You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pancaindra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima
jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang melayaninya merupakan alat
perantara yang membawa kesan rasa (sensory impression) dari organ indra
menuju otak, tempat perasaan ditafsirkan. Dalam segala hal, serabut saraf-saraf
sensorik dilengkapi dengan ujung akhir khusus guna mengumpulkan rangsangan
perasaan yang khas itu dari setiap organ yang berhubungan.[1]
Pada hakikatnya lidah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan indra
khusus pengecap. Lidah merupakan salah satu organ penting pada tubuh manusia
yang memiliki banyak fungsi. Lidah memiliki peran dalam proses pencernaan,
menghisap, menelan, sensasi rasa, bicara, respirasi, dan perkembangan rahang.
Lidah juga dapat mencerminkan kondisi kesehatan seseorang sehingga digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kesehatan oral dan kesehatan umum pasien.
Lidah dapat mengalami anomali berupa kelainan perkembangan, genetik,
dan enviromental. Penyakit-penyakit lokal dan sistemik juga mempengaruhi
kondisi lidah dan menimbulkan kesulitan pada lidah yang biasanya menyertai
keterbatasan fungsi organ ini.[2]
Lidah yang tidak nyaman bisa dihasilkan dari iritasi oleh makanan tertentu,
khususnya yang asam (misal, nanas), atau rasa tertentu di dalam pasta gigi,
pencuci mulut, permen, atau permen karet. Beberapa obat-obatan bisa
menyebabkan rasa tidak nyaman pada lidah, sama seperti luka dan infeksi. Infeksi
umum yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada lidah adalah thrush
(candidiasis), dimana jamur berbentuk lapisan putih pada gigi yang terlalu cepat
bertumbuh yang menutupi lidah. Nyeri intensif pada seluruh mulut bisa
disebabkan oleh sindrom mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome) dan Coated
Tongue.[2]
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang gangguan pada indera pengecap yaitu sindrom mulut terbakar
(Burning Mouth Syndrom) dan Coated Tongue.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini adalah :

1
a. Apa itu indra pengecap (lidah) ?
b. Bagaimana anatomi dan fisiologi lidah ?
c. Bagaimana hubungan indra pengecap dengan sensori dan persepsi ?
d. Apa saja gangguan pada indra pengecap ?
e. Apa itu Burning Mouth Syndrom ?
f. Apa itu Coated Tongue ?
g. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada gangguan indra pengecap ?

1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Sistem Sensori dan Persepsi.
b. Tujuan Khusus :
1) Sebagai dasar acuan untuk presentasi Gangguan Indra Pengecap.
2) Agar pembaca khususnya mahasiswa/i keperawatan tingkat III Kampus
2 RS Ciremai dapat mengetahui lebih tentang gangguan indra pengecap.

1.4. Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN : Berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan sistematika karya tulis ilmiah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Berisikan teori tentang lidah dan gangguan
pada lidah yaitu Burning Mouth Syndrom dan Coated Tongue.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN : Berisikan tentang asuhan keperawatan.
BAB IV PENUTUP : Berisikan kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indera Pengecap (Lidah)


A. Defenisi Lidah
Lidah merupakan massa jaringan pengikat disusun otot lurik yang diliputi

2
oleh membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena jaringan
penyambung lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar berkas-berkas
otot. Pada bagian bawah lidah membran mukosanya halus. Lidah juga merupakan
suatu rawan (cartilago) yang akarnya tertanam pada bagian posterior rongga
mulut (cavum oris) dekat dengan katup epiglotis yang menuju ke laryng.[2]
Lidah merupakan bagian tubuh penting untuk indra pengecap yang terdapat
kemoreseptor (bagian yang berfungsi untuk menangkap rangsangan kimia yang
larut pada air) untuk merasakan respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap
rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di
tempat yang berbeda-beda.[2]

B. Fungsi Lidah
Fungsi lidah adalah sebagai berikut :[2]
1) Menunjukkan kondisi tubuh
2) Membasahi makanan di dalam mulut

3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah

4) Mengecap atau merasakan makanan


5) Membolak-balik makanan
6) Menelan makanan
7) Mengontrol suara dan dalam mengucapkan kata-kata.

C. Anatomi Lidah
Lidah adalah salah satu dari panca indeera yang berfungsi sebagai alat
pengecap. Lidah terletak didasar mulut dan melekat pada tulang hyoid. Lidah
berwarna merah dan permukaannya tidak rata. Korpus lidah mengandung otot
intrinsic dan ekstrinsik dan merupakan otot terkuat didalam tubuh. Otot intrinsic
berfungsi untuk melakukan semua gerakan lidah, otot ekstrinsik berfungsi
mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta membantu melakukan
gerakan menekan makanan pada langit-langit dan gigi, kemudian mendorongnya
masuk ke faring.[5]
Pada permukaan atas atau dorsal lidah terdapat alur berbentuk V yaitu
sulkus terminalis, ujung Vnya mengarah ke posterior. Sebagian besar lidah
terdiri dari serat-serat otot rangka diliputi lender dan kelenjar. Serat otot lidah
yang intrinsik, yaitu yang terdapat didalam lidah dan ekstrinsik yaitu yang lainnya

3
yang berorigo diluar terutama di mandibula, tulang hyoid, dan berinsersi pada
lidah. Diantara serat-serat otot, terdapat kelenjar. Kelenjar utama tersebut bersifat
seperti mukosa terdapat pada pangkal lidah, dengan saluran keluar bermuara
dibelakang sulkus terminalis. Kelenjar serosa terletak pada bagian lidah, dengan
saluran keluar bermuara didepan sulkus, sedangkan asini campur terletak diujung
lidah, dengan saluranya bermuara pada permukaan bawah lidah.[5]

Gambar 1. Anatomi Lidah Manusia 1

Membran mukosa pada permukaan bawah lidah sifatnya licin dan


dibawahnya terdapat tunika submukosa, pada permukaan atas terlihat banyak
tonjolan-tonjolan kecil disebut papilla lidah. Tonjolan-tonjolan kecil pada
permukaan lidah (papilla) terdapat sel reseptor (tunas pengecap). Terdapat lebih
dari 10.000 tunas pengecap pada lidah manusia, sel-sel ini tumbuh seminggu
setelah itu digantikan oleh sel-sel yang baru. Sel-sel inilah yang bias
membedakan rasa manis, asam, pahit, dan asin.[5]

4
Gambar 2. Otot intrinsic dan ekstrinsik lidah 2

D. Taste Buds
Taste buds merupakan sel epitel yang telah dimodifikasi, beberapa
diantaranya disebut sebagai sel sustentakular dan lainnya disebut sebagai sel
reseptor. Sel-sel reseptor ini terus menerus digantikan melalui pembelahan
mitosis dari sel-sel epitel sekitarnya dengan waktu paruh sekitar sepuluh hari.
Taste buds mengandung sel reseptor kecap (gustatoris), terletak didalam epitel
mulut (berlapis gepeng), terutama pada papilla, tetapi dapat juga dijumpai
ditempat lain dalam rongga mulut, palatum, dan epiglottis. Taste buds memiliki
beberapa tipe reseptor rasa, setiap tipe ini akan mendeteksi satu jenis dari 5 rasa
dasar yaitu asam, asin, manis, pahit, dan umami. Seluruh rasa ini dapat dirasakan
oleh seluruh permukaan lidah, tetapi satu jenis rasa akan lebih sensitive pada
daerah tertentu.[5]

5
Taste buds terdapat tiga jenis sel epitel, yaitu :
a. Sel penyokong atau sel sustentakular, terletak terutama dibagian perifer taste
buds
b. Sel pengecap neuroepitel, yang biasanya hanya berjumlah 10-14 sel pada tiap
taste buds
c. Sel basal, letaknya di perifer dekat lamina basal, dan dianggap sebagai sel
induk (stem) sel jenis lainnya.
Pergantian sel didalam taste buds berlangsung relative cepat, masa hidup
pada umumnya 10 hari, dan sel sustentakular mungkin merupakan suatu tahap
perantara dalam perkembangan diferensiasi sel sensorik. Rangsang kimiawi
sampai pada sel sensoris dan diteruskan oleh neurotransmitter keujung akhir saraf
yang berbentuk putik dan terletak diantara sel-sel. Akhir-akhir ini telah dapat
diperlihatkan bahwa satu kuncup kecap (satu papilla) dapat merasakan keempat
macam rasa dasar, tentunya tidak ada perbedaan structural yang ditemukan untuk
menjelaskan perbedaan dalam rasa dasar tersebut. Saraf dari taste buds yang
letaknya pada dua pertiga bagian depan lidah berjalan didalam chorda thympany,
cabang saraf fasialis, sedangkan dari taste buds pada sepertiga bagian belakang
lidah berjalan dalam saraf glosofaringeus yang membawa rasa kecap dari
epiglottis dan faring bawah berjalan dalam saraf vagus.[5]

