You are on page 1of 23

B.

TORSION
Ischemic injury to the testis secondary to twisting of the
testis on the spermatic cord pedicle is common in prepubertal
and early postpubertal boys. When diagnosed and
corrected
surgically within 6 hours of occurrence, the testis
can
usually be saved. Torsion may result in inoculation of
the
immune system with testis antigens that may predispose
to later immunological infertility. It recognized that
the
normal contralateral mate of a torsed testis could also
exhibit histologic abnormalities. It has not been clearly
demonstrated whether this is related to the actual torsion
or to an underlying abnormality in testes predisposed to
torsion.

Testicular Pain
Testicular pain due to trauma, infection, or torsion of
the spermatic cord is very severe and is felt locally,
although there may be some radiation of the discomfort
along the spermatic cord into the lower abdomen.
Uninfected hydrocele, spermatocele, and tumor of the
testis do not commonly cause pain. A varicocele may
cause a dull ache in the testicle that is increased after
heavy exercise. At times, the first symptom of an early
indirect inguinal hernia may be testicular pain (referred).
Pain from a stone in the upper ureter may be referred to
the testicle.

Testicular torsion
Any man who presents with an acute onset of testicular pain
should be considered as having testicular torsion. The peak age
for this is in adolescence; it is rare in men older than 30 years.
The main differential diagnoses are torsion of the hydatid of
Morgagni (which typically occurs in younger children),
epididymitis (which is usually caused by Chlamydia in younger
men and is related to urinary tract infections in older men),
and, rarely, testicular tumours.
Younger children localise pain poorly, so the testes always
should be examinedespecially in younger children who
present with abdominal pain. The classic presentation for
testicular torsion is a sudden onset of pain that typically wakes
the patient at night and is associated with abdominal
discomfort and possibly vomiting.
On examination, the testis is usually very tender and often
is riding high or lying abnormally as a result of shortening of
the cord via the torsion. The golden rule is that if any doubt
exists, the patient should have a scrotal exploration, as the
blood supply to the testis is completely cut off in torsion and
the testis will die in about six hours

Top 10 tips for urological


emergencies

If urethral catheterisation is not straightforward, do not force


itseek experienced help.
Always record the immediate post-catheterisation residual
volume, as this may influence subsequent management
If an older patient develops nocturnal enuresis, always
suspect chronic retention.
In patients with pelvic trauma, remember the possibility of a
ruptured urethra.
Obstruction and infection in a kidney are urological
emergencies.
Beware renal colic on the left side in older menconsider a
ruptured abdominal aortic aneurysm
Any testicular pain in a young man is torsion until proved
otherwise.
Priapism needs to be corrected rapidly to avoid ischaemic
fibrosis of the penis.
Do not rush paraphimosis reduction. Persistent pressure is
needed on the swollen glans for several minutes to
decompress it.
Do not forget spinal cord compression in a patient with a
known primary cancer that has a strong tendency to
metastasise to the bone (prostate and kidney, as well as
breast, bronchus, and thyroid).
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena
atau arteri ke testis dan epididymis (Siroky, 2004). Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 400 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling
banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun) (Purnomo, 2000).

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:

Bambang Pamungkas, 16 tahun, diantar ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada buah pelirnya. Sekitar setengah jam yang lalu kemaluan
penderita tiba-tiba terasa nyeri sekali saat sedang nonton TV. Nyeri terasa terutama pada buah pelir kiri dan meluas hingga perut dan terasa
mulas. Nyeri terasa terus menerus disertai muntah satu kali.

Bambang mengatakan tak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut. Bambang Pamungkas adalah seorang yang banyak aktivitas bahkan 3
jam sebelumnya masih bermain sepak bola.

MenPemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Tanda vital dalam batas normal. Scrotum kiri tampak lebih besar
dibanding scrotum kanan, warna scrotum kanan dan kiri sama. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi dan dengan posisi testis yang melintang.
Scrotum kiri terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap saat scrotum diangkat/digerakkan ke proksimal. Pada daerah inguinal kiri tak
didapatkan pembengkakan.

Dokter merencanakan tindakan operasi, dijelaskan kepada pasien bahwa kejadian tersebut dapat menyebabkan kemandulan apabila tidak
dioperasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien?

2. Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien?

4. Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Bagaimana pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien?

2. Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien?

4. Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut?

D. MANFAAT PENULISAN

Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi dari torsio testis.

