Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab 1 sudah dijelaskan tentang beberapa hal mengenai latar belakang
perlunya penelitian pengalaman keluarga pasien kanker stadium terminal dalam
pengambilan keputusan perawatan paliatif di rumah. Maka, pada Bab II ini akan
dijelaskan tentang beberapa teori yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan
menjadi landasan teori dari pembahasan nantinya.
Pada sub bab ini juga peneliti juga menjelaskan tentang stadium kanker. Dalam
teori keperawatan paliatif, besarnya prosentasi perawatan paliatif tergantung pada
tingginya stadium terminal yang diderita pasien kanker. Pada penelitian ini
peneliti mengambil pasien pada kanker stadium terminal yang sebagian besar
perawatanya adalah paliatif sifatnya. Pada stadium terminal ini harapan hidup
pasien kanker diperkirakan kurang dari 6 bulan. Oleh karena itu peneliti juga
menjelaskan konsep terapi yang tepat pada kanker , terutama yang sudah
mencapai stadium terminal. Hal itu penting karena ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika penyakit kanker pasien sudah mencapai stadium terminal.
9
kesehatan dalam menghadapi tantangan kesehatan secara global (Albreht
T et al ,2008)
10
Sel normal umumnya hanya akan melakukan pembelahan diri untuk
memperbaiki sel-sel tubuh yang telah rusak dan mati. Ketika sel kanker
timbul, fungsi pembelahan diri kanker berubah dari keadaan sel normal.
Pada pembelahan sel kanker terjadi secara terus menerus sehinga akan
terjadi penumpukan sel baru. Perubahan kondisi pembelahan sel patologis
kanker yang dialami sel normal bisa disebabkan oleh hiperplasia,
displasia dan neoplasia. Hiperplasia adalah ketidaknormalan
perkembangan sel yang cenderung berlebihan. Displasia dapat diketahui
ketika melihat perubahan pada nukleus, aktivitas mitosis sel yang
meningkat dan tidak ada ciri khas sitosplasma yang mengalami
diferensiasi. Sedangkan neoplasia merupakan istilah sel yang melakukan
pembelahan diri secara tidak normal dan menyusup ke jaringan sekitarnya
(invasive) (Weinberg, 2007).
11
dan E. cloacae. Bakteri-bakteri tersebut sering dilaporkan sebagai
penyebab tertingi dari infeksi nosokomial pasien kanker di rumah sakit.
Adanya infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien kanker, merupakan
faktor penyebab yang mempercepat kematian pasien kanker di rumah
sakit.(Sarihan, 2005; Brown, D and Edward, H, 2005).
12
jaringan sehat sekitarnya. Hal ini ditandai dengan adanya batas tegas
antara tumor dan jaringan normal. Selanjutnya ditentukanlah jenis
keganasan untuk meramalkan prognosis. Prognosis ditentukan berdasarkan
tingkat diferensiasi jaringan. Semakin kacaunya susunan histologik atau
semakin besarnya perbedaan sel satu dengan yang lain, maka semakin
ganas dan semakin agresif suatu kanker tersebut yang otomatis membuat
prognosis penyakitnya semakin memburuk (Sjamsuhidayat and De Jong,
2004; otto 2001). Adapun tingkat derajat diferensiasi sel dapat dilihat di
tabel 2.1
Tabel 2.1 Tingkatan dan differensiasi sel
Ting Differensiasi Pengertian
kat
X Tidak dapat
dikaji
I Diferensi baik Sel matur, bervariasi dari jaringan normal
II Diferensiasi Beberapa sel belum matur, bervariasi dari
sedang jaringan normal
III Diferensiasi Sel belum matur, tidak seperti sel normal
buruk
IV Tanpa Sel sangat tidak matur, tidak ada persamaan
diferensiasi sama sekali dengan jaringan normal,
(anaplastic) bahkan sulit untuk menentukan jenis
jaringan normalnya.
