You are on page 1of 7

Measles induced encephalitis 1 (Fisher et al, 2015)

Komplikasi neurologis tersering dari infeksi virus morbilli adalah ensefalitis. Gejala awal
ensefalitis tidak terlalu spesifik bahkan keliru dibandingkan dengan infeksi sistemik lain, hal
ini menyebabkan seringkali terjadi keterlambatan diagnosis oleh tenaga medis. Selain itu juga
kasus ensefalitis relatif jarang ditemui sehingga tenaga medis kurang familiar dengan kondisi
ensefalitis.
Di Inggris (UK), insidensi dari infeksi virus campak mengalami peningkatan secara bertahap
sejak tahun 2006, bahkan data ada tahun 2013 menunjukan di bagian Barat Daya Inggris
terdapat 374 kasus, sementara itu di Swansea terdapat 664 kasus.
Patogenesis Morbilli
Morbilli termasuk ke dalam golongan paramyxovirus yang terdiri dari satu rantai RNA.
Morbilli memiliki tingkat penularan yang cukup tinggi melalui droplet. Pada awalnya virus
menginfeksi sel dendritik dalam alveoli, kemudian virus tersebut masuk ke dalam limfonodi
yang ada di sekitarnya dan masuk ke dalam aliran limfogen. Selanjurnya virus menginfeksi
limfosit dan terjadi replikasi. Sel sel yang terinfeksi kemudian beredar di seluruh tubuh
melalui aliran darah (hematogen). Organ-organ yang biasanya terkena adalah kulit, paru,
limpa dan otak. Setelah masa inkubasi berkisar 6-19 hari, akan muncul tanda prodromal
berupa peningkatan demam secara bertahap berkisar 39C, batuk, pilek, konjungtivitis dan
adanya lesi putih pada mukosa bukal juga dikenal sebagi bintik koplik yang merupakan tanda
patognomonik dari morbilli. Dua sampai empat hari setelah prodromal sel T-helper
mengeluarkan interferon dan interleukin-2 yang menyebabkan adanya pembentukan ruam
mobiliformis khas yang dimulai pada wajah, kepala dan menyebar menutupi seluruh tubuh.
Patogenesis Ensefalitis
Ensefalitis adalah sebuah inflamasi parenkim otak yang menimbulkan manifestasi klinis
berupa trias gejala berupa demam, sakit kepala dan penurunan kesadaran. Gejala lain
termasuk disorientasi, gangguan prilaku, gangguan ucapan dan tanda-tanda neurologis seperti
hemiparesis dan kejang.
Diagnosis
Diagnosis definitif didasarkan pada biopsi otak, tetapi hal ini membutuhan tindakan invasif.
Untuk itu seringkali dibutuhkan pemeriksaan penunjang lain misalnya Magnetic Resonance
Imaing (MRI) yang dapat menunjukkan perubahan yang konsisten pada ensefalitis,
pemeriksaan pungsi lumbal cairan serebrospinal (CSF) menunjukkan pleositosis limfositik
dan peningkatan kadar protein. Pada beberapa pasien, pemeriksaan electroencephalogram
(EEG) dapat membantu mendiagnosis ensefalitis.
Primary measles encephalitis
Angka kejadian ensefalitis yang bersamaan dengan morbilli adalah 1-3/1000 pasien dengan
dengen infeksi morbilli dan dikatakan sebagai ensefalitis morbilli primer (primary measles
encephalitis). Biasanya otak terinfeksi saat fase ruam. Perjalanan penyakitnya tidak terlalu
jelas, namun jika dilihat dari onset yang awal menunjukkan adanya invasi virus utama ke sel
saraf dan otak diikuti infiltrasi kemokin dan limfositik, sehingga pada pemeriksaan CSF
sangat mungkin terdeteksi RNA virus morbilli. Terapi pada pasien seperti ini adalah terapi
suportif. Tingkat kematian adalah sekitar 10-15% dan 25% pasien bisa bertahan dengan
kerusakan saraf permanen.
Acute Post-measles encephalitis
Ensefalitis juga dapat disebabkan oleh inflamasi otak yang dimediasi sistem imun
