You are on page 1of 34

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI LAKI 40 TAHUN DENGAN PERIFERAL ARTERIAL


DISSEASE

Disusun oleh :

Azalia Virsaliana G99161024

Pembimbing :

dr. Darmawan Ismail Sp.BTKV

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Colomadu, Karanganyar
Tanggal Masuk : 21 Maret 2017
Tanggal Periksa : 27 Maret 2017

2. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kanan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan sejak 2 jam SMRS, nyeri dirasakan
tiba tiba, terus menerus dan semakin memberat. Nyeri disertai rasa kebas
sehingga pasien hampir tidak dapat merasakan kaki kanannya. Pasien juga
mengeluhkan kaki kanannya tiba tiba menjadi dingin. Pasien mempunyai
riwayat amputasi kaki kiri pada bulan April 2016, diikuti amputasi kaki
kanan pada bulan Juni 2016. Amputasi didahului dengan rasa nyeri seperti
yang SMRS yaitu nyeri tiba tiba yang dirasakan menjalar dari bagian
bawah kaki hingga semakin keatas, nyeri awalnya seperti kesemutan dan
semakin memberat hingga tidak dapat ditahan. Satu jam setelah rasa nyeri
dirasakan, pasien tidak dapat merasakan sentuhan pada kakinya, kemudian
kaki menjadi dingin dan menghitam. Bengkak pada kaki (-), kemerahan (-).
Pasien tidak pernah mengeluhkan adanya nyeri kaki sebelumnya. Pasien
menceritakan bahwa saat bekerja lebih sering dalam posisi duduk. Saat ini
pasien sudah tidak merasakan nyeri. Pasien mengatakan bahwa ketika
medical check up rutin, kadar kolesterol darahnya sering kali tinggi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
Riwayat mondok : (+) pada bulan April dan Juni 2016
Amputasi di RS Sardjito Jogjakarta

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal

6. Riwayat kebiasaan
Nutrisi : pasien makan 3 kali sehari dengan gizi seimbang.
Olahraga : pasien jarang berolahraga
Merokok : (+) sejak 20 tahun yang lalu, 2 bungkus sehari
Alkohol : disangkal

7. Riwayat sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama istri, ibu dan anaknya. Pasien bekerja sebagai
wirasawasta. Pasien berobat dengan pembiayaan BPJS kelas 1.

8. Anamnesis Sistemik

Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-)


Mata : pandangan kabur (-/-),bengkak (-/-), mata merah
(-/-)
Hidung : pilek (-), hidung tersumbat (-), keluar darah (-)
Pipi : bengkak (-/-), nyeri (-/-)
Telinga : pendengaran berkurang(-/-), keluar cairan(-/-),
berdenging (-/-)
Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi
berdarah (-), bibir pecah-pecah (-), mulut berdarah
(-), mulut terasa pedih (-), bibir bengkak (-)
Tenggorokan : nyeri telan (-), suara serak (-) benjolan (-), nyeri
tekan (-), warna kulit berubah (-), kulit luka (-)
Respirasi : nyeri saat bernafas (-), sesak (-), dada terasa ampeg
(-),batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Kardiovaskular : nyeri dada berat secara tiba-tiba (-), berdebar-debar
(-), pingsan(-), kaki bengkak (-), keringat dingin (-)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), perut terasa panas (-),
kembung (-), sebah (-), muntah darah (-), BAB
warna hitam (-), BAB sulit (-), perut buncit (-)
Genitourinaria : BAK warna kuning jernih (+), nyeri saat BAK (-),
BAK berpasir (-), nyeri pinggang (-), benjolan
pada selangkangan dan nyeri
Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas
Atas :pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),terasa
dingin (-/-)
Bawah : luka (-/-), pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),
terasa dingin (-/-)

9. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : compos mentis, E4V5M6, tampak sakit sedang,
kesan gizi cukup
b. Vital sign :
TD : 130/90 mmHg
N : 82 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
T : 36,5o C per aksila
B. General Survey
a. Kulit : Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : mesocephal
c.Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung
(-/-), reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 3mm/3mm
d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-).
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-).
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
g. Leher : JVP tidak meningkat, lihat status lokalis
h. Thorak : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris.
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-), ronki basah kasar (-/-)

i. Abdomen
Inspeksi :dinding perut sejajar dinding dada, perut distended
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, 12x/ menit
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
j. Genitourinaria : BAK nyeri (-), Nyeri ketok costo vertebra (-)
k. Ekstremitas : Lihat status lokalis
Akral dingin Oedema
- -
- - - -
- -
C. Status Lokalis
a. Regio Ekstremitas bawah dekstra :
Inspeksi : tampak kaki amputasi below knee, warna sesuai dengan
warna kulit, pucat (-)
Palpasi : Teraba pulsasi A. Femoralis dan A. Poplitea.
Suhu teraba hangat, pitting oedema (-)
b. Regio Ekstremitas bawah sinistra :
Inspeksi : tampak kaki amputasi above knee, warna sesuai dengan
warna kulit, pucat (-)
Palpasi : Teraba pulsasi A. Femoralis
Suhu teraba hangat, pitting oedema (-)

10. ASSESMENT I

Periferal Arteri Dissease dd


Deep Vein Thrombosis

11. PLAN I
Cek darah laboratorium
EKG
CT Angiography

12. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Lab Darah 21 Maret 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 15,7 g/dL 11.7 - 16.2
Hematokrit 46 % 33 45
Leukosit 10,4 Ribu/l 4.5 - 11.0
Trombosit 187 Ribu/l 150 450
Eritrosit 5,34 Juta/l 4.10 - 5.10
Golongan darah AB
Golongan darah Rh Positif
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 165 Mg/dl 60-140
Creatinin 1,1 mg/dl 0.6 - 1.4
Ureum 19 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium darah 136 mmol/l 132-146
Kalium darah 3.7 mmol/l 3.7-5.4
Klorida darah 104 mmol/l 98 106
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Non-reactive Non-reactive

b. EKG 21 Maret 2017


Kesimpulan:
Sinus takikardi 130 bpm normoaksis

c. CT Angiography 25 Maret 2017


Kesimpulan:
Menyokong gambaran PAD (Periferal Arterial Dissease) ekstremitas
inferior dekstra

13. ASSESSMENT II
Periferal Arterial Dissease bilateral

14. PLAN II
Rujuk Bedah Thoraks Kardio Vaskuler untuk revaskularisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PERIFER ARTERIAL DISSEASE

PAOD (Perifer Arterial Occlusive Disease) atau bisa juga disebut


PAD ( Perifer Arterial Disease) adalah penyumbatan pada arteri perifer
yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi yang
menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan
trombus (biasanya terkait dengan faktor resiko yang menjadi dasar
timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi
peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan
penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi
menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis kronik pada tungkai bawah
yang menghasilkan lesi stenosis. Mekanisme dan proses hemodinamik yng
terjadi pada PAOD sangat mirip dengan yang terjadi pada penyakit arteri
koroner.
Tempat tersering terjadinya PAOD adalah daerah tungkai bawah. Sirkulasi
pada tungkai bawah berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan
dari arteri eksternal iliaka. Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah
arteri femoralis distal (yang biasanya dimaksudkan sebagai sreri femoralis
superfisial) yang berlanjut k bagian bawah tungkai dan menjadi arteri
popliteal tepat diatas lutut. Dua arteri utama pada akhir popliteal arteri
adalah arteri posterior dan anterior tibial yang menyuplai darah kebagian
bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah gambar vaskularisasi tungkai
b. Etiologi
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah danya stenosis (penyempitan)
pada arteri yang dapat disebabkan oleh reaksi atherosklerosis atau reaksi
inflamasi pembuluh darah yang menyebabkan lumen menyempit.
Faktor resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah
1) Merokok
2) Diet tinggi lemak atau kolesterol
3) Stress
4) Riwayat penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke
5) Obesitas
6) Diabetes
7) Rheumatoid arthritis