Menjelaskan kelainan pada sistema genitalia masculine.

Menjelaskan penegakan diagnosis penyakit pada sistema urogenital.

Menjelaskan prognosis secara umum tentang penyakit pada system urogenital.

Menjelaskan managemen/penatalaksanaan penyakit pada system urogenital.

E. HIPOTESIS

Pasien dalam skenario mengalami gangguan berupa pembengkakan pada testis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Testis


Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam
scrotum dengan axis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh tunika
albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ
yang berbentuk kurva yang terletak disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari arteri renalis
(Kusbiantoro, 2007).

Testis bagian dalam terbagi atas lobules yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma, atau
spermatogenesis, terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosterone. Epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan
duktus seminiferus, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga
ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius kemudian bergabung dengan uretra
(Wilson & Hillegas, 2006).

Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang
menjelaskan mengenai proses ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis
hypothalamus-pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17 kehamilan, testis mengalami migrasi
transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal interna (Kusbiantoro, 2007).

Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan
temperature testis agar tetap stabil dan ideal, yaitu 2C dibawah suhu bagian dalam tubuh. Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah
spermatogenesis dengan menyebabkan degenerasi sebagian besar sel-sel tubulus seminiferus selain spermatogonia. Pada cuaca yang dingin,
reflex skrotum menarik testis mendekati tubuh untuk mempertahankan perbedaan 2C tersebut (Purnomo, 2000; Guyton & Hall, 2007).

B. Etiologi dan Patogenesis

Adanya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang
menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan
yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum (Purnomo, 2000). Dikatakan pula bahwa spasme
dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula menjadi factor pencetus (Kusbiantoro, 2007). Faktor predisposis lain terjadinya
torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang (Ringdahl & Teague, 2006).

Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster.
Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah
terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas, 2006). Pada akhirnya, testis akan
mengalami nekrosis (Purnomo, 2000).

C. Patofisiologi

Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika
vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari
epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari
scum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapper deformitas, dan keadaan ini menyebabkan
testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda
(Kusbiantoro, 2007).

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non
fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi
pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis (Kusbiantoro, 2007).

D. Manifestasi Klinis

Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan
hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis
dapat disebabkan karena varikokel (Purnomo, 2000).

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu
disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan
dengan apendisitis akut (Purnomo, 2000). Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan.
Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-
epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006; Leape, 1990).

E. Pemeriksaan Fisik

Pada torsio testis didapatkan testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang pada torsio
testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam
(Purnomo, 2000). Pada saat permulaan epididimis masih teraba tapi tidak dalam posisi normal (Alif, 1994).
Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis
yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan
dengan testis kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan
dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila
dilakukan elevasi testis (Prehn sign) (Kusbiantoro, 2007).

Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis (Ringdahl & Teague, 2006).

F. Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti
klinis yang nyata (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006).

Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah yang tidak menunjukkan tanda inflamasi,
kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril (Purnomo, 2000). Adanya peningkatan acute-fase protein
(dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).

Madsen menganjurkan memeriksa cairan prostat untuk membedakan epididimitis dari torsio testis. Dari 50 kasus epididimitis yang belum
memperoleh antibiotika, dia mendapatkan cairan prostatnya penuh dengan lekosit, sedangkan dari 6 kasus torsio testis dia hanya mendapatkan
<>

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai
stetoskop Doppler, USG Doppler dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak
didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis (Purnomo, 2000).

G. Diagnosis Banding

Akut skrotum adalah keadaan-keadaan dimana didapatkan adanya nyeri mendadak yang hebat di dalam skrotum dan seringkali disertai
pembengkakan dari isi skrotum. Keadaan ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat karena beberapa penyebab dari akut skrotum ini
adalah problem vaskular sehingga prognosanya sangat dipengaruhi oleh lamanya gangguan vaskular tersebut berlangsung. Dari pengamatan
selama tahun 1993 di IGD RSUD Dr. Soetomo, dari 85 kasus akut skrotum diagnosa yang didapatkan terdiri dari 34 torsio testis dan 51
epididimitis. Dari 34 torsio testis tersebut 1 diantaranya diagnosa preoperasinya hernia inguinalis lateralis inkarserata. Jadi diferensial diagnosa
yang harus dipertimbangkan dalam menangani akut skrotum adalah: 1) Torsio testis; 2) Epididimitis; 3) Hernia inkarserata; 4) Torsio apendik
testis; 5) Torsio apendik epididimis; dan 6) Tumor testis (Alif, 1994).