(Immunomediated brain inflammation) setelah infeksi morbilli. Kondisi ini disebut sebagai
ensefalitis akut pasca morbilli (Acute post-measles encephalitis). Sekitar 1 dari 1000 anak
berikut terpengaruh setelah infeksi morbilli dan 1-2/1.000.000 mengikuti vaksinasi morbilli.
Ini adalah jenis komplikasi sistem saraf pusat tersering dari infeksi virus morbilli dan terjadi
2-30 hari setelah infeksi. Karena gejala ensefalitis dapat berkembang segera setelah gejala
morbilli, terkadang sulit untuk memutuskan apakah pasien tersebut terkena ensefalitis morblli
primer atau ensefalitis akut pasca morbilli.
Pada enesefalitis akut pasca morbilli (acute post-measles encephalitis), antibodi yang
dihasilkan karena infeksi morbilli akan beredar dan bereaksi dengan protein myelin,
menyebabkan disfungsi SSP. Gejala klinis yang muncul adalah gejala khas ensefalitis, tidak
menutup kemungkinan pasien mengalami gangguan penglihatan, kesulitan buang air kecil,
dan hiporeflexia. Pada kasus enesefalitis akut pasca morbilli (acute post-measles
encephalitis)pada sepertiga kasus akan mengalami kekambuhan dan beresiko lebih tinggi
untuk mengalami multiple sclerosis.
Treatment: Pengobatan enesefalitis akut pasca morbilli (acute post-measles
encephalitis)terutama dengan menggunakan kortikosteroid, terapi lini kedua bisa
menggunakan IgG secara intravena.
Prognosis: Angka mortalitas pada anak-anak adalah sebesar 5% sedangkan pada dewasa
sebesar 25%
Measles inclusion body encephalitis
Paling sering terjadi pada anak-anak dengan immunodefisiensi, rata-rata anak-anak yang
terkena pada usia enam tahun dengan onset satu tahun setelah infeksi atau vaksinasi. Gejala
klinis yang muncul adalah perubahan status mental, defisit motorik dan kejang. Pada awalnya
analisis LCS tampak normal, meskipun masih bisa ditemukan pleositosis ringan dan tingkat
protein yang tinggi, sementara kadar antibodi spesific morbilli meningkat seiring
berkembangnya penyakit. RNA virus campak dapat terdeteksi pada otak dengan tindakan
biopsi.
Treatment:supportif dengan Ribavirin
Prognosis: angka kematian 75%
Subacute sclerosing panencephalitis
SSPE terjadi pada 1/25000 infeksi campak, tetapi insidensi bisa lebih tinggi pada anak-anak
pada usia lebih muda. Anak-anak yang berusia dibawah 1 tahhun memiliki resiko 1/5500.
SSPE terjadi karena adanya kegagalan virus menginfeksi secara akut, kemudian virus
bermutasi dan mulai menimbulkan gejala 6-15 tahun setelah infeksi virus morbilli. Gejala
awal meliputi perubahan prilkau dan peurunan fungsi kognitif. Dalam beberapa minggu atau
bulan gejala ini menjadi lebih jelas dan akan mulai tampak disfungsi motorik. Kejang dapat
terjadi, dan seringnya mioklonik, 50% pasien mengalami gangguan mata seperti nekrosis
retina dan mengalami penurunan kesadaran sampai koma.
Penegakkan diagnosis: menemukan titer antibodi campak yang sangat tinggi dalam LCS.
Konfirmasi EEG. MRI dapat memantau perkembangan penyakit, lesi pertama kali muncul
pada grey matter pada otak kemudian diikuti white matter dan semakin lama akan menyerang
struktur yang lebih dalam sampai batang otak.
Prognosis: kematian muncul dalam 3 tahun.
Tatalaksana: pengobatan simtomatik dan supportif, antivirus, interferon intraventrikuar,
ribavirin dosis tinggi.
Pencegahan : Vaksinasi campak. Angka kematan karena penyakit campak mengalami
penurunan sebesar 95% pada tahun 1995.
Tanda dan gejala ensefalitis morbilli

