You are on page 1of 12

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) PADA ANAK BALITA BGM

MELALUI METODE KELOMPOK GIZI


TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK BALITA
DI KECAMATAN GUNUNG SARI

Lalu Khairul Abdi, Ni Ketut Sri Sulendri, I Nyoman Adiyasa, Taufiqurrahman

Abstract: The result of RISKESDAS 2007 still placed the Province of Nusa Tenggara Barat as far below the
2015 national achievement targets in cases of lack of nutrition and malnutrition. This result was especially poor
in the region of West Lombok which was 18.5%, while the TB rate was 24.8%. Aim. To know the influence of
giving additional food (locally known as PMT MP-ASI) to children under five years old (locally known as
BGM) through nutrition group method on the increase rate of the childrens nutritional status. This research was
carried out at the municipality of Gunung Sari, West Lombok. The research was a quasi experiment with a
design of longitudinal pretest and post-test control group. The sample size was 30 subjects (15 cohort subjects
and 15 control subjects). Data analysis was done using paired t test and independent t test. There is no
significant difference in the nutritional status of the children below five years old before and after the
intervention. There is also no significant difference in the nutritional status of the children under five years old
who are in the cohort group and the control group. Giving PMT MP-ASI to children under five years old for 30
days is not effective enough to increase their nutritional status either by using nutrition group method or without
it. The result of this research can give inputs to refine the implementation of PMT-MP ASI program. This
program may continue on with further improvements, especially through nutrition group method.

Kata Kunci: MP-ASI, Metode Kelompok Gizi, Status Gizi Balita

LATAR BELAKANG budaya. Namun akar permasalahan terletak pada


Salah satu tujuan Rencana Pembangunan krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 pertengahan tahun 1997 yang sampai saat ini masih
bidang kesehatan adalah memberikan prioritas kita rasakan. Keadaan ini menyebabkan semakin
kepada perbaikan kesehatan masyarakat, perbaikan meningkatnya jumlah keluarga miskin yang diikuti
gizi pada bayi dan anak. Rencana strategi pemerintah dengan peningkatan prevalensi gizi kurang dan gizi
untuk menindaklanjuti tujuan RPJMN yang paling buruk. Meningkatnya prevalensi gizi kurang maupun
utama adalah menurunkan prevalensi gizi kurang gizi buruk memberi dampak terhadap kualitas
dan gizi buruk, yaitu 2 (dua) masalah gizi utama sumber daya manusia di masa datang (Depkes RI,
yang disebabkan oleh kekurangan atau 2003).
ketidakseimbangan asupan energi dan protein Hasil RISKESDAS tahun 2007 yaitu status
(Depkes RI, 2006). gizi anak Balita untuk gizi kurang dan Gizi Buruk

Terdapat banyak faktor yang menjadi tingkat nasional 18,4%, sedangkan NTB 24,8%, dan

penyebab masalah gizi di Indonesia seperti keadaan Kabupaten Lombok Barat 27,6%. Prevalensi gizi

fisiologis, keadaan ekonomi, sosial, politik, dan kurang dan gizi buruk di Propinsi NTB tersebut
___________________________________________________________________________
Lalu Khairul Abdi, Ni Ketut Sri Sulendri, I Nyoman Adiyasa, Taufiqurrahman: Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram, Jl. Prabu
Rangkasari Dasan Cermen Mataram

