You are on page 1of 29

PENGHILANGAN DETERJEN DAN SENYAWA ORGANIK

DALAM AIR BAKU AIR MINUM DENGAN PROSES BIOFILTER


UNGUN TETAP TERCELUP

Nusa Idaman Said

Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair


Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT

Abstract

According to PDAM survey in Jakarta, Surabaya and other cities, surface


water resources didnt meet standard quality anymore for raw drinking water.
Synthetic detergents, mostly anionic detergents have been widely used in
Indonesia over past three decades, similar to its use in other developing countries,
and residuals from such use have entered the country's riverine and estuarine
systems. Detergent and other organic substance problems have become more
seriuos especially in urban areas where the spread of sewerage systems are still
low. According to this reason, it is important to develop low-cost technology to
solve this problem such as developing biological treatment for removing detergents
and organics.
The present study describes the removal detergents and organic matter in
river water using submerged fixed bed biofilter with honeycomb tube plastic media.
The experiments were operated by submerged fixed bed biofilter reactor using
honeycomb plastic media continuously with size 21 cm x 30 cm x 59 cm, the total
volume 372 litters. Results of experiments showed that using this method the
removal efficiency of organic matter were affected by hydraulic retention time in
reactor. The best conditions are achieved in aerobic tretment (Hydrolic retention
time 4 hours) with the removal efficiency were 68,702% for organic materials,and
71,85% for detergent respectively.

Kata kunci : Penghilangan deterjen, air baku, biofilter, unggun tetap, media
sarang tawon.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini khususnya di Indo- terutama pada musim kemarau. Hal ini
nesia, pengontrolan senyawa polutan disebabkan karena konsumsi deterjen oleh
oganik yang ada dalam air minum masih masyarakat semakin besar sejalan dengan laju
lebih dititik-beratkan pada parameter BOD pertambahan penduduk. Di lain pihak fasilitas
(Bilogical Oxygen Demand) dan COD pengolahan limbah domestik yang banyak
(Chemical Oxygen Demand), akan tetapi mengandung senyawa deterjen belum memadai
untuk masa yang akan datang senyawa- atau sangat kurang, bahkan kadang belum ada
senyawa organik carcinogen (penyebab sama sekali. Dengan demikian, senyawa
kanker), senyawa yang bersifat mutagenik deterjen telah mencemari sungai, danau, laut
serta senyawa organik yang dapat bahkan air tanah dangkal.
menimbulkan bioakumulasi harus menda- Deterjen merupakan salah satu bahan
patkan perhatian yang lebih besar. pencemar pada air baku. Penggunaan bahan
Di Indonesia, khususnya di daerah deterjen oleh masyarakat di negara berkembang
perkotaan, polusi deterjen dalam air minum khususnya di Indonesia telah menyebabkan
masih menjadi masalah yang cukup serius, masalah yang cukup serius. Pencemaran
deterjen terutama di kota-kota besar berpotensi

97 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
ke tingkat kritis bila melihat tingkat standar yang ditetapkan Menteri Kesehatan.
penggunaannya yang pesat baik Dengan tingginya kandungan zat
kuantitasnya maupun kualitasnya. pencemar tersebut maka kebutuhan senyawa
Deterjen sintesis terutama jenis anionic klorin untuk proses desinfeksi bertambah besar
telah digunakan secara luas di Indonesia pula dan akibatnya kemungkinan terbentuknya
sejak 20 tahun terakhir sehingga residunya senyawa Trihalometan dan senyawa halogen
telah mengakibatkan pencemaran sungai, organik lainnya juga bertambah besar.
danau, laut maupun air tanah dangkal. Demikian juga dengan adanya kandungan fenol
Masalah tersebut menjadi lebih serius yang cukup besar. Dengan adanya
khususnya di kota-kota besar yang padat pembubuhan klorin, fenol akan dengan mudah
penduduknya, bahkan deterjen telah bereaksi dengan senyawa klor membentuk
mencemari sungai-sungai yang digunakan senyawa halogen organik Klorofenol yang
sebagai air baku air minum. sangat berbahaya.
Deterjen pada awalnya digunakan Untuk menanggulangi masalah
sebagai bahan pencuci pakaian dan piring menurunnya kualitas air baku untuk air minum
atau perabot rumah tangga sejenisnya. dapat dilakukan dengan berbagai teknologi
Sekarang ini telah digunakan sebagai pengolahan air lanjut (advanced treatment).
bahan pencuci lain seperti pencuci rambut Salah satu cara yakni seperti yang dilakukan
atau sampo. Hal ini berdampak pada oleh pihak PAM saat ini yaitu dengan karbon
naiknya tingkat pencemaran di lingkungan aktif bubuk. Tetapi dengan cara ini
perairan di sekitar permukiman penduduk, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan
termasuk di sungai-sungai yang menjadi karbon aktif yang telah dipakai dapat tidak
sumber air baku bagi perusahaan air digunakan lagi. Salah satu cara yang perlu
minum. Air yang tercemar senyawa dipertimbangkan saat ini adalah dengan
deterjen dalam jumlah banyak ternyata melakukan pengolahan awal (pretreatment)
tidak mudah terurai dengan sistem instalasi secara proses biologis (biological process)
yang ada sehingga diduga kuat senyawa dengan sistem biofilter tercelup menggunakan
tersebut masih terkandung dalam air bersih media plastik sarang tawon.
yang disalurkan ke rumah-rumah Dengan cara ini PAM tidak perlu
penduduk. mengubah instalasi yang lama tetapi hanya
Deterjen atau surfaktan sintetis menyediakan instalasi tambahan yang
merupakan zat yang sangat bersifat toksik dioperasikan pada awal proses. Setelah proses
atau racun, jika tertelan dalam tubuh. pendahuluan tersebut air diolah seperti proses
Selain itu pada deterjen juga ada zat aditif semula.
lain seperti golongan amonium kuartener Proses ini sebenarnya sangat sederhana
dan beberapa jenis surfaktan seperti tetapi hasilnya cukup baik. Proses ini mampu
Sodium Lauril Sulfat (SLS) dan Sodium mengurangi senyawa deterjen, ammonia dan zat
Lauret Sulfat (SLES). Golongan amoium organik yang ada di dalam air baku serta juga
kuartener ini dapat membentuk senyawa dapat menguraikan beberapa senyawa
nitrosamin yang bersifat karsinogenik. pestisida.
Selain itu senyawa yang menimbulkan
kanker tersebut juga dapat terbentuk dari 1.2 Tujuan Penelitian
reaksi SLS dan SLES dengan senyawa
golongan amonium kuartener. Disamping Tujuan penelitan adalah mengkaji
itu juga penggunaan deterjen dan efektifitas penghilangan senyawa deterjen dan
kandungan fosfat tinggi dapat zat organik dalam air baku untuk air minum
mengakibatkan proses eutrofikasi di dengan proses biologis menggunakan biofilter
perairan. unggun tetap tercelup.
Masalah air baku air minum di kota-
kota besar misalnya Jakarta, Surabaya dan 2. KAJIAN PUSTAKA
lainnya, makin hari kualitasnya semakin
menurun. Hal ini mengakibatkan semakin 2.1 Polutan Organik
mahalnya biaya produksi air bersih dan
pada kondisi tertentu nantinya akan Perusahaan Air Minum (PAM) di
menyebabkan Perusahaan Air Minum Indonesia umumnya menggunakan senyawa
(PAM) setempat tidak bisa menghasilkan khlor (gas khlor ataupun kalsium hipokhlorit)
air bersih yang aman sesuai dengan untuk proses disinfeksi atau untuk
menghilangkan senyawa logam Fe, Mn, dan

