Professional Documents
Culture Documents
menggembirakan menuju green and clean beternak dari digembalakan menjadi semi-
agricultural development. Pengembang- intensif atau intensif menyebabkan ber-
an usaha tani tanaman dan ternak secara kembang pula sistem produksi hijauan
bersama-sama menambah pendapatan dengan menggunakan spesies dan varietas
petani. tanaman pakan ternak yang berproduksi
Artikel ini menyajikan gagasan dalam tinggi. Produksi hijauan di daerah tropis
upaya memberikan kontribusi ilmiah pe- berfluktuasi sejalan dengan perubahan
manfaatan inovasi teknologi pakan ternak musim. Pada musim hujan, produksinya
dan arah pegembangannya dalam upaya melimpah tetapi kandungan bahan ke-
peningkatan produksi daging nasional. ringnya rendah, sedangkan pada musim
kemarau, produksinya berkurang bahkan
pada daerah-daerah tertentu tidak ada pro-
DINAMIKA PERMASALAHAN duksi sama sekali.
PAKAN TERNAK
Mikroba rumen dapat dibedakan 1997; Haryanto 2000; Haryanto et al. 2004,
menjadi tiga kelompok besar, yaitu bakteri, 2005a).
protozoa, dan fungi. Pergeseran imbang- Potensi limbah pertanian tanaman
an populasi bakteri dan protozoa di- pangan dalam bentuk jerami padi yang
pengaruhi oleh perubahan pH rumen yang sangat besar, dan sebagian besar belum
dinamis dan berlangsung secara terus- dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
menerus. memberi inspirasi kegiatan penelitian be-
rikutnya ke arah integrasi tanaman pa-
ngan (padi) dan ternak (sapi). Sistem in-
Pengetahuan dan Keterampilan tegrasi ternak dan tanaman pangan dapat
Peternak menjadi andalan dalam upaya mening-
katkan produktivitas tanaman pangan,
Penerapan teknologi di lapang sangat di- ternak, selain melestarikan kesuburan ta-
tentukan oleh pengetahuan dan kete- nah dengan adanya pupuk organik. Ka-
rampilan peternak. Kebiasaan peternak rena itu, sistem ini berpotensi mening-
dalam pemberian pakan yang dilakukan katkan pendapatan petani-peternak (Har-
secara turun-temurun menyebabkan lam- yanto et al. 2003).
batnya penyerapan teknologi baru yang Pemanfaatan mikroba rumen secara
dianjurkan. Tata laksana pemberian pakan aerob tidak lazim karena kondisi ling-
ternak ruminansia yang mengandalkan kungan di dalam rumen adalah anaerob.
pada mencari rumput setiap hari, me- Namun, hasil-hasil penelitian menunjuk-
nyebabkan skala pemilikan ternak rendah. kan bahwa pada kondisi aerob, mikroba
Kebiasaan menyimpan pakan sebagai rumen masih mampu mendegradasi
cadangan pada saat kekurangan pakan komponen serat. Ini berarti enzim pemecah
belum menjadi budaya bagi peternak. serat masih dihasilkan dalam kondisi aerob
(Haryanto 2000; Haryanto et al. 2005a).
Upaya memperbaiki nilai hayati pakan
Inovasi Teknologi Pakan dapat dilakukan dengan meningkatkan
nilai degradabilitas komponen serat
Perjalanan penelitian yang dilakukan sebelum dikonsumsi ternak, dan memani-
penulis diawali pada tahun 1977 dengan pulasi kondisi ekosistem rumen. Dalam
mengamati produktivitas hijauan rumput kondisi demikian, dinamika mikroba dapat
dan leguminosa serta kombinasinya menunjang optimalisasi pemanfaatan zat
(Haryanto et al. 1981, 1982). Penelitian gizi pakan.