802
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

masih jauh dari target pencapaian nasional yaitu Penelitian yang berhubungan dengan daya
18,5% pada tahun 2015. Keadaan ini akan terus terima MP-ASI blended food (difortifikasi) antara
meningkat jika tidak memperoleh penanganan yang lain, penelitian yang dilakukan oleh Kartika, Vita,
tepat dan baik (Depkes RI, 2009). Untuk menanggu- dkk. (2006) menyimpulkan bahwa pemberian MP-
langi permasalahan tersebut di atas, sejumlah ASI pabrikan selama 4 bulan kepada keluarga miskin
kegiatan dilakukan bertumpu kepada perubahan dengan jumlah pemberian 48 gram/hari tidak mem-
perilaku terutama dalam program pemberikan air berikan dampak terhadap perubahan status gizi
susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi mulai lahir sampel berdasarkan indeks BB/U dan PB/U (tidak
sampai berusia 6 bulan dan memberikan makanan ada perbedaan yang bermakna secara statistik).
pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang cukup Upaya pemerintah tersebut belum juga
setiap hari. Nilai gizi yang dianjurkan untuk MP-ASI dapat menuntaskan kasus gizi kurang dan gizi buruk.
bayi dan anak yaitu 250 kalori, protein 68 gram Oleh karena itu, perlu suatu teorbosan yang
untuk bayi usia 611 bulan, dan sebanyak 450 dilakukan oleh, dari, dan untuk masyarakat melalui
kalori, 1215 gram protein untuk usia anak 1224 model perbaikan gizi dengan Kelompok Gizi
bulan (WHO, 1998). Masyarakat. Diharapkan dengan membentuk
UNICEF pada tahun 1999, dalam kelompok, masyarakat dapat berperan aktif,
penelitiannya menemukan adanya kualitas MP-ASI meningkatkan kemampuan, dan kemandirian
yang dibuat di rumah tangga terdiri dari 50% dari masyarakat untuk peduli dalam memecahkan dan
kecukupan energi, cukup protein, rendah zat gizi menerapkan keluarga sadar gizi untuk meningkatkan
mikro (30% Zn dan Fe), serta 50% Vitamin (Depkes status gizi anak balitanya (Depkes RI, 2009).
RI, 2003). Beberapa jenis MP-ASI buatan pabrik Untuk mengetahui peran metode kelompok
memberi kemudahan bagi ibu-ibu yang tidak sempat gizi dalam pemberian makanan tambahan agar
menyediakan makanan tambahan bagi bayi dan memberi hasil sesuai dengan tujuan dan mampu
anaknya, namun harganya masih relatif mahal bagi memenuhi kebutuhan sasaran, terutama kaitannya
kelompok masyarakat miskin. dalam meningkatkan status gizi, maka perlu
Upaya lain yang dilakukan pemerintah dilakukan studi yang tujuannya mengetahui apakah
dalam menurunkan prevalensi gizi kurang/buruk ada pengaruh pemberian makanan tambahan melalui
adalah dengan pemberian MP-ASI blendeed food metode kelompok gizi terhadap peningkatan status
(difortifikasi) yang diberikan secara gratis, jenis MP- gizi anak balita BGM di Kecamatan Gunung Sari.
ASI yang diberikan bermerek vetadele yang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
merupakan proyek bantuan UNICEF. Program MP- pengaruh Pemberian Makanan Tambahan melalui
ASI ini sejak tahun 2003 hingga tahun 2005 terus Metode Kelompok Gizi terhadap peningkatan status
diberikan pada anak yang mengalami gizi kurang dan gizi anak Balita BGM di Kecamatan Gunung Sari.
gizi buruk pada tahap rehabilitasi secara nasional
(Depkes RI, 2000).

803
Abdi, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Anak Balita BGM

METODE sampel dan 15 anak balita kontrol) dengan kriteria


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan inklusi: usia 6-24 bulan, masih mendapatkan ASI,
Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Adapun tingkat konsumsi defisit dan dalam keadaan sehat
alasan pemilihan lokasi adalah hasil Riskesdas 2007 (tidak infeksi dan tidak kecacingan).
yaitu Prevalensi KEP anak Balita tingkat Nasional Data yang sudah dikumpulkan, diperiksa
18,4%, data NTB 24,8%, sedangkan Kabupaten kembali (editing) kemudian dimasukkan dalam
Lombok Barat 27,6%, dan Kecamatan Gunung Sari master tabel dengan bantuan komputer. Data asupan
27%. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan diolah dengan program nutri survey. Analisa data
yaitu bulan Juli-Nopember 2010. Jenis penelitian ini disesuaikan dengan tujuan dan skala data yaitu
merupakan penelitian Quasi Experiment, dengan paired t test (uji t berpasangan untuk
menggunakan rancangan penelitian longitudinal pre masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol) dan
test dan post test kontrol group design. Populasi independent t test dengan bantuan komputer.
dalam penelitian ini adalah seluruh anak Balita BGM
yang ada di Kecamatan Gunung Sari sejumlah 56 HASIL
1. Gambaran Umum Responden
anak anak Balita. Sampel adalah bagian dari populasi
a. Tingkat Pendidikan Responden
yaitu anak Balita BGM pada 2 desa yang terpilih
Gambaran mengenai tingkat pendidikan
yang memiliki karakteristik wilayah yang hampir
responden pada saat penelitian dapat dilihat pada
sama. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus
table 1.
Lameshow, 1997 yaitu 30 orang (15 anak balita

Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gunung Sari


Kelompok Penelitian
Jumlah
Tingkat Pendidikan PERLAKUAN Kontrol
n % n % n %
Tidak Sekolah 2 13,3 1 6,7 3 10,0
Tdk Tamat SD 1 6,7 6 40,0 7 23,3
SD 4 26,7 3 20,0 7 23,3
SMP 3 20,0 1 6,7 4 13,3
SMA 4 26,7 2 13,3 6 20,0
PT 1 6,7 2 13,3 3 10,0
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0

