Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Istighfariza Shaqina, S.Ked
1218011084
Preceptor:
dr. Mukhlis Imanto, M. Kes, Sp. THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA
LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan case report ini. Case report ini penulis
susun sebagai syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan tugas di Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Bedah Kepala Leher
(THT-KL) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pembimbing yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan case report ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyusun case reportini.
Penulis menyadari banyak kekurangan pada case report ini, oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan
case report ini. Semoga case report ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk
penulis tetapi juga bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Rinosinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung
dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang mengalami
peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran finansial
masyarakat. Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi bersamaan, sehingga
terminologi saat ini yang lebih diterima adalah rinosinusitis.1
A. Identitas
Nama : Ny. Yun
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bandar Lampung
B. Anamnesa (autoanamnesa)
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Maret 2017
Keluhan Utama:
Nyeri kepala hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan :
- Hidung tersumbat
- Penurunan penghiduan
- Terasa ada cairan mengalir di teggorokan
- Nafas berbau
Pasien mengatakan pernah mengalami hal serupa 6 tahun yang lalu, dan di
diagnosis sinusitis. Pasien rutin mengkonsumsi obat-obatan dan keluhan
dinyatakan hilang. Namun, keluhan kembai muncul 2 bulan terakhir. Pasien
mengaku sering bersin dan pilek hampir setiap pagi hari, khususnya saat cuaca
dingin, namun pasien tidak dapat mengingat dengan pasti mulai kapan keluhan
sering bersin ini dirasakan.
Pasien menyatakan saat ini tidak demam. Riwayat kemasukan benda asing ke
dalam hidung disangkal pasien. Riwayat pernah mimisan disangkal. Riwayat
sakit gigi, infeksi gigi atau area mulut dan cabut gigi sebelumnya disangkal.
Pasien juga mengatakan tidak ada masalah dengan pendengaran maupun
penglihatanya. Riwayat penyakit diabetes, alergi pada kulit dan penyakit
jantung disangkal. Tidak ada riwayat alergi obat dan makanan sebelumnya.
Status Generalis
Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam
Mata : Allergic shiner +/+, CA -/-
Leher :
Inspeksi : Tidak diperiksa
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Tidak diperiksa
Toraks :
Inspeksi : Tidak diperiksa
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Tidak diperiksa
Abdomen :
Inspeksi : Tidak diperiksa
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Tidak diperiksa
Ekstremitas :
Sianosis : tidak ada pada keempat ekstremitas
Edema : tidak ada pada keempat ektremitas
Stasus THT
Pemeriksaan Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri
- Bentuk : Normal Normal
- Warna Kulit : Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
- Nyeri Tarik : (-) (-)
- Tumor : (-) (-)
Hidung
Hidung Luar Kanan Kiri
- Kulit : Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
- Dorsum Nasi : Normal Normal
Allergic crease (-)
- Nyeri Tekan, Krepitasi : (-) (-)
- Ala Nasi : Normal Normal
- Nyeri Tekan Frontal : (-) (-)
- Nyeri Tekan Maksila : (-) (-)
- Tumor, Fistel : (-) (-)
- Tonsil
Hipertrofi : T1-T1
Hiperemis :(-/-)
Kripta :(-/-)
Detritus :(-/-)
- Faring
Mukosa : Normal
Granula :(-)
Post Nasal Drip :(+)
Leher
Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
D. Resume
Seorang pasien perempuan, berusia 39 tahun datang ke poli THT RSUD Abdul
Moeloek pada tanggal 13 Maret 2017 dengan nyeri kepala sejak 2 bulan yang
lalu dan semakin memberat sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
hidung tersumbat dan daya penciuman menurun. Selain itu, pasien juga
mengatakan terkadang terasa seperti ada cairan yang mengalir dari hidung ke
tenggorokan saat sedang aktivitas, terutama saat berbaring. Pasien juga
menyatakan nafas berbau tidak sedap dan sering merasa lemas setelah mulai
mengalami keluhan nyeri kepala. Sekitar 1 minggu yang lalu pasien
berkonsultasi ke poli THT dengan keluhan nyeri kepala yang sangat
mengganggu dan hidung tersumbat. Pasien lalu diminta melakukan rontgent
kepala, pasien kembali ke poli untuk kontrol dan menilai hasil rongentnya. Saat
datang kembali, keluhan nyeri kepala dan hidung tersumbat masih dirasakan
pasien namun sudah membaik. Pasien mengatakan pernah mengalami hal
serupa 6 tahun yang lalu, dan di diagnosis sinusitis. Pasien rutin mengkonsumsi
obat-obatan dan keluhan dinyatakan hilang. Namun, keluhan kembai muncul 2
bulan terakhir. Pasien mengaku sering bersin dan pilek hampir setiap pagi hari,
khususnya saat cuaca dingin, namun pasien tidak dapat mengingat dengan pasti
mulai kapan keluhan sering bersin ini dirasakan.
