You are on page 1of 9

PERITONITIS

Ketiga jenis tindakan tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan adekuat untuk
mencapai hasil terapi yang optimal sehingga dicapai mortalitas dan morbiditas yang
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 rendah

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen yang sering dijumpai akibat inflamasi dan Anatomi Peritoneum
infeksi selaput peritoneum rongga abdomen. Peritonitis suatu kumpulan gejala Peritoneum adalah selaput serosa tipis dan tembus cahaya. Peritoneum adalah
akibat iritasi peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi atau darah. membrana serosa yang melapisi rongga perut dari diafrahma meluas kebawah
Berdasarkan proses terjadinya peritonitis dapat dikelompokkan menjadi peritonitis sampai pelvis. Dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
primer , sekunder,tertier dan intra peritoneal abses. Peritonitis adalah kasus Peritoneum parietale melapisi dinding perut dari dalam
yang memerlukan penanganan segera karena angka mortalitasnya tinggi. Secara Peritoneum viserale (tunika serosa) yang melapisi organ-organ dalam perut.
umum angka mortalitas peritonitis bervariasi dari : Ringan (<10%), Sedang (<20%), Organ yang hampir seluruhnya dilapisi oleh peritoneum disebut organ intra
dan Berat (20 80%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peritoneal, sedangkan yang tidak dilapisi atau dilapisi kurang dari sepertiganya
morbiditas dan mortalitas antara lain adalah tipe penyakit primer atau penyebab, disebut organ ekstra / retroperitoneal.
lama penyakit sebelum operasi , adanya kegagalan organ sebelum terapi, usia serta
keadaan umum pasien. Peritonitis yang ditemukan lebih awal akan memberikan Peritoneum yang menghubungkan peritoneum parietale dan viserale juga
prognosis yang lebih baik. Pengobatan standart infeksi intraabdominal terdiri dari berfungsi
kontrol sumber kontaminasi dari bakteri didalam rongga peritoneal dan drainase, sebagai alat penggantung :
serta debridement dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan mesenterium : penggantung usus halus.
pembedahan, terapi antimikroba yanng memiliki daya bakterisida pada mesenteriolum / mesoapendiks
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, dan tindakan suportif berupa mesokolon transversum
oksigenasi yang adekuet, terapi cairan dan pengelolaan nutrisi. Ketiga jenis tindakan mesosigmoideum,mesovarium,mesosalpinks,dsb.
tersebut harus dilaksanakan secara tepat dan adekuat untuk mencapai hasil terapi
yang optimal sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Peritoneum yang menggantung bebas sebagai duplikatur : omentum

Kedua jenis peritoneum ini terdiri atas selapis epithel pipih simplek, disebut
Infeksi intra abdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap mesothelium Celah diantara peritoneum parietalis dan peritoneum visceralis
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
disebut cavitas peritonealis. Pada keadaan normal celah ini mengandung sedikit
peritoneum. Infeksi pada rongga peritoneum (intraperitoneal) berbentuk suatu
cairan yang dikenal sebagai liquor peritonii. Pada laki-laki celah ini merupakan
infeksi difus yaitu peritonitis atau fokal yaitu berupa abses intraperitoneal /
celah atau cavitas yang tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan
intraabdominal Walaupun tingkat pengetahuan dan pilihan terapinya telah
dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Celah atau rongga peritonium
berkembang pesat, sampai dengan saat ini infeksi intra abdominal masih merupakan
secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu sakus mayor dan minor, dan keduanya
salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Tingkat mortalitasnya
dihubungkan oleh foramen Winslowi. Pada sakus mayor terdapat beberapa area
dapat hanya 1% saja pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa mencapai
yang potensial secara anatomi maupun fisiologi terkumpulnya cairan atau pus. Area
20% atau lebih pada pasien dengan perforasi kolon atau trauma penetrans pada
tersebut adalah subhepatika kanan, subdiafragma kanan dan kiri, paracolic
abdomen, bahkan dapat mencapai 81% pada pasien yg mendapatkan infeksi intra
gutters dan pelvis.
abdominal pasca operasi. Morbiditas yang dapat timbul, baik sebagai akibat
komplikasi tindakan pembedahan, maupun perjalanan penyakitnya sendiri,
Ruangan-ruangan yang terdapat didalam rongga peritoneum adalah :
menambah lamanya masa perawatan dirumah sakit dan tidak jarang memerlukan
1. Ruang Subhepatika kanan
tindakan pembedahan ulang Pengobatan standar infeksi intra abdominal terdiri dari
Ruang ini dibatasi oleh sebelah atas: permukaan bawah dari lobus kanan hepar,
kontrol dari sumber kontaminasi bakteri di dalam rongga peritoneal dan drainase,
sebelah bawah : fleksura hepatica dan mesokolon tranversum. Disebelah medial
serta debridemen dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan
terikat oleh bagian kedua dari duodenum dan ligamentum hepatoduodenal, dan
pembedahan; terapi anti mikroba yang memiliki daya bakterisida pada
sebelah lateral oleh dinding abdomen. Sebelah posterior ruangan ini terbuka
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya; dan tindakan suportif berupa
menuju kantong dari Morison, salah satu dari beberapa ruang dalam pada rongga
oksigenasi yang adekuat, terapi cairan, dan pengelolaan nutrisi.
peritoneum yang dapat menjadi tempat pengumpulan cairan dan terbentuknya
abses.
2. Ruang Subfrenika kanan
Ruang ini terletak pada hemidiafrahma kanan dan permukaan superior dari lobus
kanan hepar disebelah medial terikat oleh ligamentum falsiforme dan sebelah
posterior oleh ligamentum koronaria kanan dari hepar.