Hasil penelitian seperti yang digambarkan responden yang tingkat pendidikannya tamat SMA
pada tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan perguruan tinggi yaitu sebesar 13,3%.
responden terbanyak pada kelompok PERLAKUAN b. Jumlah Anggota Keluarga
adalah tamat sekolah dasar dan tamat SMA yaitu Jumlah anggota keluarga dapat
masing-masing sebanyak 4 responden (26,7%). Pada mempengaruhi distribusi makanan dalam keluarga
Kelompok Kontrol jumlah terbanyak adalah terutama jumlah makanan yang dapat diberikan
responden yang tidak tamat sekolah dasar yaitu kepada setiap anggota keluarga. Distribusi responden
sebanyak 6 responden (40,0%) tetapi terdapat juga

804
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

berdasarkan jumlah anggota keluarga di Kecamatan Gunung Sari dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 . Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Gunung Sari
Kelompok Penelitian
Jumlah
Jumlah Anggota Keluarga PERLAKUAN Kontrol
n % n % n %
4 Orang 6 40,0 7 46,7 13 43,3
> 4 Orang 9 60,0 8 53,3 17 56,7
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0

Kedua kelompok baik PERLAKUAN dan anak balitanya adalah sebagai ibu rumah tangga
Kontrol menunjukkan persentase yang hampir sama (IRT) yaitu sebesar 86,7% demikian juga pada
mengenai distribusi jumlah anggota keluarga. kelompok yang Kontrol 46,7% ibu anak balitanya
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian sebagai IRT.
besar responden memiliki jumlah anggota keluarga
d. Tingkat Pengetahuan
lebih dari 4 orang yaitu 60,0% pada kelompok
Tingkat pengetahuan seseorang dapat
PERLAKUAN dan 53,3% pada kelompok Kontrol.
mempengaruhi perilakunya dalam memutuskan
c. Jenis Pekerjaan sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak. Gambaran
Berdasarkan hasil pengolahan data pe- mengenai tingkat pengetahuan responden tentang
nelitian diketahui bahwa pada kelompok gizi baik sebelum maupun sesudah intervensi pada
PERLAKUAN sebagian besar jenis pekerjaan ibu penelitian ini dapat dilihat pada grafik 1.

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang


Gizi Sebelum dan Sesudah Intervensi di Kecamatan Gunung Sari.

%
73,3 73,3
80 66,7
70 60
60
50
33,3
40
30 13,3
13,3 13,3 13,3
20 6,7
0 0
10
0
Baik Sedang Kurang
Tingkat Pengetahuan
KGM Sebelum Intervensi KGM Sesudah Intervensi
Bukan KGM Sebelum Intervensi Bukan KGM Sesudah Intervensi

Grafik1. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Gizi Sebelum dan Sesudah
Intervensi di Kecamatan Gunung Sari

805
Abdi, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Anak Balita BGM

Grafik 1 menunjukkan bahwa tingkat ASI dilakukan oleh kader setempat dengan terlebih
pengetahuan ibu anak balita tentang gizi sebagian dahulu mendapat pengarahan dari peneliti. Resep
besar berada pada kategori sedang, baik pada MP-ASI menggunakan resep MP-ASI lokal yang
kelompok PERLAKUAN maupun yang Kontrol dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun
yaitu masing-masing 60,0% pada kelompok 2006, pembuatan MP-ASI dilaksanakan pada 5
PERLAKUAN dan 73,3% pada kelompok Kontrol. tempat yaitu di Dusun Ireng Daye (13 anak balita
Tidak ada perbedaan yang signifikan tentang tingkat PERLAKUAN), Kapek Atas (6 anak balita
pengetahuan diantara kedua kelompok (p = 0,4 > = PERLAKUAN), Johor Pelita (4 anak balita
0,05). PERLAKUAN), Kebon Indah (11 anak balita
Sesudah pelaksanaan intervensi, pada Kontrol), dan di Dusun Kekait (anak balita Kontrol).
kelompok PERLAKUAN terjadi peningkatan tingkat Modifikasi menu MP-ASI dilakukan untuk
pengetahuan responden tentang gizi. Jumlah menghindari kebosanan pada anak balita baik dari
responden yang memiliki tingkat pengetahuan segi komposisi, besar porsi maupun frekuensi
dengan kategori baik meningkat dari 33.3% menjadi pemberian sesuai kesepakatan ibu anak balita, kader
66,7% responden. Perbedaan jumlah responden yang dan peneliti selama tidak berpengaruh ke komposisi
meningkat tingkat pengetahuannya diantara kedua zat gizinya (energi dan protein). Modifikasi yang
kelompok secara statistik signifikan pada alpha 0,05 dilakukan didasarkan atas hasil evaluasi menu pada
dimana hasil uji dengan chi-square diperoleh nilai p minggu pertama (siklus menu pertama) dari
= 0,008 ( p=0,008 < = 0,05 ). pelaksanaan intervensi.

