Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Key words: farmers welfare economic indicators, income, expenditure, purchasing power,
food endurance, farmers exchange rate
ABSTRAK
74
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
pendapatan petani antara lain, efisiensi usaha rendah, lambannya peningkatan harga jual
produk pertanian dibanding peningkatan harga saprodi dan barang konsumsi, dll. Dengan
demikian, maka data dan informasi mengenai indikator-indikator pembangunan ekonomi
perdesaan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani menjadi pernting untuk
dikaji/diteliti. Tujuan penelitian ini adalah: (a) mengidentifikasi dan menganalisis variabel
yang membentuk indikator pembangunan perdesaan dan kesejahteraan petani dan (b)
membuat rumusan bahan kebijakan pembangunan perdesaan berdasarkan indikator-
indikator kesejahteraan ekonomi petani yang telah diidentifikasi. Metode pendekatan yang
digunakan adalah survei di tingkat rumah tangga dan ditingkat wilayah desa, dengan
memakai kuesioner terstruktur. Lokasi pengakjian dilakukan di dua desa sentra produksi
beras Kabupaten Karawang yang memiliki tingkat aksesibilitas dan program pembangunan
berbeda, yaitu di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya (Kecamatan Tirtamulya). Analisis data
dilakukan dengan metode deskriptif dan statistik sederhana. Dari hasil analisis diketahui
bahwa, variabel indikator ekonomi yang membentuk kesejahteraan petani dan
pembangunan ekonomi perdesaan adalah tingkat penguasaan teknologi pertanian, struktur
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, daya beli, tingkat ketahanan pangan keluarga,
dan nilai tukar petani. Kesimpulan yang diperoleh dari kajian ini adalah secara relatif kinerja
indikator-indikator kesejahteraan petani di daerah perdesaan Kabupaten Karawang adalah
relatif baik. Diketahui pula, tingkat kesejahteraan petani di Desa Citarik lebih baik dari Desa
Kertawaluya. Penyebab utamanya adalah tingkat aksesibilitas di Desa Citarik lebih baik dari
Desa Kertawaluya. Disamping itu, Desa Citarik adalah sebagai desa binaan program Prima
Tani.
PENDAHULUAN
75
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
mencapai 95,82 sebagai peringkat ke-3 terendah dari 32 provinsi secara nasional
[(posisi ke-1 dan ke-2 terendah adalah Provinsi NTT dan Maluku, masing-masing
93,26 dan 95,28 (BPS, 2008)]. Padahal bulan April 2004, NTP Jabar mencapai
156,10 dimana saat itu menjadi peringkat ke-6 tertinggi (BPS, 2007).
Di sisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Jabar pada tahun 1996 (pra
krisis ekonomi) mencapai Rp.591.600/kap./tahun, kemudian menurun menjadi Rp
584.200/kap./tahun pada tahun 1999 (pasca krisis). Begitu juga secara relatif,
angka IPM Jabar pada tahun 2002 mencapai 65,8 sebagai peringkat ke-17.
Kemudian pada tahun 1996 dan 1999 menurun ke peringkat 14 (68,2) dan ke-15
(64,6). Sementara dalam periode yang sama IPM Jateng meningkat dari peringkat
ke-17 (1996) menjadi ke-14 (1999) dan pada tahun 2002 menjadi peringkat ke-13
(BPS, 2007)]. Namun demikian, meskipun pencapaian angka IPM Jabar pada
tahun 2006 (70,28) belum mencapai target (75,60). Tapi nampaknya iklim
perubahan telah menunjukkan arah perbaikan, dimana indeks daya beli
masyarakat mencapai 60,34 (Bapeda dan BPS Jabar, 2007. Pikiran Rakyat, 2008).