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 98


ammonia. Dengan semakin besarnya Dari hasil percobaan tersebut terlihat
senyawa ammonia dalam air baku, dengan jelas bahwa disinfeksi dengan khlorine
ammonia akan bereaksi dengan khlor mengakibatkan terbentuknya TOX dengan
menjadi khloramina yang daya konsentrasi yang paling tinggi, sedangkan
disinfeksinya lebih lemah. Sebagai disinfeksi dengan ozone menghasilkan TOX
akibatnya, konsumsi khlor akan menjadi dengan konsentrasi yang paling rendah.
lebih besar, yang dengan kata lain biaya Konsentrasi tersebut akan lebih besar jika
operasi juga membesar. beban polusi atau konsentrasi khlorine yang
Dengan semakin besarnya digunakan makin besar.
konsentrasi senyawa khlor yang digunakan,
hasil samping akibat penggunaan khlor 2.2 Deterjen
tesebut, misalnya pembentukan senyawa
Trihalomethan juga semakin besar. Menurut Sawyer & Mc.Carty (4) deterjen
Trihalometanes atau disingkat THMs atau surfaktan adalah senyawa yang molekulnya
adalah senyawa derivat methan (CH4) yang mempunyai struktur gugus tertentu yang
menyebabkan senyawa tersebut mempunyai
tiga buah atom H nya diganti dengan unsur sifat-sifat deterjen misalnya sifat dapat
halogen misalnya khloroform (CHCl3), menimbulkan busa. Deterjen mempunyai
bromoform (CHBr3), bromodikhloromethan kemampuan untuk menghilangkan kotoran pada
(CHBrCl2) dan lainnya, yang mana pakaian, sehingga banyak digunakan sebagai
senyawa-senyawa tersebut telah lama bahan pembersih. Untuk mengaktifkan sifat
diidentifikasikan sebagai zat penyebab pembersihnya itu, deterjen dilengkapi zat kimia
kanker (Carcinogen). Di negara maju yang mampu mengurangi tegangan permukaan
seperi Amerika, Eropa dan Jepang, jumlah air, sehingga dapat menimbulkan busa.
total THHs maksimun yang dibolehkan Permasalahan yang timbul adalah karena
dalam air minum yakni 0.1 mg/l atau 100 zat pengaktif yang disebut sebagai surfactant
ppb (1). Sedangkan menurut Keputusan agents misalnya ABS (Alkyl Benzene Sulfonate),
Menteri Kesehatan Republik Indonesia sulit diuraikan secara biologis (non-
Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal biodegradable). Dampak yang ditimbulkan oleh
29 Juli 2002 tentang syarat-syarat dan ABS ini ternyata masih banyak digunakan
pengawasan kualitas air minum, kadar sebagai bahan baku deterjen di Indonesia.
maksimum THMs (kholroform) 0,3 mg/l (2). Menurut Ainsworth (5) dampak tersebut antara
Hasil reaksi pembentukan senyawa lain:
trihalomethan tersebut dapat dipengaruhi 1) Terbentuknya film/lapisan pada permukaan
beberapa faktor antara lain, beban organik badan air yang akan menghalangi trasfer
air baku, misalnya asam humus, BOD, oksigen dari udara ke dalam air.
senyawa methan, suhu serta konsentrasi 2) Bila konsentrasi deterjen melebihi
khlor yang digunakan sebagai bahan konsentrasi 3 ppm akan menyebabkan
disinfektant. terbentuknya busa yang stabil.
Salah satu hasil penelitian tentang 3) Kombinasi antara polyphosphate dengan
terbentuknya senyawa halogen organik surfactant akan dapat mempertinggi
termasuk THMs dilaporkan oleh Lykins, kandungan nutrien dalam air sehingga
Mose dan DeMacro (3). Lykins dan kawan menyebabkan proses eutrofikasi, yang akan
melakukan penelitian dengan mempercepat laju pertumbuhan gulma air,
menggunakan pilot plant di Jeferson seperti enceng gondok.
Parish, Lousiana, dengan menggunakan air
baku di hilir sungai Mississipi, dengan Sampai saat ini, telah banyak penelitian
empat macan bahan disinfektan yakni tentang penguraian deterjen secara biologis
khlorine, khlorine dioksida, ozone dan termasuk aspek biologi maupum biokimia, yang
khloramine. Hasil penelitian tersebut seperti telah dilakukan oleh para peneliti diseluruh
terlihat pada gambar 1. Konsentrasi total dunia. Beberapa faktor atau variabel yang
rata-rata halogen organik (TOX) dalam air sangat berpengaruh terhadap proses
olahan yakni sekitar 25 mg/l, 15 mg/l, 85 penguraian deterjen secara biologis antara lain :
mg/l, 117 mg/l dan 263 mg/l, masing- jenis mikroorganisme, waktu penyesuaian
masing untuk proses tanpa disinfeksi, mikroorganisme terhadap lingkungannya
disinfeksi dengan ozone, khlorine dioksida, (adaptation atau aclimation time), jenis deterjen
khloramine dan khlorine. atau surfactant, oksigen, konsentarsi awal
deterjen, zat racun yang dapat mengganggu
mikroorganisme. Berdasarkan faktor atau