dilanjutkan dengan pemanfaatan kom- Penelitian yang dilakukan beberapa
ponen lignoselulosa dan hemiselulosa peneliti (Satter dan Slyter 1974; Mehrez et
(Haryanto 1989), termasuk peran mikroba al. 1977; Hobson dan Jouany 1988;
rumen sebagai sumber protein maupun Demeyer 1991; Martin et al. 2001; Haryanto
penghasil enzim pemecah lignoselulosa et al. 2004) mengarah pada kesimpulan
pakan. bahwa optimalisasi fungsi rumen sangat
Kegiatan penelitian selanjutnya di- menentukan kecernaan pakan. Degradasi
arahkan pada upaya pemanfaatan mikroba optimum komponen serat dapat dicapai
rumen secara aerob untuk meningkatkan bila pH rumen mendekati 6,8, kandungan
nilai nutrisi hijauan pakan (Haryanto et al. NH3 minimal 3,57 mM, populasi protozoa
166 Budi Haryanto
di dalam cairan rumen sekitar 5 x 105 sel/ml, ponen energi yang tidak dapat diman-
dan populasi bakteri 1010 sel/ml. faatkan ternak. Gas ini mempunyai efek
Berbeda dengan komponen serat, rumah kaca, yang oleh pengamat ling-
protein pakan justru sebaiknya tidak kungan dinilai ikut berkontribusi terhadap
mudah terdegradasi di dalam rumen. berkurangnya lapisan ozon di atmosfer
Protein pakan yang mengalami degradasi bumi, sehingga meningkatkan intensitas
mikroba di dalam rumen akan terpecah masuknya sinar ultraviolet dari matahari
menjadi gugus rantai karbon dan NH3, dan suhu global. Oleh karena itu, upaya
yang berarti akan kehilangan fungsinya untuk mengurangi pembentukan gas
sebagai sumber asam amino yang diper- metana dari proses pencernaan pakan
lukan ternak. Oleh karena itu, upaya ruminansia perlu dilakukan. Meskipun
meningkatkan produktivitas ternak rumi- demikian, peran bakteri metanogenik dapat
nansia adalah melalui suplai protein pakan ditingkatkan untuk menghasilkan gas
yang tidak mudah dipecah di dalam rumen. metan yang lebih banyak, namun harus
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian dimanfaatkan sebagai sumber energi
juga dilakukan untuk membuat pakan alternatif dalam bentuk biogas. Peman-
sumber protein yang tidak mudah ter- faatan biogas diharapkan dapat menekan
degradasi di dalam rumen, namun masih efek negatif gas metana bagi lingkungan
dapat dihidrolisis di dalam saluran cerna menuju pertanian yang bersih dan hijau.
pascarumen (Haryanto 1993, 1994). Asam
amino atau protein yang terlindungi
dikenal sebagai sumber rumen by-pass
protein. Membalik Arus Sistem
Pertumbuhan bakteri yang tinggi di Penyampaian Inovasi Teknologi
dalam rumen juga menguntungkan bagi
ternak induk semang karena bakteri ter- Sistem penyampaian inovasi teknologi
sebut dapat menjadi sumber protein bagi menentukan cepat-lambatnya inovasi
ternak. Sehubungan dengan hal itu, kecu- teknologi diterapkan oleh pengguna.
kupan mineral dalam pakan juga harus Teknologi yang dihasilkan cukup banyak.
diperhatikan (Underwood 1981; McDo- Namun, penyampaian inovasi teknologi
well et al. 1993; Thalib et al. 2000), baik kepada masyarakat belum optimal karena
mineral untuk memenuhi kebutuhan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
maupun untuk mikroba dalam rumen. lain bentuk informasi yang disampaikan,
Ternak ruminansia tidak memerlukan metode penyampaian, individu atau
tambahan vitamin B dalam pakan karena kelompok penerima informasi, dan tekno-
sebagian besar mikroba rumen dapat logi informasi itu sendiri.
mensintesisnya de novo (Ballet et al. 2000). Sistem penyampaian inovasi teknologi
Degradasi dan fermentasi komponen yang bersifat top-down sering kurang
serat pakan oleh mikroba rumen, selain memperhatikan kebutuhan teknologi di
menghasilkan asam lemak mudah terbang, tingkat petani. Kondisi ini sesuai dengan
juga membentuk gas metana (CH4) dan kar- pernyataan petani sebagai berikut:
bondioksida (CO2). Gas metana yang ter- Sir, you told me a lot about farming,
bentuk berkisar 8-15% dari energi yang but you never ask me how I am doing
dikonsumsi ternak dan merupakan kom- farming for years (Adnyana 2005).
