Professional Documents
Culture Documents
Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19. Senyawa
ini mengandung sebuah atom nitrogen yang bersifat basa lemah, mempunyai cincin
nitrogen yang sebagian besar heterosiklik yang bersifat aktif dan mempunyai efek
fisiologis.
Sifat-sifat Alkaloid
Alkaloid mempunyai beberapa sifat, diantaranya sebagai berikut :
1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.
2. Berupa padatan kristal yang halus dengan titik lebur tertentu yang bereaksi dengan
asam membentuk garam.
3. Alkaloid berbentuk cair dan kebanyakan tidak berwarna.
4. Dalam tumbuhan alkaloid berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau
dalam bentuk garamnya.
5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
6. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform, eter
dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.
7. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air, contohnya Strychnine HCl
lebih larut dalam air daripada bentuk basanya.
8. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas, garam pada
atom N-nya.
Sumber Alkaloid
Sumber alkaloid adalah tanaman berbunga, angiosperma (famili Leguminoceae,
Rubiaceae, Solanaceae) dan tumbuhan monokotil (famili Solanaceae dan Liliaceae).
Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan.
Klasifikasi Alkaloid
Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara antara lain:
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur
molekul, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin,
alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin, alkaloida indol, alkaloid
tropan dan alkaloid steroid.
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk
menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan.
Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloida
tembakau, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu
beberapa alkaloida yang berasal dari tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur
yang berbeda-beda.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai jenis
cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida menunjukkan bahwa alkaloida berasal
hanya dari beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut maka
alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama, yaitu :
a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-
dihidrofenilalanin.
c. Alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptofan.
4. Sistem klasifikasi berdasarkan Hegnauer yang paling banyak diterima, dimana
alkaloida dikelompokkan atas :
a. Main Alkaloid
Alkaloid ini merupakan racun. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis
yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen
dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam
tanaman sebagai garam asam organik.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam
amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
c. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini
biasanya bersifat basa. Ada dua alkaloid yang penting dalam kelompok ini yaitu
alkaloid steroidal dan purin.
Kegunaan Alkaloid
Kegunaan alkaloid antara lain sebagai berikut :
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat hewan.
2. Alkaloid berguna sebagai tendon penyimpanan nitrogen meskipun banyak alkaloid
ditimbun dan tidak mengalami metabolisme.
3. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa tumbuhan.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, dimana ada sebagian alkaloid yang
merangsang perkecambahan dan ada sebagian yang menghambat.
5. Alkaloid dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion
dalam tumbuhan.
Fase diam yang digunakan adalah Silika G, aluminium oksida, kieselgur, selulosa
Fase gerak yanyg digunakan adalah kloroform-metanol (1:1) atau n heksan : etil asetat
(65:35). Bercak yang diperoleh diamati dibawah sinar UV pada 366 nm
Alkaloid dapat diisolasi melalui metode ekstraksi antara lain :
1. Soxhletasi
Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin
balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat soxhlet dan tidak dicampur
langsung dengan pelarut dalam wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah
pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang
selanjutnya mengekstraksi sampel
2. Refluks
Identifikasi Alkaloid
Identifikasi alkaloid dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi berikut :
1. Reaksi Pengendapan
a. Reaksi Dragendorf
Pereaksi dragendorf mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit
berair. Ketika suatu alkaloid ditambahkan pereaksi dragendorf maka akan
menghasilkan endapan jingga.
b. Reaksi Meyer
Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Ketika sampel
ditambah pereaksi meyer maka akan timbul endapan kuning atau larutan kuning
bening lalu ditambah alkohol endapannya larut. Tidak semua alkaloid mengendap
dengan reaksi mayer. Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer bergantung
pada rumus bangun alkoloidnya.
c. Reaksi Bauchardat
Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodida dan iood. Sampel ditambah
pereaksi bauchardat menghasilkan endapan coklat merah lalu ditambah alkohol
endapannya larut.