99 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
variabel tersebut diatas dan faktor lain yang digunakan untuk mengatasi terbentuknya
kadang-kadang belum diketahui, hasil endapan apabila digunakan pada air yang
penguraian deterjen secara biologis sadah. Hal ini disebabkan oleh adanya
mungkin sangat beragam atau bervariasi. kehadiran gugus sulfat dan gugus sulfonat
Hal ini tidak hanya terjadi pada peruraian melengkapi gugus COONa pada karboksil,
biologis deterjen tetapi juga terjadi pada menjadi COSO3Na atau CSO3 Na. Gugus
senyawa organik yang lain. negatif dari molekul ini apabila terurai dalam air
Pada permukaan air, membentuk gugusan yang mempunyai sifat aktif
mikroorganisma diharapkan berperan untuk pada permukaan (surfactant). Pembentukan
menguraikan deterjen secara biologis. sulfonate ini berasal dari turunan ester, amida
Namun, perilaku mikroorganisma dalam dan alkyl benzene, yang salah satunya adalah
penurunan deterjen di perairan tergantung berasal dari polimer propylene dan alkyl yang
dari struktur kimia penyusun deterjen. menurunkan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS).
Umumnya materi penyusun yang berasal Sifat ABS yang terkenal adalah sulitnya diurai
dari sabun dan alkohol sulfat mudah diurai oleh mikroorganisma, karena berasal dari gugus
bakteri, sedangkan sebagian unsur lain alkyl yang bercabang banyak. Berikutnya
perlu dihidrolisa dahulu oleh air sebelum kemudian dikenal juga turunan yang berasal dari
diuraikan bakteri, misalnya: synthetic rantai hidrokarbon yang lurus sehingga relatif
detergent dengan gugus ester atau amide. mudah diurai secara biologis, yaitu Linier Alkyl
ABS yang berasal dari propylene yang Sulfonate (LAS).
resisten terhadap serangan bakteri Salah satu hasil peneltian tentang
sehingga potensial dapat mencemari penguraian deterjen secara biologis dengan
permukaan air. Konsentrasi pada air menggunakan senyawa deterjen jenis homolog
permukaan berkisar pada 0,05 0,6 mg/l LAS (linier alkyl benzene sulfonate) di dalam air
(5)
. sungai telah dilaporkan oleh Swisher (8). Swisher
Deterjen hingga kini merupakan menyatakan bahwa penguraian LAS secara
sumber utama phosphor karbonat dalam air biologis akan lebih cepat pada homolog LAS
limbah dan badan air yang menerimanya. dari C6 sampai dengan C12, dan lebih lambat
Polyphosphate digunakan sebagai agen pada homolog LAS C12 sampai C15, dan naik
pembentuk senyawa kompleks sedangkan lagi sampai homolog C18. Berdasarkan
karbonat digunakan untuk menghilangkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ca2+ melalui proses presipitasi. Senyawa beberapa peneliti, Swisher (9) merangkum
phospat merupakan nutrien yang apabila beberapa kesimpulan yakni:
berada di dalam perairan dapat
Struktur gugus hidrophobic adalah faktor
menyebabkan terjadinya eutropikasi, oleh
yang sangat penting dalam menentukan
karena itu peraturan yang ketat tentang
kemampuan dapat urai (biodegradaility) dari
kandungan phosphat dalam deterjen akan
suatu senyawa deterjen. Penguraian
mengurangi deterjen pada badan air dalam
deterjen secara biologis akan bertambah
jumlah yang besar. Hal ini pernah
cepat sejalan dengan tingkat kelinieran
dilakukan di negara bagian Virginia,
(linearity) gugus hidropobicnya, dan lebih
Amerika Serikat, yang mencekal
sulit terurai apabila gugus hidrophobicnya
penggunaan deterjen yang mengandung
mempunyai rantai cabang, khususnya rantai
phosphate secara menyeluruh sehingga
cabang kuaternair.
mampu mengurangi kontribusi pencemaran
phosphat sampai seperlima dari Struktur gugus hidrophilic sangat kurang
sebelumnya (6). berpengaruh terhadap kemampuan dapat
(7)
Fressenden & Fressenden urai suatu senyawa deterjen.
mengatakan bahwa deterjen yang
Semakin panjang jarak antara gugus
kemudian dikenal adalah synthetic
detergent (syndet) dibuat untuk mengatasi sulfonate dengan ujung terjauh dari gugus
masalah kelemahan penggunaan sabun hidrophobicnya, kecepatan penguraian
biologis primernya makin besar dan hal ini
sebagai bahan pencuci yaitu dengan
menggunakan surfactant (surface actice kemungkinan dapat terjadi pada tipe
agent). Surfactant inilah yang menjadi deterjen lain.
penentu kualitas suatu deterjen karena
fungsinya sebagai pelarut, pembasah Contoh lain hasil pengujian kemampuan
(wetting), pembusaan sekaligus sebagai dapat urai (biodegradability) dari senyawa
deterjen anionic (deterjen ion negatip) telah
pembersih. Sifat pelarutnya dapat

