Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharian. Kualitas keahlian itu tercermin dalam kepemilikan kompetensi
yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian.
Oleh karena itu seharusnya fokus pengembangan profesionalisme guru
hakikatnya adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Di Indonesia,
Departemen Pendidikan Nasional merumuskan kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Sedangkan di Australia Barat, batasan
kompetensi dinyatakan dalam School Education Act Employees (Teachers
and Administrators) General Agreement 2008. Kompetensi guru hakikatnya
kemampuan penerapan pengetahuan profesional dan keterampilan di tempat
kerja dan didukung oleh nilai-nilai atau atribut yang melekat padanya. Di
Australia Barat pengembangan profesionalisme guru diselenggarakan oleh
Institute for Professional Learning. Institut tersebut menerima aplikasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru sesuai dengan jalur karier
yang dipilihnya sendiri. Ada tiga jalur karier yang disediakan, yaitu : 1) guru
senior (senior techer), 2) guru kelas tingkat 3 (level 3 classroom teacher),
dan 3) administrator sekolah (school administrator). Ada kemiripan dengan
sistem pengembangan karier guru di Indonesia: 1) Institute for Professional
Learning mirip dengan PPG di Indonesia. Bedanya, pelaksana diklat pada
Institute for Professional Learning adalah departemen pendidikan,
sedangkan PPG dilakukan oleh LPTK yang ditunjuk; 2) sistem sertifikasi
guru melalui melalui jalur portofolio, hampir sama dengan jalur karier guru
kelas tingkat 3 di Australia Barat; 3) sistem diklat dengan menggunakan
modul memiliki persamaan dengan pelaksanaan PLPG di Indonesia.
Meskipun ada persamaan, ada hal-hal yang positif untuk dikembangkan di
Indonesia ke depan. Misalnya penyelenggaraan diklat pengembangan
profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan bersifat
dadakan.
PENDAHULUAN
Dewasa ini wacana tentang kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan
profesionalisme guru marak dibicarakan, bukan hanya di kalangan guru itu sendiri
tetapi juga di kalangan masyarakat luas. Lebih-lebih tuntutan Undang-undang No 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan bahwa kualifikasi guru
minimal berpendidikan D4/S1, membuat para guru yang belum memenuhi persyaratan
mulai berlomba meningkatkan kualifikasi pendidikannya. Harapannya akan segera
mendapat kesempatan untuk mengikuti program sertifikasi guru. Bagi sebagian besar
1
guru, keinginan untuk dapat mengikuti sertifikasi menjadi semacam obsesi. Seperti
diketahui bahwa sejak program sertifikasi guru digulirkan pada tahun 2008, terdapat
sekitar 2,7 juta guru di Indonesia yang harus tersertifikasi.
Mereka membayangkan jika lulus dan mendapat sertifikat pendidik, selain
menerima tunjangan fungsional, dijanjikan menerima tunjangan profesi sebesar satu
kali gaji pokok. Para pemerhati pendidikan mengkhawatirkan bahwa para guru lebih
membayangkan konsekuensi finansial daripada idealisme yang ada di balik program
sertifikasi itu sendiri. Di samping itu, banyak juga yang mengkhawatirkan bahwa
peluang itu akan digunakan oleh LPTK untuk menyelanggarakan program
peningkatan kualifikasi dan sertifikasi secara massal dan mengorbankan mutu
poendidikan. Jika hal itu terjadi maka peningkaatan kualifikasi dan sertifikasi itu tidak
akan memberikan manfaat positif bagi peningkatan profesionalisme guru.
Terlepas dari berbagai kekhawatiran seperti tersebut di atas, sebenarnya
landasan filosofis di balik program-program pemerintah tersebut adalah keinginan
untuk meningkatkan profesionalisme guru, agar lebih bermartabat. Supriadi (2005)
dalam bukunya yang berjudul Mengangkat Citra dan Martabat Guru menyatakan
bahwa istilah profesionalisme guru menunjuk pada derajat penampilan atau
performance seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dalam mengembangkan profesionalisme guru, ada tiga prinsip utama yang
harus perhatikan, yaitu well educated, well trained, well paid. Dengan kata lain
pengembangan profesionalisme guru mensyaratkan peningkatan kualifikasi,
kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh imbalan
kerja yang memadai.
Sedangkan Tilaar (2002) berpendapat bahwa Profesionalisme guru merupakan
kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi
mata pencaharian. Dengan demikian guru professional adalah guru yang memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Pendapat senada dikemukakan oleh Ravik Karsidi (2005) yang menyatakan
profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus
dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan
kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru
profesional.
