You are on page 1of 38

MAKALAH

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

Makalah ditulis dan dipresentasikan dalam rangka memenuhi tugas matakuliah


Supply Chain Management

Dosen Pengampu:
Defi Norita S.T., M.T.

Disusun oleh:
Sholihin Syah Putra
(41615320045)

UNIVERSITAS MERCUBUANA
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
2017

3
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah


menganugerahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, karena
hanya dengan karunianya makalah yang berjudul Supply Chain
management (SCM) ini dapat selesai tanpa hambatan yang
berarti. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. utusan dan manusia pilihan-Nya yang
mengantarkan umat manusia minadzdzulumati ilan-nuur, yakni
addinul Islam (dari zaman kegelapan menuju zaman yang
bercahaya, yakni agama Islam).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Defi Norita, ST., MT. selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Supply Chain Management.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dan dengan senang hati menerima kritik dan saran
yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.

Karawang, 05 April 2017

Penulis

4
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................ ii
Daftar Isi.....................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang..............................................................1
B Rumusan Masalah.........................................................2
C Tujuan...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi, Konsep, Evolusi SCM.......................................3
B. Customer & Supplier Relationship Management
.....................................................................................
10
C. Customer Service Management
.....................................................................................
17
D. Demand Management
.....................................................................................
20
E. Pengembangan Produk dan Komersialisasi
.....................................................................................
22
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
.............................................................................................
26
Daftar Pustaka

5
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Persaingan dalam industri pada era sekarang ini semakin ketat. Salah
satu hal yang membuat perusahaan bidang industri bertahan adalah
penyediaan produk yang tepat bagi konsumen di waktu yang tepat, dan
dalam biaya ekonomis. Sekarang ini konsumen semakin kritis, mereka
menuntut penyediaan produk secara tepat tempat, tepat waktu. Sehingga
menyebabkan perusahaan manufaktur yang antisipatif akan hal ini akan
mendapatkan pelanggan sedangkan yang tidak antisipatif akan kehilangan
pelanggan.
Ketersediaan produk dan harga jual yang ekonomis hanya dapat
terjadi jika ada koordinasi yang baik antara perusahaan retail dengan pihak-
pihak dalam rantai suplainya. Koordinasi antara pihak-pihak dalam rantai
suplai tidak hanya melibatkan koordinasi persediaan saja, tetapi juga
informasi tentang pasar yang berguna bagi perencanaan perusahaan.
Kekurangan persediaan produk pada distributor akan berakibat kehilangan
penjualan, sedangkan kelebihan tertentu akan berakibat menumpuknya
produk dan meningkatnya biaya pemeliharaan persediaan.

6
Selain itu, koordinasi dengan toko-toko cabang sebagai salah satu
mata rantai suplai adalah penting, dimana kantor pusat dapat berbagi
informasi dan mengumpulkan informasi mengenai masing-masing supplier
agar pengelolaan suplai dan perencanaan penjualan produk dapat dilakukan
dengan lebih baik. Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk
menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di
internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Kesadaran akan
pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah,
berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun
1990-an yaitu supply chain management (SCM).
Makalah ini akan membahas mengenai supply chain management
(SCM) dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rantai SCM yang menjadi
satu solusi terbaik untuk memperbaiki tingkat produktivitas antara
perusahaan-perusahaan yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi, konsep dan evolusi supply chain management
(SCM)?
b. Apa yang dimaksud dengan customer & supplier
relationship management?
c. Apa yang dimaksud dengan customer service
management Apa yang dimaksud dengan demand
management?
d. Apa yang dimaksud dengan demand management?
e. Apa yang dimaksud dengan pengembangan produk dan
komersialisasi?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi, konsep dan evolusi supply chain
management (SCM).
b. Untuk mengetahui customer & supplier relationship
management.
c. Untuk mengetahui customer service management Apa yang
dimaksud dengan demand management.

7
d. Untuk mengetahui demand management.
e. Untuk mengetahui pengembangan produk dan
komersialisasi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Konsep, Evolusi SCM


Definisi SCM
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan
yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk
supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan-perusahaan seperti perusahaan jasa logistik.
Lalu, istilah Supply Chain Management (SCM) adalah
metode, alat, atau pendekatan pengelolaan dari supply
chain. Istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver &
Weber pada tahun 1982.

8
Ada beberapa definisi tentang SCM. Misalnya, the
Council of Logistics Management memberikan definisi
berikut:
Supply Chan Management is the systematic, strategic
coordination of the traditional business functions within a
particular company and across businesses within the supply
chain for the purpose of improving the long term
performance of the individual company and the supply chain
as a whole.
Jadi, Supply Chain Management tidak hanya
berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan,
melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Alasan
diperlukannya koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan
pada supply chain adalah dikarenakan perusahaan-
perusahaan yang berada pada ustau supply chain pada
intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama,
mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang
murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas
yang bagus. Hanya dengan kerjasama antara elemen-
elemen supply chain, tujuan tersebut akan bisa dicapai.
Semangat kolaborasi dan koordinasi juga didasari oleh
kesadaran bahwa kuatnya sebuah supply chain tergantung
pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya.
Sebuah pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak
berarti apabila suppliernya tidak mampu menghasilkan
bahan baku yang berkualitas atau tidak mampu memenuhi
pengiriman tepat waktu. Jadi, dalam supply chain, pabrik
perlu memberikan bantuan teknis dan manajerial terhadap
supplier-suppliernya karena pada akhirnya ini akan

9
menciptakan kemampuan bersaing keseluruhan supply
chain.
Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa semangat
kolaborasi dan koordinasi pada supply chain tidak mesti
mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan. SCM
yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi
supply chain secara keseluruhan, namun tidak
menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang.
Oleh krena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan
aturan main yang jelas. Misalnya, ketika suatu perusahaan
mau membagi informasi secara transparan, perusahaan
partner harus menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak
yang bisa menyalahgunakannya. Sangatlah penting untuk
menjaga etika bagi mereka yang menginginkan supply chain
yang kuat dalam jangka panjang.1
Konsep SCM
Untuk dapat menawarkan produk yang menarik dengan
tingkat harga yang bersaing, setiap perusahaan harus
berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa
mengurangi kualitas produk maupun standar yang sudah
ditetapkan. Salah satu upaya untuk mereduksi biaya
tersebut adalah melalui optimalisasi distribusi material dari
pemasok, aliran material dalam proses produksi sampai
dengan distribusi produk ke tangan konsumen. Distribusi
yang optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui penerapan
konsep Supply Chain Management. Supply Chain
Management sesungguhnya bukan merupakan suatu konsep

1 I Nyoman Pujawan dan Mahendrawati, Supply Chain Management (Surabaya:


Guna Widya, 2010), 7-8.