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 100
dilaporkan oleh Okpokwasili dan Olisa (10). yang komplek menjadi bentuk senyawa yang
Kedua peneliti tersebut telah melakukan lebih sederhana dengan berat molekul yang
pengkajian tentang penguraian biologis lebih kecil. Proses penguraian secara biologis
terhadap beberapa deterjen komersial dan telah banyak digunakan antara lain untuk
sampo dengan metoda die away dengan pengolahan air limbah domestik maupun air
menggunakan air sungai, dan berhasil limbah industri. Hal ini karena mikroorganisme
mengidentifikasikan jenis mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menguraikan
yang berpengaruh terhadap penguraian atau merombak senyawa organik komplek,
deterjen secara biologis yakni antara lain : bahkan pada beberapa senyawa yang sangat
genera vibrio, flavobacterium, klebsiella, tahan terhadap perombakan (degradation)
pseudomonas, enterobacter, bacillus, misalnya senyawa pestisida dan lain-lain.
escherichia, shigella, citobacter, proteus Proses penguraiannya secara
dan anabaena. keseluruhan adalah proses oksidasi, dan melalui
Said (11) telah melakukan peeneltian mekanisme sedemikian rupa sehingga zat
pengu-raian deterjen anionic (ABS) dengan organik yang komplek dipecah menjadi senyawa
menggunakan lumpur biologis yang yang lebih sederhana Dalam penguraian secara
disaring dari air danau di dalam reaktor biologis ini, mikroorganisme yang sangat penting
batch. Dari penelitian tersebut dapat adalah bakteri. Bakteri akan menggunakan
disimpulkan bahwa laju penguraian senyawa organik sebagai makanan, kemudian
deterjen secara biologis dipengaruhi merombaknya menjadi senyawa yang lebih kecil
beberapa faktor antara lain konsentarsi dan menggunakan energi yang ditimbulkan
awal deterjen, jumlah mikroorganismenya untuk berkembang biak.
(dalam hal ini ditunjukkan dengan Deterjen atau surfactant adalah senyawa
konsentarsi padatan tersuspensi, SS), dan yang molekulnya mempunyai struktur gugus
juga kondisi pHnya. Makin kecil tertentu yang menyebabkan senyawa tersebut
konsentrasi deterjen atau makin besar mempunyai sifat dapat menimbulkan busa dan
jumlah mikroorganisme (makin besar sebagainya. Di dalam studi tentang penguraian
konsentrasi lumpur biologisnya), kecepatan deterjen secara biologis ada tiga jenis definisi
penguraiannya makin besar, sedangkan yang perlu dipertimbangkan, yakni penguraian
pada kondisi pH netral atau mendekati biologis primair (primary biodegradation),
netral kecepatan penguraiannya lebih besar penguraian biologis sampai tahap dapat diterima
dibandingkan apabila pada kondisi asam lingkungan (environmentally acceptable
atau basa. biodegradation), dan penguraian biologis
Meskipun banyak peneliti telah sempurna atau final (ultimate biodegradation)
(12)
melakukan penelitian tentang penguraian .
deterjen secara biologis termasuk Penguraian biologis primair didefinisikan
mekanisme metabolismenya, namun masih sebagai penguraian senyawa kimia yang
diperlukan lebih banyak lagi data tentang komplek oleh aktifitas mikroorganisme menjadi
penguraian deterjen secara biologis, bentuk senyawa lain sedemikian rupa sehingga
khususnya data yang berhubungan dengan senyawa hasil penguraian tersebut tidak lagi
keperluan praktis atau operasional yang memiliki karakteristik atau sifat senyawa
dapat digunakan untuk keperluan asalnya. Untuk penguraian biologis primair dari
pengolahan air minum. senyawa deterjen, biasanya sampai tahap
dimana sifat-sifat deterjennya menjadi hilang.
2.3 Penguraian Deterjen Secara Penguraian biologis sampai tahap dapat
Biologis diterima lingkungan didefinisikan sebagai
penguraian oleh aktifitas mikrooragnisme
Penguraian senyawa kimia secara dimana senyawa kimia telah dipecah secara
biologis (biological degradation atau biologis sampai tahap diterima oleh lingkungan
disingkat biodegradation) didefinisikan atau sampai tahap tidak menunjukkan sifat-sifat
sebagai perombakan atau penguraian yang tidak diinginkan misalnya sifat
senyawa kimia oleh aktifitas biologis dari menimbulkan busa, sifat racun, perusakkan
mahluk hidup, khususnya oleh aktifitas terhadap keindahan dan sebagainya. Di dalam
mikroorganisme. Mikroorganisme beberapa hal, ke dua definisi tersebut diatas
memainkan peranan yang sangat penting di adalah sama.
dalam siklus biokimia, terutama siklus Penguraian biologis akhir atau sempurna
karbon. Mikroorganisme tersebut memecah didefinisikan penguraian senyawa kimia, dalam
senyawa kimia, kususnya senyawa organik hal ini deterjen oleh aktifitas mikroorganisme

101 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
secara lengkap atau sempurna menjadi
karbon dioksida, air dan garam anorganik
dan produk lain yang berhubungan dengan
proses proses metabolisme normal dari
mikroorganisme (bakteria).
Di dalam studi penguraian deterjen
secara biologis ini, dibatasi hanya sampai
tahap penguraian biologis primer yang
mana hanya sampai tahap tidak bereaksi
terhadap methylene blue (MB) atau metoda
analisa MBAS (methylene blue active
substance).

3. METODA PENELITIAN

3.1 Material

3.1.1 Air Baku Gambar 1 : Diagram proses pengolahan yang


digunakan untuk penelitian.
Air baku yang digunakan pada
penelitian ini diambil dari air sungai
Kalimalang yang merupakan air baku Tabel 1. Spesifikasi Reaktor Biologis dengan
PDAM Bekasi, Instalasi Produksi Poncol, Jl. Media Plastik Sarang Tawon
RA. Kartini 2A Bekasi.
No Uraian Keterangan
3.1.2 Reaktor Biologis
1. Dimensi Reaktor Panjang : 59 cm
Reaktor biologis yang digunakan dalam Lebar : 30 cm
penelitian ini adalah jenis/model reaktor Tinggi : 210 cm
Volume Efektif 372 liter
biologis yang terbuat dari bahan fiberglass
Bahan Fiberglass
dengan ukuran 210 cm x 59 cm x 30 cm.
2 Media Penyangga :
Reaktor ini dilengkapi dengan lubang inlet
Bahan PVC Sheet
dan lubang outlet yang terletak pada kedua Tipe Sarang Tawon (Cross flow)
sisi reaktor. Lumpur yang terendapkan Ukuran Lubang 2 cm x 2 cm
dapat dikeluarkan melalui ruang lumpur Ketebalan Media 0,5 mm
pada bagian bawah reaktor. Diagram Ukuran Modul 30 cm x 25 cm x 30 cm
proses dan skema reaktor biologis yang Luas Permukaan 2
226 m / m
3