Measles symptoms Encephalitis symptoms


Fever Fever
Morbiliform rash Headache
Cough Altered level o consciousness
Coryza Behavioral disturbances
Conjunctivtis Speech disturbance
Koplik spot Seizures
Nausea
Vomiting
Hemiparesis

Ensefalitis morbili lebih sering terjadi pada negara-negara berkembang sebagai akibat
cakupan vaksinasi yang rendah. Bahkan tida menutup kemungkinan terjadi di negara-negara
maju seperi halnya yang terjadi di Inggris karena rendahnya jumlah individu yang
divaksinasi.
(Fisher et al, 2015) ---1
(Fox et al, 2013) Acute M E PLOS ONE
(Jin et al, 2006) ---- MRI Findings
Jos (Lewis et al, 2006)
(Malenotte et al, 2013)
(Nelson, 2015)
(Qayoudhi et al, 2016) AME

Internal Medicine: Direct/autoimune 2 (Hosoya, 2006)


Ensefalitis adalah sebuah peradangan pada otak. Penegakan diagnosis ensefalitis hanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari jaringan otak. Begitupun dengan etiologi
ensefalitis hanya dapat ditentukan dengan pasti dengan pemeriksaan mikroskopik pada
jaringan otak. Pada praktek klinis diagnosis ensefalitis sering didasarkan pada manifestasi
neurologis, diagnosis etilogi dikaitkan dengan infeksi oada organ tubuh yang lain serta uji
serologis.
Ensefalitis diklasifikasikan sebagai ensefalitis primary dan postinfectious. Ensefalitis primer
adalah penyakit dimana ensefalitis adalah manifestasi utama , gejala yang diakibatkan berupa
manifestasi langsung dari invasi dan replikasi agen infeksius pada sistem saraf pusat (CNS),
sehingga menghasilkan gejala klinis yang objektif dari gangguan cerebri dan cerebellum.
Postinfectious encefalitis terjadi setelah penyakit yang lain di luar sistem saraf pusat (CNS),
peradangan pada CNS dapat diperantarai secara imunologis. Ketika suatu kondisi klinis
neurologis menunjukkan ensefalitis tetapi radang otak belum terjadi, kondisi ini diidentifikasi
sebagai ensefalopati.
Virus morbilli adalah penyebab ensefalitis akut dan ensefalitis sub akut. Ensefalitis sub akut
terdiri dari infeksi virus lambat, yaitu sub Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) dan
Subacute Measles Encephalitis (SME). SSPE dianggap sebagai penyakit degeneratif pada
CNS yang jarang dan disebabkan oleh invasi virus langsung. SME terjadi oleh infeksi pada
CNS oleh virus morbilli pada host dengan immunocompromised. Resiko SSPE berkembang
pada anak yag sebelumnya pernah mengalami morbilli.
Terbukti secara klinis acute meases encephalitis terjadi sekitar 0.5-1 dari setiap 1000 kasus
morbilli. Mortalitas adalah 10-20% dan 20-40% sembuh dari ensefalitis morbilli. Ensefalitis
morbilli terjadi dari kerusakan sel akibat induksi virus secara langsung atau kerusakan
jaringan yang diperantarai autoimun. Patogenesis ensefalitis morbilli sampai saat ini masih
menjadi kontroversi, beberapa peneliti telah menemukan virus morbilli dari CSF dan otak
dari pasien yang terkena, hal ini menunjukkan bahwa virus terlibat langsung dalam proses
kerusakan otak. Tetapi beberapa peneliti lain gagal untuk mengisolasi RNA virus morbilli
pada otak yang terinfeksi, dan mereka mempercayai bahwa penyakit ini adalah autoimun.
Gejala ensefalitis biasanya berkembang selama periode dari morbili eksantema dalam 8 hari
dari onset penyakit. Kadang-kadang onset timbulnya tanda dan gejala CNS terjadi selama
periode prodromal.
Onset pada awal fase menunjukkan infeksi virus primer (primary viral invasion), dan onset
akhir menunjukkan mekanisme autoimun. Pemeriksaan CSF pada pasien ensefalitis morbilli
biasanya menunjukkan pleositosis ringan dengan dominasi sel mononuklear, sedikit
peingkatan protein, dan kadar glukosa normal. Pada beberapa kasus tidak ditemukan
pleositosis pada CSF, yan mungkin menunjukkan bahwa adanya ensefalopati dalam kasus-
kasus dengan manifestasi neurologis. Ditemukannya protein dasar mielin dalam CSF
menunjukkan ensefalitis yang diperantarai autoimun, sedangkan deteksi genom virus pada
CSF menunjukkan ensefalitis virus primer (primary viral encephalitis).