Inovasi teknologi pakan ternak ... 167
Oleh karena itu, sistem penyampaian protein, dan lemak menjadi produk ternak
inovasi teknologi hendaknya lebih difo- sudah cukup lengkap teridentifikasi (Van
kuskan pada upaya meningkatkan kemam- Soest et al. 1966; Satter dan Slyter 1974;
puan petani untuk mengelola sumber daya Mehrez et al. 1977). Pada dekade 1980-an,
pertanian yang terpusat pada petani mulai diteliti mekanisme degradasi kom-
(farmers centered agriculture resource ponen serat serta sintesis protein mikroba
management, FARM). Pendekatan yang rumen secara in vivo (Hobson dan Jouany
lebih bersifat bottom-up melalui Balai 1988).
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Selanjutnya berkembang model-model
sebagai ujung tombak Badan Litbang matematis untuk menghitung kecepatan
Pertanian di daerah diharapkan dapat degradasi partikel pakan, lama waktu
melembagakan sistem penyampaian ino- tinggal partikel tersebut di dalam rumen,
vasi teknologi yang bersifat bottom-up, dan kecepatan alir digesta ke saluran cerna
sebagai ciri dan persyaratan lahirnya BPTP pascarumen, termasuk mekanisme degra-
pada tahun 1994. dasi enzimatis oleh mikroba (Ellis et al.
1988; Kudo et al.1992). Upaya untuk
meningkatkan degradabilitas komponen
POTENSI DAN PELUANG serat pakan, sebelum diberikan kepada
PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK ternak pernah dilakukan melalui proses
DAN TANAMAN PANGAN hidroksidasi, amoniasi, fisik maupun
secara biologis, seperti penggunaan ka-
Pemanfaatan Mikroba Rumen pang dan bakteri dalam proses ensilasi.
Peningkatan nilai nutrisi jerami padi
Pada tahun 1832, Sprengel melaporkan melalui proses fisik, kimia maupun biologis
bahwa dari materi tanaman dapat dibentuk (Soejono et al. 1987; Haryanto dan Mur-
asam asetat dan asam butirat. Pada tahun yanto 1990), belum banyak diadopsi
1879 diketahui bahwa asam-asam yang masyarakat. Beberapa faktor yang mem-
terbentuk pada pencernaan materi tanam- pengaruhi degradasi dan fermentasi kom-
an dapat diserap dan dioksidasi di dalam ponen serat dalam bahan pakan antara lain
saluran darah ternak dan digunakan se- adalah sifat fisika kimia, aktivitas enzimatis
bagai sumber energi bagi ternak untuk mikroba rumen (Mertens 1977), serta kon-
berproduksi (Hungate 1988). disi lingkungan mikro dalam rumen
Penelitian fungsi rumen secara intensif (Hungate 1988). Pelekatan mikroba pada
mulai dilakukan pada akhir dekade 1940- partikel pakan juga menentukan efektivitas
an yang diawali di Cambridge, Inggris. degradasi pakan di dalam rumen (Akin dan
Penelitian tersebut berhasil menemukan Barton 1983; Cheng et al. 1990).
