You are on page 1of 7

Positive Peace, Negative Peace, Structural Violence, Cultural

Violence and Operasi Perdamaian


Manusia hidup tidak akan dapat dipisahkan dari apa yang kita sebut sebagai konflik.
Sehingga dpat dipastikan bahwa usia konflik yang ada saat ini, sama dengan usia saat adanya
kehidupan manusia. Secara harfiah, konflik dapat diartikan sebagai percekcokkan, perselisihan,
atau bahkan pertentangan. Konflik biasanya terjadi akibat adanay perbedaan, persingungan, dan
juga pergerakan. Hal ini dikarenakan, setiap manusia memiliki cara gerak yang khas, unik dan
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya, konflik merupakan suatu hal ang tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Konflik sendiri biasanya melibatkan berbagai
macam aktor didalamnya. Mereka di dalamnya ada yang terlibat langsug, maupun ada yang
hanya sebagai penghubung dan mediator dalam konflik yang berlangsung. Mereka yang peduli
akan resolusi sebuah konflik akan terfokus pada peranan dari para aktor yang berusaha
menjembatani dan menyelesaikan masalah tersebut dengan berbagai cara dari negosiasi hingga
mediasi.
Dalam perjalanannya, resolusi konflik memeiliki sebuah posisi yang sangat penting
dalam sebuah evolusi dan dinamika konflik terbaru beserta analisisnya. Yaitu erat hubungannya
dengan sejarah konflik, penyebab konflik, serta komposisi masing-masing pihak yang berkonflik
di dalamnya. Mulai dari sifat keterlibatannya, perspektif, posisi, serta motifasinya dibalik
keterlibatannya dalam konflik tersebut. Sedangkan adanya tujuan intervensi dalam sebuah
konflik merupakan sebuah bentuk bantuan yang digunakan untuk menanggulangi dinamika dari
siklus konflik seta mengurangi tingkat kekerasan atau permusuhan, dan memberi peluang untuk
terbukanya sebuah dialog. Dlam sebuah konflik, biasanya terdapat beberapa pihak yang ikut
masuk kedalamnya sebagai mediator kubu-kubu yang berkonflik. Tujuan dari adanya mediator
tersebut tidaklah lain untuk terciptanya sebuah kondisi tanpa adanya kekerasan, atau yang juga
bisa disebut dengan perjalanan kondisi menuju sebuah perdamaian.
Konsep Perdamaian
Konsep perdamaian dalam definisi Galtung lebih diartikan sebagai keadaan dimana tidak
adanya kekerasan. Dan dapat diartikan, bahwa perdamaian adalah jarak keadaan dari kekerasan
menuju pada ketiadaan kekerasan. Selain itu, menurut Galtung perdamaian atau damai sendiri
terbagi ke dalam dua katagori. Dalam bukunya tersebut, Galtung membagi kekerasan ke dalam
tiga pembagian. Yang pertama adalah kekerasan fisik langsung, kekerasan seperti ini biasanya
ditandai dengan bentuk kekerasan yang dapat dilihat oleh mata dan dilakukan secaa langsung.
Seperti contoh pada konflik yang terjadi atas dasar agama ataupun suku seperti pembunuhan,
penganiayaan, serta perusakan. Yang kedua adalah kekerasan struktural, kekerasan seperti ini
adalah kekerasan yang terjadi akibat ketidak seimbangan pada sebuah sistem sosial. Yang mana
ketimpangan tersebut mengakibatkan sebagian manusia merasakan penderitaan dan penindasan.
Biasanya kekerasan dalam bentuk struktural ini memiliki dampak yang tidak secara langsung
dirasakan. Seperti kemiskinan, diskriminasi, pengangguran dll. Dan bentuk kekerasan yang
terakhir adalah kekerasan kultiral. Kekekrasan pada model yan gketiga ini, biasanya identik
dengan kekerasan yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh aspek-aspek bawaan dalam diri
mansuia. Seperti halnya aspek agama, budaya, ideologi, atau bahkan pada sebuah kesenian
ataupun yang pad ailmu pengetahuan.
Dan saat bicara mengenai perdamaian, Galtung membaginya kedalam dua macam bentuk
pedamaian. Yang pertama adalah Negative Peace (perdamaian negatif) yaitu sebuah kondisi yang
ditandai dengan ketiadaan kekerasan yang dilakukan oleh perseorangan, perdamaian dalam
bentuk ini biasanya lebih merujuk pada kekerasan personal. Sedangkan bentuk perdamaian yang
kedua menurut Galtung adalah Positive Peace (perdamaian positif) yang diartikan sebagai
keadaan saat tidak terdapat kekerasan yang dilakukan secara terstruktur, berbeda terbalik dengan
negative peace, positive peace lebih merujuk pada kekerasan dalam bentruk struktural.
Perdamaian juga tidak hanya berfokus pada bagaimana mengontrol dan mereduksi kekerasan
yang terjadi. Lebih dari itu, perdamaian juga harus dapat memberikan sebuah pembangunan
vertikal yang lebih baik. Perdamaian juga tidak hanya menyangkut pada teori-teori yang
bersangkutan dengan konflik semata, tapi jug aharus mencakup pada pembangunan perdamaian
itu sendiri. Penelitian mengenai perdamaian juga harus mencakup hal-hal ataupun situasi yang
berkenaan dengan masa lalu, saat ini, dan juga yang akan datang. Selain itu, ntuk mewujudkan
perdamaian tersebut, maka harus terdapat hubungan antara perdamaian itu sendiri dengan cara
untuk melakukan pembangunan perdamaian. Kekerasan personal yag kerap terjadi, biasanya
terdapat dalam sebuah struktur. Dan untuk mengatasi perdamaian dalam kekerasan struktural
