You are on page 1of 27

endahuluan

1. Latar Belakang
Air merupakan satu zat gizi yang tidak dapat kita tinggalkan, tetapi seiring
diabaikannya dalam pembahasan mengenai gizi. Air juga merupakan komponen penting
dalam makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan
kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta
biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu.Semua bahan makanan mengandung air
dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air
berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi
yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Kadar air dalam bahan pangan
sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu
penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendisribusian mendapat penanganan yang tepat.
Salah satu yang perlu keterampilan dan kecermatan adalah menimbang bahan yang
digunakan dalam penelitian dan praktikum atau menimbang hasil penelitian untuk mendapat
data yang diperlukan. Untuk mengukur masa suatu benda dipergunakan berbagai macam-
macam alat-ala tukur masa diantaranya adalah neraca kasar (ohauss) dan neraca halus
(analitik).
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya dalam
evaluasi materials balance atau kehilangan selama pengolahan. Kita harus tahu kandungan air
(dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum, misalnya dalam penggilingan
serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu, dan produksi roti dengan daya
awet dan tekstur tinggi.
Berdasarkan uraian maka kita perlu mengetahui bagaimana mencari nilai kadai air
dengan menggunakan metode-metode penetapan kadar air yaitu pengeringan atau dengan
kata lain untuk mengetahui berat kering dan berat basah dari suatu bahan yang akan di
praktikumkan di laboratorium menggunakan metode oven dan desikator dengan buah dan
daun jambu biji.

2. Dasar Teori
Air merupakan satu zat gizi yang tidak dapat kita tinggalkan, tetapi seiring
diabaikannya dalam pembahasan mengenai gizi. Air digunakan dalam jumlah yang lebih
besar, baik dalam pangan maupun dalam tubuh manusia dibandingkan dengan zat gizi
lainnya. Didasarkan pada seluruh bobot tubuh, hampir 60 hingga 70 persen tubuh manusia
terdiri dari air, jumlah yang tepat tergantung dari faktor seperti usia, kelamin, keadaan
kesehatan dan kegiatan fisik(Suhardjo dkk, 1977).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan
daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari dari suatu bahan makanan, air merupakan
pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yanga akan digunakan dalam
pengolahannya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebasyang
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004).
Kadar air adalah hilangnya berat ketika sampel dikeringkan sesuai dengan teknik
atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk
mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan
dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin. Selain dengan menggunakan metode
dean stark, dalam penentuan uji kadar air digunakan metode oven, yaitu metode pemanasan
dengan temperatur rendah maupun tinggi (Sudrajat et al, 2007).
Water is one of the important elements in foodstuffs. Although not a nutrient source
such as another food, but water is essential in the biochemical processes of living beings.
Water is needed in areas such as agriculture, food processing and as drinking water. However,
water in food can also lead to rapid destruction of the material, especially the free water
content in the material that can be used by microorganisms to grow, and usually will quickly
damage the material (Johnson, 2009).
Drying leaves under open sunlight is the cheapest preservation method. However,
frequently rainfall interfered in tropical rainforest like Indonesia causes mold contamination
on the material. Therefore, alternative drying techniques need to be studied. Leave nutrition
composition, fermentability and digestibility. The drying technique used are open sun drying
at 7 (KM-7), 14 (KM-14) and 21 (KM-21) hours of light intensity, green house drying at 7
(RK-7), 14 (RK-14) and 21 (RK 21) hours of light intensity, and oven heat at 50oC (Ov-50),
60oC (Ov-60) and 70oC (Ov-70) (Squibb, 1958).
Prinsip analisis kadar air dengan metode thermogravimetri
atau pengeringan/pemanasan adalah menguapkan air dalam bahan dengan menggunakan
energi panas kemudian ditimbang. Bahan yang akan ditetapkan kadar airnya, dipanaskan
dengan oven pengering pada suhu tertentu (100 105C). Kehilangan berat selama
pemanasan merupakan jumlah air yang terdapat dalam bahan tersebut. Kelebihan metode ini
adalah murah dan mudah. Kelemahannya adalah bahan-bahan selain air yang mudah
menguap (seperti alkohol) juga akan terukur, bahan-bahan yang mengandung lemak atau
minyakakan mengalami reaksi oksidasi, dan bahan yang berkadar gula tinggi
akan mengalami reaksi karamelisasi (Sudarmadi, dkk, 1989).
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta
kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat
tumbuh (Asti, 2009).
Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh kadar air yang
aman untuk penyimpanan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Keuntungan dari pengeringan bahan adalah
mengawetkan bahan dengan volume yang lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghematruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang
sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi
lebih murah (Winarno, 1991).
Pada penentuan kadar air dengan metode thermogravimetri, sampel dimasukkan ke
dalam oven pengering sebaiknya tidak langsung suhu 100 -105C, namun bertahap. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya case hardening, yaitu suatu keadaan di mana
bagian dalam bahan masih basah sedangkan bagian luar sudah mengeras. Bila keadaan ini
terjadi, maka penguapan air dari dalam bahan akan terhambat (Apritanto, 1989).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung
pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105 110 C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak,
daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih
rendah. Kdang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam
eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung
senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan
metode distilasi dengan pelarut tertentu, selain itu untuk bahan yang mengandung kadar gula
tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan
padatan terlarutnya pula. Disamping cara fisik, ada pula cara kimia untuk menentukan kadar
air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asitilen yang dihasilkan dari reaksi
kalsium karbida dalam bahan yang akan diperiksa, cara bahan ini dipergunakan untuk bahan-
bahan seperti sabun, tepung, kulit, buuk biji panili, mentega dan sari buah(Winarno, 2004).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan
kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Bahan kering
adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara
wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan
mentah. Kadar air wet basis (wb) dihitung dengan perbandingan antara berat air yang
diuapkan dengan berat bahan mula-mula (berat sebelum dikeringkan) dikalikan 100 %. Kadar
air dry basis (db) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat air yang diuapkan dengan
berat kering bahan setelah dikeringkan, dikalikan dengan 100 %. Bila dalam penulisan kadar
air tidak dicantumkan apakah kadar air tersebut wet basis atau dry basis, maka itu berarti
kadar air tersebut dinyatakan dalam wet basis (Anonim B, 2012).

Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau
terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebih lama (Anonim A, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk golongan ini adalah:
- Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat.
- Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin
cepat.
- Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat.
- Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin
cepat kering.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan


Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat.
2. Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.

Proses pengeringan terbagi menjadi 3 kategori :


1. Pengeringan udara atau pengeringan langsung dibawah tekanan atmosfir. Pengeringan ini
memanfaatkan udara bebas di atmosfir.
2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan ini didasarkan dengan kenyataan
penguapan air terjadi lebih cepat di bawah tekanan rendah daripada di bawah tekanan tinggi.
3. Pengeringan beku. Pengeringan beku adalah sebuah proses yang memberikan kualitas bahan
yang baik dari segi kestabilitas aroma, warna, dan kemampuan rehidrasi. Pengeringan ini
didasarkan proses sublimisasi yang berada di temperature 0ocelcius dan tekanan 613 Pascal.