10
yang baru. Menurut Turban, Rainer, Porter (2004), terdapat 3
macam komponen rantai suplai, yaitu:
1. Rantai Suplai Hulu (Upstream supply chain)
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas
dari suatu perusahaan manufaktur dengan para
penyalurannya (yang mana dapat manufaktur,
assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka
kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-
trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada
beberapa strata, semua jalan dari asal material
(contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di
dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama
adalah pengadaan.
2. Manajemen Rantai Suplai Internal (Internal Supply Chain
Management) Bagian dari internal supply chain meliputi
semua proses pemasukan barang ke gudang yang
digunakan dalam mentransformasikan masukan dari
para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini
meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi.
Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama
adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan
pengendalian persediaan.
3. Segmen Rantai Suplai Hilir (Downstream supply chain
segment) Downstream (arah muara) supply chain
meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman
produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream
supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi,
pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Menurut Jebarus (2001) Supply Chain Management
merupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen
distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen.
Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang

11
menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur,
retailer hingga kepada konsumen. Dari sini aktivitas antara
supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan
tanpa sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme
informasi antara berbagai elemen tersebut berlangsung
secara transparan. Supply Chain Management merupakan
suatu konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang
mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk
secara optimal. Pola baru ini menyangkut aktivitas
pendistribusian, jadual produksi, dan logistic.
Semua perusahaan memerlukan sesuatu yang sangat
ekonomis guna melakukan kegiatan memproduksi untuk
memperoleh keuntungan. Untuk mencapai keinginan
tersebut, kelancaran arus material yang diperlukan pasti
melibatkan lebih dari satu rantai pasokan. Faktor kritis
dalam rantai pasokan yang efisien adalah pembelian, karena
tugas pembeliaan untuk menyeleksi pemasok (berikut
materialnya) dan kemudian membangun hubungan yang
saling menguntungkan. Tanpa pemasok yang baik dan tanpa
pembelian yang memadai, rantai pasokan tidak akan
memiliki peran untuk kondisi pasar pada masa seperti
sekarang ini. Supply Chain Management diperlukan oleh
perusahaan yang sudah mengarah pada pengelolaan
dengan sistem just in time, karena konsep just in time
sangat menekankan ketepatan waktu kedatangan material
dari pemasok sampai ke tangan konsumen sesuai dengan
yang ditetapkan. Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh
mata rantai harus benar-benar dilaksanakan, karena sistem
just in time tidak menekankan pada persediaan atau zero
inventory. Sehingga apabila terjadi penyimpangan pada
salah satu mata rantai saja, maka akan mengganggu

12
pasokan material secara keseluruhan dan menghambat
kelancaran tugas dari mata rantai yang lain, karena tidak
adanya persediaan.
Untuk kondisi di Indonesia sistem just in time akan
berhasil kalau mata rantai terkait berada dalam satu cluster.
Bagi perusahaan yang masih mementingkan persediaan
karena karakteristik material (misalnya faktor musiman)
atau sebagai langkah antisipatif untuk menyiasati
lingkungan industri yang tidak stabil, Supply Chain
Management juga diperlukan. Peran Supply Chain
Management untuk jenis perusahaan ini adalah menekan
biaya persediaan, karena persediaan yang tidak optimal
akan menimbulkan dampak biaya penyimpanan, biaya
pemesanan, dan biaya backorder (apabila terjadi stockout).
Baik perusahaan yang menerapkan sistem just in time
maupun yang masih mementingkan persediaan, Supply
Chain Management yang dilaksanakan akan lebih optimal
apabila diterapkan secara terintegrasi oleh seluruh mata
rantai pasokan yang terkait. Menerapkan konsep Supply
Chain Management secara menyeluruh dan terintegrasi
tentu bukan merupakan hal yang mudah dilakukan
perusahaan. Kesulitan akan banyak dialami dalam kaitan
dengan lingkungan eksternal yaitu hubungan dengan
supplier dan distributor serta konsumen akhir. Hal ini dapat
terjadi karena lingkungan eksternal relatif berada di luar
kendali perusahaan, sehingga perlu upaya kedua belah
pihak untuk mencapai komitmen menjadi mata rantai yang
saling berkoordinasi untuk menyalurkan seluruh kebutuhan
material sesuai yang dibutuhkan.
Sekilas konsep Supply Chain Management memiliki
kesamaan dengan manajemen logistic, karena keduanya

13
mengelola arus baarang dan jasa melalui pembelian,
pergerakan, penyimpanan, adminitrasi, dan penyaluran
barang. Selain itu baik Supply Chain Management maupun
manajemen logistic juga memiliki kesamaan dalam hal
peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan
barang. Perbedaan Supply Chain Management dengan
manajemen logistic terletak pada orientasinya. Supply Chain
Management mengusahakan hubungan dan koordinasi antar
proses dari perusahaan-perusahaan lain dalam business
pipelines, mulai dari suppliers sampai kepada pelanggan
juga mengutamakan arus barang antar perusahaan, sejak
paling hulu sampai paling hilir. Sedangkan manajemen
logistic berorientasi pada perencanaan dan kerangka kerja
yang menghasilkan rencana tunggal arus barang dan
informasi di seluruh perusahaan, jadi lebih terfokus pada
pengelolaan termasuk arus barang dalam perusahaan.
Evolusi SCM
Dalam perkembangannya, Supply Chain Management
telah banyak mengalami evolusi yang dapat digambarkan
dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut (Indrajit dan
Djokopranoto, 2002) :
1. Tahap 1
Dalam tahap 1 ada semacam kesendirian dan ketidak-
saling tergantungan fungsi produksi dan fungsi logistic.
Mereka menjalankan program-program sendiri yang
terlepas satu sama lain (in-complete isolation).
Contohnya adalah bagian produksi yang hanya
memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan
mutu dan yang telah ditetapkan, dan sama sekali tidak
mau ikut memikirkan penumpukan inventory dan
penggunaan ruang gudang yang menimbulkan biaya
persediaan yaitu biaya simpan.