lebih banyak informasi bahwa asam lemak Saat ini, peningkatan degradabilitas
rantai pendek C2, C3, dan C4 dapat men- serat dilakukan dengan pendekatan
jadi sumber energi utama bagi ternak. mikrobiologis dalam bentuk bioproses
Penelitian yang lebih luas dan men- fermentatif menggunakan bakteri fibrolitik
dalam dilakukan pada tahun 1960-1970 secara aerob (Haryanto et al. 2003, 2004,
hingga dapat dikatakan bahwa jalur bio- 2005a). Pemanfaatan multienzim sebagai
kimiawi pemecahan komponen serat, suplemen juga dapat dilakukan pada pakan
168 Budi Haryanto
sebelum diberikan kepada ternak untuk memfermentasi jerami padi sehingga me-
meningkatkan nilai kecernaan komponen ningkatkan nilai kecernaan komponen
serat pakan, meskipun masih dalam serat, apabila diberikan pada ternak secara
penelitian in vitro (Yu et al. 2005). De- in vivo. Ini berarti akan lebih banyak energi
faunasi juga merupakan salah satu cara dalam jerami padi yang dapat dimanfaat-
meningkatkan degradabilitas komponen kan menjadi produk ternak, seperti daging
serat pakan. Defaunasi dapat mening- dan susu.
katkan populasi bakteri secara nyata, se-
hingga degradasi komponen serat menjadi
lebih intensif. Pemanfaatan Potensi Limbah
Dalam upaya memanfaatkan potensi Tanaman Pangan
mikroba rumen, perhatian perlu diarahkan
pada limbah ternak sapi potong. Pemo- Limbah tanaman pangan merupakan
tongan ternak sapi di rumah potong hewan sumber daya pakan berserat yang poten-
(RPH) merupakan sumber mikroba rumen sial dan sesuai untuk sapi dan ternak
yang cukup besar, mengingat seekor sapi ruminansia lainnya. Di banyak daerah,
mempunyai volume retikulorumen sekitar limbah tanaman pangan seperti jerami padi
50 liter dengan kandungan digesta 40-50 belum dimanfaatkan sebagai sumber pakan
kg. Sementara ini, isi rumen belum diman- ternak. Petani cenderung membakarnya,
faatkan selain dibuang atau ditimbun yang berarti membuang bahan organik
hingga terdekomposisi menjadi kompos yang berpotensi menjadi pakan ternak.
setelah beberapa bulan. Luas panen padi sawah irigasi di In-
Teknologi sederhana untuk meman- donesia sekitar 12 juta hektar setiap tahun,
faatkan potensi tersebut menjadi produk sehingga berpotensi menyediakan jerami
yang dapat digunakan untuk meningkat- padi 48 juta ton/tahun. Potensi ini setara
kan kualitas pakan berserat telah ber- dengan nilai finansial Rp2,4 triliun, dengan
kembang dengan munculnya probiotik. perkiraan harga jerami Rp50 ribu per ton.
Probiotik sebagai bahan pakan aditif mulai Di samping jerami padi, masih tersedia
digunakan kembali pada tahun 1960-an jerami jagung dan sisa tanaman kedelai,
setelah diabaikan sejak dikembangkan kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan
penggunaan antibiotik pada awal abad ke- ubi kayu. Data tahun 2006 (BPS 2006)
20 (Fuller 1989). menunjukkan luas panen jagung mencapai
Penggunaan probiotik dalam pakan 3,8 juta hektar, kedelai 0,68 juta hektar,
bertujuan menyeimbangkan mikroba yang kacang tanah 0,71 juta hektar, kacang hijau
bermanfaat dalam proses degradasi kom- 0,33 juta hektar, ubi kayu 1,16 juta hektar,
ponen zat gizi di dalam rumen (Williams dan ubi jalar 0,17 juta hektar. Limbah
dan Newbold 1990). Degradasi enzimatis tanaman pangan tersebut dapat menye-
komponen serat akan meningkat bila pro- diakan sekitar 86 juta ton bahan kering
duksi enzim pemecah serat dapat diting- (Bamualim et al. 2008), atau setara dengan
katkan (Gong dan Tsao 1979). 60 juta ton bahan pakan berserat yang
Salah satu produk yang dikembangkan berpotensi untuk dijadikan pakan ternak.