Gambar 3. Taste Buds 3

E. Vaskularisasi dan Saraf pada Lidah


Vaskularisasi lidah berasal dari arteri carotis interna, arteri ini bercabang
menjadi arteri sublingualis yang akan memeberi vaskularisasi pada musculus

6
mylohioid, glandula sublingualis, dan mukosa membrane mulut menuju vena
jugularis interna. Terdapat tiga vena yang menjadi percabangan dari nervus
hipoglossi yaitu vena lingualis profundus, vena lingualis dorsalis dan vena
comitantens. Vena lingualis inilah yang mendampingi arteri lingualis menuju
vena lingualis intern. Tergantung lokasinya pada lidah, taste buds dapat disarafi
oleh akson sensoris oleh nervus kranialis fasialis (N.VII), glossofaringeus (N.IX),
atau vagus (N.X). pensarafan sensoris umum lidah , anterior dari sulkus
terminalis melalui cabang lingual dari mandibularis (N.V), sementara senssi
gustatoris daerah ini, kecuali untuk papilla sirkumvalata, adalah melalui cabang
chorda thympani dari nervus fasialis (N.VII), yang menyertai nervus lingualis.
Taste buds pada papilla sirkumvalata dan bagian faringeal lidah disarafi cabang
lingual dari nervus glossopharingeus (N.XI). taste buds pada epiglottis dan bagian
paling posterior lidah disarafi oleh cabang laryngeal superior dari nervus vagus
(N.X).[5]

F. Fisiologi Lidah
Dari analisis pengecapan praktis, kemampuan reseptor dikumpulkan
menjadi 4 kategori umum yang disebut sensasi utama pengecapan. Keempat
kategori tersebut adalah manis, asam, asin, dan pahit. Namun, beberapa ilmuwan
menyatakan ada rasa yang kelima yang mereka sebut umami. Umami adalah rasa
yang khas untuk daging, beberapa keju tertentu, dan jamur.[5]

Gambar 4. Lokasi pengecap pada lidah 4

G. Jenis-Jenis Papila
a.Papila Filiformis, terdapat di bagian posterior lidah. Papilla ini sangat
banyak diseluruh permukaan lidah dan tidak mengandung vili pengecap.

7
Papilla filiformis lebih berfungsi untuk menerima rasa sentuh, daripada
rasa pengecapan yang sebenarnya.
b. Papila Fungiformis, di bagian anterior lidah dan diantara filiformis,
menyebar pada permukaan ujung dan sisi lidah. Menyerupai jamur karena
mempunyai tangkai yang sempit, permukaan halus, bagian atas melebar,
mengandung vili pengecap, tersebar di permukaan atas lidah, dan epitel
berlapis pipih tidak bertanduk.
c.Papila Foliata, pada pangkal lidah bagian lateral dan terdapat beberapa
tonjolan-tonjolan padat.
d. Papila Sirkumvalata, papilla yang sangat besar dengan permukaan
yang pipih meluas di atas papilla lain, susunan seperti parit, tersebar di
daerah V bagian posterior lidah. Terdapat delapan hingga dua belas
buah dari papilla ini yang terletak pada bagian dasar lidah. Banyak
kelenjar mukosa dan serosin, serta banyak vili pengecap yang terdapat di
sepanjang sisi papilla.[1]

Gambar 5. Papilla lidah 4

H. Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas Indera Pengecap


Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan sensitovitas indera pengecap
antara lain :
a. Usia
Penurunan sensitivitas indera pengecap merupakan masalah psikologis
yang biasa terjadi pada orang dengan usia tua. Seiring bertambahnya usia
terjadi penurunan jumlah papilla sirkumvaata dan penurunan fungsi

8
transmisi pada taste buds.[6]
b. Suhu makanan
Sensitivitas pada taste buds pada indera pengecap dapatdipengaruhi oleh
suhu makanan dan minuman yang kurang 20o C maupun lebih dari 30o C.
suhu yang terlalu panas akan merusak sel-seltaste buds.[6] Demikian pula
suhu yang terlalu dingin dapat membuat sensitivitas lidah berkurang,
menyebabkan cedera atau bahkan kematian sel. Keadaan tersebut
cenderung berlangsung cepat karena sel yang rusak tersebut diperbaiki.[5]
c. Penyakit
Pada penyakit Diabetes mellitus dan ginjal serta radiasi dapat pula
menyebabkan xerostomia. Xerostomia adalah keadaan dimana mulut
kering akibat produksi kelenjar saliva berkurang.[6]
d. Obat-obatan
Efek samping obat dapat mempengaruhi penurunan sensitivitas indera
pengecap, seperti amphetamine dapat menurunkan sensitivitas rasa asin
dan manis, anesthesia seperti lidokain dapat menyebabkan berkurangnya
sensitivitas rasa asin dan manis, begitu juga penggunaan insulin untuk
penderita diabetes yang berkepanjangan.[6]

I. Mekanisme Rangsang Indera Pengecap


Mekanisme reaksi antara substansi perangsang dengan vili pengecap untuk
memulai potensial reseptor adalah dengan pengikatan zat kimia kecap pada
molekul reseptor protein yang menonjol melalui membran vili. Hal ini kemudian
membuka saluran ion, yang membuat ion natrium masuk dan mendepolarisasi sel.
Selanjutnya, zat kimia kecap secara bertahap dibersihkan dari vili pengecap oleh
saliva, yang menghilangkan rangsangan.[6]
Pada penerapan rangsang pengecap yang pertama kali, laju kecepatan
pelepasan impuls dari serabut saraf akan meningkat sampai puncaknya dalam
waktu beberapa detik, tetapi kemudian akan beradaptasi dalam waktu 2 detik
berikutnya sampai ke kadar yang lebih rendah dan stabil. Jadi, sinyal segera yang
kuat akan ditransmisikan oleh saraf pengecap, dan sinyal kontinu yang lebih
lemah akan ditransmisikan sepanjang indera pengecap dan tetap terpapar terhadap
rangsang pengecapan.[6]

J. Transmisi Sinyal Pengecap ke Sistem Saraf Pusat


Impuls pengecap dari dua pertiga anterior lidah mula-mula akan diteruskan
ke nervus trigeminus, kemudian melalui korda timpani menuju ke nervus facialis,
dan akhirnya ke traktus solitarius pada batang otak. Sensasi pengecap dari papilla

9
sirkumvalata pada bagian belakang lidah dan dari daerah posterior rongga mulut
yang lain akan ditransmisikan melalui nervus glossofaringeus ke traktus solitarius
tetapi pada ketinggian yang sedikit lebih rendah. Akhirnya, beberapa sinyal
pengecap akan ditransmisikan ke traktus solitarius dari basis lidah dan bagian-
bagian dari daerah faring melalui nervus vagus. Semua serabut pengecap
bersinaps pada nukleus traktus solitarius dan meneruskan neuron ke daerah
talamus.[6]

10
Gambar 6. Transmisi impuls pengecap ke sistem saraf pusat 4

2.2. Gangguan Indera Pengecap


A. Defenisi
Gangguan pengecapan dapat terjadi apabila terdapat suatu bahan yang dapat
merubah sensitivitas rasa sehingga lidah tidak dapat mendeteksi rasa dengan
benar. Selain itu, gangguan pengecapan dapat disebabkan karena adanya destruksi
dari taste buds. Gangguan pengecapan adalah gangguan rasa manis, asam, asin,
dan pahit. Hal ini menyebabkan nafsu makan menurun sehingga tidak jarang
mengakibatkan defisiensi protein dan kalori. Pengecapan dapat berkurang sedikit,
hilang sama sekali, atau timbul rasa baru, disebut metallic medicinal.[7]

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya gangguan pengecapan, sebagai berikut :[8,9]
1. Drug induced dapat menyebabkan ageusia dan phantogeusia.
Misalnya : penisilamin, griseofulvin, metronidazole, dan litium karbonat.
2. Post influenza seperti hipogeusia dan hiposmia
Gangguan penciuman dan pengecapan selama mengidap penyakit
saluran napas.
3. Acute zinc loss
Zinc merupakan kofaktor pembentukan alkaline fosfatase, enzim yang
banyak pada membran taste buds. Defisiensi zinc dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan pengecapan berupa ageusia dan hipogeusia.
4. Lesi atau cedera pada mukosa lidah, taste buds, atau saraf kranial ke
batang otak.
Kerusakan N. IX (nervus glosofaringeus) mengakibatkan gangguan
pengecapan sepertiga posterior lidah, menyebabkan ageusia, disgeusia,
dan hipogeusia.