2. Reaksi Warna
a. Reaksi dengan asam kuat
Asam kuat seperti H2SO4 pekat dan HNO3pekat menghasilkan warna kuning atau
merah.
b. Reaksi Marquis
Pereaksi marquis mengandung formaldehid (1 bagian) dan H2SO4 pekat (9
bagian). Sampel ditambah pereaksi marquis akan menghasilkan warna jingga.
c. Reaksi Warna AZO
Sampel ditambah diazo A (4 bagian) dan diazo B (1 bagian), ditambah NaOH,
dipanaskan lalu ditambah amyl alkohol menghasilkan warna merah.
Pemurnian Alkaloid
Hasil ekstraksi kloroform dipekatkan sampai terbentuk krud. Krud yang diperoleh
dilakukan identifikasi dengan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui jumlah
komponennya. Untuk tahap selanjutnya dilakukan pemisahan lebih lanjut sampai
didaptkan kristal. Kristal yang diperoleh diidentifikasi. Bila berbagai fase gerak
menunjukkan noda tunggal, maka komponen dapat dinyatakan sudah murni dan
penampak noda digunakan pereaksi Dragendroft.
Isolasi Alkaloid
1. Soxhletasi
Alat :
Seperangkat alat soxhlet (terdiri dari labu alas bulat, kondensor, heat mantel), beker
glass, gelas ukur, timbangan, pisau, kertas saring, corong, cawan penguap, waterbath,
batang pengaduk, vial.
Bahan :
Sampel, petroleum eter, kloroform, metanol 80%, larutan amonia 10%, Al2O3.
Cara kerja:
a. Ditimbang sampel kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam alat soxhlet.
b. Ditambahkan pelarut petroleum eter melalui mulut soxhlet yang sebelumnya sudah
terpasang tegak lurus, sehingga terjadi pengaliran kedalam labu pemanas.
c. Dilakukan soxhletasi kemudian ekstrak hasil soxhletasi didinginkan dan disaring
dengan kertas saring yang terpasang pada corong.
d. Ampas dari penyaringan diangin-anginkan untuk menghilangkan pelarut. Ampas
diekstraksi kembali dengan pelarut yaitu kloroform dan metanol 80%. Ekstraksi
dengan kloroform diperoleh ekstrak kloroform dan ampasnya yang telah diangin-
anginkan diekstrak lagi dengan metanol 80% hingga diperoleh ekstrak metanol dan
ampas.
e. Ekstrak kloroform dipekatkan, lalu diambil sebagai bahan penjaringan alkaloid
dengan menambahkan larutan amonia 10% dan Al2O3, diaduk selama beberapa
menit.
f. Campuran yang diperoleh dimasukkan ke dalam kolom selanjutnya dialiri dengan
kloroform. Eluat yang diperoleh ditampung untuk uji warna dengan penambahan
pereaksi dragendorf. Apabila reaksi positif, eluat dipergunakan sebagai sampel untuk
KLT. Begitu juga dengan ekstrak metanol dipekatkan, ditambah larutan ammonia
sambil diaduk. Dipanaskan pada suhu 60C di atas penangas air, kemudian disaring
dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk uji warna dengan
penambahan pereaksidragendorf. Apabila reaksi positif, filtrat digunakan untuk
sampel KLT dan kromatografi kolom.
2. Refluks
Alat :
Labu alas bulat, kondensor spiral, selang masuk selang keluar, sirkulator, heat
mantel, kertas saring, corong, cawan porselin, waterbath, batang pengaduk, vial.
Bahan :
Sampel, etanol 70%, air, asam klorida
Cara kerja :
a. Dimasukkan sampel didalam labu alas bulat bersama-sama dengan pelarut etanol lalu
dipanaskan.
b. Uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat. Pergantian pelarut
dilakukan 3 kali setiap 3 sampai 4 jam.
c. Kemudian diperolehlah filtrat dan residu. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci
dengan etanol dan kumpulan filtrat diuapkan
d. Residu yang tertinggal dilarutkan kedalam air, lalu disaring dan diasamkan dengan
asam klorida.
e. Alkaloid diendapkan dengan pereaksi meyer. Bila hasil tes positif, maka dites kembali
dengan cara membasakan larutan yang bersifat asam, kemudian alkaloid diekstrak
kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan
pereaksi tersebut maka tanaman ini mengandung alkaloid.