Tidak adanya keluhan traktus urinarius dan urinalisis yang normal pada torsio testis banyak ditekankan oleh para ahli (Alif, 1994).

Epididimitis akut

Secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut, biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari
uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan coitus dengan bukan istrinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya
(Purnomo, 2000).

Jika dilakukan elevasi testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang tetapi pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn).
Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya lekosituria atau bakteriuria
(Purnomo, 2000).

Torsio testis Epididimitis

Umur <30> Semua umur

Onset Mendadak Pelan-pelan

Nyeri + +

Bengkak + +

Letak Lebih tinggi Normal

Posisi testis Horizontal Vertical

Letak epididimis Tak tentu Posterolateral

Febris +/- +/-

Lekositosis +/- +/-

Lekosituria (-) (+)


(Alif, 1994).

Hernia scrotalis inkarserata

Didahului dengan anamnesis, biasanya didapatkan benjolan yang dapat keluar masuk kedalam skrotum (Purnomo, 2000).

Hidrokel terinfeksi

Dengan anamnesis sebelumnya, sudah ada benjolan di dalam skrotum (Purnomo, 2000).

Tumor testis

Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis (Purnomo, 2000).

Edema skrotum

Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang
tidak diketahui sebabnya (idiopatik) (Purnomo, 2000).

H. Penatalaksanaan

Detorsi manual

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah
torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi
kearah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi harus tetap dilaksanakan
(Purnomo, 2000).

Operasi

Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami
nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi pada testis
kontralateral (Purnomo, 2000).

Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika Dartos dengan mempergunakan bahan yang tidak
diserap misalnya sutera. Tamil melaporkan terjadinya torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah orchidopeksi mempergunakan "chromic catgut".
Sedangkan Kuntze melaporkan 2 kasus torsio pada testis yang telah di fiksasi dengan "chromic catgut" (Alif, 1994). Orchidopeksi dilakukan
untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali (Purnomo, 2000).

Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orchidektomi) dan kemudian disusul orchidopeksi pada
testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibody
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari (Purnomo, 2000).

I. Prognosis dan Komplikasi

Torsio testis seringkali mengalami reposisi spontan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang
sama pada masa sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya (Alif, 1994). Terdapat waktu 4 hingga 8 jam periode jendela dari onset gejela klinis
torsio hingga intervensi bedah diperlukan untuk menyelamatkan testis yang mengalami torsio (Mansbach et.al, 2005).

Testis yang pernah mengalami torsio, trauma, serta didapatkannya varikokel atau kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis.
Disamping itu torsio atau trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknyablood testis barrier (Purnomo, 2000).

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien yang berusia 16 tahun, merupakan prevalensi tertinggi dari kasus torsio testis. Hal ini mungkin dapat dikarenakan kegiatan remaja yang
sangat aktif, misalnya dengan bermain sepakbola. Nyeri yang dirasakan meluas hingga perut danterasa mulas, selain itu disertai muntah. Hal
ini dikarenakan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan percabangan dari N. Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari
ganglion coeliacum, yang juga merupakan pangkal inervasi dari gaster. Plexus testicularis juga merupakan percabangan dari N. Lumbal I-II yang
merupakan cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan ganglion mesenterica superior, yang juga menginervasi jejunum dan
ileum.

Tidak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut memperkuat dugaan torsio testis, karena gangguan miksi yang terasa panas dan terbakar
lebih sering terjadi pada orchio-epididimitis. Selain itu, tidak adanya gangguan flatus menandakan keluhan yang timbul tidak berasal dari traktus
gastrointestinal.
Hasil dari pemeriksaan fisik semakin memperkuat penegakan diagnosis torsio testis. Scrotum kiri lebih sering mengalami torsio, karena letak
yang lebih rendah dengan funiculus spermaticus yang lebih panjang, sehingga scrotum kiri terlihat lebih tinggi, posisi melintang, dan tampak
lebih besar dibanding dengan scrotum kanan. Funiculus spermaticus memuntir, dan bertambah pendek, sehingga scrotum kiri kemudian menjadi
bertambah tinggi, dan berubah posisi menjadi melintang. Warna scrotum kanan dengan kiri yang sama menunjukkan bahwa gangguan
vascularisasi yang terjadi mungkin belum menunjukkan tanda bahaya akibat iskemia jaringan, misalnya tampak berwarna biru. Begitu pula
dengan adanya nyeri yang menetap saat scrotum diangkat (tanda dari Prehn). Tidak ada pembengkakan pada daerah
inguinal menandakan tidak terdapatnya infeksi atau metastasis carcinoma di inguinal.