Dari berbagai pendapat tentang profesionalisme guru seperti telah
dikemukakan oleh Supriadi (2005), Tilaar (2005) dan Ravik Karsidi (2005) di atas,
2
dapat disimpulkan bahwa fokus pengembangan profesionalisme guru hakikatnya
adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Oleh karena itu dalam pembahasan
berikut akan dibahas tentang bagaimana standar kompetensi guru di Indonesia
menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007. Kemudian untuk
memperoleh bahan pembanding agar dapat diinventarisir kesepadanan, kekuatan dan
kelemahannya, agar kelak dapat dilakukan pembaharuan sistem pengembangan
kompetensi guru di Indoneisa, maka akan dipaparkan juga sistem pengembangan
kompetensi guru di Australia Barat ( West Australia).
3
Gambar 1 . Competency Framework for Teachers
4
pekerjaan mereka sehari-hari. Komponen professional attributes secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komponen professional attributes
COLLABORATIVE
Guru menunjukkan kemampuan interpersonal yang baik dengan menciptakan
kesempatan untuk berkomunikasi dan berbagi pengetahuan, ide serta pengalaman
dengan orang lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah mencari bantuan dari
kolega atau guru lain dan bertindak atas saran yang diberikan. Selain itu, para guru
juga mengakui dan mendorong siswa, orang tua sebagai partner dalam belajar.
COMMITTED
Guru mendedikasikan diri untuk mendidik generasi muda dan bertindak demi
kepentingan siswa. Pekerjaan guru dikhususkan untuk pengembangan, pendidikan
pribadi, sosial, moral dan budaya siswa serta bertujuan untuk mengajar mereka
tentang bagaimana menjadi pembelajar seumur hidup dan anggota masyarakat yang
aktif.
EFFECTIVE COMMUNICATOR
Guru menciptakan pengaruh positif terhadap perilaku siswa. Mengartikulasikan
pikiran-pikiran dan ide-ide serta memodifikasi bahasa agar sesuai dengan konteks
siswa.
ETHICAL
Guru menghormati hak orang lain dengan bertindak konsisten dan imparsial.
Mereka memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip keadilan sosial dan
menunjukkannya melalui pembuatan keputusan yang adil.
INNOVATIVE
Guru memecahkan masalah-masalah secara kreatif dan bersedia mengambil risiko
dalam penemuan baru guna mengembangkan program-program pendidikan.
Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa dan meningkatkan minat
belajarnya.
INCLUSIVE
Guru memperlakukan siswa berdasarkan perbedaan fisik, emosional, sosial dan
kebutuhannya.
POSITIVE
Guru konstruktif dalam interaksi dengan orang lain. Mereka menunjukkan
fleksibilitas terhadap perubahan-perubahan, serta memandang perubahan sebagai hal
yang baik.
REFLECTIVE
Guru menganalisis praktik profesional mereka. Menemukan kekurangan-
kekurangannya dan memutuskan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan
menggunakan pengetahuan profesional mereka miliki. Sebagai guru profesional
harus selalu mengikuti tren pendidikan.
5
2. Kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge)
Kompetensi pengetahuan professional di dasarkan pada pandangan bahwa
pengetahuan guru tentang kurikulum, materi pelajaran, pedagogi, pendidikan terkait
perundang-undangan dan konteks pengajaran khusus adalah dasar dari pengajaran
yang efektif. Tujuan dan isi dari kompetensi pengetahuan profesional adalah:
a) memahami struktur dan fungsi dari Kerangka Kurikulum Australia Barat dan
implikasinya,
b) memahami tujuan, sifat dan penggunaan berbagai strategi penilaian
c) memahami bahwa belajar siswa dipengaruhi oleh perkembangan, pengalaman,
kemampuan, minat, bahasa, keluarga, budaya dan masyarakat
d) mengetahui konsep-konsep kunci, isi dan proses penelitian yang relevan
e) memahami hukum dan peraturan-peraturan nyang berkaitan dengan
persekolahan
f) mendukung kebijakan pemerintah dalam kaitan dengan penyelenggaraan
sekolah
3. Kompetensi praktik profesional (professional practice).
Kompetensi praktik profesional terdiri dari lima dimensi dan tiga phase. Lima
dimensi menggambarkan tanggung jawab profesional utama dan tindakan guru
melakukan dalam kehidupan profesional mereka. Dimensi-dimensi ini interkoneksi
satu sama lain dan secara kolektif berkontribusi terhadap efektifitas guru. Dimensi dan
phase-phase tersebut menggambarkan kewenangan guru terlepas dari masa kerja
mereka. Profesionalitas guru ditunjukkan oleh aktualisasi lima dimensi. Tetapi tidak
harus berada pada semua phase. Phase 1, 2 dan 3 tidak menggambarkan urutan proses,
melainkan sekedar pemetaan tentang posisi seorang guru berdasarkan karakteristik dan
kebutuhan siswanya. Dimensi 1 dan 2 berkaitan dengan praktik pembelajaran.
Sedangkan dimensi 3, 4 dan 5 berkaitan dengan lingkungan kerja yang mendukung
pembelajaran yang efektif. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru dapat
dicermati dari Tabel 2 berikut.
6
Tabel 2. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru
PHASE 1 PHASE 2 PHASE 3
Teachers Teachers Teachers
operating operating operating
within the within the within the
first second third
phase should: phase should: phase should:
7
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi
tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Komponen kompetensi dan kompetensi utama
guru tergambar dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Komponen Kompetensi dan Kompetensi Utama
KOMPONEN
NO KOMPETENSI UTAMA GURU
KOMPETENSI
1 Kompetensi Menguasai karakteristik peserta didik dari
Pedagogik aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional,
dan intelektual
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik.
8
3 Kompetensi Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta
Sosial tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis
kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh
wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.
4 Kompetensi Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola
Profesional pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu.
Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif.
9
menurut hemat penulis kurang tepat, bandingkan dengan di Australia Barat yang
menamai seluruh kompetensi guru dengan nama standar profesioanal ((professional
attributes, professional knowledge, dan professional practice).
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME
10
Meskipun ada persamaan, nampaknya ada hal-hal yang positif untuk
dikembangkan di Indonesia ke depan. Misalnya penyelenggaraan diklat
pengembangan profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan
bersifat dadakan. Demikian juga dengan jalur karier guru yang akan menjadi pejabat
institusi pendidikan (kepala sekolah, pengawas maupun kepala dinas pendidikan)
sudah sitetapkan jalurnya sejak awal, sehingga terlepas dari kepentingan politik
tertentu. Yang mengejutkan justru tambahan penghasilan bagi guru yang telah
bersertifikat nampaknya secara kuantitatif lebih besar di Indonesia.
PENUTUP
Kebijakan pemerintah tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru
yang implementasinya sedang dalam proses merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan guru yang diharapkan dapat berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Guru dituntut untuk selalu dinamis
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Sebagai
pendidik, sudah seharusnya guru harus belajar seumur hidup (long life education).
Oleh karena itu, guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga dia
mampu menjadi pencetus teori-teori baru dalam konteks pembelajarannya untuk
peningkatan mutu pendidikan.
Posisi guru sebagai salah satu profesi seharusnya diakui dalam kehidupan
masyarakat. Guru sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti
dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan masih banyak yang
lainnya. Untuk mengarah kepada kondisi tersebut, tentunya guru sendirilah yang harus
mampu mengaktualisasikan kompetensinya, sehingga diakui oleh para pihak yang
berkepentingan.
Mengkomparasikan dengan standar kompetensi guru dan sistem pemngembangan
karier dengan negara lain dimaksudkan untuk memperluas wawasan dan menangkap
sisi positif dari sistem yang dipakai di negara lain. Tanpa bermaksud menjelek-
jelekkan sistem negeri sendiri.
SUMBER BACAAN
Ravik Karsidi. (2005). Profesionalisme guru dan peningkatan mutu pendidikan di era
otonomi daerah, Makalah Seminar Nasional Pendidikan di Kabupaten
Wonogiri, 23 Juli 2005.
11
Dedi Supriadi (Ed). (2003). Guru di Indonesia, pendidikan, pelatihan dan perjuangan
sejak zaman kolonial hingga era reformasi. Jakata: Direktorat Tenaga
Kependidikan
Tilaar,H.A.R.(2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta
----------2005. Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen
.Jakarta:Depdiknas.
----------2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:Depdiknas.
----------2008. Competency Framework for Teachers. Perth: Department of Education
and Training. Western Australia.Available on http://www.det.wa.edu.au/:
27/09/2011
Muhaimin. (2004). Paradigma pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah. 2000. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
12