2. Konsumsi Energi dan Protein Anak Balita a. Konsumsi Energi


Pemberian MP-ASI pada anak balita Konsumsi energi anak balita sebelum dan
dilaksanakan selama 30 hari mulai tanggal 7 Oktober selama pelaksanaan intervensi dapat dilihat pada
sampai dengan 6 Nopember 2010 dengan tabel 3.
menggunakan siklus menu 5 hari. Pembuatan MP-

Tabel 3. Gambaran Konsumsi Energi Sebelum dan Selama Intervensi pada Anak Balita Kelompok
PERLAKUAN dan Kontrol di Kecamatan Gunung Sari
Kelompok Penelitian
Konsumsi Energi ( %AKG ) PERLAKUAN Kontrol
SD Selisih p SD Selisih p
Sebelum Intervensi 64,0 14,0 71,0 9,7
Selama Intervensi 70,0 12,8 5,2 0,31 56,0 8,9 - 15,2 0,00

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat dari AKG (defisit berat) meningkat menjadi 70,0%
peningkatan rata-rata konsumsi energi sebesar 5,2% dari AKG (defisit sedang) selama pelaksanaan
dari AKG pada kelompok anak balita dengan intervensi. Walaupun terdapat peningkatan konsumsi
PERLAKUAN sebelum dan selama intervensi, rata- energi akibat pemberian MP-ASI, namun
rata konsumsi energi sebelum intervensi sebesar 64% peningkatan ini ternyata tidak signifikan secara

806
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

statistik setelah diuji dengan uji t berpasangan dilakukan untuk membuktikan apakah terdapat
(paired samples t - test), nilai p = 0,031 lebih besar perbedaan yang signifikan mengenai konsumsi
dari nilai alpha = 0,05 (p=0,31 > = 0,05). energi di antara kelompok PERLAKUAN dan
Hasil yang berbeda diperoleh pada Kontrol, dan diperoleh hasil bahwa nilai p = 0,001
kelompok anak balita Kontrol, terdapat pe-nurunan lebih kecil dari nilai alpha = 0,05 (p=0,001 <
rata-rata konsumsi energi sebesar 15,2% dari AKG =0,05). Artinya terdapat perbedaan rata-rata
sebelum dan selama intervensi. Secara statistik, konsumsi energi yang signifikan antara anak balita
perbedaan akibat penurunan ini cukup sigifikan kelompok PERLAKUAN dengan anak balita Kontrol
setelah diuji dengan uji t berpasangan (paired selama dilakukan intervensi pemberian MP-ASI.
samples t - test), nilai p = 0,00 lebih kecil dari
b. Konsumsi Protein.
nilai alpha = 0,05 (p=0,00 < = 0,05).
Gambaran konsumsi protein sebelum dan
Analisis statistik dengan menggunakan uji t
selama pelaksanan intervensi pada kedua kelompok
sampel bebas (independent t-test) juga telah
dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Gambaran Konsumsi Protein Sebelum dan Selama Intervensi pada Anak Balita Kelompok
PERLAKUAN dan Kontrol di Kecamatan Gunung Sari
Kelompok Penelitian
Konsumsi Protein (%AKG ) PERLAKUAN Kontrol
SD Selisih p SD Selisih p
Sebelum Intervensi 154,0 61,6 181,4 49,0
17,5 0,24 -40,7 0,02
Selama Intervensi 172,3 53,0 140,6 37,0

Gambaran konsumsi protein anak balita intervensi yaitu sebesar 40,7% dari AKG dan
yang diperlihatkan pada tabel 4 diperoleh hasil penurunan ini secara statistik menunjukkan hasil
bahwa kedua kelompok (Perlakuan dan Kontrol) yang signifikan dimana nilai p= 0,02 lebih kecil dari
memiliki tingkat konsumsi protein yang tinggi/lebih nilai kecil dari nilai alpha = 0,05 (p= 0,02 < = 0,05).
dari anjuran kecukupan gizi (> 110 %AKG). Untuk membuktikan apakah terdapat
Terdapat peningkatan rata-rata kon-sumsi protein perbedaan yang signifikan antara konsumsi protein
sebesar 17,5% dari AKG pada kelompok anak balita pada kelompok PERLAKUAN dan Kontrol setelah
dengan PERLAKUAN sebelum dan selama dilakukan intervensi dilakukan dengan uji t sampel
intervensi, walaupun terdapat peningkatan konsumsi bebas (independent t-test) dan diperoleh hasil bahwa
protein akibat pemberian MP-ASI, namun nilai p = 0,03 lebih kecil dari nilai alpha = 0,05 (
peningkatan ini ternyata tidak signifikan secara p=0,03 < =0,05 ). Artinya terdapat perbedaan rata-
statistik setelah diuji dengan uji t berpasangan rata konsumsi protein yang signifikan antara anak
(paired samples t - tes), nilai p = 0,24 lebih besar dari balita kelompok PERLAKUAN dengan anak balita
nilai alpha = 0,05 (p=0,24 > = 0,05). Kontrol setelah dilakukan intervensi.
Konsumsi rata-rata protein pada kelompok
3. Status Gizi Anak Balita
Kontrol menunjukkan penurunan selama dilakukan