Gambaran dinamika beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di tingkat
regional tersebut adalah sebagai cerminan kinerja pembangunan ditingkat lokal, 35
kab./kota dan 5.799 desa/kelurahan yang berbasis dan nonbasis pertanian. Untuk
mengkaji kinerja pembangunan seluruh daerah perdesaan yang beraneka ragam
persoalan adalah kemustahilan yang logis; terlebih lagi bila yang dituju adalah
parameter kesejahteraan yang sifatnya azasi bagi setiap individu, karena
terkendala oleh keterbatasan waktu, tenaga ahli, biaya, dsb. Makalah ini hanya
akan membahas hasil kajian beberapa indikator kesejahteraan petani padi di dua
desa sentra produksi beras Kabupaten Karawang (sebagai bagian dari laporan
kajian dinamika indikator pembangunan ekonomi di perdesaan Jawa Barat periode
tahun 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengidentifikasi dan menganalisis variabel
yang membentuk indikator pembangunan perdesaan dan kesejahteraan petani
dan (b) membuat rumusan bahan kebijakan pembangunan perdesaan
berdasarkan indikator yang telah diidentifikasi. Melalui metode survei, hasil studi ini
mengisyaratlkan bahwa kinerja beberapa indikator kesejahteraan ekonomi petani
di kedua perdesaan padi tersebut adalah cukup baik/tinggi, seperti ditunjukkan
oleh tingkat perolehan pendapatan, proporsi pengeluaran konsumsi pangan,
ketahanan pangan rumah tangga, daya beli, dan nilai tukar petani. Lebih dari itu,
akselerasi peningkatan kesejahteraan petani ke depan akan lebih baik, mandiri,
dan berdaya saing bila saja peningkatan harga padi/beras dunia cepat
ditransmisikan ketingkat produsen padi di perdesaan Karawang dan perdesaan
lain di Indonesia. Disamping masih diperlukan terobosan akselerasi program
revitalisasi pertanian, terutama kearah perbaikan struktur pemilikan lahan usaha
(reforma agraria) dan pentingnya revitalisasi peraturan atau pemikiran undang-
undang perlindungan petani, agar tercipta kesama-rataan distribusi sharing
margin pendapatan bagi pelaku agribisnis berdasarkan profesi dan proporsi
korbanan waktu (misal, antara pendapatan usaha petani yang bersiklus musiman
dengan pendapatan pedagang yang siklus waktunya jauh lebih singkat dari
petani).
76
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pembangunan perdesaan sangat berkait dengan pembangunan pertanian.
Karenanya setiap aktivitas pembangunan pertanian akan berpengaruh langsung
terhadap dinamika ekonomi masyarakat perdesaan. Sampai saat ini usaha sektor
pertanian masih menjadi andalan sumber mata pencaharain dan pendapatan
utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, meskipun secara kuantitas,
belum mampu mengangkat kesejahteraan ekonomi petani ke tingkat yang lebih
baik; dan secara kualitas, masih terus menganganya derajat ketimpangan
distribusi pendapatan, pemilikan aset prodduktif, dan penguasaan Iptek, baik antar
tingkat wilayah perdesaan, maupun diantara petani tingkat hamparan desa.
Proses penimpangan tersebut terus berakumulasi, berkulturasi dan terus
berlanjut sampai sekarang, sehingga ketimpangan proporsi perolehan pendapatan
diantara pelaku agribisnis pun terjadi kian menajam. Ketimpangan antarpelaku di
pihak on-farm misalnya, terjadi karena dipicu oleh perbedaan tingkat aksesibilitas
desa, produktivitas lahan dan tenaga kerja/upah, senjangnya penguasaan dan
penerapan teknologi, dan sebagainya, yang kesemua itu berujung pada efisiensi
usaha yang rendah.
Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
di perdesaan adalah melalui penerapan inovasi teknologi, khususnya teknologi
pertanian. Menurut Bustanul (2000), perubahan sistem perekonomian perdesaan
akibat inovasi teknologi akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem
nilai, inovasi institusi, dan sebagainya yang mengarah kepada perputaran inovasi
IPTEK-ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya pertanian
melalui inovasi teknologi guna meningkatkan perekonomian di perdesaan, Badan
Litbang Pertanian sejak tahu 2005 merintis dan melakukan aksi program/kegiatan
Prima Tani. Dimana, sasarannya adalah untuk dapat mempercepat terjadinya
proses diseminasi teknologi pertanian. Melalui program/kegiatan Prima Tani
tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usahatani, optimalisasi
sumber daya, dan peningkatan nilai tambah produk melalui kegiatan agribisnis
(Simatupang, 2004, 2005; Irawan, 2004). Karena tujuan akhir dari program
tersebut adalah terjadinya aktivitas pembangunan ekonomi yang berdampak pada
peningkatan pendapatan penduduk desa yang berkelanjutan. Sebab dengan
pencapaian pertumbuhan ekonomi desa, cepat, atau lambat akan terjadi trickle
down effect sehingga tercapai pemerataan distribusi pendapatan, termasuk di
perdesaan Jawa Barat (Jabar).
