. Reflux Finding Score (RFS).4,12,14

12 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
2.6.3. Gambaran Temuan Laringsokop pada LPR

Gambar 03. Tampakan laringoskopi pada pasien dengan LPR.13

13 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Gambar 04. A). Pseudosulkus vokalis bilateral (panah). Perhatikan edema
subglotis meluas melewati plika vokalis. Juga tampak adanya hipertopi
commissure posterior, edema plika vokalis, edema laring diffuse. B). True sulkus
vokalis dari lipatan vocal kanan (panah). Sulkus terbentuk dari zona midportion
dan terhenti prosesnya pada aritenoid.14
Pseudosulcus vocalis telah dilaporkan bahwa 90% kasus LPR didapatkan
gambaran tersebut. Dalam studi terpisah, pseudosulcul memiliki sensitivitas 70%
dan spesifisitas 77% pada pasien dengan LPR. Hal ini semakin mndukung bahwa
dengan adanya pseudosulcus vocalis dapat menandakan LPR.1

14 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Gambar 05. A). Ventrikel laring terbuka, perhatikan ventrikel band yang tajam.
B). Ventrikular olbliterasi, lipatan plika vokalis mengalami pembengkakan,
sehingga menutupi ventrikel. Juga tampak pada bagian posterior commissure
mengalami hipertropi ringan.14

2.6.4. Pemeriksaan Penunjang


A. Endoskopi Esofagus
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) berguna untuk visualisasi langsung
dari saluran cerna bagian atas, bersama dengan biopsy dan merupakan standar
untuk pasien dengan esofagitis dan gastritis. Pada pasien dengan GERD mungkin
pemeriksaan ini bermakna dalam mencari iritasi mukosa esofagus dan untuk
menyingkirkan esofagitis Barret.12
B. Monitoring pH Faringoesofangeal Ambulatory 24 Jam
Pemantauan pH faringofaringeal ambulatory 24 jam pernah dianggap
sebagai standar krteria untuk mendignosis refluks. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pemantauan pH distal proksimal dan hipofaringeal hanya sensitivitas 70%,
50% dan 40% dalam mendeteksi refluks.1

15 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Pemantauan pH esofagus, probe pH distal diletakkan 5 cm di atas lower
esophangeal spincter (LES) dan probe pH proksimal diletakkan 20 cm di atas
LES, tepat dibawah spingter esofagus bagian atas. Pemeriksaan pH ke tiga
ditempatkan dalam faring yang secara stimultan merekam perubahan yang
berhubungan dengan asam yang sampai ke faring. Pembacaan pH dicatat selama
24 jam saat pasien menunjukkan onset, makan terakhir, tidur dan saat kambuhnya
refluks. Informasi yang disediakan oleh tes ini meliputi frekuensi, durasi dan
lokasi kejaian refluks.1
Sebuah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras barium yang
dapat mendemonstrasikan kelainan pada esofagus seperti pada GERD (misalnya:
adanya hernia hiatus esofagus distal atau penyempitan atau striktur). Pemeriksaan
esofagografi dengan kontras barium memiliki sensitivitas hanya 33% dalam
mendiagnosis refluks.1
C. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada laringitis posterior ditandai oleh
hyperplasia dari sel epitel skuamosa dengan inflamsai kronik pada submukosa.
Perkembangan penyakit menjadi epitel menjadi atropi dan ulserasi dengan defosit
fibrin, jaringan granulasi dan fibrosis pada submukosa.1

2.7. Diagnosis Banding


Penulis memilih beberapa peyakit sebagai diagnosis banding untuk LPR
sesuai dengan kemiripan tanda dan gejala. Berikut penyakit-penyakit tersebut:1
Akut laryngitis
Functional voice disorder
Stenosis laring
Tumor ganas pada laring
Postcricoid area

16 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Penetalaksanaan Non-famakologi1
A. Diet
- Kurangi porsi makan.
- Makan harus 2-3 jam sebelum tidur.
- Hindari makanan yang merangsang aktivitas otot LES (lower spicter
esofagus) misalnya; gorengan atau lemak, coklat, alkohol, kopi, minuman
bersoda, buah jeruk atau jusnya, saus tomat, cuka dan lain sebagainya.
- Makan lebih lambat untuk mengurangi udara masuk bersama makanan ke
dalam saluran penernaan.
B. Aktivitas
- Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan.
- Tinggikan kepala saat tidur kira-kira 4-6 inci.
- Hindari pakaian ketat.
- Berhenti merokok.
C. Pembedahan
Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier pada daerah
pertemuan esofagus dang aster sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi gaster
kea rah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang terus menerus harus
mendapat terapi obat atau dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan
asam lambung. Berikut model pembedahan pada GRED:1