3. Ruang Subfrenika kiri


Ruang ini meluas dari sebelah atas lobus hepar kiri, posterior ke lien dan
anteroinferior ke bawah lobus kiri hepar. Batas medial posterior adalah
ligamentum triangulare sinistra dari hepar, sebelah lateral ruangan tersebut
meluas diantara diafrahma dan lien. Pada bagian lateral ini aliran cairan dari
bawah dapat mengalir diantara lien dan ginjal. Bagian subhepatik dari ruang
subfrenika kiri dibagi anterior dan superior oleh permukaan inferior dari lobus
hepar kiri dan posterior oleh dinding anterior dari gaster dan ligamentum
gastrohepatika.

4. Ruangan Parakolika
Dibagi menjadi bagian kanan dan kiri. Sebelah kanan antara dinding abdomen
dan kolon asenden dan sebelah kiri antara dinding abdomen dan kolon desenden.
Disebelah kiri hubungan antara ruangan ini dan subfrenika dibatasi oleh
ligamentum prenikolika. Di inferior hubungannya dengan rongga pelvis
dihalangi oleh kolon sigmoid. Sebelah kanan dapat berhubungan langsung antara
ruang parakolika kanan dengan ruang subfrenika kanan, subhehepatik dan pelvis. Omentum merupakan jaringan yang kaya vascularisasi dan lemak dengan
mobilitas yang besar, memegang peranan penting untuk mekanisme pertahanan
5. Kantong Lesser alamiah untuk mengatasi inflamasi dan infeksi peritoneum, dapat bersifat sealing
Ruangan ini terletak di posterior dari gaster dan ligamentum gastrohepatika. off leakage dan membawa kolateral pada viscera yang iskemi, juga berhubungan
Sebelah posterior ruangan ini dibatasi oleh lobus kaudatus hepar dan sebelah dengan adhesi.
inferiornya oleh mesokolon transversum. Permukaan anterior dari pancreas
merupakan batas belakang dari ruangan ini. Walaupun terdapat hubungan
Mesenterium adalah lapisan peritoneum yang berlapis ganda yang membungkus
langsung antara kantong lesser dan kavum peritonii mayor melalui foramen
suatu organ dan menghubungkannya dengan dinding abdomen. Dikedua
winslowi, sangat jarang infeksi yang terbentuk pada cavum peritonii mayor yang
permukaannya dilapisi oleh mesotelium dan bagian tengahnya merupakan jaringan
meluas ke kantong lesser. Infeksi yang terbentuk pada rongga ini biasanya dari
ikat longgar yang mengandung sejumlah sel-sel lemak dan nodi limfatiki, bersama-
organ-organ yang dekat dan membatasinya seperti dari gaster dan pancreas.
sama dengan pembuluh darah, limfe, dan saraf yang datang dari dan ke viscera atau
organ.
6. Rongga pelvis
Rongga pelvis adalah rongga yang sangat tergantung pada rongga peritoneum
Peritoneum viscerale dan mesenterium mendapat darah dari arteri splanknikus ,
pada posisi tegak dan semitegak. Di anterior ruang ini dibatasi oleh kandung
vena kembali masuk ke vena porta. Peritoneum parietale mendapatkan darah dari
kencing dan dinding abdomen, sebelah posterior oleh rectum, tulang-tulang
cabang pembuluh darah dari interkostal distal, subkostal, lumbal dan iliaka serta
dinding pelvis dan retroperitoneum. Pada wanita ruangan ini dibagi lagi menjadi
kembali melalui vena cafa inferior.
bagian anterior dan posterior oleh uterus. Anterior adalah kantong uterovesikal,
Peritoneum parietale diinervasi oleh saraf spinal yang sama dengan inervasi pada
dan posterior adalah kantong rektouterina. Daerah ini berada di anterior dari
dinding abdomen, sensitif terhadap stimuli. Setiap iritasi pada peritoneum parietale
rectum dan merupakan lokasi tersering dari abses rongga pelvis (Moore, 1992;
menimbulkan nyeri somatik. Peritoneun viscerale diinervai dari aferen autonum dan
Stern, 1997).
relatif kurang sensitif, respon primer hanha pada tarikan dan distensi serta tekanan,
tak terdapat reseptor nyeri , sehingga respon kualitas dan lokasi nyeri serta spasme
otot terjadi akibat iritasi pada peritoneum parietale.
Fisiologi Hipovolemia
Proses inflamasi menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan eksudasi cairan ke
Peritoneum merupakan single layer of mesothelial cells dengan membran basalis
dalam rongga peritoneum dan jaringan ikat longgar subendotelial. Adanya
yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya dengan pembuluh darah. Permukaan
usus yang atonik dan berdilatasi juga akan mengakumulasikan cairan dalam
peritoneum luas kira-kira 1,8 m2 dan merupakan membran semi permeabel . Kira-
lumen. Kecepatan hilangnya cairan ini bisa mencapai 6-10 liter dalam 24
kira 1m2 berfungsi sebagai pertukaran pasif cairan ekstraseluler, air, elektrolit, dan
jam sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
makromolekul dengan kecepatan 30 ml/jam. Penebalan 1mm peritoneum dapat
terakumulasi 18 liter cairan. Pada keadaan normal terdapat kurang lebih 50 ml cairan
Peningkatan tekanan intra abdomen
peritoneum dengan ciri : berat jenis 1,016, konsentrasi protein < 3 gr/dl . Cairan ini
Respon pertama usus terhadap iritasi peritoneal terjadinya hipermotilitas
disekresi oleh peritoneum viscerale dan masuk sirkulasi intra peritoneal. Cairan dari
kemudian terjadi depresi motilitas usus sehingga terjadi illeus paralitik.
suprakolika kanan mengalir kelateral melalui subhepatika kranial ke subdiagfragma
Terdapatnya cairan dalam peritoneum, rongga peritoneum distensi serta
kanan, kaudal sepanjang paracolic gutters dan pericaecal berakhir pada rongga
akumulasi cairan dalam usus akan menambah tekanan intra abdominal.
pelvis. Dari rongga pelvis berjalan ke kranial melalui kedua paracolic gutters ,
Peningkatan tekanan ini akan berpengaruh negatif terhadap fungsi paru-paru ,
kemudian ke subdiagfragma dan ke medial kembali. Sedangkan cairan dari supra
jantung, ginjal, perfusi hepar, intestinal dan splanknikus. Hal ini akan
kolika kiri mengalir kearah kranial dan kaudal samapi pada subdiagfragma dan
menyebabkan terjadinya distres respirasi, kegagalan multi organ dan akhirnya
paracolic gutters kiri . Pergerakan sirkulasi teresebut ditimbulkan oleh tekanan
kematian.
negatif akibat pergerakan diagfragma juga dibantu oleh gerakan usus yang
menggerakkan cairan ke lateral dan kemudian bergerak ke atas.