14
2. Tahap 2
Dalam tahap 2 perusahaan sudah mulai menyadari
pentingnya integrasi perencanaan walaupun dalam
bidang yang masih terbatas, yaitu di antara fungsi
internal yangpaling berdekatan, misalnya produksi
dengan inventory control dan functional integration yang
lain.
3. Tahap 3
Dalam tahap 3 integrasi perencanaan dan pengawasan
atas semua fungsi yang terkait dalam satu perusahan
(internal integration).
4. Tahap 4
Pada tahap 4 menggambarkan tahap sebenarnya dari
suplly chain integration, yaitu integrasi total dalam
konsep perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
(manajemen) yang telah dicapai dalam tahap 3 dan
diteruskan ke upstreams yaitu suppliers dan
downsterams sampai ke pelanggan.
Evolusi Supply Chain Management yang telah mencapai
tahap keempat tersebut menunjukkan suatu integrasi yang
menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga
menuntut adanya transparansi arus informasi. Strategi
kemitraan dapat digunakan untuk mewujudkan kelancaran
arus pasokan material dari pemasok sampai distributor
hingga ke tangan konsumen. Dengan startegi kemitraan
maka perlu mengembangkan komunikasi di antara semua
pihak terkait, sehingga komunikasi arus informasi maupun
data yang dibutuhkan akan lebih lancar.2

2 Agus Widyarto, Peran Supply Chain Management Dalam Sistem Produksi dan
Operasi Perusahaan, Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 16, No. 2 Desember
2012, publikasiilmiah.ums.ac.id (4 November 2016)

15
Kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam area SCM
apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur,
kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM
adalah
- Kegiatan merancang produk baru (product development)
- Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement,
purchasing, atau control)
- Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan
(planning & control)
- Kegiatan melakukan produksi (production)
- Kegiatan melakukan pengiriman / distribusi (distribution)
- Kegiatan pengelolaan pengembalian produk / barang
(return)
Keenam klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam
bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan
manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan
functional division karena mereka dikelompokkan sesuai
dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan
manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk,
bagian pembelian atau bagian pengadaan (dalam bahasa
Inggrisnya bisa disebut purchasing, procurement, atau
supply function), bagian produksi, bagian perencanaan
produksi (sering dinamakan bagian Production Planning and
Inventory Control, PPIC), dan bagian pengiriman atau
ditribusi barang jadi. Tabel berikut menguraikan lebih lanjut
beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh
masing-masing bagian.3
Bagian Cakupan kegiatan antara lain
Pengembangan Produk Melakukan riset pasar,
merancang produk baru,
3 Pujawan dan Mahendrawati, Supply Chain Management, 9-10.

16
melibatkan supplier dalam
perancangan produk baru
Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi
kinerja supplier, melakukan
pembelian bahan baku dan
komponen, memonitor supply
risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier
Perencanaan & Demand planning, peramalan
Pengendalian permintaan, perencanaan
kapasitas, perencanaan produksi
dan persediaan
Operasi / Produksi Eksekusi produksi, pengendalian
kualitas
Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi,
penjadwalan pengiriman,
mencari dan memelihara
hubungan dengan perusahaan,
jasa pengiriman, memonitor
service level di tiap pusat
distribusi
B. Customer & Supplier Relationship Management
Pengertian mengenai CRM telah diberikan oleh
beberapa ahli, misalnya:
1. Buttle (2007) mengemukaan bahwa CRM adalah strategi
inti dalam bisnis yang mengintregrasikan proses-proses
dan fungsi-fungsi internal dengan semua jaringan
eksternal untuk menciptakan serta mewujudkan nilai
bagi para konsumen sasaran secara profitabel.
2. Jackson (1985) menyatakan CRM merupakan pemasaran
yang diorientasikan menuju hubungan yang kuat dan
lestari dengan pelanggan.
3. Sementara itu, Payne (2000) menyatakan bahwa CRM
berkaitan dengan penciptaan, pengembangan dan
peningkatan hubungan pelanggan yang
diindividualisasikan dengan pelanggan secara cermat
dan menghasilkan pemaksimalan nilai pelanggan.

17
4. Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Kotler dan
Armstrong (2004) CRM yaitu proses membangun dan
mempertahankan hubungan dengan konsumen yang
menguntungkan dengan memberikan produk yang
sangat bernilai bagi konsumen dan membuat konsumen
puas.
5. Selanjutnya menurut Schiffman (2004) menekankan
bahwa CRM adalah cara perusahaan dalam membina
relasi dengan para pelanggan dengan tujuan memelihara
kesetiaan dan komitmen pelanggan untuk tetap
menggunakan produk perusahaan yang bersangkutan.
Dari definisi yang dikemukakan tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa relationship marketing dan CRM memiliki
definisi yang hampir sama, yaitu (1) berpusat pada
hubungan penjual -pelanggan (2) hubungan tersebut
sifatnya jangka panjang dan (3) kedua pihak mendapat
manfaat di dalam hubungan yang dibuat (simbosis
mutualisme). Sedangkan CRM dan konsep relationship
marketing bisa dianggap sebagai budaya atau nilai
organisasional yang berbeda dengan menempatkan
hubungan pembeli-penjual di pusat pemikiran strategik atau
operasional perusahaan.
Walaupun CRM dan relationship marketing memiliki
kesamaan tetapi kedua konsep tersebut juga memiliki
perbedaan-perbedaan penting. Adapun perbedaan tersebut
adalah (1) relationship marketing adalah lebih bersifat
strategik sedangkan CRM digunakan di dalam pengertian
yang lebih taktis; (2) relationship marketing adalah relatif
lebih bersifat emosional dan perilaku, terpusat pada
variabel-variabel misalnya ikatan, empati, timbal balik, dan
kepercayaan sedangkan CRM lebih bersifat manajerial,

18
difokuskan pada bagaimana manajemen bisa membuat
usaha-usaha yang padu di dalam menarik, memelihara dan
meningkatkan hubungan pelanggan; (3) relationship
marketing tidak hanya sekedar mencakup hubungan suplier-
pelanggan tetapi meliputi pembangunan hubungan dengan
stakeholder, misalnya suplier, pegawai internal, pelanggan,
dan bahkan pemerintah sedangkan CRM lebih ditujukan
untuk membangun hubungan dengan para pelanggan kunci.
Dengan mengimplementasikan CRM, dimaksudkan
perusahaan menempuh cara untuk membina relasi dengan
pelanggan dengan tujuan memelihara kesetiaan dan
komitmen pelangan itu sendiri agar tetap menggunakan
produk perusahaan tersebut. Dengan menerapkan CRM
pada hakekatnya perusahaan menyatakan bahwa pihaknya
sudah bersikap membangun kepuasan pada pelanggan,
bersikap mengutamakan pelanggan, berorientasi pada
pelanggan, serta menyesuaikan diri dengan keinginan
pelanggan. Dalam pengimplementasian CRM ini akan
menuntut terbangunnya kultur di perusahaan, dimana kultur
ini tercermin dalam perilaku yang merupakan bagian
perwujudan dari budaya perusahaan dan harus dilaksanakan
dimulai dari pucuk pimpinan sampai pegawai pada lini
terbawah. Dengan terbangunnya kultur yang berorientasi
pada pelanggan tersebut, maka segala sumber daya yang
ada akan dialokasikan untuk mendukung semua langkah
yang dapat meningkatkan nilai perusahaan dimata
pelanggan.4