Disisi lain, dalam pola dasar pembangunan Jabar disebutkan bahwa, visi
Pemerintah Provinsi Jabar adalah sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan
Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010 dengan indikator keberhasilannya
adalah tercapai angka IPM sebesar 80.00 [(setingkat dengan pencapaian IPM oleh
Malayasia tahun 2003 (FAO, 2008)]. IPM itu sendiri merupakan gabungan dari
sembilan komponen gugus/aspek, dimana salah satu aspeknya adalah daya beli
77
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
78
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2007); (2) pemilihan lokasi desa dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek tingkat aksesibitas (akses baik, Non Remote Area-
NRA), dan kurang baik (remote area-RA), desa binaan dan bukan binaan program
Prima Tani (desa PT dan NPT), sehingga terpilih Desa Citarik dan Desa
Kertawaluya (Kec.Tirtamulya), sebagai lokasi contoh desa RNA-PT dan RA-NPT,
dimana pada setiap desa tersebut selanjutnya ditentukan dua atau lebih blok
dusun/kampung sentra padi untuk dilakukan sampling petani responden; (3)
penentuan responden dilakukan dengan cara stratified random sampling, dimana
petani dibagi kedalam tiga strata pemilikan/penguasaan lahan, yaitu pemilikan
lahan luas (> 1,00 ha), sedang (0,51-1,00 ha), dan sempit ( 0,50 ha); (4) setiap
strata pemilikan lahan dipilih lima orang petani respoden, sehingga total responden
berjumlah 30 orang petani yang kemudian diagregasi untuk menggambarkan
keragaan rumah tangga petani perdesaan di tingkat Kabupaten. Disini jumlah
petani responden yang banyak bukan merupakan pertimbangan utama, melainkan
pemahaman yang mendalam pada setiap responden merupakan hal yang amat
esensial. Penelitian ini lebih mengutamakan nilai modus, sehingga jumlah petani
responden yang banyak bukan merupakan pertimbangan utama (Pearson et al.,
2003).
Untuk mengidentifikasi kesejahteraan petani, selanjutnya dikumpulan
beberapa variabel data indikator utama yang dapat menunjukkan arah peningkatan
kesejahteraan petani perdesaan secara kuantitatif, karena tidak semua variabel
informasi pembangunan ekonomi perdesaan dapat dikuantifisir. Dalam hal ini
pelaksanan kegiatan pengumpulan data dilakukan dalam periode tahun 2008.
Jenis Data
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, data primer dan data
sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga/dinas terkait, mulai dari
tingkat provinsi sampai desa. Sedangkan data primer dikumpulkan dari rumah
tangga petani berupa variabel-variabel data Indikator produksi dan Indikator
Kesejahteraan yang mencakup: (1) data input-output usahatani, (2) data produksi
dan penerimaan dari setiap cabang usaha pertanian, dalam kurun waktu mulai MK-
2 tahun 2007/2008 sampai MH dan MK-1 tahun 2008, (3) data pendapatan seluruh
anggota keluarga yang bersumber dari seluruh sektor kegiatan selama satu tahun,
(4) data pengeluaran konsumsi rumah tangga, (5) data harga sarana produksi,
hasil produksi, dan harga barang konsumsi yang berlaku di tingkat desa atau di
sekitar lokasi desa contoh, dan (6) data upah tenaga kerja buruh pertanian dan
upah/gaji buruh/karyawan nonpertanian.