c. Tanda Gejala
Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mnegalami penyempitan
pembuluh darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi
lelah pada otot yang terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini
terjadi pada kaki maka sensasi terasa saat berjalan. Gejala mungkin
menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk gejala
mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun
beristirahat.
Pada tahap yang parah kaki dan tungkai akan menjadi dingin dan kebas.
Kulit akan menjadi kering dan bersisik bahkan saat terkena luka kecil
dapat terjadi ulcer karena tanpa suplai darah yang baik maka proses
penyembuhan luka tidak akan berjalan dengan baik.
Pada fase yang paling parah saat pembuluh darah tersumbat akan dapat
terbentuk gangren pada area yang kekurangan suplai darah.
Pada beberapa kasus penyakit vaskular perifer terjadi secara mendadak hal
ini terjadi saat ada emboli yang menyumbat pembuluh darah. Pasien akan
mengalami nyeri yang tajam diikuti hilangnya sensari di area yang
kekurangan suplai darah. Tungkai akan menjadi dingin dan kebas serta
terjadi perubahan warna menjadi kebiruan

d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
Patofisiologi Penyakit Arteri Perifer Pada Diabetes
Diabetes dan Inflamasi Vaskuler Inflamasi telah menjadi petanda
resiko bahkan faktor resiko penyakit aterotrombosis termasuk PAD.
Diabetes mellitus meningkatkan proses pembentukan ateroma. Terdapat
peningkatan kadar histamin pada plasma dan sel pada pasien diabetes
dengan PAD sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
endotel. Akibatnya, migrasi limfosit T ke dalam tunika intima serta sekresi
dan aktivasi sitokin meningkat. Monosit/makrofag menelan molekullow-
density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi yang kemudian berubah
menjadi sel busa dimana akumulasi dari sel ini akan membentuk fatty
streakyang merupakan prekursor dari ateroma. Plak ateroma akan menjadi
tidak stabil oleh karena sel endotel pada pasien diabetes ini mengeluarkan
sitokin yang menghambat produksi kolagen oleh sel otot polos pembuluh
darah. Selain itu metalloproteinase juga dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi
ini dimana zat ini dapat menghancurkan kolagenfibrous cap plak ateroma
sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya ruptur plak dan
pembentukan trombus
Kelainan fungsi sel endotel dan otot polos pembuluh darah serta adanya
kecenderungan terjadinya trombosis memberikan dampak terhadap
kejadian aterosklerosis dan komplikasinya. Oleh karena posisi anatomis
yang strategis antara dinding pembuluh darah dengan aliran darah, sel
endotel dapat mengatur fungsi dan struktur pembuluh darah. Pada
keadaan normal, banyak zat aktif disintesis dan dilepaskan oleh sel endotel
untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah sehingga dapat
mempertahankan aliran darah serta nutrisi ke jaringan sekaligus mencegah
terjadinya trombosis dan diapedesis leukosit

f. Pemeriksaan diagnostik
1) Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk
mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini.
ABI merupakan pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai
rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah
sitolik padalengan. Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI
diinterpretasikan sebagai berikut:
2) Toe-Brachial Index (TBI)
TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan
pada pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang
mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang
menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik
tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih
terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan ABI. Nilai TBI yang
0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
3) Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography
merupakan suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada
ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran darah pada
arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga
dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada
arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada pasien
usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat,
PVR juga dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini
memiliki cukup aliran darah atau tidak untuk bertahan atau jika akan
dilakukan amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat
menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi PAD secara
spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan terlihat
tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah
mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami
penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat gelombang yang
pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan
pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar antara 90-
95%.
4) Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam
menilai sistem arteri perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak
memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik sehingga alat skrining ini
digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas diagnostik ini juga dapat
digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum dilakukan
intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas
dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis
pada PAD berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007)
Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan karakteristik
dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah pembuluh darah
tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu, alat
ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada
arteri tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi
pada bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi
endovascular.