Sumber otto, E.S., 2001. Oncology Nursing. 4th Ed. Mosby.Inc.St.Louis.Missouri
13
N Kelenjar limfe
Nx Kelenjar linfe tak dapat diprediksi
Informasi yang didapat dari klasifikasi sistem TNM ini selanjutnya dapat
digunakan untuk mendefinisikan stadium kanker
Potts and Mandleco (2007) telah membagi stadium kanker dapat dilihat
pada tabel 2.3:
Stadium Tumor Nodus Metastasis
1 Ukuran kurang Nodus limfe tidak Lokasi hanya
dari 2 cm terkena oleh sel-sel di satu tempat
kanker dan tidak
menyebar ke
area tubuh
lainnya.
2 UUkuran tumor Nodus limfe Kanker masih
biasanya 2-5 cm biasanya terkena sel- dilokalisir,
sel kanker belum
menyebar.
3 Tumor tampak Nodus limfe tampak Perubahan
membesar dengan terkena sel-sel antara
jelas, umumnya kanker stadium II
lebih dari 5 cm dan III agak
sulit
tergantung
pada tipe
kanker
4 Tumor menjadi Nodus limfe sudah Penyebaran
beberapa ukuran terkena sel-sel kanker sudah
dan umumnya kanker terjadi ke
lebih dari 5 cm organ lain
14
Stadium kanker juga membantu menentukan harapan hidup pasien dan
mengatur penanganannya. Khususnya pada stadium terminal harapan
hidup pasien diperkirakan kurang dari 6 bulan. Akibat penanganan
penyakit kanker di Indonesia yang menghadapi berbagai kendala,
menyebabkan 70 persen penderita kanker ditemukan dalam keadaan
stadium terminal. Kondisi stadium terminal merupakan periode dari saat
pasien bersiap untuk kematian. Stadium terminal pada kanker lebih sering
digunakan menggambarkan pada semua pasien dengan kondisi hidupnya
terbatas sehingga diberikan tindakan seumur hidup saat kematian tidak
dapat dihindari. Ketika tindakan penyembuhan tidak memungkinkan maka
pasien kanker dapat diberikan perawatan paliatif agar memperoleh
kenyamanan dan mengatasi keluhan. (Potts and Mandleco, 2007;
Mediakom, 2015; Tilly and Wienier; Craig, 2007).
15
1. Pembedahan
Pembedahan memberikan kemungkinan terbaik bagi penyembuhan
tumor atau meringankan penderitaan pasien. Pengangkatan tumor
seluruhnya dapat diakukan apabila yang dihadapi adalah tumor
stadium awal yang berbatas tegas. Namun ketika tumor telah
bermetastasis atau tumor ganas, maka dapat dilakukan terapi
dengan pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri
pasien akibat tumor yang telah bermetastase telah menekan saraf
disekitarnya
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi berfungsi menghancurkan sel-sel tumor
menggunakan radiasi ionisasi. Radiasi biasanya digunakan sebagai
tindakan tambahan pada pembedahan, untuk memperkecil ukuran
tumor atau tujuan-tujuan paliatif. Namun efek sampingnya adalah
dapat membuat sel normal dapat terbunuh akibat terapi radiasi.
Selain itu dapat terjadi pembentukan jaringan parut pada jaringan
normal, timbul fibrosis dan penurunan fungsi organ. Sekitar 60
persen pasien kanker biasanya akan di rawat dengan terapi radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obat anti kanker dalam
bentuk kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel
kanker. Kemoterapi berdampak membunuh sel kanker dan dapat
menurunkan metastase. Kemoterapi sering digunakan sebagai
tambahan pembedahan, dan juga digunakan untuk tujuan-tujuan
paliatif. Terapi ini menyebabkan penekanan sumsum tulang, yang
menyebabkan kelelahan, anemia, kecenderungan perdarahan dan
peningkatan risiko infeksi.
4. Imunoterapi
Imunoterapi adalah bentuk terapi kanker yang digunakan untuk
mengidentifikasi tumor dan memungkinkan pedeteksian semua
tempat metastasis yang bersembunyi. Imunoterapi dapat
merangsang sistem kekebalan tubuh agar berespon secara lebih
agresif terhadap tumor yang dapat diserang oleh antibodi.
16
Pemilihan terapi yang tepat pada penderita kanker merupakan masalah
yang tidak mudah untuk ditanggulangi. Terapi kanker yang dipilih harus
sesuai prinsip paliatif yaitu sesuai dengan kebutuhan pasien dan dapat
memperbesar angka harapan hidup (life expectancy), mengatasi gejala dan
keluhan pasien serta meningkatkan kualitas hidup pasien (quality of life).
