You are on page 1of 8

GGA DAN GGK

Ditulis pada Maret 9, 2008 oleh harnawatiaj


A.PENGERTIAN

ACUT RENAL FAILURE (ARF)


Acute Renal Failure (ARF) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai
dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dancepat serta
terjadinya azotemia. (Davidson 1984).

CRONIC RENAL FAILURE (CRF)


Cronic Renal Failure (CRF) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat
progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan caian dan elektrolit, menyebabkan uremia.

B.ETIOLOGI

1.Acut Renal Failure (ARF)


Tiga kategori utama kondisi penyebab ARF adalah :

a.Pra Renal
Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus.
Kondisi klinis yang umum adalah :
Penurunan volume vaskuler
Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka bakar
Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare
Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis
Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik, Payah
jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung.

b.Intra Renal
Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi seperti
terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi
tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Reaksi transfusi yang parah juga gagal
intra renal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran
glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.
Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada
pasien lansia.

c.Pasca Renal
Penyebab gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal, tekanan
ditubulus distal menurun akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.

2.Cronic Renal Failure (CRF)


Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi
dalam dua kelompok

:
Penyakit Sistemik, seperti DM, Glomerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang tidak
dapat dikontrol, obstruksi traktus urinalis, gangguan vascular, infeksi, medikasi atau agen
toksit, lessi herediteir seperti ginjal polikistik.
Lingkungan dan agen berbahaya (logam berat)

3.PATOFISIOLOGI

a.Acut Renal Failure (ARF)


Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal
jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan
diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUM, oliguria dan tanda-
tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.

Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :


1. Stadium awal dengan awitan awal danm diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.Stadium Oliguria.
Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal
jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan
oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap
stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak
terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau
penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam
keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4
: 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kege;isahan
atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal
ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah
akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
3. Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat
melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar
BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya
menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang
tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom
uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.

5. MANIFESTASI KLINIS

ACUT RENAL FAILURE (ARF).


Haluaran urine sedikit, Mengandung darah, Peningkatan BUN dan kreatinin, Anemia,
Hiperkalemia, Asidosis metabolic, Anemia, Udema, Anoreksia,nause,vomitus, Turgor
kulit jelek,gatal-gatal pada kulit.

CRONIC RENAL FAILURE (CRF).


Gangguan pernapasan, Udema, Hipertensi, Anoreksia,nausea, vomitus, Ulserasi lambung,
Stomatitis, Proteinuria, Hematuria, Letargi, apatis, Anemia, Perdarahan, Turgor kulit
jelek,gatal-gatal pada kulit, Distrofi renal, Hiperkalemia, Asidosis metabolik

6.TEST DIAGNOSTIK

a.Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.


b.Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
c.KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
d.Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
e.Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
f.Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter,retensi
g.Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
h.Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
i.Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
j.EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

7.PENATALAKSANAAN

1.ACUT RENAL FAILURE (ARF)


Penanganan hiperkalemia.
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh
karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan
kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmoL/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(natrium pohstruren sulfonat /kayexalatel), secara oral atau melalui retensi enema.
Sorbital sering diberikan bersama dengan kayexalate untuk menginduksi tipe diare
(menginduksi kehilangan cairan di saluran gastrointestinal. Jika enema retensi diberikan
(kolon merupakan tempat utama untuk pertukaran kalium), Kateter rektal yang memiliki
balon dapat direspkan untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan.
Pasien yang kadar kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan dialisis, peritoneal
dialisis,atau hemofiltrasi dengan segera.
Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat digunakan sebagai
tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalamia.
Natrium bicarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma, menyebabkan kalium
bergerak kedalam sel sehingga kadar kalium pasien menurun. Semua produk kalium
ekstrenal dihilangkan atau dikurangi.
a.Memepertahankan keseimbangan cairan.
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan
status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase
lambung, faeces, drainase luka dan perspirasi, dihitung dan digunkan sebagai dasar untuk
terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai
akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan
cairan. Pasien ditimbang berat badan setiap hari dan dapat diperkirakan turun 0,2 sampai
0,5 kg setiap hari jika keseimbangan nitrogen negatif ( masukan kolon yang diterima
kurang dari kebutuhan). Jika pasien kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi,
diduga adanya retensi cairan. Kelebihan cairan dapat dideteksi melalui temuan klinis
seperti dyspnoe, takikardi,dan distensi vena lehar. Paru-paru auskultasi akan adanya
tanda-tanda krekels basah. Karena edema pulmuner dapat diakibatkan karena pemebrian
cairan parenteral yang berlebihan, maka kewaspadaan penggunaannya harus ditingkatkan
untuk mencegah kelebihan cairan. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan
pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari.
b.Pertimbangan nutrisional.
Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguri untuk menurunkan pemecahan
protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan
pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein
yang luas (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan
yang mengandung kalium dan fosfat (pisang,jeruk,kopi) dibatasi. Masukan kalium
biasanya dibatasi sampai 2 gr/hari.
c.Cairan IV dan diuretic.
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui
cairan intra vena dan medikasi. Manitol furosemid, atau asam ektrakrinik dapat
diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal
berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia,
infus albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi dapat ditangani, jika ada.
d.Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat.
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi yang tepat
harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Pasien memerlukan terapi natrium
karbonat atau dialisis.Peningkatan serum fosfat pasien dapat dikendalikan dengan agens
pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan
serum fosfat dengan menurunkan absorbsi fosfat disaluran intestinal.
e.Pemantauan lanjut sampai fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti fase
diuretik, dimana haliaran urine mulai meningkat, menunjukkan fungsi ginjal talah
membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium. Kalium
dan cairan yang diperlurlukan selama pengkajian tergadap hidrasi lebih dan hidrasi
kurang. Setelah fase diuretik, pasien diberikam diet tinggi protein, tinggi kalori dan
dorong untuk melakukam aktifitas secara bertahap.

f.Dialisis.
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius. Seperti
hiperkalimia, perikarditis dan kejang.