digunakan untuk penelitian terlihat seperti Spesifik


pada Gambar 1, sedangkan Berat Spesifik Media 30 35 kg / m
3

Porositas Media 98%


3.2 Prosedur Percobaan 3. Peralatan Pendukung Kran Sampling
Blower udara
3.2.1 Pertumbuhan Mikroorganisme Pipa PVC

Pertumbuhan mikroorganisme
dilakukan secara alami dengan cara 3.2.2 Proses Pengolahan
mengalirkan air baku sungai secara
kontinyu ke dalam reaktor melalui media Penelitian ini menggunakan suatu reaktor
penyangga sampai terbentuknya lapisan berskala pilot plant. Reaktor ini mempunyai
biofilm yang melekat pada media. ukuran tinggi 210 cm, panjang 59 cm dan lebar
Pertumbuhan mikroorganisme ini juga 30 cm dengan volume 372 liter dan dibuat dari
didukung oleh suplai udara secara terus bahan fiberglass. Reaktor biofilter terdiri dari
menerus dengan menginjeksikan udara ke bak pengendapan awal, bak biofilter yang terdiri
dalam reaktor melalui alat pompa udara. dari media sarang tawon dan pengendapan
akhir. Bioreaktor ini dilengkapi dengan pipa inlet
dan pipa outlet yang terletak pada kedua sisi
reaktor. Pada bagian bawah reaktor terdapat
ruang lumpur yang berfungsi sebagai tempat

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 102
pengendapan yang dapat digunakan untuk b. Deterjen (Methylene Blue Active
mengeluarkan lumpur yang mengendap. Substances)
Pengaliran air yang akan diolah
dilakukan dengan terus-menerus (continues Pengukuran kandungan deterjen dianalisa
flow) dan aliran di dalam media biofilter dengan metode Spektrofotometri. Reaksi
dilakukan adalah secara down flow (dari surfactan anionik dengan Methylene Blue
atas ke bawah). Proses yang terjadi pada membentuk garam biru yang larut dalam
bioreaktor adalah proses aerobik. kloroform. Methylene Blue dan surfactan
Pemberian oksigen dilakukan dengan cara anionik sendiri larut dalam air, tetapi tidak
menggunakan pompa (blower) udara yang larut dalam CHCl3, sedang garamnya yang
diinjeksikan ke dalam reaktor. berwarna biru dapat diekstraksi dengan
Media penyangga yang CHCl3 dan kemudian absorbansinya diukur
dipergunakan adalah sarang tawon (cross dengan Spektrofotometer pada panjang
flow ) yang terbuat dari plastik. Ukuran gelombang 653 nm.
modul tiap media adalah 30 cm x 25 cm x
30 cm. Penelitian ini menggunakan 5 media 4. HASIL PERCOBAAN
dengan keseluruhan tinggi 1,5 m.
Pada penelitian ini dilakukan variasi 4.1 Pembiakan Mikroorganisme
waktu tinggal hidrolis, yaitu 4 jam, 3 jam, 2
jam dan 1 jam untuk melihat kemampuan Pembiakan (seeding) mikroorganisme
bioreaktor dalam menyisihkan zat organik dilakukan secara alami yaitu dengan cara
dan senyawa deterjen. Pemilihan waktu mengalirkan air baku dari saluran Tarum Barat
tinggal hidrolis ini disesuaikan dengan (Kalimalang) yang akan diolah secara terus
kriteria pengolahan pendahuluan menerus ke dalam bioreaktor yang telah terisi
(pretreatment) yang umum digunakan yaitu media sarang tawon sampai terbentuknya
berkisar antara 0,5 4 jam. Penelitian lapisan biofilm yang melekat pada media
dilanjutkan dengan melakukan sirkulasi dengan waktu tinggal hidrolis 6 (enam) jam.
yaitu mengalirkan kembali air olahan yang Proses yang terjadi dalam bioreaktor pada
ada pada bak pengendapan akhir pembiakan mikroorganisme adalah proses tanpa
menggunakan pompa sirkulasi ke bak aerasi sehingga tidak dilakukan pemberian
biofilter. udara ke dalam reaktor.
Pada awal penelitian selama 1 (satu)
3.3 Prosedur Analisis minggu pertama dilakukan pengamatan secara
fisik. Pada tahap ini proses pengolahan belum
Seluruh prosedur analisis yakni zat berjalan dengan baik karena mikroorganisme
organik dan konsentrasi deterjen anionic yang ada pada bioreaktor belum tumbuh secara
(MBAS) didasarkan pada American optimal. Setelah proses berjalan selama 1
Standard Method for Drinking Water (13, 14). (satu) minggu mikroorganisme sudah mulai
Konsentrasi deterjen anionik diukur dengan tumbuh dan berkembang biak serta membentuk
Methylene Blue Method sebagai lapisan lendir (biofilm) pada permukaan media.
methylene blue active substances Lapisan biofilm ini mengandung mikroorganisme
(MBAS), sedangkan zat organic diukur yang akan menguraikan zat pencemar organik
dengan metoda angka permanganat. yang terdapat pada air baku.
Pertumbuhan mikroorganisme diamati
a. Zat Organik (Angka Permanganat, dengan mengukur penghilangan senyawa
KMnO4) organik (angka permanganat, KMnO4) di dalam
bioreaktor setelah 1 (satu) minggu proses
Pengukuran kandungan zat organik berjalan. Pengukuran dilakukan setiap hari
dilakukan dengan metode titrasi. sampai penghilangan zat organik menjadi relatif
Kelebihan permanganat yang terpakai stabil.
untuk oksidasi senyawa organik dalam Efisiensi pengurangan zat organik pada
sampel air yang diperiksa, direduksi awal pengoperasian relatif kecil yaitu 35,18%.
oleh asam oksalat. Kelebihan asam Hal ini disebabkan karena pada awal operasi
oksalat dititrasi kembali dengan larutan berjalan, pertumbuhan mikroorganisme belum
(KMnO4). optimal sehingga lapisan biofilm yang terbentuk
juga masih tipis. Pada hari ke-4 efisiensi
penghilangan sudah mulai meningkat menjadi
50,09%. Pada hari ke-9 penghilangan zat

103 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
organik telah menunjukkan peningkatan Gambar 2 : konsentrasi senyawa organik di
yaitu mencapai 59,02%. Peningkatan dalam Influen dan Efluen serta efisiensi
efisiensi ini disebabkan mikroorganisme
pada reaktor telah tumbuh dan berkembang KONSENTRASI ZAT ORGANIK INLET (mg/l)
KONSENTRASI ZAT ORGANIK OUTLET

biak dan membentuk lapisan biofilm yang EFISIENSI PENGHILANGAN (%)