Ketika tindakan penyembuhan tidak memungkinkan lagi akibat stadium
kanker pasien sudah mencapai tahap terminal, maka pasien kanker dapat
diberikan perawatan paliatif dengan porsi yang lebih besar agar pasien
memperoleh kenyamanan dan mengatasi keluhan (Potts and Mandleco,
2007).
17
2.2 Kualitas Hidup Pasien Kanker
Pokok bahasan dari sub bab dari kualitas hidup ini adalah untuk lebih memahami
kondisi kualitas dari anggota keluarga responden yang sedang mengalami kanker.
Kualitas hidup sendiri merupakan tujuan dari program perawatan paliatif di
rumah. Setelah penjelasan tentang teori kanker dan dampaknya bagi kehidupan
pasien, maka penting melihat gambaran kualitas hidup pasien kanker.
Keberhasilan dari suatu terapi kanker yang dijelaskan di bab sebelumnya
dilakukan dengan mengukur angka morbiditas dan mortalitas. Pengukuran ini
sebenarnya hanya secara kasar atau secara garis besar karena di sini keberhasilan
diukur secara obyektif tanpa memperhatikan rasa atau subyektifitas dari penderita
yang menjalani tindakan terapi, maka dibuatlah suatu cara pengukuran dengan
kualitas hidup. Di dalam kualitas hidup menyangkut indicator subjektif dan
indikator sosiomedis. Ruang lingkup kualitas hidup menyangkut indicator
subyektif dan indiktor sosiomedis. Ruang lingkup kualitas hidup juga meliputi
fisik, fungsi sosial, emosi atau status mental, beban keluhan dan penerimaan rasa
nyaman/sehat dari pasien , terutama yang sudah mencapai stadium terminal
(kimlin, 2010)
2.2.1 Definisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan istilah yang sering kali digunakan untuk
menyatakan status kesehatan seseorang, status fungsional fisik,
kemampuan menyeseuaikan diri terhadap kondisi psikososial dan gejala
yang muncul, kondisi sehat sejahtera, kenyamanan dalam hidup atau
kebahagiaan (Barofsky, 2012). World Health Organization (WHO, 2014)
menyatakan kualitas hidup merupakan persepsi dari individu yang
menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan bermacam-macam
peran kepuasan dalam melakukan sesuatu sesuai konteks budaya.
2.2.2 Gambaran Kualitas Hidup pasien Kanker
Kanker, penyakit kronik jenis yang dialami individu akan mampu
mempengaruhi kehidupan orang lain, diantaranya bagi pasien dan keluarga
penderita itu sendiri. Kualitas hidup penderita kanker juga terpengaruh
oleh adanya penyakit tersebut. Misalnya saja selama dalam pengobatan.
Pengobatan kanker berpotensial mempengaruhi seluruh aspek kualitas
hidup. Selama pengobatan, sebagian besar individu merasakan
18
keterbatasan fisik, merasa lelah dan kekurangan energi. Selain itu juga
merasakan gejala dan efek samping yang tidak menyenangkan, termasuk
nausea, luka di mulut, alopesia (kehilangan rambut seluruh badan) dan
gangguan kulit. Individu juga mengalami perubahan dalam nafsu makan,
gangguan dalam pemilihan rasa, dan kombinasi luka di mulut .
Kemoterapi dapat mempunyai efek yang signifikan terehadap suasana hati.
Keluarga pasien kanker melaporkan anggota keluarganya mengalami
gangguan tidur dan lesu (Koot and Wallender, 2001)
19
kesempatan untuk tinggal di rumah pasien selama yang pasien inginkan
dan tetap menjaga biaya kesehatan yang dikeluarkan pasien serendah
mungkin. (Djauzi ,2003; Ahlner-Elmqvist et al, 2004)
20
dalam setahun, menjamin perawatan berdasarkan pedoman yang
berkelanjutan untuk perawatan di rumah, rumah sakit dan hospice serta
merencanakan strategi secara objektif, serta memberikan dukungan dan
pengawasan langsung pada caregiver.