Semua jenis data primer tersebut dikumpulkan melalui kuesioner
terstruktur setap musim/tahun. Khusus untuk pengambilan/pencatat data poin (5)
dan (6) dilakukan oleh petugas tetap yang sudah permanen tinggal di desa lokasi
contoh, secara berkala dwi mingguan/hari pasaran desa.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistk sederhana dengan
membangun/mengidentifikasi variabel-variabel indikator kesejahteraan ekonomi
79
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
yang bisa dipakai untuk menjawab tujuan penelitian. Data inputoutput usahatani
diolah dengan analisis finansial untuk melihat profitabilitas usahatani dan efisiensi
usaha, struktur biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja berdasarkan dan jenis
kelamin tenaga kerja, nilai imbalannya terhadap tenaga keluarga serta
menganalisis tingkat teknologi usahatani yang sedang dilakukan. Pendapatan dan
pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara tabulasi untuk melihat jumlah
dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta sumbangan setiap
sumber pendapatan terhadap total pendapatan keluarga. Untuk penyederhanaan,
dalam makalah ini hanya melaporan hasil analisis beberapa informasi yang berkait
langsung dengan indikator kesejahteraan petani. Sedangkan hasil analisis
variabel-variabel data yang lain dibahas dalam topik laporan yang terpisah.
Setelah peubah penjelas (variabel) indikator ekonomi tersebut
teridentifikasi, analisis kemudian dilanjutkan untuk menentukan indikator atau
penciri terjadinya pembangunan perdesaan. Dalam studi ini akan dianalisis lima
aspek yang dapat menunjukkan indikator (penciri) kesejahteraan petani, yaitu: (1)
struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur
pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga,
(4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar
petani.
80
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
81
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
82
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
m
Pni
ir P( n 1 ) i
P( n 1 ) i Qoi
In m
PoiQoi
i 1
83
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
84
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Berdasarkan Sumber di Dua
Desa Kabupaten Karawang, 2008
85
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
mencapai tingkat kesejahteraan rumah tangga yang lebih baik, dimana dalam hal
ini diawali oleh perbaikan kualitas gizi dalam menu makanan keluarga, seperti
terlihat pada proporsi pengeluaran lauk-pauk yang relatif lebih tinggi daripada
unsur pangan lain (Tabel 2).
1 Beras
1.827,73 6,04 1.750,85 7,25 1.792,04 6.54
2 Non Beras 1.399,60 4,63 318,46 1,32 897,64 3.27
3 Lauk-pauk 2.913,33 9,63 1.906,92 7,90 2.446,07 8.92
4 Sayuran dan Buah 1.011,33 3,34 1.325,69 5,49 1.157,29 4.222
5 Minuman
1.477,33 4,88 1.055,38 4,37 1.281,43 4.675
6 Rokok 1.320,00 4,36 810,88 3,36 1.083,63 3.953
7 Minyak goreng 748,13 2,47 566,38 2,35 663,75 2.421
8 Bumbu 513,33 1,70 678,00 2,81 589,79 2.152
9 Lainnya 2.496,00 8,25 415,38 1,72 1.530,00 5.582
B. Nonpangan 15.216,23 50,31 14.505,65 60,08 14.886,32 54.31
86
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
juga terjadi di kedua lokasi desa kajian. Karena beras masih merupakan konsumsi
pokok rumah tangga petani, maka berimplikasi terhadap pengeluaran untuk
komoditas tersebut mencapai 13,33 sampai 19,83 persen dari total pengeluaran
pangan.
87
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
Tabel 4. Daya Beli Rumah Tangga Petani Padi di Lokasi Kajian Kabupaten Karawang, 2008
88
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
89
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
90
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
Paling kurang ada lima konsep nilai tukar (Rachmat et al., 1999), yaitu: (1)
Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai
Tukar Subsisten dan (5) Nilai Tukar Petani. Dalam hal ini harga yang diterima
petani merupakan harga tertimbang dari harga-harga komoditas pertanian yang
dihasilkan/dijual di tingkat petani. Dalam analisis kinerja indikator kesejahteraan
petani padi disini akan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Petani
(NTPP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Sebab menurut Simatupang (1992) dan
Rachmat M. (2000), berdasarkan analisis perilaku berbagai nilai tukar komoditas
pertanian, maka yang lebih realistis dan lebih bagus untuk menakar NTP di
Indonesia adalah nilai tukar pendapatan petani (NTPP), karena NTTP adalah
merupakan nisbah antara total pendapatan rumah tangga dengan total
pengeluaran rumah tangga petani.
