You are on page 1of 26

1

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. Definisi
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak
secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner &
Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari
seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
CVA merupakan gangguan sirkulasi cerebral dan sebagai salah satu manifestasi
neurologi yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan
suplay dalam ke otak (Depkes RI 1996, hal 149)
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

B. Anatomi Fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih

Departement | Emergency_Nursing
2

tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-
kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.
Departement | Emergency_Nursing
3

Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus
kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis
dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan
menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis
internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans
anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan
sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain
dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996:
254)

C. Etiologi
a. Thrombosis Otak. Thrombosis merupakan penyebab yang paling umum ari CVA dan

yang paling sering menyebabkan thrombosis otak adalah atherosklerosis. Penyakit

tambahan yang paling sering kali dijumpai pada trombosis hipotensi da tipe lain-lain

cidera vaskuler seperti arteritis.

Departement | Emergency_Nursing
4

b. Emboli Serebral. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak, oleh bekuan darah

atau lemak, udara pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang

terlepas dan menyumbat sistem nyeri serebral. Emboli serebral pada umumnya

berlangsung cepat dan gejala yang timbul kurang dari 10 - 30 detik.


c. Perdarahan Intraserebral. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, hal ini terjadi

karena aterosklerosis dan hipertensi. Keadaan ini pada umumnya terjadi pada usia di

atas 50 tahun sehingga akibat pecahnya pembuluh darah arteri otak.


d. Ruptura Aneurisma Sekuler (Gerry). Merupakan lepuhan yang lemah dan berdinding

tipis yang menonjol pada tempat yang lemah.

D. Faktor Resiko Stroke


a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)

E. Klasifikasi
Departement | Emergency_Nursing
5

a Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:


a) Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000,
Juwono, 1993: 19).
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
Departement | Emergency_Nursing
6

kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak
boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada
saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub
Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang
Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Departement | Emergency_Nursing
7

b) Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat serangan) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu
aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP -
X foto Skedel + +
Kemungkinan
Angiografi Oklusi, stenosis pergeseran glandula
pineal
Aneurisma. AVM.

Departement | Emergency_Nursing
8

CT Scan Densitas berkurang massa intra hemisfer/


(lesi hypodensi) vaso-spasme.
Massa intrakranial
Opthalmoscope Crossing phenomena densitas bertambah.
Silver wire art (lesi hyperdensi)
Lumbal pungsi Perdarahan retina atau
Tekanan Normal corpus vitreum

Warna Jernih
< 250/mm3 Meningkat
Eritrosit
oklusi Merah
Arteriografi
di tengah >1000/mm3
EEG
ada shift
shift midline echo

b Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


a) TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c) Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:

Departement | Emergency_Nursing
9

a Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh)
c Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri

d Defisit Bahasa/Komunikasi

Departement | Emergency_Nursing
10

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang
kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang
lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
f Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
g Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia
urine.

Departement | Emergency_Nursing
11

Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan
semua kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
h Gangguan Kesadaran

Departement | Emergency_Nursing
12

G. Patofisiologi
H. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)
I. Aliran darah
J.
K. Obstruksi vena Obstruksi arteri
L.
M.
Dilatasi tek.pulsasi & aliran darah
N.
O.
tek.kapiler & reduksi aliran drh Hilangnya aliran pulsatif
P.
Q. Vasoparalisis
Stagnasi darah
R.
S. Aliran kolateral
Edema interstitial Diapedesis Adesi & penimbunan trombosit Iskemia
T.
U. Endotelium
Otak
Edema interstitial
V. Infark hemoragik Gel fibrin
Edema neuronal
Edema astrositik
W. Edema seluler
Pelepasan prostasiklin
X.
Jendalan darah
Y. Akumulasi lipid, aktivitas lisosomal autofagik, inclusion nuclear & sitoplasmik, vakuolasi, modifikasi dalam mikrotubuli, inhibisi divi
Mati
Z. Diapedesis & penurunan resistensi sawar darah otak

AA.
AB.
13

AC.
AD. Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan
AE.
Pembuluh darah
AF.
Trombus/Embolus
AG. karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Hypertensi/aterosklerosis
AH.
PD lunak Mendesak arteriol
AI. Oklusi

