Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak
secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner &
Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari
seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
CVA merupakan gangguan sirkulasi cerebral dan sebagai salah satu manifestasi
neurologi yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan
suplay dalam ke otak (Depkes RI 1996, hal 149)
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
B. Anatomi Fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
Departement | Emergency_Nursing
2
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.
Departement | Emergency_Nursing
3
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus
kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis
dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan
menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis
internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans
anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan
sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain
dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996:
254)
C. Etiologi
a. Thrombosis Otak. Thrombosis merupakan penyebab yang paling umum ari CVA dan
tambahan yang paling sering kali dijumpai pada trombosis hipotensi da tipe lain-lain
Departement | Emergency_Nursing
4
b. Emboli Serebral. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak, oleh bekuan darah
atau lemak, udara pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem nyeri serebral. Emboli serebral pada umumnya
karena aterosklerosis dan hipertensi. Keadaan ini pada umumnya terjadi pada usia di
E. Klasifikasi
Departement | Emergency_Nursing
5
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak
boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub
Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang
Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Departement | Emergency_Nursing
7
Departement | Emergency_Nursing
8
Warna Jernih
< 250/mm3 Meningkat
Eritrosit
oklusi Merah
Arteriografi
di tengah >1000/mm3
EEG
ada shift
shift midline echo
F. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
Departement | Emergency_Nursing
9
a Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh)
c Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
d Defisit Bahasa/Komunikasi
Departement | Emergency_Nursing
10
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang
kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang
lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
f Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
g Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia
urine.
Departement | Emergency_Nursing
11
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan
semua kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
h Gangguan Kesadaran
Departement | Emergency_Nursing
12
G. Patofisiologi
H. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)
I. Aliran darah
J.
K. Obstruksi vena Obstruksi arteri
L.
M.
Dilatasi tek.pulsasi & aliran darah
N.
O.
tek.kapiler & reduksi aliran drh Hilangnya aliran pulsatif
P.
Q. Vasoparalisis
Stagnasi darah
R.
S. Aliran kolateral
Edema interstitial Diapedesis Adesi & penimbunan trombosit Iskemia
T.
U. Endotelium
Otak
Edema interstitial
V. Infark hemoragik Gel fibrin
Edema neuronal
Edema astrositik
W. Edema seluler
Pelepasan prostasiklin
X.
Jendalan darah
Y. Akumulasi lipid, aktivitas lisosomal autofagik, inclusion nuclear & sitoplasmik, vakuolasi, modifikasi dalam mikrotubuli, inhibisi divi
Mati
Z. Diapedesis & penurunan resistensi sawar darah otak
AA.
AB.
13
AC.
AD. Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan
AE.
Pembuluh darah
AF.
Trombus/Embolus
AG. karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Hypertensi/aterosklerosis
AH.
PD lunak Mendesak arteriol
AI. Oklusi
AV.
ODEMA SEREBRAL
AW.
AX.
14
AY.
AZ. Perdarahan
BA.
BB.
Thalamus Pons Subthalamus & mesensefalonPutamen
Subtalamik diensefalon dorsal Medula oblongata
Bola mata melirik ke bawah-dalam Nyeridgkepala
paralisis gerakan ke atas & posisiPupilkedua
mengecil
bola mata melihat ujung Gg.
Hemiplegia hidung
Jantung Para
BC.