Respon pertahanan terhadap inflamasi
Ada dua mekanisme pertahanan peritoneum terhadap infeksi bakteri yaitu :
Adanya stimulus seperti endo dan eksotoksin bakteri, trauma, akan
Bakteri dieliminasi dari rongga peritoneum melalui sirkulasi intraperitoneum
merangsang respon imun , baik respon imum seluler maupun humoral.
ke saluran limfe, masuk ke duktus torasikus dan kemudian masuk sirkulasi
sistemik, kemudian diatasi oleh mekanisme pertahanan sistemik.
Bakteri intraperitoneum akan diatasi oleh masuknya lekosit polimorfonuklear , Respon sekunder
opsonisasi dan makrofag, semuanya akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Respon sistemik pada inflmasi peritoneum sama dengan respon organ lain
terhadap trauma dan operasi. Gejala akibat inflamasi sangat bervariasi
menurut luas daerah yang terkena , lokasi, etiologi dan onset timbulnya..
Respon terhadap cedera, infeksi dan inflamasi Respon endokrin
Peritonitis merupakan stimuli pada beberapa organ endokrin. Segera
Respon primer
Peradangan membran medula adrenal mengeluarkan adrenalin dan nor adrnalin yang
Setelah terjadi luka atau injury, histamin dan faktor yang mempengaruhi menyebabkan vasokonstriksi sistemik, takikardi dan keluarnya keringat.
permeabilitas membran peritoneum akan dikeluarkan oleh mast sel Kortek adrenal akan mensekresi hormon kortisol dalam 2-3 hari pertama.
peritoneum, sehingga menyebabkan peningkatan vaskuler peritoneum. Sekresi aldosteron dan ADH akan meningkat sebagai respon dari
Terjadi transudasi cairan yang diikuti oleh eksudasi cairan yang kaya protein hipovolemi. Dengan demikian akan terjadi retensi air dan natrium.
ke rongga peritoneum. Pada fase vaskuler dan fase transudasi, peritoneum
berfungsi sebagai two way street sehingga toxin atau bahan-bahan lain yang Respon jantung
ada dalam cairan peritoneum dapat diabsorbsi masuk kedalam cairan limfe, Penurunan volume cairan ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya
kemudian ke aliran sistemik. Transudasi cairan interstitiel ke dalam rongga penurunan venous return dan cardiac output. Keadaan asidosis akan
peritoneal diseluruh peritoneum yang meradang diikuti dengan eksudasi menyebabkan melemahnya daya kontraktilitas jantung dan menambah
cairan kaya protein. Cairan eksudat dalam rongga peritoneum mengandung menurunnya cardiac output. Pemberian cairan intra vena akan
banyak fibrin dan plasma protein lain yang dapat menggumpal memperbaiki keadaan ini.
menimbulkan perlengketan yang membantu melokalisir sumber penyebaran.
Penyembuhan peritoneum setelah cidera biasanya sangat cepat, dan terjadi Respon respirasi
secara simultan. Tiga hari setelah cedera, permukaan luka akan ditutupi oleh Distensi abdomen akibat adanya edema peritoneal, illeus paralitik dan
jaringan ikat yang mirip dengan mesotelium. Pada hari kedelapan regenerasi adanya rasa nyeri akan menghambat gerakan pernafasan. Frekwensi
mesotel akan terjadi degan sempurna. pernafasan akan meningkat oleh kaarena adanya hipoksia dan metaboilk
asodosis dan pada akhirnya akan terjadi alkalosis respiratorik.
Adanya hiperventilasi ringan, alkalosis respiratorik dan penurunan Peritonitis tertier
kesadaran merupakan tanda dini adanya sepsis. Adalah peritonitis yang terjadi setelah dilakukan tindakan pembedahan dan
terapi antibiotika pada peritonitis sekunder, kemudian terjadi infeksi yang
Respon ginjal berlanjut dan super infeksi, atau gangguan sistim imunitas pada pasien
Hipovolemi, penurunan cardiac output akan menyebabkan penurunan sehingga tidak dapat menahan infeksi dan peritonitis menjadi persisten, serta
Renal blood Flow dan GFR sehingga terjadi peningkatan sekresi ADH berakhir dengan kematian.
dan Aldosteron,. Reabsorbsi garam dan air meningkat dan sekresi Misal :
kalium akan meningkat. Peritonitis tanpa dapat dibuktikan adanya patogen
Peritonitis karena jamur
Respon metabolik Peritonitis akibat bakteri yang patogenitasnya rendah
Metabolisme rate biasanya meningkat oleh karena kebutuhanb akan
oksigen meningkat. Bersamaan dengan itu kapasitas paru dan jantug Abses intraperitoneal/intraabdominal
untuk mengeluarkan oksigen menurun, sehingga menyebabkan Adalah infeksi yang terbatas (terlokalisir) pada rongga peritoneum
terjadinya metabolisme anaerob. Oleh karena terjadi hipoperfusi dari
ginjal maka clearence asam akan terhambat sehingga terjadi asidosis Infeksi intraabdominal dapat mengalami komplikasi yang berupa sepsis, beberapa
metabolik. hal yang perlu dipahami dari sepsis berdasarkan konsensus yang telah disepakati
oleh The American College of Chest Physicians and The Society of Critical Care
Klasifikasi peritonitis Madicine pada bulan Agustus 1991, apabila terdapat infeksi bakteri yang berat,
maka akan terjadi perubahan fisiologis dan disfungsi organ berupa :
Saat ini peritonitis dibagi menjadi 3 berdasarkan sumber dan kausa kontamiasi
mikroba. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), adalah respon inflamasi
Peritonitis primer terhadap berbagai sebab yang ditandai oleh dua atau lebih perubahan berikut ini
Adalah inflamasi difus yang disebabkan oleh bakteri dan tanpa disertai adanya yaitu perubahan temperatur tubuh (>38 0C atau <36 0C), denyut jantung
gangguan integritas organ dan saluran pencernaan. Pada keadaan ini sangat >90x/menit, frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 >32 torr, dan
jarang ditemukan infeksi polimikrobial. Infeksi dapat terjadi sebagai hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3.