Dalam kajian ini ada sedikit perbedaan penting untuk diketahui, yaitu pada
konsep NTP mengunakan indeks harga-harga bulanan tahun 2008 terhadap
harga-harga bulan September 2007 pada tingkat desa yang dikumpulkan dwi-
mingguan. Sedangkan pada NTIPP memakai nilai total pendapatan bersih rumah
tangga petani responden selama satu tahun (2007/2008) terhadap total biaya
produksi dan pengeluaran konsumsi dalam unit rumah tangga petani (responden).
Dalam hal ini faktor produksi (IHBp) yang dibayar petani adalah benih padi,
pupuk kimia dan tenaga kerja (upah traktor dan upah buruh pertanian). Faktor
nonproduksi (IHBk) yang dibayar petani adalah barang konsumen strategik (beras,
gula pasir, telur/daging ayam, minyak sayur, minyak tanah); dimana indeks harga
yang dibayar petani (IHB) merupakan indeks harga tertimbang dari harga-harga
IHBp dan IHBk. Sedangkan harga yang diterima petani padi (IHT) disini adalah
harga produksi padi dalam bentuk GKP. Dengan demikian NTPP merupakan
ukuran kemampuan daya tukar pendapatan (total on farm, of farm, non farm) yang
dihasilkan keluarga petani terhadap faktor produksi (input usaha pertanian) dan
pengeluaran konsumsi rumah tangga petani responden.
Sebelum mendiskusikan kinerja nilai tukar petani (NTP) di daerah kajian
perdesaan kabupaten karawang. Ada baiknya disampaikan lebih dulu kinerja NTP
secara provinsial Jawa Barat (Jabar) pada beberapa bulan terakhir. Berdasarkan
hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 16 kabupaten Jabar, BPS
melaporkan: NTP di Jabar pada bulan April 2008 turun 3,8 persen dibanding bulan
Maret 2008, dan bila dibandingkan dengan April 2007 (year-on-year) penurunan
NTP tersebut lebih besar, yaitu mencapai 4,82. Sementara NTP bulan Maret 2008
turun 4,09 persen dibanding bulan Februari 2008, yaitu dari 116,22 menjadi
111,47. Dan secara year-on-year, NTP pada bulan Maret tersebut turun sebesar
10,30 persen. Selanjutnya bagaimana kinerja NTP dan NTPP di daerah perdesaan
lokasi kajian, Kabupaten Karawang. Apakah terjadi penurunan atau malah terjadi
sebaliknya. Dengan kata lain apakah kinerja indikator kesejahteraan proksisitas
nilai tukar petani tersebut cukup atau kurang baik di kedua desa kajian?
Hasil analisi pada Tabel 6 dan Tabel 7 dapat menjawab pertanyaan
tersebut. Kinerja indikator kesejahteraan petani tahun 2008 di kedua desa sentra
lumbung beras tersebut relatif baik. Dilihat dari kemampuan nilai tukar pendapatan
petani (NTPP) terhadap empat faktor kunci (biaya usahatani, pengeluaran
91
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
Tabel 6. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani di Perdesaan Kabupaten Karawang
2008
Desa
Uraian
Kertawaluya Citarik Agregrat
A. Pendapatan (Rp 000) 48.323,52 33.841,13 41.082,33
I. Pendapatan Pertanian 35.752,85 23.125,74 29.439,30
1a. Usaha Tani-Persil Utama 35.439,52 17.668,44 26.553,98
1b. Usaha Pert. non Persil Utama 313,33 5.457,31 2.885,32
2. Berburuh Tani, sewa aset 1.434,67 546,15 990,41
II.Pendapatan Nonpertanian 11136 10.169,23 10.652,62
1. Usaha Nonpertanian 9.589,33 9.157,69 9.373,51
2. Berburuh Nonpertanian 0 0 0,00
3. Lain-lain 1.546,67 1.011,54 1.279,11
B. Biaya Produksi (Rp 000) 19.473,54 11.081,87 15.277,71
C. Konsumsi 28.923,03 23.333,61 26.128,32
I. Pangan 13.706,80 8.827,96 11.267,38
2. Nonpangan 15.216,23 14.505,65 14.860,94
D. Total Pengeluaran (B+C) (Rp 000) 48.396,57 34.415,48 41.406,03
E. Nilai Tukar Pendapatan Terhadap:
1. Biaya Produksi 2,48 3,05 2,77
2. Konsumsi Pangan 3,53 5,47 4,50
3. Kons.Nonpangan 3,18 3,33 3,25
4. Total Konsumsi 1,00 1,40 1,20
5. Total Pengeluaran Rumah Tangga 1,00 1,40 1,20
Sumber : Data primer (2008)
Pada Bab pendahuluan disebutkan bahwa kinerja NTP Jabar pada bulan
Juni 2008 yang dilaporkan BPS adalah tergolong rendah, yaitu hanya mencapai
95,82 (peringkat ke-3 terendah dari 32 provinsi secara nasional). Itulah gambaran
makro NTP tingkat provinsi yang notabene setiap wilayah desa sangat beragam
aksesibilitas, agroekosistem, komoditias unggulan, dan berbagai keragaman
variabel lainnya. Terlebih lagi bila parameter analisis yang digunakan agak
berbeda. Itulah salah satu fenomena metodologi yang perlu dikaji dan perlu terus-
menerus disempurnakan oleh para akhli dibidangnya.