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifatbasa
ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam
struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat
memberikan efekfarmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa
pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen)nya terdapat di
dalam rantai lurus atau alifatis.
Cuplikan : Sari kloroform
Fase diam : Silikagel GF 254 (diaktifkan 105oC selama 30 menit)
Fase gerak : Toluen etil asetat dietiamin (7:2:1) dan etil asetat metanol air
(100:13,5:10)
UV 254 memadamkan flourescensi
dan UV 365 nm (tanpa penampak noda) memberikan fluoresens
FLAVONOID
Isolasi
1. Metanol
Metode yang biasa digunakan dalam mengisolasi senyawa flavonoid adalah dengan
mengekstrak jaringan segar dengan metanol. Terhadap bahan yang telah dihaluskan,
ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1) dilanjutkan
dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam. Penyaringan dengan corong buchner,
lalu kedua ekstrak disatukan dan diuapkan hingga 1/3 volume mula-muIa, atau sampai
semua metanol menguap dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksan atau kloroform
(daIam corong pisah) dapat dibebaskan dari senyawa yang kepolarannya rendah, seperti
lemak, terpen, klorofil, santifil.
2. Isolasi Dengan Charaux Paris
Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol,lalu diuapkan sampai kental dan ekstrak
kental ditambah air panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer lalu ditambah eter,
lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan sampai kering yang
kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil pemisahan ditambah lagi pelarut
etil. asetat diuapkan sampai kering yang kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida.
Fase air ditambah lagi pelarut n - butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan
pemisahan dari kedua fase tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan
ekstrak n - butanol yang kering, mengandung flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan
leukoantosianin. Dari ketiga fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari
komponen yang ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi koLom.
Metode ini sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid dalam tanaman karena dapat
dilakukan pemisahan flavonoid berdasarkan sifat kepolarannya.
3. Isolasi dengan beberapa pelarut.
Serbuk kering diekstraksi dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang
diperoleh dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etano l pekat dilarutkan dalam air
lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol, sehingga dengan demikian
didapat tiga fraksi yaitu fraksi kloroform, butanol dan dietil eter.
Pereaksi
NaOH ] Merah kecoklatan
H2SO4 -] Merah Bata
Mg-HCl -] Merah
FeCl3
Fase diam GF 254
Fase gerak
n-butanol : asam asetat : air
4 : 5 : 1
Panjsng gelombsng : 240 285 pita 11, 300- 550 pita 1 (254nm dan 366 nm )
UV 366 nm memberikan fluoresensi biru muda
SAPONIN
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan
tingkat tinggi. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan
busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal
juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang
mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter.
Sifat-sifat Saponin :
1. Mempunyai rasa pahit
2. Dalam larutan air membentuk busa stabil
3. Menghemolisa eritrosit
4. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
6. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati
Saponin paling tepat di ekstraksi dari tanaman dengan pelarut etanol 70-95% atau
metanol. Ekstrak saponin akan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi menggunakan
metanol karena saponin bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut dari pada
pelarut lain. Isolasi saponin dihasilkan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
menggunakan lempeng silika gel dan eluen campuran klorofom, metanol dan air
(Harborne, 1987)
Lempeng alumunium silika gel GF 254 Merck
Fase gerak kloroform : metanol : aquades (13:7:2).
UV 254 dan 366
Metode : perkolasi lanjut pengocokan dengan corong pisah
Pelarut : etanol 70 %
Uji indeks buih
Sebanyak 500 mg herbal segar yang akan diperiksa dihancurkan kemudian dimasukan ke
dalam tabung reaksi, tambahkan air panyas 10 ml kemudian digojog kuat2 selama 10
detik terdapat buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1- 10 cm.
Reaksi Lieberman-Burchard
Diambil sebanyak 3 mg bahan, dipanasi 1 ml asam asetat anhidrida lalu ditetesi asam
sulfat pekat 2 tetes, jika terbentuk warna hijau biru menandakan adanya steroid dan jika
terbentuk warna merah muda merah menandakan adanya triterpenoid.
