You are on page 1of 9

Alergi Rinitis

Diremehkan, Namun di Derita Banyak Orang

Oleh
Sulung Prasetyo

Kalau anda mendadak pilek waktu pagi hari disertai dengan bersin lebih dari lima kali berturut-
turut per serangan selama lebih dari satu jam. Kemudian hidung ingusan encer bening serta rasa
gatal pada mata, hidung, telinga dan tenggorokan. Kemungkinan anda pilek karena alergi.

Penyakit alergi berasal dari bahasa Yunani. Yaitu Allon dan Argon, yang berarti reaksi yang
berubah. Jenis penyakit ini mulanya diperkenalkan oleh dokter berkebangsaan Australia,
bernama Clemens Von Pirquet pada tahun 1906. ia menyatakan bahwa alergi merupakan suatu
reaksi abnormal yang terjadi pada seseorang. Bersifat khas dan timbul bila ada kontak yang
biasanya tidak menimbulkan reaksi pada orang normal.
Berarti untuk reaksi timbulnya alergi tergantung pada dua faktor, ujar Dr. Elise Kasakeyan, Sp.
THT, di Jakarta, Rabu (27/7) lalu. Yaitu adanya rangsangan timbulnya alergi pada tubuh dan
adanya riwayat kontak berulang penderita yang sensitif terhadap alergi tersebut.
Hingga kini penyebab alergi dipercaya merupakan berbagai zat yang mungkin menimbulkan
berbagai reaksi alergi. Zat ini secara ilmu kesehatan disebut sebagai alergen. Zat itu bisa datang
dari berbagai macam dan jenis. Juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui banyak hal, tambah
Elise. Seperti misalnya alergen yang masuk melalui saluran pernapasan (alergen inhalan). Bisa
berasal dari kutu yang bercampur dengan debu di rumah, atau dari serpihan bulu kucing.
Selain itu ada juga alergen yang masuk tubuh melalui saluran cerna (alergen ingestan). Yang
berasal dari makanan kita sehari-hari seperti susu, telur, ikan laut dan lain sebagainya. Contoh
infeksi alergen lain adalah melalui suntikan (alergen injektan) yang berasal dari obat seperti
analgesik, penisilin dan sebaginya. Sedangkan alergen yang timbul dari hasil kontak pada kulit
disebut alergen kontaktan. Ini bisa berasal dari kosmetik, logam dari perhiasan dan jam tangan,
urai Elise lagi.

Rinitis Alergi
Salah satu penyakit alergi yang perlu diwaspadai adalah alergi jenis rinitis. Yang bergejala seperti
pilek. Makanya penyakit ini kadang disebut pilek alergi, urai Elise menjelaskan. Sebenarnya
menurut Elise, pilek bisa datang dari berbagai sebab. Seperti akibat dari infeksi, pilek akibat dari
ketidakseimbangan saraf (rinitis vasomotor), atau pilek karena pemakaian obat tetes hidung
(rinitis medikamentosa).
Elise juga menjelaskan bahwa kini kalangan dokter mengklasifikasikan jenis penyakit ini dalam
hitungan hari yang detail. Tidak seperti ukuran sebelumnya, yang berasal dari Eropa, yang
mengklasifikasi bahwa jenis penyakit ini merupakan penyakit yang berdasarkan musim atau
berkepanjangan.
Sekarang kita memegang arahan dari WHO, dimana seseorang sudah dapat dikatakan
menderita rinitis alergi dari jumlah hari gejala yang diderita, kata Elise. Seperti misal, untuk
ukuran kadar ringan dari penyakit ini, bisa diklasifikasikan setelah penderita mengalami gejala
kurang dari empat hari dalam seminggu. Sedangkan yang masuk kelas berat, biasanya penderita
mengalami gejala selama empat minggu lebih tanpa henti-henti.