Tindakan operasi yang dimaksud harus cepat dilaksanakan, karena apabila lewat dari 6 jam sejak keluhan nyeri muncul, maka akan terjadi
nekrosis dari jaringan testis itu sendiri, sehingga dapat menyebabkan kemandulan di kemudian hari jika operasi tidak segera dilaksanakan.
Macam-macam Kelainan Systema Genitalia Masculina
2.4.1 Torsio Testis
DEFINISI
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu singkat
(dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai sindrom musim dingin. Hal ini disebabkan
karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga merupakan
kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan
angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis harus selalu
dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun
kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar dua per
tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio
yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan
disekitarnya.
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena angka
keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya
lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah torsio
adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal
(29%), dan keterlambatan terapi (13%).
PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina
torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena
abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis
posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan
fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapper deformitas,
dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi
torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai
akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding
scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering
terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.

Gambar A. Ekstravagina torsio B Intravagina torsio

MANIFESTASI KLINIS
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul mendadak
atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat trauma
didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis
yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak
berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat pula timbul
nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan
pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang
membedakan dengan orchio-epididymitis.10
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
Nyeri perut bawah
Pembengkakan testis
Darah pada semen

TATALAKSANA
1. Reduksi Manual
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran darah ke
testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada waktu
yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat
dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh
karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya nyeri
hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat
diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi
non invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml
Lidocain atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah
midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio
terjadi lebih dari 360o, sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi
penuh terhadap testis yang mengalami torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual
berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam
literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka keberhasilan
26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.
2. Pembedahan
Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak berhasil
dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien
dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang
mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik
diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4 hingga
6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis secara
langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi
inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya
testis direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi
orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah
timbulnya komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis kontralateral. Oleh
karena abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis
kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.
(emedicine, 2012)
2.4.2 Hydrocele
DEFINISI
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi
oleh sistem limfatik di sekitarnya.
ETIOLOGI
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum sempurnanya
penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis
atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi
cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab
sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun
obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada
pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang
terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan
ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong
hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel
testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena
berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi
hidrokel.
Gambar 3. Hidrokel komunikans (pada anak)
Gambar 4. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis,
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.
TATALAKSANA
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih
tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan
hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah : (1) hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel permagna
yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-
hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai
dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

2.4.3 Trauma Testis


DEFINISI
Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan
intratestikular(hematocele) dan berbagai macam derajatekimosis pada dinding skrotum.
(Mevorach, 2011)

ETIOLOGI
Berbagai macam jenis trauma yang terjadi pada skrotum berupa:
Avulsi
Trauma tumpul
Trauma tajam (tembus)

PATOFISIOLOGI
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan cedera
pada skrotum.

MANIFESTASI KLINIS
Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.
(Mevorach, 2011)
Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skinavulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.(Sjamsuhidayat, 1997)

DIAGNOSIS
Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi. Pemeriksaan urin
penting untuk membedakan dengan penyebab pembesaran intraskrotal lainnya, dan
membantu mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat diketahui adanya
trauma pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan ini penting
terutama pada luka tusuk.9,17Ultrasonografi skrotum dapat memberi gambaran akurat
kerusakan testis sehingga dapat dihindari eksplorasi yang tidak perlu.(Sjamsuhidayat, 1997)

TATALAKSANA
Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan minimal, atau
pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif terdiri dari elevasi
skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan terutama pada
kasus skinavulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.
Tindakan Bedahuntuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi, mengontrol perdarahan, dan
mempercepat pemulihan.