21
perawatan paliatif harus selalu memperhatikan kualitas hidup
pasien dan mempertimbangkan manfaat dan resikonya meskipun
prognosis pasien memburuk. Oleh Karena itu perawat dan tenaga
kesehatan lain perlu meminta pendapat dan melibatkan keluarga
dalam keputusan perawatan paliatif. Lokasi perawatan pasien
paliatif di rumah sakit ada di ruangan tersendiri, khusus ruangan
perawatan paliatif di rumah sakit ada di ruangan khusus perawatan
paliatif tersendiri atau digabungkan dengan pasien biasa yang
masih dalam tahap pengobatan kuratif. (Djauzi, 2003 ; Muckaden,
2011)
b) Di hospice
Ada kalanya pasien pasien dalam keadaan tidak memerlukan
pengawasan ketat atau tindakan khusus serta belum dapat dirawat
di rumah karena memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. Pasien
kanker kemudian dirawat di suatu tempat khusus (hospis) yang
berada di luar lingkungan rumah sakit. Unit perawatan ini bisa
berada di dalam atau di luar lingkungan rumah sakit yang
pengelolaanya di luar stuktur rumah sakit. Bentuk layanan hospis
ini belum ada di Indonesia. (Djauzi, 2003)
c) Pelayanan perawatan paliatif di rumah (Hospice Home Care)
Perawatan di rumah merupakan kelanjutan perawatan di rumah
sakit. Pada perawatan di rumah, maka peran keluarga lebih
menonjol karena sebagian perawatan dilakukan oleh keluarga, dan
keluarga atau orang tua sebagai care giver diberikan latihan
pendidikan keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin
dilakukan bila pasien tidak memerlukan alat khusus atau
keterampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh
keluarga. Sebelum pasien dibawa pulang, perlu dipertimbangkan
tentang kelayakan dirawat di rumah dan kesiapan keluarga dalam
melakukan perawatan (Muckaden, 2011).
22
pasien disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan adat istiadat serta
kondisi setempat. Konsultasi juga dapat dilakukan melalui telepon,
atau sarana komunikasi lain setiap saat. (Djauzi, 2003).
23
penyakit mereka, berdasarkan kesamaan masalah medis yang dihadapi,
untuk mengenal gambaran psikososial individu dan masalahnya yang
membuat pasien berbeda.
4. Cultural consideration (pertimbangan kebudayaan). Etnis, ras, agama dan
faktor budaya lain membawa pengaruh pada penderitaan pasien.
Perbedaan kebudayaan harus dihargai dan perawatan direncanakan dengan
mempertimbangkan sensitivitas secara kebudayaan.
5. Consent (ijin). Ijin dari pasien atau seseorang yang dilimpahkan tanggung
jawab, adalah penting sebelum suatu pengobatan diberikan atau
dihentikan. Terdapat suatu aturan moral untuk mengkaji penginformasian
keputusan, yang dibuat oleh pasien atau wakil mereka sehubungan dengan
terapi yang dipilih. Kata kuncinya adalah terinformasikan (informed)
6. Choice of site of care (pilihan tempat perawatan) .Pasien dan keluarganya
perlu dilibatkan dalam diskusi tentang dimana pasien akan dirawat.
Perawat memberikan respon tentang keinginan pasien serta keinginan para
keluarga. Keluarga akan ditawarkan agar pasien kanker stadiu terminal
dapat dilakukan perawatan di rumah dengan dukungan kunjungan tim
perawatan paliatif.
24
Hasil penelitian kualitatif dari Aslakson et al (2012) mengungkapkan hal
yang menarik yang didapatkan dari wawancara partisipan perawat icu.
Partisipan perawat icu menjawab bahwa peran yang sangat penting dari
perawatan paliatif adalah perawat bekerja, bersikap dan bertutur kata
harus memunculkan caring attitude dari Woodruff (1999). Caring
attitude sangat memegang peranan penting dalam merawat pasien kanker.
Sikap dari perawat membuat pasien kanker merasa dihargai dan
diperhatikan kebutuhannya.