AJ. Herniasi/pecahnya tunika intima


Perfusi jaringan cerebral
AK. PD pecah
Aneurisma
AL. Iskemia
Perdarahan
AM.
Hypoxia
AN. Temporalis kiri Parietalis
Oksipital Frontal
AO. Ssefalgia Nyeri
mata telinga
ipsilateral, hemianopia
homolateral,
Nyeri homolateral,
disfasia, hemianopia,
defisit sensorik
Hemiparese
kuadranopia
kontralateral,
kontralateral,
hemipares
sefalgia
ringan
bif
Metabolisme anaerob
Aktifitas elektrolit
Nekrotik
terganggu
jaringan otak (mikrositik neuron)
AP.
AQ.
Asam laktat Na & K pump gagal Infark
AR.
AS.(nyeri), Gg. Istirahat, intoleransi
Gg. rasa nyaman Gg.kesadaran,
Na &aktivitas,
K influkkejang
defisitfokal,
perawatan
hemiplegia,
diri (sindroma),
defek medan
Gg. penglihatan,
Komunikasi/bicara,
afasia ketergantungan, Gg.persepsi sensori, Gg. Perfusi ja
AT.
AU. Retensi cairan

AV.
ODEMA SEREBRAL
AW.
AX.
14

AY.
AZ. Perdarahan

BA.
BB.
Thalamus Pons Subthalamus & mesensefalonPutamen
Subtalamik diensefalon dorsal Medula oblongata
Bola mata melirik ke bawah-dalam Nyeridgkepala
paralisis gerakan ke atas & posisiPupilkedua
mengecil
bola mata melihat ujung Gg.
Hemiplegia hidung
Jantung Para
BC.
Rigiditas deserebri Reaksi terhadap cahaya lambatSefalgia Gg. Pernafasan
BD. Hemisfer dominan Hemiplegia kontralateral Muntah Refleks telan
Afasia Paralisis fasia homolateral Kedasaran Muntah
BE. anomia berat dg pemahaman & repetisi lumayan
Defiasi mata Defek hemisensorik
Hypersalivasi
Hemisfer non dominan
BF. Gg.Grk bola mataGg. Sistem syaraf sim
Anosognosia
BG. Kapsula interna
Hemiparese TIK
BH. Koma mendadak Hemisfer Serebelum gg. perfusi j
hemiplegia kontralateral
Gg. sensori penglihatan Gg. Okulomotor gg. Sirkulas
BI. substansia alba
bersihan jal
Gg. Keseimbangan
hemianopia Mati Frontalis
BJ. Nistagmus resti aspiras
Kapsula interna Gg. motorik gg. Eliminas
Muntah terus-menerus
BK. Hemiparese Parietalis
Singultus gg. Pola naf
gg. rasa nyaman (nyeri) Gg. proses & integrasi informasi sensorik
hemiplegia kontralateral gg. Nutrisi k
BL. gg. Istirahat/tidur Temporalis rasa nyama
kejang
BM. substansia alba Gg. pendengaran
TIK kebersihan
resiko injury Oksipitalis
hemianopia
BN. gg. Perfusi jaringan Gg. penglihatan & sensori warna
kebutuhan oksigen
BO. integritas kulit, mobilitas
gg. komunikasi verbal, fisik,jaringan,
perawatan diri,volume
intoleransi aktivitas, konsep diri, ketergan-tungan, dll
gg. perfusi defisit cairan,
integritas kulitpola nafas tak efektif, resiko perubahan suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera, res
BP. mobilitas fisik
perawatan diri
BQ. intoleransi aktifitas
gg. Sensori persepsi
15

BR. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan radiologi
CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma,
iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000: 292)
Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita
Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
BS.
BT.
BU.
BV.
BW.
BX. Komplikasi dan Pencegahan Stroke.
Aspirasi.
16

Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.
BY.
BZ. Pencegahan
Kontrol teratur tekanan darah.
Menghentikanmerokok.
Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
Mempertahankan kadar gula normal.
Mencegah minum alkohol.
Latihan fisik teratur.
Cegah obesitas.
Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.
CA.
CB. Pengobatan
1. Konservatif.
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b. Mengurangi edema post iskemik
Gliserol
CC. Diberikan dalam larutan NaCl atau D5% dengan konsentrasi 10%
(500ml/hari), diberikan perinfus selama 8 jam (tetesan maksimal 90
tetes/menit) selama 5 hari, setelah itu diberikan gliserol per oral selama 2
minggu/lebih dengan dosis 4x30 ml/hari
Manitol
CD. Diberikan sebagai pengganti gliserol
2. Operatif.
CE. Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan
evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan
kehidupan klien.
3. Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
Terapi wicara.
Terapi fisik.
17

Stoking anti embolisme.