5) Computed Tomographic Angiography (CTA)


Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah
berkembang seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau
64-slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu
stenosis 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya
ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding
arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya aneurisma
arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak
yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur
stent. CTA tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya
pada pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang belum
menjalani dialysis.
6) Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko
rendah terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki
rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence A)ini dapat
memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan
gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi (Hirsch et al,
2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan
media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak
terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada
CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini
untuk mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi
kontras adalah sekitar 80-90%.
7) Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup
aman dan merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun
pemeriksaan yang masih merupakan standar baku emas untuk
mendiagnosis PAD adalah angiografi kontras.Pemeriksaan ini
menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan
direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A)
untuk pasien PAD khususnya yang akan menjalani tindakan
revaskularisasi. Seperti halnya pemeriksaan yang menggunakan media
kontras, prosedur angiografi kontras juga memerlukan perhatian
khusus mengenai resiko terjadinya nefropati kontras. Pasien dengan
insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup
sebelum tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah
tindakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih
dari 2,0 mg/dl) dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan
perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien diabetes yang
menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita asidosis
laktat setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari
sebelum tindakan dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan
resiko asidosis laktat. Insulin dan obat hipoglikemik oral sebaiknya
dihentikan penggunaannya pada pagi hari menjelang tindakan.
Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi
ginjal direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah
prosedur angiografi untuk mendeteksi adanya efek samping lanjut
seperti perburukan fungsi ginjal atau adanya cedera pada daerah akses
kateter pembuluh darah
8) Pemeriksaan laboratorium
dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi ginjal,
fungsi jantung dan kerusakan otot.

g. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti
klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya
komplikasi, serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi .
pengobatan dilakukan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor
resiko dan dari hasil pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan
utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi
farmakologis dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan
operasi.

Terapi Non-farmakologi
1) Perubahan pola hidup
- Berhenti merokok

- Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)


- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
- Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
- Olahraga teratur

2) Terapi suportif
- Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krim pelembab.
- Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis yang
berventilasi
- Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit
- Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40
menit

Terapi farmakologis
Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada
seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati
diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah
terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung,
stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan.

Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala
klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama.
HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) secara signifikan mengurangi
tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar 23%. Beberapa laporan
telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan bebas
rasa sakit dan aktivitas rawat jalan
Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta
blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin
receptor blocker (ARB), dan calcium channel blockers semua efektif.
Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner
baru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan gejala PAD yang
bersamaan.
Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI,
stroke dan kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines
telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to
325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan
aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang
menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi
otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan
HDL dan menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah
memberikan cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien
dengan klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari
(diminum pada saat perut kosong setidaknya jam sebelum atau 2 jam
setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum dari
cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan
lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka
pendek dan jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini
adalah pasien dengan gagal jantung.

Operasi
1) Angioplasti
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau
membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

2) Operasi By-pass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat
diatasi dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini
biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun
sesudahnya
2. ACUTE LIMB ISKEMIA
a. Definisi
Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
perfusi ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada
kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka
waktu dua minggu (Vaskuler Disease A Handbook)
Menurut IA- Khaffaf (2005) Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang
menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-
tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut
tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis.
Sedangkan menurut (TASC II) Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya
penurunan tiba-tiba perfusi ekstremitas menyebabkan potensi ancaman terhadap
kelangsungan hidup ekstremitas. Presentasi ini biasanya sampai 2 minggu setelah
akut.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan
penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang
menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil
dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan
perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel
pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah
iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio
intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi.
Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin
hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia
akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses
aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral
Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya
semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan
gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat
amputasi yang merupakan tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan
arteri ini.

b. Etiologi
1) Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi
atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium,
paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10%
keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang
sehat.

2) Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombus adalah dehidrasi, hipotensi,
malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan,
trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan
bypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang
timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
Sulit untuk membedakan sebab karena embolus atau trombus,
tetapi akut limb iskemik kita curigai pada keadaan : 1) ada riwayat
emboli 2) ada riwayat aritmia (AF) 3) riwayat klaudikasio

c. Gejala Klinis
Gejala ALI dapat digambarkan dengan 6 P yaitu :
1 Pain / nyeri :

yang hebat terus-menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas dan


muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan
beratnya iskemia karena pasien yang mengalami neoropathy
dimana sensasi terhadap nyeri menurun.