Peran perawat yang lain diungkap dalam penelitian kualitatif dari Calvin
et al (2009) adalah sebagai fasilitator. Fasilitator maksudnya adalah
perawat memberikan waktu kunjungan yang lebih lama bagi keluarga
pasien kanker yang menjelang ajal sehingga pasien dan keluarganya
memilki banyak waktu kebersamaan. Perawat berusaha menghadirkan
keluarga untuk mempersiapkan keluarga menerima kematian pasien
karena sulit bagi keluarga menerima kematian kondisi pasien. Penelitian
lain juga dari Oflaz F, Vural H (2010) menyebutkan perawat juga
berperan dalam memberikan dukungan kepada keluarga pasien kanker
stadium terminal. Perawat paliatif akan mendapat kepuasan saat
melakukan perawatan paliatif fase terminal dengan hadir mendampingi
keluarga dan memberikan dukungan melewati fase itu.
25
Friedman (2013) menyatakan pengertian keluarga adalah dua orang atau
lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan keterikatan emosional serta
satu sama lain dan saling menyatakan dirinya sebagai bagian dari
keluarga. Pengertian dari friedman mempunyai arti yang sangat luas.
Keluarga yang tidak dibatasi oleh darah, pernikahan dan adopsi saja,
Definisi keluarga juga dijelaskan oleh Mashudi. Menurut Mashudi (2012)
Keluarga merupakan sistem yang mempunyai anggota keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu , anak atau semua individu yang tinggal dalam satu
rumah tangga. Anggota keluarga berkumpul saling berhubungan untuk
mencapai tujuan bersama.
26
suami. Sebagian besar budaya di Indonesia menggunakan patriakal.
Sedangkan matriakal, pengambilan keputusan berada di pihak istri.
3. Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan
yang mempengaruhi anggota keluarga yang dapat di terima oleh
budaya masyarakat
27
4. Keluarga dengan orang tua tiri
a. Menurut Orang tua akan menghadapi 3 tantangan yang
paling menonjol yaitu mendisiplinkan anak, penyesuaian
diri dengan kepribadian anak dan kebiasaan serta
penerimaan anak. Masalah lain dari pada orang tua tiri
adanya harapan keluarga yang tidak realistis, kurangnya
waktu orang tua tiri dan anak tiri mempelajari peran satu
sama lain, konflik tentang finansial dan pengasuhan anak.
Individu dewasa yang hidup sendiri. Bentuk ini banyak
terdapat di masyarakat. Mereka hidup berkelompok seperti
di panti werdha, tetapi ada juga yang menyendiri. Mereka
ini membutuhkan layanan kesehatan dan psikososial karena
ini tidak mempunyai sistem pendukung
28
lain dimana terdapat anggota keluarga yang memiliki hubungan dalam arti
peran keluarga dalam merawat pasien. Peran keluarga tersebut tidak
dibatasi oleh keluarga inti saja tetapi oleh tipe keluarga lain. (Schulz and
Quitner, 1998).
29
2 Merawat Pasien Kanker Stadium Terminal di Rumah
Pada saat pasien mendapat perawatan paliatif di rumah. Tugas dan fungsi
keluarga adalah merawat pasien kanker stadium terminal. Keluarga di
Indonesia mempunyai karakteristik yaitu mempunyai ikatan keluarga yang
sangat erat yang dilandasi oleh semangat kebersaman yang tinggi. Pasien
kanker stadium terminal akan merasa lebih nyaman dan puas jika dirawat
oleh keluarganya sendiri di rumah dibandingkan menerima perawatan
konvesional di rumah sakit (Holms et al ,2015). Keluarga merupakan
salah satu pendukung yang dapat membantu pasien meringankan gejala
emosi yang timbul akibat gejala kanker. Pentingnya kedekatan keluarga
dengan pasien merupakan salah satu pendukung yang dapat membantu
pasien meringankan gejala emosi yang timbul akibat penyakit tersebut.
Merawat pasien di rumah sampai pasien meninggal dengan damai
merupakan suatu bentuk kasih sayang dari kedekatan keluarga dengan
pasien. Keluarga mendedikasikan diri dan waktunya dalam merawat dan
memberikan kebutuhan pasien kanker (Bruera E, Hui D, 2010).