CF.
CG. Pengkajian
a. Pengkajian
CH. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
CI. Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
CJ. Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
CK. Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c) Riwayat penyakit sekarang
CL. Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,
2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun
pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
CM. Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
CN.
(e) Riwayat penyakit keluarga
18

CO. Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun


diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
CP. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien
dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
CQ. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
CR. Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
CS. Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes,
2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
CT. Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
CU. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid,
spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
CV. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
CW. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
19

Pola persepsi dan konsep diri


CX. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
CY. Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
Pola reproduksi seksual
CZ. Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
DA. Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
DB. Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa
dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
DC. Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
DD.
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
20

dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol


karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
DE. Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok
merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
DF. Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
DG. Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
DH. Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
21

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)
DI.
DJ.Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektipan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK , penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak
2. Resiko injury berhubungan dengan Profil darah yang tidak normal (misalnya
leukositosis/leucopenia, perubahan factor pembekuan darah, trombositopenia, sickle
cell, penurunan kadar Hb)
3. Bersihan jalan nafas inefektif yang berhubungan dengan Disfungsi neuromuscular
Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan Gangguan neurologi, Disfungsi
neuromuscular
DK.
DL.
DM.
DN.
DO.
DP.
DQ.
DR.
DS.
DT.
22

DU. Rencana dan Intervensi Keperawatan


DV. DW. Diagnosa DX. NOC DY. NIC
No Keperawatan
DZ. EA. Resiko EB. Setelah dilakukan tindakan FM. NIC: cerebral perfusion promotion
1 ketidakefektipan keperawatan selama x 24 jam perfusi 1. Monitor tanda-tanda vital
perfusi jaringan jaringan serebral adekuat. 2. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter
EC. Kriteria hasil:
serebral berhubungan hemodinamik & memelihara parameter hemodinamik dalam
dengan peningkatan ED. EE.Kriteria EF. Sc
rentang normal.
TIK , penambahan isi No or
3. Pertahankan CVP dalam batas normal
otak sekunder e
4. Monitor protrombin time dan parsial tromboplastin time
EG. EH. Temperature : EJ. 5
terhadap perdarahan 5. Pertahankan hematokrit dalam rentang normal
1 EI. (36,5 37,5 c)
otak
EK. EL.MAP 65 mm Hg EM. 6. Hindari fleksi pada leher, panggul, & lutut yang berlebihan
2 150 mm Hg 5 7. Pertahankan level PCO2 pada 25 mmHg atau lebih
EN. EO. CPP >50 70 EP. 5 8. Monitor efek samping dari terapi anti koagulan
3 mm Hg 9. Monitor tanda-tanda perdarahan
EQ. ER. ICP < 20mmHg ES.5
10. Monitor status neurologi
4
ET. EU. Tekanan darah : EW. 11. Hitung & monitor CPP
5 EV.(100-140/60- 5 12. Monitor ICP dan respon neurologis terhadap perawatan yang telah
90mmhg) diberikan
EX. EY.Pola napas normal EZ.5 13. Monitor MAP
6 14. Monitor CVP
FA. FB.Tidak ada tanda FC.5
15. Monitor PAWP & PAP
23

7 tanda peningkatan 16. Monitor status pernafasan (rata-rata ritme kedalaman respirasi PO2,
TIK PCO2, PH dan level bikarbonat )
FD. FE.Tidak ada FF. 5 17. Auskultasi suara jantung
8 penurunan 18. Monitor tandaa-tanda kelebihan cairan
kesadaran 19. Monitor pengiriman oksigen jaringan (PACO2, SAO2, Hb, cardiac
FG. FH. Tidak ada FI. 5
out put)
9 kejang
FJ. FK. Tidak ada FL.5 20. Monitor perubahan dalam pemeriksaan laboratorium mengenai
10 lateralisasi oksigenasi & keseimbangan asam basa
1. tidak pernah menunjukkan 21. Monitor intake & out put
2. jarang menunjukan 22. Kolaborasi dalam:
3. Kadang-kadang menunjukkan Pemberian cairan yang sesuai
4. Sering menunjukkan
Penentuan posisi head up ( 150 atau 300) dan monitor respon
5. Selalu menunjukkan
pasien.
Pemberian calcium channel blocker jika perlu
Pemberian vasopressin jika perlu
Pemberian osmotic dan loop - active diuretic serta kortikosteroid
Pemberian anti nyeri jika perlu
Pemberian anti koagulan , anti platelet, dan trombolitik jika
perlu
FN. FO. Diagnosa FP.NOC FQ. NIC
No Keperawatan
FR. FS. Bersihan jalan nafas FW. Setelah dilakukan tindakan keperawatan HJ.Monitoring:
24