penyebaran hematogen atau limfogen dari organ ekstraperitoneal Sepsis adalah respon tubuh sistemik terhadap infeksi dengan SIRS dan dapat
Misal : dibuktikan adanya infeksi.
Peritonitis spontan pada anak Sepsis Berat adalah sepsis yang disertai dengan hipoperfusi atau disfungsi
Peritonitis spontan pada dewasa end Organ .
Peritonitis pada pasien dengan CAPD Syok Septik adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi dan perfusi jaringan
Peritonitis tuberkulosis dan peritonitis granulomatosis yang inadekuat walaupun telah mendapat resusitasi cairan.
Sindroma Sepsis adalah terdapatnya tanda dan gejala sepsis yang tidak dapat
Peritonitis sekunder dibuktikan adanya focus infeksi atau bakteri di dalam darah.
Adalah infeksi akut pada peritoneum yang difus dan disebabkan oleh perforasi Bakterimia adalah ditemukannya bakteri di dalam darah.
atau kebocoran suatu anastomosis intestinal atau pankreatitiis nekrotikans yang Multiple Organ Dysfunction Syndrome adalah terdapat perubahan fungsi
terinfeksi. Tidak termasuk ke dalam golongan ini adalah perforasi ulkus organ pada pasien secara akut sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
peptikum kurang dari 12 jam, dan perforasi pada usus halus akibat trauma yang tanpa suatu intervensi.
kurang dari 24 jam, apendisitis non perforasi, kolesistitis akuta dan nekrosis
usus simpe SIRS, Sepsis, dan syok septik sering berhubungan dengan infeksi bakteri, namun
Misal : bakterimia tidak selalu dijumpai. Hal ini disebabkan bakterimia dapat terjadi transien,
Acute perforation peritonitis seperti yang sering ditemukan pada trauma mukosa usus. Bakterimia dapat terjadi
Perforasi gastrointestinal primer (yaitu tanpa diketahui adanya fokus infeksi) atau dapat pula sekunder (lebih
Iskhemia intestinal sering), yaitu berasal dari suatu fokus intra atau ekstra vaskuler yang dapat
Pelvioperitonitis diindentifikasi.
Anastomosis yang terbuka
Patogenesis dan Patofisiologi Perforasi yang berhubungan dengan perdarahan dan perforasi akibat trauma
penetrans akan sering berakibat pada peningkatan konsentrasi hemoglobin didalam
Infeksi intra abdominal seringkali disebabkan oleh perforasi dari traktus bilio-enterik
rongga peritoneum maupun jaringan lunaknya yang telah terkontaminasi. Oleh
yang melepaskan mikroba di dalam rongga peritoneum. Pergerakan fisiologis
karena itu adanya hematoma intraperitoneal pada kedua keadaan tersebut akan
normal di dalam cairan peritoneal akan menyebarkan kontaminan mikroba didalam
mempercepat multiplikasi mikroba.
kavum peritonei. Selanjutnya infeksi berkembang dan bergantung kepada beberapa
faktor yaitu :
Benda Asing
Debris seluler dan sisa makanan yang belum terdigesti akibat perforasi pada kolon
Jumlah Bakteri
akan mempunyai efek penting sebagai benda asing. Demikian pula dengan bahan-
Meskipun peritonitis dan infeksi intra abdominal sering dibahas sebagai satu
bahan material yang digunakan pada penjahitan di dalam abdomen atau benda asing
kesatuan penyakit, peritonitis dapat timbul sebagai akibat perkembangan dari
yang menyebabkan trauma penetrans juga dapat meningkatkan proliferasi bacteria.
berbagai penyakit. Faktor penting yang membedakan ringan atau beratnya peritonitis
Jaringan mati dapat terjadi sebagai akibat devaskularisasi jaringan akibat trauma
adalah jumlah bakteri residen pada traktus gastrointestinalis pada saat perforasi
penetrans maupun pembedahan sendiri. Jaringan mati dan benda asing akan menjadi
terjadi.
tempat berproliferasinya mikroba yang akan sulit dicapai oleh mekanisme
Sebagai akibat hal tersebut diatas, maka perforasi pada gaster akibat ulkus peptikum
fagositosis sel-sel imun.
tidak segera terkontaminasi oleh bakteri karena kondisi hiperasiditas yang
menyebabkan rendahnya koloni bakteri. Sedangkan perforasi pada apendisitis,
Faktor Sistemik
konsentrasi bakteri intralumen apendiks adalah 106 s/d 107 per gram isi apendiks.
Faktor sistemik dapat pula mengurangi respon pertahanan tubuh dan meningkatkan
Pada kolon rektosigmoid bahkan lebih tinggi lagi yaitu terdapat kontaminasi dengan
virulensi bakteri pada peritonitis. Penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus, atau
konsentrasi 1010 s/d 1011 pergram feses pada saat perforasi. Oleh karena itu pada
malnutrisi kalori dan protein dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi.
kedua keadaan tersebut akan terjadi peritonitis yang berat.