Metode Pengeringan:
1. Pengeringan alami
Pengeringan alami terdiri dari:
Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang
udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan metode ini
memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan
bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur
serangga dan kotoran lainnya.

Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering
berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan
metode ini adalah kacang-kacangan.

Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta
biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas,
sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.

2. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator,
makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan
jenis bahan yang kita gunakan.

Menggunakan oven.
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai
dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator
biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit.
Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur
seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan
Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih
tinggi dibanding pengeringan alami.

Salah satu yang perlu keterampilan dan kecermatan adalah menimbang bahan yang
digunakan dalam penelitian dan praktikum atau menimbang hasil penelitian untuk mendapat
data yang diperlukan. Untuk mengukur masa suatu benda dipergunakan berbagai macam-
macam alat-ala tukur masa diantaranya adalah neraca kasar (ohaus) dan neraca halus
(analitik). Neraca ohaus suatu alat untuk menentukan berat suaut benda dengan kapasitas 100
gram namun kurang teliti dengan tingkat ketelitian 1 gram, sedang timbangan analitik adalah
alat untuk mengukur dengan tingkat ketelitian lebih tinggi dengan mencapai 0,00001
gram (Bell dan Weavaer, 2002).
Neraca analitik digunakan dalam mengambil zat yang disalahkannya memerlukan
pengukuran yang lebih tepat, sedang neraca ohaus adalah digunakan untuk menimbang zat-
zat 25 gram terlarut. Skala analitik dapt dibaca secara otomatis sedangkan neraca ohaus dapat
dibaca pada batang skala.

1. Cara penggunaan timbangan ohaus


a. Bersihkan neraca terutama piring neraca harus bersih dari sisa bahan.
b. Setimbangkan neraca sihingga jarum menunjukan skala nol dengan cara menggeser sekrup
pengatur.
c. Timbang tempat bahan,botol kaca arloji atau alas lain dengan meletakan pada piring
timbanagan dan catat beban berat dari tempat bahan tersebut.
d. Masukan bahan yang akan ditimbang kedalam tempat atau wadah yang sudah ditimbang tadi.
Pasang beban timbangan seberat empat atau wadah yang ditambah dengan berat bahan yang
diperlukan. Timbanglah sampai benar seimbang.
e. Jika selesai menimbang kembalikan semuanya pada posisi awal, yaitu skala beban pada skala
nol dan penahan piring neraca dinaikan agar piring neraca tidak bergoyang, kemudian
bersihkan kembali.

2. Cara penggunaan timbangan Analitik.


a. Bersihkan piringan neraca dari sisa bahan
b. Sambungkan neraca engan arus listrik, hidupkan dengan tombol on/off.
c. Setelah neraca hidup, stabilkan neraca pada tombol reset,yaitu pada keadaan 0,000 gram.
d. Wadah atau kertas tempat bahan kita masukan terlebih dahulu, kemudian segera ditutup agar
udara tidak masuk yang akan mempengaruhi ukuran timbangan, kemudian distabilkan
kembali dengan tombol reset.
e. Masukan bahan yang akan ditimbang kedalam temapt atau wadah yang sudah berada di
neraca yang tadi.Neraca ditutup kembali, biarkan samapi angka menunjukan masa yang
diperlukan apabila angka yang ditunjukan lebih dari yang diperlukan maka bahan yang akan
dikeluarkan sedikit demi sedikit sampai yang ukuran yang diperlukan demikian juga bila
sebaliknya bila angka yang ditunjukan kurang dari berat bahan yang diperlukan maka tambah
bahan sedikit demi sedikit.
f. Setelah digunakan matikan dengan menekan tombol on/off, kemudian cabut saklar sehingga
aliran listrik terputus dari neraca.
g. Neraca dibersihkan kembali dari sisa-sisa bahan.
Desikator adalah sebutan lain dari Eksikator. Yaitu sebuah alat yang terbuat dari
kaca berbentuk panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi bahan pengering seperti
silika gel sehingga pengaruh uap air selama pengeringan dapat diserap oleh silika gel
tersebut. Karena terbuat dari kaca yang tebal, maka Desikator tergolong peralatan
laboratorium yang berbobot. Terutama karena penutup yang sulit dilepas dalam keadaan
dingin karena dilapisi vaseline.
Fungsi Desikator/Eksikator
Desikator atau Eksikator berfungsi sebagai:
Tempat menyimpan sampel yang harus bebas air.
Mengeringkan dan mendinginkan sample yang akan di gunakan
untuk uji kadar air.

Macam- macam Desikator/Eksikator


Desikator/eksikator ada 2 macam, yaitu:
1. Desikator biasa
2. Desikator vakum (Vacum)
Cara Menggunakan Desikator/Eksikator
Cara membuka tutup desikator adalah dengan menggesernya ke
samping.
Letakkan sampel yang baru keluar dari oven atau yang akan di keringkan dan didinginkan.
Lalu tutup kembali dengan cara yang sama dengan cara membukanya tadi yaitu di geser
kesamping.
Perhatikan Silika gel yang berfungsi sebagai penyerap uang air. Silika gel yang masih bisa
menyerap uap air berwarna biru; jika silika gel sudah berubah menjadi merah muda maka
perlu dipanaskan dalam oven bersuhu 105 oC sampai warnanya kembali biru (Anonim C,
2012).

B. Tujuan
Praktikum yang berjudul Oven, Timbangan, dan Desikator : Berat Basah dan Berat
Kering ini bertujuan untuk mengetahui berat basah dan berat kering buah dan daun jambu
biji, mengetahui kadar air daun dan buah jambu biji, mengetahui pengaruh luas permukaan
terhadap kecepatan penguapan.

C. Metodologi
1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pisau, cawan petri, oven,
desikator, neraca ohauss, penggaris, neraca digital dan thermometer. Serta bahan yang
digunakan pada praktikum percobaan ini adalah buah dan daun jambu biji, silica gel, dan
vaselin.

2. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah: pertama disiapkan
desikator yang telah diberikan silica gel kering di bawah saringannya. Ditutup desikator dan
diberikan vaselin diantara penutup dan wadah agar kedap udara. Kemudian switch on oven
yang telah diatur temperaturnya pada suhu 800C. Dimasukkan satu (1) thermometer yang
telah dikalibrasi. Selanjutnya, potong daun jambu batu sebesar 2x2 cm sebanyak 10 potong
dan diletakkan dalam satu cawan petri yang telah diketahui beratnya. Dibuatlah potongan
lainnya dalam jumlah yang sama untuk dua cawan petri lainnya. Ditimbang dan dicatat berat
basah dari potongan daun ini. Lalu dimasukkan dalam oven.
Selanjutnya, dipotong buah jambu biji menjadi enam bagian yang dibuang bijinya. (1).
Dua potong/ bagian buah jambu diiris tipis-tipis dan diletakkan dalam satu cawan petri yang
telah diketahui beratnya. Ditimbang dan dicatat berat basah irisan buah jambu ini sebelum
dimasukkan kedalam oven. (2). Dua potong buah jambu lainnya diiris dua (cross section)
setiap bagiannya. Kemudian diletakkan dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya, lalu
ditimbang dan dicatat berat basahnya. (3). Dua potong sisanya diletakkan dalam cawan petri
lainnya yang diketahui beratnya dean ditimbang serta dicatat berat basahnya sebelum
dimasukkan dalam oven.
Setelah itu, dicek berat daun dan buah jambu biji pada setiap cawan mulai hari kedua
sampai kelima setelah dikeringkan di dalam oven. Digunakan desikator ketika meletakkan
sampel daun dan buah saat sampel dikeluarkan dari oven sebelum ditimbang. Dibuatlah tabel
pengamatan dan dihitung berat kering dari daun dan buah jambu biji. Kemudian dengan
menggunakan data kelas, dihitung standar deviasi dari berat kering daun dan buah jambu biji
pada tiga metoda potongan / iris yang berbeda.

D. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan Berat Basah dan berat kering daun jambu biji
Berat Berat daun hari ke- (g)
Berat basah
Ulangan Cawan Petri 2 3 4 5
daun (g)
(g)
1 2,22 8,41 0,19 0,17 0,15 0,14
2 0,91 8,18 0,67 0,56 0,42 0,32
3 1,05 8,36 0,47 0,46 0,45 0,44
1,39 8,32 0,44 0,38 0,34 0,30

2. Tabel Pengamatan Berat Basah dan Berat Kering buah jambu biji
Perlakuan Kelompok Berat Berat buah hari ke- (g)
Basah 2 3 4 5
Buah (g)
Diiris 1 38,85 35,78 34,67 33,36 31,23
tipis 2 30,65 26,32 25,78 24,58 23,32
3 38,52 35,66 34,75 32,07 30,61
36,01 32,59 31,73 30,00 28,41
Dibelah 1 35,22 31,68 30,73 29,04 28,49
dua 2 45,53 38,48 35,28 33,19 31,52
3 42,86 39,18 36,36 35,15 34,24
41,20 36,45 34,00 32,46 31,42
Tidak 1 41,69 37,37 35,92 33,08 31,19
dibelah 2 49,49 42,40 39,16 35,01 31,02
3 39,67 36,06 34,72 32,39 30,24
43,62 38,61 36,60 33,49 30,82

GRAFIK PENGAMATAN PADA OVEN


E. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah percobaan dengan menggunakan bahan daun dan buah
jambu biji yang dibuang bijinya untuk menentukan berat kering dan berat basah dari bahan
tersebut. Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui berat basah dan
berat kering buah dan daun jambu biji, mengetahui kadar air daun dan buah jambu biji,
mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap kecepatan penguapan.
Daun jambu biji yang digunakan adalah daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu
juda, hal ini dimaksudkan agar daun memiliki kadar air yang sesuai supaya saat proses
pengeringan tidak memakan waktu yang lama atau sebentar. Proses pengeringan sendiri
adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas
untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan
oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Pengeringan juga didefinisikan sebagai
proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan
bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh(Asti, 2009).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan
kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Bahan kering
adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara
wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan
mentah. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat basah dan berat kering suatu bahan adalah
suhu, kadar air, kelembaban udara, kecepatan pengeringan, arah aliran udara, ukuran bahan,
ketelitian dalam pengukuran, dan luas permukaan.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven dan desikator. Oven
berfungsi sebagai alat pengering yang suhunya dapat mencapai 3000C. Biasanya oven
dilengkapi dengan alat pengukur suhu atau thermostat untuk mengukur suhu sesuai dengan
yang dikehendaki. Komponen-komponen yang terdapat pada oven tidak memerlukan
perawatan khusus dan sebaliknya, oven harus dijaga dalam keadaan bersih. Bila mengalami
kerusakan pada komponennya, misalnya pada bagian thermostat dapat diganti (Anonim B,
2012).
Selain itu juga alat yang digunakan pada percobaan ini adalah desikator. Tujuan
dari menggunakan desikator adalah untuk mengeringkan peralatan gelas yang memiliki
ketelitian tinggi, karena jika dikeringkan melalui oven peralatan gelas tersebut akan memuai
dan tidak akan teliti lagi. Selain itu, desikator digunakan untuk mendinginkan jambu biji
sebelum dilakukan penimbanga. Desikator berfungsi sebagai tempat menyimpan sampel yang
harus bebas air dan mengeringkan dan mendinginkan sample yang akan di gunakan untuk uji
kadar air.
Sebelum bahan dimasukkan ke dalam oven, terlebih dahulu bahan ditimbang
menggunakan neraca digital dan neraca ohauss untuk mengetahui berat basah dari daun dan
buah jambu biji. Neraca ohauss berfungsi untuk menentukan berat suatu benda dengan
kapasitas 100 gram namun kurang teliti dengan tingkat ketelitian 1 gram. Sedangkan neraca
digital berfungsi untuk menentukan berat suatu benda dengan kapasitas yang terbatas dan
teliti dengan tingkat ketelitian 0,01 gram.
Daun jambu biji yang dipotong dengan ukuran yang sama rata dan kemudian
ditimbang (tujuan dari pemotongan yang sama rata adalah agar kandungan kadar air yang
dimiliki daun untuk diukur sama pada setiap potongnya), dari hasil penimbangan daun jambu
biji didapatkan berat basahnya rata-rata sebagai berikut: hari pertama penelitian dijadikan
sebagai data berat basahnya yaitu: 1,39 gram. Sedangkan rata-rata berat keringnya diteliti
mulai dari hari kedua sampai hari kelima berturut-turut adalah sebagai berikut 0,44 gr; 0,38
gr; 0,34 gr; dan 0,3 gr. Tampak sekali dari hasil tersebut bahwa dari hari kehari berat jambu
biji mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena kadar air yang terdapat pada daun jambu biji
tersebut mengalami pengurangan/penurunan dan menyebab daun menjadi kering, remuk dan
yang awalnya bewarna hijau tua berubah menjadi kusam. Kadar air yang terdapat dalam buah
jambu tersebutlah yang mempertahankan kesegaran dari sebuah bahan. Jika suatu bahan
memiliki kadar air yang rendah maka bahan tersebut akan mudah rusak dan busuk. Dari hasil
perhitungan standar deviasinya yang relatif kecil, menunjukkan bahwa tingkat akurasi data
pengukuran yang didapat cukup tinggi.
Untuk buah jambu biji sendiri, perlakuannya hampir sama dengan daunnya, yaitu
proses pengeringannya juga menggunakan oven. Perbedaannya adalah pada perlakuan
persiapan bahan. Pada jambu biji dipotong menjadi 6 bagian yang hanya diambil daging
buahnya saja dan dibagi lagi menjadi 3 bagian yang lainnya dimana setiap bagian memiliki 2
potongan jambu biji tadi. 2 potongan pertama diris tipis, 2 potongan kedua di belah 2, dan 2
potongan ketiga dibiarkan utuh (tidak dibelah). Pengamatan yang dilakukan juga sama
dengan daunnya yaitu selama 5 hari dengan hari pertama sebagai patokan berat basah dari
buah jambu biji.
Pengamatan pertama dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dipotong tipis
(diiris tipis). Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama
adalah 36,01 gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai
hari kelima berturut-turut adalah 32,59 gr; 31,73 gr; 30,00 gr dan 28,41 gr. Dari hari pertama
sampai hari keempat, kadar air yang terdapat dalam irisan-irisan tersebut mengalami
penurunan seiring dengan keringnya buah jambu biji saat proses pengeringan.
Pengamatan kedua dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dibelah dua.
Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama adalah 41,203
gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai hari kelima
berturut-turut adalah 36,45 gr; 34,00 gr; 32,46 gr dan 31,42 gr. Data tersebut menunjukkan
bahwa kadar air dalam belahan-belahan potongan jambu biji tersebut mengalami penunuran
atau pengurangan.
Pengamatan ketiga dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dibiarkan utuh
(tidak dibelah). Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama
adalah 43,62 gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai
hari kelima berturut-turut adalah 38,61gr; 36,6 gr; 33,49 gr; dan 30,82 gr. Data tersebut
menunjukkan bahwa kadar air pada potongan buah jambu yang dibiarkan utuh ini mengalami
penurunan atau pengurangan pada setiap harinya dan menjadi kering seiring dengan proses
pengeringan yang terjadi pada saat penyimpanan.
Antara daun dan buah jambu biji, yang paling kering adalah daunnya karena daun
mengandung kadar air yang lebih sedikit dibandingkan buah jambu biji yang banyak
mengandung kadar air. Oleh karena itu buah jambu biji sukar kering walaupun sudah
mengalami proses pengeringan sampai hari kelima. Jika dilihat dari grafik, penyusutan yang
banyak terjadi adalah pada buah yang dibiarkan utuh dibandingkan pada buah yang diiris
tipis-tipis. Hal ini dikarenakan penempatan buah yang tidak dibelah tidak bertumpuk,
sehingga penguapan mudah terjadi dan menyebabkan air keluar dengan cepat sedangkan pada
buah yang diiris tipis-tipis diletakkan bertumpuk sehinga mengurangi kecepatan air keluar
dan penguapan yang terjadi saat itu. Jika dilihat dari segi luas penampang, seharusnya buah
yang diiris tipislah yang mempunyai kesempatan melakukan penguapan yang lebih besar
karena selain mempunyai penampang yang luas juga mempunyai struktur yang tipis.
Penyusutan yang terjadi selain dikarenakan kadar air yang berkurang, juga terjadi kerusakan
enzim-enzim yang terdapat pada buah dan daun jambu biji yang tidak dapat bakerja/nonaktif
pada suhu yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan stuktur pada buah dan jambu biji
mengalami kerusakan.

F. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa oven dan
desikator merupakan alat yang digunakan pada saat proses pengeringan. Pengeringan
merupakan proses penguapan yang dapat mengeringkan atau mengurangi kadar air yang
terdapat pada bahan. Kadar air dari suatu bahan dapat ditentukan dengan mengetahui berat
basah dan berat keringnya. Berat basah dan berat keering suatu bahan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, luas permukaan, arah aliran udara, kecepatan
pengeringan, ukuran bahan, dan lain-lain. Daun jambu biji lebih cepat kering dibandingkan
buahnya, karena selain ukuran daun yang kecil, juga sedikit mengandung kadar air
dibandingkan buah jambu biji yang mempunyai kadar air yang banyak dan ukuran bahan
yang relatif besar. Oleh karena itu proses pengeringan buah jambu membutuhkan waktu yang
lebih lama dari daun jambu biji dan tidak cukup hanya lima hari. Mikroorganisme yang
terdapat pada buah jambu yang ada disebabkan karena mikroorganisme tersebut masih dapat
berkembangbiak pada suhu yang tinggi walau kurang aktif. Kerusakan struktur bahan
disebabkan karena enzim-enzim yang terdapat pada bahan tidak dapat bekerja dengan
maksimal/nonaktif sehingga mengalami kerusakan.
Berat basah merupakan berat yang pada saat ditimbang masih mengandung kadar air
yang tinggi, sedangkan berat kering adalah berat yang telah mengalami proses pengeringan.
Dalam menentukan berat basah dan berat kering juga dipengaruhi oleh ketelitian dalam
menimbang dan ketelitian dalam pembacaan pengukuran yang dihasilkan oleh alat. Hal yang
paling tampak yang membuat pengeringan dapat terjadi dengan sempurna adalah luas
permukaan, kerena bahan yang mempunyai permukaan yang lebih luas akan mudah kadar
airnya untuk menguap, sebaliknya juga akan terjadi. Tetapi dalam penempatan bahan juga
harus di perhatikan, karena penempatan bahan yang bertumpuk akan menghambat air keluar
dan proses penguapan/pengeringan.
Oven memerlukan perawatan sebagaimana alat laboratorium lainnya, walaupun
tidak secara khusus tetapi hal yang paling di jaga adalah kelembaban,dan jika terjadi
kerusakan pada komponen oven dapat diperbaiki dengan cara menggantinya. Standar deviasi
yang didapatkan menunjukkan akurasinya data yang di peroleh saat melakukan pengukuran.
Dan jika dilihat dari standar deviasi yang didapat, pengukuran yang mempunyai keakurasian
data terdapat pada pengukuran daun jambu biji. Sedangkan akurasi data yang didapat cukup
tinggi pada pengukuran buah jambu biji yang diperlakukan tidak dibelah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2009. Teknik Pengeringan. (online).http://vandikio.blogspot.com/2009/12/laporan-
praktikum.html. diakses tanggal 7 Juni 2013.
Anonim B. 2012. Kadar Air. (online).http://kumalasarievhy.wordpress.com/2012/12/17/laporan-
praktikum-kadar-air-dan-kadar-abu/. Diakses tanggal 7 Juni 2013.
Anonim C. 2012. Desikator. (online). (http://kamusq.blogspot.com/2012/03/desikator-fungsi-
desikator.html). Diakses tanggal 7 Juni 2013.
Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press.
Asti, Noveni Dwi. 2009. Efek Perbedaan Teknik Pengeringan Terhadap Kualitas, Fermentabilitas,
dan Kecernaan Hay Daun Rami. Volume 1: 7.
Bell, D. & Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. United States of America: Kluwer
Academic Publishers.
Johnson. 2009. General laboratory techniques. Volume 2 : 11-12.
Squibb, R.L., C. Rivera,and R. Jarquin. 1958. Comparison of chromogen method with standard
digestion trial for determination of digestable nutrient content of kikuyu grass and rami
forages with sheep. Volume: 17:318-321.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1989. Analisa Bahan makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Sudrajat, D.J dan Nurhasybi. 2007. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan
Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan untuk Menunjang Progam
Penanaman Hutan di Daerah. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Suhardjo, dkk. 1977. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
Gramedia.A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Air merupakan satu zat gizi yang tidak dapat kita tinggalkan, tetapi seiring
diabaikannya dalam pembahasan mengenai gizi. Air juga merupakan komponen penting
dalam makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan
kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta
biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu.Semua bahan makanan mengandung air
dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air
berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi
yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Kadar air dalam bahan pangan
sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu
penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendisribusian mendapat penanganan yang tepat.
Salah satu yang perlu keterampilan dan kecermatan adalah menimbang bahan yang
digunakan dalam penelitian dan praktikum atau menimbang hasil penelitian untuk mendapat
data yang diperlukan. Untuk mengukur masa suatu benda dipergunakan berbagai macam-
macam alat-ala tukur masa diantaranya adalah neraca kasar (ohauss) dan neraca halus
(analitik).
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya dalam
evaluasi materials balance atau kehilangan selama pengolahan. Kita harus tahu kandungan air
(dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum, misalnya dalam penggilingan
serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu, dan produksi roti dengan daya
awet dan tekstur tinggi.
Berdasarkan uraian maka kita perlu mengetahui bagaimana mencari nilai kadai air
dengan menggunakan metode-metode penetapan kadar air yaitu pengeringan atau dengan
kata lain untuk mengetahui berat kering dan berat basah dari suatu bahan yang akan di
praktikumkan di laboratorium menggunakan metode oven dan desikator dengan buah dan
daun jambu biji.