4 Umar Chadhiq, Customer Relationship Management (CRM) : Pilihan Strategi


Untuk Meraih Keunggulan Bersaing, Jurnal Vol. 18 No. 33 2011,
ejurnal.stiedharmaputra-smg.ac.id (4 November 2016)

19
Posisi pemasok dalam suatu perusahaan sangatlah
penting, terutama menyangkut pasokan produk di suatu
perusahaan atau industri. Manajemen pemasok menjadi
sangat penting bagi perusahaan, terutama untuk
memperoleh material atau produk dan bahan baku
berkualitas. Berbagai pendekatan teah dilakukan oleh
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dilakukan Jepang
didasari oleh adanya hubungan kepercayaan dan saling
menguntungkan (mutually cooperative) antara pihak
pemasok dan perusahaan.
The Balanced Scorecard yang diciptakan oleh Kaplan
dan Norton yang pertama kali dipublikasikan dalam Harvard
Business Review edisi Januari-Februari 1992, tidak
memaparkan atau membahas perspektif pemasok.
European Foundation for Quality Management yang secara
luas dinyakatan sebagai model bisnis excellence yang
dikenalkan pada tahun 1992 sebagai European Quality
Award, juga tidak mencantumkan komponen pemasok ke
dalam sembilan enabler dan dimensi hasil. Komponen
pemasok juga tidak terdapat dalam kriteria kinerja
excellence pada Malcom Baldrige National Quality Award
yang diciptakan pada tahun 1987, khususnya dalam
membahas manajemen pemasok.
Ada 3 alasan yang mendasari mengapa pemasok harus
dimasukkan dalam rancangan permasalahan manajemen
kinerja perusahaan atau organisasi. Pertama, setiap kasus
yang mengatur pemasok tidak dibahas dalam proses bisnis
internalnya. Kedua, konsep membangun hubungan baik
dengan pemasok utama demi meningkatkan efisiensi dan
efektivitas melalui rantai pasok (supply chain), yang dalam

20
hal ini untuk menjaga efisiensi hubungan pemasok
langsung, telah menjadi tren akhir-akhir ini. Ketiga,
pentingnya mengelola pemasok telah menjadi hal yang
sangat krusial untuk dibahas sejalan dengan tren strategi
kerjasama pengalihan (outsorce strategic partnership)
selama dekade terakhir.
Riset yang dilakukan oleh Cranfield dan Accenture
menunjukkan bahwa saat ini 52% perusahaan mengukur
kontribusi pemasoknya, tetapi di antara perusahaan yang
belum mengukur kinerja pemasok, 83% percaya bahwa
mereka harus melakukannya. Hanya 30% responden hasil
survei mengaku telah mengukur kepuasan pemasoknya
tetapi dari 30% perusahaan yang telah melakukan
pengukuran tersebut, 77% tidak percaya bahwa mereka
harus mengkur kontribusi pemasok. Jadi, dalam perusahaan
yang telah melakukan pengukuran manajemen hubungan
dengan pemasok terjadi bias antara kepentingan
perusahaan dan ketertarikan perusahaan pada aspek lain
seperti perbedaan harga, ketepatan pengiriman, kualitas
dan pelayanan, serta lain sebagainya. perhatian yang
diberikan pada faktor-faktor seperti apakah pemasok telah
dibayar tepat waktu, jumlah transaksi yang telah dilakukan
bersama pemasok, atau benefit dari inisiatif kerjasama yang
saling menguntungkan sangatlah minim.
Dalam mengatur hubungan dengan pemasok, terdapat
kecenderungan seperti keinginan dan kebutuhan
perusahaan untuk mendominasi keinginan serta kebutuhan
pemasok. Perusahaan ingin pemasoknya menyediakan
produk dan jasa dengan cepat, berkualitas, murah, dan
mudah. Pemasok dan joint venture membutuhkan umpan

21
balik dari perusahaan atau organisasi mengenai
pendapatnya dalam bentuk opini tentang seberapa baik
mereka bekerjsama, sehingga dapat memperbaiki dan
meningkatkan kerjasama tersebut. Pemasok dan joint
venture ingin dipercaya oleh pihak lain dan dapat membagi
informasi penting yang saling menguntungkan. Pemasok
dan joint venture ingin agar hubungan kerja itu
memungkinkannya mendapatkan keuntungan dan
mengembangkan bisnis.
Beberapa strategi generik yang umum digunakan
dalam mengatur hubungan pemasok dan partner aliansi
adalah:
1. Meningkatkan kinerja pemasok dengan membuat
persetujuan pencapaian tingkat layanan (service level),
serta memonitor kinerja kualitas produk, pelayanan
pengiriman, dan penerapan akreditasi formal (proses
audit).
2. Mengoptimalkan biaya pengadaan (optimize
procurement cost) dengan menelusuri pencapaian total
akuisisi cost saving melalui inisiatif pengembangan
kapabilitas seperti implementasi pelelangan via internet
manajemen persediaan penjual (vendor managed
inventories), sisstem penagihan otomatis (self-billing),
atau outsourcing sebaik negosiasi pembelian yang
dilakukan secara reguler.
3. Memapankan aliansi atau joint venture di mana
permalan dan data kebutuhan dibagi dengan pemasok
melalui perubahan data secara elektronik atau sistem
perencanaan yang kolaboratif dan pendefinisian modus
operandi joint venture.