2.4.4 Orkitis
DEFINISI
Orkitis adalah peradangan testis, yang jika dengan epididimitis menjadi epididimorkitis dan
merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis (Price, 2005).
ETIOLOGI
Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meliputi Coxsackie
virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabkan orkitis antara lain
Neisseriagonorhoeae, Chlamydiatrachomatis, E. coli, Klebsiellapneumoniae,
Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcussp., dan Streptococcussp. Pasien
immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah dengan imunosupresif)
dilaporkan terkena orkitis dengan agen penyebab Mycobacteriumaviumcomplex,
Crytococcusneoformas, Toxoplasmagondii, Haemophilusparainfluenzae, dan Candidaalbicans.
(Mycyk, 2010)
Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
Immunisasigondongan yang tidak adekuat
Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
Infeksi saluran kemih berulang
Kelainan saluran kemih.
Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
Berganti-ganti pasangan
Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan penyebab orkitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan (mumps),
dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari setelah
pembengkakan kelenjar parotis (LeMone, 2004).
Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orkitis, sekitar 15 % - 20% pria menderita orkitis
akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra pubertas dengan orkitisparotitika dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas,
biasanya terjadi kerusakan tubulusseminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel
leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas
yang bermakna pada pria dewasa dengan orkitisparotitika. Tuberkukosisgenitalia yang
menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat
terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat
menyebar melalui fenikulusspermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada
epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal (Price, 2005).
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala orkitis dapat berupa demam, semen mengandung darah, keluar nanah dari
penis, pembengkakan skrotum, testis yang terkena terasa berat, membengkak, dan teraba
lunak, serta nyeri ketika berkemih, buang air besar(mengejan), melakukan hubungan seksual.
Selanglangan klien juga dapat membengkak pada sisi testis yang terkena (Mycyk, 2010).
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Biasanya terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening diselangkangan dan pembengkakan testis yang
terkena.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah:
Analisa air kemih
Pembiakan air kemih
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah.
TATALAKSANA
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda
nyeri dan anti peradangan.
Terapi penunjang untuk orkitis antara lain:
Tirah Baring
Kompres dingin atau panas untuk analgesia
Skrotum diangkat

2.4.5 Epididymitis
DEFINISI
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.
ETIOLOGI
Epididimitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan dengan:
Infeksi saluran kemih
Penyakit menular seksual (misalnya klamidia dan gonore)
Prostatitis (infeksi prostat).
Epididimitis juga bisa merupakan komplikasi dari:
Pemasangan kateter
Prostatektomi (pengangkatan prostat).
Resiko yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti pasangan seksual dan tidak
menggunakan kondom.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya


epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari uretra
parsprostatika menuju epididimis melalui duktusejakulatoriusvesikaseminalis, ampula dan vas
deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya
anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis
karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti
sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.
(Sabanegh, 2011; Sjamsuhidayat, 1997)
Infeksi berawal di kaudaepididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis.
Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang berkembang abses
yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh refluks
dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera perut. (Sjamsuhidayat,
1997)
MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum, yang sifatnya bisa ringan atau berat.
Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena
sangat nyeri. Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan.
Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah:
Benjolan di testis
Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena
Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena
Nyeri testis ketika buang air besar
Demam
Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis)
Nyeri ketika berkemih
Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
Darah di dalam semen
Nyeri selangkangan.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Testis pada sisi yang
terkena kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya terbatas pada daerah tertentu (tempat
melekatnya epididimis). Bisa ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di
selangkangan.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Analisa dan pembiakan air kemih
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah.

TATALAKSANA
Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda nyeri dan
anti peradangan.
Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti:
Pengurangan aktivitas
Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk
mencegah regangan berlebihan pada skrotum.
Kompres es
Pemberian analgesik dan NSAID
Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra (Schneck, 2002).