3 Dukungan Sosial bagi Pasien Kanker Stadium Terminal
Fungsi keluarga adalah sebagai sumber dukungan sosial. Dukungan sosial
dari keluarga dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan pasien
kanker (Videbeck, 2001). Pada dasarnya keluarga dan jaringan sosial
merupakan hal yang paling berpengaruh kuat dalam konteks dimana
individu berada. Keluarga adalah kekuatan yang kuat, motivator dan
sumber dimana individu belajar. Konteks keluarga tidak terbatas pada
hubungan darah, melainkan secara luas di definisikan sebagai jaringan
orang-orang yang penting dalam kehidupan inividu (Mullins and Tonner,
2008)
2.5 Konsep Teori peacefull end of life theory Ruland dan Moore (1998)
Ketika pasien kanker mendapat perawatan paliatif biasanya sudah dalam
kondisi terminal atau end of life. Pasien membutuhkan tindakan
pengobatan untuk mengatasi keluhan serta memerlukan perawatan khusus
sesuai kondisinya. Kondisi terminal terjadi dimana pasien kanker sudah
dalam keadaan tidak dapat disembuhkan. Pengobatan yang diberikan
30
bersifat suportif dan mempertahankan fungsi tubuh. Tujuan keperawatan
pada kondisi terminal adalah meningkatkan kualitas hidup dan
menghantarkan pasien pada kondisi end of life dengan tenang.Teori Ruland
and Moore yang mengembangkan Peaceful End of Life (EOL), teori dan
konsep utamanya telah sesuai dengan tujuan dan prinsip perawatan paliatif
yang meliputi
31
2.5.2 Asumsi Utama Teori Peaceful End of Life
Keperawatan, Manusia, Kesehatan, Lingkungan. Sebagaimana teori
middle range lainnya, fokus teori peacefull end of life tidak ditujukan
pada konsep metaparadigma. Teori diturunkan dari standar perawatan
yang ditulis oleh tim perawat ahli yang ditujukan pada masalah praktik,
oleh karena itu konsep metaparadigma secara eksplisit ditujukan kepada
manusia dan keperawatan. Teori ditujukan pada fenomena perawatan yang
kompleks dan holistik untuk mendukung akhir kehidupan yang damai dari
seseorang.
Dua asumsi dari Ruland dan Moore (1998) diidentifikasi sebagai berikut;
1. Kejadian dan perasaan pada akhir kehidupan bersifat personal dan
individual.
2. Keperawatan penting untuk menciptakan pengalaman akhir kehidupan
yang damai. Perawat mengkaji dan menginterpretasikan isyarat yang
mencerminkan pengalaman akhir kehidupan seseorang dan menangani
dengan tepat untuk memelihara pengalaman yang damai, bahkan
ketika seseorang yang akan menemui ajal tidak dapat berkomunikasi
secara verbal.
Dua asumsi tambahan yang implisit:
1. Keluarga, merupakan suatu hubungan yang termasuk dalam semua
orang yang penting/ berarti, merupakan bagian penting dari end of life.
Keluarga harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan paliatif
2. Tujuan perawatan end of life bukan untuk mengoptimalkan perawatan,
namun lebih dari itu, most technologically advanced treatment, tipe
perawatan yang biasanya menghasilkan perawatan yang lebih. Tujuan
dari perawatan akhir kehidupan adalah untuk memaksimalkan
perawatan, perawatan yang paling baik yang memungkinkan dan
disediakan dengan lebih adil menggunakan ukuran teknologi dan
kenyamanan, untuk mencapai kualitas kehidupan dan kematian yang
damai.
32
Peaceful End of Life
Providing physical
assistance of
anotther caring
person, if desired
33
Gambar 2.5 Hubungan antara Konsep Teori Peaceful End of Life Ruland dan Moore
(1998). Theory consruction based on standard of care: A proposed theory of the peaceful
end of life. Nursing Outlook.
34
menyatakan mengalami tingkat ketidaknyamanan yang tinggi dalam proses
kematian pasien ( Ruland & Moore, 1998 ; Doyle 2003; Zebrack, 2009;
Lynn et al, 1997). Teori Peaceful End of Life (EOL) dari Ruland & Moore
lebih memfokuskan pada dasar pengambilan keputusan perawatan paliatif di
rumah. Sementara theory planned behavior fokus pada variable yang
mempengaruhi pengambilan keputusan perawatan paliatif di rumah.