2 Pallor / pucat :

tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi


kebiruan atau ungu / mottled
3 Pulseless :

denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada kedua ekstremitas

4 Parasthesia :

tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas

5 Paralisis :

kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas, adanya parasthesia


dan paralisis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan
penanganan segera

6 Poikilothermia :
dingin pada ekstremitas

Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang akut limb
disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya adalah pada :
1 Manifestasi klinis ALI disebabkan Emboli
Tanda dan gejala yang muncul secara tiba-tiba dalam beberapa
menit,
Tidak terdapat klaudikasio,
Ada riwayat atrial fibrilasi,
Ektremitas yang terkena tampak kekuningan (yellowish),
Pulsasi pada kolateral ekstremitas normal,
Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan
pemberian warfarin atau embolectomy.
2 Manifestasi klinis ALI disebabkan oleh Thrombus
Tanda dan gejala yang muncul dapat tejadi dalam beberapa jam
sampai berhari-hari,
Ada klaudikasio,
Ada riwayat aterosklerotik kronik,
Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
Pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada,
Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan
bypass atau pemberian obat-obatan fibrinolitik.

d. Klasifikasi Akut Limb Iskemik


Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan
suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau
tidak diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari kerusakan.
Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.

Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb iskemik dapat dikategorikan sebagai


berikut :
a) Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,
tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias dengan obat-obatan
pada pemeriksaan Doppler signal audible

b) Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika berjalan dan
memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai
ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiography segera untuk
mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi

c) Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya
seperti revaskularisasi ataupun embolektomy
d) Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
saraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.

Akut limb iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi :


1. Onset
a) Akut : kurang dari 14 hari

b) Akut on cronic : perburukkan tanda dan gejala kurang dari 14 hari

c) Cronic iskemik stabil : lebih dari 14 hari

2. Severity
a) Incomplit : Tidak dapat ditangani

b) Complit : Dapat ditangani

c) Irreversible : Tidak dapat kembali ke kondisi normal

e. Patogenesis
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam
akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular.
Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila
tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan
akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel.
Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada
ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen
menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala
irreversibel).
Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent).
Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa
disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah
mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan
oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada
ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik
sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi
trombosis.

f. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:
1 Menanyakan gejala yang muncul pada kaki yang berhubungan dengan
keparahan dari iskemia anggota gerak (sakit sekarang)
2 Mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat klaudikasio, intervensi baru
pada arteri proksimal ataupun kateterisasi diagnostic kardiak),
menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran dari penyakit
yang signifikan secara berbarengan.

Kemunculan penyakit
Gejala pada kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau fungsi.
Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya,
bagaimana perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya harus digali.
Durasi dan intensitas nyeri adalah penting dalam membuat keputusan medis.
Onset tiba-tiba dapat memiliki implikasi etiologi (seperti, emboli arteri cenderung
muncul lebih mendadak daripada arterial thrombosis), sedangkan kondisi dan
lokasi nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis banding.