11
5. Gangguan produksi saliva, sangat berpengaruh dalam hal pengecapan.
Suatu zat makanan hanya dapat dinikmati rasanya jika larut dalam
saliva. Melalui taste pores suatu zat dapat mencapai sel-sel pengecap dan
mempengaruhi ujung-ujung sel pengecap dan melalui serabut saraf
seseorang dapat merasakan rasa makanan. Dengan berkurangnya
produksi saliva, sel-sel pengecap akan mengalami kesulitan dalam
menerima rangsang rasa yang dapat menyebabkan terjadinya ageusia dan
hipogeusia.
6. Gangguan pada rongga dan mukosa mulut yang meliputi infeksi,
inflamasi, dan mukositis akibat pajanan radiasi yang dapat merusak
sensasi rasa berupa ageusia dan phantogeusia. Lesi akibat radioterapi
yaitu pada mikrovili taste buds.
7. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (parkinson, alzheimer disease,
proses penuaan normal) dapat menyebabkan berkurangnya fungsi
pengecapan (hipogeusia), dimana penurunannya terlihat paling menonjol
pada usia dekade ketujuh.
8. Pada proses penuaan normal dapat menyebabkan berkurangnya rasa
pengecapan akibat perubahan pada membran sel-sel pengecapan. Pada
awal kelahiran, manusia memiliki 10.000 taste bud, tetapi setelah usia 50
tahun, taste bud akan mengalami penurunan fungsi bahkan banyak yang
mengalami kematian sehingga taste bud berkurang. Selain itu, pada usia
lanjut produksi saliva berkurang yang dapat menyebabkan mukosa
rongga mulut menjadi kering dan rentan terhadap gesekan. Gesekan ini
akan menambah dampak pengurangan taste bud pada usia lanjut. Akibat
proses penuaan normal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pengecapan berupa ageusia dan hipogeusia.
9. Kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan gangguan pengecapan
berupa hipogeusia dan cacogeusia.
10. Keganasan pada kepala dan leher dapat mengakibatkan berkurangnya
nafsu makan (hipogeusia) dan ketidakmampuan dalam mendeteksi suatu
rasa (ageusia).
11. Gangguan endokrin dapat terlibat dalam gangguan pengecapan. Diabetes
melitus, hipogonadisme, dan pseudohipoparatiroid dapat mengurangi

12
sensasi rasa (hipogeusia). Sedangkan hipotiroid dan defisiensi korteks
adrenal dapat meningkatkan sensasi rasa.
12. Gejala yang khas pada anemia defisiensi besi adalah atrofi papilla lidah.
Permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papilla lidah
menghilang. Atrofi papilla lidah ini dapat menyebabkan gangguan
pengecapan berupa ageusia dan hipogeusia.
13. Penyakit herediter Disautonomia Familial tipe I seperti Sindrom Riley-
Day menyebabkan penurunan (hipogeusia) atau hilangnya sensasi rasa
(ageusia) karena tidak berkembangnya taste bud.

C. Jenis Gangguan Indera Pengecap


Gangguan pengecapan berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan sebagai
berikut:[7][8][9]
a) Ageusia
Ageusia adalah hilangnya daya pengecapan secara total, parsial,
dan spesifik.
Penyebabnya adalah berbagai keadaan yang mempengaruhi lidah,
seperti mulut yang sangat kering, perokok berat, terapi penyinaran pada
kepala dan leher, dan efek samping dari obat misalnya vinkristin
(antikanker) atau amitriptilin (obat antidepresi).
Jenis dari ageusia adalah :
1. Ageusia total, adalah ketidakmampuan mengenali rasa manis,
asam, asin, dan pahit.
2. Ageusia parsial, adalah kemampuan untuk mengenali sebagian
rasa, tetapi tidak seluruhnya.
3. Ageusia spesifik, adalah ketidakmampuan untuk mengenali
kualitas rasa pada zat tertentu.
b) Disgeusia
Disgeusia adalah berubahnya daya pengecapan. Penyebabnya bisa
berupa luka bakar pada lidah (kerusakan pada jonjot-jonjot
pengecapan), Bells palsy (berkurangnya pengecapan pada salah satu
sisi lidah), dan depresi.
c) Hipogeusia

13
Hipogeusia adalah berkurangnya daya pengecapan. Penyebabnya
adalah kerusakan nervus glosofaringeus dan kebersihan mulut yang
buruk.
d) Cacogeusia
Cacogeusia adalah gangguan pengecapan yang ditandai sensasi
rasa yang tidak enak pada makanan, dapat disebabkan karena
kebersihan mulut yang buruk.

e) Phantogeusia
Phantogeusia adalah gangguan pengecapan yang ditandai dengan
rasa yang tidak enak di mulut, yang dikenal dengan metallic
phantogeusia.
Penyebabnya adalah obat-obatan tertentu, termasuk antibiotik,
antidepresan, dan antihipertensi, serta merupakan reaksi yang normal
terhadap pengobatan kemoterapi dan radioterapi.

2.3. Burning Mouth Syndrome (Sindrom Mulut Terbakar)


A. Defenisi

Burning Mouth Syndrome (disebut juga glossodynia, glossopyrosis,


dysaesthesia oral) ditandai dengan sensasi terbakar yang mempengaruhi mukosa
oral yang disebabkan oleh faktor lokal dan sistemik lain misalnya xerostomia,
desain gigi tiruan yang tidak baik, diabetes, anemia.[10]

Burning Mouth Syndrome (Sindrom mulut terbakar) adalah kondisi yang


sangat menyakitkan yang sering didefinisikan sebagai sensasi panas di lidah,
bibir, palatum ataupun di seluruh rongga mulut. Walaupun sindrom ini dapat
mengenai siapapun, namun lebih banyak terjadi pada wanita setengah baya
maupun lanjut usia. Sindrom mulut terbakar sering terjadi dengan disertai
berbagai kondisi medis dan gigi, dari kekurangan gizi dan menopause sampai
mulut kering alergi. Tetapi hubungan mereka tidak jelas, dan penyebab pasti
sindrom mulut terbakar tidak selalu dapat diidentifikasi dengan pasti.[11]

14
Gambar 7. Lidah Burning Mouth Syndrome 5

Burning Mouth Sindrom (BMS) biasanya disamakan dengan kelainan


psikosomatik murni yang muncul pada wanita pascamenopause, yang resisten
terhadap terapi. Meskipun BMS dapat menjadi diagnosa dan kesempatan terapi.
Beberapa penelitian menghubungkan BMS dengan gangguan organik
dan psikiatrik dan menunjukkan perbaikan gejala pada 70% pasien dengan terapi
langsung. Berhadapan dengan pasien BMS, dermatosis dan klinisi lainnya harus
mengenal komponennya, manajemen dan optimis terhadap perbaikan yang
potensial.2

Ada kecenderungan untuk kondisi perempuan di menopause atau kelompok


usia pascamenopause. Prevalensi bervariasi 0,5-15% pada kelompok sasaran ini.
pasien menderita melaporkan sensasi terbakar yang konstan. Bagian yang paling
sering dijumpai pada kasus burning mouth adalah bagian anterior lidah meskipun
bagian anterior palatum keras dan mukosa labial dari wilayah bibir adalah situs
umum lainnya sakit .3

Presentasi klinis.[10]
1. Jenis kelamin: lebih sering terjadi pada wanita daripada pria
2. Umur: biasanya lebih dari 50 tahun

3. Sifat: sensasi terbakar. Pasien mungkin mendeskripsikannya sebagai


mukosa mulut yang terasa terbakar atau terkena merica

4. Durasi: muncul setiap hari dan biasanya terjadi dalam periode yang

15
panjang (bulanan sampai tahunan). Gejala yang dirasakan pasien tidak
mengganggu tidur. Beberapa pola yang berbeda dapat dideskripsikan
dan diklasifikasikan menurut system :

a) Tipe 1: tidak muncul saat bangun tidur, keparahan meningkat


dengan jalannya hari

b) Tipe 2: muncul saat bangun dan terasa sepanjang hari

c) Tipe 3: intermiten, pola kejadian tidak dapat diprediksi

5. Lokasi: sensasi terbakar biasanya terjadi pada lidah, bibir, palatum


keras, muncul di salah satu tempat tersebut ataupun bersamaan. Jika
muncul di salah satu tempat, maka seringnya muncul pada lidah. Pada
tipe 3 muncul di tempat yang tidak biasa seperti tenggorokan dan dasar
mulut.