Balai Penelitian Ternak adalah Probion. Kebutuhan pakan berserat seekor sapi
Produk tersebut dapat digunakan untuk dewasa sekitar 20 kg/hari, atau setara
Inovasi teknologi pakan ternak ... 169
a. Meningkatkan nilai degradasi bahan yang berdaya saing tinggi dalam era pasar
pakan sumber serat sebelum diberikan bebas.
kepada ternak.
b. Meningkatkan aktivitas enzimatis Konsolidasi Kelembagaan
mikroba rumen.
c. Meningkatkan sintesis protein mikroba Penataan kelembagaan petani diperlukan
rumen. agar dapat melakukan kemitraan dengan
d. Melindungi protein pakan agar tidak perusahaan yang telah berpengalaman,
terdegradasi sempurna di dalam rumen. dan mampu menjamin ketersediaan input
e. Menentukan imbangan energi dan pro- dan pemasaran produk untuk komoditas
tein yang dapat dimetabolis di dalam yang diusahakan. Untuk mengalirkan
jaringan tubuh ternak. inovasi teknologi ke tingkat petani, perlu
dilakukan penyuluhan melalui lembaga
tani yang ada. Namun, aktivitas sebagian
Strategi dan Peta Jalan besar lembaga tani dewasa ini perlu
Pengembangan SITT-BL ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan,
antara lain pemantapan kelembagaan ke
Sistem integrasi tanaman ternak bebas arah korporasi atau pembentukan lembaga
limbah (SITT-BL) merupakan strategi usaha agribisnis terpadu, atau koperasi
usaha tani yang harus mampu: (1) me- tani. Penyampaian teknologi melalui
menuhi permintaan dan kebutuhan pasar; lembaga tani yang sudah mantap akan
(2) memperkuat dan memperluas sumber mendorong adopsi dan penerapan tekno-
pendapatan rumah tangga tani; (3) me- logi oleh petani.
nekan risiko kegagalan dalam mengem-
bangkan usaha; (4) memanfaatkan hu-
bungan sinergis antara tanaman dan Peningkatan Pengetahuan
ternak; (5) menyediakan bioenergi pada Manajemen Usaha
tingkat rumah tangga dalam bentuk bio-
gas; dan (6) tidak mencemari lingkungan. Kelancaran kegiatan agribisnis mulai dari
Peta jalan pengembangan SITT-BL ke tahap budi daya, panen, pascapanen
depan meliputi empat pilar keterkaitan, hingga pengolahan hasil dan pemasaran
yaitu: (1) keterkaitan kelembagaan yang ditentukan oleh kemampuan individu
merupakan pilar utama; (2) keterkaitan dalam satuan manajemen usaha yang
horizontal dalam bentuk diversifikasi dilakukan. Pengetahuan manajemen usaha
usaha pada tingkat usaha tani dengan untuk semua komoditas perlu mendapat-
mengintegrasikan tanaman ternak yang kan perhatian khusus untuk membuka
dikelola tanpa limbah; (3) keterkaitan peluang diversifikasi usaha, agar pengem-
vertikal yang mampu menciptakan nilai bangan SITT-BL dapat mencakup kawasan
tambah dalam pola pengembangan agro- yang lebih luas.
proses dan agroindustri; dan (4) keterkaitan Diversifikasi vertikal untuk masing-
regional dengan memanfaatkan keung- masing komoditas juga akan memberikan
gulan komparatif dan kompetitif melalui nilai tambah ekonomis bagi petani.
pewilayahan komoditas dan cabang usaha Pewilayahan usaha dan kelancaran distri-
172 Budi Haryanto
busi dan pemasaran akan membawa petani pakan bagi 3-5 ribu ekor sapi dewasa se-
pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik. panjang tahun di kawasan tersebut.
Dari sisi peluang kerja, kawasan per-
sawahan irigasi 1.000 ha dapat menyerap
Percepatan Adopsi dan tambahan lapangan pekerjaan bagi 100
Penerapan Teknologi orang untuk pabrik pengolahan jerami
padi, dan 250 orang untuk berusaha pada
Teknologi produksi tanaman, seperti peng- pemeliharaan sapi dengan skala usaha 20
gunaan benih unggul, bagan warna daun ekor/orang. Di samping itu, akan diperoleh
(BWD), dan uji tanah menggunakan soil pupuk organik 4,5-7,5 ribu ton/tahun yang
test kit berdasarkan konsep pemupukan cukup untuk memupuk lebih dari 1.000 ha
berimbang berpotensi meningkatkan hasil. lahan sawah. Apabila hal ini dilakukan,
Penerapan sistem perkandangan intensif, tingkat pendapatan per keluarga tani
pemberian imbuhan pakan seperti kon- pengelola ternak sapi setara dengan
sentrat, mineral serta perkawinan dengan US$3,500/tahun; suatu peningkatan pen-
menggunakan bibit unggul, dapat memacu dapatan yang menggiurkan, yaitu empat
produksi komponen peternakan. kali lipat dari kondisi sekarang.