92
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
Fakta lain yang berkaitan dengan fenomena tersebut, adalah kinerja NTP
(bukan NTPP) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Berdasarkan data pada
Tabel 7 nampak bahwa indeks NTP di kedua desa yang dikaji selama bulan
Januari sampai Oktober 2008 adalah, masing-masing 100,06 (Desa Citarik) dan
86,94 (Desa Kertawaluya); atau rata-rata 93,50. Sedangkan indeks NTP selama
bulan Juni 2008 adalah 92,50. NTP hasil kajian ini sejalan dengan NTP yang
dilaporkan BPS. Dalam hal ini berarti bahwa NTP di lokasi perdesaan yang dikaji
pada tahun 2008 adalah rendah. Memang sedikit menurun bila dibandingkan
dengan NTP pada semester I tahun 2007, yang mencapai 102,4 (BBP2TP, 2007),
Tapi lebih baik dari NTP di perdesaan Kalimantan Barat (Desa Semayang dan
Desa Sungai Itik), yaitu 0,82 dan 0,90 (BPTP Kalimantan Barat, 2007). Dengan
indikator rendahnya kinerja NTP tersebut, mengindikasikan bahwa tingkat
kesejahteraan petani-padi di kedua desa kajian, Kabupaten Karawang adalah
tergolong relatif rendah, alias kurang baik; meskipun nilai NTP-Pendapatan rumah
tangga adalah tergolong cukup baik.
Tabel 7. Nilai Tukar Petani Padi di Dua Desa Lokasi Penelitian Kabupaten Karawang 2008
Desa Kertawaluya Desa Citarik
Periode
IHT IHB-p IHB-k IHB NTP IHT IHB-p IHB-k IHB NTP
Jan-II 104 629,49 603,58 112,1 92,78 117,39 608,93 543,73 104,79 112,03
Jan-IV 108 647,56 588,64 112,38 96,10 113,04 608,93 570,08 107,18 105,47
Feb-II 92 647,56 583,22 111,89 82,22 95,65 608,93 570,5 107,22 89,21
Feb-IV 94 650,26 599,06 113,57 82,77 113,04 608,93 598,67 109,78 102,97
Mar-II 78 647,56 635,72 116,66 66,86 73,91 608,93 563,11 106,55 69,37
Mar-IV 84 607,86 624,06 111,99 75,01 82,61 608,93 581,66 108,23 76,32
Apr-II 92 639,11 572,27 110,13 83,54 91,,30 608,93 592,77 109,24 83,58
Apr-IV 112 662,91 642,21 118,65 94,40 100,00 608,93 588,09 108,82 91,89
Mei-II 120 659,58 627,69 117,02 102,54 119,57 614,48 650,97 115,04 103,93
Mei-IV 120 659,58 627,69 117,02 102,54 119,57 614,48 650,97 115,04 103,93
Jun-II 108 690,15 632,09 120,20 89,85 115,22 614,48 650,42 114,99 100,20
Jun-IV 96 690,15 656,4 122,41 78,42 117,39 614,48 657,57 115,64 101,51
Jul-II 106 690,15 662,95 123,01 86,17 117,39 614,48 627,64 112,92 103,96
Jul-IV 106 696,40 662,95 123,58 85,78 117,39 603,37 627,64 111,91 104,90
Agu-II 116 696,40 668,41 124,07 93,49 126,09 603,37 639,72 113,01 111,57
Agu-IV 100 690,15 610,57 118,25 84,57 126,09 603,37 639,72 113,01 111,57
Sep-II 104 690,15 658,78 122,63 84,81 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82
Sep-IV 100 690,15 610,57 118,25 84,57 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82
Okt-II 104 690,15 658,78 122,63 84,81 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82
Okt-IV 108 690,84 667,26 123,46 87,48 119,57 614,48 670,75 116,84 102,33
Rata-rata 102,60 668,31 629,65 118,00 86,94 112,27 610,59 620,21 111,89 100,06
Keterangan: Rata-rata NTP bulan Juni = 92,50. Rata-rata NTP bulan Januari sampai Oktobr = 93,50.