Selama diskusi tentang perawatan paliatif atau end of life, opini dari
keluarga dalam pengambilan keputusan perawatan paliatif di rumah tidak
boleh diabaikan oleh perawat dan tenaga kesehatan lainya. Peran dan fungsi
pengambilan keputusan oleh keluarga pasien kanker stadium terminal
dihadapkan beberapa pertimbangan multidimensi seperti finansial,
pengobatan, legalitas, social masyarakat dan kebutuhan spiritual pasien.
Keluarga sering dihadapkan dilemma terhadap pengambilan keputusan
tempat perawatan paliatif di rumah. Hal ini memerlukan pemahaman dari
tenaga kesehatan khususnya perawat terhadap hal-hal yang mempengaruhi
keputusan keluarga pasien dalam perawatan paliatif di rumah. (Morita T et
al, 2004; Chiu TY, 2009)
Theory planned Behaviour (TPB) merupakan teori yang paling tepat dan
banyak digunakan dalam menjelaskan intention (pemilihan suatu keputusan)
perilaku kesehatan. Contoh penelitian yang merujuk pada TPB dalam
bidang kesehatan adalah pemilihan keputusan dalam oral hygiene,
pemeriksaan HIV (Human Imunodefiensi Virus) dan ARV (Anti Retrroviral)
(Hoffmann, et al 2013). Penelitian terbaru yang menjelaskan penggunaan
TPB dalam dunia keperawatan adalah dari penelitian oleh Lapkin, S (2015).
TPB digunakan untuk menilai dan menganalisi pemilihan mahasiswa
keperawatan dalam melakukan tindakan keperawatan yang aman dan
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
35
Gambar 2.6 Model The Theory of Planned Behavior (TPB) Sumber: Ajzen
(1991)
36
Attitude terhadap perilaku (A) adalah evaluasi seseorang terhadap suatu
perilaku. Attitude dibentuk dari dua komponen yang saling berinteraksi.
Komponen-komponen tersebut adalah belief tentang konsekuensi-
konsekuensi dari suatu perilaku (behavioral beliefs) serta evaluasi atas
konsekuensi tersebut, apakah dianggap sebagai hal positif ataukah negatif
(outcome evaluations). Belief bahwa perawatan paliatif di rumah adalah
penelantaran dari rumah sakit terhadap pasien kanker stadium terminal
adalah contoh belief negative yang dipikirkan atau dirasakan keluarga
yang akan mengarah pada sikap yang negative terhadap perawatan paliatif
di rumah, demikain juga sebaliknya jika keuarga memiliki belief yang
positif.
37
persepsi tentang kekuatan dari masing-masing faktor tersebut (power of
control factors). Dalam penelitian ini, keluarga bisa saja memiliki sikap
yang positif dan orang lain lain akan sangat mendukung keputusanya
tersebut. Namun, akhirnya tetap tidak mau untuk mengambil keputusan
perawatan di rumah akibat terhambat oleh faktor perasaan takut dan tidak
mampu melakukan perawatan pasien kanker stadium di rumah.
Teori Health Belief Model (HBM) ini dapat digunakan untuk menjelaskan
alasan pemilihan keputusan suatu perilaku kesehatan. TPB dan teori HBM
adalah teori yang sama-sama fokus pada persepsi dan belief dari keluarga
yang mempengaruhi pengambilan keputusan mereka dalam perilaku
kesehatan. Teori HBM adalah teori perilaku individu pertama dan secara luas
digunakan di dunia kesehatan. Teori HBM pada awal kemunculannya
digunakan oleh U.S Public Health Service (USHPS) untuk meneliti penyebab
keengganan dari masyarakat pemukiman Negara Amerika untuk melakukan
Screening Tuberculosis gratis menggunakan sinar X yang disponsori oleh
USHPS. Screening Tuberculosis ditawarkan secara gratis dan menggunakan
mobil layanan sebagai sarana telah menjadi akses yang sangat mudah
dijangkau oleh masyarakat. Tapi pada kenyataanya hanya sedikit saja yang
mendatangi layanan gratis tersebut. Pada tahun 1950 Hochbaum melakukan
penelitian untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi kegagalan program
tersebut. Kesimpulan yang didapat adalah kebanyakan masyarakat cenderung
mengambil keputusan terhadap program kesehatan apabila mereka merasa