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien didapatkan dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik hidung ditemukan deviasi septum kiri, mukosa cavum nasi
hiperemis dan terdapat sekret pada konka inferior bilateral, konka inferior
dextra sinistra hipertrofi, konka media sulit dinilai. Pada pemeriksaan orofaring
terdapat halitosis. Terdapat gambaran allergic shiner dibawah kedua mata
pasien.
E. Pemeriksaan Anjuran
-Skin test (Prick Test)
-Transluminasi
-Foto Rontgen Sinus posisi Waters deviasi septum nasal kiri.
-Swab sekret hidung
F. Diagnosa Banding
Rinosinusitis kronik e.c. rhinitis alergi
Rinosinusitis kronik e.c dentogen
Rinosinusitis kronik e.c. jamur
G. Diagnosa Kerja
Rinosinusitis maksilaris kronik e.c Rhinitis Alergi
H. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa :
- Menghindari faktor pencetus (udara dingin dan lembab, debu)
- Meminum obat sesuai anjuran dokter
- Kontrol ulang ke dokter setelah selesai pengobatan
- Pertimbangkan tindakan operasi FESS
Medikamentosa :
- Steroid topikal : Nasacort 2 spray tiap lubang hidung 1 x 1 hari, evaluasi
setelah 4 minggu
- Analgetik : Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- Antihistamin: Cetirizine 1x 10 mg
I. Prognosa
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Rhinosinusitis
A. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rhinosinusitis.1 Menurut American Academy of Otolaryngology Head &
Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena
dianggap lebih tepat dengan alasan :
1) Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2) Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3) Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada
rinitis ataupun rinosinusitis.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu
sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus
frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). 1
Rhinosinusitis yang paling sering ditemukan ialah Rhinosinusitis maksila dan
Rhinosinusitis etmoid, Rhinosinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih
jarang.1
Secara klinis rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila
gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis
subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis
kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Berdasarkan kriteria EPOS 2012
rinosinusitis akut jika terdapat gejala 12 minggu dan rinosinusitis kronik jika
gejala 12 minggu tanpa adanya resolusi komplit dari simptom. 2
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osteomeatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologi,
diskinensia silia seperti pada sindrom Kartagener, dan penyakit fibrosis kistik. 1
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin
dan kering serta kebiasaan merokok, sebab keadaan lingkungan ini menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia. 1
Etiologi rinosinusitis kronis dapat berupa virus, bakteri dan jamur dimana
virus adalah penyebab utama infeksi saluran napas atas seperti rinosinusitis,
faringitis dan sinusitis akut.