Acute measles encephalitis in imigrant syrian child 3


Abstrak: MRI menunjukkan intensitas tinggi pada kedua ganglion basalis menunjukkan ke
arah ensefalitis morbilli. Diagnosis dikonfirmasi dengan deteksi virus morbilli dari urin,
darah dan swab tenggorokan
Morbilli merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui droplet dari hidung, mulut atau
tenggorokan dari individu yang terinfeksi. Orang yang terinfeksi akan menimbulkan
gejala10-14 hari setelah terpajan. Gejala utama yang ditimbulkan adalah demam, pilek, mata
merah, dan bintik-bintik putih kecil dalam mulut (koplik spot). Beberapa hari kemudian ruam
berkembang dimulai pada wajah dan leher atas secara bertahap menyebar ke bagian bawah.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk campak dan biasanya akan pulih 2-3 minggu kemudian.
Namun campak juga dapat menyebabkan komplikasi serius berupa kebutaan, ensefalitis,
diare berat dan infeksi organ lain.
Case:
Tanda-tanda encephalitis: penurunan kesadaran, gangguan motorik, sulit bicara, sulit
bergerak.
Faktor resiko: tidak divaksinasi campak
Kronologis: dibawa ke rs daerah, di cek darah lengkap, lcs, CT Scan normal. Lab measles

Diberikan inj ceftriaxon dan asiklovir


Pernapsan, nadi, TD normal. Menjadi afasia dan mengantuk. Leher lentur, saraf wajah
masih normal. Otot otot menjadi hipotonis, ekstremitas menjadi lemas, hanya sebtas
melawan gravitasi. Kesulitan makan sehingga dimasukkan NGT.
MRI menunjukkan peningkatan intensitas sinyal dari T2-weighted and fluid-attenuated
inversion recovery images. The signal changes were symmetrical and involved
both basal ganglia

Pasien mendapatkan terapi asiklovir dan ceftriaxon selama 10 hari, dia juga mendapatkan
vitamin A (200.000 IU sehari) selama 2 hari, dan MP (30 mg/kg/day) selama 5 hari. Dengan
perawatan intensif dia menunjukkan perbaikan tanpa defisit neurologis
Morbilli adalah salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak bahkan global
meskipun vaksin yang aman telah tersedia. Vaksinasi morbilli telah menurunkan 74%
kematian morbilli dalam 10 tahun terakhir.
Ensefalitis adalah komplikasi neurologis tersering dari morbilli. Terdapat satu dari setiap
1000 yang terkena morbilli akan berkembang menjadi ensefalitis dengan manifestasi klinis
berupa kejang, gangguan neurologis dan menimbulkan gejala sisa.
Anak dalam kasus yang kami laporkan termasuk acute postmeasles encephalitis. Onset
ensefalitis lebih dari satu minggu setelah infeksi morbilli, dan ruam sudah menghilang pada
awal ensefalitis.
Pada 90% kasus campak, IgM positif tiga hari setelah ruam. Setelah 72 jam pemeriksaan IgM
bisa memberikan false negatif, IgM menurun secara cepat dan sulit terdeteksi setelah 6-8
minggu. IgG mencapai puncak dalam waktu sekitar 4 minggu dan bertahan selama bertahun-
tahun setelah infeksi.
Pemberian vitamin A pada pengobatan morbilli 200.000 Unit sehari selama 2 hari dilaporkan
memberikan efektivitas dalam pengobatan dan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penggunaan steroid pada encephalitis morbilli masih diperdebatkan. Beberapa studi
menemukan keuntungan dari penggunaan steroid. Penelitian menjelaskan dari 15 pasien
dengan encephalitis morbilli di vietnam yang diberikan dexamethasone IV selama 4 hari dan
akhirnya memberikan outcome yang baik. Tetapi penelitian lain membandingkan respon
terapi dari 3 kelompok pasien dengan encephalitis morbilli. Kelompok satu mendapatkan
immunogloblin, kelompok dua mendapatkan dexamethasone dan kelompok tiga hanya
mendapatkan terapi suportif. Hasilnya, pasien yang mendapatkan dexamethasone
menunjukkan 100% kesembuhan dibandingkan 64% dan 55% pada pasien yang diobati
dengan immunoglobulin dan pengobatan supportif.