2.4.6 Carsinoma Testis


DEFINISI
Kanker testikular adalah bentuk kanker yang relatif jarang dan merupakan keganasan padat
yang paling sering pada laki-laki muda. Usia puncaknya adalah 15 hingga 35 tahun dengan
insiden puncak setelah usia 40 tahun.
Terdapat dua kelompok besar tumor testikular, yaitu:
a. Tumor Sel Germinal (GCT)
Berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma dan dibatasi oleh tubulus seminiferus. Faktor risiko
GCT seperti kegagalan penurunan testis ke dalam skrotum akan meningkatkan risiko berkembangnya
kanker testikular.
GCT dibagi dalam dua subtipe seminoma dan nonseminoma berdasarkan rencana pengobatan karena
seminoma lebin sensitif terhadap terapi radiasi. Kira-kira 75% dari seminoma terbatas pada testes ketika
didiagnosis, sedangkan nonseminoma telah menyebar ke kelenjar limfe. Terdapat 4 subtipe nonseminoma,
yaitu teratoma, karsinoma embrional, kasinoma yolk sac, koriokarsinoma, dan variasi campuran sel-sel ini.
Teratoma memiliki resiko metastasis paling rendah, sedangkan koriokarsinoma dengan risiko paling tinggi.
Sel-sel ini akan menghasilkan alfa fetoprotein(AFP) dan hCG yang dapat berfungsi sebagai penanda
tumor.
b. Sex Cord Tumors
Berasal dari sel-sel penunjang testis (sel nongerminal). Tumor sel Leydig paling sering timbul pada orang
dewasa juga pada anak-anak. Tumor ini biasanya jinak, dan terlhat sebagai pembengkakan testikular.
Tumor ini dapat mensekresikan hormon androgen atau esterogen yang menyebabkan pubertas dini atau
ginekomastia pada laki-laki. Tumor sel sertoli dapat timbul pada semua usia, biasanya jinak, namun
kadang-kadang memperlihatkan keganasan. Tumor ini juga dapat mensekresikan hormon androgen dan
estrogen, namun tidak cukup untuk menyebabkan maskulinisasi atau feminisasi dini.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda kanker testikular yang paling sering adalah pembengkakan tanpa rasa nyeri dan
adanya massa dalam satu testis. Tidak jarang juga, didapatkan adanya rasa nyeri yang terus
menerus atau terasa berat pada abdomen bagian bawah, lipat paha, atau daerah skrotum.
DIAGNOSIS
TSE (pemeriksaan testikular sendiri) pada laki-laki diatas 15 tahun sangat disarankan untuk
mengetahui secara dini jika terdapat adanya kelainan pada testis. Ultrasonografi skrotum
dapat membedakan antara massa ekstratestikular (biasanya jinak) dengan massa testikular
(biasanya ganas).
TATALAKSANA
Orkidektomi inguinal radikal adalah prosedur pilihan dalam mengevaluasi diagnosis massa
testikular, serta merupakan langkah pertama dalam mengobati kanker testikular. Biopsi antar
skrotum tidak disarankan karena adanya risiko penyebaran tumor lokal ke dalam skrotum
atau menyebar ke kelenjar limfe inguinalis.
2.4.7 Varicocele
DEFINISI
Varicocele adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis vena yang
mengalirkan darah ke setiap testis.
ETIOLOGI
Varicocele ini lebih sering mengenai testis sinistra dibandingkan dengan testis dextra, karena
vena testicularis sinistra akan bermuara ke vena renalis terlebih dahulu kemudian bermuara
ke vena cava inferior, sedangkan vena testicularis dextra akan langsung bermuara ke vena
cava inferior. Varicocele pada testis dextra dapat merupakan tanda obstruksi yang disebabkan
oleh tumor.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang dirasakan adalah perasaan berat pada sisi yang terkena dan terasa lunak ketika
di palpasi dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan massa yang
teraba sebagai sekantong cacing yang teraba ketika pasien dalam posisi berdiri, sedangkan
kita pasien berbaring, massa dapat mengosongkan isinya dan tidak teraba.
Konsentrasi dan pergerakan sperma akan menurun pada laki-laki dengan varicocele,
sedangkan hubungannya dengan infertilitas belum diketahui. Namun, mungkin berkaitan
dengan peninggian suhu, karena salah satu fungsi pleksus pampiniformis adalah untuk
menjaga suhu testes 1 atau 2oF lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang
optimal untuk memproduksi sperma.
TATALAKSANA
Bedah perbaikan pada varicositas sdengan meligasi vena spermatika internapada cincin
inguinal interna dapat meningkatkan kualitas sperma. Nyeri kronik yang dirasakan dapat
dikurangi dengan penyangga skrotum. (Sylvia, 2005)