20 70
lebih tebal dari sebelumnya sehingga zat EFISIENSI PENGHILANGAN

KONSENTRASI ZAT ORGANIK (mg/l)

EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


organik yang ada dalam air baku diuraikan. 60

Peningkatan ini mulai menunjukkan 15


50
kestabilan pada hari ke-10 sampai hari ke-
40
13 yaitu 60,21% - 60,07%. Ini berarti 10
INLET
penguraian air baku oleh mikroorganisme 30

pengurai telah bekerja optimal. 20


5
Perubahan konsentrasi senyawa OUTLET
10
organik sebelum dan sesudah pengolahan WAKTU TINGGAL = 6 JAM

serta efisiensi penghilangan senyawa 0


1 3 5 7 9 11 13 15
0

organik selama proses seeding secara WAKTU OPERASI (HARI)


lengkap dapat juga dilihat pada Gambar 2.
Dari Gambar 2 tersebut tampak jelas penghilangan senyawa organik selama proses
bahwa pada operasi hari ke-10 sampai seeding.
dengan hari ke-13, pengurangan zat Keterangan:
o
Temperatur Air: 30 33 C ; pH air ; 7,3 7,5
organik meningkat dari hari sebelumnya Data diambil pada jam 8.00 9.00 WIB
dan cenderung stabil, yaitu antara 59,77% -
61,49%. Gambar 2 juga menunjukkan Pada pengolahan dengan kondisi reaksi
bahwa efisiensi penurunan konsentrasi waktu tinggal hidrolis 1 jam efisien penurunan
senyawa organik dari hari ke-1 sampai hari sebesar 21,24%, untuk waktu tinggal 2 jam
ke-13 mengalami peningkatan dan menjadi menunjukkan efisiensi sebesar 21,64, untuk
stabil. Hal ini menunjukkan bahwa proses waktu tinggal 3 jam efisiensi sebesar 30,07.
awal pertumbuhan mikroba dan Dari Gambar 3 tampak bahwa efisiensi
pembentukan lapisan biofilm pada media penurunan senyawa organik ini semakin
membutuhkan waktu beberapa minggu, mengalami peningkatan seiring dengan
yang dikenal dengan proses pematangan. bertambahnya waktu tinggal di dalam reaktor
Adanya penghilangan zat organik yang walaupun peningkatan itu tidak tinggi.
cukup besar tersebut menunjukkan bahwa Peningkatan efisiensi ini dikarenakan semakin
mikroorganisme telah tumbuh melekat pada lama waktu kontak antara air baku dengan
media dan membentuk lapisan biofilm. lapisan biomassa yang tumbuh di media akan
semakin banyak zat organik yang terurai.
4.2 Hasil Percobaan tanpa Aerasi Efisiensi rata-rata tertinggi pada waktu tinggal
hidrolis 4 jam yaitu sebesar 48,08%.
4.2.1 Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolis
Terhadap Pengurangan Senyawa
Organik pada Pengolahan Tanpa KONSENTRASI ORGANIK INLET (mg/l)
KONSENTRASI ORGANIK OUTLET
Aerasi (mg/l)
EFISIENSI PENGHILANGAN
(%)
12 80
Perubahan konsentrasi zat organik WTH : 4 jam WTH : 3 jam WTH : 2 jam WTH : 1 jam
70
sebelum dan sesudah pengolahan serta 10
KONSENTRASI ORGANIK (mg/l)

EFISIENSI PENGHILANGAN (%)

60
efisiensi pengurangan zat organik di dalam
8
reaktor biofilter pada selang waktu tinggal 50

hidrolis (WTH) empat jam sampai dengan 6 40


satu jam secara lengkap ditunjukkan seperti
30
pada Gambar 3. 4
Dari Gambar tersebut menunjukkan 20

bahwa efisiensi penurunan senyawa 2


10
organik berdasarkan variasi waktu tinggal
0 0
hidrolis satu sampai empat jam berkisar 0 5 10 15 20 25
antara 17 % - 52 %. Dengan adanya WAKTU OPERASI (HARI)

efisiensi penurunan tersebut menunjukkan


bahwa telah terjadi proses penguraian di Gambar 3 : Konsentrasi zat organik sebelum
dalam reaktor biofilter. dan sesudah pengolahan serta efisiensi

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 104
penghilangan berdasarkan waktun tinggal Gambar 4 : Konsentrasi deterjen sebelum dan
hidrolik di dalam reaktor sesudah pengolahan serta efisiensi penghilangan
Keterangan:
(tanpa aerasi).
o
Temperatur Air: 30 33 C ; pH air ; 7,3 7,5
Data diambil pada jam 8.00 9.00 WIB Keterangan:
o
Temperatur Air: 30 33 C ; pH air ; 7,3 7,5
Data diambil pada jam 8.00 9.00 WIB
4.2.2 Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolis
Terhadap Pengurangan Deterjen
pada Pengolahan Tanpa Aerasi
KONSENTRASI MBAS INLET (mg/l)

Perubahan konsentrasi deterjen KONSENTRASI MBAS OUTLET


EFISIENSI PENGHILANGAN (%)
sebelum dan sesudah pengolahan serta 0.6 60

efisiensi pengurangan deterjen di dalam

EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


reaktor biofilter pada selang waktu tinggal 0.5 WTH : 3 Jam WTH : 3 Jam 50

KONSENTRASI MBAS (mg/l)


hidrolis (WTH) empat jam sampai dengan 0.4 40
satu jam secara lengkap ditunjukkan seperti EFISIENSI PENGHILANGAN

pada Gambar 4. 0.3 INLET


30

Operasi pengolahan berjalan secara 0.2 20


kontinyu ini dilakukan variasi debit alir air OUTLET

baku dengan waktu tinggal hidrolis 4 jam, 3 0.1


WTH : 4 Jam WTH : 3 Jam
10

jam, 2 jam dan 1 jam.