6. Faktor inisiasi: tidak terdapat faktor inisiasi yang jelas. Namun pasien
melaporkan bahwa sensasi ini tidak muncul saat mereka makan
ataupun bekerja dan lebih terasa saat istirahat. Analgesik seringnya
tidak efektif.

7. Rasa sakit datang secara konstan namun dapat juga datang dan pergi.
Kecemasan dan depresi umum didapati pada orang dengan sindrom
mulut terbakar dan kemungkinan diakibatkan oleh rasa sakit kronis
yang mereka alami.[11]

8. Gejala lain dari BMS termasuk: Kesemutan atau mati rasa di ujung
lidah atau di mulut, Perubahan rasa pahit atau seperti logam, Mulut
kering atau sakit mulut.[11]

B. Etiologi
Ada beberapa kemungkinan penyebab sindrom mulut terbakar, diantaranya:
[11]

1. Kerusakan saraf yang mengendalikan rasa sakit dan pengecapan

16
2. Perubahan hormone
3. Mulut kering, yang dapat disebabkan oleh banyak obat-obatan dan
gangguan seperti sindrom Sjgren atau diabetes
4. defisiensi nutrisi
5. Oral kandidiasis
6. Refluks asam
7. Gigi tiruan yang tidak pas atau alergi dengan bahan gigi tiruan
8. Kecemasan dan depresi
Pada beberapa orang, sindrom mulut terbakar mungkin memiliki lebih dari
satu penyebab. Tapi bagi banyak orang, penyebab pasti dari gejala-gejalanya
tidak dapat ditemukan.
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa penyebab sindrom mulut
terbakar adalah multifaktor. Terdapat 2 kelompok besar faktor penyebab BMS
yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.

1. Faktor Lokal
a. Kontak Alergi

Reaksi alergi lokal oleh (Lamey) dkk dikatakan sebagai salah


satu penyebab BMS. (Kaaber) dkk melakukan pemeriksaan terhadap 53
orang pemakai gigi tiruan dengan hasil patch test epikutan yang positif
terhadap bahan gigi tiruan. Substansi pada bahan gigi tiruan dapat
menyebakan alergi. Contohnya antara lain Monomeric methyl
metacrylate, epoxy resin, bisphenol A dan bahan akrilik dari merek-
merek tertentu. Hubungan sementara antara rasa panas dan pemakaian
gigi tiruan, eritema yang menyebar pada membrane mukosa yang
berkontak adalah merupakan cirri khas. Sebaliknya alergi yang
berhubungan dengan makanan mempunyai ciri khas rasa panas yang
intermiten, tidak adanya tanda-tanda obyektif dari inflamasi dan rasa
panas yang menyeluruh pada rongga mulut. Bahan-bahan yang tercatat
sebagai allergen antara lain sorbic acid, nicotinic acid, propylene glycol
dan bahan tambahan pada kopi instant. Sebagai tambahan pada suatu
kasus yang dilaporkan, terjadi reaksi alergi terhadap tambalan amalgam
yang mengandung merkuri. Diagnosa ini dengan hasil patch test yang
positif dan hilangnya keluhan dengan menyingkirkan alergen.[3]

17
b. Gigi Tiruan

Beberapa kelainan dan lesi pada mukosa dihubungkan dengan


pemakaian gigi tiruan. Ali dkk menemukan 22 pasien BMS yang
berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan. Dari 46% keluhan pasien
tampaknya berhubungan langsung dengan gigi tiruan yaitu 23% alergi
terhadap monomer methyl methacrylate, 18% terhadap high residual
monomer level, 5% karena gigi tiruan yang kurang baik yaitu dalam
hal stabilitas, kecekatan dan oklusinya. (Main dan Basker) menemukan
bahwa kurang lebih 50% pasien BMS terutama disebabkan oleh
kesalahan dalam design gigi tiruan. indikasi bahwa gigi tiruan
penyebab BMS adalah hubungan sementara dari rasa panas dengan
pemakaian gigi tiruan dan lokasi rasa panas pada jaringan di bawah
gigi tiruan.[3]

c. Infeksi

Beberapa penelitian menemukan C. albicans merupakan factor


penyebab BMS. Zegarelli mendiagnosa moniliasis pada sepertiga dari
pasiennya. Lamey dan Lamb melaporkan frevalensi yang lebih rendah
(6%). penyebab ini dibuktikan oleh kultur positif dari kerokan lidah
dan berkurangnya keluhan dengan terapi antifungal. Infeksi kandida di
rongga mulut merupakan oportunistik dan beberapa factor penunjang
antara lain xerostomia, terapi steroid, GTP rahang atas,DM, Anemia
pernisiosa.[3]

d. Xerostomia

Keluhan rasa panas kemugkinan berkaitan dengan kuragnya


saliva (xerostomia) yang disebabkan oleh kelainan pada salivary
centre, kelainan fungsi kelenjar saliva, perubahan keseimbangan
cairan atau elektrolit dan kelainan fungsi kelenjar saliva, perubahan
keseimbangan cairan atau elektrolit dan kelainan yang mengganggu
jalan keluar saliva. Main dan Basker menemukan xerostomia pada 8%

18
pasien BMS sebagai efek samping obat. Bahn mendapatkan bahwa
obat-obatan tersebut berupa tricyclic anti depressants, turunan
benzodiazepine dan antihistamines.[3]

e. Angioedema

Pada penderita angiodema terdapat gejala dan indikasi seperti


BMS. Setiap bagian tubuh tersebut merasakan sakit dan sensasi
terbakar.. Biasanya, penyakit ini mempengaruhi kelopak mata, lidah,
bibir, telapak tangan, telapak kaki, tenggorokan, dan yang
mengejutkan adalah beberapa kejadian di alat kelamin.[3]

f. Neuralgia Trigeminal

Secara harfiah, Neuralgia Trigeminal berarti nyeri pada nervus


Trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri terbesar. Dicirikan
dengan suatu nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti sengatan
listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu sisi rahang
atau pipi.[3]

g. Oral Habit

Mendorong lidah ke depan dan bruxism dapat memberi rasa


terbakar di mulut karena kurangnya aliran saliva akibat kebiasaan
buruk tersebut.[3]

h. Iritasi Mulut yang Berlebihan

Mungkin karena hasil menyikat lidah secara berlebihan atu


mengomsumsi minuman yang terlalu banyak mengandung asam.[4]

2. Faktor Sistemik
a. Psikogenik

Dwarkin menyatakan tampaknya factor psikologik dan


psikososial memainkan peranan penting pada rasa sakit di orofasial

19
tetapi hanya beberapa penelitian yang menggunakan metode
psikometrik yang obyektif untuk mendapatkan status psikologis
pasien antara lain (Lamb) dkk yang menggunakan Catells 16 PF
Questionare, Lamey dan Lamb menggunakan Hospital Anxiety &
Depression Scale. (Grushka) dkk menggunakan Multiphasic
Personality Inventory. (Rojo) dkk melakukan pengamatan psikiatrik
pada 74 pasien BMS dengan menggunakan Hamiltons Depression
and Anxiety Scales. Hasilnya pada 51,35% pasien BMS ditemukan
kelainan psikiatrik. Lamb menemukan lebih dari 50% pasien BMS
dipengaruhi oleh factor psikogenik.[3]

b. Defisiensi Vitamin dan Mineral

Defisiensi unsur dalam darah diperkirakan sebagai factor


penyebab pada 2 % dari 57 pasien yang diteliti oleh Zegarelli. dari
penelitiannya diperoleh frevalensi anemia pernisiosa (devisiensi
vitamin B12) sebesar 1,8 %, sedangkan Lamey dan Lamb 8,3% dari
150 pasien. Lamey dkk menemukan defisiensi salah satu dari vitamin
B1,B2,B6 atau kombinasinya pada 70 pasien BMS. Brown
menyatakan bahwa defisiensi Zat besi merupakan penyebab anemia
yang paling sering terjadi. Lamey menegaskan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab pada 5% dari pasien BMS yang ditelitinya
sedangkan Brooke mencatat 53%. Rasa panas timbul kemungkinan
karena pada pasien dengan defisiensi tersebut mengalami perubahan
permeabilitas pada mukosanya, perubahan pada aliran darah atau
merupakan suatu neuropati. (Basker) dkk mengemukakan bahwa
defisiensi asam folat yang berperan dalam metabolism DNA dan RNA
dapat menyebabkan rasa panas dalam mulut dan angular stomatitis.[3]

c. Diabetes Melitus

Beberapa pengamat melaporkan prevalensi diabetes sebagai


penyebab BMS tidak terlalu tinggi (sampai 5%). Ada beberapa alasan
yang mendukung perkiraan bahwa diabetes menyebabkan timbulnya
rasa panas dalam mulut. Kurangnya insulin pada penderita DM