Obesitas akan menyebabkan masalah di dalam respon tubuh terhadap kontaminasi
jaringan lunak karena tebalnya lemak pada omentum dan mesenterium, serta dinding
Adanya obstruksi
abdomen. Alkoholisme akut dan kronis akan menyebabkan debilitas keadaan
Obstruksi dapat menyebabkan meningkatnya potensi kontaminasi bakteri. Apabila
sistemik tubuh. Obat-obatan yang digunakan sebelumnya secara jangka panjang,
terjadi strangulasi dan dan kemudian perforasi, maka cairan usus pada bagian prok
seperti kortikosteroid, akan meningkatkan virulensi peritonitis.
mal dari obstruksi akan memiliki konsentrasi bacteria yang lebih tinggi
dibandingkan jika tidak terdapat obstruksi. Demikian pula pada obstruksi gastric
Respon Inflamasi
outlet terdapat peningkatan konsentrasi bakteri dari pada tanpa obstruksi. Sebagai
Respon inflamasi adalah mekanisme utama untuk eradikasi mikroba yang terdapat
pegangan adalah konsentrasi bacteria akan meningkat secara logaritmik dengan
pada cavum peritonei. Proliferasi mikroba akan menyebabkan degranulasi sel Mast,
semakin distalnya letak usus. Hal ini berarti bahwa perforasi pada ulkus peptikum
aktifasi kaskade koagulasi, aktifasi trombosit local, kaskade komplemen, dan sistim
akut dan kanker kolorektal yang pada keduanya dianggap sebagai peri tonitis
bradikinin (sistim kontak). Aktifasi seluruh sinyal inflamasi tersebut akan
sebetulnya adalah dua penyakit yang berlainan sebab adanya perbedaan jumlah
menyebabkan produksi factor-faktor kemotaksis yang selanjutnya akan menarik
bakteri yang berhubungan dengan lokasi anatomis.
netrofil dan makrofag ke dalam lokasi inflamasi yang ditimbulkan oleh kontaminasi
dan proliferasi bakteri.
Hemoglobin
Interaksi proses fagositosis sistim imun dengan proliferasi mikroba akan
Meskipun jumlah bacteria adalah factor yang penting di dalam menentukan derajat
menghasilkan 3 hal, yaitu :
beratnya peritonitis akut, beberapa factor ajuvan lainnya dapat meningkatkan
Pertama adalah inokulasi bacteria dan kecepatan proliferasinya melampaui kapasitas
proliferasi mikroba dan virulensi bakteri pada proses peritonitis. Hemoglobin telah
pertahanan tubuh sehingga akan menimbulkan diseminasi sistemik mikroba dan
diketahui sebagai factor ajuvan di dalam proliferasi bakteri. Pemecahan hemoglobin
respon septic. Dalam keadaan tanpa terapi yang agresif diseminasi sistemik tersebut
di dalam kavum peritoneum akan menyebabkan sumber protein yang segera tersedia
akan berakhir dengan kematian.
untuk aktifitas metabolisme bakteri dan mungkin lebih penting lagi, adalah sebagai
sumber Fe (zat besi). Zat besi adalah unsur yang penting sekali untuk pertumbuhan
Kedua adalah apabila jumlah dan virulensi mikroba yang minimal, kemudian diikuti
dan proliferasi mikroba. Adanya hemoglobin juga mempercepat proses replikasi
oleh kemampuan eradikasi sistim imun maka peritonitis akan mereda dan mikroba
bakteri. Telah pula dibuktikan bahwa hasil metabolisme hemoglobin oleh bacteria
patogen dapat dibunuh. Keadaan ini dapat terjadi pada perforasi ulkus peptikum.
dapat mengasilkan produksi sampingan yaitu leukotoksin yang akan meningkatkan
daya invasi infeksi.
Terakhir, adalah konsentrasi mikroba tetap tinggi di dalam rongga peritoneum dan Sinergisme polimikrobial
sistim imun tubuh dapat melokalisir proses infeksi, namun tidak berhasil Ditemukannya infeksi yang polimikrobial membuktikan bahwa pada peritonitis
mengeradikasi kuman patogen sehingga akan terbentuk rongga abses. Abses sekunder terdapat sinergisme diantara bacteria yang mengkontaminasi rongga
mewakili suatu proses pertahanan antara kuman patogen dengan sistim imun. Oleh peritoneum. Adanya toksin yang dihasilkan oleh E. coli akan menimbulkan respon
karena itu drainase abses dan terapi antibiotik sangat diperlukan untuk eradikasi infeksi dan adanya B. fragilis akan mengeksaserbasi proses infeksi. Dengan
kuman dan keselamatan hidup pasien. demikian terjadi sinergisme pada kombinasi inokulasi B. fragilis dan E. coli.

Mikrobiologi Peritonitis Kultur cairan peritoneal


Meskipun cairan peritoneum dapat dilakukan kultur secara rutin, namun manfaatnya
Lokasi perforasi
tidak banyak mengubah jenis terapi empirik pada tahap awal. Disamping itu pula,
Mikrobiologi peritonitis bergantung kepada sumber dari kontaminasi. Perforasi pada
ternyata perubahan jenis antibiotika setelah tersedia hasil kultur dan tes sensitifitas
gaster hanya mempunyai mikroba yang minimal atau bahkan tidak terdapat bakteri
tidak memberikan kelebihan di dalam manfaat terapi. Oleh karena pengambilan
yang dapat dikultur. Dalam keadaan ini sesungguhnya hanya proses kimiawi saja.
kultur cairan peritoneal akan menambah biaya, maka pengambilan kultur pada saat
Perforasi pada usus halus akan lebih banyak meliputi bakteri gram negatif,
operasi pertama tidak harus dikerjakan secara rutin.
sedangkan makin kearah kolon dan rectum akan semakin banyak bakteri gram
negatif dengan berbagai jenis bakteri anaerob. Beratus jenis bakteri anaerob dapat
ditemukan pada kultur dari kolon, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
dapat menjadi patogen pada peritonitis.