Pengadaan komponen input produksi,
baik untuk tanaman maupun ternak, dapat
menjadi bagian usaha dalam suatu sistem KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
agribisnis korporasi terpadu pada suatu KEBIJAKAN
kawasan yang dikelola oleh petani. Peng-
gunaan internal input sebagai komponen Kesimpulan
utama dan menekan input luar dapat
meningkatkan efisiensi teknis maupun Upaya peningkatan produktivitas ternak
ekonomi, sekaligus memperbaiki kesu- ruminansia untuk memenuhi standar ke-
buran tanah (Adnyana et al. 2007). cukupan gizi masyarakat Indonesia perlu
Strategi untuk menunjang ketersediaan dilakukan dengan: (1) mengoptimalkan
pakan sumber serat sepanjang tahun pemanfaatan sumber daya pakan lokal dari
adalah melalui pembangunan pabrik pa- limbah pertanian, perkebunan, dan agroin-
kan dengan sumber bahan utama dari dustri melalui sistem integrasi tanaman-
limbah pertanian yang ada pada kawasan ternak; (2) menerapkan strategi manajemen
tertentu. Pada kawasan persawahan irigasi pakan untuk menjamin nilai nutrisi dan efi-
1.000 ha yang ditanami padi tiga kali siensi pemanfaatan pakan yang lebih ting-
setahun dapat didirikan pabrik pengolahan gi serta kontinuitas ketersediaan pakan se-
jerami padi, mulai dari proses fermentasi, panjang tahun; (3) meningkatkan populasi
pengeringan, formulasi pakan, penge- dan produktivitas ternak; (4) menjamin kelan-
pakan hingga penyimpanan. Berdasarkan caran agribisnis melalui kelembagaan tani
perhitungan, pada kawasan 1.000 ha cukup yang berfungsi baik; dan (5) mengembang-
didirikan satu pabrik pengolahan jerami kan sistem usaha tani berkelanjutan, ter-
padi dan pakan berkapasitas 10-15 ribu ton/ integrasi, dan ramah lingkungan yang mam-
tahun, yang cukup untuk menyediakan pu meningkatkan kesejahteraan petani.
Inovasi teknologi pakan ternak ... 173
H. Itabashi (Eds.). The Rumen Eco- Haryanto, B., M.E. Siregar, dan T. Herawati.
system. JSSP, Tokyo. 1982. Variasi komposisi Brachiaria
Demeyer, D. 1991. Quantitative aspects of decumbens vs. Imperata cylindrica
microbial metabolism in the rumen and dengan pemotongan dan pemupukan
hindgut. p. 217-237. In J.P. Jouany (Ed.). nitrogen berat. Ilmu dan Peternakan
The rumen Microbial Metabolism and 1(1): 29-31.
Ruminant Digestion. INRA, Paris. Haryanto, B. 1989. Forage fiber for ru-
Departemen Pertanian. 2007. Statistik minants: A bioconversion to humanly
Pertanian 2007. Departemen Pertanian, high nutritional food. Indon. Agric.
Jakarta. Res. Dev. J. 11(4): 57-61.
Diwyanto, K. dan B. Haryanto. 1999. Haryanto, B. dan Muryanto. 1990. Tek-
Pembangunan pertanian ramah ling- nologi peningkatan efisiensi peman-
kungan: Prospek pengembangan ter- faatan limbah pertanian untuk ternak
nak pola integrasi (Suatu konsep pemi- ruminansia di beberapa negara. Prosi-
kiran dan bahan diskusi). Pusat Pene- ding Seminar Pemanfaatan Limbah
litian dan Pengembangan Peternakan, Pertanian dan Pendayagunaan Lahan
Bogor. Kritis dalam Upaya Meningkatkan
Durand, M. 1989. Condition for optimizing Pendapatan Masyarakat. Universitas
cellulolytic activity in the rumen. p. 3- Diponegoro, Semarang. hlm. 113-119.
19. In M. Chenost and P. Reiniger Haryanto, B. 1993. Perubahan parameter
(Eds.). Evaluation of Straws in Rumi- rumen pada domba dengan pemberian
nant Feeding. Elsevier Applied Science, pakan mengandung bungkil kedelai
NY. berformaldehid. Ilmu dan Peternakan
Ellis, W.C., M.J. Wylie, and J.H. Matis. 1988. 6(2): 10-12.
Dietary-Digestive interactions deter- Haryanto, B. 1994. Respons produksi
mining the feeding value of forages and karkas domba terhadap strategi pem-
roughages. p. 177-229. In E.R. Orskov berian protein by-pass rumen. Jurnal
(Ed.). Feed Science. Elsevier Science Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. hm. 49-
Publishers B.V., Amsterdam. 56.
Fuller, R. 1989. A review: Probiotics in man Haryanto, B., I W. Mathius, D. Lubis, dan
and animals. J. Appl. Bacteriol. 66: 365- M. Martawidjaja. 1997. Manfaat pro-
378. biotik dalam peningkatan efisiensi
Gong, C.S. and G.T. Tsao. 1979. Cellulase fermentasi pakan di dalam rumen. hlm.
and biosynthesis regulation. Ann. Re- 635-642. Prosiding Seminar Nasional
ports on Fermentation Processes 3: Peternakan dan Veteriner. Pusat Pene-
111-140. litian dan Pengembangan Peternakan,
Haryanto, B., M.E. Siregar, B.R. Pra- Bogor.
wiradiputra, dan T. Herawati. 1981. Haryanto, B. 2000. Penggunaan probiotik
Pengaruh kadar pemupukan fosfat dalam pakan untuk meningkatkan
terhadap produksi berat kering tiga kualitas karkas dan daging domba.
jenis leguminosa pada tanah latosol. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4):
Buletin Lembaga Penelitian Peternak- 224-228.
an. hlm. 14-21.
Inovasi teknologi pakan ternak ... 175
Haryanto, B., I. Inounu, I.G.M. Budiarsana, 154. Proc. 25th International Symposium
dan K. Diwyanto. 2003. Pedoman Tek- on Tropical Agricultural Research:
nis. Sistem Integrasi Padi dan Ternak Utilization of Feed Resources in Rela-
Sapi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. tion to Nutrition and Physiology of
Haryanto, B., Supriyati, dan S.N. Jarmani. Ruminants in the Tropics. TARC
2004. Pemanfaatan probiotik dalam bio- Series, Japan.
proses peningkatan nilai nutrisi jera- Mahendri, I G.A.P. dan B. Haryanto. 2006.
mi padi untuk pakan domba. hlm. 298- Respons ternak kerbau terhadap peng-
304. Prosiding Seminar Nasional Tek- gunaan pakan jerami padi fermentasi
nologi Peternakan dan Veteriner. Pusat pada usaha penggemukan. hlm. 323-
Penelitian dan Pengembangan Peter- 328. Prosiding Seminar Nasional
nakan, Bogor. Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Haryanto, B., Supriyati, A. Thalib, dan S.N. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jarmani. 2005a. Peningkatan nilai ha- Peternakan, Bogor.
yati jerami padi melalui bioproses fer- Mahendri, I G.A.P., B. Haryanto, dan A.
mentatif dan penambahan zinc organik. Priyanti. 2006. Respons jerami padi
hlm. 473-478. Prosiding Seminar Nasi- fermentasi sebagai pakan pada usaha
onal Teknologi Peternakan dan Vete- penggemukan ternak sapi. hlm. 51-56.