membutuhkan sebuah dorongan lebih, dari pada penyelesaian perdamaian dalam kekerasan
personal.
Membangun perdamaian pada kekerasan personal dan kekerasan struktural dapat berjalan
mudah apa bila kita fokus terlebih dahulu pada satu diantara dua pilihan tersebut. Lebih
dikedepankan perdamaian yang sifatnya lebih ke struktural, hal ini dikarenakan dalam sebuah
struktur ada hukum sosial yang mengatur. Selain itu, kekerasan personal erat kaitannya dengan
kekerasan struktural seperti contoh adanya ketidak adilan dalam hukum. Sehingga apa bila dapat
mendamaikan sebuah kekerasan struktural, paling tidak kita juga dapat mengurangi kekerasan
personal. Setidaknya terdapat tiga jawaban mengenai definisi dari perdamaian itu sendiri. Yang
pertama adalah, perdamaian lebih dikedepankan pada sebuah konsep yang nyata, yaitu sebuah
konsep dimana ketidak adaan kekerasan personal dan adanya keadilan sosial. Yang kedua adalah,
kata peace sendiri lebih diartikan secara general dan universal, seperti halnya konsep peace
dalam sebuah agama yang menyatakan arti damai ut sediri lebih kepada cinta dan persaudaraan.
Dan jawaban yang ketiga adalah kombinasi dari dua jawaban sebelumnya. Yaitu adanya hukum
dan perintah dalam sebuah masyarakat serta adanya nilai yang mengikat.
Konsep Perdamaian Dalam Kasus Sengketa Wilayah Jammu Khasmir Antara India-
Pakistan
Dalam tulisan ini saya akan melakukan aktualisasi konsep dari perdamaian dalam melihat
kasus persengketaan batas wilayah antara India dan Pakistan di wilayah Jammu Khasmir.
Persengketaan tersebut dimulai setelah Inggris meninggalkan kawasan tersebut di tahun 1947.
Dan menjadikan dua negara yaitu India dan Pakistan menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat. Secara geografis, kedua negara yang berada di kawasan Asia Selatan negara ini
merupakan negara tetangga yang saling berdekatan dan berbatasan. Negara India memiliki
keadaan ekonomi yang jauh lebih baik dengan mayoritas penduduknya yang beragama Hindu.
Sebaliknya, Pakistan memiliki keadaan ekonomi yang berada di bawah India dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Namun sesuai dengan partisi 562, wilayah Jammu dan Khasmir
diberikan kebebeasan untuk memilik negara mana yang akan diikuti. Pilihan tersebut, biasanya
didasari atas banyaknya agama mayoritas di negara bagian tersebut. Yang mana terdapat tiga
perempat dari penduduk yang tinggal di wilayah tersebut merupakan masyarakat muslim, dan
sebagian lainnya merupakan masyarakat yang beragama Hindu. Setidaknya Pakistan mengklaim
bahwa Khasmir yang berpenduduk 70% merupakan muslim adalah bagian dari Pakistan.
Sedangkan bagi India, setelah Khasmir memiliki raja yang beragamakan Hindu, maka wilayah
tersebut berhak untuk ikut masuk ke dalam wilayah teritorial India.1[1]
Dengan adanya keputusan tersebut dan ketidak puasan di pihak Pakistan maka kerap kali
konflik antara dua negara tersebut bergejolak. Konflik yang terjadi tidaklah lain terkait dengan
masalah perebutan wilayah perbatasan yang disengketakan. Sejatinya perdamaian adalah
keadaan dimana tidak ada kekerasan, baik kekerasan terhadap individu maupun kekerasan secara
struktural. Namun apa yang terjadi di wilayah tersebut merupakan sebuah gabungan antara dua
kekerasan tersebut. Yaitu kekerasan personal dengan adanya kekerasan yang dilakukan secara
fisik dan juga kekerasan struktural karena dilakuan oleh aktor yang negara. Lkekerasan tersebut
terjadi dalam sebuah pepeperangan terbuka yang terjadi antara India dan Pakistan di tahun 1947.
Upaya perdamaian dalam peperangan tersebut telah diusahakan oleh India, yaitu dengan cara
meminta bantuan kepada PBB selaku lembaga internasional yang dapat berperan sebagai
mediator dalam konflik tersebut.
Usaha yang dilakuakan oleh India saat itu terbilang cukup berhasil untuk meredam
konflik di kawasan tersebut, yaitu setelah diadakannya gencatan senjata antara India dan
Pakistan. Seperti yang telah kita bahas pada konsep perdamaian di atas bahwa perdamaian adalah
kondisi dimana tidak adanya kekerasan baik secara fisik maupun struktural. Namun perdamaian
dalam kasus ini masih dapat kita golongkan pada negative peace karena masih hanya sebatas
ketiadaan kontak fisik antara kubu yang berselisih. Adapun, usaha perdamaian yang dilakukan
oleh Dewan Keamanan PBB saat itu adalah dengan cara mendirikan sebuah komisi yang
dinamakan United Nation Commision for India and Pakistan (UNCIP) untuk menyelidiki
perselisihan dan menjadi mediator dalam perselisihan yang terjadi antara India dan Pakistan.
Selain itu, tujuan dibentuknya komisi tersebut juga sebagai komisi yang berperan untuk
memonitoring kawasan yang dipersengketakan.2[2]
Beberapa perjanjian dan referendum disepakati baik oleh India maupun oleh Pakistan.
Ditahun 1965 perang kedua negara antara India dan Pakistan kembali terjadi, setelah bentrokan
antara petugas patroli perbatasan di negara bagian Rann of Kutch, India. Hal tersebut juga
diperparah dengan menyebrangnya pasukan Pakistan sebanyak 33.000 orang dengan