Penderita Tinggi
Hingga kini angka penderita penyakit alergi terus mengalami peningkatan. Bahkan di negara-
negara maju, hal ini terus menjadi perhatian. Mengingat pencapaian pertumbuhan penyakit alergi
hingga 40 persen pertahunnya. Di Indonesia sendiri ternyata prevalensi penyakit ini tidak bisa
dibilang rendah. Malah cenderung menunjukan peningkatan, imbul Elise.
Hal ini menurutnya terbukti dari beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa gejala alergi
seperti asma di Jawa dan Bali meningkat hingga 7,5 persen pertahunnya. Sedangkan alergi
lantaran Dermatitis atopik juga meningkat hingga empat persen. Sedangkan prevalensi penyakit
alergi lantaran gejala rinitis, menunjukan peningkatan paling besar. Mencapai angka 22 persen
pertahunnya, ujar Elise lagi memberitahukan. n

ALERGI MAKANAN DAN AUTISME


Dr Widodo Judarwanto SpA
Children Allergy Center, Rumah Sakit Bunda Jakarta
1. Pendahuluan
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka
kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Tampaknya alergi
merupakan kasus yang cukup mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan
Pelayanan Kesehatan Anak.
Alergi pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi.
Terakhir terungkap bahwa alergi ternyata bisa mengganggu fungsi otak, sehingga sangat
mengganggu perkembangan anak Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan
komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau
sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak itulah maka
timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi,
gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga autism.
Autism dan berbagai spektrum gejalannya adalah gangguan perilaku anak yang paling
banyak diperhatikan dan kasusnya ada kecenderungan meningkat dalam waktu terakhir
ini. Autism diyakini beberapa peneliti sebagai kelainan anatomis pada otak secara
genetik. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu timbulnya autism tersebut, termasuk
pengaruh makanan atau alergi makanan.
2.ALERGI MAKANAN
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan
alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya
adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang
dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi
murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan
untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non
imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu
Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)
Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi
ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau
intoleransi makanan.
Allergy makanan (Food Allergy)
Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang. Sebagian besar reaksi ini
melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Intoleransi Makanan (Food intolerance)
Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian
besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik
(misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine
pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya
tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi
lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu
Tanda dan gejala alergi makanan Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang,
berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan,
minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga
berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi.
Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).
Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada
seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh anak..
Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak
dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap.
Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika
organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi
dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi
organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya
gangguan yang bisa terjadi.
Tabel 1. MANIFESTASI ALERGI PADA BAYI BARU LAHIR HINGGA 1 TAHUN

ORGAN/SISTEM TUBUH GEJALA DAN TANDA

1 Sistem Pernapasan Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The newb
respiratory congestion (napas berbunyi/grok-grok).

2 Sistem Pencernaan sering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering


meteorismus, muntah, sering flatus, berak berwarna hitam
timbul warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia u
atau inguinalis.

3 Telinga Hidung Tenggorok Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung berlebihan
berlebihan. Tangan sering menggaruk atau memegang telin

3 Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps,
rendah

4 Kulit Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers dermatitis. u


berkeringat berlebihan.
5 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol) Freq
urination; inability to control bladder; bedwetting; vaginal
swelling, redness or pain in genitals; painful intercourse.

6 Sistem Susunan Saraf Pusat Sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gem
kejang.

7 Mata Mata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil pad
vernalis.

Tabel 2. MANIFESTASI ALERGI PADA ANAK USIA LEBIH 1 TAHUN

ORGAN/SISTEM TUBUH GEJALA DAN TANDA

1 Sistem Pernapasan Batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak(astma),


gerakkan /mengusap-usap hidung

2 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangg
(kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, be
atau hijau, berak ngeden), kembung, muntah, sulit berak, s
mulut berbau.

3 Telinga Hidung Tenggorok Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post na
salam alergi, rabbit nose, nasal creases Tenggorok : tenggo
nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak, batuk
Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh/berdenging, tel
gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau
pendengaran hilang timbul, terdengar suara lebih keras, ak
telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.

3 Sistem Pembuluh Darah dan jantung Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps,
rendah,

4 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam


hitam seperti digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.

5 Sistem Saluran Kemih dan kelamin Nyeri, urgent atau sering kencing, nyeri kencing, bed wetti
mampu mengintrol kandung kemih; mengeluarkan cairan d
bengkak atau nyeri pada alat kelamin. Sering timbul infeks

6 Sistem Susunan Saraf Pusat NEUROANATOMIS :Sering sakit kepala, migrain, kejang
NEUROANATOMIS FISIOLOGIS: Gangguan perilaku : e
agresif, impulsive, overaktif, gangguan belajar, gangguan k
koordinasi, hiperaktif hingga autisme.