0 0
Dari Gambar 4 tampak bahwa 0 5 10 15 20

konsentrasi air baku masuk (influen) dan WAKTU OPERASI (HARI)

keluar (efluen) mengalami turun naik 4.3 Hasil Percobaan dengan Aerasi
sehingga menghasilkan efisiensi yang
berfluktuasi pula. Sedangkan dari Tabel 6 4.3.1 Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolik
menunjukkan bahwa pada waktu tinggal Terhadap Pengurangan Senyawa
hidrolil 4 jam, 3 jam, 2 jam dan 1 jam Organik Pada Pengolahan Dengan
menghasilkan efisiensi yang stabil untuk Aerasi
tiap-tiap waktu tinggal hidrolik. efisiensi
penghilangan 32,17% dan rata-rata Setelah pengaturan waktu tinggal hidrolis
efisiensi penghilangan 27,93%. Pada waktu dilakukan di dalam reaktor, proses pengolahan
tinggal hidrolis 2 jam keadaan stabil pada dibiarkan selama beberapa hari hingga didapat
hari ke-2 dengan efisiensi penghilangan keadaan stabil. Perubahan konsentrasi
34,31% dan rata-rata efisiensi senyawa organik sebelum dan sesudah
penghilangan 30,94%. Pada waktu tinggal pengolahan serta efisiensi pengurangan
hidrolis 3 jam keadaan stabil pada hari ke-2 senyawa organik di dalam reaktor biofilter dapat
dengan efisiensi penghilangan 47,62% dan dilihat secara lengkap pada Gambar 5.
rata-rata efisiensi penghilangan 43,04%. Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa
Sedangkan pada waktu tinggal hidrolis 4 efisiensi penurunan senyawa organik
jam keadaan stabil pada hari ke-3 dengan berdasarkan variasi waktu tinggal hidrolis
efisiensi penghilangan 52,94% dan rata- berkisar antara 30,07% - 71,21%. Dengan
rata efisiensi penghilangan 48,61%. Jadi adanya efisiensi penurunan tersebut
dapat diketahui bahwa keadaan terbaik menunjukkan bahwa telah terjadi proses
tercapai pada waktu tinggal hidrolis 4 jam. penguraian di dalam reaktor biofilter.
Fenomena tersebut kemungkinan Selanjutnya penurunan senyawa organik ini
disebabkan karena mikroorganisme dapat dilihat pada Gambar 5.
memerlukan waktu adaptasi untuk dapat
menguraikan deterjen. Pada waktu tinggal
hidrolik 1 jam keadaan stabil pada hari ke-3
dengan

105 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Efisiensi pengurangan senyawa organik
yang paling besar di dalam reaktor biofilter ini
KONSENTRASI ORGANIK INLET (mg/l)
KONSENTRASI ORGANIK OUTLET (mg/l)
EFISIENSI PENGHILANGAN (%)
pada waktu tinggal hidrolis 4 jam yaitu 68,70%.
12 100
Untuk waktu tinggal hidrolis 3 jam efisiensi rata-
rata pengurangan senyawa organik sebesar

EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


4 Jam 3 Jam 2 Jam 1 Jam
KONSENTRASI ORGANIK (mg/l)

10
80
59,27% dan untuk waktu tinggal hidrolis 2 jam
8 efisiensi rata-rata pengurangan senyawa organik
60
sebesar 44,53%. Sedangkan efisiensi
6
pengurangan rata-rata senyawa organik terkecil
40
4 pada waktu tinggal hidrolis 1 jam yaitu sebesar
35,98%.
20
2

4.3.2 Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolis


0 0
0 5 10 15 20 25 Terhadap Pengurangan Deterjen Pada
WAKTU OPERASI (HARI) Pengolahan Dengan Aerasi
Gambar 5 : Konsentrasi Senyawa Organik
Perubahan konsentrasi deterjen sebelum
Sebelum dan Sesudah Pengolahan
dan sesudah pengolahan serta efisiensi
Dengan Aerasi serta Efisiensi
pengurangan deterjen di dalam reaktor biofilter
Penghilangan (dengan aerasi).
Keterangan: pada selang waktu tinggal hidrolis (WTH) empat
o
Temperatur air: 30 33 C ; pH air : 7,3 7,5 jam sampai dengan satu jam secara lengkap
Data diambil pada jam 8.00 9.00 WIB ditunjukkan seperti pada Gambar 6.
Operasi pengolahan berjalan secara
Dari hasil penelitian tersebut terlihat kontinyu dengan memberikan oksigen ke dalam
bahwa setelah waktu tinggal diubah reaktor biofilter ini juga dilakukan variasi waktu
menjadi empat jam efisiensi pengurangan debit alir air baku dengan waktu tinggal hidrolis 4
senyawa organik sekitar 65% dan menjadi jam, 3 jam, 2 jam dan 1 jam.
stabil setelah tiga hari operasi yaitu Dari Gambar 6 tersebut di atas tampak
efisiensi pengurangan naik menjadi sekitar bahwa efisiensi pengurangan deterjen
71%. Fenomena yang sama juga terjadi mengalami fluktuasi seiring dengan naik
setelah waktu tinggal diubah menjadi tiga turunnya konsentrasi deterjen inlet dan outlet.
jam, dua jam dan satu jam yaitu efisiensi Sedangkan dari Tabel 6 juga menunjukkan
pengurangan senyawa organik turun dan bahwa pada tiap waktu tinggal hidrolis
perlahan-lahan efisiensi pengurangan menghasilkan efisiensi pengurangan yang stabil
senyawa organik naik lagi dan menjadi pada hari ke 3-4 hari operasi.
stabil setelah 3-4 hari operasi. Hal ini Pada waktu tinggal hidrolis 1 jam efisiensi
kemungkinan disebabkan karena pengurangan sebesar 44,60% dan pada waktu
mikroorganisme memerlukan waktu tinggal hidrolis 2 jam efisiensi pengurangan
adaptasi terhadap perubahan beban sebesar 54,31%. Untuk waktu tinggal hidrolis 3
organik yang masuk ke dalam reaktor. jam efisiensi pengurangan sebesar 57,68
sedangkan untuk waktu tinggal hidrolis efisiensi
Penurunan efisiensi pengurangan pengurangan sebesar 73,33%.
senyawa organik sebanding dengan Berdasarkan hasil efisiensi pengurangan
penurunan waktu tinggal hidrolis. Hal ini tersebut tampak bahwa semakin kecil waktu
disebabkan semakin sedikitnya waktu tinggal hidrolis maka efisiensi pengurangan
kontak antara beban organik dengan semakin turun. Fluktuasi penurunan tersebut
mikroorganisme pada lapisan biofilm cukup kecil bila dibandingkan dengan waktu
sehingga semakin sedikit kesempatan tinggal hidrolis yang lain yaitu untuk waktu
mikroba untuk dapat memanfaatkan tinggal hidrolis 4 jam dan 3 jam yaitu sebesar
senyawa organik tersebut untuk proses 7,71%. Dari waktu tinggal hidrolis 3 jam ke 2
metabolisme tubuhnya. Waktu tinggal jam sebesar 19,76% dan penurunan dari waktu
hidrolis yang juga dapat menyebabkan tinggal hidrolis 2 jam ke 1 jam sebesar 17,87%.
peningkatan debit aliran sehingga
mengakibatkan penambahan beban hidrolis
pada reaktor.