Proses patofisiologis secara ringkas pada infeksi intraabdominal dapat dilukiskan
Tabel 2. Isolasi bakteri dari kultur intraoperatif pasien infeksi intraabdominal pada gambar 3. Setelah terjadi invasi bakteri dari sumber infeksi maka terlepas
toksin yang selanjutnya akan memicu respon sistemik dan gangguan pada berbagai
% of Patient with Organism sistim organ yang pada ujungnya adalah terjadi hipoksi dan syok septik yang apabila
___________________________________________ tidak dilakukan terapi maka akan menimbulkan second insult yang akan disusul
Organism Gorbach Stone Solomkin Mosdell oleh Multiple Organ Failure (MOF) dan berakhir dengan kematian. Sebagai akibat
1974 1975 1990 1991 proses patofisiologis tersebut maka manifestasi klinis pada penderita peritonitis
Gram-negative Aerobes sekunder akan ditemukan penurunan kesadaran, takipnea,takikardia, hipotensi,
Escherichia coli 61 67 58 69 febris, oligouria dan payah jantung. Tentu saja apabila telah terjadi sepsis maka
Enterobacter/Klebsiella sp. 37 32 39 23 dapat terjadi tanda-tanda SIRS, sepsis berat sampai dengan syok septic dan
Proteus sp. 22 28 6 3 Multiple Organ Dysfunction. Pada peritonitis tersier akan ditemukan tanda-tanda
Pseudomonas aeruginosa 17 20 15 19 sepsis yang tidak jelas, yaitu keadaan hiperdinamik pada sistim kardiovaskuler, low
Gram-positive Aerobes grade fever, dan adanya hipermetabolisme yang umum. Konsumsi oksigen tidak
Staphylococcus sp. 34 6 11 11 terlalu terganggu seperti halnya pada sepsis. Seringkali pula focus infeksi sulit
Anaerobes ditemukan. Sedangkan pada intraabdominal abses yang khas ditemukan adalah
Bacteriodes fragillis 26 34 23 45 febris yang spiking disertai dengan nyeri tumpul, anoreksia, dan penurunan berat
Other Bacteriodes sp. 58 51 21 badan. Jumlah lekosit meningkat dan fungsi organ di dekat abses terganggu (Genuit,
Fusobacterium sp. 14 8 6 5 2002).
Peptosreptococcus sp. 26 14 7 16
Enterococcus sp. 4 23 23 11 Sistem Skoring
Oleh karena berjalan dalam multifaset, infeksi intraabdominal sulit untuk dinilai
derajat berat penyakit dan progresifitas terapinya. Letak anatomis sumber infeksi
dan gangguan fisiologis yang timbul menentukan hasil terapinya. Mortalitas pasien
Dari table tersebut dapat terlihat bahwa Escherichia coli adalah jenis bakteri batang
gram negatif yang paling banyak ditemui, sedangkan untuk jenis bakteri anaerob berhubungan dengan beratnya respon sistemik dan keadaan fisiologis premorbid
adalah Bacteroides fragilis. Oleh karena itu secara ringkas jenis patogen yang yang dapat diestimasi dengan menggunakan system scoring Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation II (APACHE-II). Oleh the Surgical Infection Society
ditemukan pada peritonitis sekunder dan tersier dapat dilihat pada table 3.
sistem ini telah ditetapkan sebagai metode yang paling baik untuk menilai
stratifikasi resiko infeksi intraabdominal.
Diagnosis Pengelolaan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah sangat penting di dalam menentukan Non operatif
diagnosis etiologi, perlunya tindakan bedah, dan kebutuhan alata Bantu diagnosis Sebelum dilakukan operasi perlu dilakukan persiapan operasi yang meliputi
lainnya. Pada anamnesis yang penting adalah tentang onset keluhan yang sering sebagai berikut :
berupa nyeri abdomen akut yang ditandai gejala-gejala SIRS, yaitu febris. Diskripsi Resusitasi cairan : Cairan kristaloid harus diberikan untuk mengatasi
sifat nyeri abdomen serta perubahannya pada perjalanan waktu penting pula untuk dehidrasi atau syok, sedangkan darah atau komponen darah diberikan
mendiagnosis kemungkinan etiologinya. jika ada anemia.
Pemeriksaan fisik untuk menilai tanda vital, adanya dehidrasi, anemia, kesadaran Oksigenasi dan bantuan ventilasi, jika terdapat tanda-tanda hipoksemia,
pasien merupakan tanda-tanda penting yang harus diperhatikan untuk menilai ventilasi alveolar yang tidak adekuat.
kemungkinan sudah terjadinya sepsis berat. Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada Intubasi, kateterisasi, dan pemantauan hemodinamik : Pemasangan
pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum : nasogastrik tube untuk dekompresi, CVP untuk monitor volume dan
1. Nyeri tekan hemodinamik pasien.
2. Nyeri lepas Obat-obatan : Obat analgetik jangan diberikan sampai dengan jelas
3. defence musculair, dan muscle guarding. adanya indikasi operasi. Obat-obat vasoaktif dapat diberikan jika
4. Ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik sperti distensi abdomen, bising terdapat tanda syok setelah volume telah mencukupi>
usus yang menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal.
Pengendalian suhu tubuh > 38,50 C perlu diberikan obat antipiretik untuk
mencegah kesulitan saat anesthesia
Pemeriksaan colok dubur dan vagina dapat memberikan infprmasi luasnya daerah
nyeri, maupun kemungkinan adanya massa abses di pelvis
Operatif :
Pemeriksaan laboratorium darah yaitu hemoglobin, lekosit, dan hitung jenis lekosit Tindakan operasi bertujuan untuk mengontrol sumber primer kontaminasi
dapat menunjukkan anemia, lekositosis, atau lekopenia, dan adanya lymphopenia bakteri, sedangkan non-operatif terdiri dari terapi suportif, antibiotika, dan
dan pergeseran ke kiri. Pemeriksaan kimia darah seperti ureum, kreatinin, gula surveillence infeksi residual.
darah, protein, LFT (Liver Function Test) dan elektrolit penting untuk menilai Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
komplikasi kegagalan organ ganda. infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan di dalam rongga peritoneum, dan
mencegah terjadinya infeksi yang yang persisten dan rekuren ( Genuit, 2002).