2
menggunakan pakaian seperti layaknya penduduk Khasmir. Hal tersebut di respon oleh pihak
India denga mengirimkan pasukan bersenjata dan sebanyak 600 tank ke wilayah perbatasan.
Usaha membangun budaya perdamaian sepertinya belum berhasil untuk meredam konflik kedua
negara tersebut terkait wilayah perbatasan. Masing-masing negara memeiliki pandangan dan
memiliki kepentingan yang berbeda dalam melihat wilayah yang dipersengketakan tersebut. Dan
mau tidak mau, konflik yang berupa peperangan kembali terjadi antara India dan Pakistan. Tidak
seperti perang di tahun 1947, peperangan yang terjadi pada tahun 1965 tidak berlagsung lama,
karena pada bulan September di tahun tersebut genjatan senjata kembali dilakukan oleh masing-
masing pihak yang berkonflik. Hal tersebut dilakukan setelah adanya perintah dari dewan
Keamaman PBB untuk menghentikan perang.
Namun perang kembali pecah di tahun 1971, setelah pasukan Pakistan menjatuhkan bom
di lapangan terbang wilayah barat laut India. Peperangan terjadi selama 13 hari dengan
kekalahan di pihak Pakistan. Dalam kasus peperangan yang ketiga kembali kekerasan personal
yang diakibatkan oleh kekerasan struktural. Kekerasan tersebut terjadi dalam bentuk adanya
sekitar 23.000 warga sipil Pakistan Timur menjadi korban dan mengungsi ke wilayah India
karena merasa nyawanya terancam. Namun konflik tersebut berhenti setelah Pakistan Timur
resmi lepas dari Pakistan Barat dan berdiri menjadi negara yang merdeka dengan nama
Bangladesh pada tanggal 6 Desember 1971. Selain itu, lebih dari 90.000 pasukan Pakistan
menjadi tawanan perang. Perang di tahun 1971 menjadi perang terbuka terakhir antara India dan
Pakistan. Setelah tahun tersebut, baik India maupun Pakistan tidak lagi pernah terlibat dalam
sebuah peperangan. Bahkan bebrapa langkah untuk membangun sebuah perdamaian terus
dilakukan oleh kedua negara tersebut, dan salah satunya adalah dengan melakukan dialog
composite. Yaitu sebuah forum dialog antar kedua negara yang menghadirkan pejabat-pejabat
pemerintah dari berbagai tingkatan. Sehingga pembicaraan dapat lebih terbuka dan semua
masalah dapat saling diungkapkan secara jelas. Selain itu, dalam upaya membangun sebuah
kerjasama dan perdamaian, kedua negara juga sepakat untuk menandatangai sebuah nota
kesepakatan dalam bentuk confidence building measure (CMB).Yaitu sebuah kerjamasa yang
ditujukan untuk saling mengedepankan rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Hingga saat ini, hubungan damai antara India dan Pakistan relatif stabil, meskipun tidak
jarang pula diwarnai dengan konflik-konflik kecil serta aksi teror yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok sparatis. Namun komitmen kedua negara dalam menejemen konflik melalui diskusi
terbuka antar pejabat pemerintahan menjadi sebuah cara yang dijadikan untuk saling menjaga
kepercayaan agar terciptanya perdamaian di kawasan Asia Selatan.