22
4. Menentukan tujuan dan hasil yang diinginkan dengan
mengukur kemajuan dan pencapaian yang telah
diselesaikan, apakah dapat memenuhi tujuan.
Untuk memenuhi kepuasan pemasok menyangkut
kebutuhan dan keinginan, beberapa perusahaan melakukan
survei secara periodik guna mengetahui pandangan
pemasok mengenai hubungan yang sedang berlangsung
dan bagaimana memperbaikinya di masa depan. Kebutuhan
dan keinginan pemasok serta partner aliansi utama sama
pentingnya dengan pemangku kepentingan utama (investor,
pemerintah, masyarakat, dan pegawai) untuk didengar
daam membuat keputusan strategis. Ketika pemasok dan
partner aliansi memberikan saran perbaikan, maka dalam
pelaksanaannya harus tetap dimonitor.
Metodologi pengukuran dalam bidang manajemen
rantai pasok (Supply Chain Management) diperlukan untuk
memenuhi kepuasan kedua belah pihak, baik perusahaan
atau organisasi maupun pemasok. Metodologi untuk
mengatur kinerja pemasok di antaranya adalah first point
assessment, yang dikembangkan untuk mengevaluasi
kinerja pada industri petrokimia. Metodologi ini meliputi 3
laporan yang saling terintegrasi yakni:
1. Kinerja pemasok: melaporkan kinerja pemasok selama
pengiriman produk atau jasa kepada perusahaan atau
organisasi.
2. Kinerja produk dan pelayanan: melaporkan kinerja
pelayanan yang sedang berlangsung dari produk ke
peralatan setelah beroperasi selama periode tertentu.
3. Kinerja pengadaan (pembeli): melaporkan bagaimana
pembeli mendukung pemasok selama persediaan produk

23
atau jasa tersedia. Laporan ini akan mengolah isu seperti
kejelasan spesifikasi, efisiensi proses tender, efektivitas
komunikasi, dan lainnya.
Indikator kinerja perusahaan yang harus dikelola
dengan baik yang berkaitan dengan pengelolaan pemasok,
antara lain meliputi:
1. Jumlah pemasok
Dalam kebanyakan perusahaan atau organisasi,
pengukuran indikator jumlah pemasok merupakan suatu
ukuran yang penting bagi perkembangan memperoleh
material atau produk dan bahan baku berkualitas.
Pengurangan jumlah pemasok dapat meningkatkan
kegiatan pengawasan yang pada gilirannya dapat
menjaga pasokan produk serta layanan ke perusahaan
atau organisasi sehingga menjadi lebih fokus dan dapat
mengatur masing-masing pemasok untuk bekerja lebih
efektif serta efisien. Mengurangi jumlah pemasok dapat
mempermudah pasokan logistik sehingga dapat
meningkatkan nilai bisnis dengan pemasok yang ada, di
mana hal itu juga dapat meningkatkan komitmen mereka
kepada perusahaan atau organisasi bersangkutan.
2. Pembayaran tepat waktu kepada pemasok
Kebanyakan pemasok mempertimbangkan waktu
pembayaran sebagai penentu keputusan hubungan
mereka dengan perusahaan atau organisasi. Indikator
pembayaran tepat waku pada pemaasok
menggambarkan usaha untuk meningkatkan hubungan
perusahaan atau organisasi dengan pemasok.
3. Gambaran masa depan yang diberikan kepada pemasok

24
Gambaran masa depan meberikan infromasi kepada
pemasok mengenai jumlah atau nilai kebutuhan produk
atau jasa di masa yang akan datang pada suatu
perusahaan atau organisasi. Semakin cepat pemasok
diberi informasi mengenai kebutuhan pasokan di masa
depan, semakin mudah mereka memenuhinya sehingga
meningkatkan kepuasan pemasok serta mempermudah
perusahaan mencapai kesepakatan dengan pemasok.
4. Peningkatan pesanan pemasok kepada perusahaan atau
organisasi
Jumlah belanja prosuk atau jasa dan proporsi pemesanan
perusahaan kepada pemasok akan berkontribusi pada
peningkatan kepuasan pemasok, dan mengindikasikan
bahwa perusahaan berkomitmen serta percaya untuk
membeli dari pemasok tersebut.
5. Tingkat kerjasama antara pemasok dan perusahaan atau
organisasi
Hal ini mengacu pada peningkatan proses bisnis yang
saling menguntungkan. Seringkali mereka bekerjasama
dalam hal pengembangan produk, perbaikan proses
ataupun aktivitas pengalihan.
6. Alternatif jumlah pemasok
Kinerja pemasok yang ddikuti oleh perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pemasok karena
mengindikasikan komitmen perusahaan untuk membeli
produk atau jasa dari pemasok tersbeut. Oleh karena itu,
pengurangan jumlah pemasok alternatif juga
mencerminkan kepuasan perusahaan terhadap pemasok
yang tetap dipertahankan tersebut. Komitmen ini sangat
penting dan menjadi dasar untuk lebih mendekatkan

25
hubungan kerja antara perusahaan dan pemasok yang
saling menguntungkan. Meskipun demikian, hampir
semua perusahaan menghindari ketergantungan pada
satu pemasok dan biasanya mengambil dua atau
beberapa pemasok.
7. Stabilitas perencanaan atau penjadwalan
Hal ini mencerminkan akurasi perusahaan dalam
memprediksikan kebutuhan masa depannya. Pemasok
hanya akan bisa merencanakan aktivitas di masa
mendatang jika sudah yakin bahwa jadwal yang dibuat
akurat. Karenanya, diperlukan pembuatan jadwal yang
akurat agar pemasok dapat lebih efektif merencakan
peningkatan efektivitas dan efisiensi operasinya.
8. Stabilitas hubungan antara pemasok dan perusahaan
Stabilitas hubungan antara pemasok dan perusahaan
mencerminkan pengembangan hubungan jangka
panjang yang erat. Hubungan yang stabil di antara
keduanya akan meningkatkan kepastian perencanaan
yang akan dibuat.
9. Kepuasan pemasok
Jika menginginkan peningkatan hubungan jangka
panjang yang erat antara pemasok dan perusahaan,
kepuasan pemasok harus ditingkatkan. Meningkatnya
kepuasan pemasok akan meningkatkan kesediaan
mereka dalam emmenuhi kebutuhan perusahaan dan
dapat pula meningkatkan kinerjanya. Peningkatan
kepuasan pemasok akan mendorong mereka untuk

26
menyetujui kontrak jangka panjang yang saling
menguntungkan.5

C. Customer Service Management


Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan
pelanggan, setiap perusahaan perlu menjaga citra positif
produk dan perusahaan di mata pelanggan atau masyarakat
umumnya. Citra ini dapat dibangun melalui kualitas produk,
kualitas pelayanan, dan jaminan keamanan. Tanpa citra
yang positif, kepercayaan yang sedang dan akan dibangun
tidak akan efektif. Untuk meningkatkan citra perusahaan,
wirausahawan perlu menyiapkan sumber daya manusia
(karyawan) yang mampu menangani keinginan dan
kebutuhan pelanggan. Karyawan yang diharapkan dapat
melayani keinginan dan kebutuhan pelanggan ini kita sebut
Customer service (CS) atau ada juga yang menyebutnya
service assistence (SA).
Customer service secara umum adalah setiap kegiatan
yang ditujukan untuk memberikan kepuasan pelanggan
melalui pelayanan yang dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhan pelanggan. Customer service memegang
peranan sangat penting sebagai ujung tombak perusahaan
dalam menghadapi pelanggan. Dalam dunia bisnis tugas
utama seorang CS memberikan pelayanan dan membina
hubungan dengan masyarakat. Customer service
perusahaan dalam melayani para pelanggannya selalu
berusaha menarik dengan cara merayu para calon
pelanggan menjadi pelanggan yang bersangkut dengan

5 Dermawan Wibisono, Manajemen Kinerja Korporasi dan Organisasi: Panduan


Penyusunan Indikator (Jakarta: Erlangga, 2011), 84-100.