Pemeriksaan radiologis X-ray pada abdomen dengan tiga posisi menunjukkan
1. Tanda-tanda ileus paralitik Terapi bedah pada peritonitis adalah sebagai berikut :
2. Hilangnya bayangan pre peritoneal fat Kontrol sumber infeksi : Dilakukan pembedahan definitive sesuai
3. Pelebaran rongga diantara usus. dengan etilogi sumber infeksinya, tipe dan perluasan dari pembedahan
tergantung dari proses dasar penyakit dan berat dari infeksi
Pada keadaan abses intra abdominal pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan CT- intraabdominal tersebut
scan sangat penting karena akurasi pemeriksaan fisik yang sangat rendah.
Pemeriksaan ini diambil setelah keadaan hemodinamik stabil. CT-scan adalah yang Pencucian rongga peritoneum : Teknik pencucian dilakukan dengan
terbaik untuk menentukan lokasi dan luasnya abses. debridement, suctioning, kain kassa, lavase, dan irigasi intra-operatif
Kelemahan ultrasonografi adalah bayangan yang tidak jelas pada distensi usus, untuk menghilangkan pus dan jaringan nekrotik
ketidak nyamanan pasien, obesitas,dan gangguan gas dalam usus Dengan
berkembangnya radiology intervensional, kedua pemeriksaan tersebut dapat pula Debridement radikal :
digunakan sebagai sarana drainase perkutaneus. Teknik ini menghilangkan seluruh jaringan nekrotik, pus, dan fibrin
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang signifikan. Tidak ada
perbedaan hasil yang signifikan antara debridement standar dengan
radikal. Dengan demikian, saat ini debridement radikal lebih banyak
ditinggalkan karena seringkali menambah perdarahan.
Irigasi kontinyu post-operatif : Abses :
Pada teknik ini dipasang drain sebanyak 4 6 buah intra peritoneal Drainase perkutaneus dengan bimbingan USG atau CT Scan (Balint,
dengan siklus aliran cairan melalui infus berulang, baik dari luar maupun 2000; Kok, 2000) Untuk pasien dengan APACHE score 15 sampai
dalam rongga peritoneum. Bahaya teknik ini adalah erosi pada usus dengan 24 atau >25, memberikan mortalitas yang lebih rendah
halus, dan sering timbul masalah dengan oklusi pada drain. Meskipun dibandingkan dengan bedah terbuka.
demikian sampai dengan saat ini belum ada penelitian dalam jumlah Indikasi :
kasus yang besar yang menunjukkan kelebihannya dibanding dengan - Abses unilokuler
debridement standar. - Lokasi abses dekat dengan dinding abdomen
Drainase secara bedah terbuka dilakukan dengan indikasi :
Etappen lavase atau Stage Abdominal Repair(STAR) : - Kegagalan drainase perkutaneus
Sejak operasi laparotomi yang pertama telah direncanakan untuk - Adanya abses pancreas atau karsinomatosa
dilakukan relaparotomi, biasanya dalam interval 24 jam. Tindakan - Adanya fistula enterokutaneus yang high output
dilakukan oleh karena kesulitan di dalam penutupan rongga abdomen - Adanya abses pada lesser sac
sehingga dapat menimbulkan Abdominal Compartement Syndrome - Abses yang multilokuler
yang dapat membahayakan fungsi ventilasi, kardiovaskuler, maupun - Abses interloop usus
ginjal. Kerugian teknik ini adalah hernia insisionalis, adanya fistula
enterokutaneus, pneumonia akibat pemakaian ventilator yang
berkepanjangan, peningkatan infeksi nasokomial, dan memperpanjang
waktu perawatan. Oleh karena itu dikembangkan pula teknik penutupan
sementara dengan mesh (Vicryl,Dexon),non absorbable mesh (GORE-
Peritonitis Sekunder
TEX,polyprophylen), zipper, velcrolike closure devices, vacuum-assisted
closure (VAC) atau artificial burr device Patofisiologi
Indikasi teknik ini adalah : Peritonitis sekunder disebabkan oleh : inflamasi, infeksi, perforasi, iskemi sistema
1. Prediksi mortalitas > 30% (APACHE > 15) gastrointestinal maupun genitourinaria, ekstravasasi urin dan bile. Faktor yang
2. Kondisi pasien tidak memungkinkan penutupan definitive mempengaruhi beratnya peritonitis adalah: tipe kontaminasi bakteri, nature of initial
3. Sumber infeksi tak dapat dieliminasi atau dikontrol injury, nutrisi penderita, status imunologi dan kontaminasi paska operasi. Derajat
4. Debridement inkomplit beratnya peritonitis sekunder berdasarkan kausa dibagi menjadi :
5. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dan dipasang packing Ringan
6. Edema peritoneum eksesif Pada perforasi apendisitis, perforasi gastroduodenal dan salpingitis akut angka
7. Iskemia usus yang vitalitasnya belum dapat dipastikan mortalitas kurang 10%.

Indikasi dilakukannya relaparotomi pada peritonitis tersier : Sedang


Perdarahan berlanjut, kebocoran anastomosis, uncontrolled Pada perforasi divertikulitis , perforasi usus halus non vaskuler, kolesistitis
spillage, infeksi intraabdominal mengalami progresi, dan elevasi ganggrenosa , multiple trauma, angka mortalitas kurang 20%.
tekanan intraabdominal yang bisa menimbulkan Abdominal
Compartement Syndrome. Berat
Pendekatan Tim untuk menentukan indikasi re-operasi : Pada perforasi usus besar,cidera iskemi usus halus , pankreatitis akut nekrotikan
- Spesialis bedah serta komplikasi paska operasi, angka kmatian 20-80%.