807
Abdi, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Anak Balita BGM

Indeks status gizi yang digunakan dalam cukup sensitif untuk mengetahui perubahan status
penelitian ini untuk mengevaluasi dampak dari gizi pada anak balita.
pemberian PMT (MP-ASI) pada anak balita (6 24 Gambaran perubahan berat badan dan status
bulan) di Kecamatan Gunung Sari adalah berat badan gizi anak balita sebelum dan sesudah pelaksanan
menurut umur (BB/U), dengan pertimbangan bahwa intervensi pada kedua kelompok dapat dilihat pada
intervensi yang dilakukan hanya 30 hari sehingga tabel 5.

Tabel 5. Gambaran Perubahan Berat Badan dan Status Gizi Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Anak
Balita Kelompok PERLAKUAN dan Kontrol di Kecamatan Gunung Sari
Kelompok Penelitian
BB ( Kg ) dan
PERLAKUAN Kontrol
Status Gizi
SD Selisih p SD Selisih p
BB Sebelum Intervensi 7,74 0,7 8,0 0,8
0,43 0,03 0,15 0,5
BB Sesudah Intervensi 8,20 0,8 8,2 0,9
BB/U Sebelum Intervensi -2,6 0,5 -2,7 0,7
0,2 0,4 0 0,9
BB/U Sesudah Intervensi -2,4 0,7 -2,7 0,8

Terjadi penambahan berat badan pada anak =0,05). Kecenderungan hasil yang lebih rendah
balita sebelum dan sesudah intervensi seperti yang terjadi pada kelompok anak balita Kontrol, tidak
diperlihatkan oleh tabel 5, baik pada kelompok anak terjadi penambahan rata-rata nilai z-score sesudah
balita PERLAKUAN maupun kelompok anak balita dilaksanakan intervensi sehingga tidak mengubah
Kontrol. Rata-rata penambahan berat badan pada status gizi anak balita ke arah yang lebih baik. Selain
kelompok PERLAKUAN adalah sebesar 0,43 Kg tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
dan penambahan ini secara statistik signifikan status gizi sebelum dan sesudah intervensi juga tidak
dimana nilai p = 0,03 lebih kecil dari alpha = 0,05 terdapat perbedaan status gizi yang signifikan di
(p=0,03 < =0,05). Sedangkan pada kelompok anak antara kedua kelompok, nilai p = 0,51 lebih besar
balita Kontrol, rata-rata pe-nambahan berat badan dari alpha = 0,05 (p=0,51 > =0,05).
hanya sebesar 0,15 Kg dan secara statistik
penambahan ini tidak signifikan dimana nilai p = 0,5 PEMBAHASAN
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang
lebih besar dari alpha = 0,05 ( p=0,5 > =0,05 ).
diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat
Penambahan ke arah yang lebih baik juga
gizi dengan kebutuhan. Status gizi dipengaruhi oleh
terjadi pada rata-rata nilai z-score dengan
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di
menggunakan indeks berat badan menurut umur
dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
(BB/U) terutama pada kelompok anak balita
gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status
perlakuan, namun penambahan yang hanya sebesar
gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
0,2 ini belum mampu mengubah status gizi anak
perkembangan otak, kemampuan kerja, dan
balita dari status gizi kurang menjadi status gizi baik,
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi
dan secara statistik peningkatan ini tidak signifikan,
mungkin (Almatsir, 2001).
nilai p = 0,4 lebih besar dari alpha = 0,05 (p=0,4 >