17 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
Gambar 06. Gambar model pembedahan pada GERD.15

2.8.2. Penatalaksanaan Farmakologi


A. Proton Pump Inhibitors
Menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim H+/K+-
ATPase pada sel parietal gaster.1,12
Omeprazole
Opeprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan
menghambat secara poten pada system enzim H+/K+-ATPase pada sel parietal
gaster. Omeprazole salah satu gologan PPIs yang paling sering diteliti dan
merupakan satu-satunya agen yang digunakan dalam uji klinis untuk

18 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
mengevaluasi efekivitas PPIs pada gangguan supraesofangeal. Dosis
1
omemprazole yang lazim digunakan untuk pengobatan pada orang dewasa:
1. GERD
- Pengobatan: 20 mg PO qDay for 4 weeks.
2. Esosif esofagus
- Pengobatan: 20 mg PO qDay for 4-8 weeks.
- Dosis pemeliharaan: 20 mg PO qDay up to 1 year.
Lansoprazole
Lansoprazole secara spesifik menekan sekresi asam lambung melalui
penghambatan enzim H+/K+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung.
Lansoprazole memblok langkah terakhir pada proses sekresi asam lambung. Dosis
lansoprazole yang lazim digunakan untuk pengobatan pada orang dewasa:1
1. Heartburn
- OTC product: 15 mg PO qDay for14 days; may repeat q4Months.
2. Esosif esofagus
- Pengobatan: 30 mg PO qDay for 8-16 weeks, OR 30 mg IV qDay for
7 days.
- Dosis pemeliharaan: 15 mg PO qDay.
Pantoprazole
Pantoprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan cara
menghambat enzim H+/K+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung.
Penggunaan secara IV hanya diperuntukan jangka pendek yaitu 7 10 hari.1
1. Erosif esofagus yang berkaitan dengan GERD
- Pengobatan: 40 mg PO qDay for 8-16 weeks atau 40 mg IV infusion
over 15 minutes qDay for 7-10 days.
- Dosis pemeliharaan: 40 mg PO qDay.

B. Promotility Agents
Metoclopramide merupakan antagonis dopamin, dan epektif terhadap
GERD. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan tekanan LES (lower
esophagus spincters), meningkatkan pengosogan lambug dan dapat meningkatkan
mekanisme pembersihan esofagus. Metoclopraminde adalah agen prokinitik yang

19 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
saat ini terrsedia di pasaran, meskipun serotonis agonis baru sedang dievaluasi
oleh FDA (Food and Drug Administration). Sayangnya, hingga sepertiga pasien
mungkin mengalami efek samping dari obat ini. Berikut adalah dosis yang lazim
digunakan:12
1. Pengobatan GERD: 10 or 15 mg four times daily (30 minutes before
meals and at bedtime). Obat ini telah disetujui untuk terapi jangka
pendek.16

C. Gastrointestinal Agents
Obat golongan ini dapat melindungi gastrointestinal terhadap asam
lambung.1
Sucralfate
Sucralfate merupakan garam dari sukrosa, dan ditolerasi dengan baik oleh
pasien. Mengikat protein yang bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk
zat yang kental yang melindungi lapisan GI dari paparan pepsin, asam lambung
dan garam empedu. Manfaat pada pengobatan ekstraesofangeal refluks (EER)
belum ada bukti yang dapat menjelaskan. Berikut adalah dosis yang lazim
digunakan:1,12
1. Ulkus doudenum aktif: 1 g PO QID x4-8 weeks
2. Ulkus duodenum, dosis pemeliharaan: 1 g PO BID

20 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
2.8.3. Alogaritma Penatalaksaan pada GERD dengan Manifestasi LPR

Gambar 04. Alogaritma penatalaksanaan untuk GERD yang bermanifestasi pada


LPR.5,12

2.9. Prognosis
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan
terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang tepat. Dari salah
satu kepustakaan menyebutkan angka keberhasilan pada pasien dengan laryngitis
posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi selama 6 minggu dengan
Omemprazole, dan sekitar 79% kasus mengalami kekambuhan setelah berhenti
berobat. Sedangkan prognosis keberhasilan dengan menggunakan Lansoprazole
selama 8 minggu memberikan angka keberhasilan 86%.17

21 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
1. Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh Kaufman
pada tahun 1981.
2. Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi
perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan
faring).
3. Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux
laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal
reflux, supraesophageal reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux.
Dan yang paling diterima dari berbagai sinonim terrsebut adalah
extraesophageal reflux.
4. Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung
atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa.
5. Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti
globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan
terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia.
6. Diadnosis LPR diteggakan berdasarkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksan fisik dan penunjang.
7. Penatalaksanaan LPR yaitu diet, modifikasi gaya hidup yang tepat dan
pengobatan yang adekuat.
8. Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan
catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang
tepat.