27
berbagai cara. CS juga harus dapat menjaga pelanggan
lama agar tetap menjadi pelanggan perusahaan. Oleh
karena itu, tugas Customer service merupakan tulang
punggung kegiatan operasional dalam dunia bisnis.
Pada prinsipnya semua atau seluruh pegawai, mulai
dari cleaning service, satpam, sampai pada direktur utama
harus harus menjadi costumer service. Dalam menjalan kan
fungsi dan tugasnya, seseorang costumer service harus
benar-benar memahaminya sehingga dapat menjalankan
tugasnya secara prima. Fungsi customer service yang harus
dijalankan setiap waktu adalah sebagai berikut:
1. Sebagai resepsionis
Sebagai resepsionis, CS berfungsi sebagai penerima tanu
yang datang ke perusahaan. Tamu di sini bisa siapa saja,
entah pelanggan, calon pelanggan,supplier, atau pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
2. Sebagai Deskman
Seorang CS berfungsi sebagai orang yang melayani
berbagai macam aplikasi (permohonan) yang diajukan
pelanggan atau calon pelanggan. Permohonan mulai dari
pengisian formulir samapai dengan kelengkapan data
yang dibutuhkan atau yang dipersyaratkan.
3. Sebagai Salesman
Sebagai salesman, CS merupakan seorang yang menjual
produk kepada pelanggan atau calon pelanggan. Dalam
hal ini CS harus dapat menjelaskan segala sesuatu yang
berkaitan dengan produk.
4. Sebagai Customer Relation Officer
Sebagai customer relation officer, CS berfungsi sebagai
orang yang membina hubungan baik dengan seluruh

28
pelanggan, termasuk merayu atau membujuk agar
pelanggan tetap bertahan, tidak lari dari perusahaan
yang bersangkutan apabila menghadapi masalah.
5. Sebagai Komunikator
Sebagai komunikator, CS merupakan penghubung antara
perusahaan dengan pelanggan atau pihak lain yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Dalam hal ini
fungsi CS adalah menghubungi pelanggan dan
memberikan informasi tentang segala sesuatu yang ada
hubungannya antara perusahaan dan pelanggan.
Disamping memiliki fungsi seperti di atas, CS juga
memiliki tugas sesuai dengan fungsi CS tersebut. Adapun
tugas-tugas Customer service yang sesuai dengan fungsinya
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Resepsionis
Sebagai resepsionis CS bertugas menerima tamu yang
datang ke perusahaan dengan ramah-ramah, sopan,
tenang, simpatik, menarik, dan menyenangkan. Dalam
hal ini CS harus bersikap selalu memberi perhatian,
berbicara dengan suara yang lembut dan jelas.
2. Sebagai Deskman
Sebagai deskman tugas CS antara lain memberikan
informasi mengenai produk-produk perusahaan,
menjelaskan manfaat dan ciri-ciri produk, menjawab
pertanyaan pelanggan mengenai produk serta
membantu pelanggan yang membutuhkan pertolongan,
seperti mengisi formulir.
3. Sebagai Salesman
Sebagai salesman tugas CS adalah menjual produk,
merupakan cross selling, mengadakan pendekatan dan

29
mencari pelanggan baru, berusaha membujuk pelanggan
yang baru dan berusaha mempertahankan pelanggan
yang lama, serta berusaha mengatasi setiap
permasalahn yang dihadapi pelanggan, termasuk
keberatan dan keluhan pelanggan.
4. Sebagai Customer Relation Officer
Sebagai Customer Relation Officer tugas seorang CS
adalah menjaga image atau citra perusahaan. Tugas
detailnya adalah membina hubungan baik dengan
seluruh pelanggan. Tugas terpenting adalah sebagai
penghubung antara perusahaan dengan seluruh
pelanggan,
5. Sebagai komunikator
Sebagai komunikator tugas CS adalah memberikan
segala informasi dan kemudahan-kemudahan kepada
pelanggan. Di samping itu, juga sebagai tempat
menampung keluhan, keberatan, atau konsultasi
berbagai hal yang ada kaitannya dengan produk atau
perusahaan secara keseluruhan.6

D. Demand Management
Demand management adalah upaya untuk membuat
permintaan lebih mudah dipenuhi oleh supply chain. Secara
lebih spesifik bisa dikatakan bahwa demand management
adalah upaya untuk secara aktif meyakinkan bahwa profil
perrmintaan pelanggan memiliki pola yang halus sehingga
mudah dan efisien untuk dipenuhi. Dengan kata lain, kalau
peramalan hanya melihat bahwa input yang sudah given,
demand management melihat bahwa input tersebut harus

6 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 275

30
diubah polanya terlebih dahulu sebelum masuk ke proses
peramalan, perencanaan produksi, pengadaan bahan baku,
produksi, dan pengiriman ke pelanggan.
Mengelola permintaan berarti mengubah pola
permintaan sehingga memiliki pola yang lebih
menguntungkan bagi supply chain. Ada beberapa cara yang
bisa digunakan oleh supply chain untuk mempengaruhi pola
permintaan, cara-cara berikut ini hanya kan efektif
digunakan apabila perusahaan memahami dengan baik
perilaku pembeli / pelanggan terhadap pemberlakuan
masing-masing cara ini. Cara-cara tersebut antara lain:
a. Promosi
Kegiatan promosi bisa dilakukan dengan berbagai
cara misalnya melalui iklan di media cetak maupun
media elektronik. Kegiatan promosi sudah teruji
efektivitasnya untuk meningkatkan volume penjualan
selama periode tertentu. Promosi pada saat-saat
tertentu membuat volume permintaan meningkat baik
segera setelah promosi dilakukan ataupun secara
perlahan dan terjadi beberapa lama setelah periode
promosi mulai. Bagi supply chain, kegiatan promosi bisa
membuat pola permintaan lebih mudah atau lebih sulit
untuk dipenuhi.
Jika promosi dilakukan pada saat-saat permintaan
lesu dan efek promosi relatif cepat terhadap reaksi
pasar, maka supply chain akan mendapatkan pola
permintaan yang lebih rata. Sebaliknya, jika promosi
justru dilakukan pada saat permintaan memang tinggi,
supply chain justru akan menghadapi permintaan yang
lebih fluktuatif. Sebagai contoh, penjualan kartu ucapan