6 Jaringan otot dan tulang Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher

7 Mata Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata. A
bawah mata tampak ke hitaman).

3. HUBUNGAN AUTISME DAN ALERGI


Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari
berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab
autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita.
Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli
lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga
pendapat seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang
salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik
termasuk autisme.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh
banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995
melaporkan autism berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan
bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism.
Obanion dkk 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gfejala
autisme tampak membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa
penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita
alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain
mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
4. PROSES TERJADINYA PENGARUH ALERGI TERHADAP AUTISME
Hubungan alergi makanan dan Autisme dapat dijelaskan karena adanya pengaruh alergi
makanan terhadap fungsi otak. Patofisiologi dan patogenesis( proses terjadinya penyakit)
alergi mengganggu sistem susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih belum
banyak terungkap. Namun ada beberapa kemungkinan mekanisme yang bisa dijelaskan,
diantaranya adalah :
ALERGI MENGGANGGU ORGAN SASARAN
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat
tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik,
lingkungan dan pengontrol internal. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan
molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan
inflamasi.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator
tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran
tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma
bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya
saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya. Sistem Susunan Saraf
Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ
tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat
koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka
banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku
pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang kompleks.
TEORI ABDOMINAL BRAIN DAN ENTERIC NERVOUS SYSTEM
Pada alergi dapat menimbulkan gangguan pencernaan baik karena kerusakan dinding
saluran pencernan atau karena disfungsi sistem imun itu sendiri. Sedangkan gangguan
pencernaan itu sendiri ternyata dapat mempengaruhi system susunan saraf pusat termasuk
fungsi otak.
Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang
menjadi perhatian utama kaum klinisi. Penelitian secara neuropatologis dan
imunoneurofisiologis banyak dilaporkan. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang
salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Intestinal
Hypermeability atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Golan dan Strauss tahun 1986
melaporkan adanya Abdominal epilepsy, yaitu adanya gangguan pencernaan yang dapat
mengakibatkan epilepsi.
KETERKAITAN HORMONAL DENGAN ALERGI
Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian.
Sedangatan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan manifestasi
klinik tersendiri.
Lynch JS tahun 2001 mengemukakan bahwa pengaruh hormonal juga terjadi pada
penderita rhinitis alergika pada kehamilan. Sedangkan Landstra dkk tahun 2001
melaporkan terjadi perubahan penurunan secara bermakna hormone cortisol pada
penderita asma bronchial saat malam hari.
Penemuan bermakna dilaporkan Kretszh dan konitzky 1998, bahwa hormon alergi
mempengarugi beberapa manifestasi klinis sepereti endometriosis dan premenstrual
syndrome. Beberapa laporan lainnya menunjukkan keterkaitan alergi dengan perubahan
hormonal diantaranya adalah cortisol, metabolic, progesterone dan adrenalin.
Pada penderita alergi didapatkan penurunan hormon kortisol, esterogen dan metabolik.
Penurunan hormone cortisol dapat menyebabkan allergy fatigue stresse, sedangkan
penurunan hormone metabolic dapat mengakibatkan perubahan berat badan yang
bermakna. Hormona lain uang menurun adalah hormone esterogen.
Alergi juga dikaitkan dengan peningkatan hormone adrenalin dan progesterone.
Peningkatan hormon adrenalin menimbulkan manifestasi klinis mood swing, dan
kecemasan. Sedangkan penongkatan hormone progesterone mengakibatkan gangguan
kulit, Pre menstrual Syndrome, Fatigue dan kerontokan rambut.
Gambar 1 . Beberapa Hormon yang berkaitan dengan alergi dan gejalanya
5. PENATALAKSANAAN
Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan
berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam
penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa
menimbulkan keluhan alergi tersebut.
Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditegakkan hanya dengan tes alergi baik tes
kulit, RAST, atau pemeriksaan alergi lainnya. Pemeriksaan tersebut mempunyai
keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifitas, sehingga validitasnya tidak terlalu baik.
Jadi tidak boleh menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes alergi tersebut.
Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan
secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC) Makanan penderita
dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet sehari-hari. Setelah 3 minggu bila keluhannya
menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu
dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat.
Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala
Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditehakkan dengan tes alergi baik tes kulit,
RAST, atau pemeriksaan alergi lainnya. Untuk memastikan makanan penyebab alergi
harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food
chalenge = DBPCFC) Makanan penderita dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet
sehari-hari. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan
provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan
dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3
kali provokasi menimbulkan gejala
Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan Spektrum Autisme harus
melibatkan beberapa disiplin ilmu lainnya. Bila perlu dikonsultasikan pada bidang alergi
anak, Neurology anak, psikiater anak, tumbuh kembang, endokrinologi anak dan
gastroenterologi anak. Namun bila pendapat dari beberapa ahli tersebut bertentangan dan
manifestasi alergi lainnya jelas pada anak tersebut, maka tidak ada salahnya kita lakukan
penatalaksanaan alergi makanan dengan eliminasi terbuka. Eliminasi makanan tersebut
dievaluasi setelah 3 minggu dengan memakai catatan harian. Bila gangguan
perkembangan dan perilaku tersebut terdapat perbaikkan maka dapat dipastikan bahwa
gangguan tersebut penyebab atau pencetusnya adalah alergi makanan.
6. PROGNOSIS
Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran
cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan
membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya
pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap.
Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan
bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia
tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa,
seperti udang, kepiting atau kacang tanah.
7. PENUTUP
Permasalahan alergi pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang diketahui.
Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu dan bahaya
komplikasi yang terjadi termasuk pengaruh ke otak. Pengaruh alergi makanan ke otak
tersebut adalah sebagai salah satu faktor pemicu penyakit Autisme.
Eliminasi makanan tertentu dapat mengurangi gangguan perilaku pada penderita
Autisme. Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan cara eliminasi
provokasi makanan. Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya
atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya, karena keterbatasan pemeriksaan
tersebut.
Dengan melakukan deteksi dini gejala alergi dan gejala gangguan perkembangan dan
perilaku maka pengaruh alergi terhadap otak dapat diminimalkan.
8. Daftar Pustaka