memerlukan dan percaya manfaat dari program kesehatan tersebut (Edberg,
2010)
38
perawatan paliatif di rumah yang disarankan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Proses kognitif dari HBM tergantung informasi terdahulu yang
datang . Keluarga akan memilih tempat perawatan paliatif yang sesuai dengan
keyakinan atau penilaian kesehatan yang dirasakan keluarga dan
mempertimbangkan antara keuntungan dan kerugian yang didapat dalam
perawatan paliatif di rumah (M.H Becker, 1974). Komponen dari Health
Belief Model adalah (Edberg, 2010):
1) Perceived Suscetability
Perceived Suscetability atau kesadaran akan rentannya suatu penyakit
dapat menyerang pasien akan menimbulkan motivasi untuk mengambil
keputusan mengobati atau mengambil suatu program kesehatan. Ketika
keluarga mempercayai dampak negatif yang terjadi apabila memutuskan
meneruskan perawatan paliatif di rumah sakit seperti risiko pasien dan
keluarga akan terkena infeksi nosokomial semakin besar dan
meningkatnya perasaan depresi akibat kesepian dari pasien maka akan
lebih memungkinkan keluarga akan mengambil keputusan perawatan
paliatif di rumah (Chan, 2005)
2) Perceived Seriousness
Persepsi keluarga pasien pasien kanker stadium terminal tentang
keseriusan dari dampak komplikasi yang muncul ketika meneruskan
perawatan di rumah sakit akan mengarah pada upaya memilih perawatan
paliatif di rumah demi mencegah atau mengurangi gejala yang dapat
dirasakan pasien. Semakin serius risiko dampak yang diperoleh pasien dan
keluarga apabila meneruskan perawatan di rumah sakit, maka semakin
besar motivasi keluarga untuk mengambil keputusan perawatan di rumah.
Pada saat Perceived Seriousness berasal dari informasi olehh tenaga
kesehatan seperti perawat atau dokter, hal itu akan menjadi keyakinan
yang kuat bagi keluarga pasien. Gabungan antara perceived susceptibility
dan perceived seriousness disebut sebagai persepsi ancaman (M.H Becker,
39
1974). Keluarga akan mengambil keputusan berdasarkan persepsi ancaman
apabila menolak mengambil keputusan perawatan paliatif di rumah.
3) Perceived Benefit
Keluarga dalam mempertimbangkan keputusan perawatan paliatif di
rumah akan melihat dari manfaat yang akan dirasakan nantinya. Persepsi
yang baik terhadap perawatan paliatif di rumah oleh keluarga akan
berperan signifikan dalam penentuan keputusan mereka. Semakin besar
manfaat yang diketahui keluarga melalui perawatan paliatif di rumah ,
maka akan semakin besar peluang keluarga akan mengikuti program
perawatan paliatif di rumah.
4) Perceived Barrier
Adanya masalah yang menghalangi dalam perawatan paliatif di rumah,
mempengaruhi pengambilan keputusan dari keluarga. Semakin kecil
masalah yang menghalangi keluarga melakukan perawatan paliatif di
rumah ,semakin besar peluang keluarga akan mengikuti program
perawatan paliatif di rumah.
5) Self Efficacy
Kepercayaan diri keluarga untuk mampu dalam merawat anggota keluarga
kanker stadium terminal akan mempengaruhi pengambilan keputusan
perawatan paliatif di rumah oleh keluarga.
6) Cues to Action
Nasehat dari anggota keluarga lain atau orang terdekat akan
mempengaruhi peneriman perawatan paliatif di rumah oleh keluarga.
40
skrining kanker payudara, persepsi kesehatan untuk memahami faktor yang
mempengaruhi keputusannya (Deborah et al, 2007). Tidak hannya tentang
pemeriksaaan kanker payudatan teori HBM pernah digunakan. Teori ini
pernah dipakai dalam pengambilan keputusan skrining kanker kolorektal
(CRC). Para responden masih memiliki pemahaman bahwa mereka akan
mengambil skrining CRC apabila sudah dapat rekomendasi dari dokter dan
mereka menganggap manfaat skrining CRC masih sangat sedikit.
Pengambilan keputusan untuk skrining CRC juga diketahui dipengaruhi
sikap negatif dan keyakinan yang salah terhadap skrining CRC (Khawaldeh,
2008).
41