Riwayat penyakit dahulu


Hal ini penting untuk ditanyakan:
1 Apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki sebelumnya (seperti, riwayat
klaudikasio),
2 Apakah telah diintervensi untuk sirkulasi yang buruk pada masa lampau,
dan
3 Apakah didiagnosis memiliki penyakit jantung (seperti, atrial fibrilasi)
maupun aneurisma (seperti, kemungkinan sumber emboli).
4 Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang
berbarengan atau faktor risiko aterosklerotik (hipertensi, diabetes,
penggunaan tembakau, hiperlipidemia, riwayat keluarga terhadap serangan
jantung, stroke, jendalan darah, atau amputasi.)
PEMERIKSAAN FISIK
1 Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit
ditentukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer ( PAD )
tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya .
Suatu rekaman pemeriksaan lampau , atau pertemuan deficit
pulsasi yang sama pada ekstremitas kontralateral adalah penting.
Pulsasi pedis mungkin normal pada kasus mikroembolisme yang
mengarah pada disrupsi plak aterosklerotik atau emboli kolesterol.
2 Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan
temperatur .
Warna pucat dapat terlihat , khususnya pada keadaan awal, namun
dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan.
Rasa yang dingin , khususnya ketika ekstremitas sebelahnya tidak
dingin seperti ekstremitas sebelahnya , merupakan penemuan yang
penting.
3 Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh
kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus.
Perlu diketahui pasien dengan diabetes dapat mempunyai defisit
sensoris sebelumnya.
4 Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih
lanjut , limb threatening ischemia.bagian ini berhubungan dengan
fakta bahwa pergerakan kaki diproduksi terutamanya oleh lebih
banyak otot proksimal, dimana iskemia mungkin lebih dalam .
Untuk mendeteksi kelemahan otot awal , fungsi dari otot intrinsic
kaki harus diuji.
Sekali lagi hal yang penting diingat bahwa membandingkan
hasilnya dengan kaki sebelahnya merupakan hal yang sangat
berguna.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Angiografi
Merupakan kriteria standar dalam mendiagnosis penyakit oklusi
arteri perifer.
2 Magnetic resonance angiografi
Untuk melihat pembuluh darah besar dan kecil.
Digunakan untuk menegakkan diagnosis dan merencanakan jenis
intervensi
3 Computerized tomographic angiography
Masih jarang dipakai karena memerlukan media kontras yang banyak
untu menghasilkan hasil yang baik
4 Duplex ultrasonography
Suatu prosedur pemeriksaan diagnostik atau terapi yang bersifat non-
invasif untuk menilai struktur dan fungsi pembuluh darah.
Terdapat tiga modalitas dalam pemeriksaan dupleks sonografi yang
menjadi parameter dalam menegakkan diagnosa yaiut B-mode,
color doppler dan spektrum doppler .
Tiga modalitas dupleks sonografi pada pasien ALI
1 B-mode
Untuk melihat dan menilai seluruh arteri dan vena pada ekstremitas
bawah digunakan B-mode untuk mengetahui apakah terdapat
oklusi yang disebabkan oleh adanya plaque atau trombus pada
arteri.
Pada kasus ALI, jika diambil gambaran short axis, maka pembuluh
darah ateri tidak terlihat, karena adanya oklusi.
2 Color Doppler ( Warna )
Doppler warna digunakan untuk mengidentifikasi aliran darah pada
pembuluh darah , apakah lumen pembuluh darah terisi penuh oleh
warna pada arteri.
Jika pada kasus ALI , color pada pembuluh darah arteri tidak terisi,
yang diisebabkan oleh adanya oklusi.
3 Spektrum Doppler ( Kurva aliran )
Kecepatan aliran merupakan parameter utama untuk menilai
morfologi kurva spektrum doppler pada pembuluh darah arteri ,
pada pasien ALI gambaran kurva dopplernya No Flow, sedangkan
jika sample volume diletakkan didistal dari oklusi gambarannya
adalah rounded.

g. Penatalaksanaan
Revaskularisasi segera diperlukan pada semua kasus akut arterial trombosis yang
simptomatik.Adanya tanda kerusakan neurologis , termasuklah kehilangan sensasi
sentuhan menandakan aliran darah yang tidak adekuat untuk mempertahankan
viabilitas tungkai dan revaskularisasi segera harus dilaksanakan dalam 3
jam.Semakin lama ditunda berdampak pada risiko kerusakan jaringan yang
irreversible.Risiko mencapai 100% pada jam ke-6.
1 Heparin
Heparin ( 5000-10 000 units) secara intravena.
Heparin membantu mengelakkan propagasi bekuan darah dan
mengurangkan spasm pembuluh darah yang terkait.
Dengan anti koagulan yang agresif, mungkin ada perbaikan pada
klinis tetapi revaskularisas tetap diperlukan.
Pasien dengan atrial fibrilasi harus tetap mengambil antikoagulan
sampai kardioversi dapat dilakukan.
2 Teknik endovaskuler
Chemical trombolysis dengan TPA boleh dilakukan tetapi biasanya
memerlukan 24 jam atau lebih untuk memecahkan trombus.
Tindakan ini hanya boleh dilakukan pada pasien yang dengan
pemeriksaan neurologis masih intak.
Echocardiogram harus dilakukan terlebih dahulu untuk melihat ada
atau tidak trombus di atrium.
Alternatif yang terbaik adalah dengan trombolisis dengan cateter-
based mechanical.
3 Intervensi pembedahan
Pada kasus yang ekstrem , embolectomy dari femoral, popliteal
dan pembuluh darah di pedis mungkin diperlukan.
Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam
ekstremitas
Thrombectomy/embolectomy (dapat dilakukan
dengan Fogarty balloon catheter, dimana alat tersebut
dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut
sehingga membawa trombus/embolus bersamanya.)
Thrombectomy juga dapat dilakukan distal dari sisi
teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi
arteri mempunyai oklusi ditempat lain, kebanyakan
trombus distal
Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal
merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh
antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin
intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan
dalam melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya
tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur
operasi, beberapa keuntungan pheologic telah diklain untuk
pemberian larutan hipertonik seperti Manitol.
Terapi utama dari iskemia akut adalah pembedahan dalam
bentuk embolectomy atau tindakan rekonstruksi pembedahan
vaskulas yang pantas. Terapi non pembedahan pada iskemia akut
dari episode emboli atau trombotik dapat dilakukan dengan
streptokinase atau urokinase.

Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat. Meminimalisir penundaan


dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena risiko kehilangan
anggota gerak meningkat dengan durasi dari iskemia akut.
Pada suatu penelitian, angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval
antara onset dari acute limb ischemia dan eksplorasi (6% bila dalam 12 jam, 12%
dalam 13 hingga 24 jam, dan 20% setelah 24 jam). Kebanyakan penelitian
sebelumnya juga membuktikan hal yang sama. Hal inilah yang menyebabkan
untuk mengeliminir segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.

Preintervensi antikoagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi


morbiditas dan mortalitas (dibandingkan dengan tidak menggunakan
antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien.
Hal ini bukan hanya membantu melindungi terbentuknya jendalan darah namun
dalam kasus embolisme arterial, mitigasi melawan embolus lainnya.
Algoritma Tata Laksana Acute Limb Ischemic

BAB III
KESIMPULAN
Manajemen komprehensif pada pasien PAD meliputi evaluasi klinis secara
periodik oleh tenaga medis yang terlatih. Manajemen berfokus pada penurunan
resiko kardiovaskular dengan terapi farmakologis, optimalisasi fungsi dengan
revaskularisasi sesuai indikasi.
Acute Limb Ischaemia berkaitan dengan PAD atau mekanisme lainnya
seperti trombosis maupun emboli. Diagnosis ALI berdasarkan anamnesis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis termasuk
menetukan warna kulit pada tungkai, temperatur, nadi dan fungsi motoris serta
sensoris. Pada pasien dengan kondisi tungkai viable dan terancam, pemeriksaan
penunjang dapat digunakan untuk menentukan manajemen selanjutnya.
Terapi ALI tidak dapat ditunda karena keterlambatan revaskularisasi dapat
memperburuk prognosis pasien. Pada pasien ALI, angiografi emergensi diikuti
trombolisis melalui kateter atau trombektomi atau revaskularisasi secara operatif
harus dilakukan untuk menyelamatkan aliran darah dan menjaga viabilitas
tungkai.
Edukasi sangat penting untuk mencegah kejadian tromboemboli.
Pencegahan faktor resiko seperti diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi,
merokok dan sebagainya sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
1. Acute Limb Ischemia . Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1006054 . Diunduh pada
21/08/2013.

2. American Heart Association. Management of patients with perhiperal


artery disease. 2011; Dallas.

3. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69,


Germany.University of Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.
4. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

et al. Harrisons principles of internal medicine 17th Edition. United States

of America: McGraw-Hill; 2008.


5. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F,
Karo SK,eds. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2003. h. 185-9
6. http://www.clevelandclinicmeded.com/
7. Kabo Peter, Prof. atherosclerosis dan atherotrombosis. In: Bagaimana
menggunakan obat- obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012 h. 38-59
8. Mahameed AA, Peripheral Arterial Disease. 2009. Available from :
9. Management of peripheral arterial disease (PAD). TASC Working Group.
TransAtlantic Inter-Society Concensus (TASC). J Vasc Surg. 31: 2000.
10. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral
arterial disease : diagnosis and management. August, 2012. UK
11. Stephen JM, Maxine AP.Current medical diagnosis and treatment.49th
ed.The McGraw Hill Companies;2010.

You might also like