808
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi ada perbedaan status gizi yang signifikan antara anak
kurang pada masyarakat adalah melalui model balita yang diberi MP-ASI dengan metode
perbaikan gizi dengan Kelompok Gizi Masyarakat. Kelompok Gizi (perlakuan) dengan yang Kontrol.
Diharapkan dengan membentuk kelompok, Hal ini karena kedua kelompok tidak menunjukkan
masyarakat dapat berperan aktif, meningkatkan adanya perubahan status gizi ke arah yang lebih baik
kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk secara signifikan walaupun sudah diberikan
peduli dalam memecahkan dan menerapkan keluarga intervensi berupa MP-ASI selama 30 hari. Asupan
sadar gizi untuk meningkatkan status gizi anak zat gizi (energi) yang masih defisit menjadi salah
balitanya (Depkes RI, 2009). satu penyebab utama tidak bertambahnya berat badan
Konsep utama pelaksanaan kegiatan anak balita secara optimal sehingga target
kelompok gizi masyarakat ini adalah pemberdayaan penambahan berat badan sebesar 50 gr/Kg BB per
masyarakat, yaitu suatu proses penguatan masyarakat minggu tidak tercapai. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilaksanakan dengan jalan menemukan pada saat penelitian, ibu anak balita sering
permasalahan secara bersama kemudian mencari memberikan makanan ringan kepada anak balitanya
penyelesaian secara bersama pula yang didasarkan sebelum diberikan PMT sehingga anak menjadi
pada potensi yang ada dalam masyarakat tersebut. kenyang dan konsumsi MP-ASI menjadi tidak
Dengan demikian masyarakat mempunyai rasa peduli maksimal. Selain itu, beberapa ibu anak balita
terhadap peningkatan status gizi masyarakat. menganggap bahwa pemberian MP-ASI dapat
Metode Kelompok Gizi (perlakuan) dalam mengganti salah satu waktu makan utama anak balita
penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil (misalnya: makan siang atau makan malam)
yang lebih baik dibandingkan dengan metode akibatnya ibu tidak memberikan makan lagi pada
kontrol. Metode Kelompok Gizi ini menuntut anak balitanya di salah satu waktu makan tersebut.
kerjasama antara kader dan ibu anak balita dalam Tidak semua anak balita dapat menghabiskan MP-
mengelola pemberian MP-ASI tersebut. Kegiatan ASI yang diberikan pada saat penelitian (berupa
Kelompok Gizi ini dapat dijadikan ajang diskusi makanan jajanan) dalam satu kali makan sehingga
antar ibu anak balita sehingga permasalahan kalau ada sisa akan dibawa pulang dan dihabiskan
kesulitan memberi makan anak dapat teratasi, oleh anak balita di rumah. Untuk memastikan apakah
kegiatan makan bersama dalam Kelompok Gizi ini MP-ASI yang dibawa pulang dihabiskan oleh anak
dapat dijadikan model bagi anak balita lain yang balitanya, maka dilakukan recall pada hari berikutnya
tidak mau makan sendiri. Namun, kenyataan yang mengenai konsumsi MP-ASI. Pada dasarnya kedua
terjadi di lapangan adalah para ibu anak balita kelompok (perlakuan dan kontrol) memiliki tingkat
mengalami kesulitan untuk meluangkan waktu konsumsi protein yang tinggi/lebih dari anjuran
mengikuti kegiatan ini, walaupun mereka tetap kecukupan gizi (> 110% AKG). Menurut Almatsier,
datang dan berkumpul untuk memberikan makan sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi
anak-anak balitanya. keluarga miskin di pedesaan adalah protein nabati

809
Abdi, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Anak Balita BGM

yang berasal dari kacang-kacangan, jika melihat mempengaruhi pemulihan subyek penelitian,
mutu proteinnya, jelas protein nabati memiliki mutu sedangkan dalam penelitian ini faktor-faktor tersebut
protein yang lebih rendah dari protein hewani, tidak dilihat.
contohnya: Net Protein Utilization (NPU) untuk Bias pada penelitian ini terutama pada
kacang kedelai 61, sedangkan susu 82, dan telur 94 pelaksanaan pemberian MP-ASI diminimal-kan
(Almatsier, 2003). dengan melakukan pemantauan setiap hari selama 30
Hasil penelitian yang sama ditunjukkan oleh hari oleh tim peneliti. Kegiatan yang dilakukan pada
penelitian Sulendri, S. (2008) yang meneliti tentang saat pemantauan ini adalah memastikan bahwa anak
pengaruh pemberian MP-ASI yang diberikan melalui balita kelompok perlakuan hadir pada saat
program pemerintah terhadap status gizi anak balita pemberian PMT, menu yang dibuat oleh kader sesuai
di Pulau Lombok memberikan hasil bahwa terjadi standar resep yang telah diberikan walaupun
penambahan berat badan antara sebelum dan sesudah dilakukan modifikasi, menimbang berat MP-ASI per
intervensi tetapi belum dapat memperbaiki status gizi porsi (berat per porsi harus sama), memastikan
anak balita secara bermakna. Demikian juga makanan yang diberikan bersih dan aman bagi anak
penelitian yang dilakukan oleh Anna Lartey, dkk. balita, memastikan bahwa MP-ASI telah dibagikan
(1999) di Ghana memberikan hasil yang tidak dan diterima oleh anak balita sampel, serta mencatat
signifikan terhadap status gizi setelah diberikan dalam buku monitoring kejadian-kejadian selama
intervensi MP-ASI. Hasil penelitian di Kecamatan pem-berian MP-ASI termasuk kondisi kesehatan
Gunung Sari ini menunjukkan bahwa menanganan anak balita. Penyuluhan tentang gizi dan kesehatan
anak balita kurang gizi di masyarakat tidaklah juga diberikan kepada ibu anak balita kelompok
mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Felliyani, perlakuan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan
dkk. (2005) menggambarkan bahwa penderita KEP ibu tentang gizi dan kesehatan anak balita.
yang dirawat di rumah sakit akan lebih cepat Menurut WHO (2003), MP-ASI memegang
meningkat status gizinya dibandingkan dengan peranan sangat penting setelah fase ASI eksklusif,
penderita KEP yang tinggal bersama keluarga dan sehingga MP-ASI yang diberikan harus tepat waktu,
melakukan rawat jalan ke rumah sakit dan klinik gizi aman, dan mencukupi. Hal tersebut telah menjadi
Bogor. Sebanyak 8 subyek penelitian yang dirawat di prioritas utama dunia di bidang gizi. Kenyataan yang
rumah sakit 100% meningkat berat badannya setelah terjadi saat ini, gagal tumbuh pada anak-anak di
diberikan intervensi selama 12 minggu. Subyek seluruh dunia lebih disebabkan oleh MP-ASI yang
penelitian yang melakukan rawat jalan ke rumah tidak adekuat dari segi waktu pemberian, kualitas,
sakit 62,5% meningkat status gizinya, dan yang kuantitas, dan keamanan.
rawat jalan ke klinik gizi Bogor hanya 35,7% yang Keterbatasan dari penelitian ini adalah
meningkat status gizinya selama kunjungan 12 bahwa intervensi yang dilakukan hanya tiga puluh
minggu. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa hari sehingga belum diperoleh gambaran secara
faktor sosial ekonomi, lingkungan, serta motivasi ibu meyakinkan mengenai dampak keberhasilan
untuk membawa anaknya melakukan rawat jalan pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak balita