2.CRONIC RENAL FAILURE (CRF).


a.Tujuannya untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin, serta
mencegah komplikasi dengan pendekatan kolaboratif dalam perawan mencakup :
Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet yang berlebihan.
Perikarditis, effusi pericardial, tamponade jantung akibat retensi produk sampah urine
dan dialysis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin angiotension
aldesteron.
Anemia akibat penurunan eritopoetin, penurunan usia sel darah merah, perdarahan gastro
intestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
Penyakit tulang serta calfisikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme Vit- D abnormal.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian anti hipertensi, eritopoiten,
suplemen zat besi, agen pengikat posfat dan suplemen kalsium yang yang cukup. Dan
perlu mendapat penanganan dialysis yang adekuat.
b.Intervensi diet.
Perlu pada gangguan fungsi renal mencakup pengaturan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium dan pembatasan kalium.

Data Dasar pengkajian Pasien

a.Aktivitas /Istirahat
Apakah ada gejala keletihan,kelemahan
b.Sirkulasi
Apakah ada hipotensi edema jaringan umum, pucat
c.Eliminasi
Perubahan pola berkemih, disuria , retensi abdomen kembung
d.Makanan/cairan
Peningkatan berat badan (edem), penurunan bereat badan, mual ,muntah, anoreksia.
Nyeri ulu hati
e.Neurosensori
Sakit kepala, kram otot/kejang
f.Pernapasan
Dispnea, takipnea, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, bau ammonia,
batuk produktif.
g.Keamanan
demam, petekie,pruritus, kulit kering

Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal akut (ARF)

l. Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal


Intervensi :
a.Kaji keadaan udema
Rasional : edema menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas
sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cxairan walaupun minimal, sehingga berat badan
dapat meningkat 4,5 kg

b.Kontrol intake danout put per 24 jam.


Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan
kelebihan resiko cairan.

c.Timbang berat badan tiap hari


Rasional penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan
masukan cairan yang tepat. Apenimbangan BBlebih dari 0.5 kg/hari dapat menunjukan
perpindahan kesimbangan cairan

d. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum


Rasional : manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sember
ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak
responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.

e. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.


Rasional : Obatanti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan
hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.

f.kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.


Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana
terjadi kegagalan ginjal.

2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.


a.Observasi status klien dan keefektifan diet.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum,
gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.

b.Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Rasional : Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat
mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.

c.Berikan makanan TKRGR


Rasional : Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga
tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan
retensi air kedalam intra vaskuler.

d.Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.


Rasional : Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e.Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan
pemasukan oral.

3.Aktivity intolerans b/d kelemahan.


Intervensi:
a.Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
Rasional : Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan
ADL.

b.Kaji tingkat kelelahan.


Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.

c.Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.


Rasional : Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat
diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.

d.Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.


Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan .

e.Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.


Rasional : memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman
bagi klien.

f.Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.


Rasional : Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi
neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang
menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.

4.Kecemasan B/D ketidak tahuan proses penyakit.


Intervensi.
a.Kaji tingkat kecenmasan klien.
Rasional : Menentukan derajat efek dan kecemasan.

b.Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.


Rasional : Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka
memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.

c.Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat


penyakitnya.
Rasional : klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan
berarti akibat penyakit yang diderita.

d.Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.


Rasional : Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat
membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi
berikutnya.

e.Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran


kelurga.
Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga.
Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal cronis (CRF)

1.Gangguan pola napas B/D adanya dyspnoe


Intervensi.
a.Observasi pola napas klien.
Rasional : Dyspnoe, Tachikardi, dan pernapasan irreguler dan bunyi ronchi adalah
indikasi adanya gangguna saluran napas.

b.Kaji warna kulit, kuku dan membrane mukosa.


Rasional : Kepucatan merupakan indikasi anemia dan sianosis terkait dengan kongesti
dan gagal jantung yang berakibat perfusi jaringan yang tidak adekuat.

c.Atur posisi semi fowler


Rasional : Posisi semi fowler memungkinkan organ abdomen menjauhi diafragma
sehingga ekspansi paru obtimal.

d.Observasi VS.
Rasional : Gangguan pertukaran O2 mengakibatkan perubahan pada VS, terutama BP,
HR, RR.

e.Kolaborasi untuk pemberian tambahan oksigen.


Rasional : Maksimumkan kebutuhan O2 untuk kebutuhan miokardium.

f.Kolaborasi pemeriksaan AGD.


Rasional : AGD sangat penting untuk mengetahui adanya gangguan pertukaran gas dalam
paru.

2.Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom.


a.Observasi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan vascular.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan
terjadinya dekubitus

b.Observasi area udema


Rasional : Jaringan udema lebih cenderung rusak/robek

c.Ubah posisi sesering mungkin


Rasional : Untuk menekan tekanan udem

d.Berikan perawatan kulit (kebersihan) dan pemberian lotion


Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit

e.Pertahankan linen kering bebas keriput


Rasional : menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit

f.Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan pertahankan kuku tetap
pendek.
Rasional : menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera (kulit).
g.Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun longgar
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

DIarsipkan di bawah: 9. UROLOGY ZONE

You might also like