Rigiditas deserebri Reaksi terhadap cahaya lambatSefalgia Gg. Pernafasan
BD. Hemisfer dominan Hemiplegia kontralateral Muntah Refleks telan
Afasia Paralisis fasia homolateral Kedasaran Muntah
BE. anomia berat dg pemahaman & repetisi lumayan
Defiasi mata Defek hemisensorik
Hypersalivasi
Hemisfer non dominan
BF. Gg.Grk bola mataGg. Sistem syaraf sim
Anosognosia
BG. Kapsula interna
Hemiparese TIK
BH. Koma mendadak Hemisfer Serebelum gg. perfusi j
hemiplegia kontralateral
Gg. sensori penglihatan Gg. Okulomotor gg. Sirkulas
BI. substansia alba
bersihan jal
Gg. Keseimbangan
hemianopia Mati Frontalis
BJ. Nistagmus resti aspiras
Kapsula interna Gg. motorik gg. Eliminas
Muntah terus-menerus
BK. Hemiparese Parietalis
Singultus gg. Pola naf
gg. rasa nyaman (nyeri) Gg. proses & integrasi informasi sensorik
hemiplegia kontralateral gg. Nutrisi k
BL. gg. Istirahat/tidur Temporalis rasa nyama
kejang
BM. substansia alba Gg. pendengaran
TIK kebersihan
resiko injury Oksipitalis
hemianopia
BN. gg. Perfusi jaringan Gg. penglihatan & sensori warna
kebutuhan oksigen
BO. integritas kulit, mobilitas
gg. komunikasi verbal, fisik,jaringan,
perawatan diri,volume
intoleransi aktivitas, konsep diri, ketergan-tungan, dll
gg. perfusi defisit cairan,
integritas kulitpola nafas tak efektif, resiko perubahan suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera, res
BP. mobilitas fisik
perawatan diri
BQ. intoleransi aktifitas
gg. Sensori persepsi
15
Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.
BY.
BZ. Pencegahan
Kontrol teratur tekanan darah.
Menghentikanmerokok.
Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
Mempertahankan kadar gula normal.
Mencegah minum alkohol.
Latihan fisik teratur.
Cegah obesitas.
Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.
CA.
CB. Pengobatan
1. Konservatif.
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b. Mengurangi edema post iskemik
Gliserol
CC. Diberikan dalam larutan NaCl atau D5% dengan konsentrasi 10%
(500ml/hari), diberikan perinfus selama 8 jam (tetesan maksimal 90
tetes/menit) selama 5 hari, setelah itu diberikan gliserol per oral selama 2
minggu/lebih dengan dosis 4x30 ml/hari
Manitol
CD. Diberikan sebagai pengganti gliserol
2. Operatif.
CE. Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan
evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan
kehidupan klien.
3. Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
Terapi wicara.
Terapi fisik.
17
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)
DI.
DJ.Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektipan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK , penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak
2. Resiko injury berhubungan dengan Profil darah yang tidak normal (misalnya
leukositosis/leucopenia, perubahan factor pembekuan darah, trombositopenia, sickle
cell, penurunan kadar Hb)
3. Bersihan jalan nafas inefektif yang berhubungan dengan Disfungsi neuromuscular
Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan Gangguan neurologi, Disfungsi
neuromuscular
DK.
DL.
DM.
DN.
DO.
DP.
DQ.
DR.
DS.
DT.
22
7 tanda peningkatan 16. Monitor status pernafasan (rata-rata ritme kedalaman respirasi PO2,
TIK PCO2, PH dan level bikarbonat )
FD. FE.Tidak ada FF. 5 17. Auskultasi suara jantung
8 penurunan 18. Monitor tandaa-tanda kelebihan cairan
kesadaran 19. Monitor pengiriman oksigen jaringan (PACO2, SAO2, Hb, cardiac
FG. FH. Tidak ada FI. 5
out put)
9 kejang
FJ. FK. Tidak ada FL.5 20. Monitor perubahan dalam pemeriksaan laboratorium mengenai
10 lateralisasi oksigenasi & keseimbangan asam basa
1. tidak pernah menunjukkan 21. Monitor intake & out put
2. jarang menunjukan 22. Kolaborasi dalam:
3. Kadang-kadang menunjukkan Pemberian cairan yang sesuai
4. Sering menunjukkan
Penentuan posisi head up ( 150 atau 300) dan monitor respon
5. Selalu menunjukkan
pasien.
Pemberian calcium channel blocker jika perlu
Pemberian vasopressin jika perlu
Pemberian osmotic dan loop - active diuretic serta kortikosteroid
Pemberian anti nyeri jika perlu
Pemberian anti koagulan , anti platelet, dan trombolitik jika
perlu
FN. FO. Diagnosa FP.NOC FQ. NIC
No Keperawatan
FR. FS. Bersihan jalan nafas FW. Setelah dilakukan tindakan keperawatan HJ.Monitoring:
24
2 Inefektif selama x24 jam jalan nafas tetap efektif 1. Frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernafasan.