2 Inefektif selama x24 jam jalan nafas tetap efektif 1. Frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernafasan.
FT. FX. Kriteria hasil: 2. Warna kulit (adanya sianosis)
FU. Berhubungan FY. FZ.Kriteria GA. 3. Auskultasi bunyi nafas
dengan: No Score 4. Catat ada tidaknya suara nafas tambahan
- Retensi sekret GB. GC. Batuk (-) GD. 5. Evaluasi reflek batuk
- Spasme jalan nafas 1 5 HK.
- Mucus berlebihan GE. GF.Tidak ada suara nafas GG. HL. Mandiri:
- Eksudat di alveoli 2 tambahan (rhonki, wheezing) 5 6. Tinggikan kepala tempat tidur atau posisikan klien
- Alergi (asma) GH. GI. Ekspansi dada maksimal GJ. 5 semifowler
- Hyperplasia dinding 3 (pernafasan dalam) dan 7. Lakukan penghisapan secret (suction) sesuai
bronchial simetris kebutuhan, catat warna dan jumlah secret/sputum
- Infeksi GK. GL. RR=12-20x/menit GM. HM.
FV. 4 5 HN. Pendidikan kesehatan:
GN. GO. Pola nafas regular GP.5 1. Ajari cara batuk efektif
5 2. Ajari tehnik nafas dalam
GQ. GR. Tidak mengalami GS. 3. Anjurkan klien untuk minum minuman hangat
6 gangguan pemenuhan 5 HO.
istirahat HP.Kolaborasi:
GT. GU. Sianosis (-) GV. 1. Berikan obat-obatan mukolitik sesuai indikasi
7 5 2. Berikan oksigen sesuai indikasi
GW. GX. Tidak mengalami GY.
8 kesulitan berbicara 5
GZ. HA. Dispnea (-) HB.
9 5
HC. HD. Sputum (-) HE.
10 5
HF. HG. Orthopnea (-) HH.
11 5
HI. Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
25

4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
HQ.
HR.
HS. HT. Diagnosa HU. NOC HV. NIC
No Keperawatan
HW. HX. Pola Napas IB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan JM. Monitoring :
3 Inefektif selama x24 jam pola nafas menjadi efektif 1. Pola nafas, hitung dan catat frekuensi
HY. IC. pernafasan
HZ. Berhubungan ID. Kriteria hasil: 2. Tanda-tanda distress pernafasan (kelelahan,
dengan: IE. IF. Kriteria IG. Sc dispnea, takipnea, bradipnea, retraksi otot
- Kecemasan No or dada, sianosis)
- Hiperventilasi e JN.
- Sindrom hipoventilasi IH. II. Tidak ada perubahan IJ. 5 JO.Mandiri:
- Disfungsi 1 ekskursi dada 1. Atur posisi head up/semifowler 45 derajat
neuromuscular IK. IL. Bradipnea (-) IM.5 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas misal,
- Kelelahan otot respirasi 2 dengan penghisapan secret/sputum (suction)
IA. IN. IO. Ekspansi dada maksimal IP. 5 sesuai kebutuhan
3 (pernafasan dalam) dan JP.
simetris JQ.Pendidikan kesehatan:
IQ. IR. RR=12-20x/menit IS. 5 1. Ajari tehnik nafas dalam
4 JR.
IT. IU. Pola nafas regular IV. 5 JS. Kolaborasi:
5 1. Berikan oksigen sesuai indikasi
IW. IX. Inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 IY. 5 2. Berikan obat-obatan sedasi/muscle
6 relaxan/bronkodilator sesuai indikasi
IZ. JA. Pernafasan mulut (-) JB. 5
7
JC. JD. Orthopnea (-) JE. 5
8
JF. JG. Takipnea (-) JH. 5
26

9
JI. JJ. Tidak ada penggunaan otot JK. 5
10 bantu pernafasan
JL. Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

JT.
JU.

You might also like