NELSON
Dilaporkan 1/1000 kasus morbilli mengalami komplikasi encephalitis, dengan jumlah lebih
besar terjadi pada terjadi pada remaja dan dewasa dibandingkan pada anak-anak pra sekolah
atau usia sekolah. Ensefalitis yang terjadi bisa merupakan sebuah postinfeksi atau proses
imunologi. Manifestasi klinis yang ditimbulkan adalah kejang (56%), letargi (46%), koma
(28%), iritabilitas (26%). Pada cairan serebrospinal dapat ditemukan limfositik pleositosis
pada 85% kasus dan peningkatan konsentrasi protein. Angka mortalitas dari ensefalitis
morbilli adalah 15%. 20-40% pasien dengan ensefalitis morbilli mengalami gejala sisa
termasuk retasdasi mental, kelainan motorik dan tuli.
SSPE
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) merupakan komplikasi kronis dari morbilli
dengan onset yang cukup lama dan hampir selalu berakhir fatal. Ini merupakan hasil infeksi
persisten dari infeksi virus morbilli yang terdapat pada intraseluler sistem saraf pusat selama
beberapa tahun. Setelah 7-10 tahun virus kembali bervirulensi dan menyerang sel-sel dalam
sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan hasil dari infeksi virus yang lambat sehingga
menyebabkan peradangan, kematian sel dan degeneratif sel saraf.
SSPE meupakan kasus yang langka, insidensi di AS pada tahun 1960 adalah 0.61 kasus per 1
juta orang. Pada tahun 1995-2000 terjadi peningkatan kasus di AS dan pada tahn 2000
dilaporkan terdapat 13 kasus. 50% dari penderita SSPE,diketahui pernah menderita campak
pada usia dibawah 2 tahun, 75% dibawah usia 4 tahun. Rasio perbandingan pria dan wanita
adalah 2:1, dan kasus yang dilaporkan lebih banyak terjadi di pedesaan dibandingkan
perkotaan.
Patogenesis dari SSPE masih belum banyak diketahui, faktor yang mungkin berpengaruh
adalah kecacatan virus dan interaksi dengan sistem imun yang belum matang. Isolasi virus
dari jaringan otak dilakukan pada pasien dengan SSPE, dan ternyata 1 dari 6 protein
struktural virus dilaporkan hllang, yaitu matrix atau protein M. Protein tersebut
bertanggungjawab untuk perakitan, orientasi, dan replikasi virus. Virus tersebut berada dalam
tubuh dalam waktu yang lama tetap belum bermanifestasi klinis. Fakta bahwa sebagian besar
pasien dengan SSPE adalah usia muda menunjukkan bahwa ketidakmatnagan sistem imun
mempengaruhi patogenesis SSPE. Manifestasi klinis dari SSPE mulai muncul perlahan-lahan
pada usia 7-13 tahunsetelah infeksi primer, perubahan prilaku atau kinerja di sekolah, cepat
marah dan kurangnya perhatian. Tahap awal ini seringkali terabaikan karena singkatnya atau
karena halusnya gejala. Tahap selanjutnya yang muncul adalah mioklonus masif, gerakan tak
terkendali dan mioklonik yang mengarah pada kejang. Pada tahap ketiga gerakan tak
terkendali mulai menghilang dan digantikam choreoathetosis, imobilitas, distonia dan
kekakuan akibat dari destruksi ganglia basalis yang lebih dalam. Sensorium memburuk
menjadi demensia, stupor dan kemudian koma. Tahap keempat ditandai dengan hilangya
pusat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Kematian segera terjadi kemudian.
Diagnosis dari SSPE dapat ditegakkan melalui kriteria klinis dan setidaknya 1 dari komponen
berikut:
1. Antibodi morbilli terdeteksi dalam LCS
2. Temuan elektroensefalografi
3. Histologi yang khas dan atau isolasi virus atau antigen virus dari jaringan otak hasil
biopsi atau pemeriksaan postmortem
Terapi pada pasien SSPE yang paling utama adalah terapi suportif dan terapi yang sama
dengan penyakit neurodegeneratif lainnya. Uji klinis dilakukan untuk mengamati dampak
pemberian interferon, hasilnya adalah interferon memberikan dampak yang signifikan
(angka remisi 30-34%) dibandingkan dengan pasien tanpa pengobatan (5-10% dengan remisi
spontan)
Pada abad ke20, angka kematian karena campak di Amerika Serikat antara 2000-10000 per
tahun, atau sekitar 10 kematian tiap 1000 kasus campak. Pneumonia dan ensefalitis
merupakan komplikasi campak yang paling fatal.

You might also like