You are on page 1of 3

Perbedaan kultur pada skizofrenia dalam variasi gejala, variasi diagnosis dan variasi

penanganannya
Gangguan mental ditandai oleh gangguan proses berpikir dan lemahnya kemampuan reaksi emosi.
Gangguan dimulai pada dewasa muda, rata-rata akhir masa muda pada pria dan dewasa muda pada
wanita.
DSM-IV mengklasifikasikan orang-orang yang memiliki setidaknya dua gejala posotif atau gejala
negative atau alogia. Gangguan umum selama minimal 6 bulan, sebagai klinis didiagnosis dengan dengan
skizofrenia.
Skizofrenia telah diamati di seluruh dunia diberbagai negara, budaya, dan ras, dengan demikian dapat
dipastikan bahwa skizofrenia adalah penyakit universal. Tapi apakah gangguan tersebut akan muncul
dengan gejala yang sama di setiap negara? Bagaimana kriteria di DSM ? penelitian terbaru menunjukan
klasifikasi DSM tidak tepat.

Varian gejala
Variasi dalam gejala psikopatologi mungkin adalah bentuk paling diharapkan dalam perbedaan budaya.
Konsep sosiosentrisiti, individualism, dan kolektivisme sangat penting untuk memahami variasi budaya
dalam skizofrenia.
Sosiosentrisiti kolektivisme melibatkan grup beserta konsep dan nilai-nilai seperti keprihatinan tentang
dampak dari tindakan atau keputusan pada orang lain, berbagi bahan dan barang nonmaterial, kesediaan
untuk menerima pendapat pandangan orang lain, percaya bahwa hasil sendiri sesuai dengan hasil orang
lain, dan persaan terlibat dan terhubung dengan kehidupan orang lain. Pada sosiosentrisiti individualism
tidak terdapat nilai-nilai seperti diatas.
Di berbagai negara gangguan halusinasi berbeda-beda hanya dibedakan berdasarkan tingkatan halusinasi
tersebut terutama badian eropa dan asia. Negara barat lebih memperhatikan benda dan cenderung
memiliki orientasi konkret dalam pengelihatan. Sementara itu orang asia lebih memperhatikan latar
belakang suatu gambar dan memiliki orientasi abstrak dalam pengelihatan
Varain diagnosis
Perbedaan diagnosis skizofrenia dapat terjadi di berbagai negara disebabkan kerena perbedaan budaya.
Baik budaya psikiatri itu sendiri atau budaya pasien dan keluarganya. Tidak hanya bisa terjadi bias
diagnosis karena perbedaan budaya akan tetapi lebih dari itu, hal ini dapat menyebabkan penanganan
yang tidak tepat.
Pada dua ras berbeda amerika yaitu kulit hitam dan kulit putih. Pada kulit hitam diagnosis skizofrenia
tidak dipaparkan ddengan jelas akan tetapi diberikan istilah yang lebih halus, hal ini dapat menyebabkan
bias diagnosis dan melenceng dari skizofrenia.
Varian penanganan
Bentuk akhir dari perbedaan budaya dalam skizofrenia adalah pengobatan pada setiap gangguan. Jenis
obat yang berbeda yang diresepkan untuk pasien dari berbagai latar belakang, sering mencerminkan
praduga psikiatri dan bias kesadaran. Menariknya pemberian obat juga berbeda-beda.
Penelitian ini dilakukan terhadap 2 ras amerika kulit hitam dan kulit putih. Orang kulit hitam 3kali lebih
mungkin diresepkan injeksi obat antipsikotik sedangkan kulit putih lebih sering diresepkan clorazepin dan
obat antipsikotik generasi baru.
Kesimpulan

Studi yang disajikan dalam makalah ini adalah hasil temuan yang sangat
membutuhkan perhatian dari profesional kesehatan medis, terutama mereka
yang merawat pasien skizofrenia. Sementara skizofrenia dikenal sebagai
gangguan mental yang ditemukan di semua negara, pedoman DSM-IV (yang
dimaksudkan untuk menjadi universal) jelas gagal pada pertimbangan
budaya. Sering menurut sociocentricity budaya, Skizofrenia diwujudkan
secara berbeda dalam budaya yang berbeda. Selanjutnya, psikiater, sering
berbeda dalam diagnosis dan pengobatan pasien skizofrenia mereka karena
budaya mereka sendiri dan persepsi ras dan budaya pasien mereka. Dalam
hal ini, skala kesehatan mental saat ini dan layanan audit adalah gagal.

Studi dalam makalah ini secara khusus menangani skizofrenia, tetapi jika
variabilitas budaya tersebut ada dalam satu psikopatologi, itu pasti ada
banyak, jika tidak semua. Lebih lintas-budaya, studi komprehensif perlu
dilakukan untuk menyelidiki efek penuh variabilitas lintas-budaya pada
gejala, diagnosis, dan pengobatan psychopathologies yang berbeda. Temuan
ini harus segera dimasukkan ke dalam DSM berikut dan diajarkan di program
psikiatri universitas. Selanjutnya, skala kesehatan dan audit mental yang
lintas-nasional dan global harus dibentuk untuk memperkuat kesadaran
budaya dan dialog antarbudaya di kalangan profesional kesehatan mental.

Dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran budaya dan bagaimana


hal itu mempengaruhi psychopathologies, kita mungkin bisa suatu hari
mencapai tujuan yang sulit dipahami dari komunitas klinis sepenuhnya sadar
budaya dan bias-bebas.

You might also like