Reaksi salkowski
Sebanyak 3 mg yang sudah dihaluskan, ditambahkan kloroform, ditambahkan 2 ml asam
sulfat pekat. Apabila terbentuk warna kuning lama kelamaan menjadi merah tua
menandakan adanya triterpenoid.
Warna tampak meredam pada uv 254 nm yanyg berarti terdapat gugus kromofor dan
ikatan rangkap terkonjugasi atau aromatik.
Saponin steroid
tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki
efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin
steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai
bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki
aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan
ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek
kuat terhadap jantung.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus),
Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup
dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri
dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).
Saponin tritetpenoid
tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu
aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat
asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt
Pal,2002).
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan
Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik
(Anonim, 2009).
MACAM SAPONIN
Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada aglikon
(sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat
mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau
karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.
MINYAK ATSIRI
Senyawa aromatik
Fenil propanoid: cicin fenil C6 yang dilekati rantai samping C3, C2, C1
Perubahan sifat :
Oksidasi : cahaya matahari
Hidrolisa : terjadi pada komponen ester
Polimerisasi
Pendamaran
Penyabunan: reaksi asam organik dgn basa
METODE ISOLASI M. ATSIRI
Destilasi : air, air & uap, uap langsung
Pengepresan
Ekstraksi : maserasi, perkolasi dll
Enflurasi
Isolasi Etil para metoksi sinamat
Minyak atsiri
Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berujud cairan,
yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji, maupun
dari bunga dengan cara penyulingan. Meskipun kenyataan untuk memperoleh
minyak atsiri dapat menggunakan cara lain seperti ekstraksi menggunakan pelarut
organik atau dengan cara dipres (Hardjono, S.,2004). Pada umumnya minyak
atsiri larut dalam etanol atau pelarut organik polar lain dan kelarutannya akan
menurun jika kadar etanol kurang dari 70 %. Bila minyak atsiri mengandung
fraksi terpen (senyawa non polar) dalam jumlah besar maka kelarutannya dalam
etanol relatif kecil. Kegunaan minyak atsiri bagi tanaman sendiri untuk menarik
serangga yang membantu proses penyerbukan, sebagai cadangan makanan, untuk
mencegah kerusakan tanaman oleh serangga dan mempengaruhi proses
transpirasi. Dalam industri sering digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan
kosmetika, obat, makanan, rokok dan sebagainya. Selain itu minyak atsiri
digunakan sebagai obat anti kuman dan kapang.
a. Senyawa golongan terpen
Minyak atsiri mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon yang mempunyai
rumus empiris C10H16 dan senyawa-senyawa yang mengandung oksigen dengan
rumus empiris C10H16O dan C10H18O yang disebut sebagai terpen (Ketaren, 1987).
Menurut Ahmad, S.A (1986) terpen sendiri dikelompokkan sebagai berikut :
1). Monoterpen, C10H16
2). Seskuiterpen, C15H24
3). Diterpen, C20H32
4). Triterpen, C30H48
1). Monoterpen
Monoterpen merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari dua
satuan isoprena dan dengan rumus empiris C10H16. Monoterpen dapat berupa
hidrokarbon tak jenuh atau dapat mempunyai gugus fungsi, dan berupa alkohol,
aldehid atau keton. Monoterpen dibagi menjadi tiga golongan : asiklik,
monosiklik dan bisiklik (Padmawinata, 1987).
2). Seskuiterpen
Seskuiterpen merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
tiga satuan isoprena dengan rumus empiris C15H24 (Ketaren, 1987). Seskuiterpen
dibagi menjadi empat golongan yaitu asiklik, monosiklik, bisiklik dan trisiklik.
3). Diterpen
Diterpen meliputi golongan senyawa yang secara kimia beraneka ragam,
semuanya mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari empat satuan
isoprena dengan rumus empiris C20H32 (Padmawinata, 1987).
4). Triterpen
Triterpen adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosiontesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
yaitu skualena dengan rumus empiris C30H48. Senyawa ini berstruktur siklik,
kebanyakan berupa alkohol, aldehid dan asam karboksilat (Padmawinata, 1987).