2. Dasar Teori
Air merupakan satu zat gizi yang tidak dapat kita tinggalkan, tetapi seiring
diabaikannya dalam pembahasan mengenai gizi. Air digunakan dalam jumlah yang lebih
besar, baik dalam pangan maupun dalam tubuh manusia dibandingkan dengan zat gizi
lainnya. Didasarkan pada seluruh bobot tubuh, hampir 60 hingga 70 persen tubuh manusia
terdiri dari air, jumlah yang tepat tergantung dari faktor seperti usia, kelamin, keadaan
kesehatan dan kegiatan fisik(Suhardjo dkk, 1977).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan
daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari dari suatu bahan makanan, air merupakan
pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yanga akan digunakan dalam
pengolahannya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebasyang
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 2004).
Kadar air adalah hilangnya berat ketika sampel dikeringkan sesuai dengan teknik
atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk
mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan
dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin. Selain dengan menggunakan metode
dean stark, dalam penentuan uji kadar air digunakan metode oven, yaitu metode pemanasan
dengan temperatur rendah maupun tinggi (Sudrajat et al, 2007).
Water is one of the important elements in foodstuffs. Although not a nutrient source
such as another food, but water is essential in the biochemical processes of living beings.
Water is needed in areas such as agriculture, food processing and as drinking water. However,
water in food can also lead to rapid destruction of the material, especially the free water
content in the material that can be used by microorganisms to grow, and usually will quickly
damage the material (Johnson, 2009).
Drying leaves under open sunlight is the cheapest preservation method. However,
frequently rainfall interfered in tropical rainforest like Indonesia causes mold contamination
on the material. Therefore, alternative drying techniques need to be studied. Leave nutrition
composition, fermentability and digestibility. The drying technique used are open sun drying
at 7 (KM-7), 14 (KM-14) and 21 (KM-21) hours of light intensity, green house drying at 7
(RK-7), 14 (RK-14) and 21 (RK 21) hours of light intensity, and oven heat at 50oC (Ov-50),
60oC (Ov-60) and 70oC (Ov-70) (Squibb, 1958).
Prinsip analisis kadar air dengan metode thermogravimetri
atau pengeringan/pemanasan adalah menguapkan air dalam bahan dengan menggunakan
energi panas kemudian ditimbang. Bahan yang akan ditetapkan kadar airnya, dipanaskan
dengan oven pengering pada suhu tertentu (100 105C). Kehilangan berat selama
pemanasan merupakan jumlah air yang terdapat dalam bahan tersebut. Kelebihan metode ini
adalah murah dan mudah. Kelemahannya adalah bahan-bahan selain air yang mudah
menguap (seperti alkohol) juga akan terukur, bahan-bahan yang mengandung lemak atau
minyakakan mengalami reaksi oksidasi, dan bahan yang berkadar gula tinggi
akan mengalami reaksi karamelisasi (Sudarmadi, dkk, 1989).
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta
kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat
tumbuh (Asti, 2009).
Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh kadar air yang
aman untuk penyimpanan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Keuntungan dari pengeringan bahan adalah
mengawetkan bahan dengan volume yang lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghematruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang
sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi
lebih murah (Winarno, 1991).
Pada penentuan kadar air dengan metode thermogravimetri, sampel dimasukkan ke
dalam oven pengering sebaiknya tidak langsung suhu 100 -105C, namun bertahap. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya case hardening, yaitu suatu keadaan di mana
bagian dalam bahan masih basah sedangkan bagian luar sudah mengeras. Bila keadaan ini
terjadi, maka penguapan air dari dalam bahan akan terhambat (Apritanto, 1989).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung
pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105 110 C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak,
daging, kecap dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih
rendah. Kdang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam
eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung
senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan
metode distilasi dengan pelarut tertentu, selain itu untuk bahan yang mengandung kadar gula
tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan
padatan terlarutnya pula. Disamping cara fisik, ada pula cara kimia untuk menentukan kadar
air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asitilen yang dihasilkan dari reaksi
kalsium karbida dalam bahan yang akan diperiksa, cara bahan ini dipergunakan untuk bahan-
bahan seperti sabun, tepung, kulit, buuk biji panili, mentega dan sari buah(Winarno, 2004).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan
kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Bahan kering
adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara
wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan
mentah. Kadar air wet basis (wb) dihitung dengan perbandingan antara berat air yang
diuapkan dengan berat bahan mula-mula (berat sebelum dikeringkan) dikalikan 100 %. Kadar
air dry basis (db) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat air yang diuapkan dengan
berat kering bahan setelah dikeringkan, dikalikan dengan 100 %. Bila dalam penulisan kadar
air tidak dicantumkan apakah kadar air tersebut wet basis atau dry basis, maka itu berarti
kadar air tersebut dinyatakan dalam wet basis (Anonim B, 2012).

Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau
terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebih lama (Anonim A, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk golongan ini adalah:
- Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat.
- Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin
cepat.
- Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat.
- Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin
cepat kering.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan


Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat.
2. Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.

Proses pengeringan terbagi menjadi 3 kategori :


1. Pengeringan udara atau pengeringan langsung dibawah tekanan atmosfir. Pengeringan ini
memanfaatkan udara bebas di atmosfir.
2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan ini didasarkan dengan kenyataan
penguapan air terjadi lebih cepat di bawah tekanan rendah daripada di bawah tekanan tinggi.
3. Pengeringan beku. Pengeringan beku adalah sebuah proses yang memberikan kualitas bahan
yang baik dari segi kestabilitas aroma, warna, dan kemampuan rehidrasi. Pengeringan ini
didasarkan proses sublimisasi yang berada di temperature 0ocelcius dan tekanan 613 Pascal.

Metode Pengeringan:
1. Pengeringan alami
Pengeringan alami terdiri dari:
Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang
udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan metode ini
memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan
bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur
serangga dan kotoran lainnya.

Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering
berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan
metode ini adalah kacang-kacangan.

Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta
biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas,
sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.

2. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator,
makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan
jenis bahan yang kita gunakan.
Menggunakan oven.
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai
dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator
biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit.

Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur
seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan
Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih
tinggi dibanding pengeringan alami.

Salah satu yang perlu keterampilan dan kecermatan adalah menimbang bahan yang
digunakan dalam penelitian dan praktikum atau menimbang hasil penelitian untuk mendapat
data yang diperlukan. Untuk mengukur masa suatu benda dipergunakan berbagai macam-
macam alat-ala tukur masa diantaranya adalah neraca kasar (ohaus) dan neraca halus
(analitik). Neraca ohaus suatu alat untuk menentukan berat suaut benda dengan kapasitas 100
gram namun kurang teliti dengan tingkat ketelitian 1 gram, sedang timbangan analitik adalah
alat untuk mengukur dengan tingkat ketelitian lebih tinggi dengan mencapai 0,00001
gram (Bell dan Weavaer, 2002).
Neraca analitik digunakan dalam mengambil zat yang disalahkannya memerlukan
pengukuran yang lebih tepat, sedang neraca ohaus adalah digunakan untuk menimbang zat-
zat 25 gram terlarut. Skala analitik dapt dibaca secara otomatis sedangkan neraca ohaus dapat
dibaca pada batang skala.

1. Cara penggunaan timbangan ohaus


a. Bersihkan neraca terutama piring neraca harus bersih dari sisa bahan.
b. Setimbangkan neraca sihingga jarum menunjukan skala nol dengan cara menggeser sekrup
pengatur.
c. Timbang tempat bahan,botol kaca arloji atau alas lain dengan meletakan pada piring
timbanagan dan catat beban berat dari tempat bahan tersebut.
d. Masukan bahan yang akan ditimbang kedalam tempat atau wadah yang sudah ditimbang tadi.
Pasang beban timbangan seberat empat atau wadah yang ditambah dengan berat bahan yang
diperlukan. Timbanglah sampai benar seimbang.
e. Jika selesai menimbang kembalikan semuanya pada posisi awal, yaitu skala beban pada skala
nol dan penahan piring neraca dinaikan agar piring neraca tidak bergoyang, kemudian
bersihkan kembali.

2. Cara penggunaan timbangan Analitik.


a. Bersihkan piringan neraca dari sisa bahan
b. Sambungkan neraca engan arus listrik, hidupkan dengan tombol on/off.
c. Setelah neraca hidup, stabilkan neraca pada tombol reset,yaitu pada keadaan 0,000 gram.
d. Wadah atau kertas tempat bahan kita masukan terlebih dahulu, kemudian segera ditutup agar
udara tidak masuk yang akan mempengaruhi ukuran timbangan, kemudian distabilkan
kembali dengan tombol reset.
e. Masukan bahan yang akan ditimbang kedalam temapt atau wadah yang sudah berada di
neraca yang tadi.Neraca ditutup kembali, biarkan samapi angka menunjukan masa yang
diperlukan apabila angka yang ditunjukan lebih dari yang diperlukan maka bahan yang akan
dikeluarkan sedikit demi sedikit sampai yang ukuran yang diperlukan demikian juga bila
sebaliknya bila angka yang ditunjukan kurang dari berat bahan yang diperlukan maka tambah
bahan sedikit demi sedikit.
f. Setelah digunakan matikan dengan menekan tombol on/off, kemudian cabut saklar sehingga
aliran listrik terputus dari neraca.
g. Neraca dibersihkan kembali dari sisa-sisa bahan.

Desikator adalah sebutan lain dari Eksikator. Yaitu sebuah alat yang terbuat dari
kaca berbentuk panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi bahan pengering seperti
silika gel sehingga pengaruh uap air selama pengeringan dapat diserap oleh silika gel
tersebut. Karena terbuat dari kaca yang tebal, maka Desikator tergolong peralatan
laboratorium yang berbobot. Terutama karena penutup yang sulit dilepas dalam keadaan
dingin karena dilapisi vaseline.
Fungsi Desikator/Eksikator
Desikator atau Eksikator berfungsi sebagai:
Tempat menyimpan sampel yang harus bebas air.
Mengeringkan dan mendinginkan sample yang akan di gunakan
untuk uji kadar air.

Macam- macam Desikator/Eksikator


Desikator/eksikator ada 2 macam, yaitu:
1. Desikator biasa
2. Desikator vakum (Vacum)
Cara Menggunakan Desikator/Eksikator
Cara membuka tutup desikator adalah dengan menggesernya ke
samping.
Letakkan sampel yang baru keluar dari oven atau yang akan di keringkan dan didinginkan.
Lalu tutup kembali dengan cara yang sama dengan cara membukanya tadi yaitu di geser
kesamping.
Perhatikan Silika gel yang berfungsi sebagai penyerap uang air. Silika gel yang masih bisa
menyerap uap air berwarna biru; jika silika gel sudah berubah menjadi merah muda maka
perlu dipanaskan dalam oven bersuhu 105 oC sampai warnanya kembali biru (Anonim C,
2012).

B. Tujuan
Praktikum yang berjudul Oven, Timbangan, dan Desikator : Berat Basah dan Berat
Kering ini bertujuan untuk mengetahui berat basah dan berat kering buah dan daun jambu
biji, mengetahui kadar air daun dan buah jambu biji, mengetahui pengaruh luas permukaan
terhadap kecepatan penguapan.

C. Metodologi
1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pisau, cawan petri, oven,
desikator, neraca ohauss, penggaris, neraca digital dan thermometer. Serta bahan yang
digunakan pada praktikum percobaan ini adalah buah dan daun jambu biji, silica gel, dan
vaselin.
2. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah: pertama disiapkan
desikator yang telah diberikan silica gel kering di bawah saringannya. Ditutup desikator dan
diberikan vaselin diantara penutup dan wadah agar kedap udara. Kemudian switch on oven
yang telah diatur temperaturnya pada suhu 800C. Dimasukkan satu (1) thermometer yang
telah dikalibrasi. Selanjutnya, potong daun jambu batu sebesar 2x2 cm sebanyak 10 potong
dan diletakkan dalam satu cawan petri yang telah diketahui beratnya. Dibuatlah potongan
lainnya dalam jumlah yang sama untuk dua cawan petri lainnya. Ditimbang dan dicatat berat
basah dari potongan daun ini. Lalu dimasukkan dalam oven.
Selanjutnya, dipotong buah jambu biji menjadi enam bagian yang dibuang bijinya. (1).
Dua potong/ bagian buah jambu diiris tipis-tipis dan diletakkan dalam satu cawan petri yang
telah diketahui beratnya. Ditimbang dan dicatat berat basah irisan buah jambu ini sebelum
dimasukkan kedalam oven. (2). Dua potong buah jambu lainnya diiris dua (cross section)
setiap bagiannya. Kemudian diletakkan dalam cawan petri yang telah diketahui beratnya, lalu
ditimbang dan dicatat berat basahnya. (3). Dua potong sisanya diletakkan dalam cawan petri
lainnya yang diketahui beratnya dean ditimbang serta dicatat berat basahnya sebelum
dimasukkan dalam oven.
Setelah itu, dicek berat daun dan buah jambu biji pada setiap cawan mulai hari kedua
sampai kelima setelah dikeringkan di dalam oven. Digunakan desikator ketika meletakkan
sampel daun dan buah saat sampel dikeluarkan dari oven sebelum ditimbang. Dibuatlah tabel
pengamatan dan dihitung berat kering dari daun dan buah jambu biji. Kemudian dengan
menggunakan data kelas, dihitung standar deviasi dari berat kering daun dan buah jambu biji
pada tiga metoda potongan / iris yang berbeda.

D. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan Berat Basah dan berat kering daun jambu biji
Berat Berat daun hari ke- (g)
Berat basah
Ulangan Cawan Petri 2 3 4 5
daun (g)
(g)
1 2,22 8,41 0,19 0,17 0,15 0,14
2 0,91 8,18 0,67 0,56 0,42 0,32
3 1,05 8,36 0,47 0,46 0,45 0,44
1,39 8,32 0,44 0,38 0,34 0,30

2. Tabel Pengamatan Berat Basah dan Berat Kering buah jambu biji
Perlakuan Kelompok Berat Berat buah hari ke- (g)
Basah 2 3 4 5
Buah (g)
Diiris 1 38,85 35,78 34,67 33,36 31,23
tipis 2 30,65 26,32 25,78 24,58 23,32
3 38,52 35,66 34,75 32,07 30,61
36,01 32,59 31,73 30,00 28,41
Dibelah 1 35,22 31,68 30,73 29,04 28,49
dua 2 45,53 38,48 35,28 33,19 31,52
3 42,86 39,18 36,36 35,15 34,24
41,20 36,45 34,00 32,46 31,42
Tidak 1 41,69 37,37 35,92 33,08 31,19
dibelah 2 49,49 42,40 39,16 35,01 31,02
3 39,67 36,06 34,72 32,39 30,24
43,62 38,61 36,60 33,49 30,82

GRAFIK PENGAMATAN PADA OVEN


E. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah percobaan dengan menggunakan bahan daun dan buah
jambu biji yang dibuang bijinya untuk menentukan berat kering dan berat basah dari bahan
tersebut. Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui berat basah dan
berat kering buah dan daun jambu biji, mengetahui kadar air daun dan buah jambu biji,
mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap kecepatan penguapan.
Daun jambu biji yang digunakan adalah daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu
juda, hal ini dimaksudkan agar daun memiliki kadar air yang sesuai supaya saat proses
pengeringan tidak memakan waktu yang lama atau sebentar. Proses pengeringan sendiri
adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas
untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan
oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Pengeringan juga didefinisikan sebagai
proses pengeluaran air dari bahan sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan
bakteri yang menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh(Asti, 2009).
Kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan
kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah
perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Bahan kering
adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Sedangkan kadar air secara
wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan
mentah. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat basah dan berat kering suatu bahan adalah
suhu, kadar air, kelembaban udara, kecepatan pengeringan, arah aliran udara, ukuran bahan,
ketelitian dalam pengukuran, dan luas permukaan.
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven dan desikator. Oven
berfungsi sebagai alat pengering yang suhunya dapat mencapai 3000C. Biasanya oven
dilengkapi dengan alat pengukur suhu atau thermostat untuk mengukur suhu sesuai dengan
yang dikehendaki. Komponen-komponen yang terdapat pada oven tidak memerlukan
perawatan khusus dan sebaliknya, oven harus dijaga dalam keadaan bersih. Bila mengalami
kerusakan pada komponennya, misalnya pada bagian thermostat dapat diganti (Anonim B,
2012).
Selain itu juga alat yang digunakan pada percobaan ini adalah desikator. Tujuan
dari menggunakan desikator adalah untuk mengeringkan peralatan gelas yang memiliki
ketelitian tinggi, karena jika dikeringkan melalui oven peralatan gelas tersebut akan memuai
dan tidak akan teliti lagi. Selain itu, desikator digunakan untuk mendinginkan jambu biji
sebelum dilakukan penimbanga. Desikator berfungsi sebagai tempat menyimpan sampel yang
harus bebas air dan mengeringkan dan mendinginkan sample yang akan di gunakan untuk uji
kadar air.
Sebelum bahan dimasukkan ke dalam oven, terlebih dahulu bahan ditimbang
menggunakan neraca digital dan neraca ohauss untuk mengetahui berat basah dari daun dan
buah jambu biji. Neraca ohauss berfungsi untuk menentukan berat suatu benda dengan
kapasitas 100 gram namun kurang teliti dengan tingkat ketelitian 1 gram. Sedangkan neraca
digital berfungsi untuk menentukan berat suatu benda dengan kapasitas yang terbatas dan
teliti dengan tingkat ketelitian 0,01 gram.
Daun jambu biji yang dipotong dengan ukuran yang sama rata dan kemudian
ditimbang (tujuan dari pemotongan yang sama rata adalah agar kandungan kadar air yang
dimiliki daun untuk diukur sama pada setiap potongnya), dari hasil penimbangan daun jambu
biji didapatkan berat basahnya rata-rata sebagai berikut: hari pertama penelitian dijadikan
sebagai data berat basahnya yaitu: 1,39 gram. Sedangkan rata-rata berat keringnya diteliti
mulai dari hari kedua sampai hari kelima berturut-turut adalah sebagai berikut 0,44 gr; 0,38
gr; 0,34 gr; dan 0,3 gr. Tampak sekali dari hasil tersebut bahwa dari hari kehari berat jambu
biji mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena kadar air yang terdapat pada daun jambu biji
tersebut mengalami pengurangan/penurunan dan menyebab daun menjadi kering, remuk dan
yang awalnya bewarna hijau tua berubah menjadi kusam. Kadar air yang terdapat dalam buah
jambu tersebutlah yang mempertahankan kesegaran dari sebuah bahan. Jika suatu bahan
memiliki kadar air yang rendah maka bahan tersebut akan mudah rusak dan busuk. Dari hasil
perhitungan standar deviasinya yang relatif kecil, menunjukkan bahwa tingkat akurasi data
pengukuran yang didapat cukup tinggi.
Untuk buah jambu biji sendiri, perlakuannya hampir sama dengan daunnya, yaitu
proses pengeringannya juga menggunakan oven. Perbedaannya adalah pada perlakuan
persiapan bahan. Pada jambu biji dipotong menjadi 6 bagian yang hanya diambil daging
buahnya saja dan dibagi lagi menjadi 3 bagian yang lainnya dimana setiap bagian memiliki 2
potongan jambu biji tadi. 2 potongan pertama diris tipis, 2 potongan kedua di belah 2, dan 2
potongan ketiga dibiarkan utuh (tidak dibelah). Pengamatan yang dilakukan juga sama
dengan daunnya yaitu selama 5 hari dengan hari pertama sebagai patokan berat basah dari
buah jambu biji.
Pengamatan pertama dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dipotong tipis
(diiris tipis). Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama
adalah 36,01 gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai
hari kelima berturut-turut adalah 32,59 gr; 31,73 gr; 30,00 gr dan 28,41 gr. Dari hari pertama
sampai hari keempat, kadar air yang terdapat dalam irisan-irisan tersebut mengalami
penurunan seiring dengan keringnya buah jambu biji saat proses pengeringan.
Pengamatan kedua dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dibelah dua.
Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama adalah 41,203
gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai hari kelima
berturut-turut adalah 36,45 gr; 34,00 gr; 32,46 gr dan 31,42 gr. Data tersebut menunjukkan
bahwa kadar air dalam belahan-belahan potongan jambu biji tersebut mengalami penunuran
atau pengurangan.
Pengamatan ketiga dilakukan pada 2 potongan buah jambu biji yang dibiarkan utuh
(tidak dibelah). Berat basah rata-rata yang dihasilkan oleh buah jambu biji pada hari pertama
adalah 43,62 gr. Dan untuk hasil pengamatan berat kering rata-rata dari hari kedua sampai
hari kelima berturut-turut adalah 38,61gr; 36,6 gr; 33,49 gr; dan 30,82 gr. Data tersebut
menunjukkan bahwa kadar air pada potongan buah jambu yang dibiarkan utuh ini mengalami
penurunan atau pengurangan pada setiap harinya dan menjadi kering seiring dengan proses
pengeringan yang terjadi pada saat penyimpanan.
Antara daun dan buah jambu biji, yang paling kering adalah daunnya karena daun
mengandung kadar air yang lebih sedikit dibandingkan buah jambu biji yang banyak
mengandung kadar air. Oleh karena itu buah jambu biji sukar kering walaupun sudah
mengalami proses pengeringan sampai hari kelima. Jika dilihat dari grafik, penyusutan yang
banyak terjadi adalah pada buah yang dibiarkan utuh dibandingkan pada buah yang diiris
tipis-tipis. Hal ini dikarenakan penempatan buah yang tidak dibelah tidak bertumpuk,
sehingga penguapan mudah terjadi dan menyebabkan air keluar dengan cepat sedangkan pada
buah yang diiris tipis-tipis diletakkan bertumpuk sehinga mengurangi kecepatan air keluar
dan penguapan yang terjadi saat itu. Jika dilihat dari segi luas penampang, seharusnya buah
yang diiris tipislah yang mempunyai kesempatan melakukan penguapan yang lebih besar
karena selain mempunyai penampang yang luas juga mempunyai struktur yang tipis.
Penyusutan yang terjadi selain dikarenakan kadar air yang berkurang, juga terjadi kerusakan
enzim-enzim yang terdapat pada buah dan daun jambu biji yang tidak dapat bakerja/nonaktif
pada suhu yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan stuktur pada buah dan jambu biji
mengalami kerusakan.

F. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa oven dan
desikator merupakan alat yang digunakan pada saat proses pengeringan. Pengeringan
merupakan proses penguapan yang dapat mengeringkan atau mengurangi kadar air yang
terdapat pada bahan. Kadar air dari suatu bahan dapat ditentukan dengan mengetahui berat
basah dan berat keringnya. Berat basah dan berat keering suatu bahan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, luas permukaan, arah aliran udara, kecepatan
pengeringan, ukuran bahan, dan lain-lain. Daun jambu biji lebih cepat kering dibandingkan
buahnya, karena selain ukuran daun yang kecil, juga sedikit mengandung kadar air
dibandingkan buah jambu biji yang mempunyai kadar air yang banyak dan ukuran bahan
yang relatif besar. Oleh karena itu proses pengeringan buah jambu membutuhkan waktu yang
lebih lama dari daun jambu biji dan tidak cukup hanya lima hari. Mikroorganisme yang
terdapat pada buah jambu yang ada disebabkan karena mikroorganisme tersebut masih dapat
berkembangbiak pada suhu yang tinggi walau kurang aktif. Kerusakan struktur bahan
disebabkan karena enzim-enzim yang terdapat pada bahan tidak dapat bekerja dengan
maksimal/nonaktif sehingga mengalami kerusakan.
Berat basah merupakan berat yang pada saat ditimbang masih mengandung kadar air
yang tinggi, sedangkan berat kering adalah berat yang telah mengalami proses pengeringan.
Dalam menentukan berat basah dan berat kering juga dipengaruhi oleh ketelitian dalam
menimbang dan ketelitian dalam pembacaan pengukuran yang dihasilkan oleh alat. Hal yang
paling tampak yang membuat pengeringan dapat terjadi dengan sempurna adalah luas
permukaan, kerena bahan yang mempunyai permukaan yang lebih luas akan mudah kadar
airnya untuk menguap, sebaliknya juga akan terjadi. Tetapi dalam penempatan bahan juga
harus di perhatikan, karena penempatan bahan yang bertumpuk akan menghambat air keluar
dan proses penguapan/pengeringan.
Oven memerlukan perawatan sebagaimana alat laboratorium lainnya, walaupun
tidak secara khusus tetapi hal yang paling di jaga adalah kelembaban,dan jika terjadi
kerusakan pada komponen oven dapat diperbaiki dengan cara menggantinya. Standar deviasi
yang didapatkan menunjukkan akurasinya data yang di peroleh saat melakukan pengukuran.
Dan jika dilihat dari standar deviasi yang didapat, pengukuran yang mempunyai keakurasian
data terdapat pada pengukuran daun jambu biji. Sedangkan akurasi data yang didapat cukup
tinggi pada pengukuran buah jambu biji yang diperlakukan tidak dibelah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2009. Teknik Pengeringan. (online).http://vandikio.blogspot.com/2009/12/laporan-
praktikum.html. diakses tanggal 7 Juni 2013.
Anonim B. 2012. Kadar Air. (online).http://kumalasarievhy.wordpress.com/2012/12/17/laporan-
praktikum-kadar-air-dan-kadar-abu/. Diakses tanggal 7 Juni 2013.
Anonim C. 2012. Desikator. (online). (http://kamusq.blogspot.com/2012/03/desikator-fungsi-
desikator.html). Diakses tanggal 7 Juni 2013.
Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press.
Asti, Noveni Dwi. 2009. Efek Perbedaan Teknik Pengeringan Terhadap Kualitas, Fermentabilitas,
dan Kecernaan Hay Daun Rami. Volume 1: 7.
Bell, D. & Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. United States of America: Kluwer
Academic Publishers.
Johnson. 2009. General laboratory techniques. Volume 2 : 11-12.
Squibb, R.L., C. Rivera,and R. Jarquin. 1958. Comparison of chromogen method with standard
digestion trial for determination of digestable nutrient content of kikuyu grass and rami
forages with sheep. Volume: 17:318-321.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1989. Analisa Bahan makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Sudrajat, D.J dan Nurhasybi. 2007. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan
Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan untuk Menunjang Progam
Penanaman Hutan di Daerah. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.
Suhardjo, dkk. 1977. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

You might also like