810
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

baik berat badan maupun tinggi badannya. Menurut tubuh sasaran. Namun demikian, hasil penelitian ini
Suanda (1998), bahwa idealnya pemberian makanan dapat dijadikan sebagai salah satu informasi awal
tambahan (PMT) untuk penderita gizi kurang terus terutama mengenai tingkat partisipasi ibu anak balita,
diberikan sampai mencapai berat badan optimal kader, dan tokoh masyarakat serta kendala yang
(90% dari berat badan normal). Selain itu besar porsi dihadapi dalam pelaksaan pemberian MP-ASI
MP-ASI yang dihasilkan terlalu besar bagi anak dengan metode kelompok gizi (perlakuan) sehingga
balita untuk dihabiskan dalam satu kali makan (150- metode ini dapat disempurnakan di waktu
200 gr/porsi) sehingga sebagian harus dimakan di mendatang.
rumah yang tentu pemantauannya tidak bisa secara Program pemberian makanan tambahan
langsung dan dapat menggeser waktu makan utama MP-ASI dengan metode Kelompok Gizi Masyarakat
anak balita. Saat pemantauan, peneliti tidak tetap harus dilanjutkan karena dampak positif dari
didampingi oleh tenaga medis sehingga bila ada anak program ini banyak dengan lebih menyempurnakan
balita yang sakit tidak bisa ditangani secara langsung kekurangan yang ada sehingga program ini dapat
dan hal ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan terlaksana dengan tepat baik jumlah maupun sasaran.
anak balita mengkonsumsi makanannya. Program pemberian makanan tambahan dapat
Penelitian lain yang menunjukkan hasil memperbaiki kualitas dan kuantitas konsumsi zat gizi
yang bermakna tentang status gizi sebelum dan pada anak balita (M. Munirul, dkk. 2008) dan
setelah pelaksanaan intervensi MP-ASI dilakukan walaupun tidak mampu meningkatkan status gizi
oleh Amra (2004) yang memberikan MP-ASI tetapi mampu mencegah memburuknya status gizi
komersial yaitu proten selama 3 bulan dan berhasil (Sanjaya, dkk, 2002).
meningkatkan berat badan subyek penelitian 2-2,1 kg
KESIMPULAN DAN SARAN
dengan hasil uji statistik juga bermakna. Penelitian
Kesimpulan
lainnya yaitu Masrif juga menemukan terjadi
Tingkat pengetahuan ibu anak balita tentang
peningkatan berat badan yang bermakna pada
gizi sebagian besar berada pada kategori sedang, baik
subyek penelitian yang diberikan MP-ASI lokal dan
pada kelompok Perlakuan maupun yang Kontrol
MP-ASI non lokal dengan total kenaikan selama 3
yaitu masing-masing 60,0% pada kelompok
bulan 1 - 1,1 kg (Masrif, 2007).
perlakuan dan 73,3% pada kelompok kontrol.
Penelitian selanjutnya dengan tema yang
Terjadi penambahan berat badan pada anak
sama agar memperhatikan porsi MP-ASI yang
balita sebelum dan sesudah intervensi baik pada
digunakan (sebaiknya kecil tapi padat gizi) serta
kelompok anak balita Perlakuan maupun ke-lompok
waktu pemberian yang tepat sehingga hasilnya dapat
anak balita Kontrol, tetapi belum dapat merubah
lebih maksimal. Tantangan yang dihadapi ke depan
status gizi ke arah yang lebih baik
adalah meningkatkan asupan MP-ASI sesuai dengan
Pemberian PMT MP-ASI pada balita
yang direkomendasikan yaitu tepat jumlah dan tepat
dengan metode Kelompok Gizi dapat memperbaiki
sasaran dengan memperhatikan faktor-faktor lain
tingkat konsumsi energi balita dari defisit berat
yang dapat menghambat penyerapan MP-ASI dalam