2.3.1 Virus
Virus rinosinusitis biasanya menyerang hidung, nasofaring dan juga
meluas ke sinus termasuk didalamnya adalah rinovirus, influenza virus dan
parainfluenza virus.Infeksi virus berulang merupakan faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya rinosinusitis kronik.3
2.3.2 Bakteri
Rinosinusitis kronis dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang
menyebabkan rinosinusitis akut. Namun karena rinosinusitis kronik biasanya
berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang
terganggu maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik. Bakteri
penyebab rinosinusitis kronis banyak macamnya baik anaerob maupun yang
aerob, proporsi terbesar penyebabnya adalah bakteri anaerob dan bakteri gram
negarif11. Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus,
streptococcus viridians, haemophilus influenzae, neisseria flavus, staphylococcus
epidermidis, streptococcus pneumonia dan escherichia coli. Sedangkan bakteri
anaerob antara lain peptostreptococcus, corynebacterium, bacteroide, dan
veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali juga
terjadi. Pada kasus Rinosinusitis kronik akut eksaserbasi bakteri penyebab yang
terbanyak adalah bakteri anaerob. Bakteri gram negatif dan bakteri aerob
termasuk Pseudomonas Aeruginosa sering diisolasi pada pasien yang sudah
pernah melakukan operasi sinus. 3
2.3.3 Fungi
Infeksi jamur juga dapat menyebabkan rinosinusitis kronik walaupun
jarang terjadi. Jamur penyebab rinosinusitis kronik adalah Aspergillus,
Cryptococcus neoformans, Candida, Sporothrix Schhenckii, Alternaria,
Misetoma. Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
gangguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. 3
2) Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-
kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti
infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal
mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh
darah dan limfe.4 Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada
sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang
purulen dan napas berbau busuk. Bakteri penyebabnya adalah.
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus
viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.
C. PATOFISIOLOGI
D. KLASIFIKASI
1) Rinosinusitis akut
a) Rinosinusitis akut pada dewasa
Rinosinusitis akut pada dewasa didefinisikan sebagai onset tiba-tiba
dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau discharge (sekret hidung anterior/ posterior):
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
penurunan/ hilangnya penghidu
Gejala kurang dari 12 minggu:
Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis.2
b) Rinosinusitis akut pada anak
Rinosinusitis akut pada anak didefinisikan sebagai onset tiba-tiba dari
dua atau lebih gejala:
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti
atau discoloured nasal discharge
atau batuk (siang hari dan malam hari)
Gejala kurang dari 12 minggu:
Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2
2) Rinosinusitis kronik
a) Rinosinusitis kronik pada dewasa
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada dewasa
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
penurunan/ hilangnya penghidu
Gejala 12 minggu:
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air,
hidung gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2
E. DIAGNOSIS
Gejala subyektif
Gejala lokal yaitu : hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat
pada pagihari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke
tempat lain. Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu.3
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut
berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda
dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh,
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik
atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.3
2.
Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak,
seringkalibermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan
nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang
nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri
alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.3
3.
Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang
hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan
tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.3
4.
Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks
kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh
karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.3
Gejala Obyektif
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis
ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
1) Sinusitis akut
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan
gejala sistemik seperti demam dan lesu.1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat
lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di
antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida,
nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain
adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang
dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.1
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan
sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza
dan Moraxella catarrhalis. 2 Penyebab utamanya ialah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga
sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.2
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan
sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis
rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah
perawatan. Kriteria diagnostik yang terbaru adalah berdasarkan EPOS
2012, dimana rhinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan pada hidung
dan sinus paranasal dengan beberapa gejala dan tanda :2
2) Sinusitis kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala
berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi
yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari
gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik
muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis),
bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan
sulit diobati. 1
hari
Tabel 2.1. Kriteria rinosinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada sinusitis kronik, tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang
diakibatkan timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Namun,
pada foto polos tidak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan
gambaran fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya
tampak sebagai penebalan dinding sinus. Gambaran air fluid level juga
tidak hanya dicurigai pada kasus sinusitis, namun akan tampak pula pada
pasien yang baru saja mengalami pencucian sinus maksilaris; pada pasien
dengan trauma kepala baik disertai fraktur atau tidak fraktur pada dinding
sinus, dan penyakit blood dyscrasia (seperti von Willebrand disease)
dimana terjadi perdarahan pada mukosa.7
2. CT-Scan
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung
dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Pemeriksaan CTScan
merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus
dengan sklerotik pada kasus-kasus kronik yang tidak membaik dengan
terapi, rinosinusitis dengan komplikasi, evaluasi preoperatif dan jika ada
dugaan keganasan 7
3. MRI
MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak dimana
nampak identik pada CT scan. 1
4. Transiluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. 1,2
5. Pemeriksaan Mikrobiologi
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus
medius atau meatus superior.1
6. Sinuskopi
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus media inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat
kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan
irigasi.1
F. TERAPI
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgesik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian
rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak
rutin diberikan, karena sifat jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya
diberikan amtihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz
displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita alergi yang
berat.1,8,9
Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jeni bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasi berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif,
adanya komplikasi sinusitis serta jamur.1 Tindakan bedah sederhana pada
sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra
nasoantral. Etmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis.
Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi
sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik
merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan
magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah.1
Berikut ini merupakan alur skema penatalaksanaan sinusitis akut dan kronik
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps
2012
Gambar 1. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk
pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on
Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Rinitis alergi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas
memiliki peran penting. Pada 2030% semua populasi dan pada 1015%
anak memiliki riwayat atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi
menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Peran lingkungan dalam
dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan,
terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki
kecenderungan alergi.1,3
Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas:
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang (anjing, kucing),
rerumputan, dan jamur.
2. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin dan sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik dan perhiasan.
C. PATOFISIOLOGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC)
yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan
late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.10
Gambar 4. Patofisiologi reaksi alergi
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC)
akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa
hidung.Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida
dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida
Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II yang kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian APC akan melepas
sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
berproliferasi menjadi Th1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13.IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif
dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau
basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa
yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (performed mediators) terutama histamin. Selain histamin juga
dikeluarkan newly formed mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet
Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6,GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah
yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). 1,3
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on
Asthma) tahun 2008, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi 1:
1. Intermiten (kadang-kadang) bila gejala muncul:
Kurang dari 4 hari/minggu
atau kurang dari 4 minggu berturut-turut.
2. Persisten/menetap bila gejala muncul:
Lebih dari 4 hari/minggu
atau lebih dari 4 minggu berturut-turut.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
a. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja.
Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang.
Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan
mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap
serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada
RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,
yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Rinitis alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering kali
gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala
yang diutarakan oleh pasien.1,5
b. Pemeriksaan Fisik
Selain dari anamnesis perlu juga untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Pada
rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila
fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan
gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.Selain dari itu sering juga
tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung
tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini
lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsumnasi
bagian sepertiga bawah, yang disebut sebagai allergic crease. Mulut sering
terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding
posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta
dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta
(geographic tongue).1,5
c. Pemeriksaan Penunjang
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari
satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma
bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang
tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno SorbentAssay Test).Selain itu
pemeriksaan sitologi hidung juga dapat dilakukan, walaupun tidak dapat
memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan
alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1
2. Secara invivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan
alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis
inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, uji kulit
seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).Alergen
ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu
pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi,
jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu
ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.1
F. TERAPI
Pada rinitis alergi terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan, yaitu:1,3,9
1. Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi
yang merupakan terapi yang paling ideal dalam penatalaksanaan rinitis alergi.
2. Medikamentosa yang terdiri dari beberapa jenis pilihan obat yang dapat
digunakan, antara lain:
a. Antihistamin. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1,
yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan
merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini
pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau
tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.Antihistamin dibagi
dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1 (klasik) dan
generasi 2 (non-sedatif). Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik, sehingga
dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta
serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok ini antara lain
adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, sedangkan
yang dapat diberikan secara topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi 2
bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat
selektif mengikat resptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek
antikolinergik, antiadrenergik dan pada efek pada SSP minimal (non-
sedatif).Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta
efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat.