- Intensivis
- Spesialis Anestesi Kontaminasi peritoneum menyebabkan cedera mesothel untuk melepaskan histamin
Untuk dapat memutuskan perlunya relaparotomi perlu pengenalan dan vasoaktif peptida lainnya, dimana akan menyebabkan peningkatan
dengan indeks kecurigaan yang tinggi, timing yang tepat, serta permeabilitas vaskuler dan terjadi eksudasi protein tinggi fibrinogen.
pemilihan jenis prosedur bedah yang paling tepat. Thromboplastin juga dilepaskan menyebabkan perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Fibrin berperanan untuk eradikasi dan lokalisir bakteri, jika gagal akan terbentuk Gejala sistemik
peritonitis. Fibrin juga berperan timbulnya adhesi. Pada sisi lain bakteri bebas akan Febris, mengigil, takikardi, berkeringat , respirasi yang cepat dan dangkal,
dibuang melalui diafragmatic clearence. Kontaminasi peritoneum juga melepaskan dehidrasi, oligouria, disorientasi bahkan syok. Biasnya juga diikuti anoreksia,
sitokin, opsonin, lekosit dan makrofag dan stimuli limfosit melaalui aktifasi sistem nausea, dan vomitus. Terdapat lekositosis dengan pergeseran kekiri dan
komplemen, semuanya membantu menghancurkan bakteri. Jika kontaminasi hemokonsentrasi. Pada pemeriksaan rongen abdomen didapatkan paralisis usus,
peritoneum berlanjut dan tubuh tak dapat mengatasinya terjadi septikemi . distensi usus halus dan kolon, lemak preperitoneal dan bayangan psoas
Pada mulanya peritonitis terloklisir dan daerah yang terkena akan dikelilingi oleh menghilang. Udara terdapat dalam loop usus, dinding usus menebal serta
omentum, usus, mesenterium dan jarigan ikat, dan dapat meluas keseluruh rongga mungkin didapatkan udara bebas. Udara bebas tampak pada foto semi errect,
perut. Infeksi peritoneum dapat meyebar sistemik menimbulkan sepsis dan toksemia lateral dekubitus.
yang berperan padaa depresi miokard, penurunan curah jantung dan gangguan
perfusi jaringan. Timbulnya septikemia pada peritonitis bervariasi tergantung Penatalaksanaan
virulensi bakteri , jumlah bakteri, durasi proliferasi bakteri, dan interaksi sinergisme. Praoperasi
Toksemia juga menyebabkan penurunan faal paru karena perfusi yang buruk pada Resusitasi cairan
sirkulasi paru dan hipovoleme akibat edema paru dan penekanan diagfragma akibat Inflamasi luas pada membran peritoneum menyebabkan cairan tertimbun
distensi usus. Keadaan ini biasa disebut ARDS. pada cavum peritoneum dan ruang interstitiel. Cairan kristalod harus
diberikan untuk mengatasi dehidrasi dan syok, sedangkan darah dan
Gambaran Klinis komponen darah diberikan jika ada anemia, dan dilakukan pemantauan
Gambaran kliis peritonitis sekunder tergantung pada beratnya , lamanya infeksi , hemodinamik.
umur dan keadaan umum penderita. Penemuan klinis dapat dibagi menjadi 2 gejala Oksigenasi dan bantuan ventilasi
lokal dan sistemik yaitu : Jika ada tanda2 hipoksemia, ventilasi aveolar yang tidak adekuat.
Gejala lokal Intubasi , kateterisasi dan pemantauan hemoinamik, pemasangan nasogastic
Nyeri perut merupakan keluhan utama paien dengan peritonitis , tetapi tidak tube untuk dekompresi, CVP untuk memonitor volume dan hemodinamik.
jelas pada fresh surgical wound. Nyeri dapat timbul mendadak, pada palpasi Obat-obatan
dan rebound tenderness. Mulanya rasa nyeri dapat menggambarkan asal Obat analgetik jangan diberikan samapi dengan jelas adanya indikasi
terjadinya proses penyakit. Rasa nyeri menetap, rasa terbakar dan diperberat operasi. Antibiotik diberikan loading dose begitu diagnosis peritonitis
dengan dengan gerakan . Perluasan nyeri dapat lokal dan difus tergantung ditegakan.
luasnya inflamasi peritoneum parietale. Tetapi jika inflamasi dapat diisolasi Pengendalian suhu tubuh, jika suhu tubuh > 38,5 perlu diberikan antipiretik.
oleh omentum dan loop usus maka intensitas nyeri berkurang dan lokasi
menjadi tidak jelas. Pergeseran antara organ viscera yang meradang dengan Durante operasi
peritoneum parietale juga menimbulkan rasa nyeri baik oleh radangnya Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
maupun akibat gesekan antara kedua perioneum. Adanya defans muskular infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan didalam rongga peritoneum dan
merupakan tanda utama pada pemeriksaan, akibat inflamasi peritoneum mencegah terjadinya infeksi yang persisten dan rekuren.
parietale dan reflek spasme otot.
Perut distensi , hiperresonansi pada perkusi akibat akumulasi udara pada usus Pascaoperasi
yang paralise, pekak hepar meningkat jika terdapat udara bebas intra Pada prinsipnya cairan dan nutrisi serta penunjanglainnya tetap diteruskan,
peritoneum. Bising usus akan melemah atau menghilang karena usus yang monitor ventilasi, produksi urine, analisa gas darah, ureum kreatinin dan faktor
inflamasi menjadi paralisis. pembekuan. Antibiotik diterusakan dan tergantung beratnya peritonitis.
Terjadi akumulasi cairan dirongga peritoneum, interstisiel dan lumen usus. Topangan nutrisi parenteral dan enteral.
Pelepasan toksin dan gangguan keseimbangan elektrolit terutama hipokalemia
berperan pada distensi dan gangguan peristaltik usus. Cairan dan elektrolit
bergeser ke rongga ketiga, terjadi hipovolemia, dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa.

You might also like