You are on page 1of 4

2.

1 Camalanus sp

2.1.1 Klasifikasi Camalanus sp


Adapun klassifikasi dari Camalanus sp adalah sebagai berikut :

Filum : Helminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Spiruroidea
Famili : Camallanidae
Genus : Camallanus
Spesies : Camallanus sp

2.1.2 Morfologi Camalanus sp

Camallanus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi
kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit yang
kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk (Rahmnitia, 2012)

Gambar 2.7. Morfologi cacing Parasit Camallanus sp. (Adji, 2008)

Panjang tubuh Camallanus jantan ini dapat mencapai 6,2 mm dan betinanya dapat
mencapai 11 mm. Cacing ini memiliki ciri khas yakni adanya rongga kapsul yang terbuat dari
dua katup lateral, cincin basal dan dua trident. Betina memiliki larva motil kira-kira panjangnya
0,5 mm (Buchmann & Bresciani, 2001).
2.1.3 Siklus Hidup Camalanus sp

Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa Rongga kapsul Kelenjar esofagus
Usus Otot esofagus berkopulasi di ikan kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus.
Camallanus sp. ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Larva akan termakan
kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai inang antara yang berisi
larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus sp. tersebut akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan.
Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang
menuju stadium dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin termasuk dalam
siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa sejumlah besar larva dan akan
berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu kematian, cacat
dan anemia pada ikan (Buchmann & Bresciani, 2001).

2.1.4 Penyebaran Camalanus sp


Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang antara. Kebanyakan larvanya dapat
hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi makanan oleh cyclop krustasea dan
berkembang dalam saluran pencernaan, cyclop ini menjadi inang antara bagi camallanus sp.,
kemudian cyclop akan termakan oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi
camallanus jika ikan ini tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit ini juga dapat
berkembang tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai
kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser,
1989).

2.1.5 Patogenesis Camalanus sp

Camallanus sp. ini memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga menyebabkan anemia.
Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi pada mukosa (Rahmnitia, 2012).

Parasit ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna merah jika ikan diam tidak
bergerak. Parasit ini juga banyak menyerang Poecilidae dan jenis ikan ovipar lain sebagai inang
akhir.Camallanus sp. ini dapat menyebabkan camallanosis. Selain menyerang usus, parasit ini
juga menginfeksi pilorus sekum (Noga, 1996).

2.1.6 Pengobatan dan Pencegahan Camalanus sp

Pencegahan dan pengobatan terhadap kasus ini perlu dilakukan untuk mengurangi
kejadian kasus infeksi. Karantina ikan selama 14 hari hingga 21 hari merupakan hal yang penting
dilakukan sebelum ikan baru dimasukkan dalam suatu akuarium. Ikan yang dikarantina harus
diberi kualitas dan filtrasi air yang baik terutama pH dan kandungan oksigen terlarut. Pergantian
air perlu juga diperhatikan untuk menghindari stres pada ikan karena perubahan suhu air yang
fluktuatif dapat menyebabkan stres. Pemutusan siklus hidup dengan mengganti pakan yang
bukan inang antara dari nematoda juga merupakan salah satu tindak pencegahan karena larva
pertama yang dikeluarkan oleh cacing dewasa terhambat perkembangannya ke tahap yang lebih
lanjut sebelum menginfeksi inang definitif. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
formaldehid 75 sampai 100 ppm (dalam 10 liter air) yang berfungsi sebagai parasitida.
Penggunaan potassium permanganate sebanyak 100 ppm dan levamisol sebanyak 2 mg/L
dilaporkan efektif membunuh larva nematoda (Stoskopf 1993).
Daftar Pustaka

Buchmann, K., and J. Bresciani. 2001. An Introduction To Parasitic Disease Of Freshwater Trout. DSR
Publisher .Denmark.

Noga, E.J. 1996. Fish Disease. Diagnosis and Treatment. Department of Companion Animal &
Special Species Medicine. North Caroline State University. hlm. 23-25.

Stoskopf MK. 1993. Fish Medicine. W B Saunders Company: Philadelphia. Hlm.: 2-47

Untergasser, D. 1989. Hand Book of Fish. Disease. T. FH. Publications. Inc.

You might also like