riner. Pusat Penelitian dan Pengem- Prosiding Seminar Nasional Teknologi
bangan Peternakan, Bogor. Peternakan dan Veteriner. Pusat Pene-
Haryanto, B., B. Hasan, D. Sisriyenni, A. litian dan Pengembangan Peternakan,
Batubara, dan Bestina. 2005b. Pene- Bogor.
rapan teknologi pemanfaatan jerami Martin, C., N.B. Kristensen, and P.
padi dan pembuatan pupuk organik dari Huhtanen. 2001. Determination of VFA
usaha pengembangan sapi potong di production rate in the rumen of sheep
Kabupaten Kampar. hlm. 45-53. Pro- fed different levels of intake. EAAP
siding Seminar Nasional Hasil-hasil Publication No. 103: 63-66.
Penelitian dan Pengkajian Teknologi McDowell, L.R., J.H. Conrad, and F.G.
Pertanian, BPTP Riau. Hembry. 1993. Minerals for Grazing
Hobson, P.N. and J.P. Jouany. 1988. Ruminants in Tropical Regions. 2nd ed.
Models, mathematical and biological, Animal Science Department, University
of the rumen function. p. 461-511. In of Florida, Gainesville, FL.
P.N. Hobson (Ed.). The Rumen Micro- Mehrez, A.Z., E.R. Orskov, and I.Mc
bial Ecosystem. Elsevier Science Pub- Donald. 1977. Rates of rumen fermen-
lishers, London. tation in relation to ammonia concen-
Hungate, R.E. 1988. Introduction: The tration. Br. J. Nutr. 38: 437-448.
ruminant and the rumen. p. 1-19. In P.N. Mertens, D.R. 1977. Dietary fiber com-
Hobson (Ed.). The Rumen Microbial ponents: Relationship to the rate and
Ecosystem. Elsevier Applied Science, extent of ruminal digestion. Fed. Proc.
NY. 36: 187-192.
Kudo, H., Y.W. Ho, N. Abdullah, S. Jala- Nitis, I.M. 1995. Research methodology for
ludin, and K.J. Cheng. 1992. Rumen semiarid crop-animal systems in
microflora and its significance to Indonesia. Crop-Animal Interaction. In
ruminant feeding in the tropics. p. 144- C. Devendra and C. Sevilla (Eds.). IRRI
176 Budi Haryanto
Discussion Paper Series No. 6. IRRI, Van Soest, P.J., R.H. Wine, and L.A.
Manila, Philippines. Moore. 1966. Estimation of the tru
Satter, L.D. and L.L. Slyter. 1974. Effect of digestibility of forages by the in vitro
ammonia concentration on rumen digestion of cell walls. p. 438-441. Proc
microbial protein production in vitro. 10th International Grassland Congress.
Br. J. Nutr. 32: 199-208. Helsinki, Finland.
Soejono, M., R. Utomo, dan N. Widyan- Williams, P.E.V. and C.J. Newbold. 1990.
toro. 1987. Peningkatan nilai nutrisi Rumen probiosis: The effects of novel
jerami padi dengan berbagai perlakuan. microorganisms on rumen fermentation
hlm 21-35. Prosiding Limbah Pertanian and ruminant productivity. p. 211. In
sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya. W. Haresign and D.J.A. Cole (Eds.).
Grati, 16-17 November 1987. Recent Advances in Animal Nutrition.
Thalib, A., B. Haryanto, S. Kompiang, I W. Butterworths, London.
Mathius, dan A. Aini. 2000. Pengaruh Yu, P., J.J. McKinnon, and D.A. Chris-
mikromineral dan fenilpropionat ter- tensen. 2005. Improving the nutritional
hadap performans bakteri selulolitik value of oat hulls for ruminant animals
cocci dan batang dalam mencerna serat with pretreatment of a multienzyme
hijauan pakan. Jurnal Ilmu Ternak dan cocktail: In vitro studies. J. Anim. Sci.
Veteriner 5(2): 92-99. 83: 1133-1141.
Underwood, E.J. 1981. The Mineral Nu-
trition of Livestock. 2nd Edition. CAB,
England.