1. Reingardt D, Scgmidt E. Food Allergy.Newyork:Raven Press,1988.


2. Landstra AM, Postma DS, Boezen HM, van Aalderen WM. Role of serum cortisol
levels in children with asthma. Am J Respir Crit Care Med 2002 Mar 1;165(5):708-12
Related Articles, Books, LinkOut
3. Kretszh, Konitzky. Differential Behavior Effects of Gonadal Steroids in Women And In
Those Without Premenstrual
4. Lynch JS. Hormonal influences on rhinitis in women. Program and abstracts of 4th
Annual Conference of the National Association of Nurse Practitioners in Women's
Health. October 10-13, 2001; Orlando, Florida. Concurrent Session K New England
Journal of Medicine 1998:1246142-156.
5. Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and
autonomic nervous systems in sensitized patients with various dermatoses] Vestn
Dermatol Venerol 1976 Jan;(1):9-14
6. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F. The influence of
female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis. Allergy 1999
Aug;54(8):865-71
7. Renzoni E, Beltrami V, Sestini P, Pompella A, Menchetti G, Zappella M. Brief
report: allergological evaluation of children with autism.: J Autism Dev Disord 1995
Jun;25(3):327-33
8. Menage P, Thibault G, Martineau J, Herault J, Muh JP, Barthelemy C, Lelord G,
Bardos P. An IgE mechanism in autistic hypersensitivity? .Biol Psychiatry 1992 Jan
15;31(2):210-2
9. Strel'bitskaia RF, Bakulin MP, Kruglov BV. Bioelectric activity of cerebral cortex in
children with asthma.Pediatriia 1975 Oct;(10):40-3.
10. O'Banion D, Armstrong B, Cummings RA, Stange J. Disruptive behavior: a dietary
approach. J Autism Child Schizophr 1978 Sep;8(3):325-37.
11. Egger, J et al. Controlled trial of oligoantigenic treatment in the hyperkinetic
syndrome. Lancet (1) 1985: 540-5
12. Loblay, R & Swain, A. Food intolerance In Wahlqvist M and Truswell, A (Eds) Recent
Advances in Clinical Nutrition. John Libby, London. 1086.pp.1659-177.
13. Rowe, K S & Rowe, K L. Synthetic food colouring and behaviour: a dose-response
effect in a double-blind, placebo-controled, repeated-measures study. Journal of
Paediatrics (125);1994;691-698.
14. Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. J.Nutr.&
Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.
15. Overview Allergy Hormone. htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
16. Allergy induced Behaviour Problems in chlidren .
htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
17. Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.
18. William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus
Pauling PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The
Psychonutrient and Magnetic Connections.
19. Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping.
London.2003
20. Hall K. Allergy of the nervous system : a reviewAnn Allergy 1976 Jan;36(1):49-64.
21. Doris J Rapp. Allergies and the Hyperactive Child
22. Bentley D, Katchburian A, Brostoff J. Abdominal migraine and food sensitivity in
children. Clinical Allergy 1984;14:499-500.

You might also like