3.2. Saran
Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam artikel ini
masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat
membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-
makalah dimasa-masa yang akan datang.

22 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
DAFTAR PUSTAKA
1. Amirlak B. Reflux Laryngitis. Medscape [article on the internet] 2012
[cited on 2012 July 25]. Available from: http://emedicine.medscape.com
/article/864864-overview#showall.

2. Pham V. Laryngopharyngeal Reflux With An Emphasis On Diagnostic


And Therapeutic Considerations. [article on the internet] 2009. [cited 2012
July 26]. Available from: www.utmb.edu/otoref/grnds/laryng-reflux-
090825/laryng-reflux-090825.doc

3. Rees LE, Pazmany L, Gutowska-Owsiak D, Inman CF, Phillips A, Stokes


CR, et al. The Mucosal Immune Response to Laryngopharyngeal Reflux.
American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine. [data base
on the internet] 2008. [cited on 2012 July 23]: Vol 177(1): 1187-1193.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

4. Patigaroo SA, Hashmi SF, Hasan SA, Ajmal MR, Mehfooz N. Clinical
Manifestations and Role of Proton Pump Inhibitors in the Management of
Laryngopharyngeal Reflux. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [data
base on the internet] 2011. [cited on 24 July 2012]: 63(2):182189.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

5. Poelmans J, Tack J. Extraesophangeal Manifestations of Gastro-


oesophangeal Reflux. Gut [data base on the internet] 2005. [cited on 24
July 2012]: 54; 1492-1499. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

6. Laryngopharyngeal Reflux. UC Davis Health Sytem Dept. of


Otolaryngology [page on the internet] 2012. [cited 2012 July 25].
Available from: http://www.ucdvoice.org/lpr.html

7. Human physiology/the Gastrointestinal System. [books on the internet]


2012. [cited 2012 August 03]. Available from:
http://en.wikibooks.org/wiki/Human_Physiology/The_gastrointestinal_sys
tem.

8. Kartikawati H. disfagia. [page on the internet] 2008. [diunduh pada 30 Juli


2012]. Tersedia di: http://hennykartika.wordpress.com/2008/06/14/disfagi-
2/.

23 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai
9. Tank PW. Grants dissector. 13th ed. [Text Books of Anantomy];
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005. Page: 194

10. Sfingter esofagus . [image on the internet] 2012. [cited on 2012 July 27]
http://www.google.co.id/imgres?q=esophagus+sfingter&um=1&hl=id&bi
w=1304&bih=7

11. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Jakarta: Gaya Baru.
Hal: 277.

12. Cummings CW, Flint PW, Haughe BH, Robbins KT, Thomas JR, et al.
Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed. [text books of
otolaryngology] 2007. Philadelphia: Elsevier.

13. Barry DW, Vaezi MF. Laryngopharyngeal Reflux: More Questions than
Answers. Cleveland Clinicjournal Of Medicine [database on the internet]
2010. [cited 2012 July 23]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

14. Belafsky PC, Postma GN, Koufman JA. The Validity and Reliability of
the Reflux Finding Score (RFS). The Laryngoscope. [journal in the
internet] 2001. [cited on 01 August 2012]. Lippincott Williams & Wilkins,
Inc., Philadelphia. 111:13131317. Available from:
http://www.voiceinstituteofnewyork.com/wpcontent/uploads/2010/04/vali
dity-and-reliability-of-RFS.pd.

15. Patti MG. Gastroesophageal Reflux Disease Treatment & Management.


[article on the internet] 2012 [cited on 2012 July 25]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/176595-treatment#showall.

16. Metoclopramide Dosage. [page on the internet] 2012. [cited on 03 Agustus


2012]. Available from: http://endocrine-system.emedtv.com/
metoclopramide/metoclopramide-dosage.html.

17. Novialdi. Laryngopharyngea Reflux. [article on the internet] 2010. [cited


on 03 August 2012]. Available from: http://repository.unand.
ac.id/17700/1/Laryngopharyngeal_reflux. pdf

24 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2
KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai

You might also like