31
natal dan tahu baru akan tinggi pada minggu ke-2 atau
ke-3 bulan Desember. Jika promosi dilakukan oleh suatu
perusahaan pada bulan Desember, justru permintaan
akan meningkat pada bulan tersbeut sehingga
perbedaan penjualan pada bulan Desember dan bulan-
bulan lain justru akan lebih tinggi. sebaliknya, jika
promosi dilakukan pada bulan Agustus, September,
Oktober misalnya, volume penjualan pada bulan-bulan
tersebut akan meningkat baik karena sebagian orang
membeli kartu ucapan dua bulan atau tiga bulan lebih
awal. Kalau ini yang terjadi, pemrintaan kartu secara
total akan meningkat pada bulan-bulan sebelum
Desember dan kemungkinan menurun pada bulan
Desember..
b. Pricing
Kebijakan harga sebenarnya juga bisa
diklasifikasikan sebagai bagian dari instrumen promosi.
Namun, kebijakan pricing bisa memiliki tujuan yang
lebih luas dari sekedar promosi. Comtohnya, tarif
telepon yang lebih mahal di siang hari dibandingkan
dengan waktu malam hari adalah cara untuk
memindahkan sebagian beban jaringan yang memang
sibuk pada siang hari ke malam hari. Potongan harga
yang diberikan untuk produk-produk yang tidak terjual
pada akhir musim jual (seperti pakaian, produk-produk
elektronik, dan lain-lain) menyebabkan biaya-biaya
persediaan menurun, namun terkadang juga membuat
orang menunda keputusan pembelian ke akhir musim
jual untuk mendapatkan diskon yang berarti
mennimbulkan dampak negatif bagi supply chain.

32
c. Shelf management
Posisi dan cara penempatan suatu barang di
supermarket sering kali berpengaruh terhadap
penjualan barang tersebut. Barang yang letaknya
tersembunyi, walaupun sebenarnya menarik bagi
banyak konsumen, tidak akan banyak laku karena tidak
terlihat oleh calon-calon pembeli. Oleh karena itu,
produk yang baru diluncurkan atau yang sedang punya
program peningkatan penjualan, biasanya ditempatkan
di tempat-tempat yang terlihat jelas oleh para
pengunjungnya.
d. Deal structure
Deal structure ini meliputi persetujuan jual beli seperti
boleh tidaknya produk dikembalikan, term pembayaran,
perlindungan harga, garansi, dan sebagainya. bisa
tidaknya produk dikembalikan apabila tidak sesuai
dengan keinginan konsumen akan meningkatkan
volume penjuala, namun penjual akan menanggung
biaya pengembalian yang lebih tinggi. Term
pembayaran juga mempengaruhi keputusan pembeli.
Pembayaran yang bisa ditunda beberapa lama setelah
barang diambil tentu akan lebih manerik dibandingkan
dengan persyaratan pembayaran langsung ketika
barang diambil oleh pembeli.7

E. Pengembangan Produk dan Komersialisasi


Kebanyakan organisasi bisnis yang berhasil mencapai
tujuannya karena mereka selalu berusaha untuk
memberikan produk atau jasa yang ditawarkan sesuai

7 Pujawan dan Mahendrawati, Supply Chain Management, 96-98.

33
dengan keinginan pelanggan. Pengembangan produk
(product develompent) pada dasarnya adalah upaya
perusahaan untuk senantiasa menciptakan produk baru,
memperbaiki atau memodifikasi produk lama agar dapat
memenuhi tuntutan pasar dan selera pelanggan. Toffler
memprediksi bahwa akan terjadi peningkatan macam
produk untuk barang jenis tertentu. Dari hari ke hari
diprediksikan jenis produk akan meningkat, konsumen akan
banyak pilihan dan akan cepat bosan dengan produk karena
banyaknya bermunculan produk-produk baru. Oleh karena
itu, diperlukan kejelian dan kejeniusan dalam memenuhi
pelanggan dengan melakukan pengembangan produk.
Perusahaan yang melakukan stategi bisnis product
differentation menuntut inovasi produk untuk dapat
menciptakan dan mengembangkan produk sesuai dengan
permintaan pasar. Inovasi produk akan muncul apabila
perusahaan mempunyai misi operasi sesuai dengan
permintaan pasar. Keputusan yang diambil selama tahap
pengembangan produk akan berpengaruh pada keseluruhan
organisasi dalam jangka panjang. Tanpa pengembangan
produk dapat menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan
pada akhirnya dapat berakibat penurunan penjualan.
Pengembangan produk tidak dapat dipisahkan dari
konsep daur hidup produk (product life cycle). Produk yang
baik dapat dikatakan selalu melalui tahapan perancangan,
produksi, diterjunkan ke pasar dan kemudian melewati
tahap siklus daur hidup mulai dari perkenalan,
pertumbuhan, kematangan, kejenuhan, lalu akhirnya
merosot dan mati untuk digantikan oleh produk-produk baru
sebagai hasil pengembangan yang lebih dapat memuaskan

34
kebutuhan pelanggan. Dalam era sekarang ini terdapat
beberapa kecenderungan yang mungkin terjadi di bidang
pengembangan produk, yaitu:
1. Proses pengembangan produk yang lebih baik, lebih
canggih, lebih berkualitas, lebih murah dibandingkan
dengan produk sebelumnya sebagai akibat perubahan
yang begitu cepat dalam bidang teknologi.
2. Pengembangan produk dalam era sekarang ini dituntut
untuk menjadi unggulan daya saing.
Terdapat beberapa faktor yang mendorong perusahaan
perlu melakukan strategi pengembangan produk dalam
menghadapi era globalisasi, yakni:
a. Perubahan selera konsumen
b. Keinginan untuk menekan biaya (efisiensi)
c. Keinginan untuk meningkatkan kualitas produk
d. Kemerosotan kinerja perusahaan (menurunnya omzet
penjualan dan pasaran produk kurang berkembang)
e. Melemahnya bargaining position dalam menghadapi
para supplier bahan baku
f. Pesaing semakin kuat
g. Perubahan teknologi
h. Usia produk semakin pendek
Dalam menyusun strategi pengembangan produk saaai
ini, produsen dihadapkan pada berbagai tantangan antara
lain seperti:
1. Makin terbatasnya gagasan-gagasan tentang produk
baru karena cepatnya perubahan tuntutan pasar tidak
dapat selalu diimbangi dengan munculnya gagasan-
gagasan produk baru.