20
mengganggu proses katabolic dalam mukosa mulut sehingga
menyebabkan resistensi jaringan terhadap gesekan normal menjadi
berkurang. Kemungkinan lain adalah adanya xerostomoia dan infeksi
candida yang merupakan keadaan yang sering menyertai pasien
diabetes. (Broody) dkk menyatakan mekanisme timbulnya keluhan
pada mulut merupakan neuropati yang irreversible dan perubahan
pada membrane dalam pembuluh darah kecil di jaringan mulut.[3]

d. Menopause

Dari hasil penelitian Massler 86 wanita dalam masa post


menopause, 93% diantaranya mengeluhkan rasa panas pada
mulutnya. Masa transisi hormonal ditandai dengan perubahan fisik
dan emosi. Grushka menemukan bahwa wanita dengan BMS
merasakan keluhan menopausalnya lebih berat daripada kelompok
control. Literature masih memperdebatkan efek estrogen pada mukosa
mulut. Walaupun beberapa penelitian menemukan bahwa kadar
estrogen berhubungan dengan derajat keratinisasi dan proliferasi
selular gingival tetapi penelitian lain tidak menemukan hubungan
yang serupa.[3]

e. Kelainan Imunologi

Pada penderita kelainan imunologi biasanya terjadi gangguan


terhadap penyerapan nutrisi sehingga terjadi defisiensi nutrisi dan
menyebabkan menurunnya respon imun.[3]

C. Klasifikasi
Terdapat 3 tipe Burning Mouth Syndrom berdasarkan variasi gejala:[4]

1. Burning Mouth Syndrom tipe 1

a) Prevalensi 35% dari kejadian Burning Mouth Syndrom

21
b) Muncul setiap hari, namun gejala bertahap yaitu tidak muncul ketika
bangun tidur pagi hari, mulai timbul di pertengahan hari dan semakin
memberat di sore hari.

c) Berhubungan dengan faktor nonpsikiatri.

2. Burning Mouth Syndrom tipe 2


a) Prevalensi 55%
b) Nyeri konstan sepanjang hari
c) Dihubungkan dengan faktor psikiatri, seperti ansietas kronik.
3. Burning Mouth Syndrom tipe 3
a) Prevalensi 10%
b) Nyeri hilang timbul (intermitten) dan muncul di area yang tidak lazim
yaitu biasanya di mukosa mulut, dasar mulut dan tenggorokan.
c) Dihubungkan dengan alergi makanan.

D. Patofisiologi
Diawali adanya stimulus rasa yang ditangkap oleh taste bud yang berada di
dalam papilla lidah. Sensasi rasa itu kemudian diteruskan ke otak melalui saraf
VII, IX dan X untuk dapat dipersepsikan. Ketiga saraf tersebut membawa impuls
ke medula, talamus dan area pengecapan yang terletak di korteks serebri lobus
parietal. Berbagai gangguan pengecapan, termasuk burning mouth syndrome
dapat terjadi sebagai akibat rusaknya jalur pengecapan tersebut dan atau
kerusakan pada otak. Studi terbaru menunjukkan disfungsi beberapa saraf kranial
yang berhubungan dengan sensasi rasa sebagai kemungkinan penyebab sindrom
mulut terbakar.[4]

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Burning Mouth Syndrome adalah :[3]
a. Nyeri di mulut
b. Kesulitan tidur
c. Rasa panas pada lidah atau bagian mulut lain
d. Mulut terasa kering
e. Perubahan rasa
f. Perubahan hormone
g. Faktor sistemik dan local (glukosa darah tinggi)
h. Infeksi kandidiasis (dalam kasus tertentu)
i. Disfungsi psikologis

22
F. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang
Pemeriksaan diagnosis dapat dilakukan dengan bantuan pemeriksaan oral
secara menyeluruh dan pemeriksaan medis secara umum untuk mengetahui
sumber penyebab rasa terbakar tersebut, diantaranya:
1. Pemeriksaan darah, untuk mengidentfikasi kekurangan zat besi, vitamin B12,
asam folat dan kadar glukosa .

2. Swab/hapusan oral untuk memeriksa kandidiasis oral.

3. Tes alergi terhadap bahan gigi tiruan, makanan tertentu, atau zat lain yang
mungkin menyebabkan gejala-gejala tersebut.[11]

Pemeriksaan diagnostik lainnya perlu juga melakukan pemeriksaan klinis


dan pemeriksaan khusus pada penyakit Burning Mouth Syndrom.
1. Pemeriksaan Klinis
Riwayat medis dan sosial yang ditemukan pada pasien mungkin sama
dengan penderita nyeri fasial atipikal. Pemeriksaan klinis yang teliti penting
untuk mendeteksi penyebab lokal dari gejala pasien, misalnya :[10]
1. Kondisi seperti eritem, migrain, glositis, liken planus, dan kandidiasis.
2. Tanda-tanda kebiasaan buruk parafungsional seperti bruxism,
menggertakan gigi ataupun mendorong-dorong lidah.
3. Pemeriksaan desain gigi tiruan, khususnya yang berkaitan dengan
kecukupan freewayspace dan posisi gigi terhadap kecukupan ruang
untuk lidah
4. Xerostomia.
2. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan difokuskan untuk mendeteksi penyebab sensasi terbakar


yang mempengaruhi mukosa. Penghitungan darah lengkap dan hematinik
untuk mendiagnosis anemia dan atau defisiensi besi, folat atau vitamin B12.
Kemunculan infeksi kandida tidak dideteksi dengan swab ataupun smear
namun dengan pemeriksaan kuantitatif menggunakan sampel saliva.
Kemunculan dan derajat xerostomia dinilai dengan sialometri. Gula darah
dihitung untuk mengetahui adanya diabetes. Pasien mungkin mempunyai
alergi terhadap beberapa material kedokteran gigi, dengan tidak adanya
riwayat yang jelas ataupun tanda klinis yang membuktikannya, hindari tes

23
alergi seperti tes patch pada pasien.[10]

G. Penatalaksanaan
Pengobatan Burning Mouth Syndrom bersifat causatif, sehingga
disesuaikan dengan etilogi, yaitu :[4]
a) Antidepresan
b) Multivitamin (Vitamin B) dan hormonal
c) Antibiotik/antifungal
d) Bentuk lozenge dari jenis obat antikonvulsan clonazepam (Klonopin)
e) Alpha-lipoic acid, sebuah antioksidan kuat yang dihasilkan secara alami oleh tubuh
f) Obat sariawan
g) Terapi perilaku kognitif
h) Obat kumur
i) Produk pengganti air liur
j) Capsaicin, pereda nyeri yang berasal dari cabai.
Sensasi terbakar di rongga mulut yang terdeteksi memiliki penyebab lokal
maupun sistemik harus di rawat. Jika penyebab tidak terdeteksi atau perawatan
yang dilakukan tidak menunjukan hilangnya gejala, sensasi rasa terbakar ini
mungkin disebabkan oleh defisiensi vitamin B1 dan B6. Pemeriksaan terhadap
level vitamin tersebut dapat dilakukan kemudian disertai dengan peresepan
vitamin B1 dan B6 selama 1 bulan dosis terukur (50 mg perhari). Perhatikan
kaitan gejala dengan sifat neoplastik serta hubungan dengan stres dan kecemasan.
[10]

Pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan, tergantung pada


penyebab gejala sindrom, pengobatan mungkin dapat mencakup:

1. Menyesuaikan atau mengganti gigi palsu yang mengiritasi


2. Mengobati gangguan yang ada seperti diabetes, sindrom Sjgren, atau
masalah tiroid untuk memperbaiki gejala mulut terbakar
3. Suplemen untuk kekurangan nutrisi
4. Ganti obat jika obat yang menyebabkan mulut terbakar
5. Resep obat untuk : Meredakan mulut kering, Mengobati kandidiasis
oral, Membantu mengontrol nyeri dari kerusakan saraf, Mengurangi
kecemasan dan depresi.

24
Bila penyebab yang mendasari tidak dapat ditemukan, pengobatan
ditujukan pada gejala untuk mencoba mengurangi rasa sakit yang terkait dengan
sindrom mulut terbakar.[11]

2.4. Coated Tongue


A. Definisi Coated Tongue
Coated tongue adalah suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat
berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-
sisa makanan dan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.[12]
Coated tongue atau lidah berselaput, yaitu penampilan klinis pada dorsum
lidah yang seperti tertutup oleh suatu lapisan biasanya berwarna putih atau
terwarnai oleh jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi. Selaput ini terdiri
dari papilla filiformis yang memanjang sehingga memberikan gambaran seperti
selaput tebal pada lidah dan akan menahan debris serta pigmen yang berasal dari
makanan, minuman, rokok, dan permen. Kemungkinan terjadinya selaput pada
lidah ini meningkat dengan penggunaan obat-obatan lokal maupun sistemik yang
menyebabkan perubahan mikroflora normal mulut. Kondisi ini juga dapat terjadi
pada penderita dehidrasi, penyakit infeksi, penyakit kronis dan penyakit sistemik
dimana lidah tampak berselaput tebal dan berwarna putih.[12]
Coated tongue merupakan suatu kelainan lidah yang umum sekali terjadi,
biasanya lebih banyak terjadi pada orang dewasa karena adanya kumpulan epitel,
makanan, dan debris microbial (Scully, 2001). Selaput putih tersebut terjadi
akibat debris makanan maupun lapisan mukosa, bakteria, dan partikel lainnya.
Coated tongue atau juga dikenal dengan istilah furred tongue, Coated tongue
akan menyebabkan terjadinya penumpukan bakteri, bau mulut, dan sensasi rasa
pada lidah kurang peka (Quirynen et al, 2004).[12]

25
Gambar 8. Lidah Coated tongue 7

B. Etiologi Coated Tongue


Etiologi coated tongue bersifat idiopatik, denga faktor predisposisi adanya
lidah yang kurang bergerak, cairan saliva yang dihasilkan kurang, individe yang
memakan makanan yang lembut dan kurang abrasif seperti pada pemakaian gigi
tiruan, penggunaan obat-obatan antibiotik dan agen-agen pengoksida yang
terdapat pada obat kumur, pasien yang mengalami dehidrasi, oral hygiene yang
buruk, demam, lemah akibat penyakit sistemik, dan sakit parah juga sering
mengalami kondisi ini (AAOMP, 2009; Greenberg & Glick, 2003, laskaris,
2006).[12]
Coated tongue adalah lapisan berwarna putih, kuning, atau kecoklatan di
atas permukaan lidah, yang disebabkan oleh adanya akumulasi dari bakteri, debris
makanan, lekosit dari poket periodontal, dan deskuamasi sel epitel. Pasien yang
lebih tua memiliki prevalensi yang lebih sering untuk coated tongue dari pada
pasien yang lebih muda. Perubahan pola diet, ketidakmampuan fisik untuk
menjaga oral hygiene dengan baik, dan penurunan jumlah aliran saliva akan
menyebabkan akumulasi dari debris oral. Selain itu dikatakan pula bahwa
ketebalan coated tongue akan semakin bertambah pada pasien penderita penyakit
periodontal. Leukosit meningkat pada saliva pasien dengan penyakit periodontal,
dan lekosit akan terakumulasi pada permukaan lidah (Danser et al, 2003).[12]
Beberapa metode yang telah digunakan untuk menggolongkan coated

tongue untuk mengetahui etiologi dan tingkat keparahannya, meliputi:[12]

26
1. Boys, dkk menggolongkan coated tongue pada estimasi ketebalan
selaput pada bagian dorsal lidah melalui pemeriksaan visual yaitu : berat,
sedang, ringan atau tidak ada.
2. Miyazaki, dkk menggolongkan coated tongue berdasarkan distribusi
daerah yang tertutupi selaput, meliputi : skor 0, tidak terlihat; 1, kurang
dari sepertiga permukaan dorsum lidah; 2, kurang dari dua pertiga
permukaan dorsum lidah; 3, Lebih dari dua pertiga permukaan dorsal
lidah.

Gambar 9. Skor 0, tidak terlihat; 1, kurang dari sepertiga permukaan


dorsum lidah; 2, kurang dari dua pertiga permukaan dorsum
lidah; 3, Lebih dari dua pertiga permukaan dorsal lidah.7

3. Chen menggolongkan coated tongue berdasarkan warna, yaitu: putih, kuning,


abu-abu dan hitam.

27
Gambar 10. Derajat coated tongue: putih, kuning abu-abu dan hitam 7

C. Patofisiologi
Minuman yang panas dan makanan yang kasar membuat lidah mengalami
iritasi, karena pada dasarnya permukaan lidah merupakan daearah yang rentan
iritasi. Hal tersebut menyebab bagian permukaan lidah membentuk perlindungan
berupa lapisan dari keratin yang telah mati. Dalam keadaan normal jumlah keratin
yang diproduksi sama dengan keratin yang mengelupas (telah mati). Pada
keadaan tidak normal keseimbangan tersebut terganggu sehingga menyebabkan
coated tongue. Coated tongue juga dapat disebabkan oleh diet makanan lunak
yang menyebabkan keratin tidak terangsang untuk mengelupas (AOMP, 2005).[12]
Iritasi lokal pada lidah secara terus menerus akan mengakibatkan tubuh
untuk melakukan pertahanan terhadap iritan tersebut dengan cara memanjangkan
papilla terutama papilla filiformosis pada bagian dorsal lidah, sehingga lidah
tampak seperti berambut. Kondisi lidah seperti ini akan sangat menguntungkan
bagi bakteri dan jamur untuk berkolonisasi.[12]
Pada kondisi normal, keratin mengalami deskuamasi dan tertarik oleh
makanan berserat, sehingga produksi keratin yang diproduksi seimbang dengan
keratin yang dibuang (filiform). Pada kasus tidak normal, contoh seorang yang
diet makanan lunak, keratin yang harus nya terdeskuamasi justru membuat retensi
untuk makanan lunak tersebut karena makanan lunak tidak mendorong keratin
yang mati dan hanya menggantinya dengan yang baru. Sehingga papila terlihat
lebih panjang karena ketidaksimbangan keratin yang diproduksi dan yang
dibuang.[12]

D. Gambaran Klinis Coated Tongue

28
Wagers pada tahun 2011, Secara klinis gambaran umum coated tongue
berupa lidah yang dilapisi oleh lapisan putih terang pada permukaan lidah.
Lapisan putih ini terbentuk akibat retensi keratin pada dorsal lidah. Kadang
gambaran ini dapat berupa pewarnaan putih kekuningan maupun kecoklatan. Ini
merupakan gambaran dimana akumulasi bakteri juga menyertai retensi keratin
pada permukaan lidah tersebut. Bakteri memiliki pigmen berwarna kuning atau
coklat yang ikut mewarnai keratin lidah. Bakteri ini tidak menimbulkan
manifestasi kearah yang berbahaya pada penderitanya.[12]
Gambaran coated tongue secara klinis berupa selaput (lesi plak) yang
menutupi bagian permukaan atas lidah. Selaput ini dapat berwarna putih
kekuningan sampai berwarna coklat. Selaput terdiri dari akumulasi bakteri, debris
makanan, lekosit dari poket periodontal, dan deskuamasi sel epitel. Selaput ini
dapat hilang pada pengerokan tanpa meninggalkan daerah eritem. Coated tongue
dapat muncul dan hilang dalam waktu yang singkat (Danser et al 2003; Laskaris,
2006; Scully, 2001).[12]

E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari coated tongue diantaranya adalah Candidiasis
(Greenberg dan Glick, 2003). Candidiasis merupakan infeksi oportunistik yang
disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari Candida albicans. Pertumbuhan
candidiasis berlebih dapat disebabkan oleh iritasi kronis, kebersihan mulut yang
jelek, dan xerostomia. Lesi ini tampak sebagai plak mukosa berwarna putih,
difus, dan bergumpal yang dapat dikerok namun meninggalkan permukaan
eritem, kasar, atau berdarah. Pada kondisi candidiasis Daerah rongga mulut yang
biasanya terkena adalah dorsum lidah, palatum, dan sudut bibir (Langlais dan
Miller, 1994).[12]

Candida albican Merupakan flora yang secara normal terdapat pada


permukaan rongga mulut. Lesi akibat Candida sering ditemui pada lidah,
mukosa pipi dan palatum. Penyakit pada mukosa mulut yang diakibatkan oleh
jamur berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh. Pada host yang
immunocompromised, keberadaan jamur meningkat drastis. Coated tongue akibat
jamur dapat terjadi karena berbagai faktor seperti pada pasien dengan kelainan
sistemik yang harus mengkonsumsi antibiotik dalam jangka waktu lama, infeksi,

29
terapi radiasi, perokok berat, kebersihan mulut yang buruk, dan genetik .
mengontrol pertumbuhan jamur dan mikroba berbahaya lainnya pada saluran
pencernaan.[12]
Derajat coated tongue juga memainkan peranan penting pada infeksi mulut
akibat Candida sp. Selaput pada lidah tersebut terdiri dari komponen darah,
nutrient dan sel epitel yang telah berdeskuamasi yang dapat menimbulkan
penyakit infeksi pada rongga mulut akibat jamur dan berkembangnya halitosis.
Namun, memiliki coated tongue belum tentu terinfeksi oleh jamur.[12]
Coated tongue biasanya tidak menimbulkan keluhan bagi penderitanya,
tetapi bila sudah terinvasi Candida sp. kelainan ini dapat menimbulkan beberapa
gejala klinis yang mengurangi kenyamanan penderitanya seperti sensasi rasa
kecap yang terganggu, rasa pedih, rasa sakit dan rasa seperti terbakar pada lidah
yang akan mengakibatkan kekurangan nutrisi.[12]
Obat-obatan seperti turunan sulfa, kemoterapi, kortikosteroid, antibiotik,
antihipertensi, analgesik, antasida berkontribusi dalam perkembangan jamur yang
berlebihan. Obat turunan sulfa dan kemoterapi dapat mematikan mikroflora
normal dalam rongga mulut karena sifatnya yang toksik, dan hal ini dapat
memicu perkembangan jamur. Obat-obatan kortikosteroid akan mempengaruhi
sistem imun yang akan menimbulkan infeksi opurtunistik seperti jamur. Antasida
berkontribusi pada pertumbuhan jamur karena asam hidroklorik pada lambung
membantu Candida sp. biasanya disebut sebagai agen infeksius oportunistik yang
jika ada kesempatan dapat berkembang biak dengan cepat sehingga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan.[12]

F. Penatalaksanaan
Membersihkan mulut secara rutin telah dilaporkan menjadi metode
pencegahan yang paling utama dalam mencegah timbulnya lesi pada mukosa.
Oral hygiene tidak hanya dilakukan pada gigi atau jaringan keras rongga mulut
namun juga jaringan lunak mulut, salah satunya lidah.[12]
Peningkatan kebersihan rongga mulut dan melakukan pembersihan lidah
dengan sikat gigi atau tongue scrapper dapat mengurangi ketebalan lapisan
selaput. Apabila coated tongue disebabkan oleh oleh penyakit sistemik, maka
dengan mengobati penyakit sistemik tersebut, selaput padah pun akan berkurang.
Apabila akibat penggunann antibiotik atau kemoterapi, maka tidak diperlukan

30
tindakan karena akan sembuh dengan sendirinya saat penggunaan obat-obat
tersebut dihentikan. Apabila akibat rokok/alkohol, kebiasaan harus dihilangkan.
Minum banyak air putih dan makan buah-buahan seperti apel, dan sayur-sayuran
seperti brokoli juga dapat membantu melepaskan debris putih dari lidah.
Berkumur dengan asam askorbat, mungkin akan membantu, terutama jika
dikombinasikan dengan menyikat lidah (Field & longman, 2003).[12]
Instrumen untuk membersihkan lidah terdiri dari potongan plastik atau
metal seperti tali yang digenggam dengan satu tangan dan menggores secara
berseberangan pada permukaan lidah, pisau plastik seperti alat pencukur atau
penggaruk untuk menggores permukaan lidah atau sikat kecil, hingga alat
berbentuk bundar dengan sebuah pegangan untuk menggaruk permukaan lidah.[12]
Debris terletak di bagian dorsal posterior dari lidah dan cukup untuk
menyebabkan terjadinya bau mulut yang signifikan serta berbagai penyakit
rongga mulut lainnya. Pembersihan lidah menyingkirkan organisme dan debris
dari lidah. Kemungkinan dapat mengurangi penyakit gigi dan periodontal.[12]
Penggunaan sikat gigi juga dapat mereduksi bakteri yang ada pada lidah,
namun efektifitas penurunan bakteri tidak sama di bandingkan dengan
penggunaan tongue scraper. Hal ini disebabkan oleh ukuran permukaan sikat gigi
yang lebih kecil, sehingga kurang efektif mengurangi debris pada lidah
Penggunaan sikat gigi untuk pembersihan lidah dapat menyebabkan pendarahan
kecil dan kerusakan pada bagian permukaan dorsal lidah. Direkomendasikan
untuk menggunakan tongue scraper dari pada penggunaan sikat gigi dalam
membersihkan lidah.[12]

Gambar 11. Tongue scraper 7

31
Gambar 12. Sikat gigi untuk membersihkan lidah 7

Sikat lidah tersebut tidak pernah diamati menyebabkan microbleeding


(bahkan perdarahan yang tidak terlihat dengan menggunakan mata telanjang)
dengan kurang dari 30 gerakan, gaya sebesar 100-150g . Diasumsikan bahwa
sebanyak pada gerakan rata-rata yang kurang dari 30 dibutuhkan untuk
membersihkan lidah.[12]
Tongue scraper dapat membantu membersihkan semua bakteri dan kuman
pada lidah. Lidah sehat mempunyai warna merah muda, sementara lidah yang
tidak sehat adalah tumpul atau mempunyai bercak keputihan. Bagian paling
dorsal dari permukaan lidah biasanya dapat diperhatikan secara signifikan
memiliki banyak debris. Makanan-makanan berminyak dan berlemak yang
banyak berkontribusi dalam menggemukkan badan juga berkontribusi secara
signifikan dalam mengakumulasikan debris lidah.[12]
Cara penggunaan tongue scraper
Adanya penelitian klinis mengenai penuntun yang direkomendasikan dalam
suatu metode dan frekuensi dalam membersihkan lidah, anjuran dibawah ini
tampak sangat logis, yakni:[12]
1. Sikatlah gigi sebelum membersihkan lidah. Pastikan juga menyikat di
bagian belakang gigi untuk mengurangi akumulasi bakteri.
2. Arahkan spoon dari tongue scraper menjangkau bagian paling
posterior dari lidah, dan sepanjang permukaan lidah.
3. Gunakan bentuk tongue scraper sesuai ukuran dari mulut anda.
4. Gunakan tongue scraper timbal balik, scraper berlekuk atau
menggunakan pegangan untuk membersihkan lidah. Menjangkau

32
sejauh mungkin dalam mulut dan pembersih dari belakang ke depan
dengan tekanan ringan.
5. Bilas tongue scraper dan pastikan mencuci bersih semua bakteri dan
saliva yang terakumulasi pada tongue scraper. Lakukan pembersihan
lidah paling tidak dua sampai tiga kali setiap pembersihan.
6. Cuci mulut dengan obat kumur pembunuhan bakteri setelah
membersihkan lidah.
7. Gunakan tekanan yang ringan ketika menggunakan tongue scraper,
jangan menekan terlalu keras karena dapat mengiritasi lidah.
Debris yang ada pada bagian posterior dorsal dari lidah bertanggung jawab
secara signifikan terhadap terjadinya bau mulut.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BURNING MOUTH SYNDROME
33
(SINDROM MULUT TERBAKAR)

3.1. Pengkajian [13]

A. Identitas Klien
Nama : Ny. T
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumahtangga
Pendidikan : SMA

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Rasa terbakar pada mulut.
Ny. T datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya sensasi panas terbakar
di lidah, bibir, palatum ataupun di seluruh rongga mulut adanya lesi di rongga
mulutnya. Gejala awal yang dirasakan adalah kesemutan atau mati rasa di ujung
lidah atau di mulut. Pasien melaporkan bahwa sensasi ini tidak muncul saat mereka
makan ataupun bekerja dan lebih terasa saat istirahat. Pemberian analgesik sudah
tidak efektif lagi. Keadaan ini membuat pasien cemas dan ketakutan.

C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Penyakit masa lalu seperti penyakit neuropati perifer, glosofaringeal,
neuropati n. lingualis dan lain lain dapat menimbulkan keluhan mulut panas
seperti terbakar.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien melaporkan tidak ada keluarganya yang memiliki penyakit serupa.
E. Riwayat Obat
Riwayat obat yang pernah atau sedang digunakan perlu ditanyakan karena
beberapa obat dapat menimbulkan efek samping xerostomia antara lain :
antikolinergik, antidepresan, anti - inflamasi non steroid.

F. Riwayat Nutrisi

34
Pasien mengaku tidak nafsu makan akibat panas di lidah dan mulut. Asupan
air dan buah juga kurang.

G. Riwayat Psikososial
Ny. T merasa cemas dan ketakutan saat rasa panas di lidah datang.

H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher lengkap harus dilakukan dgn perhatian
khusus pada : Rongga mulut, termasuk keadaan lidah, kuantitas dan kualitas
sekresi saliva, status gigi, lesi inflamasi atau lesi yang dicurigai. Termasuk inspeksi
gerakan bibir dan sudut mulut untuk menilai N.VII.

I. Pemeriksaan Per-Sistem
Breath : Nadi, RR normal
Blood : Hipoksia, anemia
Brain : Kesadaran penuh, merasakan nyeri kronis terbakar
Bladder : --
Bowel : Nafsu makan turun karena panas di lidah dan mulut
Bone : Kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutris kurang

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah dilakukan untuk mengecek masalah nutrisi seperti kekurangan
vitamin, infeksi, dan kondisi diabetes
2. Tes swab di mulut dilakukan untuk melihat kandidiasis
3. Tes alergi.

3.2. Diagnosa Keperawatan [13]

35
a. Gangguan sensori persepsi (pengecapan) berhubungan dengan proses
penyakit.

b. Nyeri berhubungan dengan rasa terbakar.

c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan gangguan menelan.

d. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

3.3. Intervensi dan Evaluasi Keperawatan [13]

A. Gangguan sensori persepsi (pengecapan) berhubungan dengan proses penyakit.


Tujuan : Setelah dilakukan interaksi selama 3 x 24 jam, klien mampu
menghilangkan kesalahan sensori persepsi (pengecapan).
Kriteria Hasil :
1. Melaporkan perubahan rasa
2. Kembali mengkonsumsi makanan
3. Mempertahankan berat badan
4.
Intervensi Rasional

Kaji perubahan rasa dengan Mengetahui respons rasa pasien.


memberikan rangsangan rasa asin /
manis.
Anjurkan pasien untuk tetap makan Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
meskipun tidak merasakan rasa.

Anjurkan untuk mengunyah permen Mengembalikan sonsori lidah ke


karet. pengecapan normal.

Mempertahankan
Evaluasi :
S
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan tidak mengenal rasa karena mulut terasa terbakar
O:-
A : Masalah teratasi sebagian dengan latihan merangsang taktil ex: mengulam
garam, gula
P : Intervensi dilanjutkan sampai pasien mengenal rasa.

B. Nyeri berkaitan dengan rasa terbakar


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri
terbakar berkurang.
Kriteria Hasil :
1. Skala nyeri 0
2. Klien mengatakan nyeri berkurang

36
3. Nadi 60-90 x/menit
4. Klien nyaman, tenang, rileks.

Intervensi Rasional
Kaji karakteristik nyeri. Mulai dari Untuk menentukan tindakan dalam
kualitas dan kuantitas. mengatur nyeri terbakar.
Anjurkan klien untuk mengulam es Mengurangi rasa terbakar pada lidah.
batu atau mengunyah permen karet.
Observasi nyeri terbakar berkurang Mengetahui skala nyeri terbakar saat
atau tidak. ini.
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi. Mengurangi rasa nyeri terbakar.
Diskusikan dengan keluarga tentang Keluarga berpartisipasi dalam
nyeri terbakar yang di alami klien. pengobatan.
Kolaborasi untuk mendapatkan obat Untuk memblok syaraf yang
analgesik. menimbulkan nyeri.
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan panas pada lidah
O : Lidah tampak memerah
A : Masalah teratasi sebagian dengan analgesik
P : Intervensi dilanjutkan.

C. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kehilangan nafsu makan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi klien
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. BB sesuai usia
2. Nafsu makan meningkat
3. Tidak mual / muntah
4. Tidak ada lesi dalam mulut.

Intervensi Rasional
Timbang berat badan klien dalam 3 Untuk mengetahui terjadinya
x 24 jam. penurunan BB dan mengetahui tingkat
perubahan.
Berdiit makanan yang tidak Untuk membantu perbaikan absorbsi
merangsang (lunak / bubur). usus.
Anjurkan klien untuk makan dalam Keadaan hangat dapat meningkatkan
keadaan hangat. nafsu makan.
Anjurkan klien untuk makan sedikit Untuk memenuhi asupan makanan.
tapi sering.
Berikan diit tinggi kalori, protein dan Untuk memenuhi gizi yang cukup.
mineral serta rendah zat sisa.
Kolaborasi pemberian antipiretik. Untuk mengurangi bahkan

37
menghilangkan rasa mual dan muntah.

Evaluasi :
S : Pasien tampak pucat karena kehilangan nafsu makan
O : BB sesuai TB dan usia
A : Masalah teratasi dengan pemberian bubur dan makanan hangat
P : Intervensi dilanjutkan.

D. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ansietas
berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :
1. BB sesuai usia
2. Nafsu makan meningkat
3. Tidak mual / muntah
4. Tidak ada lesi dalam mulut.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kecemasan yang dirasakan Perawat dapat melakukan tindakan
klien setiap 4 jam sekali serta keperawatan yang sesuai dengan
perhatikan ekspresi verbal dan kebutuhan pasien saat ini.
nonverbal.
Dorong pasien untuk mengungkapkan Merencakan intervensi keperawatan.
perasaan untuk membicarakan rasa
takut dan perhatiannya mengenai
diagnosis dan terapi yang diberikan.
Sediakan informasi faktual Mengurangi rasa takut.
menyangkut diagnosis, perawatan dan
prognosis.
Bantu pasien untuk mengatasi ansietas, Teknik relaksasi dapat menurunkan
berikan metode alternatif untuk ansietas.
mengatasi stress (misal : teknik
relaksasi, panduan imajinasi).

Evaluasi :
S : Pasien tampak pucat karena kehilangan nafsu makan
O : BB sesuai TB dan usia
A : Masalah teratasi dengan pemberian bubur dan makanan hangat
P : Intervensi dilanjutkan.

38
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Lidah adalah organ indera pengecap yang berperan dalam dalam memberi
sensasi rasa pada manusia. Sehingga apabila terjadi gangguan pada lidah dapat
berakibat terganggunya sensasi rasa yang dihantarkan ke otak.
Burning Mouth Syndrome dan Coated tongue adalah contoh dari beberapa
gangguan yang terjadi pada lidah. Burning Mouth Syndrome adalah adalah
kondisi yang sangat menyakitkan yang sering didefinisikan sebagai sensasi panas
di lidah, bibir, palatum ataupun di seluruh rongga mulut. Biasanya sering terjadi
pada lansia yang sedang menopause. Penyakit ini terjadi karena disfungsi
beberapa saraf kranial yang berhubungan dengan sensasi rasa sehingga dapat
memberikan sensasi panas sperti terbakar pada mulut dan lidah.
Coated tongue adalah suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat
berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-
sisa makanan dan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.
Karena adanya penumpukan selaput di lidah sehingga menutupi taste buds dan
dapat menyebabkan berkurangnya atau kehilangan sensasi rasa.
Sebagai tenaga kesehatan perawat harus dapat memberi pelayanan yang
optimal pada pasien dengan Burning Mouth Syndrome dan coated Tongue.
Asuhan Keperawatan harus dibuat untuk dasar memberikan pelayanan yang
bertujuan agar pasien dapat sembuh kembali.

4.2. Saran
Gangguan pada indera pengecap dapat menyerang semua umur, untuk
mencegahnya sebaiknya dari sekarang menjaga kebersihan mulut dan lidah.

39

You might also like