BAB III
PEMBAHASAN

Systema genitalia masculina dibagi atas organa genitalina externa et interna. Organa
genitalina externa terdiri dari penis dan scrotum sedangkan organa genitalina interna terdiri
dari testis, epididymis, ductus defferens, ductus ejaculatorius, vesicula seminalis, glandula
prostata dan glandula bulbourethralis. Testis merupakan organ yang menghasilkan
spermatozoa yang akan dialirkan melalui ductus-ductus dan diberikan cairang tambahan oleh
glandula sebelum keluar menjadi semen. Testis dilindungi oleh tunica-tunica yang
menjembatani tuica dengan testis.
Pada skenario penderita berumur 16 tahun, karena pada masa remaja banyak dikaitkan
dengan kelainan sistem penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi
sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika
mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding
scrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak ke
kantung tunica vaginalis dan menggantung pada funiculus spermaticus.
Anak remaja tersebut mengalami nyeri pada buah pelir, hal ini biasanya terjadi biasanya
karena sebelumnya terjadi trauma pada testis sehingga menimbulkan nyeri. Selain karena
trauma adanya pergerakan yang berlebihan dari testis. Dan pergerakan ini disebabkan oleh
perubahan suhu yang mendadak (sepeti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana terlalu ketat, ataupun pada saat defekasi.
Nyeri pada saat istirahat dan secara tiba-tiba bisa jadi disebabkan oleh spasme dan kontraksi
dari otot kremaster dan tunica dartos bisa pula menyebabkan nyeri mendadak. Sedangkan
pada saat latihan bisa jadi disebabkan karena latihan yang berlebihan
menyebabkan pergerakan yang berlebihan dari testis dan funiculus spermaticus yang melilit
melalui proses setelah latihan yang terlalu berat.
Nyeri juga menjalar hingga perut dan terasa mulas, selain itu disertai muntah. Hal ini
disebabkan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan percabangan dari n.
Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari ganglion coeliacum, yang juga merupakan
pangkal inervasi dari gaster. Plexus testicularis juga merupakan percabangan dari n. Lumbalis
I-II yang merupakan cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan ganglion
mesenterica superior, yang juga menginervasi jejenum dan ileum.
Tidak adanya gangguan BAK merupakan pertanda bahwa penderita tidak mengalami
gangguan atau infeksi atau metastase pada tractus atau organ uropoetica. Sedangkan ,
penderita dapat buang angin menandakan bahwa gejala yang diaalami bukan dari ganguan,
infeksi ataupun metastase pada tractus ataupun organa GIT.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan scrotum kiri lebih besar dibandingkan panjang
dari hal terjadinya edema pada scrotum kiri,sehingga scrotum kiri lebih besar. Selain itu
hydrocele juga dapat menyebabkan scrotum terlihat lebih besar. Dan kemungkinan yang kami
temukan adalah torsio testis.
Dilihat dari segi warna, scrotum terlihat sama. Hal ini masih membingungkan untuk kami,
karena bisa jadi scrotum memiliki warna kemerahan yang sama atau keduanya memiliki
hiperpigmentasi yang sama.
Sedangkan posisi normal dari testis kiri lebih rendah karena funiculus spermaticus kiri lebih
panjang, tapi pada skenario terlihat scrotum kanan lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh
funiculus spermaticus yang terpelintir sehingga panjang dari funiculus spermaticus berkurang.
Nyeri juga didapatkan untuk menyingkirkan diagnosa banding berupa tumor. Kebanyakan
tumor tidak menimbulkan nyeri.
Pembesaran dari kelenjar inguinal tidak didapatkan pada pasien ketika dilakukan pemeriksaan
fisik. Hal ini membuktikan bahwa gejala yang muncul dan dirasakan oleh pasien bukan
berasal dari infeksi. Karena kelenjar limfonodi di inguinal akan mengalami pembesaran ketika
ada infeksi di daerah yang dia inervasikan, salah satunya adalah bagian systema genitalia
maskulina.
Didalam skenario tertulis bahwa dokter akan melakukan operasi. Hal ini didasari untuk
menghindari adanya jaringan yang mengalami nekrosis bila tidak dilakukan dalam empat jam.
Selain menghindari nekrosis jaringan hal ini juga dilakukan untuk menurunkan kuantitas dan
kualitas dari nyeri itu sendiri. Penyakit-penyakit yang diharuskan segera dilakukan operasi
adalah varicocele, undescensus testiculorum dan penyakit kegawatdaruratan lain yang
diharuskan melakukan tindakan operasi. Operasi ini juga dilakukan bila pengobatan secara
medikamentosa tidak berhasil atau tidak memberikan efek baik pada pasien.
Dari skenario yang ada kami menentukan diagnosa banding sebagai berikut torsio testis,
torsio appendix testis, funicocele, hidrocele, hematocele, epididimitis dan orchitis epididimitis
, varicocele dan tumor testis.
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
1. Pasien mengalami torsio testis intravaginal yang prognosisnya masih cukup baik apabila dilakukan
operasi secepatnya.
2. Torsio testis banyak terjadi pada anak remaja.
3. Torsio testis yang tidak ditangani dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.
4.2 Saran
1. Menghindari hal-hal yang menjadi pemicu terjadinya torsio testis seperti bergerak berlebihan,
rangsangan seksual, perubahan suhu mendadak, ketakutan, penggunaan celana ketat, trauma skrotum,
dll.
2. Melakukan operasi secepatnya agar tidak menimbulkan penurunan fertilitas di kemudian hari.
.
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis ini. Sehingga perlu
adanya pembahasan yang lebih terperinci.
Secara anatomi ,Testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran tetstis
pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua
buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika
albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta
tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis untuk dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar
tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli,
sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-
sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas
deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens
dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang
merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan
arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang
meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel. (2)

BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan
aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang berumur kurang
dari 25 tahun, paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Disamping itu, tak jarang janin yang masih berada dalam uterus atau bayi baru lahir
menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis
baik unilateral maupun bilateral.(2)

Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya
strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak
melekat dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak
mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam. (5)
II. ETIOLOGI
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas
tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Mesorchium yang panjang.
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan
terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan
itu antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan
yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai
scrotum.
Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih belum
banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah sekali
bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. (2)

Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell
clapper. Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal. (2)

III. GAMBARAN KLINIS/ sign and sympton


Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :
1. Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan (7)
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat
menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak.
Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. (6)
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di daerah
inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis,
maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata. (3)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru
terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini
biasanya tidak disertai dengan demam. (2)

Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika
terjadi secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis.
Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir
yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada testis. (6)Reflex
cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex kremaster, 100%
sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster
dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada
kasus-kasus torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa
digunakan sebagai satu-satunya acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio
testis.(5)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut
scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler,
dan sintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis.
(2)
Sayangnya, stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat
dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat
membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani.
Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya
kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler
berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan
aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi
patologis lain pada scrotum. (8)

Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the


left testis in a 14-year-old boy who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow in
the left testis compared with the right tstis.

Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the


right testis in a 16-year-old boy who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around
the right testis but absence of flow within the substance of the testis

Color Doppler ultrasonogram showing inflammation (epididymitis)


in a 16-year-old boy who had pain in the left testis for 24 hours. Note increased blood flow in
and around the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan pemeriksaan
darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama dan
mengalami keradangan steril. (2)
VI. DIAGNOSIS (8,9)
Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway Torsio
Testis / Testicular Torsion;
Protocol for
the diagnosis and treatment of the acute scrotum. (8)
VII. DIAGNOSIS BANDING (1,2,4,5)
1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri
scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra,
adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain
isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehns sign, yaitu jika testis
yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehns
sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehns sign negative).
Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan
sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat
keluar masuk ke dalam scrotum.
3. Hidrokel

4. Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis

5. Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya


sumbatan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak
diketahui sebabnya (idiopatik).
Perbedaan antara torsio testis, torsio appendix testis dan epididimitis dapat dilihat pada tabel
di bawah ini. (8)
Diagnosis of Selected Conditions Responsible for the Acute Scrotum

Onset
of Cremas
Conditi sympt Tender Urinal teric Treatm
on oms Age ness ysis reflex ent

Surgica
Testicul l
ar Early explora
torsion Acute puberty Diffuse - + tion

Bed
rest
Localize and
Appendi d to scrotal
ceal Subac Prepube upper elevati
torsion ute rtal pole - + on

Epididy Insidio Adolesc Epididy Antibiot


mitis us ence mal +/- + ic
Torsio testis
Torsio appendix testis
Epididimitis
VIII. PENATALAKSANAAN /management
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah. (5)
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar
testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial, maka
dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada
perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode open book (untuk testis kanan), Karena
gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang
pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang
waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur
pembedahan. (2,5)
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat,
pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa
anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi
torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana
testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi
manual akan memperburuk derajat torsio.(5)
2. Operatif

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat
proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu,
waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium,
atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian
ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis
kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu. (3,5,7)

Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang
tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali.
Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis
(orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami
nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. (2)

IX. KOMPLIKASI (5)


1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection

You might also like