FT. FX. Kriteria hasil: 2. Warna kulit (adanya sianosis)
FU. Berhubungan FY. FZ.Kriteria GA. 3. Auskultasi bunyi nafas
dengan: No Score 4. Catat ada tidaknya suara nafas tambahan
- Retensi sekret GB. GC. Batuk (-) GD. 5. Evaluasi reflek batuk
- Spasme jalan nafas 1 5 HK.
- Mucus berlebihan GE. GF.Tidak ada suara nafas GG. HL. Mandiri:
- Eksudat di alveoli 2 tambahan (rhonki, wheezing) 5 6. Tinggikan kepala tempat tidur atau posisikan klien
- Alergi (asma) GH. GI. Ekspansi dada maksimal GJ. 5 semifowler
- Hyperplasia dinding 3 (pernafasan dalam) dan 7. Lakukan penghisapan secret (suction) sesuai
bronchial simetris kebutuhan, catat warna dan jumlah secret/sputum
- Infeksi GK. GL. RR=12-20x/menit GM. HM.
FV. 4 5 HN. Pendidikan kesehatan:
GN. GO. Pola nafas regular GP.5 1. Ajari cara batuk efektif
5 2. Ajari tehnik nafas dalam
GQ. GR. Tidak mengalami GS. 3. Anjurkan klien untuk minum minuman hangat
6 gangguan pemenuhan 5 HO.
istirahat HP.Kolaborasi:
GT. GU. Sianosis (-) GV. 1. Berikan obat-obatan mukolitik sesuai indikasi
7 5 2. Berikan oksigen sesuai indikasi
GW. GX. Tidak mengalami GY.
8 kesulitan berbicara 5
GZ. HA. Dispnea (-) HB.
9 5
HC. HD. Sputum (-) HE.
10 5
HF. HG. Orthopnea (-) HH.
11 5
HI. Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
25
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
HQ.
HR.
HS. HT. Diagnosa HU. NOC HV. NIC
No Keperawatan
HW. HX. Pola Napas IB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan JM. Monitoring :
3 Inefektif selama x24 jam pola nafas menjadi efektif 1. Pola nafas, hitung dan catat frekuensi
HY. IC. pernafasan
HZ. Berhubungan ID. Kriteria hasil: 2. Tanda-tanda distress pernafasan (kelelahan,
dengan: IE. IF. Kriteria IG. Sc dispnea, takipnea, bradipnea, retraksi otot
- Kecemasan No or dada, sianosis)
- Hiperventilasi e JN.
- Sindrom hipoventilasi IH. II. Tidak ada perubahan IJ. 5 JO.Mandiri:
- Disfungsi 1 ekskursi dada 1. Atur posisi head up/semifowler 45 derajat
neuromuscular IK. IL. Bradipnea (-) IM.5 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas misal,
- Kelelahan otot respirasi 2 dengan penghisapan secret/sputum (suction)
IA. IN. IO. Ekspansi dada maksimal IP. 5 sesuai kebutuhan
3 (pernafasan dalam) dan JP.
simetris JQ.Pendidikan kesehatan:
IQ. IR. RR=12-20x/menit IS. 5 1. Ajari tehnik nafas dalam
4 JR.
IT. IU. Pola nafas regular IV. 5 JS. Kolaborasi:
5 1. Berikan oksigen sesuai indikasi
IW. IX. Inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 IY. 5 2. Berikan obat-obatan sedasi/muscle
6 relaxan/bronkodilator sesuai indikasi
IZ. JA. Pernafasan mulut (-) JB. 5
7
JC. JD. Orthopnea (-) JE. 5
8
JF. JG. Takipnea (-) JH. 5
26
9
JI. JJ. Tidak ada penggunaan otot JK. 5
10 bantu pernafasan
JL. Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
JT.
JU.