Sumber : Data primer (2008)
93
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
94
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
kesejahteraan petani padi di ke dua desa lokasi kajian termasuk relatif kurang
baik/rendah.
Berdasarkan kinerja kelima indikator kesejahteraan petani pada tahun
2008 di kedua desa lokasi kajian yang secara umum mengindikasikan derajat
cukup baik/tinggi, itu baru kuantitas kesejahteraan ekonomi, dan belum mencapai
ke kualitas kesejahteraan petani yang hakiki (tidak termasuk variabel yang dikaji).
Karena itu maka untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kesejahteraan petani
ke masa depan, nampaknya masih diperlukan akselerasi program revitalisasi
pertanian, terutama kearah perbaikan struktur pemilikan lahan usaha (reforma
agraria) dan pentingnya revitalisasi peraturan atau pemikiran undang-undang
perlindungan petani, agar tercipta kesama-rataan distribusi sharing keuntungan
bagi pelaku agribisnis pertanian berdasarkan profesi dan proporsional korbanan
waktu. Sedangkan disisi lain, untuk meningkatkan nilai/daya tukar petani dari yang
dicapai sekarang, diperlukan terobosan kebijakan Pemerintah agar peningkatan
harga produksi hasil-hasil pertanian (yang diterima petani) lebih cepat, minimal
sejalan dengan tingkat percepatan kenaikan harga-harga barang lain (yang
dibayar atau diperlukan petani).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., Idris dan Amiruddin S. 2005. Pembangunan Pertanian: Dinamika Nilai Tukar
Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Tenggara. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian.
SOCA Vo.5. No.3. November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali.
P.261-266.
Arifin, B. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma. Kinerja dan Opsi Kebijakan. Pustaka
Indef. Jakarta
Arifin, B. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar
Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. 14 November 2003. Bogor.
Arifin, B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Kompas. Penerbit Buku Kompas.
Jakarta. Mei 2004.
Badan Litbang Pertanian. 2004. Rancangan Dasar: Program Rintisan dan Akselerasi
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
BALITBANGDA Jawa Barat. 2002. Pengkajian Sumber-Sumber Potensi Ekonomi di Jawa
Barat. Kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Propinsi Jawa Barat Dengan Laboratorium Penelitian Pengabdian Pada
Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E). Fakultas Ekonomi Universitas
Padjadjaran Bandung. November 2002. (http://www.balitbangda-Jabar.go.id/
bidang/ekeu/showkegiatan.php?faq=1&fldAuto=7&page=1:16 Oktober 2007).
Bapeda dan BPS Provinsi Jawa Barat. 2007. Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2006. Kerja sama antara Bapeda
dengan BPS Provinsi Jawa Barat .
Bapeda Jawa Barat. 2007. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Karawang. Makalah
(Hand Out) disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan
95
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
96
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008
Irawan, Bambang et al. 2007. Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian.
Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Kasryno F. 2000. Sumber daya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Perdesaan
Indonesia. FAE. Vol. 18 No.1 dan 2. Pp. 25-51.