35
2. Pasar yang semakin terkotak-kotak (fregmentation
markets) karena persaingan semakin tajam sehingga
mengakibatkan pasar semakin sempit. Perusahaan
umumnya hanya mampu mengarahkan produk barunya
untuk segmen pasar tertentu.
3. Hambatan sosial dan peraturan pemerintah karena
produk baru dituntut untuk lebih memenuhi persyaratan
keamanan konsumen dan pencemaran lingkungan hidup.
4. Biaya pengembangan produk yang mungkin semakin
tinggi.
5. Usia produk yang semakin singkat karena biasanya
apabila suatu produk sukses di pasar, pasar pesaing
berlomba-lomba meniru dan menawarkan harga yang
lebih murah, sehingga rata-rata produk baru yang sukses
hanya dapat menikmati masa puncak yang relatif
singkat.
Di samping tantangan tersebut, pengembangan produk
baru masih dibayangi oleh risiko kegagalan tidak hanya
ketika produksi tapi ketika produk dikenalkan ke pasar.
Kegagalan sebagian besar produk baru disebabkan antara
lain oleh keinginan yang dipaksakan, kurangnya penelitian
pasar, kekeliruan dalam memprediksi daya serap pasar,
kurangnya promosi, harga terlalu tinggi, atau bahka
disebabkan oleh ulah para pesaing yang melakukan praktek
ilegal dengan melakukan imitasi produk. Untuk mengatasi
tantangan tersebut serta mencegah kenmungkinan
terjadinya kegagalan strategi pengembangan produk baru
harus diruuskan sejalan dengan strategi pemasaran
perusahaan jangka panjang dan bukan keputusan yang
mendadak.

36
Dalam menetapkan stategi pengembangan produk,
terdapat empat macam pendekatan yang dapat ditempuh,
yaitu:
1. Modifikasi bauran produk dalam satu lini
2. Perluasan lini atau pertambahan lini
3. Meningkatkan citra dan manfaat produk, misalnya
dengan menerbitkan buku resep seingga manfaat produk
bertambah bagi konsumen
4. Menciptakan produk baru atau produk sekelas konsumen
lain, misalnya setingkat lebih rendah atau setingkat lebih
tinggi.
Secara garis besar, prosedur pengembangan produk
terdiri atas tahapan sebagai berikut:
1. Pengembangan gagasan
2. Penyaringan gagasan agar benar-benar dapat
diwujudkan.
3. Pengembangan dan uji konsep.
4. Analisis bisnis
5. Pengembangan dan uji produk
6. Strategi pemasaran produk
7. Uji pasar
8. Pengenalan pasar8
Setelah pengujian selesai dilakukan, perusahaan siap
untuk memperkenalkan produk ke pasar target secara
penuh dan sesuai dengan langkan pengenalan siklus hidup
induk. Oleh karena itu, setelah perencanaan matang,
dilaksanakan, dan diuji maka akhirnya dibuat produksi
besar-besaran yang membutuhkan modal investasi cukup

8 Zulian Yamit, Manajemen Produksi dan Operasi (Yogyakarta: Ekonisia, 2003),


34-40.

37
besar. Maka perusahaan mulai melansir produk baru di
pasar, yang akan menjalani proses kehidupan sebagai suatu
produk baru sampai kepada tahap proses adopsi oleh pihak
konsumen, dapat menimbulkan kepuasan bagi konsumen,
dan mendatangkan keuntungan bagi produsen. Tahap ini
merupakan tahap komersialisasi.9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa SCM merupakan singkatan
dari Supply Chain Management yakni metode, alat, atau
pendekatan pengelolaan dari supply chain. Supply chain sendiri
merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir.
Lalu, dalam SCM terdapat pula CRM (Customer Relationship
Management) dan Supplier Relationship Management. Yang
mana, dengan mengimplementasikan CRM, dimaksudkan
perusahaan menempuh cara untuk membina relasi dengan
pelanggan dengan tujuan memelihara kesetiaan dan komitmen
pelangan itu sendiri agar tetap menggunakan produk perusahaan
tersebut. Manajemen pemasok menjadi sangat penting bagi
perusahaan, terutama untuk memperoleh material atau produk
dan bahan baku berkualitas.
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan
pelanggan, setiap perusahaan perlu menjaga citra positif produk
dan perusahaan di mata pelanggan atau masyarakat umumnya.

9 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung:


Alfabeta, 2014), 142.

38
Untuk meningkatkan citra perusahaan, wirausahawan perlu
menyiapkan sumber daya manusia (karyawan) yang mampu
menangani keinginan dan kebutuhan pelanggan. Karyawan yang
diharapkan dapat melayani keinginan dan kebutuhan pelanggan
ini kita sebut Customer service (CS).
Demand management adalah upaya untuk membuat
permintaan lebih mudah dipenuhi oleh supply chain. Selain itu,
ebanyakan organisasi bisnis yang berhasil mencapai tujuannya
karena mereka selalu berusaha untuk memberikan produk atau
jasa yang ditawarkan sesuai dengan keinginan pelanggan.
Pengembangan produk (product develompent) pada dasarnya
adalah upaya perusahaan untuk senantiasa menciptakan produk
baru, memperbaiki atau memodifikasi produk lama agar dapat
memenuhi tuntutan pasar dan selera pelanggan.

Daftar Pustaka

Alma, Buchari. 2014. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung:


Alfabeta.
Kasmir. 2008. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pujawan, I Nyoman dan Mahendrawati. 2010. Supply Chain Management.
Surabaya: Guna Widya.
Wibisono, Dermawan. 2011. Manajemen Kinerja Korporasi dan Organisasi:
Panduan Penyusunan Indikator. Jakarta: Erlangga.
Yamit, Zulian. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Widyarto, Agus. Peran Supply Chain Management Dalam Sistem Produksi dan
Operasi Perusahaan, Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 16, No. 2
Desember 2012, publikasiilmiah.ums.co.id (4 November 2016)
Chadhiq, Umar. Customer Relationship Management (CRM): Pilihan
Strategi Untuk Meraih Keunggulan Bersaing, Jurnal Vol. 18

39
No. 33 2011 ejurnal.stiedharmaputra-smg.ac.id (4
November 2016)

40

You might also like