You are on page 1of 3

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pertumbuhan

bakteri yang sangat banyak (+++) terjadi pada bakteri yang diberi perlakuan suhu 40 oC, 50o
C, 60oC serta pada suhu 100o C . Suharni (2008) menyebutkan bahwa pada suhu antara 40 oC-
60oC pertumbuhan bakteri sangatlah baik karena suhu tersebut merupakan suhu optimum
untuk pertumbuhan bakteri sehingga pembentukan koloni bakteri tersebut sangatlah baik.
Bakteri yang tumbuh dengan sangat baik pada kisaran suhu 40-60 C ini merupakan bakteri
termofilik, hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bakteri termofilik hidup pada
suhu sedang dengan rentangan sebesar 40 oC-60oC (Suharni, 2008). Oleh karena bakteri-
bakteri ini daapt tumbuh dengan baik dengan kisaran suhu tersebut, maka artinya
makromolekul pada bakteri tersebut seperti protein dan asam nukleat akan tetap aktif secara
biologis, hal ini sesuai dengan Zeikus (1998) dalam pernyataannya yang yang menyatakan
bahwa karakter termofilik dari bakteri ditentukan oleh sifat-sifat biokimia dan fisiologisnya.
Pada bakteri termofil makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan tetap aktif secara
biologis bila berada pada suhu yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas katalitik enzim
yang dihasilkan oleh bakteri termofil yang bekerja pada suhu yang sama atau sedikit lebih
tinggi dari suhu optimum pertumbuhannya.

Masih sehubungan dengan teori diatas, maka menurut teori diatas pertumbuhan
bakteri pada suhu 100 C tidak sesuai dengan teori diatas, karena suhu optimum pertumbuhan
bakteri berkisar antara 40-60 C juga tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Pada
suhu di bawah 40C diperkirakan bakteri beradapada fase lag, yaitu bakteri masih beradaptasi
dengan lingkungan, sedangkan pada suhu 40C, 50C dan 60C tidak terjadi fase lag dan
langsung menuju fase eksponensial. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya kecocokan antara
suhu tersebut bakteri koloni I, yakni suhu ideal berada pada variasi 40C dan 60C karena
pada suhu tersebut bakteri masih dapat bertahan dari lingkungan. Pada suhu 50C dan 60C
bakteri memasuki fase stasioner dan dilanjutkan dengan fase kematian pada suhu 70C
Madigan (2012). Sedangakn pada perlakuan suhu 70 C dan 80 C pertumbuhan bakteri lebih
menurun (menjadi ++) jika dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri pada suhu yang telah
dibahas diatas. Begitupun dengan bakteri pada perlakuan suhu 90 C (tidak sesuia dengan teori
diatas) juga mengalami penurunan pertumbuhan bakteri (menjadi +). Jika kita perhatikan
semua hasil pada pengamatan ini, tidak ada bakteri yang sama sekali tidak tumbuh,
melainkan selalu terjadi pertumbuhan hanya saja tingkatan jumlah nya yang berbeda. Dengan
demikian tidak ada titik kematian termal bakteri pada pengamatan ini. Bakteri-bakteri ini
merupakan bakteri termofilik extrim sebagaimana yang dinyatakan oleh Suharmi (2008 )
bahwa bakteri termofilik merupakan bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri ini
memiliki rentan suhu antara 40C -70C. Sedangkan bakteri termofilik ekstrim dapat tumbuh
pada rentan suhu 70C -100C.
Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri yang tumbuh pada perlakuan suhu diatas suhu
optimum ini tidak hanya terdiri dari 1 jenis koloni bakteri saja. Melainkan terdapat bakteri
lain yang mampu bertahan dan tumbuh dengan baik pada suhu extream, hal ini sesuai dengan
pernyataan Madigan (2012) yang menyatakan bahwa Beberapa jenis organisme tertentu dapat
hidup dalam keadaan lingkungan ekstrim. Organism yang hidup pada suhu ekstrim disebut
ekstrimofil. Salah satu faktor lingkungan yang mengaruhi keadaan ekstrim bakteri adalah
suhu, Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu ekstrim adalah
Methanopyrus kandleri, yang hidup pada suhu tinggi (minimum=90C, optimum 106C, dan
maksimum 122C), dan Psychromonas ingrahamii, yang hidup pada suhu rendah (minimum
-12C, optimum 5C, dan maksimum 10C). (Madigan dkk., 2012). Sumber lain mengatakan
bahwa Beberapa mikroorganisme mampu bertahan hidup dalam keadaan suhu ekstrim, hal ini
berkaitan dengan keadaan fisiologi dalam selnya. Terdapat beberapa reaksi kimia di dalam
tubuh mikroorganisme tersebut yang membutuhkan suhu ekstrim agar dapat berjalan dengan
baik (Yusriah & Nengah, 2013). Kemungkinan lainnya adalah bakteri yang biakkan dengan
perlakuan suhu 100 C ini merupakan bakteri yang mampu membentuk spora, hal ini merujuk
pada teori yang mengatakan bahwa bakteri yang membentuk spora genus Bacillus dan genus
Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100 oC atau lebih selama kira-kira
setengah jam (Dwijoseputro, 1994).
Sedangkan bakteri yang dijadikan kontrol (tidak diberi perlakuan apapun/ tetap
dengan suhu ruang) pada pengamatan ini memiliki petumbuhan yang banyak (++). Pada
suhu ruang ini bakteri belum mengalami pertumbuhan yang tinggi, karena menurut
Dwijoseputro (1994). di bawah 40C diperkirakan bakteri beradapada fase lag, yaitu bakteri
masih beradaptasi dengan lingkungan.

DAPUS
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Madigan, T.M., Martinko, J.M., Stahl, D.A., & Clark, D.P. 2012. Brock Biology of
Microorganisms. San Francisco: Pearson Education, Inc.

Suharni, T., T , dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Universitas


Atma Jaya.

Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia

Yusriah. & Nengah D.K. 2013. Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas Protease
Penicillium sp. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 2(1): 2337-3520.

Zeikus, J.G., C. Vieille., and A. Savchenko. 1998. Thermozymes: Biotechnology and


structure-function relationship. Extremophiles. 21: 179-183.

You might also like