Loekman, S. dan Faraz U. 1995. Liberalisasi Ekonomi. Pemerataan dan Kemiskinan.
Penerbit kerja sama P3PK. Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta.
Muchtar, D. 2007. Pembelajaran dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di
Kabupaten Karawang. Makalah (Hand Out) disampaikan dalam Semiloka
Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi, di Aula Magister
Manajemen Universitas Padjajaran Bandung. 4 Juli 2007.
Mulyana, B.S. 1987. Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi.
Dalam H. Esmara (penyunting). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan.
Kumpulan Esei untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo. Penerbit PT
Gramedia. Jakarta.
Nurmanaf, A.R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Perdesaan dalam
Hubungannya dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal Sosial-Ekonomi
Pertanian. SOCA Vo.5. No.3. November 2005. Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, Bali. P.253-260.
Nurmanaf, A.R. et al. 2005. Laporan Penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS):
Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat Perdesaan: Analisis
Profitabilitas Usahatani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian. Puslitbang
Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Pakpahan, A., H.P. Saliem dan S.H. Suhartini. 1993. Penelitian tentang Ketahanan Pangan
Masyarakat Berpendapatan Rendah. Monograph Series No. 14. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Pearson, Scott, Syaiful B. and Coal Goatsch. 2003. Is Paddy Farming in Indonesia Still
Profit? http://www.macrofoodpolicy.com. Februari 2003. diakses 9 Juni 2005.
Pemda Jabar. 2006. Laporan Gubernur Jawa Barat Selaku Ketua Dewan Ketahanan
Pangan Provinsi Jawa Barat tentang Rumusan Hasil Rapat Koordinasi DKP
Provinsi Jawa Barat. Bandung, 26 Desember 2006).
Pikiran Rakyat. 2008. IPM Jabar 2010 Segera Direvisi. Koran Pikiran Rakyat, Bandung.
Tanggal 10 Juli 2008, p.1.
Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Indonesia. Disertasi. Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rachmat, M., J. Situmorang, Supriati dan D. Hidayat. 1999. Perumusan Kebijakan Nilai
Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor.
Rusastra I.W. dan T. Sudaryanto. 1998. Dinamika Ekonomi Perdesaan dalam Perspektif
Pembangunan Nasional. Prosiding Dinamika Ekonomi Perdesaan dan Peningkatan
Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sadikin I. et al. 2007. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Perdesaan Jawa Barat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
97
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono
Saliem, H.P., M. Ariani dan TB Purwantini. 2005. Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut
Derajat Ketahanan Pangan Rumah tangga. Dalam E. Jamal dkk. (penyunting).
Penguatan Ketahanan Pangan Rumatangga dan Wilayah Sebagai Basis
Ketahanan Pangan Nasional. Monograph Series No. 26. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Simatupang, P. 2005. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan
Usaha Agribisnis Industrial. Paper Disampaikan pada Seminar Nasional BPTP
NTT. 13 -15 Juni. 2005. Ende.
Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan
Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan. Vo.2 No.3. September 2004. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. P.209-225.
Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian.
Jurnal Argro Ekonomi. Vol.11, No.1, Mei. 1992. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Bogor. P.37-50.
Sudana W. et al. 2007. Laporan Akhir Kajian Pembangunan Wilayah Perdesaan. BBP2TP.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sudaryanto T., dan B. Hutabarat. 1993. Perkembangan Harga Komoditas Pertanian di
Pasar Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia. Dalam T. Sudaryanto et al.(Eds).
Prosiding: Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Penyunting. E.
Pasandaran dan A. Djauhari. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sudaryanto T., I.W. Rusastra dan P. Simatupang. 1999. The Impact of Economy Crisis and
Policy Adjusment on Food Crop Development Toward Economic Globalization.
Paper Presented on Round Table Discussion on Food and Nutrition Task Force I:
Food and Agriculture Pra-WNPG VII. 8 November 1999. Center For Agro-Socio
Economic Research Bogor.
Supriyati, M. Rachmat, K. Suci, T. Nurasa, R.E. Manurung dan R. Sajuti. 2000. Studi Nilai
Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Syafaat, N. 2006. Indikator Makro Kinerja Sektor Pertanian Tahun 20052006: Fakta
Statistik. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.4. No.4. September 2006. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
98