Antihistamin non sedatif dapat dibagi menjadi dua golongan menurut
keamananya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang
mempunyai efek kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung tersebut
disebabkan repolarisasi jantung yang tertunda dan dapat menyebabkan
aritmia ventrikel, henti jantung dan bahkan kematia medadak (sudah ditarik
dari peredaran). Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin,
desloratadin, dan levosetirisin.
b. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin
atau topikal. Golongan obat ini tersedia dalam bentuk topikal maupun
sistemik. Onset obat topikal jauh lebih cepat daripada preparat sistemik.,
namun dapat menyebabkan rinitis medikamentosa bila digunakan dalam
jangka waktu lama. Obat dekongestan sistemik yang sering digunakan adalah
pseudoephedrine HCl dan Phenylpropanolamin HCl. Obat ini dapat
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Dosis obat ini 15 mg untuk
anak 2-5 tahun, 30 mg untuk anak 6-12 tahun, dan 60 mg untuk dewasa,
diberikan setiap 6 jam. Efek samping dari obat-obatan ini yang paling sering
adalah insomnia dan iritabilitas
c. Preparat kortikosteroid. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama
sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat
lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometason,
budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, furoat dan triamsinolon).
Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada
mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil,
mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma. Hal ini
menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan alergen
(bekerja pada respon cepat dan lambat). Preparat sodium kromoglikat topikal
bekerja menstabilkan mastosit (mungkin menghambat ion kalsium) sehingga
pelepasan mediator dihambat. Pada respons fase lambat, obat ini juga
menghambat proses inflamasi dengan menghambat aktifasi sel netrofil,
eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai
profilaksis.
d. Antikolinergik. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide,
bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor.
3. Tindakan operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),
konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kaeuterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
4. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat
dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah
pembentukkan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode
imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual.10
WHO Initiative ARIA pada tahun 2008 membuat alur penatalaksanaan pasien
dewasa dengan rinitis alergi sebagai berikut:
Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan Rinitis Alergi
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri kepala disertai hidung
sering tersumbat hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu, semakin memberat dalam
2 minggu terakhir. Keluhan disertai dengan menurunnya daya penciuman.
Keluhan lain berupa terasa ada cairan yang mengalir ke tenggorokan saat pasien
berbaring dan nafas berbau. Pasien mengaku 6 tahun lalu pernah mengalami
keluhan serupa dan di diagnosis sinusitis. Pasien rutin mengkonsumsi obat hingga
keluhan hilang, namun keluhan muncul lagi 2 bulan terakhir. Riwayat sering
bersin pada pagi hari dan cuaca dingin diakui oleh pasien. Riwayat memiliki
diabetes disangkal, riwayat mengalami infeksi gigi, sakit di gigi atau area mulut
disangkal.
Menurut International Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004, jika
terdapat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda. Kriteria mayor terdiri dari:
sumbatan atau kongesti hidung dan gangguan penghidu. Kriteria minor pada
pasien ini ditemui nyeri kepala, merasa lemas, dan nafas berbau. Berdasarkan data
tersebut pasien memiliki 2 kriteria mayor dan 3 kriteria minor sehingga dapat
ditegakkan bahwa diagnosa pasien adala rhinosinusitis. Rhinosinusitis
diklasifikasikan menjadi rinosinusitis rinogenik dan dentogenik. Pada pasien,
tidak didapatkan adanya keluhan mengenai masalah gigi sebelumnya dan pasien
memiliki kecenderungan untuk bersin dan pilek pada pagi hari maupun cuaca
dingin, sehingga rinosinusitis yang dialami pasien lebih cenderung terhadap
rinogenik yang diperkirakan yaitu rinitis alergi.
Pemeriksaan penunjang yang diajukan sudah tepat, yaitu foto polos waters. Foto
polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. Selain
itu, pasien juga dianjurkan untuk menjalani skin test atau prick test. Tes ini
digunakan untuk diagnosis apakah pasien memiliki alergi dan apa saja alergen
yang menimbulkan reaksi pada pasien, sehingga pasien dapat mengurangi intesitas
paparan dan menghindari pencetus dari rinosinusitis yang dialami.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA