You are on page 1of 8

A.

DEFINISI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Berdasarkan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) No. 23
Tahun 2004 menjelaskan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan setiap perbuatan pada
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga. Yang ditandai
dengan hubungan antar anggota keluarga yang diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya
kehangatan.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu dari permasalahan sosial yang penting sekali dimana
perempuan ditempatkan dalam posisi lebih rendah dibandingkan laki-laki. (Darmono & Diantri, 2008)
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional, dan fisik pada anak-anak, pemukulan
pasangan, pemerkosaan, dan penganiayaan lansia. (Sheila L.Videbeck.2008)

Kesimpulan : Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan pada seseorang terutama pada perempuan
dalam bentuk penganiayaan fisik, emosional, seksual pada anak, pengabaian anak dan lansia yang berakibat
timbulnya kesengsaraan, kekerasan dalam lingkup rumah tangga.

B. EPIDEMIOLOGI
a. Data kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat setiap tahun secara drastis. Pada tahun
2012 lebih dari 600 kasus, tahun 2013 tercatat lebih 992 kasus. (komisi nasional anti kekerasan terhadap
perempuan, 2013)
b. Selama tahun 2011 tercatat kejadian KDRT sebanyak 139.000 kasus, dan antara Januari-Maret 2013, kasus
KDRT dilaporkan sebanyak 919 kasus. (KPAI)
c. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004 menunjukkan peningkatan serius
dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa perempuan. Pada tahun 2001 terdapat 3.169
kasus yang dilaporkan ke lembaga layanan tersebut. Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi 5.163
kasus dan tahun 2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari Ketua Komnas Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan, Kamala Chandrakirana, menunjukkan kekerasan terhadap perempuan
(KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai 22.512 kasus, dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah
Tangga sebanyak 16.709 kasus atau 76%.

C. ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian kekerasan dalam rumah tangga dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Faktor individual (korban/perempuan) : kepercayaan/agama, umur, status kependudukan, urutan anak
dalam keluarga, pekerjaan diluar rumah, pendidikan rendah, riwayat kekerasan saat masih anak-anak.
b. Faktor individual (pelaku/ laki-laki) : perbedaan umur, pendidikan rendah, pekerjaan, riwayat mengalami
kekerasan saat masih anak-anak, penggunaan obat-obatan atau alkohol , kebiasaan berjudi, gangguan
mental, penyakit kronis, mempunyai hubungan diluar nikah dengan wanita lain.
1. Faktor sosial budaya : Menurut Helse et all, (2005) budaya patrilineal yang menempatkan peran
laki-laki sebagai pengontrol kekayaan, warisan keluarga (termasuk nama keluarga) dan pembuat
keputusan dalam keluarga serta konflik perkawinan merupakan predictor yang kuat untuk
terjadinya kekerasan. Ada budaya yang menganggap perilaku kekerasan suami terhadap istri
adalah hal yang biasa. Perilaku kekerasan yang di lakukan oleh suami ini di maksudkan untuk
mengontrol keluarga.

c. Faktor sosio ekonomi : salah satu faktor utama terjadinya tindakan kekerasan adalah kemiskinan. Faktor
lain yang berhubungan adalah pengangguran, urbanisasi, pengisolasian, diskriminasi, gender dalam
lapangan pekerjaan.
d. Faktor religi : pemahaman ajaran agama yang keliru : suami salah persepsi dalam agama memukul istri
adalah hal yang wajar untuk mendidik istrinya dan persepsi seperti itu terjadilah kekerasan dalam rumah
tangga
e. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas yang tinggi
f. Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan menghargai, serta tidak menghargai peran
wanita
g. Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga
h. Adanya perilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam rumah tangga.
Pelaku juga memiliki perilaku yang temperamen tinggi, mudah tersinggung dan cepat marah kepada istri
karena tidak patuh terhadap suami.
i. Beban pengasuhan anak : istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. ketika terjadi hal yang tidak diinginkan terjadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga
terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
j. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik : tindakan ini merupakan faktor dominan yang
dilakukan suami sebagai pelampiasan dari ketersinggungan atau kekecewaan karena tidak dipenuhi
keinginan suami. tindakan inni juga biasanya dilakukan dengan tujuan agar istri jadi penurut. sehingga apa
kata suami dapat dituruti oleh istri
k. Frustasi : teori frustasi - agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa
sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang
sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Misalnya : belum siap kawin, suami
belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga.
l. Pendidikan yang rendah Bagi pasangan suami-istri yaitu karna tidak ada nya pengetahuan bagi kedua nya
dalam hal bagaimana cara mengimbangi pasangan dan mengatasi keuangan yang dimiliki pasangan dalam
menyelaraskan sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya.
m. Cemburu yang berlebihan Jika tidak adanya rasa kepercayaan antara satu dan lain maka akan timbul rasa
cemburu dan curiga dalam kadar yang sangat berlebihan. Sifat cemburu yang terlalu tinggi ini bisa memicu
terjadi nya kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut teori biologik :
a. Neurobiologik
Ada 3 cara pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif. Sistem limbic, lobus frontal dan
hypothalamus, neurotransmitor, juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat
proses impuls agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitor terapinefrine, norefinefrine, dopamine, asetikoline, dan serotonin sangat
berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.

D. DAMPAK
Dampak KDRT terhadap Anak menurut Marianne James, Senior Research pada Australian Institute of
Criminology (1994) adalah :
a. Dampak terhadap Anak berusia bayi
Usia bayi seringkali menunjukkan keterbatasannya dalam kaitannya dengan kemampuan kognitif
dan beradaptasi, menyatakan bahwa anak bayi yang menyaksikan terjadinya kekerasan antara pasangan
bapak dan ibu sering dicirikan dengan anak yang memiliki kesehatan yang buruk, kebiasaan tidur yang
jelek, dan teriakan yang berlebihan. Bahkan kemungkinan juga anak-anak itu menunjukkan penderitaan
yang serius. Hal ini berkonsekuensi logis terhadap kebutuhan dasarnya yang diperoleh dari ibunya ketika
mengalami gangguan yang sangat berarti. Kondisi ini pula berdampak lanjutan bagi ketidaknormalan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem emosinya, bahkan
sangat terkait dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.
b. Dampak terhadap anak toddler
Dalam tahun kedua fase perkembangan, Dampak yang terjadi seperti seringnya sakit, memiliki
rasa malu yang serius, dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan, terutama masalah sosial,
misalnya : memukul dan menggigit.
c. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
Cumming (1981) melakukan penelitian tentang KDRT terhadap anak-anak yang berusia TK, pra
sekolah, sekitar 5 atau 6 tahun. Dilaporkannya bahwa Anak-anak yang memperoleh rasa distress pada usia
sebelumnya. Ini dapat dijelaskan bahwa anak-anak prasekolah yang dipisahkan secara sosial dari teman
sebayanya, bahkan tidak berkesempatan untuk berhubungan dengan kegiatan atau minat teman sebayanya
juga, maka mereka cenderung memiliki beberapa masalah yang terkait dengan orang dewasa.
d. Dampak terhadap Anak Sekolah
Anak-anak mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya, termasuk didalamnya prilaku anti
sosial dan depresi, anak mengalami mimpi buruk, ketakutan, nafsu makan menurun, lamban dalam belajar,
anak akan mengalami luka, cacat fisik, cacat mental, bahkan kematian, menunjukkan perubahan perilaku
dan kemampuan belajar, memiliki gangguan belajar dan sulit berkonsentrasi, selalu curiga dengan orang
lain.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada dewasa (istri)


a. Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri menderita rasa sakit fisik
dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan tersebut
b. Kekerasa seksual mengakibatkan menurunkan atau bahkan hlangnya gairah seks, karena istri menjadi
ketakutan
c. Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa takut, marah meningkat,
meledak-ledak, depresi.
d. Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan istri
dan anaknya. Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada lansia :
e. Merasa tidak dihargai
f. Merasa gagal mendidik anak

E. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer : dengan cara memberikan penguatan pada individu dan keluarga dengan membangun
koping yang efektif dalam menghadapi stress dan menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan.
b. Pencegahan sekunder : dengan cara mengidentifikasi keluarga dengan resiko kekerasan, penelataran, atau
eksploitasi terhadap anggota keluarga, serta melakukan deteksi dini terhadap keluarga yang mulai
menggunakan kekerasan.
c. Pencegahan tersier : dilakukan dengan cara menghentikan tindak kekerasan yang terjadi bekerja sama
dengan badan hukum yang berwenang untuk menangani kasus kekerasan.
d. Menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memperlakukan
anak-anaknya secara humanis.
e. Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk secepatnya melaporkan ke pihak lain
yang diyakini sanggup memberikan pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi kekerasan dalam rumah
tangga.
f. Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang mengundang terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga.
g. Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada akibat yang ditimbulkan dari
kekerasan dalam rumah tangga.
h. Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan yang harmoni, damai, dan
saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari perilaku kekerasan dalam rumah tangga.
i. Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelamin, kondisi, dan potensinya.
j. Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena kekerasan dalam rumah tangga,
tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
k. Perlu nya keimanan yang kuat dan aklaq yang baik juga berpegang teguh pada agama nya masing-masing,
sehingg kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi.
l. Harus ada nya komunikasi yang baik antar suami dan juga istri agar tercipta sebuah rumah tangga yang
rukun, harmonis.
m. Seorang istri mampu mengkoordinir berapa pun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri
dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan keluaga yang minim, sehingga kekurangan enkonomi yang
minim dapat teratasi.

F. TIPE KEKERASAN
a. Kekerasa fisik : perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat seperti menampar,
menendang, mencakar, dan lain sebagainya.
b. Kekerasan psikis : perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya. Seperti : berkata kasar, menghina, dan lain
sebagainya.
c. Kekerasan seksual : setiap perbuatan yang memaksa hubungan seksual
1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
2. Pemaksaan hubungan seksual dengan keluarga (yang tidak serumah).
d. Penelantaran rumah tangga : yaitu seseorang yang menelantarkan org dalam lingkup rumah tangganya.

G. TIPE PENGANIAYAAN
a. Isolasi sosial Biasanya anggota yang mengalami kekerasan cenderung menutupi apa yang terjadi di dalam
keluarga karena pelaku mengancam anggota keluarga seperti mengancam memukul jika anggota keluarga
memberi tahu kejadian tersebut.
b. Kekuasaan dan kontrol Pelaku kekerasan biasanya mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dari anggota-
anggota keluarga sehingga pelaku hampir selalu berada dalam posisi yang berkuasa dan memiliki kendali
terhadap korban.
c. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan 50% - 90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga
memiliki riwayat penyalahgunaan zat.
d. Proses transmisi antar generasi Berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial. Misalnya pelaku kekerasan dahulunya
adalah korban kekerasan.

H. RENTANG RESPON MARAH


Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adatif dan maladatif.

1. Asertif Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dunyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain,
akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
2. Frustasi Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam
proses pencapaian tujuan.
3. Pasif Individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, sulit diajak bicara karena
rendah diri dan merasa kurang mampu.
4. Agresif Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk asertif dan
masih terkontrol.
5. Amuk Perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri.

I. SIKLUS KEKERASAN
Kekerasan terjadi berulang-ulang dan kekerasan itu memang bersiklus seperti lingkaran setan. Pada periode
awal kekerasan terjadi suami sadra akan kesalahannya dan segera meminta maaf kepada istrinya dan berusaha
berdamai dengan berbagai cara seperti memberikan hadi
ah ataupun mengucapkan aku sayang kamu. Dan pada tahap ini berlangsung periode bulan madu dimana suami
dan istri membaik dan harmonis, pada periode ini bisa berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Dan
ketika periode ini telah habis waktunya dengan timbulnya ketegangan kembali yang kedua kalinya, maka kekerasan
itu kembali terjadi dan dampak buruknya bagi istri lebih besar dari kekerasan yang pertama.

J. TUJUAN PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


a. Mencegah segala bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
b. Melindungi korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.
c. Menidak pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga.
d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

K. PERAN PERAWAT
1. Peran sebagai pendidik (educator) Meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga mengenai kekerasan dalam
rumah tangga khususnya mengenai pengertian, jenis, serta dampak.
2. peran sebagai pemberi konseling (counselor) Disini perawat maternitas dapat berperandengan fokus
meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban dan terutama untuk memberikan
informasi dan dukungan agar korban korban dapat mengambil langkah pengamanan. konseling tidak hanya
ditujukan untuk perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. tetapi juga untuk pelaku. tujuannya
adalah untuk mendorong pelaku untuk mengambil tanggung jawab dalam menghentikan tindak kekerasan
dan meningkatkan kualitas hidupnya sendiri.
3. Peran sebagai pemberi pelayanan keperawatan (caregiver) peran perawat maternitas sebagai pemberi
pelayanan keperawatan adalah memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga pemberian
inteervensi dan evaluasi.perawat harus meningkatkan kepekaan dengan tidak mengabaikan tanda- tanda
bekas perlakuan kekerasan, secara cepat dan dapat mengidentifikasikan masalah, menentukan apakah
wanuta terebut membutuhkan penanganan medis ataupun terapi khusus.
4. Peran sebagai penemu kasus dan peneliti (case finder researcher) meningkatkan riset dan pendalaman
dalam aspek prevensi, promosi dan deteksi dini.
5. Peran sebagai pembela (advokat) berperan sebagai advokat, perawat harus senantiasa terbuka untuk suatu
kerja sama yang baik dengan lembaga penyedia layanan pendampingan dan bantuan hokum mengadakan
pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, melatih kader- kader
(LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
6. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan segera lakukan pemeriksaan visum).
7. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
8. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif (Ruang Pelayanan Khusus).
9. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian,
dinas sosial, serta lembaga sosoal yang dibutuhkan korban Sosialisasi Undang-Undang KDRT kepada
keluarga dan masyarakat

L. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
a. Latar belakang Klien memiliki riwayat mengalami trauma atau penganiayaan, berupa penganiayaan pada
masa kanak-kanak atau penganiayaan dalam hubungan saat ini atau yang terbaru.
b. Penampilan Umum dan Penampilan Motorik Klien sering tampak waspada secara berlebihan dan bereaksi
bahkan terhadapkeributan kecil di sekitarnya dengan respon terkejut. Klien mungkin terlihat cemas atau
agitasi dan mungkin mengalami kesulitan untuk duduk tenang. Klien kadang dapat duduk tenang dengan
kedua lengan memeluk kedua lututnya.
c. Mood dan Afek Klien mungkin nampak takut atau ngeri, atau agitasi dan bermusuhan, yang bergantung
pada apa yang ia alami saat itu. Klien mungkin melaporkan bahwa ia merasa sangat marah atau mengamuk
atau merasa hampa dalam dirinya, tidak mampu mengidentifikasi perasaan atau emosi pada dirinya.
d. Proses dan Isi Pikir Klien yang mengalami penganiayaan atau trauma melaporkan bahwa ia mengingat
kembali trauma tersebut, sering kali melalui mimpi buruk atau kilas balik.
e. Sensorium dan Proses Intelektual Klien disorientasi terhadap realitas, kecuali jika mengalami kilas balik
atau episode disosiatif. Klien tidak dapat berespon terhadap perawat atau mungkin tidak dapat
berkomunikasi sama sekali.
f. Penilaian dan Daya Tilik Daya tilik klien sering kali berkaitan dengan lamanya waktu ia mengalami
masalah disosiasi.
g. Konsep Diri Biasanya klien mengalami harga diri rendah. Mereka mungkin yakin bahwa mereka orang
jahat, mereka pantas dianiaya atau mereka yang menyebabkan penganiayaan terjadi. Klien mungkin
menganggap diri mereka sebagai orang yang tidak berdaya, putus asa, dan tidak berharga.
h. Pengkajian fisik :adanya lebam/memar. Luka gores/tusuk

You might also like