Kesimpulan
Bentuk konflik yang terjadi antara Idnia dan Pakistan terkait dengan konflik wilayah
perbatasan dapat digolongkan kedalam konflik struktural. Adapun konsep dari perdamaian dalam
hal ini lebih merujuk pada positive peace, dimana konsep ini lebih menekankan pada ketiadaan
akan kekerasan yang dilakukan secara struktur. Kekerasan struktur terjadi akibat perselisihan
dalam bentuk peperangan antara aktor negara yaitu India dan Pakistan. Negara sebagai lembaga
tertinggi dalam struktur masyarakat seharusnya dapat memberikan perlindungan dan keamanan
bagi individu masyarakatnya. Namun hal tersebut tidak ditemukan baik pada India maupun pada
Paksitan. Perdamaian yang dibangun dengan melalui gencatan senjata kerap kali tidak bertahan
lama. Selain itu, Dewan Keamanan PBB selaku lembaga tertinggi dalam struktur internasional
sudah dapat memainkan perannya dengan baik dalam melakukan upaya perdamaian. Peperangan
yang terjadi di tahun 1971 tersebut, sepertinya telah menjadi perang terbuka terakhir antara India
dan Paksitan. Yan g mana kita tidak pernah lagi melihat peperangan terjadi antara kedua negara
tersebut terjadi hingga saat ini. Secara perlahan, konflik dalam bentuk struktural berusaha
diredam oleh kedua negara melalui cara peace building dengan cara melakukan berbagai macam
rangkaian kerjasama dalam bidang ekonomi.
Daftar Pustaka
Galtung, Johan. Violence, Peace, and, Peace Research. International Peace Research
Institute Oslo.
Francis, Diana. Teori Dasar Trasnformasi Konflik Sosial. Quills Press, Yogyakarta
2006.
Dalam India-Pakistan Relation: A 50 Year History. Diakses melalui
http://asiasociety.org/asia/india-pakistan-relations-50-year-history. Pada tanggal 22 Juni 2014.

Dalam United Nation MilitaryObserver Group in India and Pakistan. Diakses melalui
http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unmogip/background.shtml. Pada tanggal 22 Juni
2014.

You might also like