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 106
hari ke-13 (tiga belas) dan kondisi ini
KONSENTRASI MBAS INLET (mg/l)
KONSENTRASI MBAS OUTLET stabil selama 2 (dua) minggu dengan
EFISIENSI PENGHILANGAN (%)
0.6 100 efisiensi pengurangan 60%.
WTH : 4 Jam WTH : 3 Jam WTH : 2 Jam WTH : 1 Jam Mikroorganisme dapat tumbuh dan

EFISIENSI PENGHILANGAN (%)


0.5 80 berkembang dengan baik bila kondisi
KONSENTRASI MBAS (mg/l)

0.4
lingkungannya adalah aerob, artinya
60 ada oksigen yang berguna untuk
0.3 berkembang biak.
40 Secara keseluruhan efisiensi
0.2
pengurangan senyawa organik,
0.1
20 deterjen, ammonia, padatan
tersuspensi dan peningkatan oksigen
0
0 5 10 15 20
0
terlarut diperoleh hasil yang optimum
WAKTU OPERASI (HARI) pada pengolahan tahap aerasi.
Pada pengolahan tahap tanpa aerasi
Gambar 6 : Konsentrasi Deterjen Sebelum dengan waktu tinggal hidrolis 4 jam
dan Sesudah Pengolahan dengan Aerasi diperoleh efisiensi penghilangan
serta Efisiensi Penghilangan. senyawa organik sebesar 48,08%, dan
Keterangan: efisiensi penghilangan deterjen
o
Temperatur air: 30 33 C ; pH air : 7,3 7,5
Data diambil pada jam 8.00 9.00 WIB sebesar 48,61 %, Sedangkan dengan
proses aerasi diperoleh efisiensi
penghilangan senyawa organik sebesar
Dari Gambar 6 juga dapat diketahui 68,702 %, dan efisiensi penghilangan
adanya penurunan efisiensi pengurangan deterjen sebesar 71,85 %.
konsentrasi deterjen untuk tiap perubahan
waktu tinggal dan mencapai titik kestabillan
pada tiap-tiap waktu tinggal hidrolis. Hal ini DAFTAR PUSTAKA
disebabkan karena semakin sedikitnya
waktu kontak antara beban organik dengan 1. ----- " Water Supply Engineering Vol.1 ,
mikroorganisme pada lapisan biofilm JICA, March 1984.
sehingga semakin sedikit kesempatan 2. Keputusan Menteri Kesehatan Repuplik
mikroba untuk menguraikan deterjen. Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29
5. KESIMPULAN Juli 2002 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum
Dari hasil penelitian pengolahan air baku 3. Lykins,B.W., Moser, R., DeMacro, J.
air minum dengan reaktor biofilter tercelup Treatment Technology In The United
tanpa aerasi dan dengan aerasi States, Disinfection And Controls Of
menggunakan media plastik sarang tawon Disinfection By-Product , The second
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai Japan - US Governmental Conference
berikut: On drinking water Quality Management,
July 24-26, 1990, Tokyo, japan
Proses biofilter tercelup menggunakan 4. Sawyer,C.N & P.L. McCarty. 1967.
media plastik sarang tawon dengan Detergents, Chemistry For Sanitary
sistem aerasi dapat menurunkan Engineers. Second Edition McGraw-Hill
konsentrasi dan meningkatkan efisiensi Book Company Tokyo.
penghilangan zat organik dan deterjen 5. Ainsworth, S.J. 1996. Soaps and
yang lebih optimal pada pengolahan air Detergent. Chem. Eng. News.
baku air minum.
6. Hoffman, RJ. & J.W. Bishop. 1994.
Dengan waktu tinggal hidrolik 4 jam
Impact of a Phosphate Detergent Ban
diperoleh hasil yang optimum pada
on Concentration of Phosphorus in the
peningkatkan penurunan konsentrasi
James River. Wat. Res.Virginia.
dan efisiensi penghilangan zat organik,
7. Fressenden, R.J. & J.S. Fressenden.
dan deterjen.
1984. Organic Chemistry. Brook & Cole
Pertumbuhan mikroorganisme secara
Publishing Co. CA.
alami tanpa aerasi mulai membentuk
lapisan biomassa (biofilm) yang 8. Swisher R.D. (1963) Biodegradation of
melekat pada permukaan media pada ABS in Relation to Chemical structure.

Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 98


Journal Water Purification Control 13. APHA (American Public Health
Federation (WPCF), Vol.35, No.7, July Association). 1985. Standard Methods
1963. for the Examanation of Water and
9. Swisher R.D. (1970) Surfactant Wastewater. 16th edition. New York
Biodegradation. Dekker, New York. 14. Alerts, G dan S. S. Santika. 1987.
10. Okpokwasili and Olisa (1991), River- Metode Penelitian Air. PT. Usaha
Water Biodegradation of surfactant in Nasional, Surabaya.
Liquid Detergents and Shampoos.
Water Research, Vol.25, No.11,
pp.1425 to 1429, 1991.
11. Said, N.I. 1995. Study On Biological
Degradation Of Anionic Detergent For
Drinking Water Treatment Process.
Department of Environmental and
Sanitary Engineering, Kyoto University,
Japan
12. Karigome,T. 1987. The Methods of
Surfactant Analysis. New Edition.
Saiwa Shobou-Japan

99 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 98
99 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 100
101 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 102
103 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 104
105 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 106
107 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 108
109 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 110
111 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 112
113 Said. N. I. 2006: Penghilangan Deterjen..J. Tek. Ling. P3TL BPPT.7. (1): 97 - 108
Said. N. I. 2006: Penghilangan DeterjenJ. Tek. Ling. P3TL BPPT. 7. ( 1 ): 97 108 114

You might also like