811
Abdi, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pada Anak Balita BGM

menjadi defisit sedang walaupun secara statistik DAFTAR PUSTAKA


peningkatan ini tidak signifikan, sedangkan
Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
konsumsi protein terdapat peningkatan rata-rata
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
konsumsi protein sebesar 17,5% dari AKG pada ke-
lompok anak balita dengan Perlakuan sebelum dan Amra, Nizmawaty. Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan Terhadap Status Gizi Anak Gizi
selama intervensi. Buruk Usia 6-24 Bulan di Kabupaten
Pemberian MP-ASI selama tiga puluh hari Maluku Utara. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana, UGM, 2004.
pada penelitian ini belum mampu memperbaiki status
gizi balita BGM di Kecamatan Gunungsari karena Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.
secara statistik tidak terdapat per-bedaan status gizi Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan
yang signifikan antara sebelum dan sesudah Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat,
2003.
intervensi.
Tidak terdapat perbedaan status gizi yang Departemen Kesehatan RI. Panduan Kelompok Gizi
Masyarakat (KGM). Jakarta: Depkes RI,
signifikan antara balita yang diberi MP-ASI dengan 2009.
metode Ke-lompok Gizi dengan balita tanpa
Dewey, Kathtryn, G. Complementary Feeding and
kelompok gizi. Breasfeeding, Journal of Department of
Nutrition and International Nutrition.
Saran California: University of California, Davis,
Program pemberian makanan tambahan 2001.

MP-ASI dengan metode KGM tetap harus Dinas Kesehatan Prov. NTB. Pedoman Pelaksanaan
dilanjutkan karena dampak positif dari program ini Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI) Provinsi NTB. Mataram: Pemerintah
banyak dengan lebih menyempurnakan kekurangan Provinsi NTB, 2006.
yang ada sehingga program ini dapat terlaksana
Felliyani., Nasar, S. Sri., Tambunan, Tralalan. Socio-
dengan tepat baik jumlah maupun sasaran. economic and environmental factors
Pemantauan pelaksanaan program affecting the Rehabilitation of Children with
Severe Malnutrition. Journal of Paediatrica
pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan Indonesiana, Vol. 45, No. 5-6, 2005.
secara bersama-sama dengan lintas program
Gibson, Rosalind, S. Nutritional Assessment. New
(terutama tenaga medis) sehingga masalah yang ada York: Oxford University Press, 1993.
dalam masyarakat dapat dipecahkan secara cepat.
Lemeshow, S., Hosmer D.W., Klar J., Lwanga A.K.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan
mengenai metode program pemberian makanan pada (terjemahan). Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 1997.
balita sehingga diperoleh metode yang paling baik
dalam meningkatkan status gizi balita secara mandiri Masrif. Efek Program Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MP-ASI) Terhadap Asupan
oleh masyarakat. Energi, Protein, dan Status Gizi Bayi di
Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara.
Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana,
UGM, 2007.

812
JURNAL KESEHATAN PRIMA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2011

Notoatmodjo, Soekijo. Metodologi Penelitian Gizi Bayi Di Kota Mataram, Lombok Barat
Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, dan Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara
2002. Barat. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana, UGM, 2008.
Sanjaya., Sihadi., Mulyati, Sri., Amelia., Saidin, M.,
Widya Karya Pangan dan Giz. Daftar Kecukupan
Heriyudarini. Status Gizi Bayi dan Anak
Gizi Yang Dianjurkan (DKGA). Jakarta:
yang mendapat Program Makanan
LIPI, 2000.
Tambahan dalam JPS-BK. Makalah pada
Prosiding Kongres Nasional PERSAGI dan
WHO. Complementary Feeding. Department of
Temu Ilmiah XII. Jakarta: PERSAGI, 2002.
Nutrition for Health and Development
World Health Organization, 2000.
Suanda. Diit Pada Anak Sakit.Jakarta: EGC, 1998.
WHO. Global Strategy For Infant And Young Child
Sulendri, Sri. Pengaruh Program Makanan
Feeding (Report By The Secretariat). Fifty
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Fourth World Health Assembly. WHO,
Terhadap Asupan Energi, Protein dan Status
2001.

813

You might also like